MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-X/2012
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON SERTA PEMERINTAH (IV)
JAKARTA KAMIS, 13 DESEMBER 2012
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [Pasal 22 ayat (4) dan Lampiran] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) 2. Perkumpulan Indonesia Parliamentary Center (IPC) ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Saksi/Ahli dari Pemohon serta Pemerintah (IV) Kamis, 13 Desember 2012, Pukul 11.20 – 12.15 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Moh. Mahfud MD. Achmad Sodiki M. Akil Mochtar Ahmad Fadlil Sumadi Harjono Muhammad Alim Maria Farida Indrati Hamdan Zoelva Anwar Usman
Dewi Nurul Savitri
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Titik Anggraini B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Veri Junaidi 2. Erik Kurniawan C. Ahli dari Pemerintah: 1. Didik Achdijat D. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi 2. Radita Aji 3. Agus Hariadi
(Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.20 WIB 1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan Ahli dalam Pengujian Undang-Undang atau judicial review Perkara Diregistrasi Dalam Nomor 96/PUU-X/2012, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, perkenalkan diri terlebih dahulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Hadir dalam permohonan per … Para Berperkara Nomor 96, saya Veri Junaidi sebagai Kuasa Hukum, sebelah kiri ada Erik Kurniawan sebagai Kuasa Hukum, dan Pemohon Prinsipal Titik Anggraini dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi. Kami juga menghadirkan satu orang Ahli, Beliau Ahli untuk Matematika Kepemiluan, Bapak Didik Achdijat. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, Pemerintah.
4.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Pemerintah hadir, saya Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebelah kiri ada Saudara Agus Hariadi, dan Saudara Radita Aji dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, DPR melalui Surat Bernomor HK1 dan seterusnya menyatakan tidak dapat hadir. Artinya, sidang ini mencukupkan kepada siapa-siapa yang hadir hari ini untuk tetap dilanjutkan. Ada juga permohonan menjadi Pihak Terkait dari perorangan warga negara Indonesia yang tadi sudah dimusyawarahkan oleh Para Hakim, nampaknya tidak relevan untuk diterima menjadi Pihak Terkait karena sifatnya perorangan yang tidak ada hubungan langsung dengan 1
kasus ini, tetapi hubungan undang-undang ini dengan seluruh rakyat dengan bersama-sama. Oleh sebab itu, keterkaitannya itu sudah diwakili oleh Pemohon. Nah oleh sebab itu, tidak ada Pihak Terkait dalam kasus ini. Dan kita akan teruskan pemeriksaan. Untuk itu Pak Achdijat, ya? Bapak Didik Achdijat … Bapak Didik Achdijat dipersilakan untuk maju ke depan untuk mengambil sumpah. Bapak beragama apa, Bapak? Islam. Baik, akan disumpah dengan Agama Islam. Pak Hamdan. 6.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA “Bismillahirrahmaanirrahiim,” … saya ulangi, ikuti lafal sumpah yang saya ucapkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.” Terima kasih.
7.
AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
8.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan duduk! Pemohon, silakan dipandu. Ahli ini disuruh menerangkan apa yang ingin disampaikan kepada Majelis Hakim dan Pemerintah?
9.
KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Terima kasih, Yang Mulia. Pada umumnya dan secara khusus, kami meminta kepada Ahli untuk menerangkan tentang bagaimana mekanisme alokasi kursi dan untuk pendapilan. Secara langsung nanti kami minta Pak Didik sebagai Ahli bisa menerangkan lebih lanjut, lebih detail, bagiamana mekanisme alokasi kursi dan juga menjawab terkait dengan bagaimana sih keterwakilan Jawa dan luar Jawa dalam proses apa … penentuan alokasi kursi nanti.
10. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Terima kasih, Yang Mulia.
2
11. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Bapak mau pakai visualisasi? 12. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Ya. 13. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Oke. Bapak boleh juga berdiri di situ, kecuali kalau visualisasinya menghendaki Bapak duduk. 14. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Baik, terima kasih. 15. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Bapak dimohon berdiri di situ, Pak. Di … di ini (…) 16. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Mimbar? 17. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Podium … podium. 18. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Oh. 19. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Nah. 20. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Terima kasih, Yang Mulia. Hari ini saya diminta untuk memberikan bagaimana … penjelasan bagaimana caranya menetapkan alokasi kursi, khususnya dalam pemilu. Pada awalnya adalah didahului dengan semua ketentuan yang ada dalam Undang-Undang 8 Nomor 12 mengenai; 1. Yaitu tentang proporsionalitas. Kemudian, mengenai daerah pemilihan provinsi, 3
