BAB 1 PENDAHULUAN
Peran pemuda menjadi penting dalam pembangunan di berbagai negara termasuk di Indonesia. Mempertimbangkan fenomena yang akan terjadi bahwa Indonesia akan mengalami periode yang disebut demographic bonus, yang berlangsung sejak tahun 2010 hingga tahun 2040. Saat itu, jumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia tidak produktif, atau dengan kata lain jumlah penduduk golongan muda akan lebih dominan. Mengutip pernyataan Prof. Sri Murtianingsih Adiutomo dalam Prof. Dorodjatun (2012, p.11) bahwa demographic bonus merupakan window of opportunity yang tak akan terulang di masa depan dimana beban ketergantungan (dependency of ratio) berada di posisi terendah.
Gambar 1.1 Dependency Ratio 1950-2050 Sumber : Presentasi Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti (9/10/2012) Oleh karena itu, demographic bonus dimana jumlah pemuda lebih dominan akan berguna jika disertai kualitas pemuda yang berkarakter kuat sehingga mampu memanfaatkan kondisi saat dependency of ratio yang rendah sebagai kesempatan membangun negara. Jika mengutip pernyataan Prof. Dorodjatun Kuntjoro Jakti dalam bedah buku Menerawang Indonesia di FISIP UI (9/10/2012) bahwa sekitar 50 juta “First Voters” akan terjun ke Pemilu 2014, dari kelompok umur 17 - 23 tahun, maka dapat dikatakan pula bahwa 50 juta pemuda tersebut ialah potensi pembangunan negara yang potensial untuk dimanfaatkan menghadapi demographic
bonus,
namun
yang
menjadi
pertanyaan
ialah
bagaimana
model 1
pengembangannya khususnya model pengembangan karakter pemuda. Jika dibandingkan dengan Singapura, secara demografis angka pertumbuhan jumlah pemuda di sana termasuk tinggi. Pertumbuhan jumlah pemuda mencapai angka 20% dari total jumlah penduduk Singapura. Namun, pertumbuhan jumlah pemuda di Singapura konsisten dari tahun 1970 yaitu sekitar 20% - 30% untuk kategori umur 15 - 29 tahun. Selain itu, jumlah pemuda di Singapura tidak lebih dari 1.000.000 orang. Tabel 1.1 Jumlah Pemuda di Indonesia, Singapura dan Timor Leste Jumlah Pemuda No
Year
1
2009
Indonesia 62,775.000.80
Singapura 778.800
Timor Leste N/A
2
2010
62,875.000.20
783.600
N/A
3
2011
62,926.000
778.400
N/A
4
2012
62,916.000.40
777.900
N/A
Sumber : Olahan Penelitian (Badan Pusat Statistik, Singapore Department of Statistics) Pengembangan pemuda, termasuk pengembangan karakter, di Singapura berada di bawah wewenang Ministry of Social and Family Development. Anak-anak dan pemuda tidak menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunan di Negaranya. Bahkan, pemuda dilibatkan juga dalam konsep pertahanan negara dengan adanya wajib militer. Lebih jauh lagi, Singapura memiliki konsep Development framework for Youth Workers (DYW). DYW merupakan kerangka bagi pemuda untuk mengembangkan kemampuannya. Oleh karena itu, disediakan fasilitas dalam DYW seperti konseling, manajemen kasus, pembinaan karir, dan termasuk sekolah pekerjaan sosial. Sedangkan Timor Leste (RDTL) merupakan negara yang sedang belajar dalam penyusunan model karakter pemuda dan memiliki masalah pengangguran.
