MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-X/2012
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT SERTA SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (IV)
JAKARTA RABU, 17 OKTOBER 2012
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat [Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 17, pasal 18, Pasal 19, Pasal 38, dan Pasal 41] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Yayasan Dompet Dhuafa 2. Yayasan Dana Sosial Al-Falah Malang 3. Yayasan Yatim Mandiri, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Pihak Terkait serta Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (IV) Rabu, 17 Oktober 2012, Pukul 11.20 – 13.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Moh. Mahfud MD. Achmad Sodiki Anwar Usman Ahmad Fadlil Sumadi M. Akil Mochtar Hamdan Zoelva Maria Farida Indrati Muhammad Alim
Mardian Wibowo
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Yayasan Dompet Dhuafa
2. Rumah Zakat Indonesia
B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Evi Risma Yanti
2. Nasrullah Nasution
C. Ahli dari Pemohon: 1. Amelia Fauzia
2. Yusuf Wibisono
D. Saksi dari Pemohon: 1. Bimo Tunggal Prasetyo
2. Saefuz Zuhri
E. Pemerintah: 1. Nasaruddin Umar (Wakil Menteri Agama) 2. Wahiduddin Adams (Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 3. Hamka (Kementerian Agama) 4. Mualimin Abdi (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) F. Saksi dari Pemerintah: 1. Muzakkir G. Pihak Terkait: 1. Sutito (Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia) 2. Mirsad (Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia) 3. Hafidhuddin (BAZNAS) 4. Amirsyah (MUI)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.20 WIB 1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan saksi, mendengar keterangan ahli, dan Pihak Terkait dalam Perkara Pengujian Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat yang diregistrasi dalam nomor perkara Nomor 86/PUU-X/2012 dinyatakan dibuka dan dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Baik, hari ini hadir Pihak Terkait Majelis Ulama Indonesia, mana Majelis Ulama? Oke, kemudian BAZNAS, oke. Pemohon, siapa saja yang hadir hari ini diperkenalkan diri.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: EVI RISMA YANTI Terima kasih, Majelis. Assalamualaikum wr. wb. Kami hadir di sini bersama beberapa Pemohon Prinsipal, kemudian Kuasanya. Saya Evi Risma Yanti, dan Nasrullah Nasution, dan juga empat orang saksi. Dua orang saksi ahli, dua saksi biasa. Demikian, Majelis.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, Pemerintah?
4.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Pemerintah hadir, Yang Mulia. Dari sebelah kanan ada Pak Hamka dari Kementerian Agama. Saya sendiri Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian di sebelah kiri saya ada Pak Wahiduddin Adam (Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia). Kemudian di belakang ada rekan-rekan dari Kementerian Agama dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian, Yang Mulia, dapat Pemerintah informasikan, sebagaimana tadi di awal persidangan, Yang Mulia sudah menyampaikan bahwa Pihak Terkait sebagaimana surat yang Pemerintah kirimkan sudah hadir di hadapan Yang Mulia. Kemudian surat berikutnya adalah terkait dengan ahli dari pemerintah, sedianya ahli dari pemerintah ada empat yang diajukan untuk sementara, Yang Mulia, ada Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, kemudian Prof. Dr. Amin Suma, kemudian ada Kiai Haji Ma‟ruf Amin, tapi sekarang yang baru hadir ada Dr. Muzzakir dan ahli yang lain pada 1
