MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-X/2012
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI DARI DPR, PEMOHON, DAN PEMERINTAH (IV)
JAKARTA SELASA, 20 MARET 2012
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara [Pasal 1 ayat (4), ayat (6), ayat (8), Pasal 4, Pasal 6 ayat (3), Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, Pasal 22 ayat (1), Pasal 25 ayat (2), ayat (4), Pasal 26, Pasal 29 huruf d, Penjelasan Pasal 29 huruf d, Pasal 31, Penjelasan Pasal 32 ayat (1), Pasal 34, Penjelasan Pasal 34 ayat (1), Pasal 36, Pasal 44, dan Pasal 45] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1) Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL) 2) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
3) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 4) Perkumpulan Masyarakat Setara 5) Aliansi Jurnalis Independen 6) Mugiyanto, dkk.
ACARA Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari DPR, Pemohon, dan Pemerintah (IV) Selasa, 20 Maret 2012, Pukul 14.11 – 16.08 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
M. Akil Mochtar Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman Hamdan Zoelva Harjono Maria Farida Indrati Muhammad Alim
Cholidin Nasir
SUSUNAN PERSIDANGAN
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Pungki Indarti (IMPARSIAL) B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Taufik Basari 2. Nurcholis Hidayat 3. Batara Ibnu Reza
4. Alex Argo Hernowo 5. Zainal Abidin 6. Asep Komarudin
C. Ahli dari Pemohon: 1. Agus Sudibyo 2. Ikrar Nusa Bhakti D. Saksi dari Pemohon: 1. Raharjo Waluyo Jati E. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5.
Mualimin Abdi Wahiduddin Adams Yudi Handono Budi Haryoso Anisa Kusuman Hapsari
6. Eric Adityansah 7. Antonius Budi Satria 8. Jeffry
F. Ahli dari Pemerintah: 1. Muladi 2. Yusril Ihza Mahendra 3. H. A. S. Natabaya
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.11 WIB 1.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Sidang dalam Perkara Nomor 7/PUU-X/2012 dalam perkara pengujian undang-undang, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon silakan perkenalkan diri terlebih dahulu, siapa yang hadir pada hari ini? Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Saya Taufik Basari, Kuasa Hukum dari para Pemohon. Saya perkenalkan satu per satu dari ujung sebelah kiri, Saudara Asep Komarudin, Kuasa Hukum, lalu Saudari Pungki Indarti, Pemohon Prinsipal dari Imparsial. Lalu sebelah kiri saya, Zainal Abidin, Kuasa Hukum, sebelah kanan saya, Nurcholis Hidayat, Kuasa Hukum, sebelah … sebelahnya lagi Alex Argo Hernowo, Kuasa Hukum, lalu Batara Ibnu Reza, Kuasa Hukum. Sudah, terima kasih. Kami menghadirkan dua Ahli dan satu orang saksi.
3.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Dua ahli dan satu saksi, ya?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Ya.
5.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. Pemerintah, silakan.
6.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Pemerintah hadir, Yang Mulia. Akan saya sebutkan dari yang paling sebelah kiri, Pak Haryoso dari Kementerian Pertahanan, kemudian di sebelahnya lagi ada Pak Jeffry dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia, sebelahnya lagi ada Pak Yudi Handono, dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Di sebelah kanannya lagi ada Pak Wahiduddin Adams, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, saya 1
sendiri Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian di belakang ada Saudara Antonius Budi Satria, ada Anisa Kusuma Hapsari, dan ada Saudara Eric, Yang Mulia. Kemudian, Yang Mulia, pemerintah juga hari ini menghadirkan Ahli sebagaimana surat yang pemerintah sudah sampaikan. Hadir di hadapan, Yang Mulia, satu, Prof. Dr. Muladi walaupun Prof. Dr. Muladi nanti akan diajukan sebagai Ahli dari DPR. Yang kedua, ada di hadapan, Yang Mulia, Prof. Dr. H. A. S. Natabaya, yang ketiga, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Yang Mulia. Jadi kalau … walaupun surat yang kami sampaikan adalah Pak Muladi dari pemerintah, kami sudah sepakat bahwa Prof. Muladi akan dihadirkan oleh Komisi I ya … ya, Prof., ya? Terima kasih. 7.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Jadi, Prof. Muladi bukan Ahli dari Pemohon? Eh maaf, dari Pemerintah? Karena DPR tidak hadir ini. Ya, artinya kalau misalnya ada conflict of interest antara DPR dan pemerintah adalah pemberian keterangan, kalau enggak ada kan, tidak ada masalah juga diajukan oleh pemerintah. Orang pemerintah dan DPR itu kan pemberi keterangan dalam persidangan di MK, bukan pihak. Apa belum ada koordinasi tadi?
8.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ya, surat memang kita ajukan, itu atas nama pemerintah. Tapi kemudian kita berkoordinasi, sejatinya DPR sedang dalam perjalanan, gitu ya. DPR sedang dalam perjalanan, kemudian kita bersepakat bahwa atas salah satu Ahli, Prof. Muladi itu akan memposisikan sebagai Ahli dari Dewan Perwakilan Rakyat. Tapi mengingat kalau DPR-nya sampai pada persidangan nanti untuk mendengarkan Ahli, kemudian DPR tidak datang, saya minta persetujuan, Yang Mulia karena kami sudah menghadirkan, kiranya seperti arahan Ketua sidang tadi. Terima kasih, Yang Mulia.
9.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, jadi kan begini, Saudara Pemerintah, ya? Saudara ada dua surat, yang pertama tanggal 20 Maret, kemudian … 20 Maret 2012, toh? Yang pertama 15 Maret 2012, itu dimasukkan di situ nama Prof. Muladi, ya, ya kan? Kemudian DPR sendiri belum pernah kirim surat, dia akan mengajukan Ahli atau tidak. Jadi, saya kira gini saja kita dengar saja nanti biar DPR datang belakangan, di perjalanan juga kita enggak tahu ini jalannya di mana, kan gitu. Dan kita enggak … ndak bisa menunggu, ya?
2
10.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Kalau begitu, Yang Mulia, sesuai dengan surat tanggal 15 saja kalau begitu.
11.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, baiklah.
12.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia.
13.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Kalau begitu saya persilakan Ahli dari Pemo … dari Pemohon maupun Termohon untuk maju di depan, ya. Dari Pemohon, Agus Sudibyo, kemudian yang kedua, Prof. Ikrar Nusa Bhakti. Kemudian dari pemerintah, Prof. Dr. Muladi, Prof. Yusril Ihza Mahendra, dan Prof. H. A. S. Natabaya. Kami persilakan untuk mengambil sumpah terlebih dahulu di depan, maju, Pak. Semuanya beragama Islam mas … Pak? Islam, ya, oke. Silakan, Pak Fadlil.
14.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Dimohon mengikuti kata-kata sumpahnya menurut agama Islam, dimulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
15.
SELURUH AHLI YANG BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
16.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Cukup, terima kasih.
17.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Silakan Pak, duduk kembali. Kemudian, Saksi Saudara Raharjo Waluyo Jati. Betul? Ya, silakan. Beragama Islam? Ya. Silakan, Pak Fadlil.
3
18.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Silakan, Saudara Saksi mengikuti ucapan sumpahnya. Dimulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
19.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah, sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
20.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Cukup, terima kasih. Silakan.
21.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, silakan duduk. Baiklah, kita akan memulai pemeriksaan dalam perkara ini. Yang didengar pertama adalah Saksi, ya. Saudara Waluyo dipersilakan untuk menggunakan mimbar. Dan kepada Pemohon, apa mau ditanyakan atau diberikan langsung untuk menyampaikan keterangannya?
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Diberikan langsung kepada Saksi untuk menerangkan apa yang dialaminya.
23.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, apa yang Saudara alami, singkat ya, cepat. Silakan.
24.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Terima kasih, Yang Mulia, dan para Hadirin semua, atas waktu yang diberikan untuk kesaksian saya, berkaitan dengan judicial review Undang-Undang Intelijen. Sebelumnya saya perkenalkan diri, saya Raharjo Waluyo Jati. Saya hadir di sini untuk memberikan kesaksian atas pengalaman saya sebagai aktivis, sekaligus sebagai korban dari peristiwa penghilangan paksa pada tahun 98 … 1998. Secara singkat saya akan … saya akan ceritakan pengalaman saya. Saya adalah aktivis yang pada tahun 1998 dianggap sebagai aktivis dari organisasi terlarang, pascaperistiwa 9 … pascaperistiwa 1996, penyerangan kantor DPP PDI pada saat itu. Saya adalah aktivis dari 4
Partai Rakyat Demokratik pada saat itu. Nah, setelah pelarangan organisasi kami, maka kami melakukan aktivitas di bawah tanah. Artinya kami tidak bisa muncul secara terbuka. Aspirasi kami pada saat itu adalah kami ingin partai kami diakui secara legal karena itu adalah hak konstitusional dari setiap warga negara. Singkatnya, pada tahun 1998 oleh sebuah operasi yang disebut kemudian sebagai operasi dari Tim Mawar. Saya menjadi salah satu korban, saya diambil pada tanggal 12 Maret 1998, siang hari pukul 14.00, di depan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Saya berada di penyekapan yang sampai hari ini saya tidak ketahui karena dalam persidangan para Anggota Tim Mawar, kami tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukan rekonstruksi di tempat di mana saya dan teman-teman yang lain disekap. Saya sendiri mengalami penyekapan atau penahanan oleh mereka yang kemudian diidentifikasi sebagai Anggota Tim Mawar, selama kurang-lebih 45 hari. Saya dibebaskan pada tanggal 26 April 1998. Selama dalam penyekapan, saya dipaksa untuk mengakui beberapa hal yang saya tidak ketahui. Saya juga dipaksa dengan berbagai cara metode interogasi, dari mulai pemukulan, kemudian penyetruman, intimidasi-intimidasi lain juga dilakukan terhadap anggota keluarga dan sanak famili saya. Selama dalam masa penyekapan, para interogator berusaha mendapatkan informasi dari saya menyangkut keberadaan seorang kawan kami yaitu Andi Arif, yang saat ini menjadi staf khusus presiden. Dalam proses penyekapan tersebut, saya sempat merekam beberapa … beberapa statement dari para … para interogator saya. Bahwa pertama, saya tidak akan mungkin bisa bertahan karena saya hanya satu dan jumlah mereka lebih banyak. Mereka bisa berganti-ganti menyiksa saya, sementara posisi saya yang disiksa tidak bisa digantikan oleh siapa pun. Itu yang pertama. Yang kedua. Tidak ada hukum berlaku dalam proses ini karena saya memang tidak bisa mendapatkan hak saya sebagai warga negara untuk mendapatkan pendampingan dari pengacara. Kemudian yang ketiga. Saya tidak tahu bagaimana ujung dari proses ini karena selama saya di dalam, saya hanya dihadapkan pada interogasi- interogasi, kemudian masa penyekapan yang saya tidak tahu kapan berakhir. Di dalam tempat penyekapan kami, kami juga mendapatkan informasi bahwa di tempat tersebut telah pernah ditahan beberapa orang yang sampai hari ini masih di advokasi teman-teman dari Kontras yang hilang, tidak pernah bisa ditemukan dan tidak jelas keberadaannya. Jadi, selama dalam masa penyekapan interogasi-interogasi tersebut dilakukan secara sistematis karena pada saat kondisi tubuh saya melemah mereka memanggil dokter, kemudian memberi saya vitamin dan mengistirahatkan saya untuk sementara. Kemudian, beberapa hal yang menurut saya penting menjadi hal yang membuat saya hadir dalam persidangan kali ini adalah bahwa apa 5
yang saya alami tersebut tidak pernah diklaim dalam konteks pertanggungjawaban kelembagaan Negara. Artinya, sampai akhir masa persidangan oleh Mahkamah Militer Tinggi II, para Anggota Kopassus atau kelompok Tim Mawar ini mengklaim melakukan semua operasinya atas dasar insiatif mereka sendiri dalam menerjemahkan perintah atasan. Jadi tidak pernah ada satu pun lembaga yang mengklaim telah bertanggung jawab melakukan operasi tersebut dan dari apa yang mereka lakukan selama ini ... pada saat itu karena tidak ada institusi legal, dalam arti misalnya kesatuan bahkan kesatuan Korps Elite Militer seperti kopassus tidak bertanggung jawab untuk itu, jadi murni individuindividu. Dan saya bertanya, apakah satu kelompok yang terdiri dari individu-individu tersebut mampu melakukan operasi intelijen, operasi penangkapan terhadap teman-teman aktifis bahkan sampai melampaui batas wilayah, enggak hanya di Jakarta tapi juga sampai di Jawa Tengah, seperti itu. Apakah mungkin tanpa kordinasi dengan struktur resmi di militer, itu menjadi pertanyaan kami, dan dari mana mereka bisa mendapatkan dana untuk melaksanakan segala operasi tersebut, mengingat selama saya di dalam penyekapan, saya mendapatkan asupan makanan yang rutin, kemudian ruang sel penahanan dengan AC tapi di bawah tanah, dan ada dokter. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang menurut saya penting untuk kita semua catat. Dan dalam proses persidangan hingga akhir pemberian sanksi terhadap mereka yang terlibat ... dianggap terlibat atau dibuktikan terlibat dalam persidangan Mahkamah Militer Tinggi tersebut, sekali lagi tidak ada pertanggungjawaban secara institusional dari aparat militer maupun kesatuan-kesatuan intelijen yang secara resmi diakui oleh undang-undang ada di wilayah Republik Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sampai hari ini tidak bisa terjawab oleh siapa pun karena kasus penghilangan paksa sampai hari ini masih menyisakan para korban yang belum ditemukan. Sehingga bagi saya, kesaksian saya di sini sangat penting sekali mengingat kemungkinan berulangnya kasus yang pernah saya alami sangat besar sekali, terkait dengan Undang-Undang Intelijen yang telah disahkan pada Tahun 2011. 25.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Cukup?