Menurut Miguel
Marques Gonzales Manetelu sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga RDTL bahwa setiap tahun sekitar 17 ribu hingga 20 ribu pemuda Timor Leste bertambah dan jumlah angka usia produktif kerja sekitar 54 ribu tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan (http://news.detik.com). Jika dibandingkan dengan dua Negara tersebut, Program dan kegiatan kepemudaan dalam koordinasi Kementerian Pemuda dan Olahraga di Indonesia terbagi atas (LAKIP Kemenpora Tahun 2012):
2
a. Bidang sumber daya dalam usia aktif (16-30 tahun) dan pembibitan pemuda b. Bidang Character building c. Bidang organisasi kepemudaan yang mencangkup jumlah OKP di Indonesia d. Bidang kepandua yang mencangkup jumlah dan jenjang pramuka se-Indonesia e. Bidang kewirausahaan f. Bidang kepeloporan Oleh karena itu dalam studi pengembangan model pengembangan karakter pemuda, akan mencoba membandingkan konsep modern Singapura yang dianggap lebih baik; lalu Indonesia dengan konsep pengembangan karakter pemudanya termasuk bonus demografisnya; serta Timor Leste yang mengalami masalah lapangan kerja dan sedang belajar menyusun model pengembangan karakter pemudanya, untuk kemudian dicobakan pengembangan model yang dianggap ideal.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Literatur tentang Model Pengembangan Karakter Kepemudaan Model pengembangan karakter pemuda di Indonesia memiliki banyak pendekatan dan melibatkan banyak stakeholder baik itu pemerintah maupun swasta. Akan tetapi, Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc memiliki model pengembangan karakter pemuda yang berlandaskan empat pilar antara lain kebangsaan, kewirausahaan, responsible consumer, dan globalisasi dan diplomasi.
Gambar 2.1 Empat Pilar Pembangunan Pemuda Empat pilar pembangunan pemuda yang diusulkan oleh Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc didasarkan sejarah kepeloporan pemuda Indonesia yang ternyata telah melalui 4 pilar tersebut. Kepeloporan dalam pilar nasionalisme telah dimulai dengan adanya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908, sumpah pemuda tahun 1928, Tritura pada tahun 1966, peristiwa Malari tahun 1974, peristiwa Talang Sari tahun 1989 dan gerakan reformasi tahun 1998. Sementara itu, kepeloporan dalam pilar kewirausahaan dimulai pasca kemerdekaan dimana intesitasnya mulai tinggi ketika muncul UU Penanaman Modal Asing dan puncaknya pada peristiwa Malari tahun 1974. Setelah itu, generasi pemuda modern mulai banyak melakukan kegiatan wirausaha dalam menghadapi modal asing dan banyak dilakukan oleh pemuda Jakarta.
4
Kepeloporan pemuda dalam pilar diplomasi juga dilaksanakan pasca kemerdekaan dan diinspirasi oleh keberhasilan Konferensi Meja Bundar Tahun 1949. Begitu juga dengan Konferensi Asia Afrika Tahun 1955 dan Gerakan Non Blok tahun 1961. Berdirinya ASEAN dan munculnya Adam Malik sebagai diplomat ulung telah menginspirasi kepeloporan diplomasi oleh pemuda Jakarta. -Era Komputer (1980) -Masukkn
Penolakan terhadap investasi asing (1974)
Responsible Consumer
ya Video Games (1980) -Kampanye -Festival Global
Batavia (1987)
Kepeloporan Kewirausahaan
-Generasi
Pelajar di LN (1908-1949) -Konferensi Meja Bundar (1949) -Lahirnya
Gerakan Budi Utomo (1908) -Sumpah Pemuda (1928)
-Konferensi Asia Afrika (1955) -GNB (1961) -ASEAN (1967)
-Tritura (1966)
Tahun Tahun 1980
1949
-Declaration on ASEAN Concord (1976)
-Berbagai Model United Nations
-Pristiwa Malari (1974)
-Pristiwa Talang Sari (1989) -Gerakan Reformasi (1998)
Tahun
Kepeloporan Diplomasi
Kepeloporan Kebangsaan
1974
Sekarang
Gambar 2.2 Kepeloporan Pemuda Dalam Berbagai Periode Responsible consumer atau tanggung jawab terhadap penggunaan produk menjadi trend baru pemuda di Indonesia. Fenomena ini muncul setelah masuknya era komputerisasi dan informasi pada tahun 1980an. Untuk pengembangan model karakter pemuda di Singapura memiliki banyak
5
pendekatan. Jika Indonesia memiliki Kementerian Pemuda dan Olahraga maka Singapura memiliki Ministry of Social and Family Development. Kementerian tersebut di Singapura memiliki kebijakan Rebuilding Children and Youth dimana salah satu programnya ialah Outreach & Support for Youth. Program-program yang dijalankan, antara lain: Ø Enhanced STEP-UP Enhanced STEP-UP adalah sekolah client-centric school social work yang khusus melayani pemuda yang memerlukan dukungan tambahan dan dorongan untuk tetap bersekolah, serta pemuda yang putus sekolah.