kesempatan persidangan berikutnya yang akan hadir, Yang Mulia. Terima kasih. 5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Kami akan berikan waktu dulu kepada Majelis Ulama dan BAZNAS. Kalau bisa sekaligus karena ini satu paket dengan Pemerintah ini menjawab pertanyaan-pertanyaan Hakim yang kemarin ditunda jawabannya. Yang disampaikan oleh Pak Hamdan, apakah ormas atau yayasan pengelola zakat harus bertransformasi menjadi badan lain agar tetap dapat melanjutkan pengelolaan zakat yang dulu ada sebelum ada undang-undang ini? Dua, apakah sekarang ini kiai atau ustaz yang selama ini mengelola zakat harus mendaftarkan diri kepada pemerintah untuk dapat mengelola zakat? Atau dilarang sama sekali? Atau apakah ada stelsel aktif dari pemerintah untuk mendata para amil zakat tersebut? Dari Pak Akil, apakah syarat-syarat amil zakat dalam undangundang itu bersifat kumulatif ataukah alternative? Bentuk badan hukum seperti apa yang dimaksud oleh Pasal 18 undang-undang tersebut sebenarnya? Kemudian terdapat perubahan norma dalam undang-undang yang merugikan pelaku atau amil zakat yang telah ada lebih dulu. Apakah tidak ada pasal transisi yang mengatur dan mengakomodasi hal tersebut? Kemudian terkait Pasal 38 undang-undang a quo, siapa yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dan siapa yang berhak melarang? Terkait Pasal 41, siapa yang akan menegakkan ketentuan Pasal 41 itu? Apakah selama ini sudah ada LAZ yang dinilai melanggar undang-undang a quo dan bagaimana pemerintah menyikapi LAZ yang tidak melaksanakan ketentuan dimaksud? Nah itu pertanyaan-pertanyaan yang dulu tentu sudah disammpaikan oleh Pemerintah kepada Bapak, kepada MUI, maupun BAZNAS untuk dijawab. Ya kalau tidak disampaikan berarti salah prosedur di kalangan pemerintah sendiri. Baik, tapi nanti silakan Majelis … atau kita ambil sumpah dulu. Biar rohaniawan bisa mengerjakan tugas lain. Bapak Dr. Muzzakir, Dr. Amelia, dan Yusuf Wibisono maju untuk mengambil sumpah sebagai Ahli. Pak Fadlil?
6.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Disilakan mengikuti kata sumpahnya menurut agama Islam ya, dimulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim, Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
2
7.
SELURUH AHLI YANG BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmaanirrahiim, Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
8.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Cukup, terima kasih.
9.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan duduk, Saudara Bimo Tunggal Prasetyo dan Saefuz Zuhri juga disumpah dalam agama Islam. Pak Anwar, ini Saksi Pak.
10.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya. Mohon ikuti saya. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
11.
SELURUH SAKSI YANG BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah, sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
12.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Terima kasih.
13.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, persilakan Majelis Ulama. Maju saja, Pak.
14.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (MUI): SUTITO Assalamualaikum wr. wb. Saya nama Sutito, Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia, selaku Penerima Kuasa dari Pengurus Harian. Kami dari MUI berdua dengan Pak Mirsad, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia. Perkenankan kami Yang Mulia, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menyampaikan beberapa tanggapan kami berkenaan dengan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Secara umum, dapat kami sampaikan bahwa pengaturan di dalam undang-undang ini adalah 3
penyempurnaan undang-undang yang lama dalam rangka untuk meningkatkan good governance, good corporate governance khususnya di dalam pengelolaan zakat, ya. Oleh karena ini merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam, maka untuk transaksi-transaksi yang sifatnya optional saja seperti di perbankan, asuransi, dan sebagainya, peningkatan good governance itu sangat dipikirkan, sehingga otoritas pemeriksaan dan pengawasan di perbankan dan di pasar modal, serta asuransi, dan jasa keuangan lainnya ditingkatkan, disatukan, dikoordinasikan, yang semula terpecah sehingga tidak ada koordinasi antara perbankan dan lembaga keuangan lainnya, baik pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan sebagainya, sekarang otoritasnya pengawasannya ada di otoritas jasa keuangan. Kemudian juga, pemikiran kami oleh karena Majelis Ulama Indonesia, pernah juga terlibat di dalam pembahasan rancangan ini, diskusi-diskusi awal, ya ini juga dalam rangka kalau di istilah kita, ini adalah dalam rangka Good Amil Governance. Ya, agar amil