kabupaten … kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota. Yang berikutnya adalah ketetapan adanya jumlah kursi DPR sebanyak 560 kursi dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 kursi, paling banyak 10 kursi. Nah, dari hal itu … dari sisi matematika, maka dianggap dan bahkan dikebanyakan pemilihan umum di beberapa negara dipecahkan secara matematis. Nah, pemecahan matematika ini adalah di dalam cabang matematika terapan yang dikhususkan di riset operasi atau operation research yang mempunyai fungsi objektif, yaitu mengoptimalkan alokasi kursi sebanyak 560 kursi ... maaf, dengan kendala atau constraints adalah ketentuan dalam undang-undang. Hasil terapan tentu adalah penentuan bilangan bulat tidak negatif untuk alokasi kursi di setiap daerah pemilihan. Yang terjadi dalam masalah terapan ini adalah bagaimana mentransformasi bilangin riil atau pecahan menjadi bilangan bulat tidak negatif dan jumlah keseluruhan bilangan bulat tidak negatif harus sama dengan jumlah kursi? Dalam perjalanannya terdapat dua metode alokasi besar, yang pertama adalah disebut kuota, yang kedua disebut pembagi. Metode kuota dikembangkan oleh Hamilton atau Alexander Hamilton bersama Harry. Kemudian metode pembagi dikembangkan oleh 5 orang, yaitu Jefferson dengan Victor De Hont, kemudian Adams, Webster bersama Sentilaque, kemudian Huntington bersama Hill, dan Dean. Apa beda masing-masing dari metode alokasi ini? Pertama kalau kita lihat metode kuota sebetulnya adalah metode yang termudah, yaitu membagi kursi ke dalam masing-masing provinsi dengan kuota adalah sebesar populasi dibagi dengan jumlah kursi. Di dapat bilangan pecahan, kemudian Hamilton atau Harry membulatkan angka pecahan ke bawah, artinya kalau 2,1 misalnya menjadi 2. 2,9 juga menjadi 2. Jumlah dari kursi itu sudah pasti lebih kecil dari pada jumlah alokasi yang disediakan karena pembulatan ke bawah. Sisanya dibagikan lagi ke dalam daerah yang mempunyai sisa pecahan terbesar. Saya ambil contoh, misalnya ada 10 dari jumlah semua pembulatan, berbeda 10 kursi dengan jumlah kursi yang dibagikan, berarti 10 kursi ini harus dibagikan ke dalam 10 daerah dengan jumlah sisa pecahan yang terbesar. Nah, masalah yang muncul adalah apabila jumlah pecahan terbesar ke 11 dengan jumlah pecahan terbesar ke 10, hanya berbeda sedikit. Katakan jumlah pecahan terbesar yang ke 10 adalah 0,61, sedangkan jumlah pecahan terbesar ke 11 0,609. Berarti yang ke 11 tidak mendapat tambahan kursi, yang ke 10 mendapatkan tambahan kursi. Di situ adalah munculnya anti ... istilahnya adalah paradoks di dalam metode Hamilton. Nah, perkembangan berikutnya karena metode dianggap kurang kuat maka muncul metode pembagi. Metode pembagi ini mencari satu 4
pembagi yang memungkinkan jumlah pembulatan sama dengan jumlah kursi. Ini ada 5 orang, yaitu yang pertama, misalnya ... saya awali yang pertama adalah Metode Jefferson bersama Victor De Hont, dia membulatkan ke atas ... eh, ke bawah semua pecahan. Jadi semua pecahan dibulatkan ke bawah kemudian dijumlahkan, dicari sampai jumlah ini memenuhi jumlah 560 atau jumlah kursi yang akan dibagi. Nah, ini kerugiannya adalah karena pembulatan ke bawah untuk daerah pemilihan yang jumlah pecahannya atau jumlah kursi pembagian besarnya di bawah 1, maka dia tidak mendapatkan kursi. Karena keadaan itu muncul Adams yang adalah Mantan Presiden Amerika ke VI, dia membuat hampir sama dengan De Hont atau dengan Jefferson, tetapi dia melakukan pembulatan ke atas. Jadi semua dibulatkan ke atas, yang 0,0001 menjadi 1, yang 0,9 juga 1. Pembulatan ini akibatnya adalah populasi yang besar merasa dirugikan. Jadi ini semua ada keuntungan-kerugian, untuk Adams itu lebih menguntungkan untuk daerah dengan populasi kecil. Untuk mengatasi itu mencullah Webster bersama Sentilaque, dia melakukan perbandingan ini di anggap apa yang dilakukan Jefferson maupun Webs ... Adams itu kurang, dianggap kurang adil, maka rata-rata aritmetika dari dua bilangan pembulatan ke bahwa dan pembulatan ke atas. Bahasa sederhana adalah tengah-tengah. Jadi semua bilangan yang di bawah setengah pecahannya dibulatkan ke bawah, yang sama dengan setengah atau ke atas dibulatkan ke atas. Jadi, seperti contohnya hasil pembagian adalah 2,4511 pembulatan ke bawah 2 dan pembulatan ke atas 3, maka tengahtengahnya adalah 2,5. Maka karena 2,4511 lebih kecil dari 2,5 maka daerah ini mendapatkan alokasi kursi 2. Dianggapnya kurang perkebangan berikutnya muncul Huntington dan Hill, dia menggunakan hal yang sama-sama rata-rata, tetapi dia mengeluarkan rata-rata geometric. Karena dianggapnya populasi manusia bersifat geometris, yaitu perkalian … akar perkalian dari pembulatan ke bawah dan ke atas. Jadi yang tadi adalah … kalau tadi adalah 2 tambah 3, kalau ini 3 kali 3, akar 2 kali 3 atau akar 6. Yang kalau untuk contoh yang tadi hasilnya adalah 2,495 karena 2,450, 11 tadi lebih besar dari itu maka daerah yang sama tadi mendapatkan posisi 3. Berbeda satu dengan Metode Webster. Dan yang terakhir metode adalah Metode Dean. Ini lebih rumit lagi, dia menganggap … penting untuk menganggap bahwa komposisi masyarakat adalah memenuhi rata-rata harmoni, yaitu perkalian dari dua bilangan … pembulatan bilangan ke atas dan ke bawah, dibagi dengan jumlah bilangan ke bawah, pembulatan bilangan ke bawah dan ke atas. Hal yang sama ini hasilnya sama dengan hasil yang dilakukan oleh Huntington dan Hill.