Gambar 2.3. Enhanced Step-up Sumber : Ministry of Social and Family Development, Singapore
Ø Youth GO! Programme Youth GO! Programme difokuskan pada usia 12-21 tahun untuk pemuda yang putus sekolah, tidak bekerja atau keluar dengan program lain seperti Enhanced Step-up. Ø Youth Information System Sistem informasi mengenai data pemuda Singapura khususnya bagi tmereka yang membutuhkan bantuan, dukungan dan bantuan. Ø Vocational and Reintegration Support Unit (VRU) VRU bertujuan untuk mengembangkan potensi pemuda dengan memberdayakan mereka dengan
pendidikan dan pilihan karir. Dengan adanya kemitraan pengusaha
dan lembaga, VRU membantu menghubungkan pemuda ini untuk pendidikan,
6
pelatihan kejuruan atau pekerjaan. Model pengembangan karakter pemuda untuk pemuda yang telah berjalan salah satunya menggunakan model Development framework for Youth Workers (DYW). DYW ini akan berfungsi sebagai pedoman kerangka kerja bagi pemuda untuk mengembangkan kemampuannya.Model ini merupakan hasil kerjasama antara Youth Organisations and Voluntary Welfare Organisations (VWOs), the Social Service Training Institute (SSTI) dan the Singapore Workforce Development Agency (WDA).
Gambar 2.4 Development framework for Youth Workers (DYW) 2.2 Mind Map Mind map merupakan metode yang dapat digunakan dalam analisis sosial untuk menghasilkan sintesis yang relevan. Menurut Silvina P. Hillar (2012, p.6) Mind map merupakan alat kognitif yang digunakan untuk menyusun dan mengorganisasi informasi ketika mepresentasikan suatu topik. Dengan begitu, Mind Map sebagai metode/alat dapat berfungsi untuk menyimpulkan informasi dan mengelompokannya serta menghubungkan satu sama sama lain.
7
2.3 Photo Voice Photo voice (PV) adalah sebuah metode yang banyak digunakan untuk melakukan identifikasi,
mewakili,
maupun
mendorong
sejumlah
hal
teknis
dalam
konteks
kemasyarakatan melalui sejumlah teknik fotografi yang khusus (Wang dan Burris, 1997). Menurut Ewald dalam Wang dan Burris (1997), PV memiliki 3 tujuan utama, yaitu: 1. Memastikan setiap orang mampu mengetahui dan merekam hal-hal positif maupun negatif dari masyarakat komunitasnya. 2. Melakukan diskusi dan analisis wacana kritis terkait hal-hal yang signifikan baik dalam kelompok kecil maupun besar. Kegiatan ini disandarkan pada sejumlah foto yang ada. 3. Memberikan argumentasi pada pembuat kebijakan tentang pentingnya suatu isu dalam masyarakat. Konsep dari PV bermuara pada beberapa hal utama, yang paling dasar dan menjadi fondasi adalah PV menggunakan teknik dimana orang dapat melihat masalah yang ada dalam sebuah foto. Sebagai imbas dari penglihatan tersebut, orang akan melakukan refleksi dan mengemukakan sejumlah asumsi. PV bergerak menuju realitas untuk menjadikan asumsi yang ada adalah masalah tersebut kini sangat riil dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang lebih luas. Atas dasar itulah, foto yang digunakan dalam metode PV haruslah menunjukan sisi-sisi yang signifikan dan menyentuh pada hal-hal yang jarang terpikir orang lain (Strack dkk., 2004). PV juga berguna dalam halnya meningkatkan validitas riset. Karena informan sendiri yang melakukan pengambilan foto, melakukan interpretasi, dan mengemukakan argumentasi, maka peneliti dapat dengan sendirinya melakukan pemahaman terhadap foto-foto tersebut sejurus dengan yang dikemukakan informan tanpa melakukan campur tangan terlalu jauh (Wang dan Burris, 1997). Selain itu, kelebihan lain dari PV adalah tidak adanya aturan khusus mengenai foto yang akan diambil, hal ini menunjukan kejelasan dimana semua orang, selama memiliki kamera, dapat menjadi peserta dari PV. Beberapa keuntungan dari teknik photo voice sebagaimana digambarkan Wang dan Burris (1997) adalah adanya kecepatan yang luar biasa dari masyarakat untuk mengabadikan foto dalam komunitas untuk kemudian disebarkan, sehingga dalam tataran yang lebih luas, dunia internasional mengetahui apa yang dibutuhkan oleh komunitas tersebut. Hal lainnya yang juga menjadi keuntungan adalah adanya penerimaan (adaptasi) dari PV yang sangat tinggi. Dalam banyak kasus dimana kondisi sosial budaya sangat ketat, aturan vertikal seperti bicara dan bertindak bisa sangat membahayakan status informan, dalam hal inilah PV 8
