SOSIAL LAPORAN PENELITIAN PROGRAM PENELITIAN DISERTASI DOKTOR SUBERDANA DIPA PTN TAHUN 2012
___________________________________________ Judul Penelitian : PEMBATASAN DAN LARANGAN PROMOSI OLEH PEMERINTAH DAN PEMASARAN ROKOK
Ketua : Drs. Agus Budihardjo, MA
________________________________ Dibiayai oleh DIPA PTN Nomor: 177/UN25.3.1/LT.6/2012 Tanggal: 1 Maret 2012 1
LAPORAN PENELITIAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH DISERTASI DOKTOR SUMBER DANA DIPA PTN TAHUN 2012
Kategori : Sosial Tahun : 2012 Universitas : Jember Nama Peneliti : Drs, Agus Budihardjo, MA. ___________________________________________________________________ 1. Keterangan Umum 1. Judul : Pembatasan dan Larangtan Promosi oleh Pemerintah dan Pemasaran Rokok 2. Dibiayai DIPA PTN 2.1.Nomor : 177/UN25.3.1/LT.6/2012 2.2.Tanggal 1 Maret 2012 3. Jumlah biaya penelitian Rp.38.500.000,4. Jangka waktu penelitian : 9 bulan ( 1 Maret 2012 sampai dengan 30 Nopember 2012) 5. Personalia penelitian: No Nama peneliti & Gelar Bidang Keahlian Instansi akademik 1. Drs. Agus Budihardjo, MA Ilmu Administrasi FISIP UNEJ 6. Lokasi Penelitian No Alamat 1 Nihil dan atau Desa -
Pemilik/Pengelola Nihil
Kecamatan -
Kabupaten/Kota Jakarta Surabaya Malang
7. Persiapan yang dilakukan: 1. Pengurusan ijin penelitian 2. Penyusunan kuesioner 3. Coaching kepada petugas lapangan 4. Uji coba kuesioner 5. Pengumpulan data lapangan 6. Pengolahan dan analisis data 7. Penyusunan Laporan
2
Provinsi DKI Jakarta Jawa Timur Jawa Timur
i 8. Keterangn khusus 8.1.Pengumpulan data dilakukan di tiga kota Malang, Surabaya dan DKI Jakarta. Pengumpulan data tidak banyak mengalami hambatan yang berarti. 8.2.Pemantauan terhadap penelitian dilakukan dengan menggunakan lokbook 8.3.Hambatan yang ditemukan ada beberapa responden yang enggan untuk menjawab pertanyaan, cara menanggulanginya dengan mencari responden baru. 8.4.Rencana jadwal selanjutnya adalah meneliti jawaban responden dan memperbaiki jawaban yang dirasa kurang atau meragukan dengan menanyai ulang kepada responden. 9. Biaya yang sudah dipergunakan pada penelitin ini 100% Uang yang diterima tahap I (70%) : Rp.26.950.000,Uang yang diterima tahap II (30%) : Rp 11.550.000
Jember, 29 Nopembner 2012 Mengetahui: Dekan FISIP Universitas Jember
Prof. Dr. Hary Yuswadi, MA. NIP 1952072719811031003
Ketua Peneliti
Drs. Agus Budihardjo, MA. NIP. 195208141980031002
Menyetujui Ketua Lembaga Penelitan UNEJ
Prof. Ir. Achmad Subagio, Magr, Ph.D . NIP 196905171992011001
ii 3
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa akhirnya laporan penelitian disertasi doktor dengan judul Pembatasan dan Larangan Promosi oleh Pemerintah dan Pemasaran Rokok ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak- pihak yang sangat membantu dalam pengumpulan data terutama kepada para intervier dan interviewee yang berada di kota DKI Jakarta, Surabaya dan Malang besar peranannya dalam penelitian ini. Demikian juga juga kepada pihak Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah mempercayai kami dengan memberikan dana bantuan yang sangat untuk penelitian ini kami sampaikan terima kasih. Selain itu ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada pihak Lembaga Penelitian Universitas Jember yang telah memperlancar penelitian ini serta kepada pihakpihak yang tidak dapat kami sampaikan satu-persatu tak lupa kami sampaikan terimakasih. Kami yakin laporan penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna penyempurnaannya.
Jember, 29 November 2012.
Peneliti,
Agus Budihardjo
iii 4
DAFTAR ISI Halaman Halaman pengesahan
i
Kata pengantar
iii
Daftar isi
iv
Abtrak
v
Bab I
: Pendahuluan
1
Bab II : Tinjauan Pustaka
6
Bab III : Metode Penelitian
17
Bab IV : Hasil dan Pembahasan
20
Bab V : Kesimpulan dan Saran
58
Daftar Pustaka
65
Lampiran 1 : Daftar Pertanyaan Lampiran 2 : Dokumentasi Penelitian
iv 5
Pembatasan dan Larangan Promosi oleh Pemerintah dan Pemasaran Rokok Oleh : Agus Budihardjo Abstrak Bauran promosi merupakan aktivitas untuk mempengaruhi masyarakat agar terpengaruh untuk mau melihat, mencoba, mengkonsumsi dan menjadi pelanggan suatu produk tertentu. Dalam perjalanannya ternyata ada beberapa kendala yaitu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, beberapa Peraturan Daerah, Fatwa MUI dan PP Muhammadiyah yang membatasi ruang gerak konsumen rokok. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap factor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat konsumsi tersebut, apakah pembatasan dan larangan sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun organisasi sosial kemasyarakatan tersebut mempunyai penaruh pada tingkat konsumsi rokok Kata-kata kunci: bauran pemasaran, pembatasn dan larangan, tingkat konsumsi Abstract Promotion Restriction and Prohibition by Government and Cigarette Marketing By: Agus Budihardjo Abstract Mixed promotion is an activity to influence society in order to be affected to willingly see, try, consume and become customers of a particular product. In practice, there are factually some constraints; that is, Law, Government Regulation, some local regulations, and Fatwa (Islamic rules-based decisions on a particular thing) of MUI (Indonesian Ulema Council) and PP (Central Board) of Muhammadiyah which restrict the movement of consumers of cigarettes. This research attempts to explore any factors that influence the level of consumption, whether the restrictions and prohibitions stipulated in regulations issued by the government and social organizations provide an effect on the level of cigarette consumption. Key words: Mixed marketing, restriction and prohibition, consumption level.
6
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan Industri rokok sudah cukup lama keberadaannya dan memberikan manfaat yang cukup besar terhadap perekonomian nasional, memberikan kontribusi melalui cukai rokok dan pajak lainnya, membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas, menumbuhkan kehidupan sosial ekonomi yang sangat luas. Pada prinsipnya kehadiran industri rokok membawa manfaat yang besar bagi masyarakat pada umumnya, karena kehidupan ekonomi seperti pendapatan masyarakat, kehidupan sosial-budaya akan terangkat dengan pemberian lapangan pekerjaan tidak saja bagi buruh pabrik rokok tetapi juga industri ikutannya seperti petani dan pedagang tembakau dan cengkeh. Belum lagi kehidupan sosial-budaya lainnya seperti kehidupan berbagai macam olah raga dan kesenian telah berkembang. Disamping segala kemanfaatan tersebut di atas, terdapat sekelompok masyarakat yang merasakan terganggu dengan keberadaan industri rokok ini dan produk tembakau, karena mereka merasa karena rokok dan tembakau dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi anggota masyarakat. Pemerintah melalui berbagai kebijakan telah merespon kelhan dan keberatan sekelompok masyarakat dengan mengeluarkan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok dan Kesehatan serta Undang-undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, disamping berbagai Peraturan Daerah seperti Perda DKI dan Surabaya serta berbagai fatwa beberapa organisasi kemasayarakatan. Namun demikian dalam masyarakat masih terjadi pendapat yang bertentangan antara kelompok masyarakat yang menghendaki industri rokok khusuanya dan produk tembakau atau masyarakat tembakau tetap dipertahankan karena menyangkut nasib sebagian besar masyarakat dan sekelompok anggota msyarakat yang menghendaki industri rokok dan masyarakat pertembakauan dibatasi bahkan kalau perlu dihapusklan sama sekali karena dianggap men ggangku kesehatan masyarakat. Pertentangan semacam ini hingga kini masih menjadi issue yang cukup tajam dalam masyarakat. Oleh karena itulah perlu diatasi secara proporsianal, artinya kedua belah pihak yang bertikai dapat menyelesaikan secara arief dan bijaksana 7
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan khusus penelitian, setiap aktivitas tentu saja mempunyai tujuan yang jelas, demikian juga dalam kegiatan penelitian ini. Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mencari model alternatif inovasi komunikasi menggantikan promosi yang dilarang oleh pemerintah bagi industri rokok. Selain tujuan umum
seperti tersebut di atas, penelitian ini mempunyai
tujuan khusus yaitu : 1. Mengetahui apakah pembatasan dan larangan promosi oleh pemerintah mempunyai dampak terhadap konsumen rokok. 2. Mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
konsumsi
rokok.
(diperlukan perubahan paradigma in side out menjadi out side in) 1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi: 1. Dunia ilmu pengetahuan yaitu menambah pengayaan terhadap kajian teori-teori sebelumnya utamanya yang berkaitan dengan Administrasi Bisnis khususnya Teori Pemasaran 2. Manajemen industri rokok yaitu terutama untuk masukan positif dalam pengambilan keputusani terutama dalam menghadapi pembatasan dan larangan promosi oleh pemerintah bagi industri rokok.. 3. Pemerintah yaitu sebagai masukan dalam pengambilan keputusan terutama kebijakan-kebijakan di bidang industri rokok. 1.4. Urgensi Penelitian Pemelitian tentang Pembatasan dan Larangan Promosi oleh Pemerintah dan Pemasaran Rokok merupakan ide dan gagasan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi rokok. Hal ini dianggap penting mengingat industri rokok sumbangannya terhadap perekonomian cukup besar bahkan tahun 2010 sudah mencapai di atas Rp. 50 trilyun melalui cukai rokok, belum lagi penyediaan lapangan kerja yang mencapai 600 ribu tenaga kerja, disamping kehidupan sosial ekonomi lainnya (Industri Rokok, Synopsis, 2010) Tingkat konsumsi rokok memang cukup tinggi hal inilah yang perlu diketahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya. Sementara itu faktor-faktor yang mempengaruhi itu antara lain menyangkut promosi, pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, perilaku konsumen. Padahal pembatasan promosi 8
juga sudah dilakukan baik melalu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah (seperti Di DKI, maupun Kota Surabaya) bahkan lewat fatwa-fatwa seperti fatwa Majelis Ulama Indonesia maupun fatwa Muhammadiyah. Jumlah konsumsi rokok yang cukup tinggi ini menunjukkan bahwa industri rokok merupakan kebutuhan masyarakat yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbesar ke tiga yaitu 65 juta setelah China 390 juta dan India 144 juta. (nusantaranews.wordpress.com,2009). Oleh karena itulah keadaan ini membawa implikasi yang cukup luas baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya. Selain itu dalam perkembangannya industri rokok mulai diusik oleh kelompok
masyarakat
tertentu
yang menganggap
bahwa
industri
rokok
mengakibatkan berbagai permasalahan dibidang kesehatan, antar lain berbagai gangguan kesehatan seperti beberapa penyakit sehinga muncul peringatan pada setiap bungkus rokok bahwa
merokok dapat menyebabkan kanker, serangan
jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin melalaui Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2003 tentang Pengaman Rokok dan Kesehatan. Belum lagi pembatasan promosi diberbagai media terutama media elektronik berkenaan dengan jam tayang ataupun isinya juga dibatasi. Belum lagi media cetak berkaitan dengan iklan rokok tempatnyapun dibatasi disamping berbagai bentuk iklan juag dibatasi. Melalui Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan telah membatasi ruang gerak perokok dengan melarang merokok di kawasan tertentu yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum. Dengan demikian proses pembatasan atau larangan terhadap perokok pelan-pelan tapi pasti akan berlanjut, tetapi ak[pakah ini efektif ataukah tidak, itu yang menjadi persoalan. Didalam masyarakat terdapat dua kelompok yang berbeda dalam menanggapi persoalan ini. Satu kelompok masyarakat yang menghendaki industri rokok terus berkembang seperti industri-industri lainnya, sehingga pendapatan Negara melalui cukai rokok terjamin yang ini akan dipergunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran Negara, disamping itu lapangan pekerjaan yang menghidupi ratusan ribu tenaga kerja dan keluarganya dapat terjamin, disamping kehidupan
9
sosial ekonomi lainnya, seperti berbagai macam even olah-raga, kegiatan senibudaya, pendidikan melalui berbagai beasiswa dapat berlanjut. Pada kelompok masyarakat lainnya yang menghendaki industri rokok dibatasi atau bahkan lebih ekstrem lagi industri rokok ditutup saja karena dapat mengganggu kenyamanan, kesehatan dan bahkan keselamatan. Ini semuanya merupakan pertentangan yang muncul dipermukaan dan jelas akan terus berlanjut dua pandangan yang nyaris tidak dapat dipertemukan ini. Bahkan
pemerintah
sendiri hingga kini belum meratifiksai Konvensi Kerengka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framwork Convention on Tobacco Control, Indonesia merupakan satu-satunya
Negara di Asia Tenggara bahkan Asia Pasifik yang beluim
menandatangani FCTC, padahal sejak awal (selama kurun waktu 2000-2003) Indonesia termasuk Negara yang membidani dan menjadi contributor yang aktif bagi lahirnya dokumen tersebut. Alasan pemerintah belum menandatangani perjanjian tersebut adalah tingginya tingkat konsumsi rokok, Indonesia termasuk 5 negara produsen tembakau terbesar di dunia, cukai rokok mencapai 50 trilyun rupiah dan Indonesia memiliki 2.000 perusahaan rokok dengan memiliki pekerja ratusan ribu orang (Karbiyanto, 2007). Oleh sebab itulah masih menjadi perdebatan yang cukup alot antara kelompok masyarakat tembakau baik kalangan industri rokok, petani tembakau dan cengkeh, maupun pelaku bisnis yang masih berkaitan dengan industri rokok lainnya, dengan kelompok masyarakat anti tembakau atau anti rokok yang terus melakukan kampanye anti rokok dengan alasan kesehatan. Ini merupakan problem yang cukup pelik dan serius untuk diselesaikan secara arif umntuk dicari jalan keluarnya Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa penelitian ini mempunyai keutamaan atau urgensi cukup jelas jelas yaitu masyarakat saat ini mengadapi persoalan pro dan kontra terhadap produk tembakau. Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan terus menerus sebab akan menimbulkan ketegangan dan kalau dibiarkan dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Oleh karena itu harus diselesaikan dengan kearifan agar tidak terjadi pertentangn dan bahkan perselisihan antara warga msyarakat. Oleh karena itulah pemerintah dalam menyikapinya harus dengan arif dan bijaksana tidak meniadakan yang satu dan memenangkan yang lain. Yang penting 10
bagaimana salah satu pihak dapat terus menjalankan usahanya dilainpihak terlindungi keselamatan dan terganggu kesehatannya. Sebab tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan.