itu juga mempunyai tata kelola yang baik, benar, punya akuntabilitas, tertib, dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena ini amanah dan ini adalah perintah Allah. Nah, kemudian berkenaan dengan itu adalah tadi mengenai … mengenai perlunya BAZNAS, kemudian lembaga amil zakatnya, dan khusus mengenai Lembaga Amil Zakat mengapa harus badan hukum? Agar pertanggungjawabannya lebih jelas, ya dan tidak … apabila masih ada saldo, katakanlah begitu, tidak menjadi budel waris, seolah-olah ini adalah milik karena status amil dengan status muzaki, sering jadi kabur atau malah jadi mustahik, ya kalau perorangan. Nah, badan hukum ini bentuknya diserahkan kepada masyarakat, bisa yayasan ya, bisa perkumpulan ya, dan bahkan ini sebetulnya ini tidak meniadakan LAZ-LAZ yang sudah ada, tapi LAZ yang ada akan ditata sedemikian rupa agar mengikuti pedoman standard yang diatur oleh badan pengawas, ya, katakanlah BAZNAS ini ibaratnya seperti otoritas di bidang zakat, ya. Di wakaf, sudah ada Badan Wakaf Indonesia, di industri jasa keuangan sudah ada OJK, selain Bank Indonesia, ya maka untuk zakat yang potensinya sangat besar sekali dan ini sifatnya wajib dibayar oleh setiap muslim, maka perlu dilakukan tata kelola yang baik dan benar, serta bisa dipertanggungjawabkan, tidak disalahgunakan. Nah, kemudian berkenaan dengan sanksi. Ini adalah dalam rangka juga agar tidak ada penyalahgunaan, ya tidak penyalahgunaan dan tidak ada pemungutan-pemungutan yang dilakukan oleh orangperorangan ya, yang tidak jelas dia kedudukannya sebagai amil atau sebagai mustahik yang menerima. Ya, ini sering kalau sudah kami serahkan, zakat dibayarkan seolah diterima, seolah-olah penerimanya ini menjadi pihak yang memperoleh atau berhak menerima zakat. Kemudian secara tertulis, kami sampaikan tanggapan Majelis Ulama Indonesia terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, sebagai berikut. 4
Bismillahirrahmaanirrahiim. Sehubungan dengan dilaksanakan pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Mahkamah Konstitusi, Majelis Ulama memberikan perhatian besar dan terus mencermati perkembangan proses perkara tersebut di Mahkamah Konstitusi. Hal ini dilakukan oleh MUI mengingat UndangUndang Pengelolaan Zakat merupakan salah satu perwujudan dari (...) 15.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Saudara, kalau bisa tidak dibacakan kalimat per kalimat ya. Pointer saja, pointer. Karena kan sudah ada di sini juga.
16.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (MUI): SUTITO Sudah ada, terima kasih.
17.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Dijelaskan saja.
18.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (MUI): SUTITO Baik. Nah melalui pengelolaan zakat tersebut, MUI itu berharap agar rukun Islam yang ke ... salah satu rukun Islam ini bisa dilaksanakan secara optimal, tertib, teratur, akuntabel, dan transparan ya. Seiring dengan itu juga memberikan kemanfaatan, kemaslahatan yang besar bagi kesejahteraan umat apa ... bangsa Indonesia. Kemudian, MUI berpandangan bahwa setiap warga negara, organisasi, lembaga maupun kelembagaan yang hidup di tanah air ini harus taat dan patuh pada hukum. Oleh karena itu, syariah yang sudah menjadi pedoman hidup kita sehari-hari, khususnya di dalam masalah zakat ini perlu di-qanun-kan dan ini memang salah satu tugas atau misi MUI adalah me-qanun-kan syariah, memperjuangkan agar ketentuan syariah yang dianut oleh sebagian besar warga negara Indonesia menjadi ketentuan undangundang positif di negara Indonesia agar tidak ada keraguan dan diperoleh suatu kepastian hukum. Oleh karena itu, Undang-Undang Pengelolaan Zakat ini perlu dituangkan dalam undang-undang. Nah kemudian, MUI meyakini bahwa undang-undang ini adalah juga sebagai alat untuk ... sebagai tools of social engineering. Karena tanpa undang-undang, itu ketentuan ini untuk tidak bisa di ... tidak bisa dipaksakan, tidak bisa diterapkan kepada masyarakat secara nasional ya. Masing-masing daerah mengikuti ketentuan dan tata caranya sendiri. Nah, sehingga good governance, good corporate governance, dan clean governance di dalam pengelolaan zakat tidak tercapai.