26.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Saya kira secara singkat, itu yang saya bisa berikan kesaksian saya. Terima kasih atas waktu yang diberikan, Yang Mulia.
6
27.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ada pertanyaan, sebentar. Ada pertanyaan dari Pemohon untuk Saksi ini?
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Ada beberapa sedikit saja. Ya, silakan. Baik Saudara Saksi, tadi Saudara menyatakan bahwa masih ada rekan-rekan Saudara yang ikut juga di sekap, diambil, diculik dihilangkan paksa itu tadi yang belum kembali. Bisa sebutkan beberapa diantaranya?
29.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Yang pasti berada di tempat penyekapan bersama saya adalah Herman Hendrawan, kemudian yang diakui telah diambil oleh Tim Mawar yaitu Suyat. Kemudian ada beberapa teman lain yang sampai hari ini juga belum kembali, yaitu Biji Tukul, kemudian Petrus Bimo Anugerah. Ya, ada tiga teman yang satu organisasi dengan kami, tapi masih ada beberapa aktifis di luar organisasi, saya dan teman-teman yang masih hilang sampai hari ini.
30.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Baik. Saudara Saksi, apakah Saudara sebagai korban yang pada saat ini turut juga memperjuangkan hak Saudara sebagai korban termasuk juga turut pula melakukan upaya-upaya untuk mencari tahu di mana keberadaan rekan-rekan Saudara?
31.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Saya sampai hari ini masih tergabung sebagai Anggota Ikatan Keuarga Orang Hilang.
32.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Ikatan Keluarga Orang Hilang?
33.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Ya, atau IKOHI.
34.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Apakah organisasi para korban ini, yakni IKOHI berupaya untuk mencari tahu bagaimana kebenaran dari kasus ini? Apa yang terjadi? Terus bagaimana keadaan orang-orang yang turut diambil tapi sampai 7
saat ini belum kembali, Apakah ada upaya-upaya yang dilakukan untuk mengetahui hal tersebut? 35.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI tahun.
36.
Ya, saya kira berbagai cara telah kami lakukan selama hampir 14
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Apakah juga termasuk meminta pertanggungjawaban negara?
37.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Ya, kami lakukan melalui Komnas HAM maupun melalui DPR.
38.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Apa yang Saudara alami, yang Saudara ketahui, hasil dari perjuangan teman-teman IKOHI ini?
39.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Hasil terbagus kalau bisa dibilang adalah rekomendasi dari DPR untuk membuat semacam pengadilan untuk kasus penghilangan paksa. Kemudian juga ada rekomendasi dari Komnas Ham untuk membuka kembali kasus ini, paling tidak untuk mencari tahu keberadaan korban yang masih belum kembali.
40.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Kalau dari segi pemerintah, adakah … sudah adakah satu pengakuan ataupun informasi yang diberikan kepada korban mengenai apa yang terjadi? Ataukah pemerintah pada saat ini masih berlindung di balik kerahasiaan negara, kestabilitasan dan sebagainya, politik dan sebagainya? Apa yang terjadi? Apakah sudah ada tanggapan positif dari pemerintah ataukah sama sekali belum ada?
41.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Ya, sampai hari ini saya kira belum ada hal-hal yang bisa dibilang sebagai pencapaian menuju titik terang, dimana teman-teman kami berada hari ini.
42.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Cukup, ya? 8
43.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Cukup.
44.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. Silakan duduk Saudara Saksi.
45.
SAKSI DARI PEMOHON: RAHARJO WALUYO JATI Terima kasih.
46.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Berikutnya kita akan mendengar ahli terlebih dahulu, kita akan dengar ahli dari Pemohon, ya. Yang pertama, Bapak Agus Sudibyo. Saya persilakan.
47.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Yang Mulia, jika diperkenankan, mungkin Bapak Ikrar Nusa Bhakti dulu karena ada kegiatan Pansel Komnas HAM setelah ini. Dan mohon izin juga setelah memberikan keterangan bisa meninggalkan persidangan.
48.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Jadi tidak bisa ditanya-tanya? Langsung pulang ini?
49.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Oh, ya. Kami serahkan kembali kepada Ahli.
50.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Silakan, Pak Ikrar.
51.
AHLI DARI PEMOHON: IKRAR NUSA BHAKTI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera buat kita semua. Karena ini ada Pansel Komnas HAM, mungkin nanti setelah ada tanya jawab, saya harus meninggalkan gedung Mahkamah Konstitusi. Terima kasih. Oke, saya mungkin akan memberikan beberapa pemikiran mengenai … apanya itu … intelijen dan politik, ya. Dan kita tahu bahwa ada satu kemajuan di negeri ini bahwa kita sudah memiliki UndangUndang Intelijen, ya. Sebelumnya itu cuma keputusan presiden saja 9
bahkan sebelumnya juga belum ada undang-undang mengenai hal itu. Tapi kita juga masih mencatat, tentunya masih perlu adanya perbaikanperbaikan di sini seperti juga yang diajukan oleh Para Pemohon. Supaya apa yang tadi terjadi pada masa lalu yang sudah diutarakan oleh saksi mengenai adanya intelijen hitam dan sebagainya itu tidak akan terjadi lagi di bumi yang kita cintai ini, ya. Oke, saya akan bacakan saja beberapa pokok hal yang cukup penting, ya. Jadi ini terkait tentang intelijen dan politik, ya. Kita tahu bahwa berubahnya sistem keamanan sebuah negara merupakan suatu hal yang niscaya terjadi dan kita juga tahu bahwa sistem keamanan bukanlah suatu hal yang statis melainkan suatu yang dinamis dimana perubahan sistem keamanan sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan strategis, baik itu tingkat dalam negeri maupun internasional yang terus berkembang dan terus berubah. Kita juga tahu dari segi ancaman itu juga selalu berubah, ya. Kita juga melihat bahwa derasnya arus gelombang demokratisasi, kecenderungan konflik, dan juga dari interstate menjadi intrastate, laju arus globalisasi yang tak terelakkan, kemajuan teknologi, dan juga arus informasi yang begitu cepat, kemudian juga pengakuan universalitas mengenai hak asasi manusia, serta kompleksitas ancaman yang berkembang pasca perang dingin, tentunya menjadi faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak langsung memaksa banyak negara untuk kembali menata ruang … menata ulang sistem keamanannya, ya. Dan kita di Indonesia telah mengalami apa yang disebut dengan reformasi sektor kemanan seperti yang terjadi di TNI dan juga di Polri, dan sekarang kita masuk ke dalam … apa itu, reformasi sektor keamanan di dalam intelijen. Dan kita tahu paling tidak, ada tiga hal yang juga bergerak di situ yaitu reformasi strukturalnya bagaimana, Reformasi … apa namanya itu … instrumentalnya bagaimana, dan kemudian kulturalnya bagaimana? Karena tiga hal itu tentunya juga masuk menjadi hal yang tidak bisa terpisahkan, ya. Dan kita berharap bahwa tujuan utama dari proses reformasi sektor kemanan itu adalah terciptanya apa yang disebut good governance di sektor keamanan dan kemudian juga menciptakan lingkungan yang aman dan tertib. Sehingga dapat menopang tujuan negara untuk mensejahterakan dan juga memakmurkan rakyat. Tidak hanya itu, sistem kemanan di masa kini tidak lagi sebatas menjadikan negara sebagai objek yang harus dijaga, tetapi juga harus menjaga dan melindungi rasa aman manusia dan juga kemanusiaan itu sendiri, ya. Dengan demikian keamanan harus ditempatkan sebagai barang publik atau public goods yang berhak dinikmati oleh setiap warga negara, baik individu, kelompok, maupun sebagai bangsa dengan menempatkan kewajiban negara untuk mengatur dan mengelolanya. Di Indonesia, tadi saya katakan bahwa terjadi berbagai perubahan yang cukup signifkan, ya. Saya beri contoh, kita sudah memiliki UndangUndang Nomor 2 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, 10
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, dan terakhir adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Dan pelayanan kepada keamanan pada negara demokratis berdasarkan menimbulkan apa yang disebut dengan political paradox ya. Di satu sisi layanan keamanan didirikan untuk melindungi segenap warga negara dan tatanan Negara, tapi di sisi yang lain kadangkadang bisa saja kewenangan itu kemudian memiliki suatu potensi yang mengancam hak asasi warga negara, keamanan warga negara, bahkan proses demokrasi di suatu negara, ya. Seiring dengan sifat, peran, fungsi, kewenangan, dan karakteristik intelijen yang sangat kental dengan unsur kerahasiaan, maka tantangan bagi negara-negara demokrasi adalah membangun sebuah peraturan yang komprehensif mengenai pengawasan, perlindungan hak asasi manusia, pencegahan penyalahgunaan kewenangan intelijen, dan memastikan bahwa intelijen bekerja di bawah peraturan dan sistem yang sah dan demokratis. Sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang berperan sebagai sistem peringatan dini dan pencegahan pendadakan strategis untuk melindungi keamanan nasional, intelijen yang profesional dan efektif dalam negara demokratis setidaknya memiliki ciri-ciri. Pertama, dia adalah institusi sipil. Kedua, dia netral secara politik, dan dia tidak boleh berpolitik, tidak boleh kemudian juga memiliki politik sendiri ya, dan tidak otonom, artinya dia harus benar-benar di bawah pengawasan baik itu … apa namanya itu … pemerintah, legislatif, ataupun masyarakat ya. Kemudian dia harus dibentuk berdasarkan undang-undang, tunduk kepada hukum dan kendali demokratis, memiliki anggaran yang sepenuhnya berasal dari Negara, bersifat accountable dan waspada. Dan kita sebagai kebalikannya ya, kita juga tahu bahwa ciri-ciri intelijen yang tidak akan efektif adalah antara lain. Institusi militeristik menjadi alat politik rezim, bersifat otonom, ekstrakonstitusional, kebal hukum, tidak tunduk pada karena demokratis, dapat mencari sumber dana sendiri di luar anggaran negara tanpa pengawasan yang efektif. Dan kita berharap bahwa tidak akan ada lagi yang disebut dengan abused of power ya dan karena itu intelijen pada sebuah negara demokratis harus tunduk pada kode etik intelijen yang menegaskan prinsip-prinsip antara lain; 1. Kesetiaan pada negara dan konstitusi. 2. Kepatuhan kepada hukum dan tunduk pada aturan main. 3. Menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. 4. Penghormatan atas hak asasi manusia, khususnya pada non derogable right. 5. Sumpah untuk menjaga kerahasiaan. 6. Integritas yang tinggi kepada publik dalam melaksanakan tugas secara efektif dan efisien. 7. Memiliki objektivitas dan tidak bias dalam mengevaluasi informasi. 8. Memiliki komitmen untuk mempromosikan terbangunnya rasa saling percaya antara pengambil kebijakan dan intelijen. 11
9.
