PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 631 K/Pdt.Sus/2012) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh : ATIEK AF’ IDATA 1110048000010
KONSENTRASI HUKUMBISNIS PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435H/2014 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI Skripsi ini berjudul Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 631/K/Pdt.Sus/2012), telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu, yaitu Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Ilmu Hukum. Jakarta,
2014
Mengesahkan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
DR. H. JM Muslimin, MA NIP. 196808121999031014
PANITIA UJIAN Ketua
: Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., MA NIP. 195003061976031001
(.............................)
Sekretaris
: Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum NIP. 196509081995031001
(.............................)
Pembimbing I
: Nahrowi, S.H., M.H. NIP. 197302151999031002
(.............................)
Pembimbing II
: Andi Syafrani, S.H.I., M.C.C.L.
(.............................)
Penguji I
: H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. (.............................) NIP. 19740252001121001
Penguji II
: H. M. Yasir, S.H.,M.H. NIP.
i
(.............................)
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan telah tercantum sesuai dengan ketentuan yang ada pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya asli saya atau jiplakan karya orang lain, maka saya siap dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 April 2014
Atiek Af’ Idata NIM : 1110048000010
iii
ABSTRAK Nama
: Atiek Af’ Idata
Program Studi : Ilmu Hukum Judul Skripsi
: PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 631/K/Pdt.Sus/2012)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peraturan mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional, serta praktek beracara yang dilakukan oleh lembaga peradilan di Indonesia terutama terkait hukum acara arbitrase asing. dalam penulisan ini Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan. Hasilnya bahwa peraturan mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional belum jelas dan lengkap, masih terdapat multi tafsir pada suatu pasal di UU AAPS yang menyatakan pembatalan putusan arbitrase dapat dilakukan dan prosedur pelaksanaan beracara yang tumpang tindih antara putusan arbitrase lokal atau internasional. Hal tersebut dapat dilihat pada kasus antara Harvey Nichols and Company Limited melawan PT Harapan Nusantara dan PT Mitra Adi Perkasa, Tbk. Dimana kasus terebut erat kaitannya dengan upaya pembatalan suatu putusan arbitrase internasional dan adanya prosedur pelaksanaan kasasi terhadap putusan putusan PN Jakarta Pusat yang telah menolak gugatan Pemohon Pembatalan Putusan Arbitrase. Upaya analisis ini dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Konvensi New York 1985, serta prinsip-prinsip yang digunakan dalam Hukum Perdata Internasional maupun Hukum Dagang Internasional.
Kata Kunci : Arbitrase, Arbitrase Internasional, Arbitrase Asing, Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Daftar Pustaka
: Nahrowi, S.H., M.H : Andi Syafrani, S.HI., MCCL : Tahun 1981-Tahun 2011
iv
KATA PENGANTAR
Sebuah mimpi tak akan terwujud jika usahamu tak sebesar mimpimu. Dan “Aku adalah apa yang hambaKu fikirkan tentangKu”. Selama menempuh Pembelajaran di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Program Studi Ilmu Hukum ini, tentu jalannya tak semudah kelihatannya. Banyak penyesuaian-penyesuaian yang Penulis jalankan dalam menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah ini, yang patut disyukuri ialah Penulis mendapatkan ilmu yang diselaraskan dengan ilmu agama. Tidak Penulis pungkiri, bahwa dalam penulisan skripsi ini Penulis banyak menemui berbagai rintangan. Namun sebanyak apapun kesulitan itu, Penulis selalu mendapat motivasi besar untuk memacu semangat Penulis dalam menjalankan proses-proses untuk meraih gelar Sarjana Hukum, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik. Untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Allah SWT yang Rahman dan RahimNya menjadikan jaminan bahwa perjuangan Penulis akan selalu dilancarkan. IlmuNya meliputi langit dan bumi, bahkan alam semesta tak dapat menggambarkan keluasan ilmuNya. FirmanNya selalu menjadi benteng bagi Penulis dalam menjalani hidup, selalu memberikan kenikmatan yang tak ternilai. 2. Nabi Muhammad Saw. Motivator terhebat dalam hidup Penulis, yang kasih sayangnya selalu membuat Penulis meneteskan air mata ketika mengingat kecintaannya
kepada
ummat.
Semoga
golongannya.
v
Penulis
termasuk
kedalam
3. DEKAN Fakultas Syariah dan Hukum Bp. JM. Muslimin, MA., Ph.D. yang sangat Penulis hormati, menjadi Guru, Pemimpin sekaligus menjadi Pengayom bagi Mahasiswa/i nya. 4. Ketua Jurusan Bp. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Sekretaris Jurusan Bp. Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum atas kesabarannya dan dedikasinya untuk Jurusan Ilmu Hukum begitu besar. 5. Pembimbing Penulis Bp. Nahrowi S.H., M.H dan Bp. Andi Syafrani S.HI., MCCL. atas semua nasihat, ilmu dan waktunya hingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 6. Ibu Masitoh dan ayahanda Bapak Zaenal Muslimin, telah menjadikan Penulis dewasa dan mandiri, jasa kalian tak akan sanggup Penulis balas dengan apapun. Tante Tuti Ulwiyah dan Om Syafrudin yang telah menjadi rumah kedua bagi Penulis. Reza Wahyu Prawira, Afien Aninnas dan Salman Al Farisi, kakak dan adik Penulis yang sangat mempengaruhi perkembangan Penulis, mendidik Penulis dengan cara yang berbeda. 7. Keluarga Besar alm. H. Naisan dan alm. Muslim, kedekatan dan kasih sayang kalian selalu menjadi bahan bakar bagi Penulis. Sebagai motivasi terhebat untuk Penulis, agar selalu berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi. 8. Sepupuku tercinta Alvi Muhibbah, Syifa Sakinah, Chairunnisa, Ulfa Fauziyah, Zakiyah Mulyani, Faiz Zakaria, kalian bukan hanya berperan sebagai sepupu, tetapi kalian adalah partner yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian Penulis. 9. Teman-teman Ilmu Hukum 2010, terutama teman-teman hukum bisnis, Nourma Andriany Utami, Apriyanti, Ayyida Sabila, Liza Tri Kusuma, Andi Komara, Nur Fika, Nazia, Ka Defi, Ka Ninis, Basith, Endah, Ainul, Cantika,
vi
Kendri dan tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Trimakasih telah sabar menjadi teman terbaik Penulis dalam berdiskusi. Dan kawanku di Lembaga Negara Hopsah, Setyo, M. Rizky dan khususnya Zikri Muliansyah yang telah banyak membantu kesulitan Penulis dalam menulis skripsi ini. 10. Keluarga Besar BLC (Business Law Community) UIN Jakarta, Nanda, Marwan, Dhani, Anto, Azhar dan yang tak dapat Penulis sebutkan di sini. Teruslah menjadi bagian dari keluarga besar BLC UIN yang solid dan maju. 11. Sahabat tercinta Penulis, Meryam Zahida, Puspita Anggraini, Annisa Suciati, Defi Rizky Amanda, Kilat Liliani Ningtyas, Arfan Zuhdi dan Cendy Tiara. Kalian sangat berperan dalam membentuk kedewasaan Penulis, bukan hanya sahabat, kalian adalah keluarga bagi Penulis. Dan Mas Furqon Wicaksono, timakasih atas kritikan, bimbingan dan kesabarannya yang secara lamban tapi pasti telah melatih mental Penulis menjadi lebih tangguh. 12. Keluarga Besar “KKN Garuda 18”, terimakasih untuk pembelajaran yang kalian berikan, sehingga Penulis termotivasi atas kegigihan kalian, atas sifatsifat positif yang kalian tularkan kepada Penulis. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan nikmat dan kasih sayangnya untuk membalas kebaikan seluruh pihak yang telah membantu dan menjadi inspirasi bagi Penulis. Tidak ada gading yang tak retak, tentunya dalam penulisan skripsi ini banyak kekurangan. Namun demikian, besar harapan Penulis, karya tulis ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang Hukum Bisnis. Ciputat, April 2014 Atiek Af’ Idata
vii
DAFTAR ISI halaman LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ...............................................................................
iii
ABSTRAK ..........................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................
v
DAFTAR ISI .......................................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ...........................................................................
7
C. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................................
7
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ......................................
8
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ...............................................
9
F. Kerangka Teori dan Konseptual ........................................................
10
G. Metode Penelitian ..............................................................................
11
H. Sumber Penelitian ..............................................................................
13
I. Sistematika Penulisan ........................................................................
14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARBITRASE INTERNASIONAL A. Pengertian dan Perkembangan Arbitrase Internasional ...................
17
B. Kekuatan Hukum Arbitrase Internasional (Choice of Forum, Choice of Law, Final and Binding) 1. Choice of Forum ..........................................................................
22
2. Choice of Law ..............................................................................
25
viii
3. Final and Binding ........................................................................ C. Pengakuan dan Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia ..
27 28
BAB III PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL A. Ditinjau dari Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa .............................
34
B. Ditinjau dari Hukum Perdata Internasional .....................................
40
BAB IV ANALISIS YURIDIS PUTUSAN Mahkamah Agung RI No. 631/K/Pdt.Sus/2012 A. Posisi Kasus ......................................................................................
47
B. Isi Putusan Mahkamah Agung .........................................................
54
C. Analisis Putusan Hakim 1. Menurut Konvensi New York 1985 dan Hukum Perdata Internasional ................................................................................
56
2. Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ...................
62
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................
65
B. Saran ...................................................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
69
LAMPIRAN ........................................................................................................
74
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sengketa
merupakan
suatu
kondisi
dimana
siapapun
tak
menginginkannya, tetapi ada baiknya setiap subjek hukum menghindari maupun mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan sengketa tersebut terjadi.1 Terlebih dalam hal ini yang menjadi subjek hukum merupakan perusahaan yang didalamnya memiliki kepentingan-kepentingan untuk meningkatkan profit (tujuan ekonomi) perusahaan tersebut. Tentunya hal ini dapat memicu terjadinya suatu benturan kepentingan yang berujung pada sengketa. Kelemahan yang dimiliki oleh proses Pengadilan „meja hijau‟ dan kelebihan-kelebihan tersendiri dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase, membuat Arbitrase menjadi primadona. Dengan keunggulannya bahwa, proses penyelesaian sengketa melalui arbirase kerahasiaannya dapat terjamin dengan baik. Selain itu seorang arbiter yang dipilih secara seksama dan sesuai kesepakatan kedua belah pihak tentunya, harus memiliki pengetahuan khusus berkaitan dengan sengketa tersebut. Sehingga dalam pengambilan keputusannya
1
Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan APS Suatu Pengantar. (Jakarta: Fikahati aneska, 2011), h. 4. Menerangkan bahwa dalam setiap sengketa salah satu pihak mungkin benar dalam masalah-masalah tertentu dan pihak lainnya benar dalam masalah-masalah lainnya.
1
2
dapat bersifat praktis.2 Hal ini yang menjadikan suatu kelebihan tersendiri dalam proses ber-arbitrase. Pemilihan seorang Arbiter yang berkompeten dalam bidang sengketa selain mempersingkat proses penyelesaian sengketa karena kompetensi arbiter (dibidang „hal‟ yang disengketakan). Dapat juga memberikan output dalam penyelesaian sengketa tersebut dengan rasa yang tidak merugikan bagi para pihak yang bersengketa (win-win solution).3 Arbitrase pada dasarnya merupakan penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Namun yurisdiksi pengadilan tetap sangat berperan terhadap putusan arbitrase. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 59 yaitu mengenai pendaftaran putusan arbitrase, kemudian Pasal 61 mengenai pengakuan, dan Pasal 64 mengenai pelaksanaan yang tertuang dalam UU No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan APS. Dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS sendiri tidak menyatakan jelas apakah pembatalan putusan arbitrase berlaku 2
Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)Suatu Pengantar, 2011. (BANI-PT. Fikahati Aneska), h. 63. Priyatna Arrasyid secara tidak langsung menjelaskan banyaknya kelebihan yang ada pada Arbitrase selain terletak pada prosedur berArbitrase itu sendiri. Kelebihan alternatif penyelesaian sengketa ini terletak pada Arbiternya, karena diharuskan seorang Arbiter haruslah memiliki pengetahuan khusus mengenai hal yang disengketakan, sehingga dapat menghasilkan putusan yang bersifat praktis dan tidak memihak, wajar dan adil. 3
Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)Suatu Pengantar, 2011., (BANI-PT. Fikahati Aneska),. h. 58. Menerangkan penting memilih arbiter yang tepat, kompeten, jujur dan memiliki integritas bukan saja pribadinya akan tetapi juga kemampuan dan keahliannya dibidang hukum arbitrase dan kemudian tentang inti sengketa yang dihadapinya.
3
umum untuk semua jenis putusan arbitrase, arbitrase asing salah satunya. Dalam Pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 secara tegas disebutkan bahwa permohonan pembatalan terhadap putusan arbitrase dapat diajukan oleh para pihak. Terkait dengan pembatalan putusan arbitrase internasional di Indonesia, harus kita ketahui terlebih dahulu perbedaan antara pembatalan dengan penolakan putusan arbitrase. Ada perbedaan mendasar antara kedua konsepsi ini, pertama dari segi istilah, pembatalan dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai annulment atau set aside, sementara penolakan dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai refusal.4Perbedaan keduanya dapat dilihat dari konsekuensi hukumnya. Pembatalan putusan arbitrase berakibat pada dinafikannya (seolah tidak pernah dibuat) suatu putusan arbitrase.5 Terhadap putusan arbitrase yang dibatalkan, pengadilan dapat meminta agar para pihak mengulang proses arbitrase (re-arbitrate). Hanya saja pembatalan putusan
arbitrase
tidak
membawa
konsekuensi
pada
pengadilan
yang
membatalkan untuk memiliki wewenang memeriksa dan memutus sengketa. 4
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol.21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. h. 68. 5
Hikmahanto Juwana “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol.21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. h. 68, „Namun demikian, ada pengadilan dari suatu negara yang harus dan tetap melaksanakan putusan arbitrase sehingga mengabaikan putusan pengadilan dari negara lain yang membatalkan putusan pengadilan arbitrase tersebut. Sebagaimanan akan diuraikan lebih lanjut dalam tulisan ini‟.
4
Apabila hal ini dilakukan maka akan bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang dimiliki oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa mereka dan pengadilan dapat dianggap sebagai tidak menghormati asas kebebasan berkontrak.6 Dalam Konvensi Pasal II ayat (3) menjelaskan “The court of a Contracting State, when seized of an action in a matter in respect of which the parties have made an agreement with in the meaning of article, shall, at the request of one of the parties refer the parties to arbitration, unless it finds that said agreement is null and void in operative or incapable of being performed”. Berdasarkan pasal ini, Konvensi New York menempatkan status arbitrase sebagai forum atau mahkamah yang memiliki kompetensi absolut untuk memutus persengketaan yang timbul dari perjanjian yang bersangkutan.7 Terlihat jelas bahwa apabila penyelesaian sengketa sudah dilaksakan melalui jalur arbitrase maka pengadilan tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikannya kembali. Tidak dijelaskan apakah mengenai pembatalan putusan arbitrase, termasuk juga kewenangan yang dimaksud.
6
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol.21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. h. 68. 7
Yahya Harahap. Arbitrase Ditinjau dari: (Reglemen Acara Perdata, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, UNCITRAL Arbitration Law, convention on the Recognition and Enforcment of Foreign Arbitral Award, PERMA No. 1 Tahun 1990). (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 26.
5
Namun dapat kita perhatikan bahwasanya ketentuan pembatalan putusan telah mencederai asas bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mengikat. Pemberian asas ini seharusnya tidak relevan lagi dengan perkembangan hukum dan segala ketentuan yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan internasional yang kemudian menjadi hukum perdata internasional. Secara garis besar asas tersebut jika dihubungkan dan kita analisis, maka akan bertentangan dengan asas resiprositas dan kemudian kedaulatan Negara. Dalam kasus penelitian ini yaitu putusan MA No. 631/K/Pdt.Sus/2012 Harvey Nichols and Company Limited dengan PT Harapan Nusantara dan PT Mitra Adiperkasa,Tbk, berawal dari sengketa bisnis antara para pihak yang kemudian dibawa oleh Harvey Nichols and Company Limited untuk diselesaikan di Badan Arbitrase London. Sebagaimana sesuai dengan kesepakatan antara keduanya dalam perjanjian. Namun atas dasar ketidakpuasan, pihak PT Hamparan Nusanatara dan PT Mitra Adiperkasa,Tbk mengajukan gugatan pembatalan putusan arbitrase kehadapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun PN Jakarta Pusat tidak memberikan putusan sebagaimana kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang terkait dengan pembatalan putusan arbitrase untuknya. Sehingga putusan PN Jakarta Pusat ini dibantah melalui gugatan kasasi ke Mahkamah Agung oleh Harvey Nichols and Company Limited. Yang menarik dalam pembahasan kasus ini ialah ketika adanya suatu perjanjian yang telah disetujui dan disepakati satu sama lain antara para pihak,
6
namun ditengah-tengah penggugat melakukan upaya tuntutan hukum dengan alasan bahwa pelaksanaan perjanjian tersebut telah menyalahi aturan hukum di negara RI terkait dengan menyalahi aturan PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, hal ini patut diselidiki sebatas mana suatu perjanjian dapat dikatakan bertentangan dengan hukum. Selain itu dalam putusannya MA mengeluarkan putusan yang membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Patut menjadi pertanyaan ialah, karena meskipun UU mengatur mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase, UU No. 30/1999 mengenai AAPS terkait pasal pembatalan putusan arbitrase tersebut mengalami contra dictio in termidis, seharusnya apabila ini terjadi maka majelis dapat menggunakan yurisprudensi yang menyatakan bahwa putusan arbitrase internasional dapat dibatalkan. Berdasarkan pemaparan tersebut penulis bermaksud meneliti dan mengkaji lebih dalam lagi mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional di Indonesia dan keterkaitannya dengan pertimbangan hakim yang akan dibenturkan dengan asas-asas serta teori yang berlaku di setiap Negara. Oleh karena itu penulis
memilih
judul
INTERNASIONAL 631/K/Pdt.Sus/2012)”.
“PEMBATALAN
(Analisis
Putusan
PUTUSAN Mahkamah
ARBITRASE Agung
No.
7
B. Identifikasi Masalah 1. Putusan Arbitrase asing masih menjadi perdebatan dalam hal penerapan dan pelaksanaannya, terkait dengan hal penolakan putusan arbitrase asing yang dinyatakan tidak dapat diakui. 2. Efektifitas UU yang dikritisi dengan fenomena kasus tertentu, menunjukkan ada banyaknya kelemahan yang seharusnya menjadi alasan dan tujuan untuk membentuk aturan mengenai arbitrase agar lebih baik lagi. C. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Agar pembahasan fokus
dan tidak meluas, Penulis
membatasi
permasalahan yang akan dibahas hanya pada substansi Undang-undang dan Peraturan dalam bidang pembatalan putusan arbitrase internasional yang belum memiliki aturan secara benar dalam hukum materiil. Selain itu Penulis juga
membatasi
analisis
kasus
ini
pada
Putusan
MA
No.
No.
631/K/Pdt.Sus/2012. 2.
Rumusan Masalah Berdasarkan ulasan yang Penulis paparkan dalam latar belakang dan permasalahan yang sudah Penulis batasi, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana aturan dalam hukum perdata internasional dan hukum nasional mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional?
8
2. Bagaimana kedudukan hukum putusan kasasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke MA dalam kasus Harvey Nichols Company Ltd melawan PT Mitra Adi Perkasa dan PT Hamparan Nusantara? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui tentang aspek-aspek hukum pembatalan putusan arbitrase internasional di Indonesia. b. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana proses penyelesaian sengketa putusan arbitrase internasional di Indonesia. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam Ilmu Hukum, khususnya Hukum Bisnis yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa melalui arbitrase. b. Manfaat praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa, mengenai sengketa pembatalan putusan arbitrase internasional di Indonesia, mengingat skripsi tentang ini masih sangat minim. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gagasan kepada pemerintah mengenai bagaimana agar Peraturan dan Perundangan tentang Arbitrase dan APS lebih baik lagi dan sesuai dengan kondisi situasi perekonomian terkini.
9
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Untuk menghindari kesamaan dalam penelitian ini, Penulis melakukan tinjauan kajian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini di beberapa perpustakaan yang Penulis temukan, yaitu : 1. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012 , yang disusun oleh Maisaroh Harahap, dengan judul skripsi “Pembatalan Putusan Arbitrase Tentang Sengketa Ekonomi Syariah Oleh Pengadilan Agama”.
Penulis
skripsi
ini
hanya
membahas
tentang bagaimana
penyelesaian sengketa ekonomi syariah dalam pembatalan putusan Basyarnas, berbeda dengan skripsi yang akan Penulis tulis mengenai pembatalan putusan arbitrase asing, putusan asing berarti putusan yang dikeluarkan di luar teritorial negara Indonesia. 2. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2012, yang disusun oleh Raden Umar Faaris Permadi dengan judul skripsi “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional
di
Indonesia
(Studi
Kasus:
Putusan
MA
No.
273PK/Pdt/2007 dan Putusan MA No. 56PK/Pdt.Sus/2011)”. Skripsi menelaah mengenai aspek hukum perdata internasional dalam pembatalan putusan arbitrase internasional dan membandingkan secara komparatif putusan hakim. Berbeda dengan Penulis, substansi skripsi ini tidak menyinggung mengenai hukum acara untuk pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sedangkan dalam skripsi Penulis, Penulis memiliki substansi
10
pembahasan mengenai prosedural suatu putusan arbitrase yang dimohonkan pembatalannya. 3. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2011, yang disusun oleh Arman dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap pembatalan Putusan Arbitrase di pengadilan Negeri Indonesia Dalam Hal Adanya Dugaan Pemalsuan Dikaitkan Dengan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia”. Tesis ini menelaah tentang pembatalan putusan arbitrase di Indonesia terkait dengan adanya dugaan upaya pemalsuan dan perilaku hakim. Penulis tesis mempermasalahkan mengenai pembatalan putusan final arbitrase dengan hanya berdasarkan adanya dugaan pemalsuan dokumen oleh salah satu pihak. Sedangkan skripsi yang penulis angkat mengenai kedudukan arbitrase asing di Indonesia, hal ini memiliki keterkaitan dalam hal pembatalan tetapi sangat berbeda dari segi substansi pada masing-masing penelitian. F. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS. 2. Putusan Arbitrase Asing, adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu Badan Arbitrase ataupun Arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan Arbitrase Asing. Hal ini
11
tertuang dalam Pasal 2, Perma No. 1 tahun 1990 tentang
Tata Cara
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing. 3. Teori Kedaulatan Negara, menurut George Jellinek menyatakan bahwa hukum adalah penjelmaan daripada kehendak atau kemauan Negara. Jadi, negara jualah yang menciptakan hukum, maka negara dianggap satu-satunya sumber hukum dan negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan.8
G. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Pada penelitian jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas9. Penelitian ini berpacu pada putusan Mahkamah Agung sebagai putusan yang dianalisis dan kaitannya dengan landasan norma hukum yang berlaku dan terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun perjanjian-perjanjian internasional. Karenanya penulisan ini menggunakan
8
9
Soehino. Ilmu Negara. (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2004), h. 155.
Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet.I. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.118.
12
metode penelitian hukum normatif atau studi pustaka10, analisa data bersifat kualitatif yaitu hasil pembahasan tidak berupa angka-angka. 2. Pendekatan Masalah Penelitian hukum normatif sendiri memiliki beberapa pendekatan. Melalui pendekatan ini, Penulis mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan dibahas. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
hukum
normatif
yaitu11:
pendekatan
perundang-undangan,
pendekatan kasus, pendekatan historis dan pendekatan konseptual. Dalam penelitian ini Penulis tentu menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), karena Penulis menggunakan metode normatif yang melibatkan aturan-aturan hukum terkait dengan masalah penelitian Penulis. Undang-undang yang penulis gunakan yaitu Undang-undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999, Konvensi New York 1958 dan peraturan-peraturan hukum lainnya yang berkaitan erat dengan pembatalan putusan arbitrase Internasional. Pendekatan kasus (Case Approach) yang Penulis gunakan yaitu, pendekatan kasus pembatalan putusan Arbitrase Internasional oleh Mahkamah Agung. Kemudian Penulis analisis dan teliti terkait dengan ketentuan10
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press, 2010), h. 10. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, jenis penelitian penulis ialah problem-focueds research, yaitu penelitian yang berfokus pada masalah. 11
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, Cet.VI. (Jakarta: Kencana, 2010), h. 93.
13
ketentuan dalam segi pelaksanaannya menurut peraturan dan perundangan terkait, yaitu Konvensi New York 1958 dan UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase serta peraturan-peraturan hukum lain yang dapat Penulis kaitkan secara normatif. Pendekatan historis (Historical Approach) yang akan Penulis singgung ialah mengenai sejarah awal aturan tentang arbitrase dan terakhir, Pendekatan konseptual (Conceptual Approach) membantu Penulis dalam mengkonsep pembuatannya dan alur penulisannya, serta bagaimana bentuk penulisan selanjutnya. H. Sumber Penelitian Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu : 1. Bahan Hukum Primer, yakni bahan-bahan yang berisi kekuatan mengikat kepada masyarakat. Bahan hukum primer yang penulis gunakan antara lain UU No. 30 Tahun 1990 tentang Arbitrase; Konvensi New York 1958; Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1982 dan peraturan-peraturan hukum lainnya yang berkaitan dengan pembatalan putusan arbitrase internasional. 2. Bahan Hukum Sekunder, yakni bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan ini sumber primer serta implementasinya. Bahan hukum sekunder yang penulis gunakan antara lain ialah; buku-buku; artikel-artikel dalam jurnal hukum;
14
3. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum, Dari bahan hukum yang sudah terkumpul baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, diklasifikasikan sesuai isu hukum yang akan dibahas. Kemudian bahan hukum diuraikan dan diteliti sehingga mendapatkan penjelasan secara sistematis. Pengolahan bahan hukum bersifat deduktif, yaitu menarik kesimpulan
yang
menggambarkan
permasalahan
secara
umum
ke
permasalahan yang khusus. Bahan hukum itu diolah dan diuraikan, kemudian Penulis
menganalisanya
(melakukan
penalaran
ilmiah)
dan
menyimpulkannya. Sehingga dapat terjawab isu hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. I. Sistematika Penulisan Untuk
lebih
mempermudah
pembahasan
dan
sistematis,
penulis
mengklasifikasikan penelitian yang akan disusun ke dalam lima bab, yaitu: BAB I :
PENDAHULUAN Yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode penelitian serta sumber Penelitian.
BAB II :
TINJAUAN UMUM TENTANG ARBITRASE INTERNASIONAL
Menjelaskan
mengenai
pengertian
arbitrase
dan
arbitrase
15
insternasional, sejarah munculnya arbitrase dan perkembangan di Indonesia, Perjanjian Arbitrase dan Kewenangannya. BAB III :
PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai Ketentuan Hukum Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional ditinjau dari Undangundang No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS dan ditinjau dari Hukum Perdata Internasional yang akan dikaitkan dengan asas-asas yang berlaku secara internasional.
BAB IV :
ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL (Studi Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 631/K/Pdt.Sus/2012) Dalam bab ini akan dianalisis perkara putusan sela oleh MA terkait kewenangan Pengadilan dalam Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Yaitu antara Harvey Nichols and Company Ltd, dengan PT Hamparan Nusantara dan PT Mitra Adiperkasa, Tbk. Pembahasan merupakan hasil kritisisasi UU No. 30/1999 tentang AAPS dengan mengaitkannya pada putusan hakim Mahkamah Agung dalam kaitannya pada Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional.
16
BAB V :
PENUTUP Pada bab penutup dimuat suatu kesimpulan dan saran, yaitu uraian kesimpulan dari hasil penelitian yang dapat diberikan terhadap permasalahan-permasalahan yang dibahas serta saran yang akan penulis sampaikan setelah melakukan penelitian ini.
17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARBITRASE INTERNASIONAL
A. Pengertian dan Perkembangan Arbitrase Internasional
Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu perkara perdata di luar pengadilan, umumnya yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.12 Pada dasarnya arbitrase merupakan perjanjian perdata dimana para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka, atau mungkin akan timbul di kemudian hari yang diputuskan oleh orang ketiga. Penyelesaian sengketa dilakukan oleh seorang atau beberapa orang wasit (arbitrator) yang bersama-sama ditunjuk oleh pihak yang berperkara, dengan tidak diselesaikan melalui pengadilan tetapi secara musyawarah menunjuk pihak ketiga dan dituangkan dalam salah satu bagian dari kontrak.13 Kata Arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu arbitrare yang berarti kekuasaan untuk
12
Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. 13
Joni Emirzon. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsolidasi, dan Arbitrase). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001. h. 97.
17
18
menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan.14 Dalam Islam arbitrase lebih dikenal dengan dengan istilah al tahkim, dan dalam hukum Islam istilah yang sepada dengan tahkim adalah ash-shulhu yang berarti memutus pertengkaran atau perselisihan.15 Dalam Hadist Riwayat An Nasa‟i, tentang dialog Nabi Muhammad dengan Abu Sjureich (sering juga dipanggil Abu al hakam):16 Nabi Muhammad: Sesungguhnya hakam itu adalah Allah dan kepadaNya lah dimintakan keputusan hukum. Mengapa kamu dipanggil Abu Al hakam? Abu Sjurech :
Sesungguhnya apabila kaumku bertengkar mereka akan datang kepadaku meminta Penyelesaian dan kedua belah pihak rela dengan putusanku itu.
Nabi Muhammad: Alangkah baiknya perbuatanmu itu!
Arbitrase pada dasarnya menggunakan konsep musyawarah, dan Islam sangat banyak membahas mengenai musyawarah. Salah satunya dalam firmanNya, Allah Swt menjelaskan bahwa:
14
Joni Emirzon. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsolidasi, dan Arbitrase). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001. h. 97. 15
Achmad Djauhari, Arbitrase Syariah di Indonesia, 2006, Jakarta: Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), h. 26. 16
Achmad Djauhari, Arbitrase Syariah di Indonesia, 2006, Jakarta: Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), h. 30.
19
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertakwallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”
Suatu arbitrase dianggap “Internasional” apabila para pihak pada saat dibuatnya perjanjian, yang bersangkautan mempunyai tempat usaha mereka (place of business) di negara-negara yang berbeda.17 Misalnya dalam suatu kerjasama, salah satu pihak memiliki Perusahaan di London. Dalam arti, perusahaan tersebut berdiri berdasarkan hukum di Inggris dan pihak lain memiliki Perusahaan di Indonesia. Jika terjadi perselisihan dan keduanya menyepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase, maka arbitrase ini tergolong arbitrase internasional.
17
Sudargo Gautama. Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia. Bandung: PT Eresco, 1989. h. 3.
20
Dalam sejarah perundang-undangan di negara Indonesia, aturan mengenai Arbitrase diatur dalam Buku Ketiga Reglemen Acara Perdata tentang Aneka Acara, yaitu pada Bab Pertama yang mengatur mengenai Putusan Wasit (Arbitrase) yang terdiri mulai dari Pasal 615-651. Sebagai pedoman aturan umum arbitrase yang diatur dalam Reglemen Acara Perdata, meliputi lima bagian pokok18: -
Bagian Pertama (615-623): Persetujuan arbitrase dan pengangkatan arbitrator atau arbiter
-
Bagian Kedua (624-630): Pemeriksaan di muka badan Arbitrase
-
Bagian Ketiga (631-640): Putusan Arbitrase
-
Bagian Keempat (641-647): Upaya-upaya terhadap putusan Arbitrase
-
Bagian Kelima (647-651): Berakhirnya acara-acara Arbitrase. Sumber hukum perdata zaman kolonial tidak mengatur sama sekali aturan
mengenai Arbitrase Internasional. “Seolah-olah, peraturan itu memencilkan bangsa Indonesia dari lingkungan kehidupan hubungan antarnegara di bidang arbitrase”.19
18
M. Yahya Harahap. Arbitrase (Ditinjau dari: Regelemen Acara Perdata (Rv), Peraturan Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award, PERMA No. 1 Tahun 1990). Jakarta: Sinar Grafika, 2006. h. 2. 19
M. Yahya Harahap. Arbitrase (Ditinjau dari: Regelemen Acara Perdata (Rv), Peraturan Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award, PERMA No. 1 Tahun 1990). Jakarta: Sinar Grafika, 2006. h. 3.
21
Beberapa landasan pelaksanaan arbitrase asing di Indonesia antara lain yaitu UU No. 5 Tahun 1968 yang merupakan persetujuan atas konvensi tentang penyelesaian perselisihan antar negara dan warganegara asing mengenai penanaman modal atau biasa disebut „Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other States‟. Konvensi ini lazim juga disebut World Bank Convention atau Konvensi Bank Dunia. Tujuan menetapkan persetujuan ratifikasi atas Konvensi ini bermaksud untuk mendorong dan membina perkembangan penanaman modal asing atau joint venture di Indonesia.20 Hal ini diupayakan, sebab Pemerintah Indonesia ingin memberikan suatu rasa aman dan kepercayaan kepada Investor asing bahwa, apabila terjadi sengketa penyelesaiannya dapat dibawa ke ranah forum arbitrase. Namun meskipun Indonesia telah meratifikasi Convention on the Recognition and Enforcment of Foreign Arbitral Award, namun dalam hal eksekusi putusan arbitrase asing masih memiliki kendala. Keppres No. 34 Tahun 1981 menunjukkan Pemerintah RI telah mengesahkan dan bergabung ke dalam Konvensi New York 1958. Namun kendala pelaksanaannya terjadi dikarenakan belum adanya dasar hukum mengenai pelaksanaan tersebut, karena itu Perma No. 1 Tahun 1990 merupakan jawaban terhadap tata cara pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing. Ketika 20
Yahya Harahap. Arbitrase (Ditinjau dari : Reglemen Acara Perdata (Rv), Peraturan Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), INCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, PERMA No. 1 Tahun 1990, Cet. Ke-3. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. h. 5.
22
unsur-unsur
mengakui
sudah
terpenuhi,
unsur
melaksanakan
eksekusi
(enforcement) yang masih belum dapat dilaksanakan. Pasalnya, sesuai dengan praktek hukum yang berlaku diperlukan lagi peraturan pelaksanaan tentang tata cara “exequatur”. Tanpa peraturan pelaksanaan, pengadilan Indonesia tidak dapat menilai dan mempertimbangkan dengan hukum atau ketertiban umum yang berlaku di Indonesia.21 Penyempurnaan dilakukan melalui undang-undang pelaksanaanya, yaitu Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penjelasan mengenai Arbitrase Internasional dapat dilihat dalam Pasal 1 dalam ketentuan umum butir 9 bahwa “Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase Internasional”.
B. Kekuatan Hukum Arbitrase Internasional (Choice of Forum, Choice of Law, Final and Binding) 1. Choice of Forum
21
Yahya Harahap. Arbitrase (Ditinjau dari : Reglemen Acara Perdata (Rv), Peraturan Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), INCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, PERMA No. 1 Tahun 1990, Cet: ke-3. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. h. 32.
23
Pilihan forum merupakan pilihan terhadap jurisdiksi lembaga atau badan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam rangka mengajukan tuntutan pengembalian hak terhadap pihak yang dianggap telah melanggar dan/atau merugikan pihak yang mengajukan tuntutan.22 Sedangkan dalam HPI (Hukum Perdata Internasional) yang dimaksud dengan pilihan hakim atau pilihan forum (Choice of Court, Choice of Forum) adalah pemilihan yang dilakukan terhadap instansi peradilan atau instansi lain yang oleh para pihak ditentukan sebagai instansi yang akan menangani sengketa mereka jika terjadi di kemudian hari.23 Pilihan forum memiliki beberapa prinsip yang berlaku antara lain:24 1. Prinsip kebebasan para pihak Kebebasan para pihak termasuk di dalamnya kebebasan untuk mengubah forum yang sebelumnya telah disepakati. Prinsip kebebasan
22
Erman Suparman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 50. 23
Sudargo Gautama. Hukum Perdata Internasiona Indonesial. Bandung: Alumni, 1989. h. 53-54. Para pihak di dalam suatu kontrak dapat menyepakati sebuah klausula yang isinya menentukan bahwa, apabila di kemudian hari timbul sengketa dari substansi kontrak yang mereka sepakati tersebut, sengketa dimaksud akan dibawa untuk diselesaikan oleh sebuah lembaga peradilan yang mereka pilih selain pengadilan negeri di Indonesia. Pilihan dapat dilakukan terhadap lembaga tempat penyelesaian sengketa yang ada, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.” Lihat juga Erman Suparman, Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012), h. 52. 24
Huala Adolf. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Cet: ke-II. Bandung: Rafika Aditama, 2008. h. 167-168.
24
para pihak dalam memilih forum ini pada prinsipnya adalah hukum yang mengikat. 2. Prinsip bonafid Kesepakatan para pihak harus dihormati dan dilaksanakan dengan iktikad baik. Penghormatan terhadap prinsip ini terletak pada penghormatan atas ekspektasi dan keyakinan para pihak bahwa forum yang dipilihnya adalah forum
yang netral
dan adil untuk
menyelesaikan sengketa, termasuk keahlian pengadilan di dalam menyelesaikan sengketa. 3. Prinsip prediktabilitas dan efektifitas Pilihan forum tidak boleh dilakukan secara sparodis. Pemilihan suatu forum harus didasarkan pada pertimbangan apakah forum yang akan menangani sengketa suatu kontrak dapat diprediksi kewenangannya dalam memutus sengketa. Selain itu perlu diperhatikan pula efektifitas putusan yang akan dikeluarkan dan kemungkinan akan ditaati dan dilaksanakan. 4. Prinsip jurisdiksi eksklusif Pilihan forum hendaknya tegas, eksklusif dan tidak menimbulkan jurisdiksi ganda. Di dalam perancangan kontrak internasional, tidak jarang para pihak mencantumkan lebih dari satu pilihan forum untuk menyelesaikan satu sengketa.
25
Pilihan forum arbitrase berawal dari adanya perjanjian atau kesepakatan yang memang sebatas persoalan perniagaan. Kompetensi forum arbitrase sebagai akibat adanya pilihan jurisdiksi melalui perjanjian arbitrase (agreement to arbitrate), baik melalui klausul arbitrase (arbitration clause) maupun melalui submission agreement, secara implisit diakui dan dinyatakan dalam artikel II ayat (3) Konvensi New York 1958. Bahwa pengadilan dari negara penandatanganan konvensi harus merujuk pada pihak ke forum arbitrase, menunjukkan betapa akibat adanya pilihan forum pengadilan negeri menjadi tidak berwenang memeriksa sengketa dimaksud, kecuali apabila ternyata dapat dibuktikan bahwa “... the said agreement is “null and void” inoperative or incapable of being performed”.25 Prof. Erman menjelaskan bahwa, negara kita menganut asas kebebasan berkontrak, karenanya klausula arbitrase mengikat secara mutlak terhadap para pihak yang membuatnya. Klausula arbitrase langsung melahirkan kompetensi absolut forum arbitrase sesuai pilihan para pihak. 2. Choice of Law Dalam mengantisipasi terjadinya sengketa, para pihak dapat melakukan pilihan hukum terkait klausul perjanjian yang mereka sepakati. Dalam
25
Erman Suparman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 68-69. Yang dimaksud yaitu apabila dalam kesepakatan memiliki adanya kehendak yang tidak bebas dalam menentukan persetujuan, maupun adanya penipuan dalam berjalannya suatu proses berarbitrase. Maka perananya, pengadilan negeri menjadi memiliki kewenangan dalam menangani perkara.
26
bukunya “Arbitrase Komersial Internasional”, Huala Adolf membagi dua jenis pilihan hukum yang dikenal dalam Hukum Perdata Internasional: Pertama, pilihan hukum secara tegas. Dalam hal ini memberitahukan secara jelas dalam kontrak yang biasanya memiliki klausul tersendiri, yaitu menyatakan menggunakan hukum mana dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Contohnya, untuk menyelesaikan perkara jual beli yang mungkin timbul antara perusahaan/pengusaha Amerika Serikat dengan pengusaha Indonesia. Maka dengan persetujuan bersama di dalam kontrak itu dicantumkan klausul tambahan. Misalnya saja dalam klausul itu ditentukan bahwa untuk perjanjian jual beli itu berlaku ketentuan hukum Indonesia.26 Kedua, pilihan hukum secara diam-diam. Yang dimaksud dalam pilihan hukum ini ialah para pihak tidak memilih hukum mana yang akan berlaku, tetapi pilihan hukum itu akan tampak melalui penafsiran terhadap isi kontrak atau dalam kehendak para pihak. Misalnya dalam dokumen kontrak itu, para pihak mengutip beberapa pasal hukum perdata Amerika Serikat. Maka secara tidak langsung tampak bahwa para pihak menginginkan kontrak itu tunduk pada hukum Amerika Serikat, sehingga apabila timbul sengketa di kemudian hari, maka hukum yang akan mengaturnya adalah hukum Amerika Serikat.27
26
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : Rajawali Pers, 1991. h. 44.
27
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : Rajawali Pers , 1991. h. 44.
27
Selanjutnya, apabila para pihak tidak memberikan petunjuk sama sekali, maka hakim yang menangani perkara harus mencari hukum yang paling tepat sesuai dengan fakta-fakta yang melekat pada para pihak yang saling mengikatkan janji maupun ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam perjanjian tersebut. Perjanjian arbitrase seperti halnya perjanjian hukum lainnya, hanya dapat dirubah atau ditambah oleh kedua belah pihak atau lebih dalam perjanjian.28 3. Final dan Binding Arbitrase memiliki asas final dan binding yang berarti putusan arbitase bersifat putusan akhir dan tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperti banding atau kasasi.29 Hal tersebut dituangkan dalam Pasal 60 UU AAPS “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak”. Padahal pada prakteknya asas ini tidak sesuai dengan kenyataan, nyatanya putusan arbitrase dapat dimintai pembatalan untuk putusan arbitrase nasional melalui
jalur
Pengadilan
Negeri.
Dan
penolakan
pengakuan
yang
mempengaruhi dapat dilakukan eksekusi atau tidaknya, melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pelaksanaan eksekuaturnya pun setelah memperoleh
28
Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Suatu Pengantar. BANI: PT Fikahati Aneska, 2011. h. 76. 29
Sudiarto dan Zaenani Asyhadie, Mengenal Arbitrase (Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis). Jakarta : PT Raja Grafindo, 2004. h. 32.
28
persetujuan dari Mahkamah Agung yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keterlibatan pengadilan di sini, patut dipertanyakan, terkait dengan prinsip kemandirian, final dan mengikatnya putusan arbitrase. Terlebih terhadap putusan arbitrase asing yang sangat terkait erat dengan prinsip timbal balik atau resiprositas (reciprocity principle).30 C. Pengakuan dan Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia Dalam hal pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase yang dibuat di luar negeri masih menjadi perdebatan. Pasalnya dalam suatu pengakuan dan pelaksanaannya, terkait dengan Arbitrase Internasional ini bukan hanya mengandalkan pengakuan terkait Konvesi New York 1958 saja, namun harus ada aturan yang bersifat nasional yang dibuat di masing-masing negara bersangkutan yang saling mengakui, sebagai aplikasi pelaksanaan dari putusan arbitrase internasional tersebut. Sebenarnya, timbulnya masalah ini merupakan refleksi dari peraturan atau konvensi internasional pada umumnya, termasuk Konvensi New York 1958, yakni bahwa konvensi internasional ini tidak mengatur peraturan-peraturan yang detail, namum hanya mengatur hal-hal pokoknya saja. Dalam lingkup nasional, konvensi ini ibarat undang-undang pokok yang pelaksanaannya dijabarkan
30
Erman Suparman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 147.
29
melalui Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, yang kesemuanya ini merupakan Implementating Legislation-nya.31 Mengacu pada Konvensi New York 1958 yang menjadi landasan bagi negara dalam melaksanakan „pelaksanaan keputusan arbitrase komersial internasional‟ di negara-negara yang saling meratifikasi, maka apabila diperhatikan Konvensi ini mengandung 16 Pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut ini:32 Pertama, konvensi ini menerapkan prinsip pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri dan menempatkan keputusan tersebut pada kedudukan yang sama dengan keputusan arbitrase luar negeri dan menempatkan keputusan tersebut pada kedudukan yang sama dengan keputusan peradilan nasional. Kedua, konvensi ini mengakui prinsip keputusan arbitrase yang mengikat tanpa perlu ditarik dalam pengambilan keputusannya. Ketiga, konvensi ini menghindari proses pelaksanaan ganda (double enforcement process). Keempat, Konvensi New York 1958 menyaratkan penyerderhanaan dokumentasi yang diberikan oleh pihak yang mencari pengakuan dan pelaksanaan konvensi, dalam hal ini hanya menyaratkan 2 dokumen saja untuk dapat melaksanakan suatu keputusan, yaitu dokumen keputusan yang asli atau kopinya yang sah dan dokumen perjanjian arbitrase yang asli atau kopinya yang sah (Pasal
31
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : PT Rajawali, 1991. h. 78.