5
Kemudian MUI juga meyakini bahwa proses pembahasan Undang-Undang Zakat ini sudah, barang tentu, sudah dikonsultasikan, sudah dilakukan ... menerima atau me-adopt segala sesuatu yang hidup di dalam masyarakat sesuai dengan syariah Islam. Nah, sehingga berbagai pihak sudah dilibatkan di dalam pembahasan-pembahasan rancangan ini. Oleh Karena, MUI juga sudah menghadirkan ormas-ormas Islam ya, untuk berdiskusi, termasuk lembaga-lembaga amil zakat untuk diskusi menanggapi rancangan Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 ini. Nah, terkait dengan itu, MUI terlibat sejak awal pembahasan Undang-Undang Zakat ini dan memberikan masukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan juga kepada Presiden ya, berdasarkan hasil pertemuan atau dialog-dialog dengan ormas-ormas Islam di Majelis Ulama Indonesia. Kemudian MUI meyakini bahwa dengan dituangkan segala sesuatu yang diatur di dalam Al Quran dan sunah, maupun yang sudah menjadi fikih tentang zakat, tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 23 Nomor ... Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ini dan kami yakin bahwa ketentuan ini sudah sesuai dengan nilai-nilai ajaran yang ada di Al Quran, dan sunah, serta yang telah menjadi fikih selama ini yang bisa dikatakan di dalam undangundang yang lama belum tertampung sedemikian rupa, khususnya untuk unifikasi pengelolaan zakat. Selain itu MUI, sejalan, selaras dengan nilai-nilai ... yakin bahwa undang-undang ini juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar karena ini merupakan pelaksanaan dari sila pertama dari Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dan ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mana mengamanatkan untuk kita menjalankan apa ... bahwa kepada warga negara dijamin kemerdekaannya untuk melaku ... memeluk dan melaksanakan ajaran agamanya. Kemudian, adanya pengujian ini memang hak setiap warga negara, namun kami berharap ya, MUI berharap jangan sampai pengujian ini justru menimbulkan citra buruk dan negatif terhadap lembaga zakat itu sendiri, dan terhadap orang Islam ... masyarakat Islam sendiri yang seolah-olah ada perebutan dalam pengelolaan zakat ini ya. Dalam undang-undang ini tidak bermaksud BAZNAS itu menjadi pihak yang merebut pengelolaan zakat ya, oleh karena LAZ-LAZ yang sudah ada akan tetap ada. Hanya ditata kelola dengan yang baik dan transparan serta punya akuntabilitas. Nah, kemudian kami berharap bahwa pengujian yang dilakukan di Mahkamah Konstitusi yang terhormat ini tidak akan mengarah pada pelemahan efektifitas pengelolaan zakat, ya dan juga tidak melemahkan lembaga-lembaga sosial keagamaan yang selama ini mengabdikan diri dalam pengelolaan zakat. Hanya bentuknya perlu
6
disempurnakan menjadi badan hukum sebagaimana kami sampaikan di depan tadi. Kami juga berharap bahwa zakat ini adalah suatu ketentuan syariah, ya. Nah, kita tahu semua bahwa ekonomi liberal, ekonomi kapitalis ya, dikelola secara liberal neoliberalism telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan ekonomi di seluruh dunia. Bahkan membunuh pelaku-pelaku ekonomi liberalis itu sendiri. Zakat yang merupakan ajaran Islam yang syar‟i ya, sudah barang tentu sudah ada normanormanya sesuai syariah, sesuai ajaran Islam, nilai Islam. Oleh karena itu, jangan sampai pengelolaan zakat itu justru di liberalisasi ya. Dengan demikian MUI tidak menghendaki pengelolaan Rukun Islam ini dilakukan oleh siapapun, lembaga manapun, semaunya sendiri, sebebas-bebasnya ya, dan sekehendak hatinya tanpa ada aturan-aturan dan tata kelola yang baik, yang benar. Dan MUI berharap bahwa pengelolaan zakat ini bisa dipantau dan diawasi serta dilaporkan secara tertib setiap tahun, sehingga ada pertanggungjawaban dalam amanat mengelola uang yang di … atau harta yang dizakatkan tersebut. Kemudian berkenaan dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, MUI berharap agar undang-undang tentang pengelolaan zakat ini tetap dipertahankan dan dilaksanakan. Toh umurnya baru hampir satu tahun. Bulan depan itu baru satu tahun. Peraturan-peraturan pelaksanaannya, baik peraturan pemerintah maupun peraturan Menteri Agamanya pun belum ada. Sehingga mari kita jalankan bersama-sama, kita kawal undang-undang ini dengan baik, sehingga tata kelola zakat yang merupakan ajaran Islam ini bisa kita laksanakan dengan sebaikbaiknya. MUI perlu mengingatkan, kita semua, agar kita semua komponen bangsa ini untuk memberi kesempatan agar RUU ini dilaksanakan terlebih dahulu dalam kurung waktu tertentu, nanti katakanlah 5 tahun, 10 tahun kita evaluasi, bisa kita sempurnakan, kita perbaiki. Seiring dengan itu, Majelis Ulama Indonesia mendorong dan menekankan kembali pentingnya pelaksanaan Undang-Undang Zakat ini secara optimal, konsisten, konsekuen, dan seluruh komponen masyarakat bangsa dan negara agar zakat ini membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat, bangsa, dan negara kita. Demikian pandangan, tanggapan dari Majelis Ulama Indonesia berkenaan dengan permohonan pengujian materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Wabillahi taufik wal hidayah, assalamualaikum wr. wb. 19.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terima kasih Pak Tito. Kemudian, BAZNAS kiai Hafidhuddin.