melakukan adaptasi dengan menunjukan sebuah foto yang dapat menggambarkan banyak hal (Wang dan Burris, 1997 dan Strack dkk., 2004). Sebagai contoh, dalam masyarakat yang kuat memegang adat patrilineal dan marginalisasi terhadap perempuan, deretan foto perempuan yang bekerja keras di dapur dapat memberi efek yang jauh lebih besar ketimbang melakukan perlawanan secara frontal atau dengan kata-kata kasar (Wang dan Burris, 1997). Namun demikian, PV juga memiliki kelemahan, dalam hal ini, yang paling besar adalah ketidakseimbangan antara peneliti dan informan. Seorang informan sangat mungkin tidak paham dengan konteks foto yang harus diambilnya dalam kaitan untuk menggambarkan suatu topik. Selain itu, adanya personal judgement juga dapat membuat informan menggunakan nilai-nilai pribadinya dalam pengambilan foto. Hasilnya, mungkin saja foto tersebut tidak memenuhi kriteria keterwakilan dari topik dan diskusi yang hendak dicapai (Wang dan Burris, 1997). Dalam melakukan diskusi dengan metode PV, diperlukan sejumlah hal, seperti foto yang secara khusus diambil guna memenuhi topik diskusi, fasilitator yang handal dalam melakukan probing dan elaborasi, partisipan dengan kriteria yang telah ditentukan, dan 2 observer, yang pertama adalah penonton semata dengan tujuan mencari pola dari diskusi dan foto, sementara yang kedua adalah juga mengambil peran sebagai peserta guna menangkap narasi-narasi dari foto yang disampaikan oleh informan (Ewald dalam Wang dan Burris, 1997). Hasil dari metode PV dapat diinterpretasi dan lalu dianalisis sesuai dengan kinerja riset yang dituju, sebab itu pengambilan foto harus menunjukan aspek keterwakilan dari sejumlah elemen yang hendak didiskusikan.
9
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian Dalam rangka meningkatkan kapasitas pemuda Indonesia menyongsong Bonus Demografi 2040, PUSKAMUDA FISIP UI melakukan studi banding dengan Singapura dan Timor Leste dengan tujuan dari diusulkannya proposal riset ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pemetaan sumber daya kajian dan kebijakan kepemudaan di 3 negara (Indonesia, Singapura, dan Timor Leste). 2. Mengembangkan model pembangunan karakter pemuda berdasarkan pengalaman di 3 negara (Indonesia, Singapura, dan Timor Leste). Diharapkan dengan adanya penelitian ini, PUSKAMUDA FISIP UI mendapatkan gambaran mengenai model kebijakan pengembangan pemuda di Singapura yang kemudian disesuaikan dengan model yang telah ada di Indonesia, yang kemudian dapat diterapkan untuk mengembangkan kapasitas pemuda baik di Indonesia maupuan di Timor Leste. 3.2 Manfaat Penelitian Dalam menelaah manfaat yang mungkin diperoleh dari penelitian yang dilakukan, dapat dilihat dari dua aspek utama yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis a. Penelitian ini dapat menambah kajian tentang kebijakan di berbagai negara khususnya mengenai pembangunan kepemudaan; b. Penelitian ini diharapakan mampu memperkaya khasanah kajian tentang kepemudaan; c. Menambah kajian mengenai strategi pengembangan jaringan kepemudaan khususnya jaringan internasional; d. Menambah kajian mengenai program pengembangan karakter pemuda antar negara 2. Manfaat Praktis a. Penelitian dapat digunakan sebagai acuan kepada pihak lain terutama akademisi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penguatan jaringan kerja 10
internasional bidang kajian kepemudaan. b. Memberikan kontribusi bagi pengembangan kepemudaan di Indonesia, dapat digunakan sebagai masukan dalam pembuatan kebijakan khususnya dalam melaksanakan program kepemudaan. c. Memberikan kontribusi bagi Timor Leste dalam hal rencana strategis pengembangan karakter pemuda dan kebijakan kepemudaan, khususnya Kementerian Kepemudaan Timor Leste.