11
II TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 Tinjauan Pustaka ini akan dipaparkan secara lugas dan detail poin-poin utama tentang landasan teori yang berhubungan dengan konsepsi promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, perilaku konsumen, tingkat konsumsi, inovasi promosi, dan regulasi promosi rokok. Paradigmatis konsepsi-konsepsi mengenai aspek teoritis perlu diketengahkan untuk menjadi sandaran dalam melakukan peneliti ini. Teori merupakan pernyataan yang bersifat universal, dan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk pembahasan dan analisis. Sebagaimana di dalam pembahasan dan analisis ini ada beberapa teori yang berkaitan erat dengan masalah-masalah yang sedang dihadapi. 2.1. Teori dan Pandangan Pemasaran Eksistensi aktivitas pemasaran adalah aspek penting dalam koridor proses manajemen. Secara konseptual pemasaran dapat diartikulasikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 1997). Pada paparan pemikiran yang lain Stanton (1995) lebih menekankan bahwa konsepsi pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan merencanakan,
dengan
menentukan
kegiatan-kegiatan harga,
hingga
usaha
yang bertujuan
mempromosikan
dan
mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang potensial. Pengertian yang dikemukakan berikut ini barangkali sedikit lebih moderat yaitu aktifitas strategis dan suatu disiplin yang berfokus pada tujuan akhir untuk mendapatkan lebih banyak pelanggan untuk lebih serang mambeli produk sehingga perusahaan menghasilkan lebih banyak uang (Zyman, 2000). Pengunaan bahasa pemasaran pada dasarnya adalah proses untuk berhasilnya suatu produk sampai ke tangan konsumen, oleh karenanya memiliki strategi yang harus dijalankan yaitu apa yang disebut bauran pemasaran. Secara konsepsional bauran pemasaran merupakan paduan strategi produk, distribusi, promosi, dan penentuan harga yang bersifat unik
12
yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju (Lamb dan Daniel, 2001). Preposisi di atas memberikan justifikasi bahwasanya berkaitan dengan kualitas produk menuntut produsen mencermati detail bentuk dan model sesuai dengan selera dan mencocokkan cita rasa produk sesuai dengan konsumen. Namun demikian determinan penting yang harus dicermati adalah fluktuasi harga, sebab komponen harga akan memiliki kaitan langsung dengan variabel biaya produksi. Dengan kata lain barang yang berkualitas tinggi tentu harganya akan menyesuaikan, atau tidak ada barang yang berkualitas tinggi harganya murah. Bauran pemasaran merupakan alat pemasaran yang terdiri dari produk, harga, saluran distribusi dan promosi untuk mendapatkan respon dan sekaligus memuaskan konsumen. Pemahaman tentang bauran pemasaran ini penting agar terdapat kesamaan pandangan dalam praktek aktivitas pemasaran. Per teori dapat dikatakan bahwa bauran pemasaran ini diharapkan setiap produk yang dihasilkan oleh produsen dapat diterima konsumen. Oleh karenanya dalam hal ini secara konsepsional produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya (Kotler dan Amstrong, 2003). 2.1. Promosi Keberandaan suatu perusahaan sebagai entitas bisnis bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas bisnisnya. Oleh karenanya proses produksi oleh suatu perusahaan dioptimalisasi sesuai perencanaan kebutuhan pasar sehingga penawaran produknya di pasar dapat terabsorpsi oleh pengguna (konsumen). Secara persuasif ini menunjukkan bahwa aktivitas produksi
perusahaan
berkaitan
dengan
upaya
optimalisasi
proses
pemasarannya, sehingga konsumen dapat memperoleh produk yang diinginkannya secara mudah. Pada titik ini maka aktivitas promosi menjadi sangat penting. Secara definitif diartikan bahwa promosi merupakan aktivitas perusahaan untuk memberikan akses informasi pasar/produk dan secara 13
persuasif berusaha mempengaruhi calon konsumen potensial untuk mau membeli produk yang dihasilkan. Pada konsepsi ini maka makna promosi menjadi lebih terspesifikasi menjadi bauran promosi. Paparan yang lebih lugas mengenai bauran pemasaran diketengahkan oleh Kotler dan Amstrong (2002) bahwasannya ramuan khusus yang terdiri dari promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, kehumasan dan pemasaran langsung yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan, yang biasa disebut bauran promosi atau promotion mix. Pemaknaan bauran pemasaran ini dalam teori dan prakteknya telah popular baik dikalangan praktisi atau pelaku bisnis maupun para akademisi. Sehubungan dengan faktor sosial, yang akan diteliti hubungannya dengan pembentukan citra remaja terhadap rokok, dalam studi penelitian ini adalah: Kelompok Referensi. Menurut Kotler, citra konsumen terhadap suatu produk tertentu akan sangat dipengaruhi oleh kelompok referensi yakni kelompok yang mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku orang tertentu (Kotler, 2002). Meskipun diberi istilah kelompok, namun tidak menutup kemungkinan bahwa panutan seseorang terhadap suatu subyek individu misalnya: bintang film, Presiden dan sebagainya dapat dianggap sebagai kelompok referensi, yaitu interaksi langsung maupun tidak langsung yang terjadi antara dua atau lebih (Engel dan Kollat, 1999). Selanjutnya dalam kaitannya dengan masalah pengaruh terhadap individu dalam hal perilaku dapat dijelaskan berikut ini. Kelompok-kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang yaitu (Lamb dan Daniel, 2001): Jadi kelompok referensi adalah kelompok yang menjadi ukuran seseorang untuk membentuk sikap dan perilakunya. Dengan demikian kelompok referensi ini pulalah yang akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian selanjutnya konsumen yang cenderung berpanut pada kelompok referensi tertentu relatif akan melakukan pola pembelian yang hampir sama dengan
pola pembelian kelompok referensinya, sehingga dapat dikatakan
bahwa pengaruh kelompok referensi dalam membentuk perilaku konsumen yang berawal dari pembentukan citra mengenai suatu produk menjadi salah satu
14
perhatian utama produsen dalam rangka menggerakkan pembelian produkproduknya. Sehubungan dengan faktor budaya yang akan diteliti disini yaitu klas sosial yang diuraikan Kotler sebagai bagian yang relatif homogen dan selalu ada didalam suatu masyarakat yang tersusun secara hierarki dan yang para anggotanya memiliki kepentingan dan perilaku yang sama. Di dalamnya termasuk pemilikan prestise, harga diri, kepercayaan, sikap serta nilai-nilai yang hampir sama yang mereka ekspresikan dalam cara berpikir dan berperilaku mereka. Keberadaan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan citra konsumen rokok lebih lanjut akan berinteraksi dengan faktor-faktor internal konsumen. Faktor-faktor internal itu disebut faktor personal yang dalam studi penelitian ini hanya akan diambil beberapa faktor yang diasumsikan erat hubungannya dengan citra terhadap rokok. Faktor-faktor itu adalah a) motivasi dan b) konsep diri (Kotler dan Amstrong, 2001). Citra yang terbentuk didorong oleh kebutuhan, dimana selanjutnya kebutuhan tersebut menjadi kerangka acuan yang menimbulkan motif untuk bersikap dan berperilaku. Jadi kebutuhan dan motivasi adalah dua hal yang sulit untuk dilepaskan, artinya meskipun kebutuhan menjadi hakekat setiap manusia namun bila tidak ada motivasi yang mendorong untuk bersikap dan berperilaku tertentu. Kebutuhan menurut Kotler adalah suatu keadaan yang dirasakan ingin diperoleh oleh seseorang yakni suatu keadaan merasa kehilangan dalam diri seseorang (Kotler, 1998), sedangkan motif menurut Walters (1991) adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan, jadi motif adalah alasan mengapa seseorang itu bertingkah laku. Pengertian motif selalu diarahkan pada suatu tujuan untuk mendapatkan imbalan dalam bentuk kepuasan. Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen penting kiranya untuk mengetahui alasan-alasan atau motif yang menyebabkan seseorang konsumen membeli produk atau menolak suatu produk. Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli sehubungan dengan motif pembelian namun secara umum dapat
15
disimpulkan bahwa pembelian pada dasarnya dibagi atas (Peter dan Olson, 2000): Selain itu industri rokok juga penghasil bea cukai yang cukup besar bagi pemerintah. Oleh karena itu sebagai salah satu industri yang cukup penting tentunya industri rokok perannya tidak dapat diabaikan. Industri rokok harus dibina dan diupayakan perkembangannya mengingat perannya dalam penyedia tenaga kerja yang cukup potensial disamping sebagai penghasil penerimaan negara yang cukup besar. Industri rokok dalam upaya meningkatkan usahanya tentunya melakukan berbagai upaya agar produknya agar terus berkembang berarti usaha untuk meningkatkan jumlah pelanggan harus diupayakan dengan berbagai cara. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan promosi, baik melalui iklan, promosi penjualan, penjualan personal, maupun hubungan masyarakat. Promosi penjualan sebagai unsur utama dalam kampanye pemasaran adalah berbagai kumpulan alat insentif yang sebagian besar berjangka pendek, yang dirancang untuk merangsang pembelian produk atau jasa tertentu dengan lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen atau pedagang. Kalau periklanan menawarkan alasan untuk membeli, promosi penjualan menawarkan insentif untuk membeli. (Blattberg dan Nelsin, 1990; Kotler dan Keller, 2006). Periklanan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang atau jasa oleh sponsor tertentu dan harus dibayar. Iklan dapat merupakan cara yang berbiaya efektif guna menyebarkan pesan, apakah untuk membangun preferensi merek atau untuk mendidik orang. Sementara itu tujuan iklan merupakan suatu tugas komunikasi tertentu dan tingkat pencapaiannya harus diperoleh pada audiens tertentu dalam kurun waktu tertentu (Kotler dan Keller 2007; Colley, 1961). Hubungan masyarakat meliputi berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya. Perusahaan yang bijaksana mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengelola hubungan yang berhasil dengan masyarakat-masyarakat
16
utamanya. Kebanyakan perusahaan memiliki departemen hubungan masyarakat yang memantau sikap masyarakat organisasi tersebut dan membagikan informasi dan komunikasi untuk membangun kehendak yang baik. Pemasaran langsung adalah penggunaan saluran-saluran langsungkonsumen untuk menjangkau dan menyerahkan barang dan jasa kepada pelanggan tanpa menggunakan perantara pemasaran. Pemasar langsung mencari tanggapan yang dapat diukur, khususnya pesanan pelanggan. Pemasaran langsung adalah salah satu jalur pertumbuhan tercepat untuk melayani pelanggan. Bentuk asli paling tua dari pemasaran langsung adalah kunjungan penjualan lapangan.
Saat
ini
kebanyakan
perusahaan industri
sangat
mengandalkan tenaga penjualan profesional untuk melokalisasikan calon, mengembangkan konsumen menjadi pelanggan dan menumbuhkan bisnis Penjualan pribadi sebagai wujud nyata dari penjualan langsung memandang bahwa pelanggan memiliki kebutuhan yang tersembunyi yang menetapkan peluang dan bahwa mereka akan loyal terhadap penjual yang dapat menganalisis kebutuhan mereka dan yang menempatkan kepentingan jangka panjang mereka dalam hati. Oleh karena itu maka penjualan langsung menjadi penting karena menekankan pendekatan pribadi yang mempunyai sifat-sifat yang beragam dan tentunya memerlukan pendekatan khusus. 2.3. Pembatasan Promosi Kampanye anti rokok berupa himbauan atau peringatan terhadap masyarakat merupakan bentuk kepedulian masyarakat khususnya kelompok masyarakat peduli terhadap kesehatan masyarakat, bahkan semua produk rokok wajib mencantumkan peringatan itu seperti “merokok dapat menyebabkan serangan jantung, kanker, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”. Diharapkan dengan adanya kampanye itu jumlah perokok menjadi menurun tetapi nyatanya produk rokok justru semakin meningkat. Ini menunjukkan bahwa jumlah perokok semakin meningkat indikasinya dengan
semakin
meningkatnya jumlah produksi rokok. Oleh karena itu perlu dipertanyakan dengan efektivitas kampanye anti rokok tersebut atau justru menjadi semakin meningkat jumlah perokok artinya semakin dilarang justru akan semakin
17
bertambah orang merokok, lebih-lebih ini akan menyangkut kenikmatan yang dirasakan bagi penghisapnya. Relasi empiris dan teoritis yang dapat disenyawakan dalam konten pendapat Kotler dan Keller (2007) menjurus pada preposisi bahwa promosi dapat meningkatkan konsumsi perlu dipertanyakan lebih jauh. Sebab yang terjadi dengan melihat kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat maka dengan adanya pembatasan promosi justru meningkatkan jumlah konsumsi. Bauran promosi inilah yang perlu dikaji lebih jauh tentang pengaruh pembatasan promosi terhadap konsumsi atau konkritnya pembatasan promosi justru menunjukkan tingkat konsumsi rokok meningkat. Pemerintah melalui berbagai kebijakan telah mengeluarkan Undangundang maupun Peraturan Pemerintah telah berusaha untuk membatasi ruang gerak industri rokok misalnya dengan telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Dalam pasal 8 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Peringatan kesehatan pada setiap label harus berbentuk tulisan ; Tulisan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berupa “ merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Jelas bahwa peringatan tersebut dimaksudkan untuk membatasi paling mencegah orang mengkonsumsi rokok dengan pertimbangan kesehatan, namun dalam kenyataannya peringatan tersebut banyak diabaikan oleh konsumen rokok dan dianggap angin lalu. Ini menunjukkan bahwa peringatan tersebut kurang mendapatkan perhatian atau dianggap angin lalu. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa kontroversial, melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI ke III, 24 – 25 Januari 2009 di Sumatra Barat ditetapkan bahwa merokok adalah haram bagi anak-anak, ibu hamil, dan dilakukan di tempat-tempat umum. Sebagai bentuk keteladanan, diharamkan bagi pengurus MUI untuk merokok dalam kondisi yang bagaimanapun.
Alasan
pengharaman
ini
karena
termasuk
perbuatan
mencelakakan diri sendiri. Dengan fatwa ini, para ulama dan kiai pesantren terlibat pro dan kontra. Beberapa guru besar agama Islam dan ulama termasuk MUI daerah menolak pengharaman itu. Bahkan Institute For Economics Studies (ISES) Indonesia 18
menyelenggarakan pertemuan tandingan yang diikuti para ulama kontra fatwa MUI, para buruh perusahaan rokok, dan petani tembakau, di Padang Panjang. Mereka meminta pencabutan fatwa MUI tersebut, karena dikhawatirkan akan menghancurkan ekonomi masyarakat yang menyandarkan hidupnya pada bisnis tembakau ini. Terakhir Pengurus Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa merokok adalah kegiatan haram bagi umat Islam. Fatwa bertanggal 7 Maret 2010 itu disosialisasikan kepada publik sejak 9 Maret 2010. Berbeda dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), fatwa haram yang dikeluarkan Muhammadiyah itu tanpa batas usia tertentu. Keputusan yang dituangkan dalam fatwa No. 61/SM/MTT/III/2010 itu menggunakan pertimbangan dasar dalam Al-Quran dan Hadis serta pertimbngan sebab akibat. Secara ringkas merokok terbukti sebagai upaya menyakiti dan membahayakan diri sendiri secara perlahan. Merokok juga menimbulkan mudarat untuk orang lain serta tindak pemborosan yang mubazir. Beberapa daerah bahkan secara formal melalui Peraturan Daerah juga sudah mulai muncul seperti Perda DKI Jakarta Nomor 75 thn 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Pelarangan itu meliputi: tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, angkutan umum. Namun demikian bagi perokok juga masih diberi ruang gerak yaitu tempat khusus atau kawasan merokok. Pemerintah Kota Surabaya juga mengeluarkan Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok. Perda yng mengatur tentang kawasan tanpa rokok yang meliputi : sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum, Selanjutnya kawasan terbatas merokok meliputi: kawasan umum dan tempat kerja. Selanjutnya Pemerintah melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga telah membatasi ruang gerak perokok dengan melarang merokok di kawasan tertentu yaitu: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum. Dengan 19
demikian proses pembatasan atau pelarangan terhadap perokok pelan-pelan tapi pasti akan berlanjut, tapi apakah efektif ataukah tidak itu yang menjadi persoalan. 2.4. Tanggungjawab Sosial Perusahaan Dinamika konsepsional Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibily (CSR) mengalamai siklus pasang sehingga memunculkan perdebatan ilmiah yang cukup menarik. Meski demikian untuk menarik menjadi sebuah definisi yang baku dan standar masih belum tercapai hingga saat ini, sehingga secara verikatif ilmiah belum memiliki sebuah definisi standar berdasarkan seperangkat kriteria spesifik yang diakui secara penuh oleh pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Lazimnya CSR diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam konteks ekonomi global, nasional, maupun lokal. Komitmen dan aktivitas CSR pada intinya merujuk pada aspek–aspek perilaku perusahaan (firm’s behavior), termasuk kebijakan dan program perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci (Suharto, 2008): 1. Good corporate governance: etika bisnis, manajemen sumberdaya manusia, jaminan social bagi pegawai, serta kesehatan dan keselamatan kerja. 2. Good
corporate
responsibility:
pelestarian
lingkungan,
pengembangan masyarakat (community development) perlindungan hak azasi manusia, perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok, dan penghormatan terhadap hak-hak pemangku kepentingan lainnya. Kegiatan CSR yang dilakukan saat ini juga sudah mulai beragam, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan needs assessment . Mulai dari pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pemberian pinjaman modal bagi UKM, social forestry, penangkaran kupu-kupu, pemberian beasiswa, penyuluhan HIV/AIDS, penguatan kearifan lokal dan sebagainya. Namun (Wibisono 2007) mengatakan pendapat yang berbeda tentang CSR yaitu : Corporate social responsibility kemudian menjadi salah satu bentuk inovasi pengembangan hubungan antara perusahaan dan masyarakat, baik masyarakat sebagai konsumen maupun sebagai lingkungan eksternalnya. Perkembangan CSR yang demikian lebih dilandasi pada nilai dan standar 20
konsekuensi moral terhadap kehidupan sosial yang terkait dengan beroperasinya sebuah perusahaan dalam suatu masyarakat. Nampaknya pengertian CSR tersebut masih menjadi perdebatan yang tidak pernah bertemu. 2.5. Perilaku Konsumen Pada dasarnya yang mendasari perilaku adalah sikap seseorang dalam memandang fenomena atau gejala tertentu. Sementara itu yang dimaksud dengan perilaku sebagaimana dikatakan (Engel dan Miniar, 1994) perilaku konsumen sendiri merupakan tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan dan menentukan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut. Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu faktor sosial budaya yang terdiri atas kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, kelompok sosial dan referensi keluarga.
Faktor yang lain adalah faktor
psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap. Selanjutnya perilaku konsumen tadi sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan membeli yang tahapnya dimulai dari pengenalan masalah yaitu berupa desakan yang membangkitkan tindakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya. Tahap berikutnya adalah tahapan keputusan pembelian dan diakhiri dengan perilaku sesudah pembelian yang berakhir pada kondisi memilih yaitu membeli atau tidak membeli lagi. Ini sangat tergantung pada tingkat kepuasan yang didapat dari pengalaman membeli dan mengkonsumsi produk atau jasa tersebut. 2.6. Tingkat Konsumsi Tujuan akhir pemasaran pada hakekatnya adalah bagaimana mengubah pembeli potensial menjadi pembeli aktual, dan pembeli aktual menjadi pelanggan yang loyal terhadap suatu produk. Untuk menjadikan pelanggan yang loyal tidaklah mudah dan memerlukan proses yang panjang. Loyalitas pelanggan berarti komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk perubahan 21
perilaku. (Oliver dalam Hurriyati, 2005). Konsumen akan tetap komitmen sebagai pelanggan apabila konsumen memperoleh kepuasan. Kepuasan disini adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapanharapannya. (Kotler, 1997). Sebagaimana diketahui bahwa membangun kepuasan pelanggan sebagai usaha untuk menciptakan loyalitas pelanggan bukanlah perkara mudah. Saat pelanggan
menilai kepuasannya berdasarkan kinerja perusahaan misalnya,
penyerahan barang perlu menyadari bahwa pelanggan beragam dalam cara mendefinisikan penyerahan barang yang baik. Hal ini dapat berarti penyerahan yang lebih awal, tepat waktu, lengkap dan sebagainya. Namun jika perusahaan harus menyebutkan setiap unsur dengan rinci, para pelanggan akan menghadapi daftar pertanyaan yang banyak. Perusahaan juga harus menyadari bahwa dua pelanggan dapat melaporkan “kepuasan tinggi” dari sebab yang berbeda. Salah satu mungkin mudah dipuaskan dan yang lainnya mungkin sukar disenangkan tetapi merasa senang pada saat ini.