7
20.
PIHAK TERKAIT: HAFIDHUDDIN (BAZNAS) Assalamualaikum wr. wb.
21.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Waalaikumsalam wr. wb.
22.
PIHAK TERKAIT: HAFIDHUDDIN (BAZNAS)
Bismillah Alhamdulillah Wassholatu Wassalam Wa Ala Rosulillah Wa Ala Alihi Wa Shohbihi Wama Wala. Yang Mulia Ketua dan Majelis
Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dalam kesempatan ini kami, Badan Amil Zakat Nasional yang menjadi Pihak Terkait atas permohonan pengujian Undang-Undang Dasar … Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Kita sama-sama mengetahui bahwa zakat itu adalah ibadah maliyah, ijtima'iyah. Ibadah di bidang harta yang memiliki fungsi sosial yang sangat strategis dan menentukan di dalam mensejahterakan masyarakat. Dan hal ini hanya mungkin bisa tercapai ketika zakat dikelola secara terlembaga. dimana fungsi intermediasi antara muzaki dengan mustahik berjalan baik. Karena itu, satu-satunya ibadah yang secara eksplisit ada petugasnya diungkapkan dalam Al-Quran dan hadis adalah zakat. Seperti termaktub dalam Al-Quran Surat At-Tauba ayat 60 dan ayat 103. Pada praktiknya di zaman Rasulullah SAW, dan para sahabat, serta para khalifah bahwa zakat itu selalu dikelola oleh lembaga yang resmi, yang amanah, terintegrasi, dan professional. Tidak pernah terjadi di zaman nabi, zakat diserahkan langsung dari Muzaki kepada Mustahik, kecuali infaq dan shadaqah di luar zakat. Demikian pula pada masa khalifah Umar Bin Abdul Aziz, dimana zakat sangat berperan dalam pengentasan kemiskinan. Zakat pun juga dikelola oleh para petugas yang amanah, yang resmi. Dalam konteks kekinian, beberapa negara yang sekarang berhasil dalam pengelolaan zakat dibandingkan negara yang lainnya juga melalui petugas resmi yang ditunjuk dan dilegalkan oleh negara. Seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Kuwait, Arab Saudi, Qatar, dan Sudan. Malaysia, misalnya berhasil mehimpun zakat sebesar MYR1,3 miliar Ringgit Malaysia atau Rp3,9 triliun pada tahun yang lalu, tahun 2010. Demikian pula Arab Saudi berhasil mengumpulkan zakat sebesar SAR426 miliar atau lebih dari Rp1 triliun pada tahun yang sama. Majelis Hakim Yang Mulia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat semakin memperjelas dan mempertegas kedudukan dan tugas BAZNAS secara lembaga yang 8
berwenang melakukan pengeloaan zakat secara nasional. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri. Sesuai kedudukan dan tugas, ada 4 fungsi kordinasi yang wajib diselenggarakan BAZNAS, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pelaporan, pertanggungjawaban, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Menurut pengalaman BAZNAS, kelahiran undang-undang ini adalah jawaban dan solusi terhadap kendala dan permasalahan yang dihadapi dunia perzakatan nasional dalam menjalankan fungsi kordinasi dan sinergi. Antara lain sebagai berikut. Pertama, adanya undangundang ini memberikan penguatan kewenangan kepada BAZNAS untuk melakukan kordinasi di antara BAZ dan LAZ yang selama ini belum terlaksana menurut semestinya karena tidak diatur secara tegas dalam perundang-undangan sebelumnya. Yang kedua, dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 ini memberikan legalitas dan ruang gerak bagi BAZNAS untuk membangun sistem dan jaringan informasi pengelolaan zakat yang terintegrasi secara nasional. Sebab selama ini tidak ada keharusan bagi Baz dan LAZ untuk menyampaikan laporan pengelolaan zakat pada masing-masing lembaga sebagai data nasional. Pada saat ini BAZNAS sedang menyiapkan sistem informasi manajemen perzakatan nasional yang diberi nama Simbaznas yang telah disosialisasikan dan telah diberikan pelatihannya kepada semua BAZNAS provinsi. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 ini mendorong akselerasi penghimpunan dana ZIS melalui office head BAZNAS, sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang ini. Yang keempat, dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 ini, BAZNAS dapat membuat peta potensi zakat dan peta penyaluran zakat dalam rangka penajaman (suara tidak terdengar jelas) sasaran pendistribusian dan penerima zakat untuk penanggulangan masalah kemiskinan. Selanjutnya, dengan payung hukum undang-undang ini yang menggariskan asas terintegrasi dalam pengelolaan zakat, BAZNAS akan memiliki data muzaki dan mustahik secara nasional. Di samping itu akan lebih mudah membuat program bersama pengentasan kemiskinan yang sejalan dengan tujuan bernegara. Demikian pula dengan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat bisa dilakukan secara bersama-sama. Tidak seperti sekarang ini dimana setiap lembaga melakukan sosialisasi, edukasi, dan bahkan mungkin dengan iklan dengan biaya yang relative, yang pasti mahal, sehingga dikhawatirkan akan mengurangi manfaat zakat bagi upaya mensejahterakan masyarakat. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim, menurut kesaksian pengalaman BAZNAS, undang-undang ini mengedepankan aspek strategis yang dibutuhkan untuk pengembangan dan pemberdayaan zakat, yaitu keteraturan dan kepastian hukum. BAZNAS memandang … 9