Tidak melakukan tindak represif dan tidak melaksanakan fungsi kepolisi… polisi atau pun tindak pemeri … tindakan pemeriksaan. 10. Netral secara politik, tidak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh partai politik, aparat negara, individu, kelompok, media, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lembaga-lembaga (suara tidak terdengar jelas) untuk tujuan di luar kewenangannya atau di luar tugas-tugas yang harusnya di emban untuk negara. 11. Tidak bekerja atas dasar sentimen ras, agama, ideologi, kelompok atau karena (suara tidak terdengar jelas) di dalam suatu organsasi. 12. Tidak menyalahgunakan kewenangannya dan menghindarkan penggunaan dana secara semena-mena. Dan karena itu intelijen harus tunduk pada prinsip demokrasi dan HAM yang dilaksanakan secara cepat dan akurat atau velox et excatus berdasarkan kewenangan yang telah diatur secara jelas dan tegas secara hukum serta didasarkan pada mekanisme otorisasi di dalam pelaksanaannya. Intelijen sebagai alat kekuasaan. Kita melihat bahwa di era orde baru, kita lihat tadi … saya katakan masih terjadi atau pada saat itu terjadi intelijen hitam ya. Sebagai contoh bagaimana terjadi … apa namanya itu … pelanggaran HAM dan kemudian intelijen digunakan oleh penguasa untuk melindungi kekuasaanya. Seperti pada peristiwa Malari 1974, Tanjung Priok 1984, Talangsari di Lampung, penembakan misterius era 1980-an awal ya setelah pemilu 1982, kemudian juga kasus … apa namanya … penghilangan aktivis yang juga terjadi oleh saksi yang tadi saja bersaksi pada tahun 1997-1998, ya. Pada periode ini dinas-dinas intelijen mengalami politisasi dan militerisasi, sehingga secara efektif dapat melaksanakan intervensi politik yang secara sistematis masuk ke setiap lini sosial masyarakat. Dan kita tahu bahwa praktik-praktik intelijen hitam itu tidak berhenti pada masa orde baru, tapi juga masih terjadi pada era reformasi. Seperti misalnya penghilangan aktivis HAM Munir ya yang … yang kita tahu terbunuh di dalam pesawat Garuda dan kemudian juga adanya pencetakan uang palsu dan juga cukai oleh cukai palsu yang pada saat itu disinyalir dilakukan oleh beberapa orang di dalam institusi intelijen kita. Dan kemudian kita juga lihat bahwa memang kompleksitas ancaman itu semakin berkembang, ya. Tidak lagi bersifat tradisional, tapi juga nontradisional dan di sini kita juga melihat bahwa intelijen tentunya harus memiliki satu keahlian profesional yang begitu tinggi untuk misalnya menangani persoalan-persoalan ancaman nontradisional, ya. Atau yang disebut dengan terorisme, penyelundupan senjata, separatisme bersenjata, penjualan wanita dan anak-anak, dsb., dsb. Kita juga tahu, mudah-mudahan intelijen kita juga memiliki satu kapasitas yang cukup tinggi dalam menangani persoalan-persoalan yang terkait dengan hubungan bilateral antara Indonesia dengan berbagai negara tetangga yang terkait dengan misalnya border disputes.
12
Kita juga menginginkan bahwa intelijen kita itu benar-benar memiliki satu kecanggihan di dalam mencegah terjadinya apa yang disebut dengan pendadakan-pendadakan strategis tersebut, ya. Dan dalam kerangka itulah, reformasi intelijen menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan di Indonesia, mengingat pertama, reformasi intelijen merupakan bagian dari usaha untuk mengoreksi kesalahan sejarah kelam intelijen masa lalu maupun mengoreksi serta memperbaiki praktik penyimpangan intelijen yang terjadi di masa kini, dan mencegah penyimpangan tsb. agar tidak terjadi lagi di masa mendatang. Kedua, untuk memperkuat sistem peringatan dini dan kemudian memperkuat sistem analisa informasi strategis, dimana intelijen memiliki peran utama di dalamnya. Ketiga, sebagai bagian penting dari proses reformasi sektor keamanan, maka kelembagaan intelijen harus menyesuaikan diri dengan tata nilai baru dalam negara demokrasi yang menghormati hak asasi manusia dan prinsip negara hukum. Adapun tujuan reformasi intelijennya adalah mewujudkan terciptanya intelijen yang profesional dan efektif dan juga patuh pada tata nilai demokrasi, dsb. Dan dengan demikian, yang menjadi persoalan adalah bagaimana aturan yang bersifat kabur tentang intelijen, sangat berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan. Sejarah telah membuktikan bagaimana penyalahgunaan terjadi, baik intelijen telah disalahgunakan oleh penguasa, maupun penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat intelijen itu sendiri. Bahkan penyalahgunaan yang disembunyikan warga negara dan juga masyarakat tersebut, tidak pernah dapat terungkap dan para pelakunya hingga kini juga belum dapat dimintai pertanggungjawaban. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, prinsip penting lain adalah perlindungan hak asasi manusia. Oleh karena itu, hakikat tujuan dari pengaturan intelijen negara adalah agar negara dapat membuat keputusan keamanan nasional yang cepat dan tepat, sehingga eksistensi dan kemampuannya dapat menjalankan pemerintahan untuk memenuhi HAM tidak terganggu, tapi pada saat yang bersamaan, keamanan warga negara dan juga keamanan negara tetap bisa dijaga. Dengan tujuan tersebut, tentunya intelijen tidak boleh melakukan pelanggaran terhadap HAM, apalagi kebal terhadap pertanggungjawaban atas pelanggaran yang dilakukan. Keamanan adalah barang publik, sehingga adalah hak publik untuk ikut menentukan bagaimana hak atas keamanan harus dipenuhi dan menjaga agar tidak terjadi pelanggaran atas hak tsb. Untuk itu, partisipasi politik publik mutlak dibutuhkan agar … dan juga diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang intelijen. Demikian keterangan saya, terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesempatan ini yang diberikan oleh Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb.
13
52.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Silakan duduk, Pak Ikrar! Berikutnya, Saudara … Ahli berikutnya adalah Saudara Agus Sudibyo. Saya persilakan.
53.
AHLI DARI PEMOHON: AGUS SUDIBYO Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, mohon izin untuk menyampaikan pendapat kami tentang Undang-Undang Intelejen Negara ini dari perspektif Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Saya sudah menyiapkan presentasi, mungkin bisa dibantu? Ya, terima kasih. Ya, paper yang saya siapkan, saya beri judul “Ancaman Rasionalitas dalam Tujuan Irrasional dalam Perumusan: Analisis atas Undang-Undang Intelejen Negara dari perspektif UndangUndang Keterbukaan Informasi Publik.” Jadi, kalau kita melihat latar belakang dari penyusunan UndangUndang Intelejen ini, atau kita melihat tujuan dari Undang-Undang Intelejen ini, maka kita akan menemukan alasan-alasan yang rasional dan yang patut untuk didukung. Lanjut. Misalnya, di dalam tujuan Undang-Undang Intelejen ini, secara garis besar kita bisa bagi menjadi dua yaitu tujuan untuk memperkuat intelijen negara dan reformasi struktur dan sistem intelijen negara. Dua hal yang sangat relevan, urgent, sehingga bahkan kami dari masyarakat sipil pun mendukung tujuan ini dan mendukung Undang-Undang Intelejen. Tapi masalahnya kemudian, rasional di dalam tujuan, irasional di dalam rumusan, terutama sekali saya akan menyoroti dari sisi hak-hak publik atas informasi berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Kalau kita membaca undang-undang ini, batang tubuh undangundang ini, saya menemukan dua substansi, yang pertama adalah substansi untuk memperkuat sistem intelijen negara, yang ini masih in line sesuai dengan tujuan. Tapi kemudian substansi yang kedua, yaitu upaya sistematis untuk membatasi hak warga negara, untuk mengontrol jalannya pemerintahan di lembaga-lembaga strategis. Lembaga-lembaga strategis yang tidak sekedar lembaga-lembaga intelijen negara, dan lembaga-lembaga pertahanan negara. Nah, ini yang saya maksud irasional, gitu. Sebuah undang-undang, yang disiapkan dengan baik, dengan tujuan yang baik, kemudian menimbulkan dampak yang serius terhadap hak warga negara dalam mengontrol jalannya pemerintahan. Suatu sisi yang saya kira tidak demokratis, dan tidak sesuai dengan citacita reformasi yang menjadi concern dari kita semua. Lanjut. Nah, kalau saya membikin peta tentang kontruksi berpikir. Saya menemukan bahwa sebenarnya kalau kita membaca draf akademik RUU Intelijen Negara dan juga diskusi-diskusi yang disampaikan oleh terutama oleh pihak Pemerintah, untuk melegitimasi bahwa undangundang ini penting, kita akan menemukan bahwa ada tiga problem kerahasiaan intelijen. 14
Yang pertama, yang paling sering dibahas adalah kemampuan pihak asing untuk membobol sistem kerahasian negara kita, melalui operasi mata-mata, melalui penyadapan, melalui difusi informasi dan seterusnya. Yang kedua adalah problem kerahasian intelijen adalah akses dari keterbukaan informasi publik, kebebasan pers yang berlebihan, itu juga menjadi alasan kenapa RUU Intelijen Negara itu penting. Yang ketiga adalah sebenarnya keterbatasan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi negara yang kita ini, dalam melindungi kerahasiannya, dalam melawan proses difusi informasi. Jadi, sebenarnya latar belakangnya tiga ini. Itu di draf akademik, yang dibahas hanya dua, yaitu soal ancaman dari asing, dan kemudian access dari keterbukaan informasi dan kemerdekaan pers. Masalah ketiga, itu tidak ada. Padahal sebenarnya, masalah yang dominan sebenarnya bahwa pihak asing mempunyai sumber daya manusia, mempunyai teknologi yang mampu menerobos kerahasiaan kita, kita tidak punya SDM dan teknologi untuk menangkal itu. Nah, itu di draf akademik dua hal pertama ada, dua hal yang … satu hal terakhir tidak ada. Kemudian di Undang-Undang Intelijen Negaranya, saya tidak menemukan formula. Apa yang disiapkan oleh pemerintah maupun DPR untuk menanggani masalah yang pertama? Yaitu, kemampuan pihak asing dalam membobol, dalam menerobos sistem kerahasiaan kita. Saya tidak menemukan itu, padahal ketika diskusi publik sering dilakukan menjelang undang-undang ini disahkan, itu yang paling utama dijadikan reasoning (alasan) kenapa UndangUndang Intelijen Negara itu perlu. Itu justru absen di dalam undangundang ini. Kemudian, yang kedua yaitu access keterbukaan informasi dan kebebesan pers itu ada formulanya, yaitu pembatasan hak publik atas informasi. Hak publik ter … untuk mengakses dokumen informasi dari lembaga-lembaga strategis. Itu ada rumusannya. Nah, kemudian yang ketiga yang menarik adalah rumusan yang ketiga di dalam undang-undang itu, ada yaitu pelembagaan otoritas maksimal kepada lembaga-lembaga intelijen untuk melakukan di klasifikasi terhadap informasi-informasi yang diklaim sebagai rahasia intelijen negara, itu ada rumusannya. Nah, ini pun menurut saya juga … juga perlu diperdebatkan, kalau masalahnya adalah keterbatasan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi dalam menanggulangi proses difusi informasi. Apa benar solusinya adalah melembagakan otoritas maksimal terhadap lembaga-lembaga intelijen? Kalau masalahnya adalah sumber daya manusia dan teknologi, maka penyelesaiannya juga terkait dengan bagaimana meningkatkan sumber daya manusia intelijen negara kita, bagaimana mempercanggih, memperbaiki, teknologi intelijen negara kita? Saya kira formalnya itu. Karena kalau pelembagaan otoritas maksimal terhadap lembaga intelijen, untuk merahasiakan informasi intelijen negara, itu juga muncul masalah.