11
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Pendekatan Penelitian Dalam konteks pendekatan, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang berpikir secara induktif yaitu berangkat dari fakta dan data dilapangan untuk kemudian disandingkan dengan pemikiran teoritis maupun digunakan dalam pembentukan konsep baru (Neuman, 2006). Pendekatan ini memiliki penekanan kuat pada proses dilakukannya sebuah penelitian ketimbang hasil akhirnya. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif yang berperan sebagai data empiris (untuk memastikan validitas dan reliabilitas dalam periode tertentu). 4.2 Jenis Penelitian Sementara itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembangunan karakter kepemudaan di 3 negara, yaitu Indonesia, Singapura, dan Timor Leste, maka metode yang tepat untuk digunakan adalah partisipasi riset aksi (Participatory Action Research). PAR diartikan sebagai kegiatan riset yang dilaksanakan secara partisipatif di antara masyarakat warga dalam suatu komunitas/lingkup sosial yang lebih luas untuk mendorong terjadinya aksi-aksi transformatif. Dengan demikian, PAR tidak berhenti pada kegiatan riset semata, namun berlanjut pada pemberdayaan anggota komunitas secara partisipatif untuk melakukan sejumlah aksi demi perbaikan kondisi hidup mereka sendiri. (Kindon dkk., 2007). Lebih jauh, Patton (1990) menegaskan perbedaan action research dengan penelitian lainnya dalam tipologi berikut: Tabel 4.1 Kekhususan Tipologi PAR Tipologi Key Points Tujuan Penelitian Upaya pemecahan masalah dalam suatu program Level masalah yang dihadapi, tingkat organisasi atau Fokus Penelitian masyarakat Hasil Yang Diharapkan Tindakan langsung yang dapat menyelesaikan masalah Generalisasi Standar kekinian dalam arti, saat ini dan disini Orang-orang dalam suatu wilayah dapat memecahkan Asumsi Kunci masalahnya sendiri seiring waktu dan dengan sebuah proses pembelajaran Metode Publikasi Bersifat interaktif, informal, serta tidak dipublikasikan Perasaan dari seluruh stakeholder penelitian dan Standar Penilaian kelayakan dari hasil akhir Sumber: Patton dalam Aryo dkk. (2011) 12
Dalam situasi di lapangan, peneliti yang menerapkan metode partisipasi riset aksi ini ikut melebur dalam kehidupan masyarakat. Ini menunjukan adanya peleburan antara subjek dan objek yang meneliti. Selain itu, PAR tidak berhenti pada publikasi hasil riset (laporan) dan rekomendasi pengembangan atau usulan riset berikutnya, melainkan berorientasi pada perubahan situasi, peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat warga untuk memahami dan mengubah situasi mereka menjadi lebih baik (Patton dalam Aryo dkk. 2011). 4.3 Lokasi Penelitian Lokasi dilakukannya penelitian ini adalah dengan melibatkan dua mitra internasional, yaitu Singapura dan Timor Leste, kedua mitra tersebut akan bekerjasama dengan Pusat Kajian Kepemudaan FISIP UI (Puskamuda UI). Ada sejumlah alasan utama yang mendasari pemilihan Singapura sebagai salah satu negara tujuan, dalam konteks pengembangan model pembangunan karakter pemuda, Singapura memiliki konsep dan visi yang lebih jelas melalui wajib militer. Konsesi wajib militer ini dipadukan dengan sistem tentara cadangan yang berasal dari sipil, dan pemuda adalah kriteria utama dari sistem ini. Di sisi lain, Timor Leste yang mulai memberikan perhatian besar terhadap perkembangan struktur usia mudanya dapat belajar banyak dari Singapura. Posisi Indonesia sendiri layaknya jarum pendulum yang mengambil manfaat dan hal positif dari Singapura, yang mana kemudian diteruskan pada Timor Leste. 4.4 Populasi/ Unit Penelitian Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisa yang akan diduga ciri-cirinya atau seringkali diidentifikasikan sebagai kumpulan unsur yang menjadi objek penelitian (Masrin Singarimbun, 1984 dalam Aryo dkk. 2011). Penelitian ini akan mengambil sejumlah pemuda yang sesuai dengan klasifikasi UU No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan (16-30 tahun). 4.5 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan kombinasi dari sejumlah teknik pengumpulan data, karena bersifat action research dan pendekatannya kualitatif, berikut merupakan teknik yang digunakan: 1. Focus Group Discussion (FGD), kombinasi antara FGD dan photo voice digunakan untuk mengumpulkan sejumlah pemuda yang telah memiliki 4 buah foto yang mana masing-masing foto mewakili 4 pilar kepemudaan, yaitu nasionalisme, responsible