32
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : PT Rajawali, 1991. h. 80.
30
IV). Prinsip kelima, Konvensi New York 1958 lebih lengkap, lebih komprehensif daripada hukum nasional pada umumnya. Secara garis besar Konvensi New York tidak hanya mengatur pada pelaksanaan saja (enforcement), namun juga mengenai pengakuan (recognition) terhadap suatu keputusan arbitrase meskipun tak ada pembahasan terkait pembatalan putusan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pasal dalam konvensi tersebut yang menerangkan mengenai pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase yaitu Pasal I, III dan V Konvensi New York 1958. Pasal I menjelaskan bahwa Konvensi berlaku untuk putusan-putusan arbitrase yang dibuat dalam wilayah suatu negara maupun negara lain, yang mana pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase itu diminta dan berlaku terhadap putusan-putusan arbitrase yang bukan domestik di suatu negara dimana pengakuan dan pelaksanaannya diminta. Pasal III menjelaskan mengenai kewajiban bagi setiap negara peserta untuk mengakui keputusan arbitrase yang dibuat di luar negeri mempunyai kekuatan hukum dan melaksanakannya sesuai dengan hukum (secara) nasional dimana keputusan tersebut akan dilaksanakan. Konvensi hanya menyebutkan saja tentang daya mengikat suatu keputusan dan tentang bagaimana pelaksanaan suatu keputusan dan tentang bagaimana pelaksanaan atau eksekusinya. Konvensi tidak mengatur siapa pihak yang berwenang untuk mengeksekusi keputusan tersebut. Pasal V menjelaskan
31
mengenai alasan-alasan yang dapat diajukan oleh para pihak untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan suatu keputusan arbitrase asing. Namun pada waktu itu Mahkamah Agung berpendapat, bahwa meskipun pemerintah RI telah mengaksesi Konvensi melalui Keppres No. 34 Tahun 1981, namun dengan adanya perundang-undangan tersebut tidak serta merta berarti bahwa keputusan arbitrase asing dapat dilaksanakan di Indonesia. Mahkamah berpendapat bahwa perlu adanya peraturan pelaksana dari Keppres tersebut agar pelaksanaan (eksekusi) keputusan arbitrase asing dapat dilaksanakan. Lengkapnya Mahkamah menyatakan sebagai berikut33: “Bahwa selanjutnya mengenai Keppres No. 34 Tahun 1981 tanggal 5 Agustus 1981 dan lampirannya tentang pengesahan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award sesuai dengan praktek hukum yang masih berlaku harus ada peraturan pelaksanaannya tentang apakah permohonan eksekusi putusan hakim arbitrase dapat diajukan langsung kepada Pengadilan Negeri, kepada Pengadilan Negeri yang mana, ataukah permohonan eksekusi diajukan melalui Mahkamah Agung dengan maksud untuk dipertimbangkan apakah putusan tersebut tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan ketertiban hukum Indonesia bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, permohonan pelaksanaan Hakim Arbitrase asing seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima”. Cairnya kevakuman pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing di Indonesia terjadi setelah MA mengeluarkan peraturannya, yaitu Perma No. 1 33
120.
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional, Cet: ke-3. Jakarta : PT Rajawali, 2002. h.
32
Tahun 1990. Pada tahun itu pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing dilakukan di bawah kewenangan Mahkamah Agung (Pasal 4). Namun kemudian dibentuknya UU AAPS No. 30 Tahun 1999 yang mana pelaksanaan eksekusi arbitrase asing dibahas melalui Pasal 67 “(1) Permohonan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat”. Maka, pelimpahan kewenangan mengenai eksekusi putusan arbitrase asing berada di bawah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terkecuali, jika terjadi penolakan pengakuan dan pelaksanaan maka dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam sejarahnya Mahkamah Agung pernah mengeluarkan putusan mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Asing yang terjadi pada tahun 1992 dimana terjadi sengketa mengenai kontrak Bulog antara Haryanto (Pengusaha Indonesia) dan Man (Pengusaha Inggris). Karena saat itu harga Bulog sedang melambung tinggi akhirnya Haryanto membatalkan perjanjian secara sepihak dan pihak Man merasa dirugikan akan hal tersebut sehingga mengajukan gugatan ke Badan Arbitrase di London sesuai kesepakatan dalam perjanjian. Namun Haryanto tidak mematuhi putusan Arbitrase tersebut dan mengajukan gugatan pembatalan kontrak tadi ke PN Jakarta Pusat dengan gugatan melanggar ketertiban umum. Baik PN Jakarta Pusat maupun Pengadilan Tinggi mengabulkan gugatan tersebut, saat naik banding pihak Man meminta
33
pelaksanaan putusan arbitrase London dan MA mengabulkan Permohonan tersebut. Pada tanggal 14 Desember 1992, Majelis Hakim diketuai oleh Prof. Bustanil Arifin menolak kasasi Man. Keputusan tersebut menyatakan penetapan exequatur tadi tidak bisa dilaksanakan. Alasannya, penetapan tersebut hanya bersifat tittel eksekuatur saja, yang belum merupakan perintah (prima facie). Sedangkan pelaksanaan putusan menurut Majelis, tetap harus tunduk kepada hukum acara Indonesia.34 Dari kasus ini dapat dilihat bahwa alasan kepentingan umum dipakai sebagai alasan suatu pembatalan putusan arbitrase.
34
127.
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional,Cet: ke-3 . Jakarta : PT Rajawali, 2002. h.
34
Bab III Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional
A. Ditinjau dari Undang-undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa No. 30 Tahun 1999 (UU AAPS) Arbitrase merupakan lembaga yang paling umum digunakan untuk menyelesaikan sengketa komersial dalam lingkup transaksi bisnis domestik maupun bisnis internasional. Dalam hal ini lembaga peradilan diharuskan menghormati lembaga arbitrase. Kewajiban pengadilan tersebut ditegaskan dalam Pasal 3 juncto Pasal 11 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.35 M. Yahya Harahap kurang setuju mengenai hal ini. Menurutnya yang dikaitkan dengan yurisdiksi arbitrase dan pengadilan yang digariskan Pasal 3 dan 11 menimbulkan kecenderungan yang keliru. “Terdapat kecenderungan penerapan
yurisdiksi
arbitrase
secara
generalisasi
dan
absolut,
tanpa
memperhatikan rumusan klausul yang disepakati dalam perjanjian”.36
35
Gatot Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia, 2006. h. 70.
36
M. Yahya Harahap. “Beberapa Cacatan Yang Perlu Mendapat Perhatian Atas UU. 30 Tahun 1999”, Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21, Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 16. Dalam tulisannya M. Yahya Harahap menerangkan bahwa bentuk klausula yang bersifat umum yang disepakati dalam perjanjian. Para pihak sepakat agar para pihak sepakat agar segala atau setiap disputes yang terjadi atau yang timbul dari perjanjian, akan
34
35
Artinya, ketentuan Pasal 3 dan Pasal 11 telah membentuk kecenderungan penerapan klausula arbitrase secara generalisasi dan absolut berbentuk klausul umum, sehingga setiap klausula yang diperjanjikan otomatis melahirkan yurisdiksi absolut arbitrase untuk menyelesaikan segala atau setiap sengketa yang terjadi dari perjanjian. Padahal di sisi lain, hukum tidak hanya mengakui dan membenarkan bentuk klausula umum saja, tetapi juga bentuk klausula yang bersifat enumeratif atau parsial secara terbatas untuk jenis sengketa tertentu saja. Dalam bentuk klausula yang bersifat rinci (enumeratif) dan parsial atau terbatas, harus ditegakkan penerapan yurisdiksi secara terbatas untuk jenis sengketa tertentu saja. Dalam bentuk klausula yang enumeratif dan parsial, harus ditegakkan penerapan yurisdiksi secara terpisah dan mendua:37 -
Yang menjadi yurisdiksi arbitrase hanya terbatas sepanjang jenis sengketa yang disebut dalam klausula;
-
Sebaliknya segala sengketa yang timbul di luar ruang lingkup yang disebut dalam klausula arbitrase, mutlak menjadi yurisdiksi PN.
Keterangan mengenai kelemahan pasal UU Arbitrase tersebut apabila dilihat pada pasal-pasal lain memiliki beberapa kelemahan yang hampir sama. Salah satunya pasal mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase. diselesaikan oleh arbitrase. Sedangkan absolut dalam pasal tersebut, menerangkan bahwa sengketa apa saja yang timbul dari perjanjian menjadi mutlak yurisdiksi arbitrase untuk menyelesaikannya. 37
M. Yahya Harahap. “Beberapa Cacatan Yang Perlu Mendapat Perhatian Atas UU. 30 Tahun 1999”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 18.
36
Dalam pasal yang menyinggung mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase, yaitu dijelaskan pada Bab VII di Pasal 70 hingga Pasal 72. Isi dalam bab tersebut mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase dan tidak dijelaskan diperuntukkan untuk putusan arbitrase mana yang dapat dibatalkan. Sebelumnya patut diperhatikan perbedaan mengenai Pembatalan dan Penolakan. Dari segi bahasa Inggris Pembatalan diistilahkan sebagai annulment atau set aside, sementara Penolakan dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai refusal. Dalam hal ini, Pembatalan dan Penolakan dapat dilihat dari konsekuensi hukumnya. Pembatalan putusan berakibat pada dinafikannya (seolah tak pernah dibuat) suatu putusan arbitrase, dan Penolakan putusan arbitrase oleh pengadilan tidak berarti menafikan putusan tersebut.38 Pasal 65 menjelaskan”Yang berwenang menangani masalah Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat”.
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Pusat
merupakan
tempat
penyelenggaraan pendaftaran terkait dengan pengakuan putusan arbitrase asing, dan hal tersebut merupakan yurisdiksi yang kewenangannya diberikan melalui Perma No. 1 Tahun 1990 dan diperkuat lagi melalui UU No. 30 Tahun 1999. Kemudian sebatas mana Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berhak atas pengakuan dan pelaksanaan tersebut diatur kemudian di dalam pasal selanjutnya.
38
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 68.
37
Keterkaitan kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional, dijelaskan di dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS juga tidak secara jelas menerangkan arbitrase nasional maupun arbitrase Internasional. Para penegak hukum pun masih banyak yang keliru menerapkan bunyi pasal ini. Adanya
indikasi
bahwa
aturan
pembatalan
putusan
arbitrase
diperuntukkan untuk putusan arbitrase nasional, terlihat pada pengaturan tentang pengadilan yang berwenang untuk menerima pendaftaran putusan arbitrase. Dalam hal pelaksanaan terhadap Putusan Arbitrase Internasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 dan 67 ayat (1), pembentuk UU menunjuk secara eksklusif „Pengadilan Negeri Jakarta Pusat‟. Sementara dalam pembatalan putusan arbitrase, sebagaimana diatur dalam Pasal 70 dan 71, tidak dilakukan secara eksklusif di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melainkan bisa didaftarkan di panitera „Pengadilan Negeri‟.39 Hal
tersebut
menerangkan
bahwa
pembatalan
putusan
arbitrase
Internasional tidak diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999. Dalam praktiknya Pengadilan Indonesia pernah membatalkan Putusan Arbitrase Internasional, yaitu pada Kasus Karaha Bodas Company (KBC). Dimana PN Jakarta Pusat
39
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 71.
38
menyatakan bahwa dirinya memiliki kompetensi untuk membatalkan Putusan Arbitrase Jenewa. Sengketa ini bermula dengan ditandatanganinya perjanjian Join Operation Contract (JOC) pada tanggal 28 Nopember 1994. Pada tanggal yang sama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di satu pihak dan Pertamina serta KBC menandatangani perjanjian Energy Supply Contract (ESC). Perjanjian kerjasama ini bertujuan untuk memasok kebutuhan listrik PLN dengan memanfaatkan tenaga panas bumi yang ada di Karaha Bodas, Garut, Jawa Barat. Dalam perjalanannya proyek kelistrikan ini ditangguhkan oleh Pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1997 tertanggal 20 September 1997. Dampak penangguhan adalah kerjasama Pertamina dengan KBC tidak dapat dilanjutkan.40 Secara garis besar, kesimpulannya Pertamina tidak mau melaksanakan putusan Arbitrase Jenewa tersebut dan berusahan menolakan putusan Arbitrase melalui berbagai cara. Salah satunya yaitu melakukan penolakan ke pengadilanpengadilan di negara-negara dimana KBC meminta untuk dilakukan eksekusi. Bahkan Pertamina bukan hanya melakukan upaya hukum dengan menolak putusan tersebut, tetapi melakukan permohonan pembatalan putusan Arbitrase yang dilakukan di Pengadilan Indonesia.
40
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 69.
39
Pada tanggal 14 Maret 2002 Pertamina secara resmi mengajukan gugatan pembatalan Putusan Arbitrase Jenewa kepada PN Jakarta Pusat. Sebelum diajukannya gugatan pembatalan ini, Pertamina pada tanggal 8 Maret 2002 telah menyerahkan dan mendaftarkan Putusan Arbitrase Jenewa ke PN Jakarta Pusat.41 Seperti telah diutarakan bahwa pada prinsipnya dalam pemberian eksekuatur Ketua Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa dan menilai benar tidaknya materi putusan arbitrase. Akan tetapi, terhadap prinsip tersebut dikenal ada pengecualian. Setidaknya ada dua hal yang dikecualikan, sehingga dalam rangka melakukan eksekuatur KPN Jakarta Pusat boleh menilai segi-segi materi putusan arbitrase. Pertama, apakah materi putusan arbitrase tidak melampaui batas yang dibenarkan hukum dan perundang-undangan. Kedua, apakah putusan arbitrase tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum (public policy).42 Materi putusan arbitrase dianggap melampaui batas yang dibenarkan hukum dan perundang-undangan apabila forum arbitrase telah memeriksa dan memutus kasus-kasus sengketa yang secara mutlak tidak termasuk jurisdiksi arbitrase. Sedangkan yang berkaitan dengan persoalan ketertiban umum (public policy), penilaian dilakukan terhadap setiap putusan arbitrase internasional yang 41
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 70. 42
Erman Suparman. Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 190, Lihat juga pada Pasal V (2) Konvensi New York 1958.
40
dimintakan untuk dieksekusi di Indonesia, apakah putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum atau tidak.43 Hal ini diatur dalam Pasal 62 UU No. 30 Tahun 1999. Perlu diketahui sebelumnya, bahwa indikator mengenai ketertiban umum tidak dinyatakan jelas sebatas mana ketertiban umum itu dapat tercederai atau tidak. Ketertiban umum yang dimaksud ialah “rem” yang dipergunakan untuk menjauhkan keberlakuan Hukum Asing yang seharusnya dipergunakan oleh ketentuan Hukum Perdata Internasional Indonesia. Diberlakukan hukum asing oleh Hakim Indonesia, tidak boleh sampai berakibat dilanggarnya atau tercederanya sendi-sendi hukum negara kita sendiri.
B. Ditinjau dari Hukum Perdata Internasional Hukum Internasional bukanlah hukum yang bersumber dari Internasional, melainkan hukum negara yang melewati perbatasan negara dan subjek hukum berbeda negara.44 Pengertian “Internasional” pada istilah Hukum Perdata Internasional (Private International Law, International Privatrecht, droit International Prive) di sini bukan diartikan sebagai “Internasiones” bukan berarti
43
Erman Suparman. Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 190-191. 44
Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)Suatu Pengantar. BANI: PT Fikahati Aneska, 2011. h. 59.
41
bahwa sumber Hukum Perdata Internasional adalah Internasional. Sebaliknya sumber HPI adalah nasional belaka.45 Karena Hukum Perdata Internasional bersumber pada masing-masing hukum nasional suatu negara, maka tak jarang terjadi benturan hukum ketika suatu negara satu dengan negara yang lainnya memiliki ketersinggungan yang menyebabkan suatu hukum harus dilaksanakan terhadap subjek hukum tersebut. Negara merupakan salah satu pihak yang terkait dalam kontrak Internasional, yaitu suatu subjek hukum yang disebut juga sebagai subjek hukum yang sempurna. Negara memiliki kedaulatan, berdaulat penuh atas wilayahnya, memiliki yurisdiksi eksklusif atas orang termasuk badan hukum, benda-benda dan peristiwa hukum yang terjadi di wilayahnya. Konsep-konsep negara sebagai subjek hukum yang sempurna hanya dapat dijelaskan oleh hukum Internasional.46 Dalam Pasal 1 UNCITRAL Rule menyimpulkan bahwa suatu arbitrase adalah internasional, jika meliputi syarat-syarat berikut ini 47: a. Pihak yang membuat klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase pada saat membuat perjanjian itu mempunyai tempat usaha di negaranegara yang berbeda. 45
Sudargo Gautama. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, 1967. Bandung: Binacipta. h. 3. 46
Huala Adolf. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung: PT Resika Aditama, 2008. h. 12. 47
Sudiarto dan Zaeni Asyhadie. Mengenal Arbitrase (Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004. h. 131-132.
42
b. Jika tempat di mana akan dilakukannya arbitrase (yang ditentukan dalam perjanjian arbitrase) terletak di luar negara tempat usaha para pihak, meskipun tempat usaha para pihak masih dalam satu negara. c. Tempat dari objek perjanjian terletak di luar wilayah negara dimana para pihak memiliki usahanya. d. Para pihak menyetujui secara tegas, bahwa objek perjanjian arbitrase mereka ini berhubungan dengan lebih dari satu negara. Keterikatan arbitrase dan pengadilan juga berlaku di dunia Internasional, dimana sebagian besar pengadilan menghormati ketentuan yang ada dalam klausul arbitrase. Disini, agar sebuah arbitrase Internasional dapat bekerja secara efektif, pengadilan-pengadilan nasional dan kedua belah pihak yang bersengketa harus mengakui dan mendukung arbitrase. Namun bukan berarti apabila suatu negara mengakui dan mendukung putusan arbitrase, negara tersebut lantas kehilangan jati dirinya dalam memperjuangkan kedaulatan negaranya sendiri, dalam arti mempertahankan aturan-aturan yang berlaku di Inonesia. Dalam kegiatan bisnis internasional terdapat dua alasan mengapa pengadilan merupakan sistem yang penting dalam proses kelangsungan arbitrase, yaitu:48 Pertama, putusan arbitrase harus dapat dilaksanakan melalui sistem peradilan negara tersebut. Jadi, di mana pun arbitrase diputuskan, maka negara tersebut patut mengakuinya dan memprosesnya sesuai dengan ketentuan hukum
48
Gatot Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia, 2006. h. 73.
43
yang berlaku di negara bersangkutan, baik itu terkait dengan menyalahi aturan suatu negara tersebut atau tidak, ataupun mencederai nilai-nilai ketertiban umum. Arbitrase harus diproses sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Jadi, tak perlu ada pembedaan dapat dilakukannya gugatan pembatalan atau tidak, sedangkan untuk persoalan keputusan harus diputus sesuai dengan UU bertentangan atau tidak. Kedua, klausul arbitrase hendaknya secara tegas menyatakan bahwa para pihak setuju atas yurisdiksi setiap pengadilan yang berkompeten terhadap pelaksanaan setiap putusan. Pencantuman klausula tersebut sangat penting meskipun Konvensi New York 1958 telah memberikan jaminan atas pelaksanaan putusan arbitrase di banyak yurisdiksi nasional. Dengan demikian, jika salah satu pihak menang melalui proses arbitrase (di mana pun itu dilakukan), maka ia yakin bahwa pengadilan nasional di setiap negara akan bersedia melaksanakan putusan arbitase, jika putusannya tak menyalahi aturan di negara yang dimohonkan eksekusi. Pengadilan memiliki peran dalam arbitrase yang dilakukan sebelum, saat dan sesudah dilakukannya proses berarbitrase. Konvensi New York Tahun 1958 sendiri mengaturnya dalam Pasal 2 ayat (3) yang berisikan rumusan sebagai berikut: “The court of a contracting state, when seized of an action in a matter in respect of which the parties have made an agreement within the meaning of this
44
article, shall, at the request of one of the parties, refer the parties to arbitration, unless it finds that the said agreement is null and void, inoperative or incapable of being performed ” Ketentuan tersebut pada intinya memberikan arti bahwa pengadilan dari negara-negara yang ikut meratifikasi Konvensi ini, yang telah mengikatkan dirinya untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi melalui Arbitrase, wajib menyerahkan kewenangan tersebut kepada forum arbitrase, kecuali ditemukan bahwa perjanjian tersebut tidak sah atau mengandung suatu cacat hukum.49 Hal ini terkait dengan kewenangan lembaga arbitrase yang dipilih dalam penyelesaian sengketa dan tercantum dalam perjanjian, menurut Konvensi pengadilan tidak memiliki kewenangan dalam menyelesaikan sengketa apabila dalam klausula perjanjian mereka memilih arbitrase sebagai lembaga untuk penyelesaian sengketa tersebut. Kemudian bagaimana dengan asas yang menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan apapun, justru hal ini yang dapat mencederai rasa keadilan bagi para pihak. Perlu diketahui terlebih dahulu apa saja kewenangan pengadilan suatu negara
terhadap
keputusan
arbitrase
internasional.
Selain
pengakuan,
pelaksanaan (exequatur) pengadilan juga memiliki kewenangan pembatalan. Terkait dengan pengakuan dan pelaksanaan hal tersebut diatur dalam Pasal V
49
Gunawan Widjaja dan Michael Adrian. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis (Peran Pengadilan Dalam Penyelesaian Sengketa Oleh Arbitrase). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. h. 60.