22
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian Bagan penelitian utuh dengan pentahapan yang jelas, mulai dari mana, bagaimana luarannya dan indikator capaian yang terukur. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini pada hakekatnya menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dengan metode survei yaitu dengan mengambil sampel dari suatu populasi. Instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan atau kuesioner baku yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, Sementara itu penelitian ini menggunakan pola eksplanasi atau explanatory yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan dan pengaruh antara satu variabel dengan variable yang lain (Sugiyono, 2002) Perlu dijelaskan disini bahwa penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan hubungan antara promosi, pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, Perilaku konsumen dan Loyalitas Konsumen. Disamping unntuk menjelaskan apakah kebijakan untuk menumbuhkan kelembagaan baru khususnya kelembagaan promosi efektif atau tidak. 2. Ruang Lingkup Penelitian Seperti dijelaskan didepan bahwa penelitian dengan pendekatan kuantitatif ini ruang lingkupnya dibatasi sebagai berikut: Lokasi penelitian ini adalah DKI Jakarta, Surabaya, dan Malang. Pemilihan kedua kota tersebut yaitu DKI Jakarta dan Surabaya berdasarkan pertimbangan bahwa kedua kota tersebut telah menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembatasan Merokok, disamping termasuk kota yang sangat pluralistik. Untuk pemilihan Malang berdasarkan pertimbangan bahwa kota tersebut merupakan kota yang belum mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Pembatasan Merokok dan kota tersebut merupakan kota yang cukup besar industri rokoknya 4. Populasi dan Sampel Untuk penelitian dengan pendekatan kuantitatif ini, populasinya adalah seluruh perokok aktif yang ada di wilayah DKI Jakarta, Surabaya, dan Malang. Jumlah sampel penelitian ini adalah 300 orang perokok aktif yang ditentukan 23
dengan teknik proportional random sampling berdasarkan jumlah penduduk yaitu untuk DKI Jakarta 200 orang, Surabaya 70 orang , dan Malang 30 orang. Perlu diketahui bahwa untuk menjaga agar sebaran responden lebih terwakili maka ditetapkan 50% dari kalangan perkantoran dan 50% dari kalangan masyarakat umum. Adapun kegiatan penelitian secara rinci dapat dilihat pada bagan berikut: Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan
No Kegiatan 1 1 Persiapan, Urus1 ijin & coaching X tenaga lapangan
2 Pengumpulan data 3 Pengolahan data
2
XxX
3
4
X
X
5
Bulan Ke 6
7
8
9
X
4 Analisis data X 5 Penulisan Laporan
X
X
6 Seminar & Publikasi Jurnal
X X
Luaran & Indikator Capaian Ijin di dapat & Tenaga lap. terlatih Data terkumpul Data terolah Analisis data selesai Laporan penelitian selesai Seminar & jurnal siap
Variabel Penelitian Variabel adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai (Hagul dkk, dalam Singarimbun dan Effendi, 1986). Ini menunjukkan bahwa suatu variabel harus memiliki lebih dari satu nilai agar bisa diukur. Identifikasi variabel menjadi penting artinya utamanya untuk memperjelas atribut penelitian. Menurut Sugiyono variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2002).
24
Adapun unsur-unsur definisi operasional variabel dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Variabel dependen : adalah variabel-variabel yang tidak disebabkan oleh variabel-variabel lain dalam model. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat konsumsi. 2. Variabel independen : adalah faktor-faktor yang diprediksi dengan satu atau lebih dari satu variable yang lain. Adapun variable independen dalam
penelitian
ini
adalah:
Promosi,
Pembatasan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan, Perilaku Konsumen 3.1. Gambar Model Analisis
TGGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (X3)
H2
H8
PROMOSI (X1)
H9 H3 H1
PERILAKU KONSUMEN (X4)
H5 H4
PEMBATASAN PROMOSI (X2)
H6 TINGKAT KONSUMSI (Y)
25
H10
Promosi,
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dan pembahasan
akan membahas tentang sampel
penelitian, analisis deskriptif, temuan penelitian, pembahasan hasil penelitian. Mengenai uraian lebih lanjut dapat dikuti uraian berikut. 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian tentang Inovasi Promosi bagi Pemasaran Rokok ini mengambil lokasi di Jakarta, Surabaya, Malang dan Kudus khusus yang menggunakan analisis Structural Equition Method (SEM). Pemilihan daerah penelitian ini berdasarkan atas pertimbangan di 2 kota pertama telah mengeluarkan Peraturan Daerah tentang kawasan dilarang merokok ( yaitu Perda DKI nomor 75 tahun 2005 tentang Larangan Merokok dan Perda Kota Surabaya nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok) dan 2 kota kedua belum mengeluarkan Perda tentang larangan merokok dikawasan tertentu. Namun demikian secara empiris perbedaan ini akan memberi gambaran secara arbriter dan lugas atas tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui kondisi dan faktorfaktor
determinan
yang
mempengaruhi
pengambilan
keputusan
untuk
mengkonsumsi rokok. Kenyataan akan masalah ini maka jelas bahwa jumlah populasi yang infinite maka pengambilan sampel perlu dilakukan. Dengan mempertimbangkan masalah ini maka secara proporsional berdasarkan jumlah pengkonsumsi rokok maka penelitian ini hanya mengunakan sebanyak 300 responden 4.2. Karakteristik Responden Sebagaimana diketahui bahwa responden terbagi dalam 2 kelompok. Untuk responden kelompok I ini dapat dideskripsikan sebagai berikut : 4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Jiika dilhat dari segi usia dari 300 responden tersebar dari usia 16 tahun sampai dengan 65 tahun yang terinci dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
26
Tabel 1. Usia Responden No
Usia (tahun)
Frekuensi
Prosentase
1
16 – 20
53
17,67
2
21 – 25
119
39,67
3
26 – 30
27
9,00
4
31 – 35
17
5,67
5
36 – 40
33
11,00
6
41 – 45
27
9,00
7
46 – 50
14
5,67
8
51 – 55
4
1,33
9
56 – 60
5
1,67
10
61 – 65
1
0,33
Jumlah
300
100
Usia 21 sampai dengan 25 menduduki urutan pertama yaitu 119 responden atau 39,67% disusul usia 16 sampai dengan 20 tahun yaitu sebesar 53 respondenn atau 17,67% dan usia 36 sampai dengan 40 tahun yaitu sebesar 33 responden atau 11%. Dilihat dari sudut usia maka sebagian besar responden perokok aktif berusia muda. Dari data tersebut dapat dilihat mean adalah 30, sedangkan median adalah 22 dan modus adalah 119. Dengan demikian melihat jumlah perokok pada usia muda cukup besar maka dimasa mendatang jumlah perokok akan bertambah. 4.2.2 Jenis Kelamin Responden Jika dilihat dari jenis kelamin maka, dari 300 responden sebagian besar merupakan responden laki-laki dan hanya sebagian kecil merupakan responden perempuan. Hal itu bias dimaklumi berdasarkan kebiasaan bahwa yang biasa merokok adalah laki-laki sedangkan wanita dianggap oleh sebagian orang tidak lazim untuk merokok (Fauzi, 2010) Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.
27
Tabel 2. Jenis Kelamin Responden No
Jenis kelamin
Frekuensi (orang)
Prosentase
1
Laki – laki
289
96,3
2
Perempuan
11
3,7
300
100
Jumlah Sumber ; Data primer diolah 2012.
Dari data tersebut diketahui nilai meannya adalah 150 sedang median adalah 150 dan modusnya adalah 289. 4.2.3. Pendidikan Responden Dilihat dari tingkat pendidikan responden perokok maka terdapat disemua tingkatan pendidikan namun yang paling banyak adalah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Dari sini dapat diduga bahwa tingkat pendidikan terutama tingkat menengah merupakan factor yang dominan mengingat pendidikan dapat dipandang sebagai unsure pemahaman terhadap komoditi rokok. Secara rinci tentang tingkat pendidikan respinden dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Tingkat Pedidikan Responden No
Tingkat Pendidikan
Frekuensi (orang)
Prosentase
1
SD
9
3,00
2
SLTP
28
9,33
3
SLTA
158
52,66
4
Diploma
20
6,66
5
S1
46
15,33
6
S2
27
9,00
7
S3
12
4,00
300
100
Jumlah Sumber : Data primer diolah 2012
Jadi, mean adalah 42,85 sedangkan median adalah 27 dan modus adalah 158. 4.2.4. Status Responden Dari seluruh responden sebagian besar belum menikah disusul sudah menikah dan hanya sedikit saja yang berstatus janda atau duda. Ini kemungkinan mereka yang belum menikah lebih leluasa mengelola keuangannya dibanding
28
dengan sudah menikah. Secara rinci tentang status responden dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4. Status Responden No
Status
Frekuensi (orang)
Prosentase
1
Belum menikah
190
63,3
2
Menikah
108
36
3
Janda/duda
2
0,7
300
100
Jumlah Sumber : Data primer diolah 2012
Dari data tersebut diketahui bahwa meannya adalah 100 sedangkan median adalah 108 dan modus adalah 190. 4.2.5. Agama Responden Agama responden pada umumnya Islam hal ini sesuai dengan mayoritas penduduk Indonesia. Jelas bahwa mengingat jumlah penduduk sebagian besar penduduk Indonesia adalah Islam sudah barang tentu ini berpengaruh terhadap jumlah perokoknya. Secara rinci distribusi responden menurut agamanya dapat dilihat pada tabel berikut ini Tabel 5. Agama Responden No
Agama
Frekuensi (orang)
Prosentase
270
90
1
Islam
2
Katholik
7
2,4
3
Kristen
19
6,3
4
Hindu
1
0,3
5
Budha
3
1
300
100
Jumlah Sumber : Data primer diolah 2012
Dari data tersebut diketahui bahwa nilai meannya adalah 60 sedangkan nilai median adalah 7 dan nilai modusnya adalah 270. 4.2.6. Pekerjaan Responden Pekerjaan responden pada umumnya adalah pelajar/mahasiswa atau pegawai swasta, yaitu berjumlah 133 responden berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa atau 44,3% dan pegawai swasta berjumlah 110 responden atau 36,7. 29
Hal ini mengingat mereka yang berstatus pelajar dan mahasiswa mempunyai komunitas tertentu dan junlahnya cukup besar. Untuk lebih jelasnya secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 6. Pekerjaan Responden No
Pekerjaan
Frekuensi (orang)
Prosentase
1
Pelajar/Mahasiswa
133
44,3
2
Pegawai negeri Sipil
16
5,3
3
Pegawai Swasta
110
36,7
4
Wiraswasta
41
13,7
300
100
Jumlah Sumber : Data primer diolah 2012
Dari data tersebut diketahui bahwa nilai mean adalah 75, seangkan nilai median adalah 75,5 dan nilai modusnya adalah 133. 4.2.7. Yang Mendorong Merokok Responden Sebagaimana diketahui seseorang mulai merokok ada yang mondorong apakah itu dari luar dalam arti orang lain atau dalam diri seseorang. Ini membuktikan bahwa selama ini orang beranggapan bahwa iklan merupakan faktor penting dalam pemasaran patut diragukan khususnya produk rokok. Setelah ditanyakan kepada responden ternyata responden merasa bahwa mereka merokok karena sepereti terlihat dalam tabel di bawah. Secara rinci yang mendorong responden merokok adalah seperti terinci dalam tabel berikut ini. Tabel 7. Yang Mendorong Responden Merokok No
Yang mendorong merokok
Frekuansi (orang)
1.
Teman
129
43
2.
Diri sendiri/Coba-coba
152
50,7
3.
Saudara
12
4
4.
Iklan
2
0,7
5.
Tenaga pemasaran
5
1,6
300
100
Jumlah
Prosentase
Sumber : Data primer diolah 2012 Dilihat dari data tersebut nilai meannya adalah 60, sedangkan nilai median adalah 12 dan nilai modus adalah 152. 4.2.8. Lama merokok Responden 30
Secara umum mereka yang merokok bergerak antara 1 sampai 25 tahun. Ini berarti jumlah perokok pemula lebih besar dibandingkan dengan yang sudah lama, artinya dimasa mendatang jumlah perokok akan menjadi besar mengingat perokok umunmya berkelanjutan dan jarang sekali yang berhentiu merokok di tengah jalan. Secara terinci distribusinya dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 8. Lama Responden Merokok No
Lama merokok (tahun)
Frekuensi (orang)
Prosentase
1.
1–5
112
37,3
2.
6 – 10
83
27,7
3.
11 – 15
30
10
4.
16 – 20
33
11
5.
21 – 25
22
7,4
6.
26 – 30
8
2,7
7.
31 – 35
5
1,6
8.
36 – 40
4
1,3
9.
41 – 45
2
0,7
10.
46 – 50
1
0,3
300
100
Jumlah Sumber : Data primer diolah 2012
Jika dilihat dari data tersebut nilai mean adalah 30 sedangkan nilai median adalah 15 dan nilai modus 112. 4.2.9. Merek Rokok yang diisap Responden Pada umumnya responden merokok dengan merek yang rokok yang sudah terkenal. Dari data di bawah diketahui bahwa rokok dengan merek Sampoerna paling banyak diminati responden kemudian Djarum dan Gudang Garam. Secara rinci akan terlihat pada tabel berikut.
31
Tabel 9. Merek Rokok Yang Diisap Responden No
Merek Rokok
Frekuensi (orang)
Prosesntase
1.
Djarum
75
25
2.
Gudang Garam
68
22,7
3.
Dji Sam Sue
25
8,3
4.
Sampoerna
95
31,7
5.
Bentoel
4
1,3
6.
Ardath
8
2,7
7.
Marlboro
25
8,3
300
100
Jumlah Sumber : Data primer diolah 2012
Dari data tersebut diketahi bahwa nilai mean adalah 42,85, sedangkan nilai median adalah 25 dan nilai modus adalah 95. 4.3 Model Struktural Hubungan kausalitas yang dikembangkan dalam hipotesis pada model ini diuji dengan hipotesis nol yang menyatakan bahwa koefisien regresi antara hubungan dua kontruk adalah tidak berbeda dengan nol melalui uji-t seperti yang ada dalam analisis regresi. Nilai statistik C.R akan berdistribusi t dengan derajat bebas sebesar 140. Berikut ini adalah uraian hasil uji terhadap 7 buah jalur pada model struktural yang diajukan pada penelitian ini. Pengujian hipotesis pada model struktural berhubungan dengan hasil uji koefisien regresi pada setiap jalur yang dihasilkan yang dijelaskan pada tabel berikut. Tabel 10. Hasil Uji Koefisien Regresi Hubungan Antar Variabel Pada Model Akhir Hubungan Dari
Ke
Koef.Baku
CR
p-value
Keterangan
Promosi
Batasan
0.207
2.479
0.013
Berpengaruh
Promosi
Tj.Sosial
0.179
2.263
0.024
Berpengaruh
Promosi
Perilaku
0.552
6.622
0.000
Berpengaruh
Promosi
Konsumsi
0.204
1.771
0.149
Tidak Berpengaruh
Batasan
Tj.Sosial
0.437
4.413
0.000
Berpengaruh
32
Batasan
Perilaku
0.240
2.665
0.008
Berpengaruh
Batasan
Konsumsi
0.210
2.097
0.036
Berpengaruh
TJ.SOS
Perilaku
0.176
2.043
0.041
Berpengaruh
TJ.SOS
Konsumsi
0.187
1.992
0.046
Berpengaruh
Perilaku
Konsumsi
0.274
2.239
0.025
Berpengaruh
Keterangan : ns = not significant (p-value > 0,05); * = p-value < 0,05; ** = pvalue < 0,01; CR = Critical Ratio (Nilai kritis) Sumber : Data primer diolah 2012 4.4. Pengujian Hipotesis 1. Pengujian Hipotesis H1 Hipotesis : Promosi berpengaruh signifikan terhadap pembatasan promosi Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : γ1 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap pembatasan promosi Ha : γ1 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap pembatasan promosi Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk promosi terhadap pembatasan promosi bernilai
0,207 dengan C.R. sebesar
2,479 dan p-value 0,013 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk promosi terhadap pembatasan promosi. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa
promosi
berpengaruh signifikan terhadap pembatasan promosi adalah dapat diterima. 2.Pengujian Hipotesis H2 Hipotesis : Promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggung jawab sosial Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : γ2 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap tanggung jawab sosial Ha : γ2 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap tanggung jawab sosial Pada tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk promosi terhadap tanggung jawab sosial bernilai 0,437 dengan C.R. sebesar 4,413 dan p33
value 0,000 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak Ho. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruksi promosi terhadap tanggungjawab sosial. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggung jawab sosial adalah dapat diterima. 3. Pengujian Hipotesis H3 Hipotesis : Promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : γ3 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap perilaku konsumen Ha : γ3 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap perilaku konsumen Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk promosi terhadap perilaku konsumen bernilai 0,552 dengan C.R. sebesar 6,622 dan p-value 0,000 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk promosi terhadap perilaku konsumen. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen adalah dapat diterima. 4. Pengujian Hipotesis H4 Hipotesis : Promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : γ4 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap tingkat konsumsi Ha : γ4 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap tingkat konsusi Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk promosi terhadap tingkat konsumsi bernilai 0,204 dengan C.R. sebesar 1,771 dan p-value 0,049 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan negatif dan tidak signifikan dari konstruk promosi terhadap tingkat konsumsi. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi adalah tidak dapat diterima. 34
5. Pengujian Hipotesis H5 Hipotesis : Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggungjawab sosial perusahaan Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : β1 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap tanggung jawab sosial Ha : β1 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap tanggung jawab sosial Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk pembatasan promosi terhadap tanggung jawab sosial bernilai 0,437 dengan C.R. sebesar 4,413 dan p-value 0,000 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk pembatasan promosi terhadap tanggung jawab sosial. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggung jawab sosial adalah dapat diterima. 6. Pengujian Hipotesis H6 Hipotesis : Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : β2 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap perilaku konsumen Ha : β2 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap perilaku konsumen Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk pembatasan promosi terhadap perilaku konsumen bernilai 0,240 dengan C.R. sebesar 2,665 dan p-value 0,008 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk pembatasan promosi terhadap perilaku konsumen. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen adalah dapat diterima. 7. Pengujian Hipotesis H7 35
Hipotesis : Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : β3 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap tingkat konsumsi Ha : β3 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap tingkat konsumsi Pada tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk pembatasan promosi terhadap tingkat konsumsi bernilai
0,210 dengan C.R.