BAZNAS dalam undang-undang ini, di samping sebagai operator juga mendapatkan tugas sebagai kordinator pengelolaan zakat secara nasional. Penguatan kelembagaan BAZNAS dengan kewenangan yang disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang sama sekali tidak membawa akses bahwa BAZNAS akan mematikan aktifitas pengumpulan zakat di masjid-masjid, pesantren-pesantren, majelismajelis taklim, dan tempat lainnya. Yang diperlukan adalah kegiatan tersebut harus terkoordinasi dengan BAZNAS. Misalnya menjadi (suara tidak terdengar jelas) agar menjadi efektif, transparan, dan akuntabel. Demikian pula dengan adanya kekhawatiran bahwa undangundang ini akan menciptakan ketidaksetaraan dengan LAZ yang ada, perlu ditegaskan bahwa kepentingan BAZNAS bukan untuk mempersempit akses LAZ terhadap sumber dana umat dan memindahkannya ke BAZNAS, namun BAZNAS berkepentingan agar umat Islam yang masuk ke dalam kategori muzaki semuanya bisa menyalurkan zakat melalui institusi amri resmi, baik melalui LAZ maupun BAZNAS di pusat dan di daerah. Yang terpenting adalah masyarakat menunaikan kewajiban zakatnya melalui amri resmi, sedangkan di antara institusi zakat yang resmi itu terdapat kordinasi yang jelas dengan BAZNAS sebagai kordinatornya. Dalam kesaksian (suara tidak terdengar jelas) undang-undang ini berimplikasi untuk memperkuat sistem kordinasi antara BAZ dengan BAZNAS daerah di seluruh Indonesia serta dengan lembaga-lembaga amil zakat yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat yang mendapatkan pengesahan dari Pemerintah. Bapak Ketua dan Majelis Hakim yang kami muliakan, beberapa pertanyaan yang diajukan pada persidangan yang lalu kami sampaikan bahwa berdasarkan Pasal 18 ayat (2) tentang Persyaratan Pembentukan Lembaga Amil Zakat yang mengelola di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial adalah untuk kejelasan kelompok masyarakat yang dapat mendirikan LAZ dan memiliki kegiatan yang relevan dengan tujuan pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Persyaratan ormas Islam juga dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan dana zakat untuk kepentingan individu atau kelompok yang bertentangan dengan tujuan zakat itu sendiri. Kemudian Pasal 18 ayat (2) apakah bersifat kumulatif atau alternatif? Persyaratan pendirian lembaga amil zakat menurut BAZNAS sebagaimana termaktum dalam Pasal 18 ayat (2) adalah bersifat kumulatif. Semua LAZ wajib memenuhi syarat berbentuk badan hukum dan dibuktikan dengan akta yang dikeluarkan oleh kementerian terkait. Kemudian berapa lama masa transisi suatu LAZ? Di dalam ketentuan peralihan Pasal 43 dinyatakan bahwa masa penyesuaian bagi LAZ terhadap persyaratan dalam undang-undang paling lambat 5 tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan. Masa transisi 5 tahun cukup memadai bagi LAZ yang sudah ada atau sudah mendapatkan pengukuhan dari Pemerintah untuk menyesuaikan kelengkapan 10
administrasi persyaratan pembentukan LAZ tersebut sesuai dengan undang-undang. Adapun pembentukan LAZ baru langsung berlaku ketentuan dan persyaratan yang terdapat pada undang-undang ini. Kemudian, siapakah pejabat yang berwenang memberikan izin bagi amil zakat? Pasal 38 yang ... “…kewenangan pemberian izin bagi LAZ pada Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri dalam hal ini Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama.” Demikian secara singkat kami sampaikan terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 23.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, jadi ... tanya ke Majelis Ulama tadi pertanyaan Pak Hakim Hamdan itu tadi sudah terjawab sedikit. Tetapi, yang terjawab waktu itu institusi, agar institusi dalam waktu sekian tahun menyesuaikan diri. Kalau perorangan seperti ditanya oleh Pak Hakim Hamdan, kalau kiai atau ustaz yang sifatnya perorangan tidak lembaga, itu bisa, enggak?