45
Konvensi New York 1958, menjelaskan mengenai alasan-alasan yang dapat diajukan oleh para pihak untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan suatu keputusan arbitrase asing. Apabila dikaitkan dengan pembatalan putusan, hal ini diatur dalam Pasal V (1) (e) Konvensi New York 1958 yang menjelaskan bahwa “The award has not yet become binding on the parties, or has been set aside or suspended by a competent authority of the country in which, or under the law of which, that award was made” Maka apabila ditafsirkan competent authority yang dapat melakukan pembatalan putusan arbitrase adalah pengadilan dari negara di mana putusan arbitrase itu dibuat. Sedangkan dalam Pasal III Konvensi New York 1958 juga diterangkan mengenai kandungan asas jus sanguinis atau “asas personalitas” yang menentukan, pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing dijalankan menurut tata cara hukum acara yang berlaku di negara mana eksekusi dimohon. Ketentuan ini menunjukkan bahwa, eksekusi putusan arbitrase asing yang hendak dijalankan di Indonesia haruslah mengikuti aturan hukum acara yang berlaku di Indonesia, yaitu KUHPerdata. Karenanya seperti yang diketahui sebelumnya mengenai kewenangan pengadilan baik hal tersebut dinyatakan jelas dalam Konvensi maupun UU No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS, merupakan aplikasi dari ratifikasi konvensi tersebut. Sehingga kewenangan pengadilan terhadap putusan arbitrase internasional yaitu
46
diperlakukan sama dengan kewenangan hukum acara yang sudah berlaku di negara Indonesia, karena bagaimanapun juga suatu putusan arbitrase harus dihargai sebagai putusan yang final dan mengikat antara para pihak. Hal ini merupakan suatu wujud konsistensi kesepakatan dan penghormatan terhadap hukum positif di Indonesia.
47
Bab IV Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung No. 631/K/Pdt.Sus/2012
Dalam bab ini, akan dibahas mengenai pelaksanaan putusan Mahkamah Agung mengenai pembatalan putusan arbitrase asing, yang kemudian penulis kaitkan dengan Hukum Perdata Internasional serta Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. A. Posisi Kasus Dalam putusan Mahkamah Agung No. 631/K/Pdt.Sus/2012 yaitu antara Harvey Nichols and Company Limited melawan PT Harapan Nusantara dan PT Mitra Adiperkasa, Tbk, melibatkan tiga pihak. Para pihak yang dimaksud adalah:50 Pemohon: Harvey Nichols Company Limited, yang berkedudukan di 109/125 Knightsbridge, London SW1X 7 RJ, Inggris. Pemohon dahulu merupakan Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam hal ini diwakili kuasa hukum A Karim, SH, LL.M, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon). Termohon: PT. Harapan Nusantara yang berkedudukan di Wisma 46- Kota BNI Lantai 45, Jalan Jendral Sudirman Kav.1, Jakarta Pusat dan PT Mitra Adi Perkasa, Tbk 50
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor: 631/K. Pdr.Sus/2012. (Tanggal: 27 Desember 2012). h. 1.
47
48
yang berkedudukan di Wisma Kota BNI lantai 8, Jalan Jendral Sudirman Kav.1, Jakarta Pusat. Termohon dahulu merupakan Penggugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan dalam hal ini diwakili kuasa hukum Joni Aries Bangun, SH, MM, MH., (selanjutnya disebut sebagai Termohon).
Harvey Nichols and Company Limited merupakan sebuah perusahaan retail yang melakukan suatu perjanjian kerjasama dengan PT Mitra Adi Perkasa dan PT Hara pan Nusantara melalui perjanjian Lisensi Eksklusif (Exclusive License Agreement).51 Perjanjian tersebut juga mengatur pembayaran royalti, atau keuntungan yang dibagi kepada pemilik merk, sesuai dengan kesepakatan di awal yang telah disetujui pada tanggal 23 Januari 2007. Selain itu, perjanjian juga mengatur mengenai jaminan yang dikeluarkan oleh pemegang hak merk, sehingga memberikan suatu kenyamanan dalam mengembangkan bisnisnya. Namun kedua hal tersebut diciderai oleh pihak PT Mitra Adi Perkasa dan PT Harapan Nusantara. Keduanya telah lalai dalam melunasi pembayaran royalti yang menurut Harvey Nichols and Company Limited, mereka telah meraup keuntungan yang sangat besar dari bisnis retail dengan menggunakan brandbrand milik Harvey Nichols tersebut. 51
Dalam perjanjian tersebut, dimaksudkan dengan perjanjian pemberian izin dari pemegang hak atas kekayaan intelektual yang diberi perlindungan guna menikmati manfaat ekonomi. Yaitu, jangka waktu tertentu dan syarat tertentu seperti hak paten, hak merk, hak cipta, hak desain industri, hak atas rahasia dagang dan hak desain tata letak sirkuit terpadu.
49
„Tidak melaksanakan suatu perbuatan‟ atau wanprestasi inilah yang melatarbelakangi pihak PT Harapan Nusantara dan PT Mitra Adi Perkasa digugat ke Arbitrase di Chartered Institution of Arbitrators, Inggris. Hal ini sesuai dengan klausul dalam Perjanjian Lisensi Eksklusif, bahwa keduanya telah sepakat untuk menyerahkan sengketa ke ranah arbitrase di London. Namun setelah tiga kali dipanggil oleh Arbiter, Termohon tidak hadir. Pemeriksaan perkara karenanya dilakukan tanpa kehadiran pihak Termohon. Setelah pemeriksaan, putusan arbitrase pun dikeluarkan oleh arbiter pada tanggal 8 September 2010. Isi putusan tersebut antara lain :52 1. Menetapkan bahwa Termohon kedua melanggar perjanjian; 2. PT Mitra Adi Perkasa dan PT Harapan Nusantara atas tindakannya merugikan Pemohon dan menimbulkan pelanggaran material dari perjanjian oleh masing-masing mereka; 3. Termohon dan masing-masing mereka secara bersama-sama dan sendirisendiri membayar kepada Pemohon sejumlah £971,524.26 bersama dengan bunganya sebesar 4% setiap tahunnya, berlipat setiap tiga bulannya, dari 1 Juni 2010 hingga pembayaran; 4. Termohon dan masing-masing mereka secara bersama-sama dan sendirisendiri membayar kepada Pemohon lebih lanjut sejumlah US$ 35.000 52
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor : 631/K/Pdt.Sus/2012. (Tanggal: 27 Desember 2012). h. 9-8.
50
sebagai kerugian yang ada hingga dan termasuk 31 Agustus 2010 untuk pelanggaran para Termohon dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta; 5. Pemohon (Harvey Nichols and Company Limited) berhak untuk ganti rugi sehubungan dengan tiap kerugian yang diderita setelah 31 Agustus 2010 sebagai akibat dari pelanggaran para Termohon atas perjanjian dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta; 6. Para Termohon dan masing-masing mereka untuk dengan segera membuat Barclays Bank Plc atau Bank Internasional besar lainnya dengan kedudukan yang sama yang diterima oleh Pemohon untuk menerbitkan surat jaminan kedua yang isinya dalam bentuk yang dikemukakan dalam Bagian 2, Lampiran 2 Perjanjian untuk Pemohon sejumlah US$ 3 juta; 7. Para Termohon dan masing-masing mereka secara bersama-sama dan sendiri-sendiri untuk membayar kepada Pemohon sejumlah £45,000 sehubungan dengan biaya-biaya arbitrase Pemohon; 8. Termohon harus membayar biaya-biaya jasa arbiter yang ditetapkan sejumlah £12,175 ditambah PPN apabila berlaku (termasuk biaya-biaya putusan atas yursidiksi), bersama-sama dengan pengeluaran-pengeluaran sebesar £340.75; dan bahwa apabila Pemohon harus membayar biayabiaya jasa dan pengeluaran-pengeluaran tersebut sebelumnya, diberikan hak untuk penggantian segera oleh para Termohon;
51
Dalam proses pemeriksaan Arbitrase berlangsung, PT Mitra Adi Perkasa dan PT Harapan Nusantara melakukan “perlawanan”. Mereka menggugat Harvey Nichols Company di PN Jakarta Selatan pada tanggal 13 Juli 2010 untuk pembatalan Perjanjian. Dengan gugatan, perjanjian tersebut bukanlah Perjanjian Lisensi Eksklusif, melainkan perjanjian „waralaba‟. Karena di dalamnya tidak hanya membahas pemberian izin dari pemegang hak kepada pihak lain untuk menggunakan suatu hak kekayaan intelektual saja, tetapi juga hak khusus atas ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa. Kemudian pada tanggal 13 Desember 2010, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengeluarkan putusannya sebagai berikut:53 1. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan Lisensi Eksklusif Agreement melanggar dan bertentangan dengan hukum di Indonesia; 2. Menyatakan batal sejak semula (batal demi hukum) dan tidak sah karenanya tidak berkekuatan hukum Perjanjian Lisensi Eksklusif (Axclusive License Agreement) antara HNC dan PT HN & PT MAP tanggal 23 Januari 2007 dengan segala akibat hukumnya; 3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian para Penggugat yang seluruhnya berjumlah Rp. 191.290.659.369 ditambah bunga 6% per tahun dari jumlah tersebut, terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap sampai dibayar lunasnya ganti kerugian tersebut oleh Tergugat kepada para Penggugat; 53
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan Nomor: 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel. “Tentang Pertimbangan Hukum”, (Tanggal: 13 Desember 2010). h. 71-81.
52
Kemudian, pasca pengakuan Putusan Arbitrase Asing (IDRS 129100009) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, PT Mitra Adiperkasa dan PT Hamparan Nusantara mengajukan gugatan pembatalan putusan arbitrase asing tersebut di PN Jakarta Pusat. Dalam permohonan pembatalannya, Pemohon membangun argumen hukum dengan mengacu pada kasus KBC.54 Di mana pada tanggal 14 Maret 2002 Pertamina secara resmi mengajukan gugatan Pembatalan Putusan Arbitrase Jenewa kepada PN Jakarta Pusat. Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pembatalan tersebut. Namun sesuai kewenangannya, PN Jakarta Pusat tidak mengabulkan permohonan Penggugat. Sehingga pada tahap ini Harvey Nichols and Company Limited memenangkan perkara. Kemenangan tersebut tidak membuat serta merta Pihak Harvey Nichols and Company Limited merasa puas, sehingga melakukan gugatan kasasi ke Mahkamah Agung. Gugatannya mengacu pada Putusan Sela yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 20 maret 2012, yang isinya sebagai berikut :55
54
Di mana pada tanggal 30 April 1998 KBC memasukkan gugatan ganti rugi ke Arbitrase Jenewa sesuai dengan tempat penyelesaian sengketa yang dipilih oleh para pihak dalam JOC (Joint Operation Contract). Pada tanggal 18 Desember 2000 Arbitrase Jenewa membuat putusan agar Pertamina dan PLN membayar ganti rugi kepada KBC, kurang lebih sebesar US$ 270,000,000. Namun Pertamina tidak bersedia melaksanakannya. 55
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor : 631/K/Pdt.Sus/2012,(Tangal: 27 Desember 2012). h. 30.
53
1) Menolak eksepsi kompetensi absolut Tergugat; 2) Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini; 3) Memerintahkan kepada pihak yang berperkara untuk melanjutkan pemeriksaan hingga putusan akhir; 4) Menangguhkan putusan biaya perkara hingga putusan akhir; Dalam putusan tersebut Harvey Nichols Company and Limited mengajukan upaya hukum lanjutan, yaitu dengan menunjukkan adanya ketidak konsistenan Judex Facti, dalam menguraikan pertimbangan hukum dengan putusan sela yang dikeluarkan. Yaitu pada butir 2, “Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini”. Meskipun dalam putusan akhirnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan gugatan pembatalan tidak dapat diterima dan menghukum Penggugat dalam hal ini PT Hamparan Nusantara dan PT Mitra Adiperkasa untuk membayar biaya perkara.
B. Isi Putusan Mahkamah Agung Pada tanggal 27 Desember 2012 Mahkamah Agung mengeluarkan putusan dengan mempertimbangkan, bahwa Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional tidak diatur dalam perjanjian Internasional, yaitu New York Convention 1958
54
yang menjadi acuan dan dasar pelaksanaan putusan arbitrase asing tersebut.56 Oleh sebab itu, Pengadilan Nasional suatu Negara tidak mungkin dapat membatalkan Putusan Arbitrase Internasional. Konvensi memang menjelaskan aturan mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Yaitu dengan menyerahkannya kepada masing-masing Negara peserta Konvensi, untuk menentukan sendiri kriteria dan dasar yang digunakan sebagai alasan pembatalan putusan arbitrase. Dan patut diketahui bahwa, hanya di Negara di mana arbitrase diputuskanlah yang dapat membatalkan putusan arbitrase asing tersebut. Sehingga sebagaimana pertimbangan Konvensi New York 1958, jelas bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang. Selain itu, dengan pertimbangan bahwa gugatan dilakukan atas dasar inkonsistensi Judex Facti dalam mengeluarkan Putusan Sela. Majelis Hakim Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang antara lain:57 1. Mengabulkan permohonan kasasi Harvey Nichols and Company Limited; 2. Membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst;
56
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor : 631/K/Pdt.Sus/2012,(Tanggal: 27 Desember 2012). h. 36. 57
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor : 631/K/Pdt.Sus/2012,(Tanggal: 27 Desember 2012). h. 37.
55
3. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili gugatan pembatalan putusan Arbitrase Internasional atas putusan IDRS 129100009; 4. Menghukum para Termohon Kasasi/para Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
Namun yang patut dipertanyakan adalah bagaimana kedudukan hukum, putusan kasasi yang dilontarkan oleh Mahkamah Agung ini, apabila dikontradiktifkan
dengan
undang-undang
yang
membahas
mengenai
kewenangannya Pengadilan. Kemudian terkait dengan ketentuannya dalam hukum acara mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional.
C. Analisis Putusan Hakim 1. Menurut Konvensi New York 1958 dan Hukum Perdata Internasional Konvensi New York 1958 diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 pada tanggal 5 Agustus 1981. Dengan demikian Konvensi ini telah menjadi dasar hukum yang berlaku secara nasional. Namun, upaya ratifikasi Konvensi New York 1958 ternyata belum memberikan jalan keluar
56
dari masalah yang selama ini menghambat pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia.58 Perkara dalam putusan ini merupakan putusan yang termasuk ke dalam ruang lingkup Hukum Perdata Internasional (HPI). Sebagaimana dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengenai AAPS, di Pasal 1 butir 9 menjelaskan bahwa “Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional”. Ketentuan ini sesuai dengan ciri-ciri putusan arbitrase IDRS 129100009, yaitu bersifat transnasional. Antara perusahaan yang berdiri menggunakan hukum di Indonesia (PT Mitra Adiperkasa, Tbk dan PT Harapan Nusantara) melawan perusahaan yang berdiri berdasarkan hukum Inggris yaitu (Harvey Nichols and Company Limited), sehingga secara status personal hubungannya menyentuh pada aspek Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional memiliki ciri khas dan titik paut dalam menetapkan „Prinsip Hukum Perdata Internasional‟ tersebut, antara lain; titik taut dalam HPI di negara-negara Eropa Kontinental lebih mengedepankan 58
Eman Suparman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 199.
57
segi personalitas daripada hukum. Sebaliknya, titik-titik taut dalam HPI di negara-negara Anglo-Saxon lebih mengedepankan segi teritorial daripada hukum. Menurut sistem domisili yang mengedepankan segi teritorialitas daripada hukum, maka semua hubungan yang berkenaan dengan permasalahan perorangan (individu), kekeluargaan, warisan, singkatnya: “Status Personil”, ditentukan oleh domisilinya.59 Kemudian diprioritaskannya kuasa teritorial daripada hukum di sesuatu negara, mengakibatkan semua orang yang berada di dalam wilayah suatu negara dianggap takluk di bawah hukum Negara itu. Sedangkan dalam menetapkan penggunaan hukum yang dipakai, ialah harus dilihat dari Pilihan Forum. Dalam penjelasan di bab sebelumnya, yaitu bab II telah diterangkan bahwa pilihan forum ialah pilihan terhadap jurisdiksi lembaga atau badan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, dalam rangka mengajukan tuntutan pengembalian hak terhadap pihak yang dianggap telah melanggar dan/atau merugikan hak para pihak yang mengajukan tuntutan. Sehingga perlu diketahui bahwa, hubungan antara pihak penggugat dan pihak tergugat merupakan hubungan Perdata Internasional.
59
Sudargo Gautama. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Bina Cipta. h. 54.
58
Ketika membahas mengenai Perdata Internasional bukanlah hukumnya yang bersifat Internasional, tetapi hubungannya yang bersifat Internasional. Hubungan Internasional ini adalah hubungan hukum yang terjadi melawan lintas batas negara, bukan hukum antar negara-negara.60 Pilihan forum menjadi suatu penilaian, forum mana yang dipilih dan memiliki kewenangan dalam melakukan tindakan hukum. Hal ini bukan hanya dilihat dari substansi perjanjian, tetapi dilihat juga di mana suatu perjanjian tersebut dibuat. Pilihan forum yang dilakukan oleh masyarakat menjadi salah satu alasannya. Pilihan Forum dalam Perjanjian Lisensi Eksklusif sendiri dapat dilihat dari isi perjanjian tersebut, yang mana di dalamnya menerangkan bahwa penyelesaian sengketa dalam perjanjian tersebut melalui Chartered Institute of Arbitrators di London. Konstitusi di Negara kita memang memiliki framework tersendiri, dalam hal ini katakan mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Namun ketentuan
tersebut
tidak
dapat
membatasi
seorang
Hakim
untuk
mengembangkan kewenangannya dalam berinterpretasi. Ketika suatu pihak dalam suatu kasus mengajukan gugatan pembatalan putusan arbitrase internasional, maka bukan berarti Pengadilan lantas menolak saja gugatan yang diajukann padanya. 60
Erman Suparman. Arbitrase & Dilema Pe negakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 50.
59
Hal ini bertentangan dengan konstitusi yang berlaku, bahwasannya Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. Melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009. Seperti yang telah diketahui bahwa Konvensi New York 1958 Pasal V hanya mengatur mengenai alasan-alasan untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan suatu keputusan arbitrase asing. Alasan-alasan untuk menolak putusan tersebut adalah sebagai berikut :61 a. Bahwa para pihak yang telah membuat perjanjian untuk arbitrase ini (arbitration clause) menurut hukum yang
berlaku, mereka tidak
berwenang untuk melakukan hal itu. Misalnya mereka itu masih dibawah umur atau mereka dalam perwalian (curatele) dan sebagainya. Para pihak dapat dianggap tidak berwenang menurut hukum yang berlaku untuk perjanjian bersangkutan, atau dapat pula mereka dipandang tidak berwenang menurut hukum. b. Tidak dipenuhinya hal-hal tertentu dalam pelaksanaan acara berperkara arbitrase. Misalnya tidak diberitahukan secara lazim tentang pengangkatan arbiter atau tentang berjalannya perkara 61
Sudargo Gautama. Soal-soal Aktual Hukum Perdata Internasional. Bandung: Penerbit Alumni, 1981. h. 220-222.
60
arbitrase. Dalam hal pihak yang dikalahkan ini tidak diberi kesempatan untuk melakukan pembelaannya, maka dapat dianggap keputusan arbitrase telah diperoleh dengan cara-cara yang tidak wajar. Dalam hal demikian maka dimintakan penolakan pengakuannya. c. Arbitrase mencakup hal-hal yang di luar wewenang para arbiter, seperti yang telah ditugaskan kepada mereka. Hanya bagian daripada keputusan arbitrase yang termasuk dalam lingkungan wewenang para arbiter itu, yang dapat dilaksanakan. d. Prosedur untuk arbitrase tidak sesuai dengan apa yang telah disetujui oleh para pihak. Atau apabila para pihak tidak mengadakan perjanjian mengenai arbitrase. e. Keputusan arbitrase masih belum mengikat para pihak, telah dikesampingkan atau ditunda oleh instansi yang berwenang di dalam negara di mana keputusan arbitrase itu dibuat atau menurut hukum dari negara di mana keputusan bersangkutan dilakukan. f. Dapat juga ditolak pelaksanaan atau pengakuan dari pada keputusan arbitrase luar negeri, apabila menurut badan peradilan dari negara di mana dimintakan pelaksanaan atau pengakuan. Dipandang bahwa pokok persoalan yang diputus dengan arbitrase ini, tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase. Menurut ketentuan hukum daripada hakim di mana dimintakan pelaksanaan itu.
61
g. Public Policy, arbitrase asing tidak dapat dijalankan apabila dianggap bertentangan dengan sendi-sendi daripada hukum negaranya sendiri. Hingga apabila dilaksanakan pula, akan melanggar aturan sendi-sendi hukum di negara tersebut. Pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam putusan perkara No. 631 K/Pdt.Sus/2012 yang antara lain menyebutkan bahwa : “Menurut Konvensi New York 1958, Pengadilan yang berwenang untuk mengadili permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan di tempat putusan arbitrase tersebut dijatuhkan”. Dirasakan tidak dapat menghentikan prosedural yang sangat berkaitan pada kewenangan Pengadilan, dalam hal ini tetap melaksanakan dan melanjutkan gugatan yang diajukan kepadanya, meskipun gugatan tersebut tidak diatur dalam Undang-undang yang berlaku, dalam hal ini UU AAPS terkait Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. 2. Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam gugatan pembatalan putusan arbitrase asing oleh PT Mitra Adiperkasa dan PT Hamparan Nusantara, PN Jakarta Pusat mengeluarkan putusan sela dengan No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 13 Oktober 2011 yang kemudian di kasasi ke Mahkamah Agung dengan amarnya sebagai berikut;
62
1. Mengabulkan permohonan kasasi Harvey Nichols and Company Limited; 2. Membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst; 3. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili gugatan pembatalan putusan Arbitrase Internasional atas putusan IDRS 129100009; 4. Menghukum para Termohon Kasasi/para Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
Dapat dilihat pada butir 2 dan butir 3 putusan Mahkamah Agung, bahwa tidak ada ketentuan dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian
Sengketa
yang
mana
aturannya
mengenai
ketidakberwenangnya Pengadilan Neger Jakarta Pusat mengadili „gugatan‟ pembatalan putusan arbitrase internasional. Apabila hal tersebut diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka Pengadilan memiliki kewenangan dan bahkan berkewajiban untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Meskipun sejatinya UU No. 30 Tahun 1999 mengatur bahwa pengadilan dalam negeri tidak memiliki kewenangan dalam membatalkan putusan arbitrase Internasional, namun tidak dapat Pengadilan menolak perkara dengan alasan apapun, karena hal ini akan bertabrakan dengan ketentuan di dalam UU No. 48 Tahun 2009. Ketentuannya berisi bahwa kewenangan
63
Pengadilan di Indonesia untuk mengadili perkara meskipun bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Ketetapan undang-undang yang secara emplisit menyatakan bahwasannya Putusan Arbitrase Internasional tidak dapat dibatalkan di pengadilan dalam negeri, „dapat tetap tegak‟, meskipun undang-undang mengatur mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Hal ini ditujukan agar adanya kepastian
hukum
terkait
ketidakberwenangan
pengadilan
dalam
„membatalkan‟ putusan Arbitrase Internasional tersebut, dan terkait prosedural yang akan dilaksanakan apabila gugatan tersebut dilayangkan dengan segala kemungkinannya. Sebagaimana dasar dari munculnya putusan arbitrase, yaitu adanya “kesepakatan” antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi antara mereka melalui jalur arbitrase. Pada intinya dasar dari keinginan penyelesaian melalui arbitrase tersebut adalah kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian. Islam mengatur hal substansial yang demikian dalam surah Al Anfaal ayat 58 yang berbunyi;
64
“Dan
jika
engkau
(Muhammad)
khawatir
akan
(terjadinya)
pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian tersebut kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berkhianat”
65
BAB V PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan dan dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya, yaitu mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia maka dapat diberikan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Pembatalan Putusan Arbitrase merupakan upaya yang dilakukan untuk membatalkan isi putusan arbitrase, dengan membatalkan sebagian atau seluruh isi putusan. Di Indonesia kewenangan tersebut diatur dalam Bab VII Pasal 70 hingga 72. Aturan dalam pasal ini memang tidak diterangkan secara jelas, apakah pembatalan putusan tersebut diperuntukan untuk putusan arbitrase lokal maupun internasional. Namun Konvensi New York 1958 menjelaskan, bahwa kewenangan Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional tidak dapat dilakukan oleh Pengadilan di Negara yang tidak memutuskan Putusan Arbitrase tersebut. Sehingga Pengadilan di Negara Indonesia tidak memiliki kewenangan membatalkan putusan arbitrase asing, terkecuali putusan arbitrasenya memang di keluarkan di Negara Indonesia. Namun apabila putusan tersebut dikeluarkan bukan di Negara Indonesia, maka Pengadilan tidak memiliki kewenangan tersebut.