sebesar 2,097 dan p-value 0,036 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk pembatasan promosi terhadap tingkat konsumsi. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi adalah dapat diterima. 8. Pengujian Hipotesis H8 Hipotesis : Tanggungjawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : β4 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara tanggung jawab sosial terhadap perilaku konsumen Ha : β4 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara tanggung jawab sosial terhadap perilaku konsumen Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk tanggung jawab sosial terhadap perilaku konsumen bernilai 0,176 dengan C.R. sebesar 2,043 dan p-value 0,041 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk tanggung jawab sosial terhadap perilaku konsumen. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen adalah dapat diterima. 9. Pengujian Hipotesis H9 Hipotesis : Tanggungjawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi 36
Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : β5 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara tanggung jawab sosial terhadap tingkat konsumsi Ha : β5 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara tanggung jawab sosial terhadap tingkat konsumsi Pada tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk tanggungjawab sosial terhadap tingkat konsumsi bernilai
0,187 dengan C.R.
sebesar 1,992 dan p-value 0,046 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak Ho. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk tanggung jawab sosial terhadap tingkat konsumsi. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi adalah dapat diterima. 10. Pengujian Hipotesis H10 Hipotesis : Perilaku konsumen berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : β6 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi Ha : β6 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi Pada tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi bernilai 0,274 dengan C.R. sebesar 2,239 dan p-value 0,025 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa perilaku konsumen berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi adalah dapat diterima. 4.5. Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji hipotesis seperti disajikan pada bahasan sebelumnya, ditemukan bahwa dari 10 hipotesis penelitian yang diuji, seluruhnya diterima kecuali hipotesis ke 4 pada taraf signifikansi 5%. Selanjutnya, dari hasil temuan penelitian tersebut dapat disusun ringkasan hasil pengujian hipotesis seperti disajikan pada tabel 11. 37
Tabel 11. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Hipo
Pernyataan
Tesis
Hasil Hipotesis
1
Promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi
Ditolak
2
Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi
Diterima
3
Tanggungjawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi
Diterima
4
Perilaku konsumen berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi
Diterima
5
Pembatasan Promosi berpengaruh signifikan terhadap Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Diterima
6
Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen.
Diterima
7
Promosi berpengaruh signifikan terhadap pembatasan promosi
Diterima
8
Tanggungjawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen
Diterima
9
Promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggungjawab sosial perusahaan
Diterima
10
Promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen
Diterima
4.6. Temuan Penelitian Hasil analisis data serta pembuktian hipotesis dihasilkan beberapa temuan menarik dari model ini antara lain : 1. Promosi secara substansial lebih banyak dijelaskan oleh indikator publisitas. Indikator utama promosi produk rokok berupa publisitas produk baru dan status sosial perokok. Perusahaan rokok sebaiknya dalam melakukan promosi lebih menekankan pada unsur publisitas. Ternyata promosi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi. 38
Jika dilihat lebih jauh mengapa ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi, karena sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka merokok karena alasan teman berarti pergaulan dan diri sendiri atau coba-coba sebesar 93,7% sedangkan karena orang tua atau saudara hanya 4% dan pengaruh iklan atau tenaga pemasaran 2,3% saja. Dari data ini jelas bahwa orang merokok pertamakali bukan karena promosi yang dilakukan industri rokok tapi pergaulan menjadi lebih dominan. 2. Pembatasan promosi secara substansial lebih banyak dijelaskan oleh indikator undang-undang. Pemahaman yang benar terhadap pembatasan promosi rokok akan menjadi penentu efektifitas pelaksanaan pembatasan promosi. 3. Tanggungjawab sosial secara substansial lebih banyak dijelaskan oleh indikator masyarakat. Besarnya jumlah tenaga kerja yang bisa diserap perusahaan, kemampuan perusahaan rokok untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal serta bantuan pembangunan fasilitas umum adalah refleksi terkuat adanya tanggungjawab sosial. 4. Perilaku konsumen secara substansial lebih banyak dijelaskan oleh indikator reputasi merek. Pencitraan positif yang gencar dilakukan oleh perusahaan rokok seperti merokok dapat meningkatkan penampilan dan kepercayaan diri, akan menjadi refleksi terkuat untuk menjelaskan perilaku konsumen. 5. Tingkat konsumsi secara substansial dijelaskan oleh indikator pembelian ulang. Pembelian ulang pada indikator ini dijelaskan oleh pembelian rokok pada merek yang sama, membeli rokok berdasarkan pertimbangan harga dan rasa. 6. Promosi berpengaruh langsung secara signifikan dengan arah positif pada pembatasan promosi. Promosi yang dilakukan secara tepat terutama dari sisi publisitas tentang hal-hal baru akan mendorong program pembatasan promosi tentang rokok. 7. Promosi dan pembatasan promosi secara simultan berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap tanggungjawab sosial perusahaan rokok. Kontribusi pembatasan promosi terhadap tanggungjawab sosial adalah lebih kuat dibandingkan promosi.
Tanggungjawab sosial akan menguat apabila
perusahaan rokok bersinergi secara kuat dalam menjalankan pembatasan promosi yang telah diatur oleh undang-undang dan peraturan pemerintah. 39
8. Promosi, pembatasan promosi dan tanggungjawab sosial perusahaan rokok secara simultan berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap perilaku konsumen. Promosi berperan dominan secara langsung terhadap perubahan perilaku
konsumen
dibandingkan
dengan
pembatasan
promosi
dan
tanggungjawab sosial. Perilaku konsumen untuk tetap mengkonsumsi rokok pada merek yang sama akan menguat apabila promosi yang dilakukan perusaahaan rokok berhasil memilih publisitas yang tepat. 9. Promosi, pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan rokok dan perilaku konsumen secara simultan berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap tingkat konsumsi. Perilaku konsumen berpengaruh dominan secara langsung pada tingkat konsumsi dibandingkan dengan promosi, pembatasan promosi dan tanggungjawab sosial. 10.
Pembatasan promosi, tanggungjawab sosial dan perilaku konsumen
terbukti bisa berperan sebagai mediator antara promosi dengan tingkat konsumsi. Mediasi terkuat tampak pada pengaruh tidak langsung dari promosi terhadap tingkat konsumsi melalui perilaku konsumen. 4.7. Pembahasan Hasil Penelitian 4.7.1. Deskripsi Variabel Penelitian Pembahasan terhadap hasil analisis deskriptif untuk variabel penelitian akan dititikberatkan pada pola hubungan antara nilai rata-rata dengan besar loading factor di model pengukuran untuk masing-masing indikator. Nilai ratarata akan diinterpretasikan secara relatif yaitu apabila suatu indikator bernilai di atas rata-rata, maka indikator tersebut akan dinilai sebagai indikator yang lebih positif dalam merespon variabel. Demikian pula sebaliknya apabila suatu indikator bernilai di bawah rata-rata, maka indikator tersebut akan dinilai sebagai indikator yang lebih negatif dalam merespon variabel. Berbeda dengan loading factor setiap indikator di model pengukuran, nilai semakin besar menerangkan bahwa semakin kuat hubungan indikator tersebut dengan variabel. Loading factor yang bernilai di atas rata-rata bisa diinterpretasikan sebagai indikator utama pada variabel tersebut, karena di dalam pemodelan SEM sifat hubungan indikator dengan variabel adalah refleksif. Secara deskriptif berdasarkan nilai rata-rata indikator, maka akan diperoleh indikator yang tergolong direspon positif atau negatif, sedangkan 40
berdasarkan nilai loading factor, maka akan diperoleh indikator yang tergolong kepentingannya tinggi atau rendah. Gabungan keduanya akan menghasilkan empat kemungkinan. Hal ini mengadaptasi konsep analisis kepentingan dan kinerja (importance-performance analysis) yang dikembangkan oleh Martilla dan James (1977). Pertama, indikator dengan tingkat kepentingan tinggi dan direspon positif, indikator ini akan disebut dengan indikator “prestasi”. Kedua, indikator dengan tingkat kepentingan tinggi dan direspon negatif, indikator ini akan disebut dengan indikator “prioritas utama”. Ketiga, indikator dengan tingkat kepentingan rendah dan direspon positif, indikator ini akan disebut dengan indikator “berlebihan”. Keempat, indikator dengan tingkat kepentingan rendah dan direspon negatif, indikator ini akan disebut dengan indikator “abaikan”. Skema kedua parameter ini dijelaskan pada gambar berikut. Gambar 4. 1. Skema Hubungan Respon Nilai Rata-Rata dengan Loading Factor
Respon Nilai Ratarata
Loading Factor
Negatif
Positif
Rendah
Tinggi
Abaikan
Prioritas Utama
(Low priority)
(Concentrate here)
Berlebihan (Possible overskill)
41
Prestasi (Keep up the good work)
Tabel 4.12 Ringkasan Hubungan Respon Nilai Rata-Rata dengan Loading Factor Loading Factor
Nilai Rata-rata
Keterangan
Iklan media cetak
0.697*
3.21*
Prioritas utama
Iklan media elektronik
0.542*
3.43*
Berlebihan
Publisitas
0.802*
3.14*
Prioritas utama
Sponsorship
0.556*
3.24*
Abaikan
Rata-rata variable
0.649*
3.26*
-
Undang-undang
0.632*
4.12*
Prestasi
Masyarakat
0.626*
3.50*
Prioritas utama
Konsumen
0.573*
4.03*
Berlebihan
Rata-rata variabel
0.610*
3.89*
-
Tanggung
Pemerintah
0.678*
4.24*
Prestasi
Jawab
Masyarakat
0.699*
3.84*
Prioritas utama
Sosial
Konsumen
0.535*
3.81*
Abaikan
Rata-rata variable
0.637*
3.96*
-
Pengalaman masa lalu
0.603*
3.54*
Berlebihan
Kepercayaan
0.657*
2.95*
Prioritas utama
Reputasi merek
0.811*
2.91*
Prioritas utama
Komitmen pelanggan
0.481*
3.14*
Berlebihan
Rata-rata variabel
0.638*
3.14*
-
Intensitas pembelian
0.576*
2.97*
Abaikan
Pembelian saat ini
0.699*
3.96*
Prestasi
Pembelian ulang
0.745*
3.77*
Prestasi
Rata-rata variabel
0.673*
3.57*
-
Variabel Promosi
Pembatasan Promosi
Perilaku Konsumen
Tingkat Konsumsi
Indikator
Keterangan : * = nilai di atas rata-rata
42
Pembahasan dari hasil analisis deskriptif terbatas pada lingkup univariate yakni gambaran yang melingkupi variabel tersebut dengan mengabaikan adanya korelasi yang mungkin timbul pada variable lain. Promosi yang baik berdasarkan loading factor secara substansial dicerminkan oleh kuatnya promosi lewat iklan media cetak dan publisitas. Dalam deskripsi nilai rata-rata pada kedua indikator ini adalah di bawah rata-rata, sehingga disarankan bahwa perusahaan rokok sebaiknya lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan promosi lewat dua indikator ini. Pembatasan promosi yang efektif berdasarkan loading factor secara substansial dicerminkan oleh tingginya pemahaman terhadap undang-undang atau peraturan pemerintah serta partisipasi masyarakat. Akan tetapi deskripsi nilai ratarata pada indikator masyarakat adalah di bawah rata-rata. Sehingga disarankan agar masyarakat lebih berpartisipasi aktif untuk lebih memahami pro dan kontra tentang rokok. Sedangkan undang-undang sebagai alat lain untuk pembatasan promosi telah disusun secara baik dan direspon positif. Tanggungjawab sosial perusahaan meliputi unsur pemerintah, masyarakat dan konsumen. Tanggungjawab sosial perusahaan yang baik loading factor secara substansial dicerminkan oleh besarnya tanggungjawab yang bersumber dari pemerintah dan masyarakat. Akan tetapi deskripsi nilai rata-rata pada indikator masyarakat adalah di bawah rata-rata. Dengan demikian bagi perusahaan rokok disarankan bisa memberikan tanggungjawab social yang lebih tinggi pada masyarakat berupa penyediaan lapangan kerja dan bantuan lain yang berhubungan dengan fasilitas umum dan sosial. Selain dari pada itu tanggungjawab sosial terhadap pemeritah telah dinilai memuaskan karena sebagaian besar pabrik rokok bisa menyumbangkan kontribusi pajak yang cukup besar. Gambaran terhadap perilaku konsumen berdasarkan loading factor secara substansial dicerminkan oleh reputasi merek. Dalam deskripsi nilai rata-rata pada indikator reputasi adalah di bawah rata-rata sehingga bagi perusahaan rokok reputasi merek dan kepercayaan perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, karena pada hasil analisis menjadi indikator utama tetapi masih direspon negatif oleh responden. Berdasarkan rata-rata jawaban responden pada item-item tersebut ada beberapa hal perlu diprioritaskan antara lain perusahaan rokok harus mampu
43
menciptakan opini bahwa pada merek rokok tertentu seseorang akan tampil lebih baik dan percaya diri. Tingkat konsumsi diukur dari 3 indikator yaitu intensitas pembelian, pembelian saat ini dan pembelian ulang. Berdasarkan loading factor secara substansial tingkat konsumsi yang tinggi dicerminkan oleh pembelian saat ini dan pembelian ulang. Deskripsi nilai rata-rata pada kedua indikator ini adalah di atas rata-rata, sehingga kedua indikator ini tergolong indikator “prestasi”. Sehingga bagi perusahaan rokok akan terus melakukan kompetisi yang sehat agar merek yang ditawarkan tetap terus menjadi pilihan konsumen. 4.7.2 Promosi Sebagai Faktor Penentu Pembatasan Promosi Promosi berpengaruh signifikan (p-value = 0,013) dengan arah positif terhadap pembatasan promosi.