15
Kemudian karena ini terkait dengan proses good governance terkait dengan proses pemeriksaan korupsi, dan seterusnya, gitu. Lanjut. Nah, kalau kita diskusikan lagi, sebenarnya apa sih yang dikonstruksi sebagai ancaman nasional, dalam konteks intelijen negara itu apa, gitu? Dalam draf akademik, itu jelas sekali yang dimaksud sebagai ancaman adalah kekuatan asing, jaringan terorisme, dan semacamnya. Tetapi, kalau kita membaca batang tubuh Undang-Undang Intelijen, terutama sekali Pasal 25 yang terkait dengan kerahasiaan intelijen negara, maka yang dikonstruksi sebagai ancaman terhadap intelijen negara adalah hak-hak warga negara dalam mengakses informasi dokumen di lembaga-lembaga publik, yang itu sebenarnya sudah dilindungi di Undang-Undang Keterbukaan Informasi dan UndangUndang Pers, gitu. Ini yang saya sebut rasional dalam tujuan, irasional dalam perumusan. Lanjut, nah kalau kita lebih lanjut, problem-problem kerahasiaan intelijen seperti apa yang muncul di dalam Undang-Undang Intelijen Negara, kalau kita belajar … bertolak dari prinsip keterbukaan informasi publik, kita bertolak dari Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, maka masalahnya ada lima. Yang pertama adalah, bahwa kerahasiaan intelijen itu dirumuskan dalam bentuk categorical murni, zona-zona kerahasiaan, yang rahasia adalah terkait dengan yang mengancam pertahanan keamanan nasional, sistem intelijen, ketahanan ekonomi nasional, peta kekayaan alam, dan seterusnya. Yang diatur zona-zonanya, categorical murni, dan itu tidak ada yang tahu secara persis sebenarnya informasi rahasia intelijen itu yang mana, kecuali ya lembaga intelijen sendiri, gitu. Yang kedua, tidak rahasia informasi intelijen, tidak berupa daftar informasi rahasia (negative list of information) itulah yang ideal kalau kita belajar dari negara-negara yang lebih demokratis. Bahwa rahasia negara tidak sekedar zona-zona kerahasiaan, tidak sekedar kategorikategori kerahasiaan, tetapi jelas sekali daftar informasi rahasia,gitu. Yang ketiga, tidak ada uji konsekuensi dan uji kepentingan publik untuk men-declare, untuk mengklaim bahwa suatu informasi adalah rahasia intelijen negara. Jadi, sebenarnya kalau pihak pemerintah menyatakan bahwa Undang-Undang Keintelijen Negara itu sudah didasarkan kepada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, maka wajib prinsip ini diakomodasi juga di dalam Undang-Undang Intelijen Negara, yaitu proses kerahasiaan, proses pengecualian informasi yang tidak sepihak oleh badan publik tetapi dilakukan dengan uji konsekuensi dan uji kepentingan publik, gitu, jadi tidak semena-mena. Kemudian tidak ada mekanisme kontrol publik karena kontrol di sana hanya diserahkan kepada DPR, dan itu pun tidak dalam bentuk komisi khusus yang menangani masalah ini. Kemudian sanksi-sanksi yang memberatkan kepentingan masyarakat. Lanjut. Nah, ini yang saya maksud bahwa rahasia negara itu diatur dalam bentuk zona-zona kerahasiaan, jadi istilahnya orang jawa itu rahasia negara diatur gelondongan, gitu. Jadi tidak jelas merujuk 16
pada informasi yang mana, tapi gelondongannya yang diatur, categorical murni. Misalnya, Pasal 25 mengatakan informasi rahasia intelijen adalah informasi yang membahayakan pertahanan dan keamanan nasional. Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Nah, ini yang dimaksud informasi yang membahayakan pertahanan keamanan itu informasi yang mana, gitu? Juga informasi yang merugikan kepentingan luar negeri dan hubungan luar negeri, itu merujuk pada informasi yang mana? Apakah semua informasi tentang hubungan luar negeri, negara kita dengan negara lain itu rahasia, tanpa batas, tanpa reason, juga misalnya yang membahayakan sistem intelijen negara. Itu juga tidak ada penjelasan lebih lanjut, gitu. Kita mempunyai banyak pengalaman di mana pasti akan muncul jawaban yaitu akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah lewat UndangUndang Intelijen Negara, gitu. Tetapi kita punya banyak pengalaman bahwa kalau perumusan hal-hal yang prinsipil tidak selesai di undangundang, maka kemudian akan menimbulkan anomali kalau itu disusun, dibawa, kemudian lebih detailnya di Peraturan Pemerintah. Jadi kalau menyangkut hal-hal yang prinsipil seharusnya selesai perumusan di tingkat undang-undang karena kalau Peraturan Pemerintah, misalnya Peraturan Pemerintah tentang Penyiaran, itu beberapa Peraturan Pemerintah itu justru bertentangan dengan undang-undangnya, dan kemudian di judicial review-kan lagi, gitu. Kasian nanti menyibukan MK dengan JR-JR, gitu. Nah, kemudian masalah yang berikutnya adalah lingkup kerahasiaan intelijen itu juga mengatur zona-zona kerahasiaan yang sebenarnya kalau kita menggunakan internal (suara tidak terdengar jelas) itu tidak layak untuk dikategorikan sebagai bagian dari lingkup rahasia intelijen. Misalnya, mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungin kerahasiaan. Pertama itu luas sekali, yang kedua itu sebenarnya tidak lazim untuk dikategorikan sebagai bagian dari rahasia intelijen. Kemudian merugikan ketahanan ekonomi nasional, itu juga sangat general dan seharusnya diatur diundang-undang yang lain. Kemudian mengungkapkan memorandum atau surat yang yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan. Ini memorandum dan surat yang mana, apakah memorandum dan surat yang terkait dengan pertahanan keamanan, atau semua surat dan memorandum tanpa kecuali, gitu. Nah, ini ... ini yang jadi masalah bahwa ... kalau saya berpendapat barangkali memang ada jenis-jenis informasi dalam konteks hubungan luar negeri, ketahanan ekonomi nasional, kemudian kekayaan alam yang harus dirahasiakan atas nama kepentingan intelijen. Barangkali memang ada, tapi harus spesifik dan tidak diatur dalam bentuk yang categorical murni seperti ini, gitu. Maka dari itu pentingnya tadi yang saya maksud, uji konsekuensi dan uji kepentingan publik, gitu. Lanjut. Nah, ini yang (suara tidak terdengar jelas) lagi tidak ada uji konsekuensi dan uji kepentingan publik dalam Undang-Undang 17
Intelijen Negara ini. Nah, ini sebenarnya perbedaan, pertentangan antara Undang-Undang Intelijen Negara dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik karena Undang-Undang Keterbukaan Informasi mengatakan suatu informasi dikatakan sebagai rahasia kalau badan publik dapat menjelaskan dengan rasional, apa dampak negatif jika informasi itu dirahasiakan. Itu yang disebut sebagai konsekuensial HAM test, gitu. Secara internasional sebenarnya itu sudah, sudah menjadi pemahaman bersama (universal) dan itu yang abstain di dalam undangundang intelijen negara ini. Bahwa seharusnya badan publik harus memberikan alasan ketika mau mengklaim suatu informasi sebagai rahasia. Sementara uji kepentingan publik adalah suatu informasi rahasia yang sudah dirahasiakan, dikecualikan, suatu saat dapat diuji lagi tanpa menunggu masa retensinya selesai. Diuji lagi apakah benar informasi ini masih layak dirahasiakan atau jangan-jangan atas nama kepentingan publik yang lebih besar itu justru harus dibuka. Nah, mekanisme uji kepentingan publik ini, public interest test ini yang seharusnya diadopsi dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur soal kerahasian informasi atau pengecualian informasi, gitu. Nah, ini yang sebenarnya kami jadi bertanya kalau pemerintah mengatakan undang-undang intelijen negaranya sudah mendasarkan dirinya pada undang-undang intelijen … Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, kenyataannya ada gap seperti ini, gitu. Lanjut. Nah, konsekuensi-konsekuensi dari kelemahan dalam konteks kerahasiaan intelijen tadi adalah … pertama adalah bahwa dalam praktiknya hanya lembaga intelijen yang tahu secara persis mana informasi intelijen negara dan mana yang tidak? Karena kerahasiaan tidak dirumuskan dalam bentuk daftar informasi rahasia tapi dalam bentuk kategori-kategori zona kerahasian yang sangat luas, gitu. Jadi, informasi mana yang harus dirahasiakan karena membahayakan keamanan nasional, membahayakan sistem intelijen negara, membahayakan keselamatan personil intelijen. Itu hanya lembaga intelijen yang tahu. Kemudian, ya kita khawatir sekali tidak murni untuk melindungi informasi-informasi strategis karena luas sekali, termasuk peta kekayaan alam, termasuk hubungan luar negeri, termasuk ketahanan ekonomi nasional, itu dirahasikan, gitu. Dan kemudian jelas ini membatasi hakhak publik atas informasi, dan yang kami khawatirkan masyarakat atau pers selalu terlalu lambat menyadari bahwa dirinya telah mengakses atau menyebarluaskan informasi rahasia intelijen. Karena kita berhadapan dengan peta yang … peta buta, luas sekali, kita tidak pernah tahu yang mana sebenarnya informasi yang benar-benar rahasia, gitu. Jadi, kita selalu terlambat menyadari bahwa ini informasi yang kami akses, kami sebarluaskan itu ternyata mengancam sistem intelijen negara, gitu. Ini yang sebenarnya merugikan kepentingan publik dalam konteks isu kerahasaian intelijen. Lanjut. Nah, berpotensi untuk dimanfaatkan melindungi rahasia birokrasi dan rahasia politik, gitu. Jadi, sebenarnya kita harus 18
membedakan mana yang genuine national security secrecy, rahasia yang benar-benar murni untuk kepentingan pertahanan keamanan nasional dengan political secrecy dan birocratic secrecy. Jadi kerahasian yang sebenarnya seakan-akan untuk melindungi kepentingan keamanan nasional tapi sebenarnya itu adalah rahasia politik atau rahasia birokrasi, gitu. Nah, ini yang kita khawatirkan kalau rumusannya seperti ini, gitu. Dan kemudian juga bisa kontraproduktif bagi upaya good governance, pemberatasan korupsi di sektor pertahanan, pertambangan, dan pengolahan sumber-sumber daya alam. Karena sangat mungkin dengan undang-undang intelijen negara yang seperti ini, kontrak-kontrak karya dibidang migas ekstraktif itu kemudian di klaim sebagai rahasia negara dan kenyataannya kemudian baru kita tahu tiga tahun kemudian, bahwa kontrak karya migas itu merugikan kepentingan, ketahanan, ekonomi nasional, dan kita justru dirugikan oleh pihak asing sebagaimana dalam konteks kontrak karya, blok tangguh misalnya, gitu. Lanjut. Nah, kemudian saya akan kepada problem ketentuan undang … pidana dalam Undang-Undang Intelijen. Lanjut. Nah, sebenarnya gini, kalau kita bicara tentang kemungkinan kesalahan pejabat publik, badan publik dalam konteks kerahasiaan negara atau kerahasiaan itu ada dua. Yaitu ketika badan publik, pejabat publik tidak berhasil menjaga kerahasiaan, sehingga informasi yang seharusnya rahasia, dokumen yang seharusnya rahasia itu terbuka kepada masyarakat, itu kemungkinan pertama. Dan itu sudah diatur dalam ketentuan pidana di Undang-Undang Intelijen Negara. Tetapi sebenarnya Bapak/Ibu, ada kemungkinan yang kedua, yaitu ketika badan publik, pejabat publik, entah apa alasannya melakukan klaim rahasia negara yang salah. Bahwa suatu informasi sebenarnya tidak layak untuk dirahasiakan, kemudian di klaim sebagai rahasia. Wah, ini, ini informasi strategis, ini enggak boleh dibuka. Kenyataannya informasi itu justru jenis informasi yang harus disampaikan kepada masyarakat tanpa ada penundaan. Jadi, ada dua kemungkinan sebenarnya. Pembocoran rahasia negara, sengaja atau tidak sengaja. Yang kedua adalah klaim rahasia negara yang salah dan justru merugikan kepentingan masyarakat. Di dalam Undang-Undang Intelijen Negara ini hanya diatur pidana yang menyangkut yang pertama, yaitu kalau pejabat publik, badan publik membocorkan rahasia. Tapi kalau mengklaim rahasianya secara salah, tidak ada pasal pidana di sini. Maka dari itu kesimpulannya, barangkali memang ketentuan yang seperti ini barangkali tidak lazim untuk diatur di Undang-Undang Intelijen Negara. Tetapi kita bisa menyimpulkan, ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Intelijen Negara itu harus in line dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, itu pasti, itu. Dan karena kemungkinan-kemungkinan kesalahan seperti itu memang diatur di undang-undang Keterbukaan Informasi. Kemudian, Bapak-Ibu sekalian, kalau kita belajar selama ini sebenarnya kesalahan klaim rahasia negara yang salah itu banyak sekali terjadi. Sedikit-sedikit kalau pers, masyarakat sipil meminta informasi 19
macam-macam, ada klaim ini rahasia negara. Padahal itu informasi yang sangat penting, katakanlah untuk mengungkap kasus korupsi misalnya, dan seterusnya. Lanjut. Nah, ini yang ada di Undang-Undang Intelijen Negara, yaitu sanksi apabila sesuatu ruang yang rahasia, sesuatu yang bagian dari ketertutupan, itu dibuka pada publik, sengaja atau tidak sengaja. Lanjut. Lanjut. Nah, nah, kemudian bagaimana seharusnya perumusan kerahasiaan informasi intelijen yang demokratis, yang in line dengan hak-hak publik atas informasi di lembaga-lembaga pemerintahan. Yang pertama adalah lingkup kerahasiaan intelijen dibatasi pada lingkup intelijen negara dan ketahanan nasional. Itu saja. Tidak menyangkut ketahanan ekonomi, tidak menyangkut peta kekayaan alam, dan seterusnya. Kedua, perumusan kerahasiaan tidak berhenti pada kategorikategori yang bersifat luas. Jadi, yang ideal adalah bentuknya negative list of information, daftar-daftar informasi yang memang harus dirahasiakan. Dan yang dirahasiakan itu bukan kategori informasi, tapi kepentingan-kepentingan apa yang akan dirugikan kalau suatu informasi itu dirahasiakan. Jadi, misalnya, contohnya, perumusannya bahwa bukan informasi yang membahayakan personel intelijen negara, bukan seperti itu. Tapi alamat, nama, nama keluarga, golongan darah dari personel intelijen negara, jadi lebih detail seperti itu, begitu. Kemudian (…) 54.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Dispersing … dipercepat ya, dipersingkat sedikit, ini masalahnya juga sudah ada.