13
consumer, globalisasi, dan kewirausahaan1. FGD akan berfokus untuk menemukan sejumlah pola yang serupa dari setiap foto dan argumentasi para pemuda. 2. Mind Mapping Activity (MMA), kegiatan ini ditujukan untuk menemukan formulasi model yang dikembangkan oleh masing-masing negara dalam membentuk karakter kepemudaan di wilayah mereka masing-masing. MMA sendiri dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok, jika memungkinkan, akan dilakukan FGD yang terpisah dengan sesi photo voice. 3. Key Informant Interview (KII). Kegiatan KII dilakukan guna melakukan probing dan elaborasi terhadap sejumlah pernyataan maupun foto dari pemuda yang unik, berbeda, dan menampilkan aspek-aspek kekhususan dari formula model pengembangan karakter kepemudaan. Kegiatan KII ini dilakukan diluar sesi FGD maupun diskusi terkait MMA. 4.6 Rencana Kegiatan (Work Plan) Rencana Penelitian: •
Mempersiapkan instrumen penelitian, data sekunder, dan studi literatur.
•
Melakukan assessment terkait wilayah Singapura dan Timor Leste.
•
Menjalin koneksi dengan pihak-pihak mitra internasional.
•
Menyamakan persepsi dengan mitra terkait kegiatan penelitian.
Rencana Aksi •
Observasi secara terstruktur (Formal) dan tidak terstruktur (Informal).
•
Melakukan Sosialisasi dan pemberian waktu bagi pemuda untuk mengambil foto sesuai dengan inisiatif serta inovasi mereka.
•
Melakukan FGD.
•
Melakukan MMA.
•
KII dan Pembicaraan Informal.
•
Analisis, Interpretasi, dan Pelaporan Akhir.
1
Sebelumnya, para pemuda akan mendapatkan waktu untuk sosialisasi mengenai apa yang harus mereka bawa dan persiapkan guna mengikuti FGD tersebut. Waktu yang ideal adalah memberikan waktu selama 1 hari untuk sosialisasi dan 1 hari untuk para pemuda mencari foto yang mewakili ke-4 elemen dalam pilar kepemudaan di Indonesia.
14
4.7 Proses Penelitian Penelitian ini menggunakan alur pikir sebagai berikut; Focus Group Discussion (FGD) Metode Penelitian Kualitatif
Mind Mapping Activity (MMA)
Output
Lokasi : Indonesia Singapura Timor Leste
Comparative Study (Model Pengembangan Karakter Pemuda di Indonesia, Singapura dan Timor Leste)
Key Informant Interview (KII)
Gambar 4.1. Alur Penelitian
15
BAB 5 HASIL YANG DICAPAI
Sejalan dengan tujuan dari dilakukannya riset ini, Puskamuda UI menargetkan 3 luaran dari riset ini, yaitu: 1. Peningkatan Resource Sharing antara Puskamuda UI dan Mitra Internasional yang terlibat dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini telah terjalin kerjasama dengan mitra internasional khususnya mengenai kepemudaan baik di Singapura maupun di Timor Leste. Dalam sebuah sistem mempunyai fitur mukti tasking seperti real time system terdapat masalah terhadap resource (sumber daya). Seperti kita ketahui bahwa setiap instansi maupun kenegaraan khususnya institusi lembaga pendidikan setingkat Universitas memiliki resource terbatas. Sedangkan pembangunan kepemudaan perlu menitiberatkan ketepatan waktu dalam memproses setiap respon dari permasalahan maupun kebutuhan yang ada. Dan setiap proses tersebut pasti memiliki kesamaan sumber daya. Untuk itulah diperlukan sebuah kegiatan berbagi resource bersama yang lebih kenal dengan istilah resource sharing. Dalam resource sharing memungkin dua buah instansi atau lebih dapat menggunakan sumber daya manusia atau fasilitas secara simultan. Sedangkan, di jaringan internasional memungkinkan dua buah instansi universitas atau lebih dapat menggunakan sumber daya manusia atau fasilitas dalam sebuah jaringan kerja dalam peningkatan kapasitas kepemudaan. 