Promosi rokok yang baik dan beretika akan
menjadi faktor pendorong pembatasan promosi. Pembatasan promosi yang meliputi peraturan pembatasan merokok dan etika merokok akan lebih efektif bila disampaikan pada promosi tentang rokok. 4.7.3 Promosi dan Pembatasan Promosi Sebagai Faktor Penentu Tanggungjawab Sosial
Perusahaan Promosi (p-value = 0,024) dan pembatasan promosi (p-value = 0,000)
berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap tanggungjawab sosial. Tanggungjawab sosial dari perusahaan rokok akan tampak meningkat apabila sering melakukan promosi dan ikut berpartisipasi dalam pembatasan promosi. Intensitas promosi yang semakin tinggi menjelasakan bahwa perusahaan rokok memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga membutuhkan sarana yang efektif lewat berbagai cara promosi. Respon konsumen yang baik juga membantu perusahaan rokok untuk dapat memikul tanggung jawab sosial secara lebih luas. Berdasarkan koefisien jalur pada model struktural, koefisien dari pembatasan promosi sebesar 0,44 adalah lebih besar daripada promosi Dengan kata lain, besarnya .tanggungjawab sosial sangat tergantung pada pembatasan promosi. 4.7.4. Promosi, Pembatasan Promosi dan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Sebagai Faktor Penentu Perilaku Konsumen Promosi (p-value = 0,000), pembatasan promosi (p-value = 0,008) dan tanggungjawab sosial perusahaan (p-value = 0,041) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap perilaku konsumen. 44
Perilaku konsumen dapat
dicerminkan oleh pengalaman masa lalu, kepercayaan, reputasi merek dan komitmen pelanggan. Perilaku konsumen terhadap produk rokok akan meningkat atas dorongan dari promosi, pembatasan promosi dan tanggungjawab sosial. 4.7.5. Promosi, Pembatasan Promosi, Tanggungjawab Sosial Perusahaan dan Perilaku Konsumen Sebagai Faktor Tingkat Konsumsi Promosi (p-value = 0,049), pembatasan promosi (p-value = 0,036) dan tanggungjawab sosial perusahaan (p-value = 0,046) dan perilaku konsumen (pvalue = 0,025)
berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap tingkat
konsumsi. Tingkat konsumsi yang tinggi diindikasikan oleh intensitas pembelian, pembelian saat ini dan pembelian ulang. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa promosi yang intensif serta berkelanjutan, pembatasan promosi yang tidak bersebrangan dengan pemerintah, masyarakat dan konsumen, tanggungjawab sosial yang besar dari perusahaan rokok serta semakin kuatnya perilaku konsumen terhadap rokok akan menjadi faktor pendorong meningkatnya konsumsi rokok. 4.7.6. Hasil Temuan Kualitatif Dari hasil penelitian yang didasarkan atas pengamatan langsung maupun tidak langsung dan wawancara yang tidak terstruktur kepada konsumen atau perokok aktif
diketahui bahwa penggunaan media internet khususnya
menyangkut jejaring sosial melalui facebook atau twitter, terdapat komunitaskomunitas jejaring sosial seperti komunitas kretek. Ini menunjukkan bahwa potensi untuk menggunakan jejaring sosial melalui internet sudah mulai muncul. Persoalannya bagaimana sekarang industri rokok dapat memanfaatkan potensi yang sudah ada ini untuk kepentingan industri rokok dalam mempromosikan produknya lewat jejaring sosial yang sudah ada. Disamping jejaring sosial melalaui internet tersebut juga telah muncul fenomena baru komunitas sosial seperti komunitas seperti pecinta sepeda ontel, komunitas sepeda motor tua, komunitas pecinta burung perkutut dan bahkan sudah muncul kelompok pecinta rokok “klobot” yang terbuat dari kulit jagung dan penggemar rokok “tingwe” atau membuat sendiri. Komunitas-komunitas baru bukan hal yang tidak mungkin untuk dikembangkan oleh industri rokok seperti komunitas perokok Dji Sam Soe, Djarum Black, Gudang Garam Merah dan sebagainya. Sebenarnya banyak potensi yang ada bisa digali dari masyarakat 45
sebagai media promosi untuk industri rokok ini. Hanya saja sekarang bagaimana memulai dan mengintrodusirnya. Persoalannya sekarang terletak pada kemauan industri rokok sendiri untuk mengembangkannya sebagai salah satu bauran promosi.. Terlepas dari pendapat beberapa ahli tersebut di atas namun setidaknya kedua konsep tersebut untuk melengkapi konsep bauran promosi sebagaimana dikemukakan oleh (Kotler dan Keller 2007) dengan menambahkan kedua konsep tersebut yaitu community development dan virtual promotion merupakan hal baru dalam konsep bauran promosi. Pembahasan Hasil Penelitian ini akan membicarakan secara detail hasil analisis data yang disajikan secara komprehensif dalam bentuk analisis deskriptif naratif. Penyajian temuan atas dasar perhitungan analisis data sebagai upaya menjawab tujuan empiris dalam penelitian ini akan disajikan secara holistik. 4.8. Temuan Kualitatif Penelitian tentang Pembatasan dan Larantan Promosi oleh Pemerintah dan Pemasaran Rokok merupakan kajian yang dimaksudkan untuk mencari solusi alternatif akibat regulasi promosi oleh pemerintah bagi industri rokok yang dirasakan dapat menghambat perkembangan industri rokok. Inovasi promosi merupakan jawaban terhadap persoalan yang dihadapi oleh industri rokok dan merupakan salah satu bentuk bauran promosi baru yang disebut virtual promotion dan social community. Sebagai gambaran tentuang hasil kajian ini dapat dijelaskan dalam uraian berikut. Oleh karena itu berdasarkan hasil uji hipotesis di depan maka dapat dikemukakan sebagai berikut;’ bahwa promosi ternyata tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap
tingkat
konsumsi,
sedangkan
pembatasan
promosi,
tanggungjawab sosial dan perilaku konsumen berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi. Sementara itu pembatasan promosi berpengaruh secara signifikan terhadap tanggungjawab sosial perusahaan, perilaku konsumen, sedangkan promosi berpengaruh terhadap pembatasan promosi tanggungjawab sosial perusahaan dan perilaku konsumen serta tanggungjawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen. Temuan yang cukup menarik dari penelitian bahwa ternyata variabel promosi ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi. 46
Kenyataan ini mempunyai beberapa alasan mendasar dan lebih disebabkan oleh lebih berperannya kelompok-kelompok pertemanan atau peer group, dan faktor dari dalam diri seseorang dibandingkan serta tidak mempedulikan adanya promosi. Sebagaimana diketahui bahwa komunitas memungkinkan pemberian nilai produksi dan ekspresi dari suatu kebudayaan lokal atau berbasis masyarakat, yang akan mempunyai ciri-ciri unik yang berkaitan dengan komunitas yang bersangkutan, yang aan memungkinkan orang untuk menjadi produser aktif dari kultur tersebut ketimbang konsumen yang pasif dan kemudian mendorong baik keanekaragaman di antara komunitas maupun partisipasi yang berbasis lebar (Ife, 2008). Sementara itu berdasarkan temuan yang lain bahwa kenyataan efektifitas kebijakan inovasi promosi ditentukan oleh pemerintah, konsumen dan pelaku bisnis, sedangkan, dampak positif kebijakan inovasi promosi dirasakan oleh konsumen pemerintah dan palaku bisnis. Temuan ini juga mengindentifikasi adanya dampak negatif kebijakan inovasi promosi ini dirasakan terutama oleh pemerintah, konsumen, dan pelaku bisnis. Dalam pelaksanaannya barangkali diperlukan manajemen dalam suatu organisasi, mungkin mengubah struktur formal untuk mengimplementasikan perilaku baru yang sesuai dalam suatu strategi baru dalam internal organisasi merupakan factor penting bagi implementasi customer relationship management (Ellitan, 2009). Oleh karena itu struktur organisasi menjadi penting dan merupakan faktor penentu implementasinya. Sebagai langkah baru dalam aktivitas promosi yang berupa promosi virtual dan komunitas sosial perlu mendapatkan apresiasi terutama bagi industri rokok. Manfaat ini tidak hanya dirasakan oleh pelaku bisnis dalam hal ini industri rokok saja tetapi juga bagi pemerintah dan konsumen. Dengan demikian jelaslah bahwa pendapat Kotler dan Keller (2007) tersebut di atas tentang bauran promosi sudah kurang relevan lagi khususnya kalau diterapkan bagi convenience goods atau barang kenikmatan seperti rokok karena itu perlu penambahan community development seperti pendapatnya (Bardhan, 1989; Rutherford, 1994; Yeager, 1999; dan Pejovich,1995). Adanya komunitas-komunitas baru yang bermunculan di dalam masyarakat seperti 47
komunitas pecinta sepeda “ontel”, pecinta burung perkutut, dan bahkan kelompok pengisap rokok “Klobot” dan komunitas Penggemar rokok “Tingwe” artinya “nglinting dewe” atau membuat sendiri. Ini merupakan potensi yang bukup besar sebagai embrio untuk menumbuhkan komunitas-komunitas baru yang dapat dimanfaatkan oleh industri rokok guna kepentingan media promosi. Demikian juga virtual promotion sebagaimana diungkapkan oleh (Turban et.al., 2004, Drucker, 1993, Robert, 1981, Goeswarni dan Mathew 2005, Moore 2004). Mendasarkan pada hasil penelitian ini yang menemukan fenomena adanya jejaring sosial sosial dalam masyarakat terutama pengguna internet yang memanfatkan sebagai media komunikasi seperti adanya komunitas kretek dan situs-situs lainnya Dengan demikian penelitian ini menghasilkan suatu temuan baru terutama sumbangan terhadap teorinya Kotler dan Keller (2007) yang barkaitan bauran promosi dengan
melengkapi menjadi, promosi penjualan, periklanan, tenaga
penjualan, kehumasan, pemasaran langsung, virtual promotion, social community. 4.8.1. Preskripsi Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Konsumsi Rokok Berdasarkan hasil penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, dan perilaku konsumen. Sementara itu faktor promosi justru tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi. Faktor promosi tidak berpengaruh secara signifikan karena konsumen rokok justru cenderung pada kelompok-kelompok referensi seperti kelompok sepermainan atau peer group, dan faktor individu konsumen karena ingin coba-coba akhirnya kecanduan. Perlu diketahui bahwa kelompok-kelompok referensi dan faktor individu ini begitu dominannya sehingga peran keluarga batih atau nuclear family atau orang tua dan keluarga tidak mampu mempengaruhi tingkat konsumsi anggota keluarganya atau anaknya. Peran orang tua atau keluarga lebih digantikan oleh kelompok pertemanan dan lingkungan dimana konsumen berinteraksi di luar rumah. 4.8.2. Faktor Dominan Faktor dominan yang berpengaruh terhadap konsumsi rokok telah dianalisis sebelumnya. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung tingkat konsumsi rokok adalah 48
factor pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, dan perilaku konsumen. Faktor pembatasan promosi salah satu faktor dominan sejalan dengan pemikiran (Kotler dan Keller 2007) bahwa pembatasan promosi pada hakekatnya dapat menjadi penghambat tingkat konsumsi. Faktor pembatasan promosi menjadi salah satu faktor dominan karena pembatasan promosi mempunyai pengaruh langsung terhadap tingkat konsumsi. Faktor pembatasan promosi menjadi salah satu faktor dominan karena pembatasan promosi ternyata dengan pembatasan promosi ini menjadikan konsumen rokok yang semula biasa-biasa saja terhadap kegiatan promosi maka dengan pembatasan promosi malah nemunculkan kesadaran bahwa ada penentangan terhadap para perokok, sehingga pembatasan promosi menumbuhkan kesadaran untuk membela konsumen rokok. Oleh karena itulah maka pembatasan promosi yang tujuannya untuk membatasi konsumen rokok akhirnya menjadi kontra produktif, dan menyimpang dari tujuan semula, hal ini sejalan dengan pendapat (Fauzi 2010; Daeng, 2011). Tentu saja faktor tersebut bukan satu-saunya faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi rokok. Selain itu faktor dominan lainnya adalah tanggungjawab sosial perusahaan, faktor ini menjadi faktor dominan karena mempunyai pengaruh langsung pada tingkat konsumsi. Perlu diketahui bahwa yang menyangkut tanggungjawab sosial perusahaan atau yang sering dikenal sehari-hari dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mempunyai 2 elemen yaitu good corporate governance dan good corporate responsibility merupakan yang sangat penting dalam aktivitas tanggungjawab perusahaan dan tentunya sangat berpengaruh positif terhadap tingkat konsumsi (Suharto, 2008). Hal ini mudah untuk dipahami sebab tanggungjawab sosial perusahaan merupakan aktivitas perusahaan untuk membantu atau memberikan layanan masyarakat terutama terhadap lingkungan masyarakat. Aktivitas ini dapat berupa rekrutmen pegawai di sekitar perusahaan dimana perusahaan berada, pendirian fasilitas sosial dan kemasyarakatan seperti tempat ibadah, bantuan kepada masyarakat yang mendapatkan
musibah
atau
bantuan
kepada
masyarakat
yang
memperingati hari-hari keagamaan atau peringatan hari-hari nasional
sedang (Efi
Priyanti at al, dalam Prajarto, ed., 2012). Bagaimanapun juga CSR merupakan strategi perusahaan yang cukup efektif untuk mendekatkan diri dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. 49
Selain itu kinerja CSR tentunya akan terasa lebih dalam bila perusahaan yang bersangkutan mempunyai orientasi terhadap konsumen. Dalam hal ini, pencitraan sosial melalui CSR yang terencana secara tepat memiliki efek kontributif terhadap penjualan. Sikap baik perusahaan terhadap masyarakat sebagai konsumen akan melahirkan respon balik dari masyarakat yang bermuara pada reputasi positif perusahaan. Sebaliknya tanpa perencanaan yang matang efek negatif CSR dapat muncul dan merugikan perusahaan secara finansial karena mengakibatkan pengembalian keuangan yang tidak sesuai
dan justru harus
mengelurkan biaya tambahan untuk program CSR ini (Prajarto Ed., 2012). Oleh karena itu aktivitas CSR dapat diloihat dari dua sisi yang berbeda yaitu satu sisi merupakan aktivitas yang memerlukan biaya dan ini dianggap sebagai cost yang diperhitungkan dalam revenue dalam operasi perusahaan. Disisi yang lain kegioatan ini merupakan bagian keuntungan yang harus dikembalikan kepada stakeholders atau pemangku kepentingan yang dapat berupa masyarakat. Aktivitas tanggungjawab sosial perusahaan ini sebenarnya lebih dikenal dengan kegiatan sosial kemasyarakatan sehingga ini merupakan bagian pendapatan yang dibagi dan diberikan kepada masyarakat untuk membantu kehidupan sosial masyarakat agar hidup dalam harmoni kehidupan masyarakat dimana mereka tinggal. Ketentraman hidup itu penting, baik bagi kehidupan perusahaan maupun bagi kehidupan masyarakat sendiri. Perusahaan mempunyai kepentingan terhadap kelangsungan hidup maupun ketenteraman perusahaan, disinilah pentingnya perusahaan juga menjaga kehidupan masyarakat agar memperoleh kesejahteraan, dengan hadirnya perusahaan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Singkatnya bahwa kehidupan masyarakat itu harus tolongmenolong, bantu-membantu, saling menghormati dan “tahu” keadaan dan kondisi masing-masing, sehingga bagi mereka masalah “keamanan” perusahaan juga harus dijaga terhadap “gangguan” masyarakat jika ada. Oleh karena itu segala dana yang dikeluarkan oleh perusahaan bukan merupakan biaya yang diperhitungkan sebagai transaksi bisnis namun lebih cenderung sebagai social cost. Salah satu aspek terbesar yang cukup menopn jol terkait kontribusi industri kretek di Indonesia adalah bidang tanggungjawab sosial. Khusus untuk CSR bahkan jauh sebelum konsep tersebut mengemuka di Indonesia, dunia 50
industri kretek telah melaksanakan hal-hal saat ini dapat dikategorikan sebagai aktivitas CSR. Uniknya apabila industri lain begitu tendensius mempublikasikan dan mengkampanyekan program-program CSR, industri kretek justru menjadi yang terkenal low profile dan menjadi industri yang terkesan tidak mau terlihat membanggakan
diri,
atas
segala
bantuan
dan
kontribusinya
dalam
mensejahterakan masyarakat, memberikan pajak terbesar pada Negara dan berbuat banyak buat alam dan lingkungannya (Sulhan dalam Prajarto ed.,2012). Faktor dominan lainnya adalah perilaku konsumen, yang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi. Sebagaimana diketahui bahwa perilaku konsumen merupakan fungsi dari keputusan untuk melakukan pembelian, sedang keputusan pembelian merupakan fungsi tingkat konsumsi. Perilaku konsumen sebenarnya terbentuk melalui berbagai faktor seperti pengalaman konsumen, oleh karena itulah maka seharusnya harus diupayakan bagaimana agar konsumen memperoleh kesan positif terhadap industri rokok melalui berbagai cara seperti pemberian hadiah, berbagai pertunjukkan seni dan olah raga, dan tidak kalah pentingnya adalah selalu mendapatkan produk saat produk itu dibutuhkan. Ini berarti produk harus selalu dekat dengan konsumen dalam arti produk gampang didapat. Disinilah perhatian menjadi penting, artinya bagi seorang konsumen untuk dating mendekat pada rangsangan pemasaran seperti iklan di koran, tayangtan di toko, atau rayuan pramuniaga, perhatian menyiratkan pilihan. Mendekati suatu informasi tertentu berarti melakukan pilihan dari sekian banyak informasi yang ada dan mengabaikan informasi lainnya. Pada saat yang bersamaan harus mengabaikan rangsangan lain yang ada di lingkungan sekitar. Perhatian yang selektif sangat dipengaruhi oleh tujuan yang diaktifkan pada situasi tertentu (Peter & Olson, 2000). Pada hakekatnya bahwa perilaku konsumen dapat dilihat dari tahap-tahap konsumsi yaitu pra pembelian, pembelian dan pasca pembelian. Dalam tahaptahap konsumsi dapat dibagi dalam jenis–jenis perilaku yaitu kontak informasi, akses informasi, akses pendanaan, kontak toko, kontak produk, transaksi, konsumsi dan komunikasi. Perilaku konsumen dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk antara lain membaca koran, majalah, iklan, mendapatkan kartu kredit, masuk toko, membawa produk, membayar produk, membeli produk memberitahu 51
pada orang lain dan sebagainya (Peter & Olson, 2000; Berkman dan Gilson, 1978). Disamping itu dalam perilaku merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Perilaku konsumen pada hakekatnya merupakan suatu proses yang perlu dicermati tahapan-tahapannya. Oleh karena itu maka setiap tahap tentu menjadi penting artinya bagi proses lebih lanjut, agar tidak terputus atau terhambat akibat salah satu tahapan mengalami hambatan.(Engel, et.al., 1978; Geller, et.al., 1991). Bagaimanapun juga proses perilaku konsumen pasti akan berakhir pada suatu tujuan. Tujuan akhir proses perilaku pembelian adalah bagaimana dapat mengubah pembeli menjadi pelanggan, sebab tidak banyak artinya apabila pembeli berhenti pada aktivitas membeli tetapi akan lebih bermakna apibila konsumen sudah berubah menjadi pelanggan. Oleh karena itulah perusahaan harus pandai-pandai menciptakan kondisi agar selama proses pembelian konsumen memperoleh kesan positif terhadap produk yang dikonsumsi. 4.8.3. Faktor Penunjang Disini yang dimaksud faktor penunjang adalah faktor yang diduga merupakan faktor domina
n tetapi dalam realitasnya justru tidak berpengaruh
langsung terhadap tingkat konsumsi. Seperti telah disebutkan didepan bahwa promosi secara teoritis akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Namun dalam realitasnya justru sebaliknya promosi tidak berpengaruh langsung terhadap tingkat konsumsi. Ini seolah-olah mengherankan namun sebenarnya tidak karena untuk produk rokok merupakan produk convenience atau kenikmatan, selain itu merokok dapat menjadi lambang kedewasaan bagi perokok pemula, sehingga dengan merokok anak-anak muda yang notabene perokok pemula ingin identitas diri supaya dianggap dewasa. Selain itu bahwa merokok dapat memberikan ketenangan, lebih dapat berkonsentrasi dan dapat memperoleh inspirasi. Perlu diketahui bahwa promosi menurut (Kotler dan Keller, 2008) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi untuk semua jenis produk dengan tidak membeda-bedakan produk.