55.
AHLI DARI PEMOHON: AGUS SUDIBYO Ya, sudah selesai. Nah, kemudian merujuk kepada informasiinformasi yang spesifik untuk melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu. Dan kemudian menerapkan mekanisme uji konsekuensi dan uji kepentingan publik. Saya kira begitu yang bisa saya sampaikan, mudahmudahan bisa dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Yang Terhormat. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.
56.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, silakan duduk dulu. Kita selesaikan dulu keterangan Ahli setelah itu baru ada dialog atau tanya jawab. Berikutnya Ahli dari Pemerintah?
20
57.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Silakan, Profesor Muladi, setelah itu Profesor Yusril, baru Prof. Natabaya. Pak Yusril dulu, Prof. Yusril. Silakan, Prof. Yusril.
58.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Silakan, Prof. Yusril.
59.
AHLI DARI PEMERINTAH: YUSRIL IHZA MAHENDRA Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, hadirin-hadirat yang saya hormati. Para Pemohon dalam Perkara Nomor 7/PUU-X/2012 telah memohon kepada Majelis Yang Mulia, untuk menguji norma sejumlah pasal yang setelah kami hitung jumlahnya ada 14 pasal dan penjelasan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka para pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang adalah perorangan warga negara Indonesia, badan hukum publik atau privat, lembaga negara, dan masyarakat hukum adat sepanjang keberadaannya masih diakui dalam masyarakat. Para Pemohon dalam perkara ini terdiri atas 18 pihak, 5 pihak di antaranya adalah Pemohon yang berbentuk organisasi, perkumpulan, lembaga, yayasan, dan aliansi yang seluruhnya sebenarnya berkewajiban untuk membuktikan lebih dahulu bahwa organisasi tersebut adalah badan hukum, baik berstatus perkumpulan yang telah mendapat pengesahan pejabat yang berwenang menurut hukum yang berlaku. Sehingga organisasi tersebut benar-benar dapat memenuhi kriteria sebagai sebuah badan hukum yang mempunyai kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan perkara permohonan pengujian undang-undang kepada Mahkamah Konstitusi. Tanpa status badan hukum yang jelas, maka permohonan seperti itu seyogianya tidak perlu dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sebelum masuk kepada pokok permohonan, para Pemohon berkewajiban untuk menguraikan dengan sejelas-jelasnya bahwa ada hak-hak konstitusional mereka yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar yang dilanggar dengan berlakunya suatu norma di dalam undangundang. Para Pemohon belum dengan sejelas-jelasnya menguraikan hak-hak konstitusional, apakah yang dijamin atau diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 kepada para Pemohon yang sebagiannya adalah organisasi, dan sebagiannya lagi adalah perseorangan untuk dijadikan dasar, mengatakan bahwa norma undang-undang yang dimohon untuk diuji ini telah merugikan atau menghilangkan hak-hak konstitusional tersebut.
21
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan putusan-putusan sesudahnya, telah diberikan batasan kumulatif tentang apakah yang dimaksud dengan kerugian konstitusional dengan berlakunya sebuah norma undang-undang. Setelah menyimak dengan saksama isi permohonan para Pemohon, saya berkesimpulan bahwa para Pemohon belum dengan jelas menguraikan kerugian konstitusionalnya secara konkret dan faktual, akibat berlakunya norma Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Inteligen Negara ini. Uraian-uraian tentang peristiwa masa lalu yang dialami oleh Para Pemohon perseorangan, maupun juga tadi disampaikan oleh Saksi, yang dikhawatirkan potensial akan terjadi akibat berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011, masih merupakan sesuatu yang debatable, mengingat zaman sudah berubah dan rezim sudah berganti. Sehingga syarat berdasarkan penalaran yang wajar, potensial hal itu akan terjadi masih berada dalam posisi (suara tidak terdengar jelas) yang meragukan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu yang dijadikan argumen dalam permohonan ini, bukanlah akibat dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011. Bahkan pada masa itu, belum ada undang-undang yang mengatur tentang kegiatan intelijen. Setelah kami menelaah pokok permohonan serta petitumnya dalam sebuah … dalam seluruh uraian, juga belum tergambar dengan jelas norma dalam pasal undang-undang yang ingin diuji tadi, dengan mengkontraskannya secara spesifik dengan norma pasal tertentu di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Padahal menurut hemat saya, pengujian undang-undang haruslah secara jelas mengemukakan argumen bahwa norma pasal yang ingin diuji itu adalah bertentangan dengan norma konstitusi. Sehingga atas dasar itu Para Pemohon dapat memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, agar norma pasal undang-undang tersebut dapat dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan karenanya mohon untuk dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Atau suatu norma yang terdapat di dalam undangundang, ternyata mengandung sifat multitafsir jika dihadapkan dengan norma konstitusi. Sehingga memohon kepada Mahkamah untuk dapat menafsirkan norma tersebut, sehingga dengan tafsiran itu norma tadi menjadi sejalan dengan norma konstitusi, guna misalnya memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur di dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam petitum permohonan. Para Pemohon telah memohon agar Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal-pasal tertentu, sekitar 14 pasal yang dimohon tadi, di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sepenuhnya kami serahkan kepada Majelis Hakim untuk menilainya. Sebagian dimohonkan untuk dinyatakan tidak mempunyai kekuatan … tidak mempunyai akibat hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya. Dan sebagian lagi, 22
nampaknya memohon agar Mahkamah Konstitusi menafsirkan norma pasal tersebut agar sejalan dengan norma konstitusi. Namun pada hemat saya, apa yang dimohon bukan lagi berada dalam tataran menafsirkan satu norma undang-undang, agar sejalan dengan norma konstitusi, melainkan mengubah norma yang sudah ada di dalam pasal undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. Petitum angka 3 misalnya, mengatakan … menyatakan, “Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara adalah inkonstitusional sepanjang ‘tidak dibaca’ ancaman keamanan nasional adalah ancaman yang bersifat militer, ancaman bersenjata, dan ancaman nonbersenjata yang membahayakan eksistensi negara, bangsa, masyarakat, dan manusia.” Sementara rumusan norma tersebut di dalam undang-undangnya adalah ancaman adalah setiap usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dengan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah negara Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan. Jadi kalau kita bandingkan sebenarnya sudah jauh berbeda, bukan sekedar menafsirkan supaya menjadi konsitusional, tetapi sebaliknya ini sudah menyerupai sebuah norma baru. Untuk memohon Mahkamah Konstitusi agar memutuskan bahwa Pasal 1 ayat (4) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2011 inkonstitusional dan membuatnya menjadi konstitusional dengan cara membacanya seperti yang dirumuskan dan dimohon oleh Para Pemohon. Saya berpendapat bahwa hal itu bukan lagi berada dalam konteks memohon Mahkamah Konsitutsi untuk menafsirkan pasal yang multitafsir agar sejalan dengan norma konstitusi, melainkan mengubah secara fundamental norma yang diatur dalam Pasal 1 ayat (4) tadi. Kewenangan seperti itu pada hemat saya adalah kewenangan legislative review, yang bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi lagi. Petitum dalam angka 4, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 15, dan 17, pada hakikatnya mengandung sifat yang sama dengan petitum angka 3 sebagaimana yang saya kemukakan tadi. Majelis Hakim Yang Mulia, demikianlah keterangan saya dan atas perhatian Yang Mulia, kami ucapkan terima kasih. 60.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik, berikutnya?
61.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Silakan, Prof. Muladi. Prof. Muladi, terlebih dahulu.
23
62.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Pak Natabaya?
63.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Oh, Pak Natabaya?
64.