5
Nah, yang mana yang paling bagus untuk digunakan? Itu tidak bisa dibilang paling, tapi yang mana yang bagus digunakan adalah yang sesuai. Nah, tapi bagaimana cara kita tahu bahwa metode satu dan lainnya lebih bagus daripada yang lainnya? Tentu dilakukanlah beberapa pengukuran. Pengukuran ini disebut pengukuran proporsionalitas terbagi dalam 3. Yang pertama, pengukuran proporsionalitas itu adalah membandingkan proporsi dari … rasio dari populasi dengan rasio dari alokasi, kemudian rasio alokasi dengan rasio populasi. Mungkin istilahnya sama tetapi sebetulnya berbeda. Yang kedua adalah ukuran mengenai kelebihan keterwakilan atau disebutnya over-representations itu yang dilakukan oleh Louis Moore dan Henry. Dan yang ketiga adalah kestabilan atau disebutnya keadilan, metode alokasi. Dalam kestabilan ini diukur atau keadilan ini adalah kalau dari satu kursi dipindahkan dari satu daerah ke daerah lain, apakah proporsi ini akan berubah karena kita menganut prinsip proporsionalitas? Nah, saya sekarang akan mencoba melakukan beberapa percobaan dengan … dengan dasarnya adalah sensus dari BPS tahun 2010 dengan batasan daerah pemilihan provinsi dan alokasi … alokasi minimum 3 kursi. Pertama, saya akan coba bandingkan proporsionalitas apa yang terlampir dalam lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Untuk daerah Sumatera, kita bisa lihat bahwa terjadi over-representations atau kelebihan keterwakilan untuk Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, dan yang mengalami kekurangan keterwakilan adalah Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan. Untuk Jawa, yang terjadi kekurangan, hampir seluruh Jawa mengalami kekurangan kecuali Jawa Tengah mengalami kelebihan keterwakilan. Yang terbesar kekurangan keterwakilan adalah Jawa Barat. Untuk daerah Bali dan Nusa Tenggara, dan Kalimantan, terjadi banyak sekali. Misalnya Bali mengalami kekurangan keterwakilan, termasuk Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Sedangkan yang kelebihan keterwakilan adalah Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Selatan. Dan yang berikutnya untuk Sulawesi Utara … oh, untuk Daerah Sulawesi keterwakilan yang berlebih adalah Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Sedangkan yang mengalami kekurangan adalah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Dan daerah Maluku dan Papua karena dihadapkan pada minimum kursi, maka Papua … Papua Barat dan Maluku Utara bisa dianggap tidak diperhitungkan, tetapi Papua mengalami keterlebihan keterwakilan. Nah, dari sini kita bisa lihat bagaimana sebetulnya kalau metode alokasi ini diterapkan pada sistem pemilu kita, bagaimana bentuk 6
penyimpangannya? Metode alokasi yang tadi ada 6 termasuk dari kuota maupun pembagi, semuanya hampir setara dengan rasio penduduk. Kalau kita lihat di dalam gambar bahwa perbandingan rasio antara metode alokasi dengan penduduk hampir selaras dibanding dengan apa yang sudah diterapkan oleh undang-undang, dalam lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Jadi ada penyimpangan kelihatannya di situ di … untuk daerah Jawa Barat dan Sulawesi Selatan yang besar mungkin, kemudian Banten juga kekurangan. Terus saja, Pak. Ini juga kita lihat misalnya Sumatera Barat. Penyimpangan pada lampiran undang-undang lebih besar dibanding dengan yang dilakukan oleh metode alokasi, termasuk juga di Aceh … Nanggroe Aceh Darussalam. Berikutnya Papua. Dan dari semua itu kita lihat bagaimana sih mengukur bahwa metode ini sesuai atau tidak? Saya akan tampilkan dalam gambar berikut. Kalau kita lihat dari segala ukuran yang digunakan, apakah itu indeks Dean, Webster, maupun Hamilton, yang membandingkan rasio penduduk dengan rasio alokasi. Ketetapan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 8, itu menyimpang jauh di atas ... atau bukan menyimpang, berbeda jauh dengan apa yang digunakan pada metode alokasi. Sedangkan untuk keterwakilan, yaitu pada indeks Louis Moore-Henry ... berikutnya, kelihatan juga bahwa di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 mencapai 4% dibanding dengan metode alokasi yang jauh di bawah itu. Saya kira terus. Nah, dalam bentuk angka, kita bisa lihat. Untuk indeks Dean, Undang-Undang Nomor 13 ... Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 mencapai 3,759, sedangkan umumnya pada metode ini mencapai 1,6. Yang tertinggi Adams adalah 2,08. Untuk menyimpangan, itu di indeks nomor 4 di Undang-Undang Nomor 8, (suara tidak terdengar jelas) bahwa ada penyimpangan over-representations. Jadi, kelebihan keterwakilan sebesar 4%, sedangkan yang lainnya adalah 1%, umumnya di bawah 1%. Akibat dari penyimpangan itu, kita bisa lihat bahwa terjadi dislokasi kursi pada nomor 11 itu adalah 23 kursi untung Undang-Undang Nomor 8. Dan pada umumnya, pada metode alokasi hanya berkisar 5. Ini diakibatkan karena minimum kursi 3 tadi. Sedangkan pada stabilitas atau keadilan penyebaran, kalau satu kursi saya pindah dari satu daerah pemilihan ke daerah pemilihan lain, semua susunan proporsional berubah. Itu terjadi pada Webster, Hamilton, dan Dean. Sedangkan, pada undang-undang hanya berubah sebesar 465 kali. Jadi, kombinasi antara pasangan ini mencapai 528 kombinasi yang dioperasikan untuk mencapai, untuk mengetahui berapa besar perubahan yang terjadi. Jadi, kalau di Metode Webster, Hamilton, maupun Dean, kalau satu kursi saya pindah, maka struktur proporsionalitasnya berubah seluruhnya. Sedangkan pada undang-undang tidak semuanya berubah. 7