Dalam realitasnya produk
convenience atau kenikmatan, berbeda sama sekali dengan produk-produk normal, artinya promosi ternyata tidak berpengaruh langsung terhadap tingkat konsumsi. Ini berarti temuan baru terhadap konsepsi yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller, bahwa khusus untuk produk convenience dalam hal ini adalah 52
produk rokok berbeda dengan produk-produk lain bahwa promosi tidak mempentaruhi tingkat konsumsi. Sebagai sebuah temuan barangkali perlu mendapatkan perhatian secara khususnya mengingat selama ini hal tersebut seolah-olah, promosi sebagai satu faktor yang secara umum perlu dalam hal-hal yang bersifat khusus. Suatu tanda tanya yang perlu diperoleh jawabannya mengapa promosi tidak berpengaruh langsung pada tingkat konsumsi adalah karena produk yang diteliti adalah produk convenience atau produk kenikmatan. Sebagai produk kenikmatan tentunya lain dari pada produk normal lainnya yaitu produk yang mendatangkan ketenangan, rasa nikmat. Selain itu produk ini adalah produk lambang kedewasaan bagi yang mengkonsumsinya bahwa merokok identik dengan dewasa dan anak-anak muda butuh pengakuan terhadap kedewasaan mereka. Perokok aktif dan sudah mempunyai fanatisme terhadap rokok justru tidak terpengaruh oleh promosi dan bahkan ada promosi atau tidak, tidak akan terpengaruh. Oleh karena itulah konsumen rokok ini agak unik dan bahkan dibedakan dari konsumen produk-produk lainnya yang bukan produk convenience atau kenikmatan seperti rokok. Perlu diketahui bahwa seringkali persahabatan, ikatan keluarga dan otonomi pribadi digunakan sebagai kendaraan untuk memberikan hadiah dan alasan untuk pembelian barang Untuk orang yang yang memililki hubungan yang relative dekat akan mendapatkan hadiah yang sedikit lebih mahal dibandingkan dengan yang memiliki hubungan yang tidak terlalu dekat. Akibnatnya barangbarang akan senantiasa dibeli dalam kondisi apapun juga. Segala sesuatu dianggap sebagai waktu yang tepat untuk mengeluarjkan uang guna membeli barang-barang dan jasa-jasa. (Fauzi, 2010). Oleh karena itu pembelian barang kenikmatan seperti rokok lebih dipertimbangkan karena factor kebiasaan atau lebih ekstrem karena kecanduan. Tidak berpengaruhnya promosi terhadap tingkat konsumsi secara langsung ijni sebenarnya sudah diketahui sejak awal yaitu konsumen memandang bahwa peran promosi dirasakan kurang diperhatikan dalam melakukan aktivitas merokok. Konsumen memulai merokok justru terpengaruh oleh lingkungan atau teman-teman sepermainannya atau peer group atau dimulai dari rasa ingin tahu 53
bagaimana rasanya dan coba-coba merokok. Bahkan peran keluarga disini tidak memberikan ruang bagi perokok pemula, ini menunjukkan bahwa institusi keluarga yang sebenarnya merapakan lembaga yang cukup berpengaruh tetapi nampaknya justru diabaikan, terutama oleh perokok pemula atau generasi muda. Kalau dilihat perkembangannya bahwa sebenarnya kemampuan produsen untuk mengubah konsumen menjadi pelanggan sudah terbukti, dengan banyaknya pelanggan rokok yang mempunyai fanatisme terhadap produk rokok, artinya konsumen sudah ‘kecanduan’ terhadap rokok. Konsumen rokok berkeyakinan bahwa merokok membawa manfaat, antara lain nikotin yang terkandung dalam rokok menimbulkan perasaan gembira dan tenang, nikotin dapat meningkatkan konsentrasi dan daya ingat sebagai akibat meningkatnya acetylcholin. Selain itu dapat meningkatkan daya jaga (menghilangkan rasa kantuk), berkurangnya rasa nyeri dan rasa kawatir (Fauzi, 2010). Menarik untuk disimak adalah penelitian yang dilakukan (Satcher, 2001) menunjukkan bahwa penggunaan tembakau bisa dikurangi melalui pendekatan komprehensif termasuk pendidikan, kegiatan berbasis komunitas dan media, penerangan farmakologi atas kecanduan nikotin, regulasi iklan dan promosi, regulasi udara bersih, larangan penjualan tembakau kepada konsumen di bawah umur, dan pajak untuk produk-produk tembakau. Ini menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan itu akan mempengaruhi tingkat merokok, masih bias diperdebatkan. Oleh karena itu persoalan pro dan kontra terhadap tembakau akan masih berlanjut. Melihat kondisi produk rokok tersebut sedemikian rupa artinya lain dari pada produk-produk lainnya, wajar kalau promosi merupakan faktor yang tidak berpengaruh terhadap konsumsi. Oleh karena itu faktor ini patut diabaikan bagi faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap tingkat konsumsi, namun faktor promosi ini berpengaruh setelah melewati variabel antara. Untuk itu perlu diketahui bahwa dapat dimengerti hubungan konsumenproduk, mereka dapat mensegmentasi pasar berdasarkan relevansi pribadi instrinsik konsumen. Ada beberapa segmen pasar dengan tingkat relevansi-pribadi intrinsic yang berbeda untuk suatu kategori produk dan merek. Mereka yang memiliki perasaan paling kuat adalah para loyalis merek dan pembeli rutin (Peter & Olson, 1999). 54
Perlu diketahui bahwa promosi merupakan faktor yang mempengaruhi pembatasan konsumsi dan tanggungjawab sosial perusahaan dan perilaku konsumen, dan ketiga faktor tersebut baru mempengaruhi tingkat konsumsi. Singkatnya bahwa promosi baru menjadi efektif mempengaruhi tingkat konsumsi jika melalui faktor pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan dan perilaku konsumen. 4.9. Dampak Regulasi Promosi Rokok Oleh Pemerintah Terhadap Konsumsi Rokok. 4.9.1. Regulasi Pemerintah Terhadap Promosi Pemerintah dengan berbagai regulasi telah mengeluarkan kebijakan yang pada intinya membatasi ruang gerak perokok dibatasi dan/atau dilarang diberbagai tempat dibatasi atau dilarang. Bahkan di berbagai tempat telah dilarang untuk mempromosikan rokok seperti rumah sakit, sekolah, tempat-tempat umum lainnya (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemeritah nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan) Sebenarnya kekhawatiran terhadap bahaya rokok sudah cukup lama muncul. Tahun 1964 Surgeon General sebuah lembaga bagian dari Departemen Kesehatan Masyarakat dan Sains Pemerintah Amerika Serikat. Menyatakan bahwa rokok berbahaya untuk kesehatan, hal yang cukup penting di Amerika Serikat untuk dilakukan tindakan penanggulangannya (Fauzi, 2010). Tulisan Surgeon General tersebut nampaknya tidak berhenti sampai disitu, dan berlanjut pada laporanlaporan berikutnya. Nampaknya laporan Surgeon General ini disambut oleh pemerintah Barat dengan mengeluarkan peraturan untuk membatasi peredaran rokok serta pelarangan merokok di tempat-tempat umum. Selanjutnya pada tahun 2003 Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuat Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) untuk mengendalikan pengaruh tembakau terhadap kesehatan. Sejak tahun itu, tanggal 31 Mei dinyatakan sebagai Hari Bebas Tembakau (No Tobacco Day). Indonesia sampai sekarang belum ikut menandatangani FCTC ini (Hamilton,2010;, Daeng et.al, 2011, Fauzi, 2010; dan DM Abraham, 2012). Sebenarnya proyek FCTC ini oleh WHO memberikan momentum yang tepat dan menguntungkan bagi korporasi-korporasi farmasi dalam poersaingan tersebut. Setidak-tidaknya ada tiga keuntungan yang diperoleh: pertama, lewat 55
proyek Prakarsa inbi industri tembakau dapat dibunuh, setidak-tidaknya dapat dihambat perkembangannya; kedua, pada saat bersamaan industri farmasi dapat leluasa mempromosikan produk-produk therapi penggantian nikotin; ketiga, hal pertama dan kedua di atas dapat dilakukan melalui dan dengan dukungan badan dunia WHO melalui kebijakan dan regulasi yang mematikan industri tembakau dan menghidupkan industri farmasi yang menghasilkan dan menjual produkproduk therapy penggantian nikotin. Dengan dukngan WHO ini juga dua hal di atas dapat dilakukan secara global dan menerobos batas-batas kadaulatan suatu Negara (Hamilton, 2010; Fauzi,2010). Selanjutnya disamping hal tersebut di atas berbagai peraturan dan perundang-undang juga telah muncul bentuk regulasi yangterus berkembang. Pemerintah melalui Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan juga beberapa Peraturan Daerah seperti DKI Jakarta, Kota Surabaya, Kabupaten Bandung, Kota Payakumbuh dan sebagainya telah berusaha untuk membatasi ruang gerak konsumen rokok. Bahkan saat ini sedang memproses munculnya Perturan Pemerintah baru unutk mengoperasionalkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehartan. Namun hingga kini masih juga belum tuntas, hal ini masih terjadi tarik ulur antara kepentingan industri rokok dengan pemerintah Namun dalam kenyataan tidaklah demikian. Menurut data yang diperoleh selama penelitian diperoleh informasi bahwa tingkat konsumsi rokok
berkaitan tentang pro dan kontra terhadap industri rokok.
Bahkan sekarang muncul perlunya undang-undang tentang tembakau yang mengatur tantang industri rokok bukan dimasukkan dalam undang-undang tentang Kesehatan (Daeng, 2011). Oleh karena itu perlu proses dan waktu agar pengaturan atau regulasi tentang tembakau ini berjalan dengan baik Proses adopsi dapat dengan mudah ditemukan dalam ketentuan yang mengatur tentang tembakau dan produk turunannya sertta pengamanan tembakau sebagai zat adiktif (Daeng, 2011; Fauzi, 2010). Oleh karena itu perlu penyesuaian terhadap berbagai aturan yang telah ada. Berbagai macam bentuk aturan yang berlaku seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah pada hakekatnya dimaksudkan arahnya agar ruang gerak perokok makin dibatasi. Itu berarti hak-hak manusia untuk hidup 56
sehat dapat lebih terjamin sementara itu hak-hak perokok juga dilindungi. Sebenarnya aturan itu dimaksudkan untuk melindungi kedua belah pihak agar memperoleh ruang yang semestinya diberikan kepada setiap warga Negara, yang ingin memperoleh udara sehat juga tidak terganggu sebaliknya bagi mereka yang mau merokok juga diberikan tempat yang wajar (Daeng, et,al 2011; DM Abraham, 2011). Bagaimanapun juga bahwa hak azasi mereka yang merokok perlu mendapatkan perlindungan demikan juga mereka yang tidak merokok Namun dalam kenyataannya bahwa konsumsi rokok tidak beranjak turun justru ada kecenderungan meningkat bahkan tahun 2012 jumlah perokok di Indonesia sekarang sudah mencapai 65 juta jiwa atau nomor 3 (tiga) dunia setelah China dan India. Hal ini barangkali konsumen rokok memang sudah meyakini bahwa merokok tidak membahayakan bagi kesehatan dirinya atau konsumen memperoleh kepuasan akibat merokok. Ibaratnya seperti makan sudah merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi setiap hari dan apabila tidak akan merasa ada sesuatu yang kurang, atau merasa kekurangan. Banyak yang meyakini bahwa merokok membawa banyak manfaat antara lain merokok dapat menimbulkan perasaan gembira dan tenang, dapat meningkatkan
konsentrasi
acetylcholine.
Efek
meningkatnya
dan
lainnya
ingatan juga
sebagai
meningkatkan
akibat
meningkatnya
kewaspadaan
akibat
acetylcholine dan norepinefrin.. Meningkatkan daya jaga
(menghilangkan kantuk akibat meningkatnya narepinefrin Selain itu rokok juga dapat menjadi obat sakit kepala dan sesak napas. Hal ini diyakini oleh sebagian besar perokok sekaligus sebagai obat (Fauzi, 2010; DM, Abraham, 2012). Meningkatnya konsumsi tembakau biasanya memiliki keterkaitan erat dengan meningkatnya pendapatan suatu masyarakat di suatu negara. Itulah sebabnya konsumsi tembakau di negara-negara maju tetap tinggi meskipun berbagai pembatasan dilakukan oleh pemerintahnya. Demikian sebaliknya konsumsi tembakau yang rendah di Negara berkembang juga disebabakan oleh tingkat pendapatan masyarakat yang juga relative rendah. Tingginya permintaan dan konsumsi tembakau di dunia secara khusus di Negara-negara maju menciptakan pasar yang sangat menjanjikan bagi perkembangan industri ini di masa depan (Daeng et.al, ,2011. Serad, 2010). Oleh karena itu prospek tembakau dimasa mendatang sebagai komoditi yang sangat menjadi pengharapan dimasa 57
mendatang terutama bagi petani oleh karena itu para petani tidak akan pernah berhenti menanam tembakau walaupun tidak jarang mereka merugi. Dengan demikian maka begitu besarnya peran pemerintah dalam hal pengaturan lewat regulasi yang ada dalam mengatasi masalah pertembakauan ini. Tentunya tidak hanya lewat aturan formal saja namun masih ada aturan non formal melalui organisasi non pemerintah (Hamilton, 2010; Fauzi, 2010; DM, Abraham, 2012). Sealin hal tersebut di atas peran organisasi sosial keagtamaan juga tidak bias diabaikan, seperti dijelaskan pada uraian berikut. 4.9.2 Fatwa Organisasi Sosial Keagamaan Pengaruh laporan Surgeon General tahun 1988 (dalam Hamilton 2010) ini terhadap dunia Islam yang kemudian dihubungkan hukum Islam, memunculkkan suasana tarik ulur hukum haromnya rokok. Saat ini terdapat 11 negara yang mengharomkan rokok yaitu Saudi Arabia, Oman, Qatar, Bahrain UEA, Brunei Darussalam, Malaysia, Iran, Mesir, Libya, dan Jordania (Fauzi, 2010; Hamilton, 2010; Daeng et.al., 2011). Usaha untuk mengurangi konsumsi rokok tidak saja melalui aturan formal seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan daerah tetapi juga melalui lewat organisasi kemasyarakatan. Berdasarkan laporan Surgeon General Amerika inilah timbul gerakan untuk mengurangi dan meninggalkan praktik merokok. Gerakan ini disambut oleh pemerintah di Barat dengan mengeluarkan peraturan untuk membatasi peredaran rokok serta pelarangan merokok di tempattempat umum. Nampaknya ini juga mengilhami pemerintah maupun sebagian masyarakat terinspirasi oleh Surgeon ini (Fauzi, 2010). Organisasi sosial keagamaan seperti MUI telah mengeluarkan fatwa haram pada tahun 2009 kemudian setahun kemudian disusul PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa yang sama. Fatwa ini dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak perokok agar mereka disamping alasan kesehatan juga berdasarkan pertimbangan bahwa merokok itu lebih banyak merugikan dari pada manfaatnya baik bagi diri sendiri atau orang lain. Bahkan Wichael Bloomberg seorang Wali kitab New York City yang sangat anti rokok bersama Bill Gate pendiri Microsoft, keduanya menanamkan uang sebesar lebih dari $ 70 miliar ysang disumbangkan pada Negara-negara yang sedang berkembang yang pemakaian tembakaunya terbanyak termasuk Indonesia. 58
Di seluruh dunia uang yangt disumbangkan berjumnlah sebesar satu miliar. Sedangkan dana $ 250 juta dari Bloomberg dan $ 125 juta dari Bill Gates membantu proyek yang meningkatkan cukai tembakau, membantu perokok yang mau berhenti, melarang iklan tembakau, dan melndungi boring bukan merokok terpapar asap rokok. Juga membantu meneliti pemakaian tembakau dan memahami lebih baik starttegi pengendalian tembakau (Fauzi, 2010; DM Abraham, et.al.,2012). Namun dalam kenyataannya dengan adanya fatwa ini tidak menyurutkan orang untuk merokok. Sebab orang yang sudah terlanjur merokok, sulit untuk dihentikan atau kecanduan. Ditambah lagi perokok-perokok baru yang usianya relative muda justru semakin banyak jumlahnya, sehingga jumlah perokok semakin besar. (Castles, 1982; Fauzi, 2010) Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Abhisam (2012), bahwa seorang bujangan membelanjakan uangnya untuk membeli nasi, garam, tempe, jika tidak memakan sirih dia membelanjakannya untuk membeli tembakau dan selembar kulit jagung sebagai pembungkusnya atau klobot. Dengan demikian maka sekitar 25% pengeluarannya diperuntukkan bagi konsumsi untuk membeli tembakau (DM, Abhisam, et,al., 2012). Ini menggambarkan bahwa konsumsi tembakau merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan. Selain dari pada itu merokok bukan sekedar kebuuthan yang harus terpuaskan tetapi sekaligus merupakan bagian dari gaya hidup yang tak terelakkan, bahkan
sudah merupakan budaya masyarakat. Tentunya ini
merupakan suatu fenomena yang terus berkembang dan akan sulit untuk memberantasnya (Castles, 1982). .Persoalannya sekarang bagaimanakah mengaturnya agar kebiasaan yang sudah membudaya itu dapat diatur agar kedua belah pihak merasa terlindungi. 4.10. Peluang Efektifitas Kebijakan Inovasi Promosi Rokok 4.10.1. Efektifitas Kebijakan Inovasi Promosi Virtual Bagi Industri Rokok Kebijakan inovasi promosi oleh industri rokok melalui virtual perlu dilakukan sehubungan dengan adanya regulasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk membatasi ruang gerak promosi industri rokok terus dilakukan. Disamping karena perkembangan teknologi, inovasi promosi dengan memanfaatkan kelebihan teknologi tersebut seperti membentuk jaringan sosial atau internet 59
melalui facebook dan twitter. Perkembangan teknologi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar memperoleh manfaat yang besar bukan dilihat dari aspek biaya saja namun dilihat dari efektifitas serta kemanfaatannya. Pemanfaatan teknologi untuk aktivitas promosi ini harus dioptimalkan agar kemanfaatannya tidak saja dirasakan oleh industri rokok namun juga dirasakan oleh konsumen sebagai media untuk bersosialisasi dan berkomunikasi antar konsumen rokok agar tidak hanya dalam hal mengkonsumsi rokok namun juga dalam hal aktivitas sosial lainnya. Efektivitas kebijakan inovasi promosi industri rokok dapat dilihat dari segi positif maupun negatifnya, untuk itu dapat.dijelaskan sebagai berikut. Dampak positif dari kebijakan ini banyak dirasakan oleh pihak consume dibandingkan dengan pemerintah atau pelaku bisnis. Bobot diantara ketiga unsur ini hampir berimbang, sehingga dampak positif kebijakan baru akan dirasakan oleh semua elemen terkait. Dampak positif terbesar pada pemerintah adalah timbulnya kepastian hukum lalu disusul dengan meredam keresahan masyarakat. Tingkat optimisme dari dampak positif terhadap kepastian hukum mencapai dan pesimis, sedangkan terhadap dampak positif bisa meredam keresahan masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat yang kurang memeperleh kepastian hokum akan merasa terombang-ambingkan oeh situasi tertentu. Hal inilah yang menjadikan pentongnya kepastian huikum bagi masyarakat agar memperoleh ketenteraman dalam kehidupan bermasyarakat ( Ife, 2006). Pada kalangan pelaku bisnis, dampak positif terbesar adalah timbulnya kepastian iklim bisnis lalu disusul dengan kebijakan promosi industri rokok, serta biaya promosi. Tingkat optimisme dari dampak positif terhadap kepastian iklim bisnis cukup besar, dampak positif kebijakan promosi industri rokok terhadap biaya promosi relatif cukup besar. Kebijakan promosi tentu memerlukan biaya yang sangat besar bagi industri rokok, oleh karena itu perlu perencanaan yang matang agar kebijakan ini secara rasional dapat dipertanghgngjawabkan. Baik secara ekoniomis maupu secara sosial dapat mendatangkan manfaat bagi aktivitas promosi dikemudian hari.