65
66
2. Hukum Perdata Internasional bukanlah hukum yang bersumber dari Internasional,
melainkan
hukum
negara
yang
saling
memiliki
ketersinggungan antara suatu negara dengan negara lain. Terkait teritorial atau batas suatu negara, maupun subjek hukum yang berbeda negara, atau hubungan hukum individu/kelompok yang melewati lintas batas negara. Permohonan pembatalan putusan arbitrase oleh PT Mitra Adi Perkasa dan PT Harapan Nusantara ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Meskipun dalam putusannya Harvey Nichols and Company Limited memenangkan perkara, bahwa putusan arbitrase Internasional tidak dapat dilakukan di Indonesia. Namun Harvey Nichols tetap melakukan upaya hukum kasasi dengan gugatan putusan sela yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang membatalkan perkara ini. Putusan MA yang membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut dapat dinyatakan invalid atau cacat hukum. Pada dasarnya pengadilan tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya, selain itu kewenangan yang dimaksud ialah kewenangan untuk membatalkan, karena pada isi putusan akhir PN Jakarta Pusat tersebut menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang dalam menangani perkara pembatalan putusan arbitrase asing. Dalam Pasal 136 HIR, putusan penolakan eksepsi kompetensi adalah putusan sela yang tidak dapat dibanding tersendiri, tetapi harus diputuskan bersama-sama dengan pokok
67
perkara. Dengan demikian, terdapat kontroversi dapat-tidaknya eksepsi diajukan banding tersendiri dan terpisah dari pokok perkara B. Saran Saran yang ingin penulis sampaikan ialah harus dilakukan revisi terhadap UU No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS secara keseluruhan. Perbaikan tersebut khususnya terhadap hal yang dianggap kecil terlebih dahulu, terkait ketentuan bahwa putusan arbitrase merupakan putusan yang bersifat final dan binding sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999, “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap”. Padahal di dalam hukum, yang hitam jelas hitam dan yang putih pun harus jelas, dapat dilakukannya upaya banding atas putusan arbitrase menunjukkan tidak konsistennya ketentuan dalam undang-undang, bahwa putusan arbitrase tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain. Sehingga menurut penulis hal ini perlu diperhatikan. Selain itu, undang-undang ini harus ditambahkan pasal mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional dengan menjelaskan bahwa putusan tersebut tidak dapat „dibatalkan‟ karena hal ini dapat mempertegas kewenangan Pengadilan Negeri di Indonesia dalam membatalkan putusan arbitrase Internasional tersebut. Kemudian kelalaian atau kealpaan yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Agung terhadap ketentuan yang telah digariskan oleh perundangan dapat
68
mengakibatkan keputusan yang dibuat menjadi cacat (invalid). Bila terjadi hal yang demikian tentunya proses persidangan yang telah berlangsung dan menyita waktu yang banyak akan sangat merugikan bagi para pihak yang bersengketa, disamping itu biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak akan bertambah besar, yang mana hal ini sangat bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat dan biaya murah. Dengan begitu diharapkan hakim dalam mengambil keputusan harus memperhatikan lagi dengan seksama yurisprudensi-yurisprudensi yang ada, bahwasannya gugatan pembatalan putusan arbitrase internasional dapat diajukan ke pengadilan, hanya saja pengadilan tidak memiliki kewenangan dalam membatalkannya, dan hakim harus memperhatikan bahwasannya ada undangundang lain yang akan saling bersinggungan dalam satu perkara dan ini patut dicermati.
69
DAFTAR PUSTAKA Buku : Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Suatu Pengantar, Cet. Ke-II. Jakarta: Fikahati Aneska, 2011. Adolf, Huala. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta: Rajawali Pers, 1991. Adolf, Huala. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Bandung: PT Resika Aditama, 2008. Ali, Ahmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk
Interpretasi
Undang-undang
(Legisprudence). Vol.I. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009). Cet. Ke-III. Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. Ke-I. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Djauhari, Achmad. Arbitrase Syari‟ah di Indonesia. Jakarta: Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), 2006. Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsolidasi, dan Arbitrase). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode Penulisan Skripsi. Jakarta: UIN Press, 2000. Gautama, Sudargo. Indonesia dan Konvensi-konvensi Hukum Perdata Internasional. Bandung: Penerbit Alumni, 1996.
69
70
. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Bina Cipta, 1987. . Soal-soal Aktual Hukum Perdata Internasional. Bandung: Penerbit Alumni, 1981. Harahap, Yahya. Arbitrase (Ditinjau dari : Reglemen Acara Perdata (Rv), Peraturan Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), INCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, PERMA No. 1 Tahun 1990. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Cet: ke-3. Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Umum dan Perdata Khusus Mahkamah Agung Republik Indonesia. Jakarta: Mahkamah Agung, 2007. Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia, 2006. Widjaja, Gunawan dan Michael Adrian. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis (Peran Pengadilan Dalam Penyelesaian Sengketa Oleh Arbitrase). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. . Seri Aspek Hukum dalam Bisnis, Arbitrase Vs. Pengadilan Persoalan Kompetensi (Absolut) Yang Tidak Pernah Selesai. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Cet. Ke-VI. Jakarta: Kencana, 2010. Saleh, Abdul Rahman, dkk. Arbitrase Islam di Indonesi. Jakarta: Badan Arbitrase Muamalat Indonesia Kerjasama dengan Bank Muamalat, 1994.
71
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-III. Jakarta: UI-Press, 2010. Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet. Ke-XIX. Jakarta: PT Intermasa, 1984). Sudiarto dan Zaeni Asyhadie. Mengenal Arbitrase, Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. Jakarta : PT RajaGrafindo, 2004. Suparman, Erman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. Jurnal dan Artikel Ilmiah : Fuady, Munir. “Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol. 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. Harahap, Yahya. “Beberapa Cacatan Yang Perlu Mendapat Perhatian Atas UU. 30 Tahun 1999”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol.21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. Juwana, Hikmahanto. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol. 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. Panggabean, H.P. “Efektifitas Eksekusi Putusan Arbitrase Dalam Sistem Hukum Indonesia”. Jurnal Hukum Bidnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol. 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. Perundang-undangan : Kitab Undang-undang Hukum Perdata
72
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Peraturan Mahmakah Agung No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing; Konvensi New York Tahun 1985 Putusan Arbitrase, Pengadilan dan Mahkamah Agung : Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Putusan Nomor: 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Putusan Nomor: 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor: 631K/Pdt.Sus/2012 Internet : Budidjaja, Tony, “Pembatalan Putusan Arbitrase di Indonesia” Pengadilan Indonesia”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol13217/pembatalan-putusanarbitrasedi-indonesia, diunduh pada tanggal: 13 Januari 2014. Faiz, Pan Muhammad, “Kemungkinan Diajukannya Perkara Dengan Klausul Arbitrase
Ke
Muka
Pengadilan.”,
http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/09/klausul-arbitrase-danpengadilan_18.html, diunduh pada tanggal: 6 Februari 2014. Hakim,
Amri,
“Apa
Definisi
Ketertiban
Umum?”,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e3e380e0157a/apa-definisiketertiban-umum, diunduh pada tanggal : 18 Februari 2014.
73
Rachmadsyah,
Shanti,
“Penyelesaian
Sengketa
di
Arbitrase”,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3897/penyelesaian-sengketadi-arbitrase, diunduh pada tanggal : 23 Februari 2014. ,“Wewenang
PN
dalam
Melaksanakan
Putusan
Arbitrase.”,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3082/wewenang-pn-dalam melaksanakan-putusan-arbitrase, diunduh pada tanggal: 1 Maret 2014. Risdiana, Yana, “Beberapa Kelemahan Ketentuan Pembatalan Putusan Arbitrase”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol9134/beberapa-kelemahanketentuan-pembatalan-putusan-arbitrase, diunduh pada tanggal: 5 Januari 2014. Umar, Muhammad Husseyn, “Pokok-pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
di
Indonesia”,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4bbd785494fc7/pokokpokokmasalah-pelaksanaan-putusan-arbitrase-internasional-di-indonesia-broleh-m-husseyn-umar- , diunduh pada tanggal : 4 April 2014.
R ep ub
ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
No. 631 K/Pdt.Sus/2012
ng
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
MAHKAMAH
AGUNG
do
A gu
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
memeriksa perkara Perdata Khusus (Arbitrase) dalam tingkat kasasi telah memutuskan
In
sebagai berikut dalam perkara: HARVEY NICHOLS AND
COMPANY LIMITED,
suatu
ah
perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Inggris
lik
(registrasi No. 1774537), berkedudukan di 109/125 Knightsbridge, London SW1X 7RJ, Inggris, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
ub
m
ISWAHJUDI A. KARIM, SH., LL.M., dan kawan-kawan, para
ka
Advokat, berkantor di Plaza Mutiara Lantai 7, Jalan Lingkar Mega
ep
Kuningan Kav. 1 & 2, Jakarta 12950, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 15 April 2011;
melawan:
si
R
PT. HAMPARAN NUSANTARA;
ng
1
ne
ah
Pemohon Kasasi dahulu Tergugat;
PT. MITRA ADIPERKASA, Tbk;
2
do
Jendral Sudirman Kav. 1, Jakarta Pusat 10220, dalam hal ini memberi kuasa kepada: JONI ARIES BANGUN, SH., MM., MH.,
In
dan kawan-kawan, para Advokat, berkantor di Bapindo PlazaCitibank Tower Lantai 24, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 54-55, Jakarta
lik
12190, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Februari 2012; Mahkamah Agung tersebut;
ub
Para Termohon Kasasi dahulu para Penggugat; Membaca surat-surat yang bersangkutan;
ep
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang para Termohon Kasasi dahulu sebagai para Penggugat telah menggugat sekarang Pemohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
s
Bahwa Tergugat telah mendaftarkan putusan akhir dan adendum putusan akhir
do
Hal. 1 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
pada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana dimaksud dalam
ne
1
R
pada pokoknya atas dalil-dalil:
M
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
ka m ah
A gu
Keduanya berkedudukan di Wisma 46-Kota BNI Lantai 8, Jalan
Halaman 1
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Akta pendaftaran putusan Arbitrase Internasional nomor 05/PDT/ARBlNT/2011/PN.JKT.PST tertanggal 22 Maret 2011;
Bahwa oleh karenanya pengajuan gugatan pembatalan putusan akhir dan
ng
2
adendum putusan akhir ini telah dilaksanakan sesuai dengan, dalam tenggang
do
waktu, cara-cara dan syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-
A gu
undangan Republik Indonesia yang berlaku cq. Pasal 71 Undang-undang nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ("UU Bahwa adapun amar putusan akhir dan adendum putusan akhir adalah sebagai
ah
berikut: Putusan akhir: 71.
For the reasons set out above I award as follows: a.
ka
ub
m
"VI-Award
lik
3
In
No. 30/1999");
I declare that the Exclusive licence agreement between the parties dated
ep
23 January 2007 ("the Agreement") is a valid agreement which is I confirm the declarations made in my award on Jurisdiction dated 14
si
b.
R
ah
binding on the parties;
June 2010, namely that:
ne
ng
i. Clause 15 of the Exclusive Licence Agreement dated 23 January and binding arbitration agreement between the parties;
do
A gu
2007 between the Claimants and the Respondents constitutes a valid
ii. My appointment as sole arbitrator by the President of the Chartered that the arbitral tribunal is properly constituted;
In
Institute of Arbitrators on 12 May 2010 was valid and effective so
ka m ah
iii. I have jurisdiction to determine the claimant's claim referred to
lik
arbitration pursuant to its notice of Arbitration dated 25 March 2010 and request for the appointment of an Arbitrator dated 4 May 2010; I declare that the first respondent is in breach of the Agreement in the
ub
c.
following respects:
ep
i. failing to issue the second letter of guarantee in the Sterling equivalent of US $3 million as required by clause 4.2(j) of the
R
ah
Agreement;
s
ii. failing to pay to the claimant the minimum royalty in accordance
ne In
A
gu
2
do
ng
M
with clauses 7.2 and 8.1 of the Agreement;
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 2
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia iii. failing to renew the second letter of guarantee after the claimant's drawdown in accordance with clause 7.4 of the Agreement; and
ng
iv. issuing the proceedings dated 26 May 2010 against the claimant in the South Jakarta District Court ("the Jakarta proceedings");
do
I declare that the second respondent is in breach of the Agreement in the
following respects:
ifailing to perform its obligation to ensure the performance by the
first respondent of all monetary obligation of the first respondent
In
A gu
d.
under the Agreement, namely the timely payment of minimum
lik
ah
royalties and the renewal or reissue of the second letter of guarantee by the first respondent; and e.
issuing the Jakarta proceedings;
ub
m
ii
I declare that the conduct of both respondents described in (c) and (d)
f.
I order that the respondents and each of them jointly and severally do
ep
ka
above amounts to a material breach of the Agreement by each of them;
ah
pay to the claimant the sum of £971,524.26, together with interest
si
R
thereon at 4% per annum above Libor, compounded with monthly rests, from 1 July 2010 until payment;
ne
I order that the respondents and each of them jointly and severally do
ng
g.
pay to the claimant the further sum of US $35,000 as damages incurred
A gu
do
up to and including 31 August 2010 for the respondents' breach in
issuing the Jakarta proceedings, together with interest thereon at 4% per
In
annum above Libor, compounded with monthly rests, from 1 September
2010 until payment;
I declare that the claimant is entitled to further damages in respect of
lik
any loss and damage suffered after 31 August 2010 as a result of the respondents' breach of Agreement in issuing the Jakarta proceedings i.
ub
and I reserve power to assess those damage in due course; I order that the respondents and each of them do forthwith cause
ep
Barclays Bank Plc or another major international bank of similar standing acceptable to the claimant to issue a second letter of guarantee substantially in the form set out in Part 2, Schedule 2 to the Agreement in
ah
ka m ah
h.
s ne
do
Hal. 3 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
M
R
favour of the claimant in the amount of US $3 million;
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 3
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
j.
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia order that the respondents and each of them jointly and severally to pay
to the claimant the sum of £45,000 in respect of the claimant's costs of
ng
the arbitration; k.
I order that the respondents must pay my fees, which I settle in the total
if the claimant has paid those fees and expenses in the first sentence, it is entitled to immediate reimbursement by the respondents;" "VI-Putusan
lik
Dengan terjemahan sebagai berikut:
ah
do
the award on Jurisdiction), together with expenses of £340.75; and that
In
A gu
amount of £12,175 plus VAT if applicable (which includes the costs of
71. Untuk alasan-alasan yang dikemukakan di atas, saya memutuskan sebagai a.
ub
m
berikut:
Saya memutuskan bahwa Perjanjian lisensi ekslusif antara para pihak
ka
tertanggal 23 Januari 2007 ("Perjanjian") adalah sebuah perjanjian yang
ah
b.