Dan secara angka bahwa akibat dari itu ada dislokasi 23 kursi, maka menurut perhitungan, terjadi jumlah penduduk sebesar 9.000.000 yang tidak meng ... tidak menikmati hak proporsionalitasnya karena dia tidak tahu pilihan dia di mana ditempatkan. Itu yang terjadi pada UndangUndang Nomor 8 nomor ... Tahun 2012. Dan dari chart yang kita lihat tadi bahwa penyimpangan ini tidak hanya terjadi di Jawa, tetapi di seluruh daerah di Sumatera, Jawa, maupun di luar Jawa lainnya. Nah, untuk kita ketahui bahwa sub ini sebetulnya nanti akan bisa terjadi adalah beberapa paradoks yang akan mungkin terjadi. Selama ini belum bisa dibuktikan karena memang belum diadakan penelitian untuk melakukan hasil pemilu yang akan ... pemilu di Indonesia. Paradoks ini memang mungkin terjadi, tapi saat ini saya tidak bisa menggambarkan apa yang sudah terjadi. Selanjutnya, kalau kita lihat bahwa sebetulnya kisaran ... kisaran pemilu ... pemilih, itu juga terjadi kesenjangan cukup besar. Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, jumlah kursi yang terkecil dipilih oleh 559.000 orang. Sedangkan pada metode-metode alokasi, hanya mencapai 450 orang ... 450.000 orang. Itu adalah yang kejadian yang muncul di dalam lampiran pemilu di Indonesia ini. Nah, oleh karena itu, menurut pendapat saya, maka saya bisa berkesimpulan. Bahwa pertama, dari lampiran undang-undang memang saya tidak mendapatkan informasi data kependudukan yang digunakan. Tetapi karena data BPS adalah cukup absah untuk digunakan, maka kita akan ... saya gunakan data itu untuk melakukan perhitungan ini. Dan penetapan alokasi pada undang-undang ... pada Lampiran UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012 menurut pendapat saya, tidak ditetapkan secara sistematik. Jadi, tampaknya penetapan jumlah kursi adalah dilakukan secara acak dan tidak menunjukkan ada satu metode yang digunakan. Dan yang berikutnya, metode yang digunakan juga kalau pun ada adalah metode yang sangat tidak stabil dibanding lainnya. Karena perubahan kursi, pemindahan kursi, tidak mengakibatkan perubahan proporsi, perubahan rasio dari alokasi terhadap alokasi kursi. Maka untuk itu, kalau saya boleh menyarankan adalah sebaiknya dilakukan perhitungan ulang dengan menggunakan satu metode, mungkin yang termudah adalah Metode Webster. Tapi Metode Hamilton dan Hill juga bisa dimasukkan dalam ... dipertimbangkan untuk dilakukan. Dan setelah itu, melakukan penetapan ulang alokasi kursi untuk daerah pemilihan kabupaten dan kota. Saya kira itu yang saya bisa sampaikan, Yang Mulia. Terima kasih. 21. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, terima kasih, Bapak … Pak Didik. Pemohon, apa ada yang perlu diperdalam dari Saudara atau cukup? 8
22. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Ada, Yang Mulia. 23. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan. 24. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Terima kasih. Saudara Ahli, dalam penyusunan sebuah kebijakan hukum, ada yang dikatakan … dan ada yang sebuah prinsip open legal policy. Jadi sebenarnya menjadi hak bagi setiap anggota DPR untuk menentukan kebijakan apa dalam sebuah undang-undang. Misal, saya melihat lampiran undang-undang ini bisa dikatakan oleh DPR sebagai sebuah kebijakan yang terbuka dan menjadi hak bagi anggota DPR untuk menentukan. Tapi saya melihat dari keterangan Ahli tadi, Saudara Ahli memberikan beberapa catatan terkait dengan constraint atau batasanbatasan, atau prinsip dalam penentuan daerah pemilihan. Mohon Saudara Ahli juga bisa menjelaskan kepada kami bahwa penentuan daerah pemilihan itu selain ada sebuah kebijakan hukum yang terbuka bagi DPR untuk menentukan, pilihan-pilihan hukum apa? Tapi juga sebenarnya juga ada prinsip-prinsip yang juga mestinya dipatuhi dalam penentuan daerah pemilihan karena saya melihat dari paparan Ahli, ternyata kalau melihat simulasi yang sudah dibangun oleh Ahli berdasarkan beberapa metode yang coba disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi, ternyata yang dirugikan itu bukan hanya keterwakilan di Jawa. Karena hari ini kan kita menghawatirkan kalau misalnya kita strik pada prinsip kesetaraan suara dan juga pada keseimbangan antara perwakilan Jawa, luar Jawa, kita mengkhawatirkan nanti justru di Jawa itu juga lebih banyak perwakilannya. Tapi ternyata Ahli tadi menyampaikan banyak daerah di luar Jawa baik di Sumatera, Kalimantan, yang juga dirugikan dengan metode acak yang disajikan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Mohon Ahli bisa memberikan gambaran, constraint apa yang mungkin saja diberlakukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dan prinsip-prinsip apa saja yang mestinya bisa diberlakukan dalam penentuan daerah pemilihan? Dan misalnya kalau kita menginginkan ada keseimbangan keterwakilan antara Jawa dan Luar Jawa, mungkin tidak misalnya ada constraint -constraint tertentu di luar Jawa yang diberlakukan. Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, kita hanya mengenal constraint atau batasan itu 3 kursi di setiap daerah pemilihan? Mohon penjelasannya, Saudara Ahli. Terima kasih.