60
Selanjutnya pada kalangan konsumen, dampak positif terbesar adalah informasi produk lalu disusul dengan kekerabatan konsumen. Tingkat optimisme dari dampak positif terhadap informasi produk cukup besar sedangkan terhadap kekerabatan konsumen memiliki bobot optimis relatif cukup besar. Informasi produk ini menjadi lebih efektif mengingat jalur informasi menjadi lebih lancer mengingat kalangan industrin rokok dapat memanfaatkan media komunbikasi lewat dunia maya ini lebih intens. Media ini secara nyata memang belum begitu populer dimasa kini, namun dimasa-masa mendatang, lebih-lebih dengan semakin
berkembangnya komunikasi lewat dunia maya
diyakini bahwa masa depan adalah komunikasi virtual akan lebih berperanan. 4.10.2. Efektivitas Kebijakan Inovasi Promosi Melalui Rekayasa Sosial Kebijakan inovasi promosi dapat dilakukan melalui rekayasa sosial yaitu melalui community development atau pengembangan kelembagaan dengan cara mengintrodusir
pendirian
kelompok-kelompok
sosial
seperti
membentuk
kelompok kelompok sosial antara lain komunitas kretek, komunitas Djarum Black, komunitas Dji Sam Soe, Gudang Garam, Bentoel dan sebagainya. Sebagaimana kelompok-kelompok sosial lainnya seperti komunitas pencinta sepeda ontel, komunitas mobil kuno, komunitas pecinta burung perkutut dan masih banyak lagi (Ife, 2006). Pengembangan komunitas sosial tersebut sangat tergantung kepada inisiatif dan peran aktif industri rokok untuk menginisiasi dan menumbuh kembangkan dalam aktivitas yang lebih melibatkan konsumen dan masyarakat untuk merasa lebih memiliki dan “diorangkan” sebagai warga masyarakat yang tentunya mempunyai social need yang perlu diperhatikan. Kelompok-kelompok sosial selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai media komunikasi industri rokok dalam menyampaikan ”pesan-pesan” sesuai keinginan industri rokok yang ditujukan kepada konsumen dan masyarakat pada umumnya. Kelompok-kelompok sosial ini tentunya akan lebih efektif dalam mengkomunikasikan terutama promosi untuk kepentingan industri rokok disamping menjalin kerjasama yangh lebih efektif antara industri rokok dengan masyarakat. Bagaimanapun juga komunikasi tidak hanya satu arah saja namun juga diharapkan akan terjadi two may traffic communication atau komunikasi timbal balik antara konsumen dan industri rokok. 61
Oleh karena itulah bentuk kelompok-kelompok sosial semacam ini harus dikembangkan agar komunikasi menjadi lebih efektif dan bermanfaat bagi kedua belah pihak. Lebih dari pada itu bagaimana agar komunikasi ini tidak hanya menyanghkut masalah produk rokok saja namun sedapat mungkin menyangkutn masalah-masalah sosial lainnya. Sebagaimana dikatakan oleh Ife (2006) bahwa sebuah komunitas juga menuntut kewajiban tertentu dari para anggotanya. Terdapat harapan bahwa orang akan berkontribusi kepada kehidupan komunitas dengan berpartisipasi dalam beberapa kegiatan dan mereka akan berkontribusi kepada pemeliharaan struktur komunitas. Semua kelompok membutuhkan pemeliharaan jika ingin tetap hidup dan tanggungjawab fungsi-fungsi pemeliharaan dari suatu komunitas terletak pada para anggotanya. Oleh karena itu menjadi anggota dari sebuah komunitas seharusnya tidak menjadi pengalaman yang murni pasif tetapi seharusnya juga melibatkan sesuatu partisipasi aktif (Castels, 1985, Ife 2006). Perlu diketahui bahwa menghilangkan interaksi ytatap muka anatar pribadi dari konsep komunitas adalah puncak dari depersonalisasi masyarakat, sesuatu yang pengembangkan masyarakat berupaya untuk menghilangkannya. bukan menegaskannya. Bahkan juga menghilangkan dari gagasan komunitas perasaan atau kesadaran akan tempat atau hubungan dengan lahan dan lingkungan fisik , dan ini dapat menyebabkan berkurangnya ketimbang meningkatnya kesadaran lingkungan dan menyebabkan berkurangnya komitmen pada upaya-upaya menuju lingkungan yang lebih berkelanjutan, dengan konsekuensi-konsekuensi yang berpotensi menimbulkan bencana (Bowers, 2000). Media ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dari bauran promosi yang sudah ada dan menjadi salah satu alternative untuk menyiasati semakin terbatasnya promosi bagi industri rokok khusunya, setelah adanya regulasi promosi oleh pemerintah. Sebagai salah satu konsep untuk melengkapi adanya bauran promosi tentunya memerlukan biaya yang tidak kecil namun sebagai upaya untuk menyiasati adanya regulasi promosi bagi industri rokok dirasa perlu untuk dilakukan (Sumarto, 2009; Ellitan dan Lina 2009). Dalam mengelola bauran promosi, perlu mendasarkan pada komunikasi pemasaran terpadu (KPT) yaitu konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang mengakui nilai tambah suatu rencana yang komprehensif. Rencana semacam itu 62
mengevaluasi peran strategis berbagai disiplin komunikasi misalnya, iklan umum, tanggapan langsung, promosi penjualan dan hubungan masyarakat serta menggabungkan disiplin-disiplin ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi dan pengaruh maksimum melalui pesan-pesan yang saling berlainan secara mulus (Kotler dan Keller, 2006). Dalam pelaksanaannya akan ditambah dengan komunikasi virtual dan komunitas sosial sebagai bagian tak terpisahkan dalam bauran pemasaran setelah kajian ini dilakukan ( Sumarto, 2009; Hamel, 2007).
63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Kesimpulan ini pada hakekatnya merupakan hasil dari keseluruhan disertasi yang menjawab permasalahan yang telah dikemukakan dalam Bab 1. Mendasarkan pada hasil analisis deskriptif dan inferensial sebagaimana telah dilakukan didepan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung terhadap tingkat konsumsi rokok adalah faktor pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, dan perilaku konsumen. Faktor promosi justru tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi. Perlu dijelaskan disini bahwa pembatasan promosi ini dilihat dari undang-undang atau peraturan pemerintah telah dipahami oleh konsumen khususnya berkaitan dengan pembatasan merokok dan merokok hanya di tempat tertentu saja. Menurut pemahaman konsumen bahwa ada organisasi sosial keagamaan tertentu yang mengharamkan merokok dan ada yang menghalalkan merokok jadi masih terdapat pandangan yang berbeda satu dengan yang lain tentang merokok. Namun mereka pada umumnya sependapat bahwa merokok itu perlu etika merokok apakah dihadapan anak kecil, didepan wanita dan sebagainya. Mengenai tanggungjawab sosial perusahaan pada umumya konsumen memandang bawa industri rokok memberikan kontribusi cukai yang besar terhadap Negara, lapangan kerja
kepada masyarakat, dan memeberikan
penghasilan kepada petani dan sektor industri terkait. Selain itu bagi masyarakat mampu menyerap tenaga kerja lokal, meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal, meningkatkan fasilitas sosial dan umum masyarakat lokal. Jika dilihat dari sudut konsumen yang dilihat adalah beberapa merek rokok telah mencantumkan kadar tar dan nikotin, peringatan bahaya merokok dan beberapa spesifikasi rokok. Pada perilaku konsumen terlihat bahwa merokok dengan merek tertentu berdasarkan selera; sebagian lainnya merokok lebih ditentukan faktor harga disamping status sosial akan merokok dengan merek tertentu karena dapat menunjukkan status sosial tertentu. Disamping itu, merokok ternyata dapat menegaskan jatidiri konsumen, juga dapat meningkatkan konsentrasi dan 64
menambah kepercayaan diri. Merokok dengan merek tertentu dapat menunjukkan image yang baik dan penampilan konsumen disamping rasa percaya diri. Konsumen rokok pada umumnya merokok dengan merek tertentu saja ini menunjukkan loyalitas konsumen cukup baik, disamping itu tidak pernah merokok merek lain kalau tidak terpaksa. Disamping itu, ada juga yang merokok dengan mempertimbangkan kandungan tar dan nikotinnya. Sementara itu, untuk intensitas membeli rokok, didasarkan pada pertimbangan merek yang sudah dikenal, rokok yang selalu ada di pasar, disamping juga harganya terjangkau. Konsumen yang melakukan pembelian ulang atau konsumen yang memiliki loyalitas terhadap rokok merek tertentu, adalah konsumen yang membeli rokok dengan merek yang sama, walaupun ada juga konsumen yang membeli rokok lain dengan pertimbangan harga disamping rasanya. 2. Walaupun promosi bukan merupakan faktor yang langsung mempengaruhi tingkat konsumsi, promosi masih mempunyai pengaruh melalui variabel antara yaitu pembatasan promosi, tanggungjawab sosial maupun perilaku konsumen. Oleh karena itu kendati promosi tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi, masih diperlukan untuk mengingatkan konsumen meskipun bagi perokok pemula (lamanya merokok kurang dari 10 tahun jumlahnya 65% dari keseluruhan responden dibanding perokok yang sudah lama lebih dari 10 tahun) lebih ditentukan oleh kelompok permainan atau pertemanan (peer group) ini berarti nuclear family atau keluarga inti kurang berperanan dalam mendidik keluarga. Disamping karena faktor dorongan dari dalam yaitu ingin coba-coba atau ingin tahu atau ingin dianggap sudah dewasa dan sebagainya. 3. Regulasi promosi rokok oleh pemerintah ternyata tidak mempunyai dampak terhadap konsumsi rokok hal ini terbukti bahwa walaupun Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan sudah diberlakukan 9 tahun yang lalu dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sudah berlaku sejak 3 tahun yang lalu, disamping juga beberapa Peraturan Daerah DKI Jakarta, Surabaya, Kabupaten Bandung, Payakumbuh dan sebagainya dan bahkan beberapa organisasi keagamaan tertentu fatwa yang oleh MUI maupun Muhammidyah, ternyata tidak menyurutkan konsumen untuk merokok bahwa menurut data tahun 2012 65
yang ada, Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia dengan jumlah perokok 65 juta orang. 4. Dengan adanya regulasi promosi rokok oleh pemerintah seperti melalui Undang-undang, Peraturan Pemerintah, beberapa Peraturan Daerah, beberapa Fatwa dari organisasi sosial keagamaan, muncul gagasan baru yaitu dengan inovasi promosi rokok untuk menyiasati promosi yang sudah semakin terbatas. Inovasi promosi rokok ini merupakan bentuk baru dalam bauran promosi dengan menambah bauran promosi yang sudah ada. Inovasi baru ini berupa virtual promotion yang dapat berupa jejaring sosial melalui dunia maya dengan memanfaatkan teknologi baru yaitu melalui internet apakah berupa facebook atau twitter. Disamping itu dapat pula melalui community development dengan membentuk kelompok kelompok sosial seperti komunitas kretek, komunitas Djarum Black, komunitas Dji Sam Soe, Gudang Garam, Bentoel dan sebagainya seperti komunitas pencinta sepeda ontel, komunitas mobil kuno, komunitas pecinta burung perkutut dan masih banyak lagi. Berkembangnya jejaring sosial atau komunitas tersebut sangat tergantung kepada industri rokok untuk menginisiasi dan menumbuh kembangkan dalam aktivitas yang lebih melibatkan konsumen dan masyarakat untuk merasa lebih memiliki dan “diorangkan” sebagai warga masyarakat yang tentunya mempunyai social need yang perlu diperhatikan. 5. Timbul pertanyaan berkaitan dengan kebijakan inovasi promosi rokok yang
akan dikembangkan oleh industri rokok apakah efektif ataukah tidak. Dari hasil analisis terutama yang berakitan dengan pendekatan AHP dapat disimpulkan bahwa kebijakan inovasi promosi yaitu dengan memanfaatkan virtual promotion. Kebijakan ini akan efektif manakala didukung oleh beberapa faktor antara lain dapat dilakukan oleh industri rokok sebagai salah satu upaya untuk melakukan terobosan di bidang promosi dengan rekayasa jaringan sosial dengan membentuk kelompok sosial yang dapat dimanfaatkan sebagai media promosi, selain itu melalui dunia maya dengan memanfaatkan jaringan internet seperti melalui facebook atau twitter. Diprediksikan dimasa mendatang penggunaan internet akan semakin meluas di kalangan masyarakat dan akan semakin besar peranan ,media internet sebagai sarana promosi.
66
6. Secara eskplisit dapat dikatakan bahwa temuan penting dalam disertasi ini adalah telaah kritis terhadap kemapanan teori yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2007) bahwa bauran promosi terdiri dari promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, kehumasan, dan pemasaran langsung sudah tidak sesuai lagi khususnya untuk barang convenience. Kontribusi verikatif yang tegas telah dilakukan oleh penelitian ini dengan sahihnya memasukkan unsureunsur virtual promotion dan community development dalam konsep baku bauran promosi, sehingga unsur bauran promosi hasil pembahasan penelitian ini mencakup promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, kehumasan, pemasaran langsung dan virtual promotion serta community development. Dengan demikian unsur bauran promosi sebagai bagian dari bauran pemasaran menjadi kompleks atas potensi munculnya konsepsi virtual promotion dan community development aspek dalam bauran pemasaran dalam produk rokok sebagai barang convenience 5.2. Kontribusi Penelitian Dalam setiap penelitian diharapkan akan memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, implikasi teoritis maupun implikasi kebijakan yang bersifat praktis. Adapun kontribusi penelitian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 5.2.1.Implikasi Teoritis Hasil penelitian ini ternyata membawa implikasi teoritis sebagaimana dipaparkan sebagai berikut: 1. Pada dasarnya setiap variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel
terpengaruh,
itu
artinya
varibel
pembatasan
promosi,
tanggungjawab sosial perusahaan, perilaku konsumen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat konsumsi. Hanya variabel promosi yang tidak signifikan, padahal menurut teorinya promosi sebagaimana dikatakan (Kotler dan Amstrong, 2002) adalah ramuan khusus yang terdiri dari promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, kehumasan dan pemasaran langsung yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pada umumnya mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi. Ini terutama dari segi introduksi produk baru atau terhadap perusahaan yang yang belum mapan, tetapi bagi 67
perusahaan besar seperti Philip Mories dan British American Tobacco BAT akan berbeda dengan industri rokok kecil terutama kretek. Makna dari penemuan ini adalah khususnya untuk produk convenience atau produk untuk kenikmatan khususnya rokok faktor promosi ternyata tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi. Ini berarti promosi yang selama ini dilakukan oleh industri rokok tidak berpengaruh pada perokok aktif tetapi hanya pada perokok pemula. 2. Pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, dan perilaku konsumen berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi. Ini berarti apa yang diduga berdasarkan teori yang ada memang berpengaruh signifikan terhadap tingkat
konsumsi, meskipun promosi tidak
berpengaruh secara langsung terhadap tingkat konsumsi namun berpengaruh terhadap variabel antara seperti pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan dan perilaku konsumen.. Ini berarti komunikasi melalui dunia maya atau komunitas sosial melalui dunia non maya dapat membangun citra positif yang akan membentuk sikap positif publik. 3. Pada inovasi promosi ternyata kebijakan ini dapat dijadikan model inovasi promosi baru bagi industri rokok melalui jejaring sosial seperti internet atau dunia maya dengan membentuk komunitas-komunitas seperti Komunitas Kretek Indonesia, komunitas Djarum Black , Komunitas Dji Sam Soe (234), komunitas Gudang-Garam dan sebagainya atau melalui komunitas sosial lainnya. 5.2.2. Implikasi Empiris Hasil penelitian ini ternyata membawa implikasi empiris sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: 1. Tingkat konsumsi rokok ternyata tidak dipengaruhi oleh promosi, ini berarti bahwa selama ini sebagian masyarakat beranggapan bahwa bauran promosi mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat konsumsi ternyata tidak terbukti, hanya saja berpengaruh terhadap pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, dan perilaku konsumen. Namun perlu diingat bahwa kalau demikian halnya untuk perokok aktif dan bukan perokok pemula tidak berpengaruh 68
2. Bagi perusahaan rokok perlu mengkaji ulang kebijakan yang telah diambil yaitu melakukan promosi besar-besaran seolah-olah promosi mempuyai pengaruh yang besar terhadap tingkat konsumsi rokok. 3. Kebijakan Inovasi Komunikasi Promosi perlu menjadi alternative sejalan dengan adanya pembatasan dan larangan promosi oleh pemerintah bagi produsen rokok. 5.2.3. Implikasi Kebijakan Hasil penelitian ini mempunyai implikasi terhadap kebijakan khususnya kebijakan bisnis untuk industri rokok. Implikasi kebijakan itu adalah: 1. Para industri rokok dapat mengambil kebijakan terhadap inovasi promosi terutama setelah adanya regulasi promosi oleh pemerintah bagi industri rokok. 2. Kebijakan inovasi promosi itu adalah untuk melakukan terobosan di bidang promosi terutama dengan memanfaatkan jejaring sosial melalui dunia maya maupun non maya seperti menciptakan berbagai komunitas sosial yang ada dalam masyarakat, Pemanfaatan jejaring sosial ini dimasa-masa mendatang akan lebih luas lagi mengingat pemanfaatan teknologi ini semakin berkembang. 5.3. Saran Saran kedepan ini ditujukan kepada 3 pihak yaitu peneliti, industri rokok dan pemerintah. 5.3.1. Untuk peneliti Bagi peneliti yang akan datang penelitian ini masih menarik untuk dilanjutkan terutama untuk meneliti tentang inovasi proses dan inovasi mindset, menggali lebih jauh tentang perilaku merokok dan akan lebih mendalam kalau dilakukan dengan pendekatan kualitatif. 5.2.2. Bagi industri rokok Ini merupakan informasi awal yang diharapkan ada manfaatnya terutama dalam menyikapi regulasi promosi oleh pemerintah bagi industri rokok. Perlu diketahi bahwa barangkali merupakan upaya perusahaan untuk membangun networking atau jaringan kerja yang lebih luas khusunya membangun jaringan sosial baik melalui virtual community
atau dunia maya. Selain itu dalam
memanfaatkan social community yang lebih luas melalui rekayasa sosial yang 69
embrionya sudah ada dalam masyarakat seperti beberapa komunitas kretek Indonesia, komuitas Djarum Black, komuitas Gudang Garam merh dan sebagainya. Langkah ini barangkali kurang popular untuk masa kini, namun dimasa mendatang akan lain, mengingat dunia maya masih belum sepenuhnya dimanfaatkan masyarakat sekarang, tetapi 10 atau 15 tahun ke depan menggunakan dunia maya akan ramai sebagaimana telepon seluler seperti saat ini. Selain itu dikalangan industri rokok supaya memperhatikan selera konsumen yang terus berubah seperti telah berubahnya selera konsumen dari rokok hard yang keras dengan rasa cengkeh yang kuat ke rokok mild yang lebih lembut. 5.3.3. Bagi Pemerintah Inovasi promosi baru yang merupakan hal baru dalam promosi melalui dunia maya dan jejaring sosial serta komunitas sosial ini perlu dukungan dari pemerintah, setidak-tidaknya pemerintah memberikan kelonggaran dalam bentuk kebijakan atau aturan-aturan yang berlaku.