ep
sah yang mengikat para pihak;
Saya menegaskan bahwa penetapan-penetapan yang dibuat dalam
si
i
R
putusan atas yurisdiksi tertanggal 14 Juni 2010, yaitu bahwa: Pasal 15 dari Perjanjian Lisensi Ekslusif tertanggal 23 Januari 2007 antara
ng
ne
Pemohon dan para Termohon merupakan perjanjian arbitrase yang sah dan mengikat antara para pihak;
do
Penunjukan saya sebagai Wasit tunggal oleh Presiden dari Chartered Institute of
A gu
ii
Arbitrators pada 12 Mei 2010 adalah sah dan efektif sehingga Majelis Arbitrase
dibentuk secara patut;
In
iii Saya memiliki yuridiksi untuk menyelesaikan tuntutan Pemohon merujuk pada
b
lik
permohonan untuk penunjukan seorang Wasit tertanggal 4 Mei 2010; Saya menetapkan bahwa Termohon kesatu telah melanggar perjanjian i
ub
dengan cara-cara sebagai berikut:
lalai untuk menerbitkan surat jaminan kedua dalam Sterling setara dengan US $3
ii
ep
juta sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 4.2 (j) Perjanjian; lalai untuk membayar Pemohon royalti minimum berdasarkan Pasal-Pasal 7.2 dan 8.1 Perjanjian;
ah
ka m ah
Arbitrase sesuai dengan pemberitahuan Arbitrase tertanggal 25 Maret 2010 dan
s
R
iii lalai untuk memperbaharui surat jaminan kedua setelah penarikan Pemohon
ne In
A
gu
4
do
ng
M
berdasarkan Pasal 7.4 Perjanjian; dan
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 4
iv
ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
menerbitkan proses-proses tertanggal 26 Mei 2010 terhadap Pemohon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ("proses-proses di Jakarta");
Saya menetapkan bahwa Termohon kedua telah melanggar perjanjian
ng
c
dengan cara-cara sebagai berikut: untuk
melaksanakan
kewajibannya
memastikan
A gu
pemenuhan oleh Termohon pertama atas semua kewajiban keuangan
dan Termohon pertama berdasarkan perjanjian, yaitu pembayaran
In
dari waktu ke waktu atas royalti-royalti minimum dan pembaharuan atau penerbitan ulang surat jaminan kedua oleh Termohon pertama;
lik
dan
ah
untuk
do
i. lalai
ii. menerbitkan proses-proses di Jakarta;
Saya menetapkan bahwa tindakan kedua Termohon yang diuraikan
ub
m
d
dalam (c) dan (d) di atas menimbulkan pelanggaran material dari perjanjian oleh
ka
masing-masing mereka;
Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
ep
e
ah
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon sejumlah
si
R
£971,524.26, bersama dengan bunganya sebesar 4% setiap tahunnya di atas Libor, berlipat setiap bulannya, dari 1 Jui 2010 hingga pembayaran;
ne
Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
ng
f
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon lebih lanjut
A gu
do
sejumlah US $ 35,000 sebagai kerugian yang ada hingga dan termasuk 31 Agustus 2010
untuk pelanggaran para Termohon dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta, bersama
In
dengan bunganya sebesar 4% setiap tahunnya di atas Libor, berlipat setiap bulannya, dari 1 September 2010 hingga pembayaran;
Saya menetapkan bahwa Pemohon berhak untuk ganti rugi sehubungan
lik
dengan tiap kerugian yang diderita setelah 31 Agustus 2010 sebagai akibat dari pelanggaran para Termohon atas perjanjian dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta
ub
dan saya mencadangkan wewenang untuk menetapkan kerugian-kerugian tersebut selanjutnya; h
Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
ep
ka m ah
g
untuk dengan segera membuat Barclays Bank Plc atau bank internasional besar lainnya dengan kedudukan yang sama yang diterima oleh Pemohon untuk menerbitkan surat
s
R
jaminan kedua yang isinya dalam bentuk yang dikemukakan dalam Bagian 2, Lampiran
ne
do
Hal. 5 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
2 Perjanjian untuk Pemohon sejumlah US $3 juta;
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
R ep ub
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 5
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
i
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri untuk membayar kepada Pemohon sejumlah j
ng
£45,000 sehubungan dengan biaya-biaya arbitrase Pemohon;
Saya memutuskan bahwa para Termohon hams membayar biaya-biaya
do
jasa saya, yang saya tetapkan sejumlah £12,175 ditambah PPN apabila berlaku
A gu
(termasuk biaya-biaya putusan atas yurisdiksi), bersama-sama dengan pengeluaran-
pengeluaran sebesar £340.75; dan bahwa apabila Pemohon harus membayar biaya-biaya
In
jasa dan pengeluaran-pengeluaran tersebut sebelumnya, diberikan hak untuk
penggantian segera oleh para Termohon;"
lik
ah
Adendum putusan akhir:
V-Amended Award
ub
m
13. For the reasons set out above paragraph 71 of my award is amended to read as follows (the only changes being to sub-paragraphs (f) and (g):
ka
a
I declare that the Exclusive licence agreement between the parties dated 23 I confirm the declarations made in my award on Jurisdiction dated 14 June
si
2010, namely that:
R
ah
b
ep
January 2007 ("the Agreement") is a valid agreement which is binding on the parties;
i. Clause 15 of the Exclusive Licence Agreement dated 23 January 2007
ng
ne
between the claimants and the Respondents constitutes a valid and binding arbitration agreement between the parties;
A gu
do
ii. My appointment as sole arbitrator by the President of the Chartered
Institute of Arbitrators on 12 May 2010 was valid and effective so that
In
the arbitral tribunal is properly constituted;
iii. I have jurisdiction to determine the claimant's claim referred to arbitration pursuant to its notice of Arbitration dated 25 March 2010
lik
ka m ah
and request for the appointment of an Arbitrator dated 4 May 2010; c. I declare that the first respondent is in breach of the Agreement in the
ub
following respects:
i. failing to issue the second letter of guarantee in the Sterling equivalent
ep
of US $3 million as required by clause 4.2(j) of the Agreement; ii. failing to pay to the claimant the minimum royalty in accordance with
ah
clauses 7.2 and 8.1 of the Agreement;
s
R
iii. failing to renew the second letter of guarantee after the claimant's
ne In
A
gu
6
do
ng
M
drawdown in accordance with clause 7.4 of the Agreement; and
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 6
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia iv. issuing the proceedings dated 26 May 2010 against the claimant in the South Jakarta District Court ("the Jakarta proceedings");
ng
d. I declare that the second respondent is in breach of the Agreement in the following respects:
do
respondent of all monetary obligation of the first respondent under the Agreement, namely the timely payment of minimum royalties and the respondent; and
ii. issuing the Jakarta proceedings;
ah
In
renewal or reissue of the second letter of guarantee by the first
lik
A gu
i. failing to perform its obligation to ensure the performance by the first
e. I declare that the conduct of both respondents described in (c) and (d)
ub
m
above amounts to a material breach of the Agreement by each of them; f. I order that the respondents and each of them jointly and severally do pay
ka
to the claimant the sum of £971,524.26, together with interest thereon at
ep
4% per annum above Libor, compounded with three monthly rests, from 1
ah
July 2010 until payment;
si
R
g. I order that the respondents and each of them jointly and severally do pay to the claimant the further sum of US $35,000 as damages incurred up to
ng
ne
and including 31 August 2010 for the respondents' breach in issuing the
Jakarta proceedings, together with interest thereon at 4% per annum
A gu
do
above Libor, compounded with three monthly rests, from 1 September 2010 until payment;
h. I declare that the claimant is entitled to further damages in respect of any
In
loss and damage suffered after 31 August 2010 as a result of the
lik
I reserve power to assess those damage in due course;
i. I order that the respondents and each of them do forthwith cause Barclays
ub
Bank Plc or another major international bank of similar standing acceptable to the claimant to issue a second letter of guarantee substantially in the form set out in Part 2, Schedule 2 to the Agreement in
ep
ah
ka m ah
Respondents' breach of Agreement in issuing the Jakarta proceedings and
favour of the claimant in the amount of US $3 million; j. I order that the respondents and each of them jointly and severally to pay
s ne
do
Hal. 7 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
M
arbitration;
R
to the claimant the sum of £45,000 in respect of the claimant's costs of the
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 7
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia k. I order that the respondents must pay my fees, which I settle in the total
amount of £12,175 plus VAT if applicable (which includes the costs of the
ng
award on Jurisdiction), together with expenses of £340.75; and that if the claimant has paid those fees and expenses in the first sentence, it is entitled
do
A gu
to immediate reimbursement by the respondents";
Dengan terjemahan sebagai berikut:
In
"VI-Putusan Yang Diubah
13. Untuk alasan-alasan yang dikemukakan di atas, paragraf 71 putusan saya
lik
ah
diubah untuk dibaca sebagai berikut (perubahan hanya pada sub-paragraf (f) dan (g)):
Saya memutuskan bahwa Perjanjian lisensi ekslusif antara para pihak tertanggal
ub
m
a
23 Januari 2007 ("Perjanjian") adalah sebuah perjanjian yang sah yang mengikat para b
Saya menegaskan bahwa penetapan-penetapan yang dibuat dalam putusan atas
ep
ka
pihak;
si
Pasal 15 dari Perjanjian lisensi ekslusif tertanggal
23 Januari 2007 antara Pemohon dan para Termohon merupakan perjanjian arbitrase yang sah dan mengikat antara para pihak;
Penunjukan saya sebagai Wasit tunggal oleh
do
ii
Presiden dari Chartered Institute of Arbitrators pada 12 Mei 2010 adalah sah dan efektif sehingga
In
Majelis Arbitrase dibentuk secara patut;
iii Saya memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan
lik
tuntutan Pemohon merujuk pada arbitrase sesuai dengan pemberitahuan Arbitrase tertanggal 25
ub
Maret 2010 dan permohonan untuk penunjukan seorang Wasit tertanggal 4 Mei 2010; Saya menetapkan bahwa Termohon kesatu telah melanggar perjanjian dengan i
lalai untuk menerbitkan surat jaminan kedua
A
oleh
Pasal
4.2(j)
Perjanjian;
do
gu
8
disyaratkan
In
ng
M
sebagaimana
juta
ne
R
dalam Sterling setara dengan US $3
s
cara-cara sebagai berikut:
ep
c
ah
ka m ah
A gu
ng
R
i
ne
ah
yurisdiksi tertanggal 14 Juni 2010, yaitu bahwa:
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 8
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ii
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia lalai untuk membayar Pemohon royalti minimum berdasarkan Pasal-pasal 7.2 dan 8.1 Perjanjian;
ng
iii lalai untuk memperbaharui surat jaminan kedua setelah penarikan Pemohon berdasarkan Pasal 7.4
do
Perjanjian; dan
A gu
iv
menerbitkan proses-proses tertanggal 26 Mei 2010
terhadap Pemohon di Pengadilan Negeri Jakarta
In
Selatan ("proses-proses di Jakarta");
d. Saya menetapkan bahwa Termohon kedua telah melanggar perjanjian
lik
ah
dengan cara-cara sebagai berikut:
i. lalai untuk melaksanakan kewajibannya untuk memastikan pemenuhan
ub
m
oleh Termohon pertama atas semua kewajiban keuangan dari Termohon pertama berdasarkan perjanjian, yaitu pembayaran dari
ka
waktu ke waktu atas royalti-royalti minimum dan pembaharuan atau
ep
penerbitan ulang surat jaminan kedua oleh Termohon pertama; dan
ah
ii. menerbitkan proses-proses di Jakarta;
si
R
e. Saya menetapkan bahwa tindakan kedua Termohon yang diuraikan dalam (c) dan (d) di atas menimbulkan pelanggaran material dari perjanjian oleh
ng
ne
masing-masing mereka;
f. Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
A gu
do
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon sejumlah £971,524.26 bersama dengan bunganya sebesar 4% setiap
In
tahunnya di atas Libor, berlipat setiap tiga bulannya, dari 1 Jui 2010 hingga pembayaran;
lik
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon lebih lanjut sejumlah US$ 35,000 sebagai kerugian yang ada hingga dan
ub
termasuk 31 Agustus 2010 untuk pelanggaran para Termohon dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta, bersama dengan bunganya sebesar 4% setiap tahunnya di atas Libor, berlipat setiap tiga bulannya, dari 1
ep
ah
ka m ah
g. Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
September 2010 hingga pembayaran;
h. Saya menetapkan bahwa Pemohon berhak untuk ganti rugi sehubungan
s
R
dengan tiap kerugian yang diderita setelah 31 Agustus 2010 sebagai akibat
ne
do
Hal. 9 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
M
dari pelanggaran para Termohon atas perjanjian dalam menerbitkan
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 9
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia proses-proses di Jakarta dan saya mencadangkan wewenang untuk menetapkan kerugian-kerugian tersebut selanjutnya;
ng
i. Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka untuk dengan segera membuat Barclays Bank Plc atau Bank Internasional
do
besar lainnya dengan kedudukan yang sama yang diterima oleh Pemohon
A gu
untuk menerbitkan surat jaminan kedua yang isinya dalam bentuk yang dikemukakan dalam Bagian 2, Lampiran 2 Perjanjian untuk Pemohon
In
sejumlah US$ 3 juta;
j. Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
lik
ah
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri untuk membayar kepada Pemohon sejumlah £45,000 sehubungan dengan biaya-biaya arbitrase
ub
m
Pemohon;
k. Saya memutuskan bahwa para Termohon harus membayar biaya-biaya jasa
ka
saya, yang saya tetapkan sejumlah £12,175 ditambah PPN apabila berlaku
ep
(termasuk biaya-biaya putusan atas yurisdiksi), bersama-sama dengan
ah
pengeluaran-pengeluaran sebesar £340.75; Dan bahwa apabila Pemohon
si
R
harus membayar biaya-biaya jasa dan pengeluaran-pengeluaran tersebut sebelumnya, diberikan hak untuk penggantian segera oleh para
ng
ne
Termohon";
4. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
do
A gu
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat a. Putusan
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Selatan
nomor
In
hukumnya karena:
394/PDT.G/2010/
PN.JKT.SEL tertanggal 15 Desember 2010 ("Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
lik
ka m ah
Selatan") menyatakan aI. (1) Harvey Nichols and Company Limited cq. Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum, dan (2) Exclusive license
ub
agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007 melanggar dan bertentangan dengan hukum yang berlaku dan karenanya batal demi hukum;
ep
b. Putusan akhir dan adendum putusan akhir melanggar atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia (vide Pasal
ah
1320 butir 4 jo. Pasal 1337 jo. Pasal 1339 KUHPerdata jo. PP No. 16 Tahun
s
R
1997 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/
In
A
gu
10
do
ng
Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo. PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba
ne
M
PER/3/2006 tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 10
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba);
ng
c. Arbiter tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara Arbitrase
Internasional kasus IDRS 129100009 mengabaikan prinsip audi et alteram
do
partem, yaitu mendengar kedua belah pihak;
A gu
d. Penunjukkan Arbiter tunggal cq. Tuan Stephen Males cacat secara hukum dan
tidak memenuhi syarat-syarat Exclusive license agreement (perjanjian lisensi
In
esklusif) tertanggal 23 Januari 2007;
e. Kuasa yang digunakan oleh Tergugat untuk mendaftarkan putusan akhir dan
lik
ah
adendum putusan akhir adalah bukan kuasa sebagaimana disyaratkan oleh ketentuan hukum yang berlaku;
ub
m
f. Pendaftaran putusan akhir dan adendum putusan akhir pada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengandung cacat hukum dan tidak lengkap menurut
ka
hukum;
ep
Sebagaimana lebih lanjut akan didalilkan dalam butir 5 sampai dengan butir 10 di
ah
bawah ini;
si
R
5. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
ng
ne
menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya karena putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan aI. (1)
A gu
do
Harvey Nichols and Company Limited cq. Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum, dan (2) Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal
In
23 Januari 2007 melanggar dan bertentangan dengan hukum yang berlaku dan karenanya batal demi hukum;
I. Dalam Eksepsi:
lik
Mengadili:
ub
a. Dalam eksepsi tentang kompetensi relatif:
Menolak eksepsi Tergugat tentang kompetensi relatif;
•
Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang untuk
ep
•
memeriksa dan memutus perkara ini;
Dalam eksepsi terhadap gugatan para Penggugat:
•
gu A
ne
Hal. 11 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
do
Dalam Provisi:
ng
II
s
Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
In
b
R
ka m ah
a. Bahwa amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah sebagai berikut:
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 11
R ep ub
III
ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
Menolak tuntutan para Penggugat dalam provisi;
Dalam Pokok Perkara: 1
Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebahagian;
2
Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3
Menyatakan Perjanjian lisensi ekslusif (exclusive lisence agreement) antara
do
ng
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
A gu
Harvey Nichols and Company Limited (Tergugat) dan PT. Hamparan Nusantara
(Penggugat I) dan PT. Mitra Adiperkasa Tbk. (Penggugat II) tanggal 23 Januari
In
2007 adalah melanggar dan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia;
Menyatakan batal sejak semula (batal demi hukum) dan tidak sah dan karenanya
lik
ah
4
tidak berkekuatan hukum Perjanjian lisensi ekslusif (exclusive lisence
ub
m
agreement) antara Harvey Nichols and Company Limited (Tergugat) dan PT. Hamparan Nusantara (Penggugat I) dan PT. Mitra Adiperkasa Tbk. (Penggugat 5
Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian kepada para Penggugat
ep
ka
II) tanggal 23 Januari 2007 dengan segala akibat hukumnya;
ah
yang seluruhnya berjumlah Rp 191.290.659.369,- (seratus sembilan puluh satu
si
R
milyar dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh sembilan ribu tiga ratus enam puluh sembilan rupiah) dengan perincian sebagai berikut:
ne
Royalty yang telah dibayarkan oleh Penggugat kepada Tergugat sebesar
ng
a
A gu
sembilan ribu seratus sembilan belas rupiah);
b
Biaya investasi sebesar Rp. 104.166.005.101,- (seratus empat milyar
In
seratus enam puluh enam juta lima ribu seratus satu rupiah);
c
do
Rp. 15.014.079.119,- (lima belas milyar empat belas juta tujuh puluh
Gaji para karyawan sejak tahun 2007 sampai dengan bulan Maret 2010
adalah sebesar Rp. 25.386.057.042,- (dua puluh lima milyar tiga ratus
d
lik
ka m ah
delapan puluh enam juta lima puluh tujuh ribu empat puluh dua rupiah); Pesangon pemutusan hubungan kerja karyawan sebesar
Rp.
ub
339.843.500,- (tiga ratus tiga puluh sembilan juta delapan ratus empat puluh tiga ribu lima ratus rupiah);
Sisa stock yang belum terjual per tanggal 27 April 2010 sebesar Rp.
ep
e
46.384.671.607,- (empat puluh enam milyar tiga ratus delapan puluh Rp.
R
Ditambah bunga 6% per tahun dari jumlah
s
ah
empat juta enam ratus tujuh puluh satu ribu enam ratus tujuh rupiah);
ne In
A
gu
12
do
ng
M
191.290.659.369,- tersebut terhitung sejak putusan ini berkekuatan
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 12
R ep ub
ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
hukum tetap sampai dibayar lunasnya ganti kerugian tersebut oleh Tergugat kepada para Penggugat; 6
Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 161.000,-
ng
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
(seratus enam puluh satu ribu rupiah); Menolak gugatan para Penggugat untuk yang lain dan selebihnya;
do
7
A gu
b. Bahwa berdasarkan amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut, Harvey Nichols and Company Limited cq. Tergugat dinyatakan telah melakukan
In
perbuatan melawan hukum;
c. Bahwa disamping itu, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan
lik
ah
Exclusive license agreement (perjanjian lisensi eksklusif) tertanggal 23 Januari 2007, yang merupakan objek perselisihan perkara Arbitrase Internasional kasus
ub
m
IDRS 129100009 dalam putusan akhir dan adendum putusan akhir: i. melanggar dan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia;
ka
ii. batal seiak semula atau batal demi hukum dan tidak sah dan karenanya tidak
ep
berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya;
ah
d. Bahwa karena (1) Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan (2)
si
R
Exclusive license agreement (perjanjian lisensi eksklusif) tertanggal 23 Januari 2007 melanggar dan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan
ng
ne
batal sejak semula atau batal demi hukum dan tidak sah, dan karenanya tidak
berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya, maka putusan akhir dan
A gu
do
adendum putusan akhir yang pihaknya adalah Tergugat dan seluruh objek
perselisihan, isi, pertimbangan dan amarnya berkaitan dengan Exclusive license
In
agreement (perjanjian lisensi eksklusif) tertanggal 23 Januari 2007 menjadi batal demi hukum dan tidak sah serta tidak berkekuatan hukum berdasarkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
lik
hukum atau tetap berkekuatan hukum, quod non, maka dikhawatirkan akan sulit
ub
memulihkan keadaannya kembali seperti keadaan semula (restitutio in integrum);
ep
f. Bahwa dengan demikian, putusan akhir dan adendum putusan akhir harus batal demi hukum atau harus dibatalkan menurut hukum karena bertentangan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
s
R
6. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
do
Hal. 13 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
ne
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
M
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
ka m ah
e. Bahwa apabila putusan akhir dan adendum putusan akhir tidak batal menurut
Halaman 13
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia hukumnya karena melanggar atau bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di Republik Indonesia (vide Pasal 1320 butir 4 jo. Pasal
ng
1337 jo. Pasal 1339 KUHPerdata jo. PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba jo.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/ M-DAG/PER/3/2006 tahun 2006 tentang
do
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo.
A gu
PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/
M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba);
In
a. Bahwa objek sengketa, isi, pertimbangan dan amar putusan akhir dan adendum putusan akhir berkaitan erat atau tidak dapat dipisahkan dari Exclusive license
lik
ah
agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007;
b. Bahwa ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia mengenai syarat- syarat
ub
m
sahnya suatu perjanjian (cq. Pasal 1320 butir 4 jo. Pasal 1337 jo. Pasal 1339 KUHPerdata) mengatur secara tegas sebagai berikut:
ka
i. Pasal 1320 butir 4 KUHPerdata menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya
ep
suatu perjanjian adalah apabila memenuhi syarat "suatu sebab yang halal";
ah
ii. Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang
si
R
apabila dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum;
ng
ne
iii. Pasal 1339 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya
mengikat hal-hal yang diatur dalam perjanjian tetapi juga hal-hal yang
do
A gu
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang;
c. Bahwa ternyata Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif)
In
tertanggal 23 Januari 2007 tidak memenuhi unsur sebab yang halal sebagaimana disyaratkan Pasal 1320 butir 4 jo. Pasal 1337 KUHPerdata karena melanggar atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang
lik
ka m ah
Waralaba cq. PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/
M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang
ub
Penyelenggaraan Waralaba, sebagaimana diuraikan berikut ini:
i. Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23
ep
Januari 2007 melanggar atau bertentangan dengan PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/
ah
PER/3/2006 tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat
s
R
Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, karena:
In
A
gu
14
do
ng
(2) Tidak menggunakan hukum Indonesia sebagai hukum yang berlaku;
ne
M
(1) Tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia;
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 14
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (3) Tidak ada pemberian keterangan tertulis atau prospektus dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba sebelum dibuatnya perjanjian;
ng
(4) Pemberi Waralaba tidak memiliki surat keterangan legalitas usaha yang dikeluarkan oleh instansi berwenang di Negara asalnya;
do
prospektus kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan; ii
Exclusive
license
(perjanjian
lisensi
23
melanggar
ekslusif)
Januari
lik
ah
tertanggal
agreement
In
A gu
(5) Tidak ada pendaftaran perjanjian waralaba dan keterangan tertulis atau
atau
2007
bertentangan
ub
m
dengan PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba jo. Peraturan DAG/PER/8/2008
tahun
2008
tentang Penyelenggaraan Waralaba, 1
Tidak
diterjemahkan
ke
Antara Pemberi Waralaba
A gu
dan
Penerima
tidak
mempunyai
3
hukum
yang
In
kedudukan setara;
Waralaba
do
ng
dalam Bahasa Indonesia; 2
si
karena:
ne
R
ah
ep
ka
Menteri Perdagangan No. 31/M-
Tidak menggunakan hukum
lik
ka m ah
Indonesia sebagai hukum yang berlaku;
Tidak
ada
ub
4
prospektus
penawaran dari
Pemberi
Waralaba kepada Penerima Waralaba
sebelum
Tidak
ada
pendaftaran
perjanjian waralaba kepada
do
Hal. 15 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
ne
5
s
dibuatnya perjanjian;
In
A
gu
ng
M
R
ah
ep
waralaba
pemberian
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 15
R ep ub
ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
ng
Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran
Perusahaan,
Direktur
Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri,
A gu
6
Tidak
do
Departemen Perdagangan; ada
prospektus
pendaftaran
penawaran
In
waralaba kepada Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran
lik
ah
Perusahaan, Jenderal
Direktur
Perdagangan
ub
Perdagangan;
R
license
(perjanjian tertanggal
agreement
lisensi 23
ekslusif)
Januari
2007
melanggar ketentuan Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Perdagangan No. 2008
tentang
A gu
Waralaba
tahun
ne
ng
31/M-DAG/PER/8/2008
Penyelenggaraan
yang
secara
tegas
do
ah
ep
ka
iii Exclusive
si
m
Dalam Negeri, Departemen
mensyaratkan adanya kedudukan
In
hukum yang setara antara pemberi waralaba dan penerima waralaba di dalam suatu perjanjian waralaba
ka m ah
dan
terhadap
mereka
lik
berlaku
hukum Indonesia, karena: tidak
ub
1
memberlakukan
hukum Indonesia melainkan
A
gu
dalam
perjanjian (vide Pasal 15.1 Exclusive license agreement
s
(perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007;
ne
16
Inggris
dan,
do
ng
M
R
ah
ep
hukum
In
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 16
R ep ub
2
mencerminkan ketidakadilan adanya suatu
atau
"fairness"
tidak dalam
perikatan
karena
Waralaba
(cq.
do
Pemberi
ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
ng A gu
Tergugat) yang posisinya
secara ekonomis lebih kuat
In
dan dominan menggunakan
pengaruhnya agar Penerima
lik
ah
Waralaba (cq. Penggugat I) dan
Penjamin
(cq.
menggunakan prinsip "take it or leave it" sehingga Tergugat dapat bertindak secara sepihak, leluasa dan menurut
kehendaknya
ne
ng
sendiri dalam menentukan isi atau materi perjanjian, mana
sama
sekali
do
hal
A gu
menunjukkan tidak adanya kedudukan setara
hukum antara
Penggugat
dan
yang para
Tergugat
lik
d. Bahwa selain itu, Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif)
ub
tertanggal 23 Januari 2007 tersebut juga melanggar atau bertentangan dengan Pasal 1339 KUHPerdata, karena penerapan Exclusive license agreement
ep
(perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007 tidak hanya semata-mata terikat pada pasal-pasal dalam Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007 saja namun juga pada hal-hal yang
s ne
do
ng gu A
Hal. 17 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
i. Kepatutan:
R
ka m ah
ah
seolah-olah
dalam perjanjian;
diharuskan oleh:
M
perjanjian
si
R
ah
ep
ka
ub
m
Penggugat II) menerima isi
In
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 17
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Karena secara ekonomi, bisnis dan hukum pada umumnya, kegiatan usaha seperti yang dijalankan oleh Tergugat dalam bidang Toko Serba Ada
ng
Eksklusif Harvey Nichols adalah jenis usaha waralaba dan bukan jenis usaha
lisensi, sehingga adalah patut dilandasi oleh perjanjian waralaba bukan
do
perjanjian lisensi;
A gu
ii. Undang-undang:
Yaitu PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri
In
Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tahun 2006 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo. PP No.
lik
ah
42 tahun 2007 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/ M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba; dan,
ub
m
iii. Ketertiban umum:
Karena seyogianya pelaksanaan usaha/bisnis waralaba di Indonesia harus
ka
memenuhi atau tidak melanggar ketertiban umum yang ada di Indonesia cq.