AHLI DARI PEMERINTAH: H. A. S. NATABAYA Assalamualaikum wr. wb. Bapak Ketua dan Anggota Majelis Hakim Konstitusi Yang saya Muliakan. Izinkanlah kami menyampaikan beberapa pokok mengenai masalah pengujian undang-undang yang dihadapkan di depan Mahkamah Konstitusi ini, yaitu Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2001 tentang Intelijen Negara. Bapak Ketua dan Para Anggota Yang saya Muliakan, sebagaimana juga tadi sudah dikemukakan oleh Bapak Prof. Dr. Yusril Mahendra bahwa acara kita ini adalah acara pengujian undang-undang, di dalam pengujian undang-undang ini sudah ditentukan ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi bahwa yang berhak mengajukan pengujian undang-undang ini sebagaimana dirumuskan di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Tahun ... Undang-Undang Pasal 51 adalah Pemohon adalah Pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan dirugikan oleh berlakunya undang-undang. Jadi artinya ini, perbuatannya ini harus dirugikan oleh undang-undang ini terhadap Pemohon yang terdiri dari beberapa perkumpulan dan perorangan, ada 19. 5 dari pada IMPARSIAL, Lembaga Studi Advokasi, YLBHI, Perkumpulan Masyarakat Setara, AJI, perorangan mulai dari Mugiyanto sampai dengan Marian Ananda. Bapak Ketua dan Anggota Majelis Hakim, salah satu dari pada Pemohon itu adalah baik perorangan maupun badan hukum publik. Nah, dari 5 perkumpulan ini ada beberapa hal yang menjadi persoalan, apakah IMPARSIAL, Lembaga Studi, Perkumpulan Masyarakat Setara, AJI, merupakan badan hukum publik atau tidak? Kalau YLBHI kita katakan ini adalah yayasan maka pasti dia adalah merupakan badan hukum dan hal ini menjadi persoalan karena dia tidak memenuhi ketentuan. Dan selanjutnya adalah apakah mereka ini sudah dirugikan dengan berlaku undang-undang ini terhadap (suara tidak terdengar jelas). Bapak Ketua dan Hakim Anggota, sebagaimana sudah dikemukakan tadi juga bahwa Mahkamah dalam Putusannya 006/PUUIII/2005 telah menentukan 5 syarat secara kumulatif mengenai kerugian konstitusional yang dimaksud Pasal 51. Bahwasanya adalah. B. Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah dirugikan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian artinya, Pemohon harus dapat membuktikan bahwa undang-undang ini telah merugikan Pemohon bahwa di dalam permohonan ini tidak 24
ada satu pun kalimat atau pembuktian bahwa undang-undang ini telah merugikan Pemohon. Bahwasanya, Saksi tadi menguraikan bahwasanya menurut dia ada kerugian tetapi itu adalah kerugian masa lalu yang bukan karena undang-undang ini justru karena undang-undang ini untuk melindungi tindakan-tindakan dari pemerintah untuk melindungi warganya. C. Bahwa kerugian itu harus spesifik dan aktual dan dia harus buktikan bahwa spesifik dan aktual, dan yang paling harus dibuktikan adalah adanya hubungan sebab dan akibat, adanya causal verband antara ketentuan-ketentuan undang-undang ini terhadap kerugian yang dialami oleh Para Pemohon, dan Pemohon belum ada satu pun dapat membuktikan apa kerugiannya dengan ada undang-undang ini. Selanjutnya, marilah kita lihat beberapa pasal yang di … seolaholah quod non yang mengatakan merugikan Pemohon. Di dalam halaman 2 perihal permohonan ada beberapa ketentuan, tetapi di dalam halaman 22 mengenai ruang lingkup, ini tidak sama bahwa di dalam permohonannya ini ... perihal ini lebih besar atau lebih banyak dari halaman 22 mengenai ruang lingkup, peran, fungsi, dan kewenangan yang dikatakannya mulai dari Pasal 1 ayat (4) ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (4), dan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, sama. Tapi jumlah yang ini tidak sama. Jadi ini saya lihat ada ketidakcocokan, apakah terburu-buruan di dalam menyusunnya, saya tidak tahu, wallahualam bisawaab Pemohonlah yang mengetahui. Bapak Ketua Hakim dan Anggota yang saya muliakan, ketentuan ini dikatakan bertentangan dengan Pasal 1 ayat … Pasal 1 ayat (4), bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Khususnya pasal yang disinggung adalah Pasal 1 ayat (3). Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar menyatakan sebagai berikut, “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Pasal ini tidak mengatur mengenai hak asasi. Pasal ini mengatur mengenai bentuk negara. Bahwa bentuk negara kita adalah negara kesatuan yang bersendikan negara hukum. Artinya, negara kita berbentuk demokrasi itu harus dibatasi bersendi negara hukum sebab ada kemungkinan negara yang berbentuk demokrasi itu akan menjadi negara yang menjadi diktator. Ini sebetulnya, maksudnya ini. Dia tidak mengatur mengenai hak konstitusional, jadi ini umum. Sedangkan undang-undang yang diuji ini harus bertentangan dengan hak konstitusional. Apa yang dimaksud dengan hak konstitusional? Menurut penjelasan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi adalah hak-hak asasi yang diatur di dalam UndangUndang Mahkamah Konstitusi itu. Artinya dari pasal 28 dan seterusnya. Jadi, tidak ada … kalau istilah saya dulu ini tidak berbesan. Tidak ada kaitannya. Lantas ada lagi disinggung mengenai pertentangan dengan Pasal 28D, C ayat (1). Pasal 28D ayat (1) ini adalah mengatur mengenai hak asasi yang ada kaitannya dengan, “Setiap orang berhak
25
atas pengakuan, jaminan, perlidungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Justru undang-undang ini akan memberikan kepastian hukum kepada Para Pemohon dan warga negara kita karena sebelumnya memang tidak ada … apa namanya itu undang-undang sehingga ada (suara tidak terdengar jelas). Sebab salah satu ciri kepastian hukum itu adanya rechtssicherheit legal certainty itu adanya aturan mengenai perlakuan (suara tidak terdengar jelas). Itu ada aturan main (suara tidak terdengar jelas) di dalam perlindungan itu dan serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal ini, undang-undang ini tidak mengatur mengenai berkelakuan yang tidak sama. Seluruh orang warga negara atau siapa pun juga akan terkena undang-undang ini kalau dia melanggar ketentuan-ketentuan yang ada di dalam undang-undang. Pasal 28C ayat (1), “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, berhak mendapatkan pendidikan.” Sama sekali undang-undang ini tidak melanggar, setiap orang berhak mengembangkan. Apakah ada di dalam ketentuan pasal ini dari mulai Pasal 1 sampai selesai mengatur mengenai bahwa ini melarang orang mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya? Berhak mendapatkan pendidikan, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, and so forth, and so forth, tidak ada sama sekali. Lantas Pasal 28D ayat (4), “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” Enggak ada sama sekali undang-undang ini berkaitan dengan larangan setiap orang untuk memperoleh keasempatan dalam pemerintahan. Tidak ada sama sekali. Pasal 28E ayat (1), “Setiap orang bebas memeluk agama beribadah.” Tidak ada kaitannya sama sekali. Dimana ada kaitannya dengan ini? Ini saya ragu ini, penyiapannya ini barangkali … ya ada yang menyiapkan A, ada yang menyiapkan B, digabung. Ini sama sekali ini … saya biasanya dengan Pemohon ini kenal baik ini. Dia ini sebetulnya saya tahu betul. Saya pernah jadi Ahli dia, biasanya permohonannya itu bagus ini Bapak ini, tapi kok ini saya tidak tahu ya, tapi dialah yang bisa jawab. Lantas Pasal 28D ayat (1) … ada lagi yang menjadi persoalan adalah mengenai keamanan nasional yang disingung oleh juga Saksi. Sebetulnya ini sudah diatur di dalam undang-undang ini, apa yang dimaksud dengan keamanan nasional, ya? Pasal 31, cuma dia tidak mengatakan dengan jelas. Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, badan intelijen negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan … penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi … jelas yang dimaksud dengan kepentingan dan keamanan nasional itu meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sampai lingkungan hidup. Tadi disinggung oleh saksi, bahwasanya ada kaitan dengan sumber daya alam. Saya kasih contoh, kasus umpamanya kasus 26
Freeport, itu bukan karena kesalahan dari pada itu, tapi kesalahan kita sendiri. Kita sudah tahu bahwa tembaga itu ada ikutannya, tiap-tiap tambang itu ada ikutan mineral yang lain. Apakah itu tembaga, apakah itu nikel, apakah itu timah, tetapi objek dari pada kontraknya itu adalah tembaga. Nah, kita sudah tahu bahwa ikutannya itu besar dan ini tidak rahasia ada kita tahu. Tapi kita sendiri tidak mengubah kontrak itu, malah kita memperpanjang sebelum itu masa berakhir. Jadi itu bukan masalah … masalah apa namanya itu … masalah dari pada kerahasiaan, tapi sudah tahu. Nah mengenai lamanya rahasia, menurut … sini sudah ada di dalam, tapi ini menurut dari pada saksi tadi (…) 65.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Dipercepat, Pak. Jam 16.00 kita sidang lagi, masih ada 1 Ahli.
66.
AHLI DARI PEMERINTAH: H. A. S. NATABAYA Ada lagi mengenai pasal yang sangat agak lucu saya lihat (suara tidak terdengar jelas). Mengenai Pasal 36, dia tidak setuju bahwa badan … kepala badan intelijen negara itu diberhentikan oleh presiden, diangkat … telah mendapat pertimbangan (suara tidak terdengar jelas) seolah-olah katanya melanggar Pasal 17 Undang-Undang Dasar. Bahwa ini lebih bagus, Pasal 17 itu mengatur mengenai pembantu presiden, dalam hal ini menteri. Dan ini jangan lupa, bahwa ini katanya ini adalah mendapat pertimbangan bukan mendapat persetujuan kewenangan itu ada di presiden lain dengan persetujuan, pertimbangan. Jadi kalau dia tidak mempertimbangkan, ini kan kewenangan dari presiden, saya mau angkat si A, maka saya minta pertimbangan, apakah ini baik atau tidak walaupun presiden tidak terikat kepada itu. Tapi dia pasti akan memperhatikan karena ketentuan itu juga ditutup di dalam ayat (3) pertimbangan rakyat republik Indonesia terhadap calon kepala badan intelijen negara yang dipilih oleh presiden … dipilih oleh presiden, sedangkan di dalam ini seolah-olah bukan dipilih oleh presiden. Disampaikan paling lambat 20 hari kerja. Artinya memang kewenangan memilih itu ada dengan presiden, jadi bukan digeser kepada kewenangan itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sebetulnya lebih banyak lagi, Bapak Ketua dan Wakil Anggota, tapi karena menghormati keinginan Bapak Ketua, supaya apa namanya itu … dihentikan, saya tahu banyak, banyak perkara yang masuk dan saya penutup, maka sudah seyogianyalah Bapak Ketua dan Hakim Anggota bahwa permohonan ini dinyatakan ditolak. Wabillahi taufik wal hidayah. Wassalamualaikum wr. wb.
27
67.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Waalaikumsalam wr. wb. Baik yang terakhir, Prof. Muladi, saya persilakan.
68.
AHLI DARI PEMERINTAH: MULADI Yang Mulia Ketua, saya mohon izin sambil duduk.
69.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Silakan.
70.