9
25. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Saudara Ahli, langsung dijawab. 26. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Terima kasih. Sebagai penerapan ilmu matematika terapan di operation research memang ada disebut fungsi objektif sebagai fungsi yang akan memaksimalkan atau mengoptimalkan satu masalah, dalam hal ini mengoptimalkan alokasi kursi yang akan dicapai. Kemudian ada constraint. Istilah constraint ini sebetulnya di dalam operation research atau batasan atau kendala yang di dalam hal ini untuk pemilu tahun … Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 ini, constraint-nya adalah … sementara ini yang saya pahami mengenai proporsionalitas. Kemudian mengenai daerah pemilihan yang saya batasi di provinsi, jumlah anggota 560, dan jumlah kursi 3. Sebenarnya untuk para matematikawan yang bergerak di bidang operation research masih bisa menerima beberapa constraint lainnya, misalnya kalau memang ada pembedaan antara Jawa dan luar Jawa. Seharusnya ditetapkan dalam undang-undang bahwa memang untuk Jawa, misalnya mempunyai alokasi sebesar sekian persen dari kursi atau sekian … dengan kuota untuk Jawa sekian ratus ribu, untuk Sumat … luar Jawa sekian. Bahkan … bukan cuma itu, bahkan bisa bukan hanya Jawa dan luar Jawa tapi bisa Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia Timur, dan seterusnya. Yang penting adalah semua itu tertuang di dalam undang-undang menjadi bagian dari constraint. Itu yang nanti menjadi bahan perhitungan dengan melakukan metode-metode yang ada tadi. Dan saya yakin saya masih mampu untuk melakukan itu untuk menerapkan berapapun constraint yang dikehendaki. Jadi menurut saya, semua constraint seharusnya dituangkan atau bukan … keinginan, semua keinginan bisa dituangkan dan secara kuantitaif. Misalnya Jawa dengan kuota atau kuota untuk Jawa adalah 500.000 atau 525.000 atau berapa, luar Jawa 200.000, terus kemudian Kalimantan 100.000. Nusa Tenggara 50.000, boleh-boleh saja. Jadi itu yang perlu dituangkan secara nyata atau bisa juga mau dinyatakan dalam bentuk lain, yang penting adalah semua ini kuantatif sifatnya. Begitu saya kira, itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih. 27. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Masih ada lagi?
10
28. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Sedikit meminta kesimpulan kepada Ahli. Artinya, kalau misalnya sekarang sudah ada constraint 3 dan tidak ada constraint untuk daerah Sumatera, untuk daerah Kalimantan, maupun Sulawesi mestinya penetapan alokasi kursinya itu dilakukan secara konsisten dan juga menganut prinsip proporsional? Demikian Ahli. 29. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan. 30. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Ya. 31. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sudah? 32. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Ya. 33. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sekarang … masih? Pemerintah, enggak mengerti? Enggak paham matematika sama dengan saya. Enggak saya paham, Pak, paham. 34. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ya barangkali … barangkali begini, Yang Mulia, pertanyaannya ke Ahli. Ya itu kan yang digugat kan Udang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Undang-undang itu kan sekarang sudah operasional, artinya kalau Bapak tadi menyimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 itu ditetapkan tidak secara sistematik maupun menggunakan matematika yang metodenya tidak stabil. Apakah Bapak setuju kalau kemudian apa yang Bapak sampaikan itu menjadi bahan masukan kalau nanti Mahkamah memandang itu memang benar adanya. Apakah Bapak setuju kalau itu nanti dijadikan satu petimbangan untuk melakukan perubahan udangundang itu atau apakah Bapak berkeinginan agar kemudian undangundang itu diubah atau melalui Putusan Mahkamah Konstitusi yang kirakiranya itu dapat sesuai dengan pendapat Bapak. Apa yang Bapak inginkan di dalam permohonan pengujian undang-undang ini? Saya persilakan, Bapak. 11
35. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan, Pak. 36. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Ya, terima kasih. Bapak memberikan pertanyaan yang di luar jangkauan matematika saya ini, Pak (suara tidak terdengar jelas). Jadi saya hanya melihat bahwa di dalam lampiran undang-undang ini terjadi keanehan dan kemudian yang kedua bahwa saya melihat bahwa kita seharusnya memahami bahwa apa yang dimaksud dengan proporsionalitas itu, itu yang … yang mungkin penting. Proporsionalitas itu, jadi yang harus di … di maunya seperti apa. Kemudian metode itu ada karena itu adalah untuk menjaga ketaatasasan dari perhitungan … ketaatasasan dari penetapan. Dan juga yang penting adalah keadilan yang disebut fairness atau kejujuran dalam menetapkan ini. Memang mungkin masyarakat tidak … tidak … tidak begitu peduli dengan masalah ini tapi kalau kita urutkan dari tahun ke tahun saya kira ini juga butuh diperhatikan. Nah, saya tidak bisa memaksa apakah ini menjadi masukan untuk apa diubah atau tidak tetapi kembali kepada Putusan Mahakamah Konstitusi ini apakah ini harus diubah atau tidak, Pak. Tidak, Pak, menurut saya itu. Jadi saya hanya memberikan gambaran ini yang terjadi … ini yang terjadi, Pak. Saya kira demikian, Pak. Maaf saya enggak bisa memberikan pasti meskipun saya orang ilmu pasti tapi tidak memberikan jawaban pasti. Biasanya begitu, Pak. Terima kasih. 37. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, Pak. Ada? Pak Hakim Harjono, Pak. 38. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Saudara Ahli ya, kalau kita lihat hitung-hitungan di dalam membagi alokasi kursi ini yang fix yang faktor … yang kira-kira variabel xnya gitu ya, x itu kan yang bebasnya. Itu ada 3. Satu adalah sedikitnya 3 kursi, kemudian sebanyaknya 10 kursi bahkan lebih nanti, Pak, kemudian yang berikutnya adalah jumlah anggota DPR itu 500 sekian … 560, lalu yang terakhir adalah jumlah penduduk Indonesia. Apa itu yang pembatasnya ya? Sekarang masalahnya adalah dengan empat hal yang fix ini, ini kemudian akan dilakukan alokasi atau distribusi … alokasi atau distribusi. Kalau tidak melihat wilayah provinsi karena di sini tidak melihat wilayah provinsi. Wilayah provinsi itu menjadi … tidak menjadi faktor, yang faktor 12
adalah penduduk, lalu kursi paling sedikit ya, kursi paling banyak. Maka sebetulnya daerah pemilihan itu katakan saja ekstrimnya itu bisa lewat provinsi kalau ada provinsi yang sangat kecil untuk daerah pemilihan, ya kan? Ini pikiran saya melihat angka tanpa melihat provinsinya. Kemudian yang berikutnya adalah kalau tadi Bapak sudah melakukan suatu perhitungan. Lalu dari perhitungan itu ada yang overrepresentatif … representing, lalu kebanyakan di Jawa itu malah di bawah, itu sudah bisa tergambar enggak kira-kira metode apa yang digunakan sampai keluar lampiran seperti itu? Ya kalau dibandingkan dengan cara Bapak menghitung sampai bisa memutuskan itu adalah over dan itu adalah kurang … itu adalah over dan kurang, itu yang pertama ya. Apakah Bapak bisa membuat hitungan masih di dalam 3 … 4 hal yang pasti tadi jumlah sedikit 3, 10, jumlah anggota DPR-nya 560 dan jumlah penduduknya seperti yang di DPS itu, sehingga tidak terjadi overrepresented atau under-representing itu? Lalu, saya tidak tahu karena itu belum dihitung, tetapi kemungkinannya akan saya lihat bahwa kemudian ada daerah pemilihan yang mungkin lintas daerah ya, lintas provinsi, bisa semacam itu resikonya. Saya ndak tahu berapa jumlah minimal dari penduduk provinsi yang ada di Indonesia. Tidak tahu. Tapi kemungkinan itu terbuka, gitu. Tapi memang memodelkan juga hitungan-hitungan yang kemudian untuk Jawa, ada ... apa … ada platform tertentu sekian ratus, luar Jawa dan … itu alternatif sama sekali yang beda dengan yang digunakan oleh apa yang sudah dihitung di lampiran. Karena itu, hasilnya mendekati Bapak pada saat menghitung itu, diperhitungkan semuanya. Ini pertanyaan saya untuk diklarifikasi kepada Bapak. Terima kasih. 39. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Demikian ya, Pak. Dicatat dulu. Hakim Akil Mochtar. 40. HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Ya. Saudara Ahli, undang-undang ini Pasal 22 itu sudah menegaskan atau mengunci bahwa satu dapil itu minimumnya 3, maksimumnya 10. Itu ditentukan oleh undang-undang. Kalau misalnya kita mengatakan minimum 5, maksimum 15, itu tentu ada anunya juga, ada reasoning-nya. Tapi undang-undang ini menentukan 3-10, kan gitu. Lalu, untuk mencari 3-10 itu, maka dapilnya adalah provinsi, bagian provinsi, atau gabungan kabupaten/kota. Itu … itu … dengan demikian, maka kalau misalnya melebihi dari 10, hitung-hitungannya berdasarkan jumlah penduduk, kan gitu, dia akan lebih. Maka, dapilnya itu bisa dua, dalam satu provinsi, misalnya. Tapi yang dipersoalkan oleh Pemohon itu adalah lampiran dari undang-undang ini yang disebutkan di dalam Pasal 22 ayat (4) ini ya, yaitu penentuan 13
dapil anggota DPR itu dilakukan dengan mengubah ketentuan daerah pemilihan pada pemilu terakhir berdasarkan ketentuan pada ayat (2) itu. Jadi, ayat (2)-nya adalah tadi 3 minimum, maksimum 10. Sebelumnya, 12 kursi, gitu. Sekarang diturunkan. Tapi permintaan Pemohon itu adalah bisa diberlakukan ayat (4) itu, pembagian seperti itu, menggunakan data jumlah penduduk, sensus penduduk, kan gitu persoalannya. Nah, kurang atau lebih dari satu daerah itu, berdasarkan hitunghitungan jumlah penduduk itu, memang pasti akan terjadi, menurut saya, apa pun sistemnya karena harga kursi di satu daerah pemilihan itu kan, berbeda-beda hitungannya berdasarkan … karena tadi kalau misalnya minimum 5 di satu dapil dengan maksimum 15, mungkin akan berbeda dengan minimum 3 dan maksimum 10. Nah, apa pun yang dipakai, kalau ini kan, proporsional terbuka dengan daerah pemilihan bagian provinsi atau gabungan