ep
peraturan perundang-undangan yang berlaku (cq. PP No. 16 tahun 1997
ah
tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/
si
R
PER/3/2006 tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo. PP No. 42 tahun 2007 tentang
ng
ne
Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba);
A gu
do
e. Bahwa oleh karena Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 200 melanggar atau bertentangan dengan peraturan
In
perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia (cq. Pasal 1320 butir 4
jo. Pasal 1337 jo. Pasal 1339 KUHPerdata jo. PP No. 16 tahun 1997 tentang
lik
2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo. PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba jo. Peraturan
ub
Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008
tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba), maka putusan akhir dan adendum putusan akhir
ep
tersebut harus batal demi hukum atau dibatalkan menurut hukum, dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya; 7. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
s
R
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
In
A
gu
18
do
ng
hukumnya, karena Arbiter tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutus
ne
menurut hukum, dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
M
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
ka m ah
Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tahun
Halaman 18
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
perkara Arbitrase Internasional kasus IDRS 129100009 mengabaikan prinsip audi et alteram partem, yaitu mendengar kedua belah pihak;
ng
a. Bahwa Pasal V paragrap 1 butir (b) Konvensi New York menyatakan sebagai berikut:
do
Article V paragraph 1 point (b) Konvensi New York:
A gu
Recognition and enforcement of the award may be refused, at the request of the
party against whom it is invoked, only if that party furnishes to the competent
In
authority where the recognition and enforcement is sought, proof that:
The party against whom the award is invoked was not given proper notice of the
lik
ah
appointment of the arbitrator or of the arbitration proceedings or was otherwise unable to present his case; or
ub
m
Dengan terjemahan sebagai berikut: Pasal V ayat 1 butir (b) Konvensi New York:
ka
Pengakuan dan pelaksanaan putusan dapat ditolak, atas permintaan dari pihak
ep
yang terhadapnya suatu putusan dimintakan, hanya jika pihak tersebut
ah
mengajukannya kepada pihak yang berwenang di tempat pengakuan dan
si
R
pelaksanaan tersebut dimintakan, membuktikan bahwa: Pihak yang terhadapnya suatu putusan dimintakan tidak diberitahu secara wajar
ng
ne
mengenai penunjukan Wasit atau persidangan Arbitrase atau telah dinyatakan tidak dapat mengajukan sengketanya; atau
do
Bahwa dalam suatu persidangan cq. Arbitrase terdapat asas utama yaitu asas
A gu
b
audi et alteram partem yang artinya kedua belah pihak harus didengar dan diperlakukan
sama serta tidak memihak dan tidak membedakan orang (eines mannes rede, ist keines
In
mannes rede, man soll sie horen beide, horen van beide partijen), sehingga kehadiran
lik
pihak dapat didengar oleh Arbiter cq. Arbiter tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tersebut, yang pada akhirnya memberikan keadilan pada semua
ub
pihak (vide Pasal 5 ayat 1 UU No. 4/2004 jo. Pasal 132a; Pasal 121 ayat 2 HIR jo. Pasal 47 Rv); c
Bahwa ternyata Arbiter tunggal tidak memberitahukan secara langsung dan patut
ep
ka m ah
kedua belah pihak dalam seluruh persidangan cq. Arbitrase mutlak diperlukan agar para
menurut hukum kepada para Penggugat mengenai persidangan Arbitrase, sehingga para Penggugat tidak mengikuti/hadir dalam persidangan Arbitrase dan Arbiter tunggal
s
R
hanya menerima/ mendengar keterangan dari Tergugat saja secara sepihak tanpa
do
Hal. 19 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
perbuatan mana jelas sangat melanggar asas audi et alteram partem (vide Pasal 5 ayat 1
ne
memberikan kesempatan kepada para Penggugat dan tanpa kehadiran para Penggugat,
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 19
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia UU No. 4/2004 jo. Pasal 132a; Pasal 121 ayat 2 HIR jo. Pasal 47 Rv) dan Pasal V paragraph 1 butir (b) Konvensi New York;
Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, putusan akhir dan adendum putusan
ng
d
akhir harus batal demi hukum atau dibatalkan menurut hukum dan karenanya tidak
do
berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya, karena bertentangan dengan asas
A gu
audi et alteram partem sebagaimana disyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku (vide Pasal 5 ayat 1 UU No. 4/2004 jo. Pasal 132a; Pasal 121 ayat 2 HIR 1
In
jo. Pasal 47 Rv) dan Pasal V paragraph 1 butir (b) Konvensi New York);
Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
lik
ah
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
ub
m
hukumnya, karena penunjukkan Arbiter tunggal cq. Tuan Stephen Males cacat secara hukum dan tidak memenuhi syarat-syarat Exclusive license agreement a
Bahwa Pasal 15.2 Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif)
ep
ka
(perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007;
ah
tertanggal 23 Januari 2007 menyatakan:
si
R
Any dispute or difference arising out of or in connection with this Agreement shall be referred to the arbitration of a sole arbitrator to be appointed in
ng
ne
accordance with S.16 (3) of the Arbitration Act 1996 ("the Act"), the seat of such arbitration being hereby designated as London, England. In the event of failure
A gu
do
of the parties to make the appointment pursuant to S.16 (3) of the Act, the
appointment shall be made by the President for the time being of the Chartered
Institute of Arbitrators. The arbitrator shall decide the dispute according to the
In
substantive laws of England and Wales; Dengan terjemahan resminya sebagai berikut:
lik
ka m ah
Setiap perselisihan atau perbedaan yang timbul dari atau yang berhubungan dengan Perjanjian ini akan dirujuk kepada arbitrase dari seorang Wasit tunggal
ub
yang akan ditunjuk sesuai dengan S.16 (3) Undang-Undang Arbitrase 1996 ("Undang-Undang"), tempat kedudukan dari Arbitrase tersebut dengan ini
ep
ditunjuk London, Inggris. Dalam hal kegagalan para pihak untuk membuat penunjukkan mengenai S.16 (3) dari Undang-Undang, penunjukkan akan dibuat
ah
oleh Presiden yang untuk saat ini dari Chartered Institute of Arbitrators. Wasit
s
R
akan memutuskan perselisihan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
ne In
A
gu
20
do
ng
M
substantif Inggris dan Wales;
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 20
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
b
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Bahwa berdasarkan Pasal 15.2 Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007, pihak yang menunjuk Arbiter tunggal
ng
apabila para pihak gagal menunjuk para Arbiter adalah Presiden Chartered Institute of Arbitrators pada saat itu;
Bahwa ternyata penunjukkan Arbiter tunggal cq. Tuan Stephen Males dilakukan
do
c
A gu
oleh IDRS Ltd., yang beralamat di 24 Angel Gate, City Road, London EC1V 2PT, Inggris, dengan suratnya tertanggal 14 Mei 2010 dan bukan Presiden
d
In
Chartered Institute of Arbitrators;
Bahwa penunjukkan Tuan Stephen Males sebagai Arbiter tunggal oleh IDRS
lik
ah
Ltd. tersebut adalah keliru, bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan Pasal 15.2 Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif)
ub
m
tertanggal 23 Januari 2007 karenanya adalah menurut hukum setiap produk yang dihasilkan oleh Arbiter tunggal yang penunjukkannya cacat dan tidak sah secara
ka
hukum (dalam hal ini putusan akhir dan adendum putusan akhir) menjadi tidak
ah
e
ep
sah, cacat, batal demi hukum dan bertentangan dengan hukum; Bahwa dengan demikian, putusan akhir dan adendum putusan akhir yang
si
R
didasarkan atas penunjukkan yang tidak sah tersebut harus batal demi hukum atau dibatalkan menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan
ng
ne
segala akibat hukumnya;
9. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
A gu
do
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
In
hukumnya, karena kuasa yang digunakan oleh Tergugat untuk mendaftarkan putusan akhir dan adendum putusan akhir adalah bukan kuasa sebagaimana
lik
a. Bahwa Pasal 67 ayat (1) UU No. 30/1999 menyatakan sebagai berikut: "Permohonan pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional dilakukan setelah Panitera Pengadilan Negeri;"
ub
putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh Arbiter atau kuasanya kepada
ep
b. Bahwa amar putusan akhir dan adendum putusan akhir mengenai pemberian kuasa menyatakan sebagai berikut: Putusan akhir:
I authorise each of the parties severally to register this award in Indonesia
s
74.
R
ah
ka m ah
disyaratkan oleh ketentuan hukum yang berlaku;
do
Hal. 21 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
to instruct local counsel to do so;
ne
M
(or in any country where such registration is necessary) and if necessary
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 21
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Dengan terjemahan sebagai berikut: 74.
Saya memberikan kuasa kepada masing-masing pihak secara sendiri-
ng
sendiri untuk mendaftarkan putusan ini di Indonesia (atau di Negara lain dimana pendaftaran tersebut dianggap perlu) dan jika perlu memerintahkan
do
penasehat hukum lokal untuk melakukannya;
A gu
Adendum putusan akhir: 18.
I authorise each of the parties severally to register this award in Indonesia
In
(or in any country where such registration is necessary) and if necessary to instruct local counsel to do so;
18.
lik
ah
Dengan terjemahan sebagai berikut:
Saya memberikan kuasa kepada masing-masing pihak secara sendiri-
ub
m
sendiri untuk mendaftarkan putusan ini di Indonesia (atau di Negara lain dimana pendaftaran tersebut dianggap perlu) dan jika perlu memerintahkan
ka
penasehat hukum lokal untuk melakukannya;
ep
c. Bahwa pendaftaran putusan akhir dan adendum putusan akhir pada Panitera
ah
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dilakukan oleh kuasa hukum Tergugat cq. Offy
si
R
Syofiah, SH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 Juli 2010 dari Harvey Nichols and Company Limited selaku pemberi kuasa cq. Tergugat;
ng
ne
d. Bahwa kuasa yang diberikan kepada Offy Syofiah, SH., tertanggal 2 Juli 2010
tersebut mengandung cacat hukum dan tidak sah menurut hukum, karena
A gu
do
kewenangan atau alas hak pemberian kuasa diberikan oleh Arbiter pada saat penerbitan putusan akhir dan/atau adendum putusan akhir yaitu pada tanggal 8
In
September 2010 dan 7 Oktober 2010 sebagaimana dinyatakan dalam amar-amar
putusan akhir dan adendum putusan akhir;
e. Bahwa Harvey Nichols and Company Limited cq. Tergugat memberikan kuasa
lik
ka m ah
untuk mendaftarkan putusan akhir dan adendum putusan akhir kepada Offy dikeluarkan oleh Arbiter tunggal;
ub
Syofiah, SH., jauh sebelum putusan akhir dan adendum putusan akhir f. Bahwa pemberian kuasa oleh Tergugat kepada Offy Syofiah, SH., jauh sebelum
ep
Arbiter tunggal memberikan kuasa melalui amar putusan akhir dan adendum putusan akhir adalah bertentangan dengan hukum, karena pada saat itu (a) belum
ah
ada (terjadi) pemberian kuasa dari Arbiter tunggal kepada Tergugat yang
s
R
menjadi dasar atau memberikan kewenangan kepada Tergugat untuk menunjuk
ne In
A
gu
22
do
ng
M
pihak lain cq. kuasa hukumnya untuk mendaftarkan putusan akhir dan adendum
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 22
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan akhir, dan (b) Arbiter tunggal belum membuat dan/atau menerbitkan putusan akhir dan adendum putusan akhir;
ng
g. Bahwa disamping itu, kuasa yang diberikan Arbiter tunggal dalam amar-amar
putusan akhir dan adendum putusan akhir, adalah bukan surat kuasa khusus
do
sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
A gu
dan digunakan dalam hukum acara perdata;
h. Bahwa dengan demikian, kuasa yang diberikan oleh Arbiter tunggal kepada
In
Tergugat, dan oleh Tergugat kepada kuasa hukumnya untuk mendaftarkan
putusan akhir dan adendum putusan akhir mengandung cacat hukum, tidak sah
lik
ah
dan bertentangan dengan hukum, karenanya putusan akhir dan adendum putusan akhir harus batal demi hukum atau dibatalkan menurut hukum;
ub
m
10. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
ka
menurut hukum, dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
ep
hukumnya, karena pendaftaran putusan akhir dan adendum putusan akhir pada
ah
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengandung cacat hukum dan tidak
si
R
lengkap menurut hukum;
a. Bahwa Arbiter tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara
ng
ne
Arbitrase Internasional kasus IDRS 129100009 telah mengeluarkan 3 (tiga) putusan Arbitrase Internasional, yaitu: ("putusan mengenai yurisdiksi"); dan,
In
ii. Final award tertanggal 8 September 2010 cq. putusan akhir; dan,
do
A gu
i. Award on jurisdiction (putusan mengenai yurisdiksi) tertanggal 14 Juni 2010
iii. Addendum to final award dated 8 September 2010 tertanggal 7 Oktober
"VI-Award
lik
b. Bahwa adapun amar putusan mengenai yurisdiksi adalah sebagai berikut:
a
ub
40 For the reasons set out above I award and declare that:
Clause 15 of the Exclusive license agreement dated 23 January 2007
ep
between the claimants and the respondents constitutes a valid and binding arbitration agreement between the parties; b
ah
ka m ah
2010 cq. adendum putusan akhir;
My appointment as sole Arbitrator by the President of the Chartered
s
R
Institute of Arbitrators on 12 May 2010 was valid dan effective so that
ne
do
Hal. 23 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
M
the arbitral tribunal is properly constituted;
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 23
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
c
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia I have jurisdiction to determine the claimant's claim referred to
arbitration pursuant to its notice of arbitration dated 25 March 2010 and
ng
request for the appointment of an Arbitrator dated 4 May 2010; 41 I reserve all questions relating to the costs of the jurisdiction issue;
do
42 The seat of this arbitration is London;
A gu
43 I authorize each of the parties severally to register this award in Indonesia and if necessary to instruct local Indonesian counsel to do so;"
40
Untuk alasan-alasan yang dikemukakan di atas, saya memutuskan dan a
ub
menyatakan bahwa:
m
In
"VI-Putusan
lik
ah
Dengan terjemahan sebagai berikut:
Pasal 15 dan Perjanjian lisensi ekslusif tertanggal 23 Januari 2007 antara
ka
Pemohon dan para Termohon merupakan perjanjian arbitrase yang sah dan
ah
b
ep
mengikat antara para pihak;
Penunjukan saya sebagai Wasit tunggal oleh Presiden dari Chartered Institute of
si
R
Arbitrators pada 12 Mei 2010 adalah sah dan efektif sehingga Majelis Arbitrase dibentuk secara patut;
ne
Saya memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan tuntutan Pemohon merujuk pada
ng
c
Arbitrase sesuai dengan pemberitahuan Arbitrase tertanggal 25 Maret 2010 dan
A gu
do
permohonan untuk penunjukan seorang Wasit tertanggal 4 Mei 2010; 41
Saya menahan seluruh pertanyaan berkaitan dengan biaya dari masalah Kedudukan Arbitrase ini adalah di London;
43
Saya memberikan kuasa kepada masing-masing pihak secara sendiri-sendiri
In
42
penasihat hukum lokal Indonesia untuk melakukannya";
lik
untuk mendaftarkan putusan ini di Indonesia dan jika perlu untuk memerintahkan
ub
c. Bahwa apabila benar, quod non, berdasarkan putusan mengenai yurisdiksi, a) Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari
ep
2007 merupakan perjanjian yang sah dan mengikat, (b) penunjukkan Tuan Stephen Males sebagai Arbiter tunggal adalah sah dan efektif dan (c) Arbiter tunggal memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan tuntutan Tergugat;
ah
ka m ah
yurisdiksi;
s
R
d. Bahwa keabsahan pemeriksaan dan penyelesaian perkara Arbitrase Internasional
In
A
gu
24
do
ng
yang memberikan kewenangan kepada Arbiter tunggal untuk memeriksa,
ne
M
kasus IDRS 129100009 adalah didasarkan pada putusan mengenai yurisdiksi
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 24
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengadili dan memutus perkara tersebut dengan objek sengketa Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007;
ng
e. Bahwa dengan demikian, ketiga putusan Arbitrase tunggal yaitu putusan mengenai yurisdiksi, putusan akhir dan adendum putusan akhir adalah satu
do
kesatuan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain menurut hukum, dimana
A gu
apabila putusan mengenai yurisdiksi ditiadakan atau diabaikan, maka putusan
akhir dan adendum putusan akhir mengandung cacat hukum, tidak sah dan tidak
In
berdasar dan karenanya harus batal demi hukum;
f. Bahwa Tergugat hanya mendaftarkan putusan akhir dan adendum putusan akhir
lik
ah
pada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanpa mendaftarkan putusan mengenai yurisdiksi;
ub
m
g. Bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh Tergugat atas putusan akhir dan adendum putusan akhir tersebut adalah cacat hukum, tidak sah, tidak lengkap
ka
secara hukum, tidak berdasar dan karenanya harus batal demi hukum, karena
ep
putusan akhir dan adendum putusan akhir tidak memiliki landasan hukum dan
si
yurisdiksi;
R
ah
tidak dapat berdiri sendiri tanpa alas/dasar hukumnya, yaitu putusan mengenai h. Bahwa dengan demikian, putusan akhir dan adendum putusan akhir batal demi
ng
ne
hukum atau harus dibatalkan menurut hukum, dan karenanya tidak berkekuatan
hukum dengan segala akibat hukumnya karena pendaftarannya cacat hukum,
A gu
do
tidak sah, tidak lengkap secara hukum, dan tidak mempunyai alas atau dasar hukum;
In
11. Bahwa oleh karena terdapat kekhawatiran para Penggugat bahwa Tergugat akan melakukan tindakan pelaksanaan eksekusi atas putusan akhir dan adendum putusan
lik
eksekusi tersebut, maka sebelum adanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), para Penggugat mohon kepada Majelis Hakim
ub
yang terhormat untuk memutuskan dan menetapkan putusan provisi sebagai berikut: a. Menghukum Tergugat atau kuasanya atau siapapun yang mendapat hak dari Tergugat, untuk tidak melaksanakan dan/atau melakukan tindakan hukum
ep
ah
ka m ah
akhir dan juga untuk mencegah kerugian yang berkelanjutan akibat pelaksanaan
apapun yang berhubungan dengan pelaksanaan sebagian atau seluruh isi final award dalam perkara Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd.,
s
R
sebagai Pemohon dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa,
do
Hal. 25 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
2010, dan Addendum to final award dated 8 September 2010 dalam perkara
ne
M
Tbk. sebagai para Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 8 September
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 25
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para
ng
Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 7 Oktober 2010, sampai adanya putusan Hakim dalam perkara ini yang berkekuatan hukum tetap (status quo);
do
b. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada para
A gu
Penggugat sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) setiap hari terhitung
sejak tanggal putusan provisi diterbitkan apabila Tergugat atau kuasanya atau
In
siapapun yang mendapat hak dari Tergugat tidak melaksanakan isi putusan provisi ini;
lik
ah
12. Bahwa oleh karena gugatan ini diajukan berdasarkan bukti-bukti otentik yang sah menurut hukum, maka telah cukup beralasan gugatan ini dapat diterima dan/atau
ub
m
dikabulkan menurut hukum dan dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada perlawanan (verzet), banding atau kasasi;
ka
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, para Penggugat mohon kepada
R
Dalam Provisi:
si
ah
lebih dahulu, sebagai berikut:
ep
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat supaya memberikan putusan yang dapat dijalankan
1. Mengabulkan gugatan provisi para Penggugat untuk seluruhnya;
ng
ne
2. Menghukum Tergugat atau kuasanya atau siapapun yang mendapat hak dari
Tergugat untuk tidak melaksanakan dan/atau melakukan tindakan hukum apapun
A gu
do
yang berhubungan dengan pelaksanaan sebagian atau seluruh isi final award dalam perkara Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon
In
dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para
Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 8 September 2010, dan Addendum to
lik
Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para Termohon (kasus IDRS 129100009) berkekuatan hukum tetap (status quo);
ub
tertanggal 7 Oktober 2010, sampai adanya putusan Hakim dalam perkara ini yang 3. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada para
ep
ka m ah
final award dated 8 September 2010 dalam perkara Arbitrase Internasional antara
Penggugat sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) setiap hari terhitung sejak tanggal putusan provisi diterbitkan apabila Tergugat atau kuasanya atau
ah
ne
ini;
s
R
siapapun yang mendapat hak dari Tergugat tidak melaksanakan isi putusan provisi
In
A
gu
26
do
ng
4. Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir;
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
M
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 26
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya;
ng
2. Menyatakan final award dalam perkara Arbitrase Internasional antara Harvey
Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT.
do
Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal
A gu
8 September 2010, dan Addendum to final award dated 8 September 2010 dalam perkara Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon
In
dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para
Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 7 Oktober 2010 melanggar dan
lik
ah
bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia;
3. Menyatakan batal dan tidak sah dan karenanya tidak berkekuatan hukum final
ub
m
award dalam perkara Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk.
ka
sebagai para Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 8 September 2010, dan
ep
Addendum to final award dated 8 September 2010 dalam perkara Arbitrase
ah
Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon dan (1) PT.
si
R
Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 7 Oktober 2010 dengan segala akibat hukumnya;
ne
ng
4. Menghukum Tergugat untuk tunduk dan taat pada putusan perkara ini;
5. Menyatakan putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada
do
A gu
bantahan (verzet), banding atau kasasi (uitvoerbaar bij voorraad); 6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara;
In
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut di atas, Tergugat mengajukan
eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut:
lik
A. Berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ("UU Arbitrase"), putusan Arbitrase IDSR 129100009 yang The Chartered Institute of Arbitrators
ub
dikeluarkan oleh Arbiter tunggal Stephen Males qc. yang ditunjuk oleh President of di London, Inggris ("Putusan Arbitrase
IDSR 129100009") merupakan putusan Arbitrase Internasional;
ep
ah
ka m ah
Dalam eksepsi kompetensi absolut;
1. Pasal 1 ayat 9 dari UU Arbitrase menyatakan: "Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu
s
R
lembaga Arbitrase atau Arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik
ne
do
Hal. 27 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
M
Indonesia, atau putusan suatu lembaga Arbitrase atau Arbiter perorangan yang
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 27
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan Arbitrase internasional";
ng
2. Bahwa Arbiter tunggal Stephen Males qc. yang ditunjuk oleh President of The Chartered Institute of Arbitrators yang bertempat di London, Inggris,
do
menjatuhkan Final award tanggal 8 September 2010 ("putusan akhir") dan
A gu
Addendum to final award tanggal 8 Oktober 2010 ("adendum putusan akhir") dalam perkara arbitrase antara para Penggugat dan Tergugat dan terdaftar dalam
In
putusan Arbitrase IDSR 129100009 ("Putusan Arbitrase IDSR 129100009")
(vide bukti T-1);
lik
ah
3. Putusan Arbitrase IDSR 129100009 a quo dijatuhkan di London, Inggris, sebagaimana dinyatakan dalam angka 16 putusan Arbitrase IDSR 129100009
ub
m
sebagai berikut: "16. The seat of this Arbitration is London";
ka
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
ep
"Tempat dimana Arbitrase ini dilangsungkan adalah di London"
ah
4. Oleh karena itu, putusan Arbitrase IDSR 129100009 merupakan putusan yang
si
R
dijatuhkan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, sehingga berdasarkan UU Arbitrase, putusan Arbitrase IDSR 129100009 dinyatakan sebagai putusan
ng
ne
Arbitrase Internasional;
B. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili permohonan
A gu
do
pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
5. Permohonan pembatalan putusan Arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70
In
sampai dengan Pasal 72 UU Arbitrase hanya mengatur pembatalan putusan
Arbitrase Nasional dan bukan pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
6. Mahkamah Agung Republik Indonesia telah dengan secara tegas mengatur hal
lik
ka m ah
ini dalam pedoman yang telah dikeluarkan kepada seluruh Pejabat struktural dan fungsional beserta Aparat peradilan melalui Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
ub
Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan sebagaimana terlampir dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
nomor: KMA/032/SK/IV.2006;
7. Dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II,
ah
halaman 178 dinyatakan dengan tegas sebagai berikut:
In
gu A
do
ng
sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang No. 28
s
Yang dapat dimohonkan pembatalan adalah putusan Arbitrase Nasional,
ne
M
1.