70
DAFTAR PUSTAKA
Azwar Saifuddin, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Edisi Kedua Bank Indonesia, 2011 Laporan Tahunan Bank Indonesia Basjir Wahyu W. et.al., 2010, Kretek, Kajian Ekonomi & Budaya 4 Kota, Jakarta: Indonesia Berdikari & Spasimedia. Castles, Lance, 1982, Tingkah Laku Agama, Politik, dan Ekonomi di Jawa: Industri Rokok Kudus, Jakarta: Penerbut Sinar Harapan. Cooper, Donald R. dan Emory, C. William, 1996, Metode Penelitian Bisnis, Penerjemah: Ellen Gunawan dan Imam Nurmawan, Jakarta: Penerbit Erlangga DM, Abhisam et.al. tt, Membunuh Indonesia, Konspirasi Global Penghancuran Kretek, Jakarta: Kata-kata Daeng, Salamuddin et.al., 2011, Kriminalisasi Berujung Monopoli, Industri Tembakau Indonesia di Tengah Pusaran Kam[panye Regulasi Anti Rokok Internasional, Jakarta: Indonesia Berdikari Davila, Tony, et.al., tt,., Profit Making Innnovation, Penerjemah: Anonim Jakarta : PT Bhunna Ilmu Populer. Drucker, P.F., 1985, Innovation and Entrepreneurship, Penerjemah: Rusjdi Naib, London: Harper & Row Ellitan, Lena dan Lina Anantan, 2009, Manajemen Inovasi Transformasi Menuju Organisasi Kelas Dunia, Bandung: Alfabeta Engel, J.F.R.D Blackwell, dan P.W. Miniar, 1999, Perilaku Konsumen, Penerjemah: Anonim, Jakarta: Binarup Aksara. Ferdinand, Ausgusty, 2000, Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang Fontana Avanti, 2011, Innovate We Can, Manajemen Inoivasi dan Penciptaan Nilai, Penerjemah; Anonim, Jakarta: Pernerbit: Cipta Inovasi Sejahtera. 71
Gulati, Ranjay, 2009, (Re)(Organize) for Resilience, Massachusetts, Boston: Harvard Business Press. Hamel, Gary, 2007, Leading The Revolution, Penerjemah; Teguh Wahyu Utomo, Yogyakarta; Baca. Hamilton, Wanda, 2010, Nicotine War, Perang nikotin dan para pedagang obat, Penerjemah: Sigit Djatmiko, Yogyakarta: Insist Press. Hunger, J. David dan Thomas L. Wheelen, 2003, Manajemen Strategis, , Penerjemah: Julianto Agung,Yogyakarta : Penerbit Andi Ife Jim dan Frank Tesoriero, 2006, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, Penerjemah: Sastrawan Manullang, Nurul Yakin, M.Nursyahit, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Karbyanto, Tubagus Haryo, 2007, Indonesia Tobacco Control Network, Pemerintah Diminta Segera Manandatangani FCTC Kotler, Philip, 1997, Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Konrol, Penerjemah : Markus P. Widodo, Jakarta : PT Prenhallindo Kotler, Philip, et.al., 2004, Rethinking Marketing Sustainable Marketing Enterprise di Asia, Penerjemah: Hendra Teguh dan Ronny Antonius Rusli Jakarta, PT Indeks. Kotler, Philip & Gary Armstong, 2001, Principles of Marketing, Penerjemah: Damos Sihombing, New Jersey: Prentice Hall Inc. Kotler, Philip, dan Keller, Kevin Lane, 2007, Manajemen Pemasaran, Edisi 12, Penerjemah: Jakarta : PT Indeks. Lamb, Hair & Daniel, 2001, Pemasaran Jilid I, Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Empat. Mangkunegara, Anwar Prabu, 1988, Perilaku Konsumen. Bandung, Eresco Prajarto, Nunung Ed., CSR Indonesia Pemerintah, Perusahaan dan Publik, Yogyakarta: FISIP Universitas Gadjah Mada
72
Santoso, Kabul, et.al. 2008, Tembakau dan Konsumsi Rokok : Kontribusi terhadap perekonomian nasional, serapan tenaga kerja perilaku konsumsi dan perspektif petani, Jember : LPM UNEJ Serad, SM, 2011, Pengalaman dan Kebijakan PT Djarum dalam Usaha Kemitraan dengan Petai Tembakau dan Tanaman Ekonomi Pedesaan di Kabupaten Kudus, Jakarta: Rembug Nasional Serad, SM, 2010, Industri Rokok (Synopsis), PT Djarum, Jakarta. Sidney Siegel, tt., Statistik Nonperamerik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta; PT Gramedia Sudarti, 2009, Kajian Daya Saing Usahatani Tembakau Ekspor Di Jawa Timur, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dengan LPM Universitas Jember Suharto, Edi, 2008, Corporate Social Responsibility, Konsep dan Perkembangan Pemikiran, makalah disampaikan pada Workshop Tanggungjawab Sosial Perusahaan, Yogyakarta 6 – 8 Mei 2008. Sumarto, Hatifah Sj, 2009, Inovasi, Partisipasi, dan Good Governanace, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Sugiyono, 2002, Metode Penelitian Administrasi, Bandung:Penerbit Alfabeta. Sulimun, 2002, Multivariate Analysis Structural Equation Model (SEM), Lisrel dan Amos, Universitas Negeri Malang Van Zanten, Wim, 1982, Statistika Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta, PT Gramedia Wardhono, Adhitya, at.al., 2011, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jember University Press. Wibisono, Yusuf, 2007, Membedah Konsep & Aplikasi CSR, Gresik: Frasco Publishing. Yustika, Ahmad Erani, 2006, Ekonomi Kelembagaan, Definisi, Teori, dan Strategi,Malang: Bayumedia.
73
Journal Goswarni S dan Mathew M., 2005, Definition of Innovation revised: An empirical study in India Information Technology Industry. International Journal of Innovation Management 9. Hira, Anil dan Ron Hira, 2000, “The Institutionalism: Contradictory Notions of Change”, American Journal of Economics and Sociology, Vol, 59, No.2, April. Manig,Winfried, 1991, “Rural Social and Economic, Structures and Social Development, dalam Winsfried Manig (ed), Stability and Change in Rural Institutions in North Pakistan”, Socio-economic Studies on Rural Development, Vol. 85, Aachen: Alano. Syakhroza, A, 2002, Mengukur dan Memantau Organizational Performance, Usahawan, FEUI, No:12 Th XXXI, Jakarta. Wibowo, Tri, 2003, “Potret Industri Rokok di Indonesia”, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol 7 No 2, Juni Peraturan Perundang-undangan Peraturan Daerah DKI Jakarta No 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok, Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008.tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Peraturan Pemerintah Republik Indnesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1995 Tentang Cukai. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2007 Tentang Cukai Dalam Satu Naskah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
74
Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
SEM
PEMBATASAN DAN LARANGAN PROMOSI OLEH PEMERINTAH DAN PEMASARAN ROKOK
Nomor Responden
:
Nama Enumerator
:
Tanggal Wawancara
:
Waktu
:
Kota
: Jakarta/Surabaya/Malang
/
/2012
============================================================== == Mohon Bapak/Ibu/Sdr. mengisi kolom yang tersedia dari masing-masing item pertanyaan dan memberikan tanda (X) untuk item pilihan. Bagian 1. Identifikasi Responden 1. Nama 2. Alamat
: :
3. Telp./HP
:
4. Umur
:
5. Jenis kelamin
: Laki-laki/Perempuan
tahun
6. Pendidikan/Ijazah terakhir a. SD
d. Diploma
b. SLTP
e. S1
c. SLTA
f. S2
7. Status
g. S3
:
a. Belum menikah b. Menikah c. Duda/Janda 8. Agama
:
a. Islam
c. Kristen Protestan
e. Budha
b. Katolik
d. Hindu
f. Kong Hu Chu
75
9. Pekerjaan
:
a. Pelajar/Mahasiswa
c. TNI/Polri
e. Wiraswasta
b. PNS
d. Pegawai swasta
f. Lainnya,
sebutkan UMUM 1.
Siapakah yang pertamakali mengajari/mendorong Bapak/Ibu/Sdr. merokok? a. Teman b. Diri sendiri/coba-coba c. Orangtua/Saudara d. Iklan (media cetak/elektronika) e. Salesman/salesgirl
2.
Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Sdr. merokok ? ……………tahuh
3.
Rokok merk apakah yang selama ini Bapak/Ibu/Sdr. isap. a. Djarum
d. Sampoerna
b. Gudang Garam
e. Bentoel
c. Dji Sam Soe
f. Lainnya, sebutkan ………………….
Bagian 2 1. Promosi A1. Iklan media cetak 1. Iklan rokok yang ada mengesankan jatidiri perokok a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup 2. Iklan rokok yang ada mampu mendorong konsumen untuk membeli a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 3. Iklan rokok yang ada menginformasikan sesuatu yang baru a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju A.2. Iklan media elektronik 1. Iklan yang menarik perhatian adalah iklan melalui media televisi. 76
a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 2.
Iklan di media televisi menjadi penentu dalam pengambilan keputusan membeli a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 3.
Iklan di televisi lebih dipercaya dibanding media lain a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju A3. Publisitas 1. Publisitas yang dilakukan terhadap produk baru mampu menarik perhatian a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 2. Publisitas yang ada mencerminkan penguatan citra diri perokok a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 3. Publisitas yang dilakukan menegaskan status sosial perokok a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju A4. Sponsorship 1.
Even yang di sponsori perusahaan rokok menarik untuk di kunjungi a. Sangat menarik
d. Tidak menarik
b. Menarik
e. Sangat tidak menarik
c. Cukup menarik 2.
Saya menikmati rokok yang diberikan pihak sponsor a. Sangat menikmati
d. Tidak menikmati
b. Menikmati
e. Sangat tidak menikmati
c.Cukup menikmati 77
3. Loyal terhadap rokok yang diberikan pihak sponsor merupakan hal penting a. Sangat penting
d, Tidak penting
b. Penting
e, Sangat tidak penting
c. Cukup penting B. Pembatasan promosi B1. Undang-undang/ Peraturan Pemerintah 1. Saya memahami adanya peraturan pemerintah tentang pembatasan merokok a. Sangat paham
d. Tidak paham
b. Paham
e. Sangat tidak paham
c. Cukup paham 2.
Saya memahami merokok hanya boleh ditempat tertentu saja a. Sangat paham
d. Tidak paham
b. Paham
e. Sangat tidak paham
c. Cukup paham 3.
Saya memahami jika merokok itu mengganggu kesehatan a. Sangat paham
d. Tidak paham
b. Paham
e. Sangat tidak paham
c. Cukup paham B2. Masyarakat 1.
Saya memahami jika aliran agama tertentu mengharamkan merokok a. Sangat paham
d. Tidak paham
b. Paham
e. Sangat tidak paham
c. Cukup paham 2. Saya memahami jika aliran agama tertentu masih memperbolehkan merokok a. Sangat paham
d. Tidak paham
b. Paham
e. Sangat tidak paham
c. Cukup paham 3.
Menggunakan etika dalam merokok itu penting a. Sangat penting
d. Tidak penting
b. Penting
e. Sangat tidak penting 78
c. Cukup penting
B3. Konsumen 1. Merokok tidak etis dilingkungan anak-anak a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 2. Merokok tidak etis dihadapan perempuan a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 3.
Merokok tidak etis dihadapan orang yang tidak merokok a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju C. Tanggungjawab Sosial Perusahaan C1. Pemerintah 1. Perusahaan rokok memberikan kontribusi pajak yang besar a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 2. Perusahaan rokok memberikan lapangan pekerjaan yang besar kepada masyarakat a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 3. Perusahaan rokok memberikan penghasilan kepada petani tembakau dan sektor industri terkait a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju C2. Masyarakat 1. Perusahaan rokok menyerap tenaga kerja masyarakat lokal 79
a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c.Cukup setuju 2. Perusahaan rokok meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 3. Perusahaan rokok meningkatkan fasilitas sosial dan umum masyarakat lokal a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju C3. Konsumen 1. Beberapa merek rokok dikurangi kadar nicotin dan tar nya a. Sangat paham
d. Tidak paham
b. Paham
e. Sangat tidak paham
c. Cukup paham 2. Ada peringatan bahaya merokok disetiap bungkus rokok a. Sangat paham
d. Tidak paham
b. Paham
e. Sangat tidak paham
c. Cukup paham 3. Produk rokok dapat dipilih dengan mempertimbangkan informasi spesifikasi kandungan rokok a. Sangat paham
d. Tidak paham
b. Paham
e. Sangat tidak paham
c. Cukup paham B. Perilaku Konsumen D1. Pengalaman masa lalu 1. Merokok merek tertentu berdasar selera a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
a. Cukup setuju 2. Merokok berdasar pertimbangan harga a. Sangat setuju
d. Tidak setuju 80
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c.Cukup setuju 3. Merokok menyesuaikan dengan status sosial a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju D2. Kepercayaan 1. Merokok dapat menegaskan jatidiri a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 2. Merokok dapat meningkatkan konsentrasi a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 3. Merokok dapat meningkatkan kepercayaan diri a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju D3. Reputasi merek 1. Merokok dengan merek rokok tertentu karena image nya baik a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju
2. Merokok dengan merek rokok tertentu karena meningkatkan penampilan a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 3. Merokok dengan merek rokok tertentu karena meningkatkan kepercayaan diri a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 81
D4. Komitmen pelanggan 1.
Merokok dengan satu merek saja a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c. Kadang-kadang 2. Tidak pernah merokok merek lain meskipun memiliki kemiripan rasa a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju 3. Merokok tanpa mempertimbangkan kadar nicotin dan tar nya a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat tidak setuju
c. Cukup setuju E. Tingkat Konsumsi E1. Intensitas pembelian 1. Membeli rokok setiap hari a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c. Kadang-kadang 2. Membeli rokok lebih dari satu pak sehari a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c.Kadang-kadang 3. Membeli rokok eceran setiap hari a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c. Kadang-kadang E2. Pembelian saat ini 1. Merokok dengan merek rokok yang selalu ada dipasaran a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c. Kadang-kadang 2. Merokok dengan merek yang sudah dikenal 82
a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c. Kadang-kadang 3. Merokok dengan harga rokok yang terjangkau a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c. Kadang-kadang E3. Pembelian ulang 1. Membeli rokok lagi dengan merek yang sama a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c. Kadang-kadang 2. Membeli rokok lagi karena pertimbangan harga a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c. Kadang-kadang 3. Membeli rokok lagi karena pertimbangan rasa a. Selalu
d. Jarang
b. Seringkali
e. Tidak pernah
c. Kadang-kadang
SELESAI DAN TERIMAKASIH
83