AHLI DARI PEMERINTAH: MULADI Ya. Asas penunjukan pemerintah atau DPR, mungkin tadi sehubungan dengan uji materiil ini, izinkan saya menyampaikan pendapat sebagai berikut. Pertama kali apresiasi terhadap teman-teman dari civil society yang telah mengajukan uji materiil ini, ya. Pertama adalah sepengetahuan saya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 7 November tahun 2011 melalui suatu proses yang demokratis dan konstitusional di DPR sebagai pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang. RUUnya telah dibahas dan disetujui bersama menjadi undang-undang, bersama-sama pemerintah dengan prosedur yang cukup aspiratif, dengan mempertimbangkan berbagai aspirasi yang berkembang, baik aspirasi dari kalangan supra struktural, infrastruktur, kepakaran, maupun aspirasi internasional. Dan pada suatu saat, saya didengar juga sebagai seorang yang dianggap mengetahui masalah strategis di depan Komisi I DPR. Menurut pengamatan saya, kritik terhadap materi-materi RUU yang bersifat krusial dan strategis, telah disampaikan kepada DPR oleh beberapa kalangan masyarakat atau civil society dan materi-materi itu antara lain untuk menunjukkan (suara tidak terdengar jelas) paling demokratis. Pertama, paradigma. RUU dianggap sangat lemah landasan filosofisnya, dalam kaitannya dengan kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum. Demikian pula tentang penggunaan terminology, ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang membahayakan (suara tidak terdengar jelas) dan keutuhan negara di NKRI, dirasakan sangat multitafsir pada waktu itu. Perlindungan terhadap warga negara, tidak terlihat sebagai dasar paradigma dari RUU. Justru yang ada hanya perlindungan terhadap kedaulatan negara. Di samping itu, ada kecenderungan untuk memalsukan lembaga intelijen menjadi lembaga penegak hukum. Pencantuman hanya Pasal 28J Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam konsiderans mengingat telah mengesampingkan Pasal 28I yang
28
merupakan Jiwa Konstitusi yang mengatur HAM yang bersifat non (suara tidak terdengar jelas). Kedua, kritik berkaitan dengan ketentuan umum, dianggap belum secara lengkap menjelaskan definisi keamanan nasional, ancaman keamanan nasional dan kebebasan sipil, serta pihak lawan, dan dikhawatirkan menjadi pasal karet yang mengancam kekebasan sipil dan HAM. Penambahan tugas, penyelidikan, dan penggalangan merancukan tugas dan kewenangan intelijen dengan lembaga penegak hukum. Kritik ketiga mengenai definisi. RUU dianggap lebih meletakkan intelijen sebagai alat pemerintah atau penguasa pada waktu itu, bukan alat negara yang cenderung dapat melakukan politisasi intelijen sebagai alat kekuasaan. Empat, mengenai asas-asas dianggap belum lengkap dan belum jelas. Seharusnya, hal ini juga membuat asas taat pada hukum, menghormati HAM, tidak berpolitik, tidak berbisnis, tidak menjadi anggota organisasi apa pun di luar intelijen, tidak bekerja atas dasar sentimen, ras, agama, ideologi, atau kelompok, dan tidak melakukan tindakan represif. Kemudian, mengenai organisasi, struktur, dan kedudukan. RUU dianggap tidak menganut diferensiasi struktur dan spesialisasi fungsi, tidak membagi wilayah kerja antara intelijen luar negeri, dalam negeri, militer, dan intelijen penegakan hukum secara tegas. Kemudian, RUU belum memisahkan akuntabilitas antara struktur yang bertanggung jawab dalam membuat kebijakan dengan struktur yang bertanggung jawab secara operasional yang melaksanakan kebijakan. Selanjutnya, mengenai peran, tujuan, dan fungsi dalam ruang lingkup. Tapi ini seharusnya diganti dengan kegiatan, tujuan, dan fungsi produk intelijen. Kemudian, kewenangan khusus penyadapan atau intersepsi komunikasi seperti penyadapan telepon dan faksimile, kemudian membuat e-mail, membuka e-mail, pemeriksaan surat, pemeriksaan paket, tanpa melalui penetapan ketua pengadilan, cukup dengan memberitahukan kepada ketua pengadilan, konsepnya dulu demikian, hal ini dianggap memiliki potensi pelanggaran HAM, khususnya terkait hak privasi seseorang yang seharusnya diperlakukan secara ketat. Selanjutnya, istilah pendalaman yang bisa mencakup penangkapan dan penahanan dengan bekerja sama dengan penegak hukum terkait, atas perintah Kepala BIN, mengandung interpretasi luas dan cenderung ke tindakan penculikan. Tidak adanya mekanisme pengawasan konsentrik yang dilakukan oleh instansi, lembaga, atau dinas intelijen, presiden, menteri, dan Kepala LKIN dulu, DPR, yudisial, dan masyarakat sipil. Belum adanya lembaga advokasi hak-hak korban apabila terjadi praktik penyimpangan kewenangan yang melanggar HAM. Hal ini seharusnya melibatkan Komnas HAM dan juga LPSK. Dua belas, Ketentuan pidana sebenarnya harus dikhususkan bagi anggota intelijen dan perlunya keberadaan kode etik intelijen yang menegaskan prinsip-prinsip etis dan komprehensif.
29
Itu kritik-kritik yang dialami pada waktu RUU dibicarakan di DPR. Oleh DPR dan pemerintah, kritik-kritik tersebut, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, kalau di mass media, telah diidentifikasi dan ditanggapi secara serius yang hasilnya bisa berupa revisi dan banyak sekali yang saya katakan tadi bisa direvisi, atau harmonisasi, atau dijawab dengan argumentasi yang rasional, tanpa melupakan prinsip-prinsip intelijen dalam suasana demokratis. Jadi, semuanya sudah melalui suatu dialog yang panjang. Sebagai seorang akademisi, dalam setiap kesempatan dengar pendapat dengan kalangan DPR mengenai RUU Intelijen ini, saya selalu menekankan prinsip intelijen sebagai berikut. Dalam kaitannya dengan nilai-nilai dasar demokrasi yang saya katakan membangun suatu kultur baru tentang intelijen yang sejak tahun 1998 sepakat untuk dikonsolidasikan dan dimantapkan. Prinsipprinsip tersebut adalah sebagai berikut. 1. Filosofi, misi, dan peran intelijen di dalam masyarakat demokratis harus dirumuskan secara jelas dan selalu dalam kerangka tiga tujuan nasional yang telah dibakukan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Ini sudah masuk. 2. Bahwa demokrasi dan intelijen yang mempunyai karakter secrecy, sering bertolak belakang atau incompatible, sebab secrecy is the enemy of democracy. Because secrecy encourages abuse. Kedua, information is power, intelligent agents and organizations routinely break laws abroad. How to make distinction not breaking the laws at home. Intelligent is a constant war and threat Ini pendapat dari Logemann yang membenturkan antara demokrasi dan intelijen itu selalu incompatible. 3. Hubungan antara intelijen dan pengambilan kebijakan atau policy making bersifat dinamis dan resiprokal. Intelijen merupakan alat untuk suksesnya pelaksanaan kebijakan, instrument a policy baik domestik maupun Internasional. Untuk itu, persyaratan yang melekat pada atribut kebijakan, yaitu harus akurasi dijamin, relevansi, prediksi, elemen peringatan dini, dan ketepatan waktu harus dipenuhi. 4. Pendekatan tradisional dan sempit terhadap keamanan harus dikembangkan, mencakup pendekatan komprehensif dan modern. Pendekatan yang bersifat sempit dan tradisional tentang keamanan, menekankan pada ancaman militer, dan kebutuhan adanya kemampuan reaksi balik yang kuat, daya survival physics, integritas teritorial, kedaulatan, kebebasan politik, dan kemampuan untuk memelihara hukum, dan ketertiban dalam wilayah negara. Dalam kerangka ini fungsi intelijen klasik adalah mengindentifikasi ancaman 30
militer dan para militer, atau ancaman potensial yang membahayakan hal-hal tersebut, serta mengevaluasi tujuan musuh dan kemampuannya yang disebut exclusive military strategy a policy. Di era modernisasi dan era globalisasi, hal ini harus dikembangkan. Sehingga mencakup pola pentingnya elemen-elemen keamanan yang bersatuan militer, harkat kompleks dari ancaman terhadap stabilitas dan pembangunan dan ketergantungan Internasional. Dalam hal ini, ancaman tidak hanya datang dari luar yang bersifat militer, tapi bisa juga dari dalam dan dari luar yang bersifat non militer yaitu bersifat ekonomi, politik, sosial, dan lingkungan, peledakan penduduk imigrasi, massal, konflik etnik, tekanan politik, terorisme, dan kejahatan penyakit menular, dan sebagianya. Semuanya bermakna dalam kehidupan demokrasi, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial, serta peningkatan kualitas hidup, kebebasan dan kesejahteraan, kerja sama dengan intelligent Caroline dianggap sangat penting dalam rangka cooperative security, kesepakatan nonagresi dan penyelesaian perselisihan secara damai. Tadi, Pak Natabaya menyinggung Pasal 31. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa setelah perang dingin usai permulaan tahun 90-an, dua kecenderungan utama yang timbul adalah terjadinya evolusi lingkungan keamanaan Internasional, dan nasional baru, yakni tersebarnya ide demokrasi yang memusatkan diri pada kebebasan menghormati HAM dan kebebasan individual, supremasi hukum, kontrol sipil, dan tumbuhnya bahaya asimetrik yang berfokus kepada keamanan, yaitu kebutuhan intelijen yang efektif dan efisien untuk mengetahui bahaya baru, terutama setelah terjadinya peristiwa 9/11 di Amerika, berkembangnya terorisme, penyebaran senjata pemusnah massal, dan berkembangnya kesejahteraan stategis yang sering disebut bahwa transnational organized crime related to human drug and armed trafficking. Dengan demikian, akan timbul kesulitan bagi suatu rezim demokrasi untuk mengatasi pembenturan pokok atau fundamental clash, atas budaya demokrasi yang didasarkan atas kebebasan, keterbukaan, transparansi, akuntabilitasi, individual di satu pihak dengan kerahasian atau secrecy dan orientasi keamanan dari budaya intelijen. Persoalannya adalah bagaimana caranya mendemokrasikan intelijen, dan memelihara efisiensi, dan efektivitas pada saat yang sama. Antara intelijen yang baik dan penghormatan nilai-nilai demokrasi, terkait di sini mandat struktur pengawasan dan profesionalisme. Bagi Indonesia, terdapat beban geografis khusus, yakni postur sebagai archipelago sheet yang terbesar di dunia, dan sifat pluralistik secara etnologis yang rentan terhadap infiltrasi dan potensial menganggu keamanan nasional. Mekanisme lembaga intelijen harus efektif terintegrasi dan bersifat responsif untuk mengabdi pada konstitusi dan negara, melalui persyaratan yang tepat, relevan, credible, dan dapat dipercaya. Betapa pun pentingnya peran pelayanan intelijen tidak dapat menempatkan intelijen di atas atau di luar hukum. Persyaratan perlindungan sistem demokrasi dan konstitusi merupakan ambang batas dan jaminan atau 31
treshold and guarantee (tugas-tugas intelijen), tugas-tugas aparat penegak hukum dan aparat-aparat intelijen harus dibedakan. Tugas aparat penegak hukum adalah menghadapi kejahatan dan penjahat, sedangkan tugas aparat intelijen adalah mengumpulkan informasi tentang ancaman potensial terhadap negara dan masyarakat, khususnya mereka yang melawan kejahatan yang mempengaruhi ruang lingkup tugasnya, untuk memberi masukan bagi pembuat kebijakan. Koordinasi antara dua lembaga harus dibentuk di tingkat … di level yang lebih tinggi. Asas-asas umum dibutuhkan untuk mendefinisikan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kegiatan intelijen, yaitu kode etik atau code of conduct intelijen harus dirumuskan tertulis secara jelas. Pengawasan terhadap intelijen, baik administrasi, judicial, dan legislatif harus dimungkinakan, dan asas-asas dasar perlu diperhatikan, yaitu terintegrasi departemental netral dari politik, pengawasan, perimbangan terhadap kerahasiaan dan transaparansi, pemisahan antara fungsi intelijen dan pembuat kebijakan, manajemen organisasi dan administrasi yang efektif, koordinasi dan ethical code of conduct, taat pada code of conduct yang mencakup loyal kepada negara dan konstitusi, taat terhadap hukum negara, atas dasar prinsip hukum, taat pada nilai-nilai hukum demokrasi dan menghormati HAM, kerahasiaan informasi, netral dari politik, komitmen terhadap integritas, (suara tidak terdengar jelas), dan evaluasi informasi yang tidak bias, komitmen terhadap kemajuan antara saling percaya antara pengambil kebijakan dan profesi intelijen. Kemudian, citra intelijen di era otoriter bahwa intelligent means meanly counter intelligent dan pelanggaran HAM untuk mempertahankan rezim yang melindungi rahasia negara dari orang luar harus dihapuskan. Intelijen harus melindungi demokrasi, dan proses konsolidasi yang terjadi. Intelijen merupakan profesi atau profession dengan kriteria melembagakannya nilai-nilai expertise, corporateness, kebersamaan and responsibility. Dan kalimat kunci, intelligent is a permanent requirement for all states no matter there (suara tidak terdengar jelas) because it enable a nation to anticipate and protect against threats to it basics security. Selain itu, intelligent services contribute to all democracies ability to save guard the security and well of being of the nation and it’s people to good governance, and efficient, and (suara tidak terdengar jelas) function (suara tidak terdengar jelas). Sebagai kesimpulan dari pendapat tadi, dapat dikatakan bahwa intelijen merupakan hal yang sangat penting, tapi pada saat yang sama merupakan hal yang paling menantang bagi security sector (suara tidak terdengar jelas), secara fundamental terjadi benturan prinsip antara intelijen dengan akuntabilitas, transaparansi, dan HAM, serta kebebasan sipil. Terjadi … seringkali terjadi politisasi intelijen yang harus dihindari bisa terjadi dalam tiga bentuk. Satu, disebut partisan politicization yang disebut sebagai intelligence is a politicized when it becomes of point of contention between organize political grouping atau bepartisan politicization, 32