2. Peningkatan jumlah kolaborasi tingkat internasional yang melibatkan Puskamuda UI. Saat ini, perguruan tinggi di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia berlomba-lomba menjadi World Class University. Indikator dalam menjadi World Class University antara lain yakni teaching, research, citations, industry income,dan international outlook. Namun, ada dua hal yang paling penting. Pertama berbicara kualitas dan kedua terkait kolaborasi. Kualitas perguruan tinggi bisa diwujudkan dengan meningkatkan jumlah penelitian dari para dosennya. Sedangkan kolaborasi terutama yang melibatkan Puskamuda UI ini dilakukan agar pendidikan generasi muda dapat terus berjalan, dan akan ada manfaat lebih dari kolaborasi itu, seperti mahasiswa bisa belajar ke luar negeri dan mendatangkan mahasiswa asing ke perguruan tinggi di Indonesia. 16
Jumlah mahasiswa asing yang belajar di Indonesia masih sedikit. Padahal saat ini sudah waktunya perguruan tinggi di Indonesia berani bersaing dengan perguruan tinggi luar. Bukan lagi bersaing dengan sesama perguruan tinggi di negara sendiri. Dan sudah saatnya kita melihat hal fundamental dari perguruan tinggi asing, agar di masa depan kita bisa bersaing dengan mereka. Penelitian ini dapat menjadi langkah awal bagi UI untuk melangkah ke tingkat internasional khususnya kajian mengenai kepemudaan yang menjadi sasaran strategis bagi pembangunan nasional. 3. Peningkatan Jumlah Publikasi Artikel di jurnal internasional. Penelitian ini menjadi masukan tersendiri bagi media lokal baik di Singapura maupun Timor Leste. Publikasi adalah suatu hal yang sangat esensial, suatu penelitian belum dianggap selesai sebelum hasilnya dipublikasikan, dan salah satu media publikasi ilmiah yang paling populer adalah jurnal. Tujuan publikasi ilmiah ini antara lain adalah untuk penyebarluasan hasil penelitian, mengembangkan IPTEK. Sedangkan fungsi jurnal ilmiah adalah sebagai media registrasi, diseminasi, pengarsipan dan sertifikasi hasil-hasil penelitian atau dengan kata lain sebagai jembatan antara penulis dan pembaca. Sehingga peningkatan jumlah publikasi artikel di jurnal internasional sangat diperlukan, namun kompetensi sumber daya manusia khususnya pemuda dalam bidang publikasi ilmiah ini masih kurang sehingga diperlukan rencana strategis selanjutnya dalam peningkatan kapasitas bidang ini.
17
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Tahun 2012-2013 Pemetaaan sumber daya kepemudan di lingkungan UI Pada tahun-tahun awal berdirinya PUSKAMUDA FISIP UI, kita perlu untuk mengkompilasi berbagai sumber daya di Universitas Indonesia untuk mendapatkan perspektif yang komprehensif pada kekuatan dan kesempatan awal untuk menjalankan dari PUSKAMUDA FISIP UI. Tahun 2013-2014 Pemetaan sumber daya kepemudaan di luar UI Tahap kedua yaitu untuk memperluas sumber daya sampai ke tingkat nasional untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai jarak yang timbul yang harus diselesaikan oleh PUSKAMUDA FISIP UI. Pada fase ini, PUSKAMUDA FISIP UI akan mengembangkan jaringan dengan bekerja sama dengan ASKI (Asosiasi Studi Kepemudaan Indonesia). Tahun 2014-2016 Jaringan kerjasama ASEAN Pada fase ini, PUSKAMUDA FISIP UI akan membuat jaringan regional untuk mendapatkan semua informasi yang akan membantu studi perbandingan kami di universitas-universitas di ASEAN. Tahun 2016-2017 Pengembangan strategi pemeliharan demographic bonus Tahap ini akan memperkuat pola dan strategi untuk mengembangkan dan mempertahankan bonus demografi seperti yang disebutkan oleh Prof Dr Dorojatun Kuntjorojakti. Tahun 2018 Replikasi Tahap kontinuitas, akan terdiri dari upaya untuk
saling menyesuaikan model dari pusat
kajian lainnya yang peduli dengan isu-isu Pemuda.