kabupaten. Bahkan kalau itu tidak tercapai, di ayat (3)-nya dikatakan dia bisa menggunakan bagian … apa … bagian dari kabupaten/kota itu. Itu tadi yang ditanya oleh Pak Harjono. Mungkin saja ada nanti lintas provinsi, mungkin karena padat, dua penduduknya bisa bergabung. Misalnya Jawa Tengah sama Jawa Timur, misalnya. Lalu, ada sebagian kelebihan dari sana, sebagian dari Jawa Tengah, sebagian dari Jawa Timur, itu bisa jadi dapil sendiri juga. Bisa saja kalau memang representasinya adalah jumlah penduduk. Nah, pertanyaannya adalah saya enggak tahu, ya karena … kenapa Pemohon meminta dengan sensus penduduk, BPS. Menggunakan data sensus penduduk sebagai basis data dalam penentuan dapil, kan gitu. Berdasarkan lampiran itu. Memang kan, tetap menggunakan basis data penduduk karena sebelumnya akan disusun daftar pemilih. Nah, sekarang dapil itu … eh, jumlah pemilih itu, DPS atau DPT itu, berdasarkan ketentuan undang-undang itu adalah dari pemerintah daerah. Tidak menyebutkan bahwa ini adalah berdasar … data jumlah penduduk yang berasal dari kantor sensus statistik tapi berdasarkan data pemilih yang … atau disebut dengan DP-4 itu, data pemilih potensial untuk menyusun DPS dan DPT itu dari pemerintah daerah. Itu undang-undang juga bilang begitu. Nah, lalu yang ingin saya tanyakan adalah deviasinya sampai sejauh mana sih, Pak? Kalau menggunakan data penduduk … sensus penduduk ini, apakah tidak terjadi kelebihan atau kekurangan sebesar apa itu deviasinya kalau menggunakan dengan yang disebutkan dari Pasal 22 ini? Karena memang di Pasal 22 itu tidak menyebut bahwa pakai data penduduk mana, tidak. Tapi, Pemohon minta pakai sensus penduduk mungkin dengan basis teori yang Bapak katakan tadi dengan jumlah penduduk, artinya berbeda memang harga kursi dari satu dapil ke dapil yang lain. Bahwa persen deviasinya, apakah itu mengganggu ndak dari konteks demokrasi formal, dimana pemilu itu sebagai wujud dari 14
pelaksanaan proses demokrasi formal itu, mengganggu enggak? Kan mungkin lebihnya pasti adalah sedikit penduduk itu, enggak mungkin bulat full sesuai dengan jumlah hitung-hitungan, kecuali kalau memang … memang distrik ya. Artinya, kotanya 4 setiap provinsi ya berapa pun hasilnya ya lihat lagi hasilnya, tapi ini profesional terbuka. Bahkan setelah pemilu itu ternyata sisa surat suaranya kan pasti ada, Pak. Setelah dihitung-hitung itu, sisa suaranya ada, gitu yang enggak bisa diambil oleh partai-partai itu. Ini, gimana secara metematisnya gitu? Deviasi sampai di situ. Sebesar apa sih bisa mempengaruhi proses demokrasi formal itu? Terima kasih. 41. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Masih ada lagi, Hakim? Cukup, ya. Silakan, Bapak Didik dijawab sekaligus tiga pertanyaan dari Pemerintah dan dua Hakim. 42. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Terima kasih, Yang Mulia. 43. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Oh, Pemerintah sudah ya. 44. AHLI DARI PEMOHON: DIDIK ACHDIJAT Sudah, Pak. Saya akan mulai dari yang pertama, dari … tentang pertanyaan yang mengenai tentang metode yang digunakan dalam lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012? Saya tidak bisa mendeteksi metode apa yang digunakan karena saya terapkan ke setiap metode, itu tadi yang saya gambarkan penyimpangan tadi yang terjadi. Metode apa pun yang dipakai itu adalah … jadi, itu tadi berarti kalau saya mencari metode, saya harus menghitung balik. Dan kemudian di dalam keterangan, di dalam undang-undang juga tidak disebutkan dasar penghitungannya. Yang berikutnya itu adalah bagaimana menghitung yang pas, saya sudah mencoba mensimulasikan jadi ada beberapa hal. Jadi, misalnya ada satu constraint atau satu kendala dalam penghitungan yang bisa dimasukkan, contohnya adalah hasil pemilu tahun ini tidak boleh berbeda dengan … tidak boleh kurang dari yang lalu, misalnya, itu pun satu constraint bisa dipakai. Tapi, kalau itu digunakan, maka perkiraan jumlah kursi yang harus dibangun minimal menjadi 631, itu adalah perkiraan yang saya coba. Tapi, ini juga belum bisa … saya tidak bisa mempublikasikan, tapi itu adalah pernah saya simulasikan. Itu … itu pun dengan 631 dengan masalah dislokasi, alokasi masih cukup besar. Kalau 15