R
"C. Pembatalan Putusan Arbitrase
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 28
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 30 Tahun 1999, sesuai ketentuan Pasal 70 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999." (Vide bukti T-2);
ng
8. Dari ketentuan di atas, terlihat dengan jelas bahwa putusan Arbitrase yang dapat
dimohonkan pembatalan kepada Pengadilan Negeri hanya terbatas kepada
do
putusan Arbitrase Nasional saja, itu pun sepanjang putusan Arbitrase Nasional
A gu
tersebut memenuhi syarat pembatalan sebagaimana diatur dalam UU Arbitrase. Adapun putusan Arbitrase Internasional tidak dapat dimohonkan pembatalan
In
kepada Pengadilan Negeri;
9. Dengan demikian, jelas bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang
lik
ah
untuk mengadili permohonan pembatalan putusan Arbitrase IDSR 129100009 karena putusan Arbitrase IDSR 129100009 a quo merupakan putusan Arbitrase
ub
m
Internasional dan bukan putusan Arbitrase Nasional;
10. Lebih lanjut, dalam butir kedua Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
ka
Republik Indonesia nomor: KMA/032/SK/IV.2006, Ketua Mahkamah Agung
ep
Republik Indonesia menetapkan: "Memerintahkan kepada semua Pejabat
ah
struktural dan fungsional beserta Aparat peradilan untuk melaksanakan
si
R
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan sebagaimana tersebut dalam Buku II secara seragam, disiplin, tertib dan bertanggung jawab." (Vide
ng
ne
bukti T-3);
11. Jelas bahwa dengan adanya surat keputusan di atas, Mahkamah Agung Republik
A gu
do
Indonesia telah secara khusus memberikan arahan yang wajib diikuti oleh semua Pejabat struktural dan fungsional beserta Aparat Pengadilan, yang isinya
In
menyatakan bahwa Pengadilan Negeri tidak dapat menerima permohonan pembatalan putusan Arbitrase Internasional, karena yang dapat dimohonkan
lik
12. Berdasarkan hal di atas, Penggugat memohon agar yang mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan dirinya tidak berwenang untuk
ub
mengadili perkara a quo karena perkara a quo merupakan perkara permohonan pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
ep
C. Menurut Konvensi New York, Pengadilan yang berwenang untuk mengadili
ah
ka m ah
pembatalan hanyalah permohonan pembatalan putusan Arbitrase Nasional saja;
permohonan pembatalan putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan di tempat putusan arbitrase tersebut dijatuhkan;
s
R
13. Konvensi New York mengenai Pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase
do
Hal. 29 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 34/1981, tanggal 5 Agustus 1981,
ne
M
Asing ("Konvensi New York"), sebagaimana telah diratifikasi oleh Republik
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 29
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
menyatakan bahwa Pengadilan yang berwenang untuk mengadili permohonan pembatalan putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan di tempat putusan
ng
arbitrase tersebut dijatuhkan;
14. Pasal V butir (e) menyatakan bahwa pelaksanaan suatu putusan Arbitrase
do
Internasional dapat ditolak apabila putusan Arbitrase Internasional tersebut telah
A gu
dibatalkan oleh:
"a competent authority of the country in which, or under the law of which, that
In
award was made";
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: "Lembaga yang
lik
ah
berwenang di Negara di mana, atau berdasarkan hukum mana putusan tersebut dijatuhkan";
ub
m
15. Putusan Arbitrase IDSR 129100009 dijatuhkan di London, Inggris. Oleh karena itu, sekiranya terdapat alasan pembatalan putusan arbitrase dalam putusan
ka
Arbitrase IDSR 129100009 (quod non), para Penggugat harus mengajukan
ep
permohonan pembatalan tersebut ke Pengadilan di London, Inggris, dan bukan
ah
Pengadilan di Indonesia;
si
R
Bahwa terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah
1
Menolak eksepsi kompetensi absolut Tergugat;
2
Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
do
ng
A gu
berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini;
Memerintahkan kepada pihak yang berperkara
In
3
untuk melanjutkan pemeriksaan perkara hingga putusan akhir;
Menangguhkan putusan biaya perkara hingga putusan akhir;
lik
4
ub
Bahwa terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan akhir, yaitu putusan No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 20
ep
Maret 2012 yang amarnya sebagai berikut: •
Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
•
Menghukum Penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp. 266.000,- (dua
R
ka m ah
ne
mengambil putusan sela, yaitu putusan No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 13 Oktober 2011 yang amarnya sebagai berikut:
s
ratus enam puluh enam ribu rupiah);
In
A
gu
30
do
telah dijatuhkan dengan hadirnya Tergugat/Pemohon Kasasi pada tanggal 13 Oktober
ne
ng
Menimbang, bahwa putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 30
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 2011, kemudian terhadapnya oleh Tergugat/Pemohon Kasasi, dengan perantaraan
kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 15 April 2011, diajukan permohonan
ng
kasasi secara lisan pada tanggal 27 Oktober 2011 sebagaimana ternyata dari Akte
permohonan kasasi No. 85/Srt.Pdt.Kas/2011/PN.JKT.PST. jo. No. 126/PDT.G/2011/
do
PN.JKT.PST yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan
A gu
mana diikuti dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut pada tanggal 10 November
In
2011;
Bahwa setelah itu, oleh para Penggugat/para Termohon Kasasi yang pada
lik
ah
tanggal 9 Februari 2012 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Tergugat/Pemohon Kasasi, diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan
ub
m
Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 23 Februari 2012;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah
ka
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan
ep
dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan
ah
kasasi tersebut formal dapat diterima;
si
R
Menimbang, bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/ Tergugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:
ng
A
ne
Dalam eksepsi kompetensi absolut; Keberatan pertama;
A gu
do
Judex Facti tingkat pertama salah dalam menerapkan Pasal 1 UU Arbitrase serta tidak konsisten dalam menguraikan fakta antara pertimbangan hukum dan amar
In
putusan;
1. Bahwa berdasarkan apa yang kami dengar dan kami catat dari pembacaan
lik
"Menimbang, bahwa setelah Majelis memperhatikan alasan-alasan yang dikemukakan oleh Tergugat dan Penggugat mengenai eksepsi ini Majelis Hakim
ub
berpendapat bahwa dalam seluruh peraturan perundang-undangan maupun sumber-sumber lain yang dijadikan alasan eksepsi Tergugat maupun jawaban
ep
Penggugat tersebut ternyata tidak ada satupun ketentuan yang secara nyata atau eksplisit menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pembatalan putusan Arbitrase
s
Internasional";
R
ah
ka m ah
putusan sela a quo, Hakim Judex Facti menyatakan:
do
Hal. 31 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
tersebut telah salah dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan maupun
ne
M
2. Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Judex Facti tingkat pertama
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 31
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sumber-sumber lain yang berkaitan dengan pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
ng
3. Bahwa Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa ("UU Arbitrase") menggunakan istilah yang berbeda
do
antara putusan arbitrase yang dijatuhkan di dalam wilayah hukum Republik
A gu
Indonesia dengan putusan arbitrase yang dijatuhkan di luar wilayah hukum Republik Indonesia. Khusus untuk putusan arbitrase yang dijatuhkan di luar
In
wilayah hukum Republik Indonesia, UU Arbitrase menggunakan istilah yang telah ditentukan (defined term) yaitu istilah "Putusan Arbitrase Internasional"
lik
ah
(dengan penggunaan huruf kapital untuk setiap awal kata). Hal ini terlihat dalam Pasal 1 Ayat (10) UU Arbitrase:
ub
m
"Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik
ka
Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang
ah
arbitrase internasional";
ep
menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan
si
R
4. Bahwa untuk putusan arbitrase yang dijatuhkan di dalam wilayah hukum Republik Indonesia, UU Arbitrase hanya menggunakan istilah "putusan
ne
ng
arbitrase" (dengan penggunaan huruf kecil "p" dan "a" di awal kata);
5. Bahwa dengan adanya penggunaan dua istilah yang berbeda tersebut, maka jelas
A gu
do
para Pembuat undang-undang bermaksud untuk menerapkan pengaturan yang
berbeda antara putusan arbitrase yang dijatuhkan di dalam negeri dan putusan
In
arbitrase yang dijatuhkan di luar negeri atau putusan Arbitrase Internasional;
6. Bahwa hal tersebut terlihat dalam Bab VI UU Arbitrase yang dengan konsisten
ka m ah
selalu menggunakan istilah "putusan arbitrase" ketika mengatur perihal putusan
lik
untuk arbitrase nasional dan menggunakan istilah "Putusan Arbitrase Internasional" ketika mengatur perihal putusan untuk Arbitrase Internasional;
ub
7. Bahwa oleh karena itu, setiap ketentuan yang menggunakan istilah "putusan arbitrase" dalam UU Arbitrase seharusnya dipahami sebagai pengaturan bagi
ep
putusan arbitrase nasional saja dan setiap ketentuan yang menggunakan istilah "Putusan Arbitrase Internasional" seharusnya dipahami sebagai pengaturan bagi
R
ah
putusan Arbitrase Internasional saja;
s
8. Bahwa berdasarkan apa yang kami dengar dan kami catat dari pembacaan
ne In
A
gu
32
do
ng
M
putusan sela a quo, Hakim Judex Facti tingkat pertama menyatakan:
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 32
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia "Menimbang, bahwa setelah memperhatikan ketentuan Pasal 1 ayat (9) UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa serta
ng
bukti T-1 tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa dalil Tergugat yang menyatakan bahwa putusan yang sedang disengketakan adalah putusan
do
Arbitrase Internasional dapat dibenarkan";
A gu
9. Bahwa pertimbangan Judex Facti tingkat pertama tersebut telah nyata
memperlihatkan, bahwa Majelis Hakim sependapat dengan eksepsi kompetensi
In
yang diajukan oleh Tergugat (sekarang Pemohon Banding) bahwa objek yang
disengketakan, yakni putusan Arbitrase Internasional ISDR 129100009, adalah
lik
ah
merupakan putusan Arbitrase lnternasional. Namun pada amar putusannya, Majelis Hakim tidak konsisten dalam memberikan putusannya dengan
ub
m
menyatakan bahwa "Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini";
ka
Dengan demikian, jelas terlihat adanya ketidakkonsistenan antara pertimbangan
ep
hukum yang diuraikan dan amar putusan dari Majelis Hakim yang memeriksa dan Keberatan kedua;
si
B
R
ah
menjatuhkan putusan sela a quo;
Judex Facti tingkat pertama salah dalam menerapkan Pasal 65 UU Arbitrase sebagai
ne
ng
dasar kewenangannya dalam memeriksa dan mengadili perkara a quo;
1. Bahwa berdasarkan apa yang kami dengar dan kami catat dari pembacaan
A gu
do
putusan sela a quo oleh Hakim Judex Facti, Majelis Hakim Judex Facti menyatakan bahwa:
In
"Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan tersebut apabila diterapkan dalam perkara a quo maka Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat
lik
sebagai Pengadilan yang diberi kewenangan berdasarkan Pasal 65 UU No. 30 Tahun 1999 dengan terlebih dahulu mendengar dan memperhatikan hak-hak dari
ub
pihak Tergugat untuk memberikan tanggapan";
2. Bahwa Pasal 65 UU Arbitrase menyatakan bahwa: "Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional adalah
ep
ah
ka m ah
harus tetap diperiksa oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
3. Pasal 65 hingga Pasal 69 UU Arbitrase mengatur tatacara pengajuan
s
R
permohonan pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional. Tidak
do
Hal. 33 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
putusan Arbitrase Internasional;
ne
M
satupun pasal-pasal dalam UU Arbitrase yang mengatur tentang pembatalan
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 33
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 4. Bahwa gugatan yang diajukan oleh para Penggugat (sekarang para Termohon Banding)
adalah
merupakan
gugatan
"Pembatalan
putusan
Arbitrase
ng
Internasional". Permohonan pembatalan putusan arbitrase diatur pada Pasal 70
UU Arbitrase. Pasal 70 UU Arbitrase menyatakan bahwa terhadap putusan
do
arbitrase dapat diajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut
A gu
mengandung unsur-unsur tertentu yang disebutkan pada Pasal 70 tersebut;
5. Pasal 70 UU Arbitrase mengatur permohonan pembatalan putusan arbitrase
In
dalam negeri bukan putusan Arbitrase Internasional;
6. Pasal 65 hingga Pasal 69 UU Arbitrase merupakan tatacara bagi para Pemohon
lik
ah
pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional. Pasal-pasal tersebut bukan merupakan tatacara pengajuan gugatan pembatalan putusan Arbitrase
ub
m
Internasional;
Maka oleh karena itu, Judex Facti telah salah dalam menerapkan Pasal 65 UU
ep
ka
Arbitrase sebagai dalil kewenangannya dalam menangani perkara gugatan pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
ah
C. Keberatan ketiga;
si
R
Berdasarkan Konvensi New York, Pengadilan yang berwenang untuk mengadili permohonan pembatalan putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan di
ng
ne
tempat putusan arbitrase tersebut dijatuhkan;
1. Konvensi New York mengenai Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase
A gu
do
Asing ("Konvensi New York"), yang telah diratifikasi oleh Republik Indonesia
melalui Keputusan Presiden No. 34/1981, tanggal 5 Agustus 1981, menyatakan
In
bahwa Pengadilan yang berwenang untuk mengadili permohonan pembatalan
putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan di tempat putusan arbitrase
lik
ka m ah
tersebut dijatuhkan;
2. Pasal V butir (e) menyatakan bahwa pelaksanaan suatu putusan Arbitrase Internasional dapat ditolak apabila putusan Arbitrase Internasional tersebut telah
ub
dibatalkan oleh:
"a competent authority of the country in which, or under the law of which, that
ep
a ward was made”;
ah
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
R
“Lembaga yang berwenang di Negara di mana, atau berdasarkan hukum mana
s ne In
A
gu
34
do
ng
M
putusan tersebut dijatuhkan";
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 34
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 3. Putusan Arbitrase IDSR 129100009 adalah putusan Arbitrase Internasional yang
dijatuhkan di London, Inggris. Oleh karena itu, sekiranya terdapat alasan
ng
pembatalan atas putusan Arbitrase IDSR 129100009, para Penggugat (sekarang
para Termohon Banding) harus mengajukan permohonan pembatalan tersebut ke Keberatan keempat;
A gu
D
do
Pengadilan di London, Inggris, dan bukan Pengadilan di Indonesia;
Pedoman yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung menyatakan bahwa yang dapat
In
dimohonkan pembatalan adalah hanya putusan arbitrase nasional, dan dengan
demikian Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili permohonan pembatalan
lik
ah
putusan Arbitrase Internasional;
1. Permohonan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70
ub
m
sampai dengan Pasal 72 UU Arbitrase hanya mengatur pembatalan putusan arbitrase nasional dan bukan pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
ep
ka
2. Mahkamah Agung Republik Indonesia telah secara tegas mengatur hal ini dalam pedoman yang telah dikeluarkan kepada seluruh Pejabat struktural dan
ah
fungsional beserta Aparat peradilan melalui Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
si
R
Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan sebagaimana terlampir dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
ng
ne
No. KMA/032/SK/IV.2006;
3. Dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II,
A gu
do
halaman 178 dinyatakan dengan tegas sebagai berikut:
"C. Pembatalan putusan arbitrase
In
1. Yang dapat dimohonkan pembatalan adalah putusan arbitrase nasional, sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang No. 30
lik
No. 30 Tahun 1999." (Vide bukti T-2);
4. Dari ketentuan di atas, terlihat dengan jelas bahwa putusan arbitrase yang dapat
ub
dimohonkan pembatalan kepada Pengadilan Negeri hanya terbatas kepada putusan arbitrase nasional saja, itupun sepanjang putusan arbitrase nasional
ep
tersebut memenuhi syarat pembatalan sebagaimana diatur dalam UU Arbitrase. Adapun putusan Arbitrase Internasional tidak dapat dimohonkan pembatalan kepada Pengadilan Negeri;
R
ah
ka m ah
Tahun 1999, sesuai ketentuan Pasal 70 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang
s
5. Dengan demikian, jelas bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang
ne
do
Hal. 35 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
In
A
gu
ng
M
untuk mengadili permohonan pembatalan putusan Arbitrase IDSR 129100009
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 35
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
karena putusan Arbitrase IDSR 129100009 a quo merupakan putusan Arbitrase Internasional dan bukan putusan arbitrase nasional;
ng
6. Lebih lanjut, dalam butir kedua Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor: KMA/032/SK/IV.2006, Ketua Mahkamah Agung
do
Republik Indonesia menetapkan:
A gu
"Memerintahkan kepada semua Pejabat struktural dan fungsional beserta Aparat
peradilan untuk melaksanakan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
In
Pengadilan sebagaimana tersebut dalam Buku II secara seragam, disiplin, tertib
dan bertanggung jawab." (Vide bukti T-3);
lik
ah
7. Jelas bahwa dengan adanya surat keputusan di atas, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah secara khusus memberikan arahan yang wajib diikuti oleh semua struktural
dan
fungsional
beserta
Aparat
ub
m
Pejabat
Pengadilan, yang isinya menyatakan, bahwa Pengadilan Negeri tidak dapat
ep
ka
menerima permohonan pembatalan putusan Arbitrase Internasional, karena yang dapat dimohonkan pembatalan hanyalah permohonan pembatalan putusan
ah
arbitrase nasional saja;
si
Agung berpendapat:
R
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut di atas, Mahkamah
ng
ne
Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut dapat dibenarkan, dengan pertimbangan hukum sebagai berikut:
do
Bahwa Pengadilan yang berwenang membatalkan putusan Arbitrase IDSR
A gu
-
129100009 a quo adalah di Negara mana putusan arbitrase tersebut dibuat yaitu
-
In
Pengadilan di London, Inggris;
Bahwa pembatalan putusan Arbitrase Internasional tidak diatur dalam perjanjian
-
lik
membatalkan putusan Arbitrase Internasional;
Bahwa pembatalan putusan Arbitrase Internasional diatur dalam Konvensi New
ub
York 1958 dan sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing Negara peserta konvensi untuk menentukan sendiri kriteria dan dasar yang digunakan sebagai alasan pembatalan putusan arbitrase, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak
ep
ka m ah
internasional, oleh sebab itu Pengadilan Nasional suatu Negara tidak mungkin dapat
berwenang, namun pertimbangan hukum Pengadilan Negeri tentang gugatan prematur sudah tepat sebab landasan putusan adalah putusan Pengadilan Negeri
R
ah
s
Jakarta Selatan yang belum berkekuatan hukum tetap;
In
A
gu
36
do
Agung berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari
ne
ng
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
M
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 36
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
Pemohon Kasasi: HARVEY NICHOLS AND COMPANY LIMITED tersebut, dan membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 126/Pdt.G/2011/
ng
PN.Jkt.Pst tanggal 13 Oktober 2011 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
do
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/
A gu
Tergugat dikabulkan dan para Termohon Kasasi/para Penggugat berada di pihak yang
kalah, maka para Termohon Kasasi/para Penggugat harus dihukum untuk membayar
In
biaya perkara dalam semua tingkat peradilan;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-undang No. 48 Tahun 2009, Undang-
lik
ah
undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2009, dan
ub
m
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
ep
ka
M E N G A D I L I : Mengabulkan permohonan
kasasi
dari
Pemohon
Kasasi:
HARVEY
ah
NICHOLS AND COMPANY LIMITED tersebut;
si
R
Membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 126/ MENGADILI SENDIRI:
ne
ng
Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 13 Oktober 2011;
Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili
A gu
do
gugatan pembatalan putusan Arbitrase Internasional atas putusan IDSR 129100009;
Menghukum para Termohon Kasasi/para Penggugat untuk membayar biaya
In
perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
lik
pada hari Kamis, tanggal 27 Desember 2012 oleh Prof. Dr. Valerine J.L.K, SH.,
ub
MA., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Nurul Elmiyah, SH., MH., dan Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M., Hakim-Hakim Agung masing-masing sebagai Hakim Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri
ep
ka m ah
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung
oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut, dan dibantu oleh Bongbongan Silaban, SH.,
do
Hal. 37 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
ne
Ke t ua:
In
A
gu
ng
Hakim-Hakim Anggota:
s
R
LL.M., Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 37
R ep ub
ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
ttd/Prof. Dr. Valerine J.L.K, SH., MA. ttd/Dr. Nurul Elmiyah, SH., MH. ttd/Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M.
ng
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Biaya-biaya:
Panitera Pengganti:
2. R e d a k s i .............. Rp.
5.000,-
Adminstrasi Kasasi... Rp. 489.000,Jumlah
= Rp. 500.000,-
In
3
do
6.000,- ttd/Bongbongan Silaban, SH.,LL.M.
A gu
1. M e t e r a i ............... Rp.
lik
ah
============
ka
ub
m
Untuk Salinan: Mahkamah Agung RI a.n. Panitera Panitera Muda Perdata Khusus,
s ne In
A
gu
38
do
ng
M
R
ah
ep
ub
lik
ka m ah
In
A gu
do
ng
ne
si
R
ah
ep
RAHMI MULYATI, SH.,MH. Nip. 19591207 1985 12 2 002
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 38