intelligence is politicized when it becomes involved in public policy choices and the ordering of power dan intellegence to pleased yang disebut sebagai intelligence is politicized when it’s estimate are influenced by embedded policy position. Kemudian atas dasar pendapatpendapat saya tadi yang saya carikan dari berbagai pustaka, ternyata waktu itu sudah masuk dalam RUU Intelijen banyak sekali untuk merubah citra di samping kritik-kritik dari LSM-LSM. Yang saya sampai ... selanjutnya akan saya analisis terhadap permohonan Pemohon, yang tadi dikatakan oleh Pak Yusril dan Pak Natabaya itu sebetulnya baru merupakan potencial injury atau potencial HAM, satu ketidakjelasan frasa dan atau pihak lawan yang merugikan kepentingan keamanan nasional, sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal (suara tidak terdengar jelas) ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam hal ini frasa tersebut telah dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan NKRI yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman. Jadi secara konseptual, secara komprehensif, dan ... secara konseptual perumusan ini sudah benar, sebab keamanan nasional bisa bersifat symmetric yang bernuansa state centric antara ... baik antarnegara dan bisa bersifat asymmetric yang berasal dari aktor-aktor luar negara (nonstate actor) yang disebut sebagai keamanan insani (human security) yang bersifat komprehensif, baik politik, ekonomi, sosial, budaya. Di samping itu bisa bernuansa nasional yang meliputi seluruh aspek keadilan sosial, konsolidasi demokrasi, ketertiban hukum, terkendalinya kesehatan, lingkungan hidup sehat, dan bisa juga bernuansa internasional ... internasional level berupa melindungi integritas teritorial kedaulatan negara, kemerdekaan politik, dan persatuan nasional. Hal ini sesuai dengan tujuan nasional yang tersurat dan tersirat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian yang kedua adalah rumusan rahasia intelijen, sangat ... dianggap sangat umum dan luas, sehingga berpeluang disalahgunakan. Untuk melindungi kepentingan yang berpotensi mencederai jaminan konstitusional atas nama rahasia intelijen. Sehingga bertentangan dengan Pasal 28F Undang-Undang Dasar. Secara konstitusional dan konseptual kebebasan untuk berkomunikasi memperoleh informasi dan berekspresi masuk kategori derogable rights yang menurut Pasal 28J dapat dibatasi yaitu disebut restriksi dan limitasi dengan undang-undang ... dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. 33
Di samping itu, intelijen negara yang dapat ... Undang-Undang Intelijen Negara yang dapat mengontrol atau mencegah abuse of power seperti ketentuan tentang asas sumpah dan janji pengawasan dan ancaman pidana pada personil intelijen serta pendefinisian secara jelas makna rahasia intelijen yang merupakan bagian dari rahasia negara. Demikian pula keberadaan undang-undang lain yang sederajat yang sudah mengatur secara jelas batasan-batasan untuk memperoleh informasi publik, termasuk rahasia intelijen seperti undang-undang tentang KIP, disebut sinkronisasi horisontal. Belum lagi undang-undang yang lain, Undang-Undang Intelijen tidak berdiri sendiri, harus sinkron secara vertikal dan horisontal. Vertikal dengan Undang-Undang Dasar yang dijadikan pertimbangan, kemudian Undang-Undang tentang Terorisme, Undang-Undang tentang HAM, konfrensi internasional yang telah diratifikasi, yaitu ICCPR, Undang-Undang Pertahanan Negara, Undang-Undang tentang TNI, Kepolisian, dan KUHAP. Tiga, perekrutan sumber daya manusia BIN yang berasal dari penyelenggara intelijen negara tidak akan melahirkan ketidakpastian hukum, dengan munculnya dualisme komando yang bertentangan dengan Pasal 24D ayat (1) Undang-Undang Dasar. Hal ini sulit terjadi karena adanya asas-asas sumpah dan janji serta pengawasan dan ancaman pidana yang telah dirumuskan secara teliti, yang juga berlaku bagi personil intelijen. Pengembangan kemampuan profesional melalui pendidikan, latihan, dan penugasan secara berjenjang akan mendidik personil intelijen yang menghayati nilai-nilai profesionalisme yang saya katakan tadi, yaitu expertise, responsibility, dan corporateness. Bagi personil intelijen juga disediakan perlindungan baik pribadi maupun perlindungan keluarga. Sumpah, janji berisi antara lain, setia pada NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar, menjunjung tinggi HAM, demokrasi, dan supremasi hukum dan nilai-nilai profesionalisme. Empat, hal-hal yang dikategorikan sebagai rahasia intelijen bersifat kabur, tidak jelas (obscuur) dan masif bersifat umum dan berpotensi melanggar HAM, sebagaimana diatur dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar. Hal ini tidak benar karena rumusan ini hanya merupakan penegasan kembali terhadap substansi Undang-Undang tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik yang dikecualikan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, yang penyusunannya didasarkan juga pada Pasal 20, 21, 28F, dan 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang kelima, Pasal 26 juncto Pasal 44 dan Pasal 45, sebenarnya mengatur tentang corporate criminal responsibility di samping pertanggungjawaban dari manusia alamiah (natural person). Dalam hal ini badan hukum bisa juga dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, apabila manusia yang memiliki posisi strategis dalam badan hukum tersebut melakukan tindak pidana tersebut dalam Pasal 44 dan 45 untuk kepentingan badan hukum tersebut. Posisi strategis pengurus bisa dibuktikan dengan kewenangan yang bersangkutan untuk mewakili
34
perusahaan (power of representation) mengambil keputusan (authority to take decision) dan mengontrol (authority to control) badan hukum. Dengan demikian dimungkinkan penerapan be punishment (suara tidak terdengar jelas), yakni pemidanaan tidak hanya bagi manusia alamiah tapi juga korporasinya. Hal ini tidak berkaitan dengan kepastian hukum karena baik dalam hukum pidana internasional maupun dalam hukum pidana positif Indonesia di luar KUHP sudah dikenal dan diterapkan tentang corporate criminal responsibility, seperti dalam undang-Undang Terorisme, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Pencucian Uang, dan sebagainya. Enam, otorisasi rekomendasi yang diberikan BIN yang berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing yang berpotensi mengancam keamanan dan kepentingan nasional, sesuai dengan (suara tidak terdengar jelas) dan limitasi terhadap derogable rights tadi, sebagaimana tersurat dan tersirat dalam Pasal 28J, konstitusi pembatasan HAM atas dasar keamanan dan ketertiban umum bahkan terhadap transaksi keuangan yang berpotensi mengancam keamanan serta kepentingan nasional. Hal ini erat kaitannya dengan peran serta negara ikut serta menciptakan ketertiban dunia. Salah satu tujuan nasional dan secara internasional dalam kaitannya antara lain dengan pencucian uang, hal ini ditegaskan dalam 9 rekomendasi khusus tentang FATF (Financial Action Task Force on Terrorist Financing) yang kita juga sudah ratifikasi. Tujuh, masalah penggalian informasi yang dilakukan aparat intelijen dianggap terlalu luas pengertiannya dan multitafsir serta potensial terjadinya penyalahgunaan wewenang dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Hal ini tidak benar karena penelusuran suatu undangundang harus bersifat komprehensif dan integral, tidak sepotongsepotong atau pragmatic. Sekali lagi, hal ini harus ditafsirkan bersamasama dengan pasal-pasal lain dalam undang-undang tentang intelijen negara. Delapan, pengaturan penyadapan di dalam penjelasan Pasal 32 sepanjang frasa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah undang-undang ini mengandung sentralisasi pengaturan yang bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Hal ini sekali lagi harus secara keseluruhan di analisis secara komplementer bersama-sama dengan pasal-pasal lain, undang-undang intelijen negara. Di samping itu, pengamanan telah dilakukanterhadap penyadapan, terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup yang harus dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri, juga bukan untuk dipublikasikan. Sembilan, pengangkatan dan pemberhentian kepala dan wakil kepala BIN bukan seperti dalil Pemohon, yaitu harus dengan persetujuan tadi dikatakan, Prof. Natabaya, yang benar adalah dengan pertimbangan DPR yang tidak mengikat. Hal ini harus diambil nilai postifnya akan diketahui oleh seluruh masyarakat bahwa pejabat penting negara diangkat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, yaitu keberadaan 35
transparan (Accountable and responsive government) yang secara keseluruhan mencakup moralitas dan akuntabilitas baik individual, sosial, kelembagaan, maupun global. Sebagai penutup dapat dikemukakan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara menurut saya sudah cukup demokratis. Bahkan akan terlalu lunak menurut saya baik dalam proses pembuatannya maupun dalam merumuskan substansinya. Sampai seberapa jauh kualitas actual enforcement belum bisa dievaluasi karena baru saja diundangkan. Dalam hal ini monitoring terhadap segala diskresi yang terjadi harus dijadikan bahan untuk pembaharuan undang-undang di masa datang baik tentang struktur hukumnya, substansi hukumnya, maupun budaya hukumnya. Yang terakhir ini tidak hanya yang terkait dengan masyarakat umum, tetapi lebih penting lagi adalah bagi insider, yaitu kualitas para pemangku peran yang bertanggung jawab terhadap efektifitas dan efisiensi undang-undang tersebut. Istilah efektifitas digunakan untuk menggambarkan hasil dari proses intelijen, nilai dari produk yang menggambarkan apakah badan intelijen telah memenuhi fungsi-fungsinya secara efisiensi menuju pada proses atau bagaimana badan intelijen mencapai hasil tersebut. Dibanding dengan negara-negara lain yang juga berada dalam proses konsolidasi demokrasi seperti Afrika Selatan dan Eropa Timur, fungsi intelejen Indonesia masih sangat baik karena di negara-negara tersebut masih ber … selalu terkandung, selalu mempertajam 4 fungsi intelijen negara. Yaitu, collection (Pengumpulan data), analysis, kemudian counter inteligent yang tidak banyak diatur dalam tempat kita, ya, yang biasanya ditujukan pada orang asing. Dan cover action yang juga lebih spesifik dan kompleks. Jadi, hanya kita lebih banyak mengatur collection dan analysis, tapi counter inteligent, cover action sebagai persyaratan tugas intelijen tidak banyak disentuh. Ini justru harus diberi catatan khusus. Demikian, Yang Mulia, pendapat saya dan terima kasih atas perhatiannya. Wassalamualaikum wr. wb. 71.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Terima kasih, Pak Muladi. Para Ahli, kalau bagi makalahnya atau pendapatnya yang tertulis belum disampaikan, supaya mungkin dapat diambil oleh petugas untuk menjadi bahan dalam perkara ini. Pemohon maupun Pemerintah karena ini kami harus sidang jam 16.00 WIB dan ini sudah lewat juga waktunya jam 16.00 WIB. Oleh sebab itu, pertanyaannya di tahan dulu dan dengan satu kewajiban nanti pada sidang Kamis, tanggal 12 April 2012, kalau apa ... mungkin para Ahlinya bisa dihadirkan yang sudah memberikan keterangan untuk melakukan pendalaman atau pertanyaan-pertanyaan. Kemudian, saya bertanya kepada Pemohon apa masih akan mengajukan Ahli? 36
72.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIK BASARI Masih, Yang Mulia.
73.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Pemerintah juga masih ya? Baiklah. Dengan demikian sidang dalam perkara ini ditunda pada hari Kamis, tanggal 12 April 2012, jam 11.00 WIB, ya. Untuk mendengar keterangan Ahli maupun Saksi, baik dari Pemohon maupun Pemerintah, serta DPR kalau ada. Dengan demikian sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 16.08 WIB
Jakarta, 20 Maret 2012 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d Paiyo NIP. 19601210 198502 1 001
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
37