ingin stabil, itu menjadi 696 kursi, itu baru metode ini stabil untuk semua situasi. Itu yang terjadi. Nah, saya kira yang pertanyaan berikutnya adalah mengenai jumlah. Memang semua pemilu atau pemilihan DPA … anggota DPR ini saya kira dasarnya selalu jumlah penduduk. Saya pernah memasalahkan waktu akan menghitung, seharusnya yang mendapat alokasi kursi itu adalah berdasarkan jumlah pemilih. Jadi yang setelah hasil pemilu baru dihitung dengan metode-metode ini, bukan dari data yang ada baru dialokasikan. Itu mungkin yang fair, yang begitu, yang apa ya … yang adil ya. Jadi berapa jumlah pemilih dihitunglah jumlah pemilih di daerah a, b, c. Jadi, memang orang-orang yang menggunakan haknya itu yang perlu dihitung. Ini … ini memang terjadi … apa namanya … kalau menurut saya perkiraan sebetulnya kalau alokasi ini. Jadi saya khawatir, misalnya kalau di suatu daerah yang secara sensus dikatakan penduduknya 50.000.000 ternyata yang memilih hanya 25.000.000, sedangkan di daerah lain yang penduduknya sama, mungkin 45.000.000 tapi yang memilih 40.000.000, tapi alokasinya bisa sama. Sebetulnya itu juga menurut saya menjadi pertanyaan. Bahkan saya mempertanyakan juga, apakah jumlah penduduk itu bukan penduduk yang berhak memilih. Jadi tanpa … tanpa memperhitungkan yang memilih dahulu, tapi jumlah penduduk yang memilih, artinya berusia 18 tahun ke atas, gitu lah atau berapa. Tidak juga. Jadi, ini memang masalah tersendiri. Menurut saya sebetulnya yang … yang bagus adalah perhitungan ini dilakukan setelah pemilu dijalankan. Jadi, hasilnya berapa itu yang diperhitungkan. Nah, yang berikutnya mengenai daerah pemilihan. Saya tadi menyampaikan saya akan batasi daerah pemilihan ke provinsi. Karena menurut undang-undang juga, di dalam lampirannya juga, mereka mengalokasinya ke provinsi dahulu baru dibagikan. Kalau dia lebih dari 10 provinsi itu, maka dia dibagikan ke kabupaten/kota, sehingga jumlahnya memenuhi. Misalnya, daerah pemilihan, satu daerah pemilihan jumlahnya adalah provinsi a itu dapat alokasi 15, maka dia harus memecah menjadi dua, dua daerah pemilihan yang bentuknya adalah yang kabupaten atau kabupaten/kota. Gabungan kabupaten atau gabungan kabupaten/kota. Itulah yang dilakukan di dalam lampiran undang-undang. Jadi, menurut saya kita kebijakannya mulai dari provinsi, kecuali kalau memang kabupaten ini menjadi otonom yang memang mereka jadi daerah pemilihan, itu akan berbeda lagi perhitungannya mungkin terdapat kira-kira ada sekitar 500 daerah kabupaten/kota yang harus dihitung untuk alokasi ini. Nah, kemudian kenapa saya sampaikan bahwa ini pemilihan dapil induknya adalah provinsi, terbukti bahwa seperti Papua dan Papua Barat. Papua sendiri ... Papua sendiri secara ... Papua Barat sendiri seharusnya jumlah penduduknya hanya sekitar 760.000 ±, yang kalau diperhitungkan 16
hanya dapat 1 kursi, tetapi karena dia mendapat hak minimum jadi 3 kursi. Jadi tidak terjadi penggabungan provinsi. Kalau tadi Bapak Yang Mulia sampaikan bahwa mestinya minimal 3 seharusnya dia digabung saja ke Papua kan. Tapi ini tidak, dia berdiri sendiri. Maluku Utara juga begitu, Pak, Yang Mulia. Jadi itulah yang saya anggap bahwa sebetulnya tidak terjadi … apa namanya ... sebetulnya yang dilakukan di sini adalah pengalokasian ini ke provinsi, pertama. Bukan ke kabupaten/kota. Nah, itu yang saya kira yang saya bisa sampaikan. Kemudian kalau mengenai deviasi data apakah itu data daerah atau data pusat? Tadi saya kembali pada pemikiran yang ada, sebaiknya pemilihan dulu dilakukan, berapa jumlah pemilihnya baru dialokasikan, mungkin itu yang akan lebih, lebih bagus dari … apa namanya ... proses pemilu ini. Sekarang ini kalau 237.000.000,00 orang dihitung untuk mengalokasikan, berarti bayi yang baru lahir pun kita anggap sebagai pemilih, Pak. Bahkan nanti orang yang tidak mencoblos itu pun dianggap sebagai pemilih, dihitung sebagai pemilih, padahal yang memilih hanya 20%-nya, gitu, Pak, itu yang saya tidak bisa duga. Jadi kalau dari tahap awalnya seperti itu, tapi yang penting dari proporsionalitas yang berdasar data yang sama, saya kira metode-metode ini harus digunakan dan harus jelas dipublikasikan bahwa sistem pemilu ini proporsional menggunakan metode x atau y, atau z, yaitu yang perlu untuk dikenali dan dipahami oleh masyarakat. Apapun namanya metode itu adalah sangat menjaga konsisten ... konsistensi dan kejujuran, Pak, kejujuran dan keadilan dari pembagian. Saya kira begitu yang saya sampaikan, Pak, Yang Mulia. Terima kasih. 45. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, cukup ya. Saya ingin menanyakan kepada Pemohon. Apakah Anda masih ingin minta sidang dibuka lagi untuk memperkuat dalil-dalil yang Saudara sampaikan ataukah cukup sidang hari ini? 46. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Yang Mulia, kami minta kesempatan satu kali lagi untuk menghadirkan ahli hukum karena kami sudah minta Bapak Fajrul Falaakh untuk menjadi Ahli, namun hari ini tidak bisa hadir, Yang Mulia. 47. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya.
17
48. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Jadi mohon kesempatan sekali lagi. Terima kasih. 49. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, kalau begitu sidang akan dibuka lagi pada hari Rabu, tanggal 16 Januari 2013, jam 11.00 WIB untuk mendengarkan ahli yang akan dihadirkan oleh Pemohon dan diberi kesempatan kepada Pemerintah maupun DPR kalau juga ingin menghadirkan ahli dalam perkara ini. Baik, dengan demikian sidang hari ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.15 WIB Jakarta, 13 Desember 2012 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
18