24.
PIHAK TERKAIT: SUTITO (MUI) Benar tadi kami sampaikan bahwa ke depan ini bentuknya harus berbadan hukum.
25.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Berbadan hukum?
26.
PIHAK TERKAIT: SUTITO (MUI) Ya, sebagaimana pengelolaan Nazir ... Nazir yang mengelola harta wakaf, kami juga selalu merekomendasikan agar jangan dikelola oleh orang-perorangan lagi. Harta-harta wakaf sebagai nazirnya, yaitu dikelola oleh badan-badan hukum. Apakah yayasan (...)
27.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, bagaimana Pemerintah atau Majelis Ulama mengontrol kalau ada orang di pedesaan, di mana, lalu memberikan kepada kiai atau ustaznya? Apa ada alat kontrol untuk itu?
28.
PIHAK TERKAIT: SUTITO (MUI) Dalam hal ini, kalau untuk zakat nanti ada dari BAZNAS yang akan mengelola, mengontrol secara proaktif, sehingga stelsel selalu aktif. Jadi dari pihak BAZNAS oleh karena ada anggaran, ada APBN, kalau MUI kan tidak punya.
11
Nah, kemudian untuk wakaf juga demikian. Sudah ada Badan Wakaf Indonesia yang punya anggaran. Nah, mereka ini yang aktif mensosialisasikan bahkan membantu pembentukan lembaga-lembaga tersebut, UPZ-UPZ tersebut menjadi berbadan hukum. Nah, sehingga ada bimbingan, baik tata kelolanya, maupun pengorganisasian manajemennya, dan sebagainya, ini betul-betul harus aktif. Sehingga pemerintah jangan sampai hanya membuat undang-undang, tapi tidak mensosialisasikan, tidak mengimplementasikan, dan memberikan sarana dan prasarana pembiayaannya sebagaimana mendirikan KPK, tidak memberikan anggaran gedung, baru terakhir kemarin baru dianggarkan. Jadi ini ... ini yang ... yang MUI selalu kritisi kepada Pemerintah oleh karena MUI ini adalah pihak yang independent ya. Sehingga kita berharap ... bagus undang-undang ditentukan demikian, tapi tolong Pemerintah betul-betul memikirkan anggarannya untuk membiayai agar ada pembinaan kepada UPZ-UPZ maupun LAZ ya, agar menjadi berbadan hukum. Demikian pandangan dari MUI, terima kasih. 29.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pak Hamdan mempertajam dahulu pertanyaannya.