18
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Pengembangan karakter pemuda sebagai agenda penting nasional untuk menciptakan generasi pembawa perubahan dan pembaruan akan selalu beriringan dengan proses globalisasi. Di tengah derasnya arus globalisasi yang dialami secara nyata lewat konsumerisme pemuda, upaya pengembangan karakter pemuda amat bertumpu pada keluarga dan pendidikan yang dialami pemuda. Sebagai suatu topik kajian, pengembangan karakter pemuda dapat difokuskan pada model pendidikan yang memampukan pemuda dalam menghadapi persaingan global. Konsep kepemudaan dan empat pilar penyokong kepemudaan menjadi sangat startegis perannya saat ini. Perubahan perpolitikan, ekonomi, budaya dan teknologi di seluruh dunia membuat semakin rentannya pengaruh luar yang menggerus identitas bangsa. Melalui konsep dan pilar kepemudaan maka arah pembangunan kepemudaan dapat berjalan sesuai dengan cita-cita bangsa. Identifikasi kebangsaan yang dapat melahirkan karakter dan watak pemuda yang berwawasan keindonesiaan. Terbentuknya karakter bangsa melalui pemuda maka peran pemuda dituntut untuk peran serta dalam mengenalkan identitas bangsa dan kekayaan budaya melalui diplomacy and global partnership. Kuatnya peran negara melalui keterlibatan di dunia internasional dapat merangsang pemuda untuk lebih keratif dan inovatif dengan memperkenalkan hasil produk pemuda sehingga Productivity and Enterpreneurship menjadi ujung tombak kemandirian bangsa tanpa mengandalkan dan menggantungkan produk negara lain. Dengan demikian maka Resposibility pemuda pada bangsa dan negara
dapat
menekan
dampak
globalisasi
akibat
Consumerisme
yang
menghancurkan gererasi penerus bangsa. Untuk itu, Pengembangan Model Pembangunan Karakter Pemuda : Sebuah Studi Perbandingan antara Indonesia, Singapura dan Timor Leste. Merupakan pembelajaran tersendiri bagi Indonesia mengenai kebijakan pengembangan karakter kepemudaan. kedepannya, PUSKAMUDA FISIP UI akan membuat jaringan regional untuk mendapatkan semua informasi yang akan membantu studi perbandingan antar universitas-universitas di ASEAN.
19
7.2 Saran 1.
Bagi institusi terkait khususnya Universitas dalam penelitian ini. sebagai upaya peningkatan jumlah publikasi artikel di jurnal internasional, diperlukan adanya peningkatan kompetensi sumber daya manusia khususnya pemuda dalam bidang publikasi ilmiah ini sehingga diperlukan rencana strategis selanjutnya dalam peningkatan kapasitas bidang ini. Rencana tersebut dapat berupa peningkatan kapasitas SDM dalam bidang penulisan artikel ilmiah dengan cara kolaborasi antar universitas di tingkat internasional.
2.
Diperlukan
kajian
lanjutan
mengenai
penerapan
pembentukan
karakter
kepemudaan yang ideal yang merupakan hasil dari penelitian ini. 3.
Bagi Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, keterlambatan dana membuat pembiayaan aktivitas menjadi lebih mahal sehingga akan jauh lebih baik jika faktor pendanaan diprioritaskan turun segera ke pusat kajian.
20
DAFTAR PUSTAKA
Newman, W. Lawrence. 2006. Social Research Method : Qualitative and Quantitative Approach Six Edition. Person International Edition. Kindon, Sara, Rachel Pain and Mike Kesby. (eds) 2007. Connecting People, Participation and Place: Participatory Action Research Approaches and Methods. London: Routledge. Jakti, Dorodjatun Kuntjoro. 2012. Menerawang Indonesia : pada dasawarsa ketiga abad ke-21. Pustaka Alvabet : Jakarta. __________. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pemuda Dan Olahraga 2010 -2014. Kemenpora : Jakarta. Wang, C., & Burris, M. A. (1997). Photovoice: Concept, methodology, and use for participatory needs assessment. Health education & behavior, 24(3), 369-387. Strack, F., & Deutsch, R. (2004). Reflective and impulsive determinants of social behavior. Personality and social psychology review, 8(3), 220-247. Patton, M. Q. (1990). Qualitative evaluation and research methods. SAGE Publications, inc. Republik Indonesia. 2011. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia : Jakarta.
21