30.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Saya sedikit ya. Ini dalam undang-undang ini Pasal 38, “Setiap orang yang bertindak selaku amil zakat melakukan pegumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang, dipidana dengan pidana satu tahun atau denda Rp50.000,00.” Ini apa seketika ini berlaku ini? Ini akan menjadi masalah besar karena ... karena ribuan ... ratusan ribu yang melakukan ... yang bertindak selaku amil zakat ini di masjid-masjid, di pondok-pondok, sekolah-sekolah, madrasah-madrasah, ini ... ini yang ... ini sampai kapan ini? Ini ... ini jadi masalah besar ini. Ini contohnya, bagaimana mengatasinya. Jangan sampai nanti mereka kalau sedang melakukan, masyarakat datang mau ... untuk menyalurkan zakatnya, tiba-tiba datang polisi, melanggar Pasal 41, ditangkap itu kiainya. Ini bukan ... bukan tidak mungkin akan banyak terjadi. Ini bagaimana mengantisipasi hal-hal yang begini, baik dari kalangan? Dari pemerintah ini? Atau dalam berapa lama ini ada dispensasinya dalam rangka sosialisasi atau apa? Ini penting karena jangan sampai nanti banyak sekali nanti para kiai atau ... atau pimpinan-pimpinan pondok atau ... yang akan ditangkap oleh polisi karena melakukan ... bertindak selaku amil zakat walaupun kecil-kecilan, tidak banyak, tapi ini kan tidak ada pembatasan ini.
12
Ini ... ini yang saya ingin dapat kejelasan. Jadi jangan sampai ini menimbulkan problem ya. 31.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan dijawab! Apa BAZNAS? Apakah Majelis Ulama? Silakan.
32.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Sekalian, Pak Ketua, sedikit ya, dari saya sedikit, untuk mempertegas saja.
33.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan, Hakim Akil Mochtar.
34.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Jadi kan saya ... Pasal 18 itu, ayat (2) itu merujuk kepada ayat (1). Di huruf b itu kan, “…harus berbentuk lembaga badan hukum,” berbentuk lembaga berbadan hukum. Undang-undang ini tidak memberi penjelasan, penjelasannya cukup jelas. Apa yang dimaksud dengan berbentuk lembaga berbadan hukum itu? Kalau kita kembali kepada nomenklatur hukum misalnya, berbadan hukum itu kan banyak. Apa PT boleh dong mengelola kalau gitu? Koperasi boleh dong? Yayasan, boleh. Perkumpulan, boleh. Atau apa? Nah kalau berbentuk lembaga badan hukum, beberapa orang bikin lembaga karena orangnya berbadan hukum juga kan? rechtspersoon, itu juga boleh. Saya, dua orang bikin lembaga amil zakat boleh, enggak? Nah, artinya, kepastian-kepastian seperti ini, itu kan pasti ditentukan dalam aturan yang lebih rendah karena ini menyangkut syarat untuk bisa jadi LAZ itu, gitu lho. Jadi, kalau syaratnya saja tidak jelas, apalagi ini paling sedikit ... kalimatnya itu paling sedikit. Agak aneh juga, paling sedikit itu syaratnya harus ini, gitu lho. Tapi salah satu syaratnya saja, itu berbentuk lembaga badan hukum maksudnya apa? Itu ... itu ... itu dulu. Sebenarnya banyak, tapi beberapa pertanyaan tadi, gitu ya?
35.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Karena ini memang sangat penting, sehingga mungkin ya sidang bisa diperbanyak juga. Kalau pertanyaan masih banyak, nanti kita bisa buka sidang lagi berikutnya. Silakan sekarang dijawab dulu.
13
36.
PIHAK TERKAIT: SUTITO (MUI) Pertama, kami nanti akan ditambah dari ... apa ... rekan kami. Kemudian, nanti dari BAZNAS barangkali ya? Mengenai Pasal 38 dan Pasal 41, ini memang kami sendiri ingin supaya kiai atau perorangan-perorangan yang selama ini menjadi amil, itu menyatulah. Kalau dia adalah tokoh, maka dia yang akan membimbing UPZ atau LAZ yang ada di lingkungan masjid itu ya. Jangan sampai terpisah. Selama ini kan sering terpisah. Ya, itu rekomendasi dari Majelis Ulama kepada pemerintah adalah demikian, agar mereka ini tidak secara individual mengumpulkan ya karena memang ada ... sering ada dualisme ya. Sehingga sering ini yang kami yang di lapangan, kiai itu kemudian memberi ... membuat semacam majelis-majelis taklim di rumahnya ya. Nah, antara lain sebetulnya bahayanya ada sini, yang di masjid ditinggal. Oleh masjid pengurusnya sudah berganti, yayasan sudah berganti, DKM-nya berganti, dia sudah pensiun, tapi dia masih mengumpulkan. Nah, tidak tertibnya seperti ini sudah barang tentu janganlah terjadi ke depan. Mengapa dulu ada quote, unquote liberalisasi? Oleh karena pemerintahnya pemerintah kolonial zaman Belanda dulu. Pemerintah Orde ... Orde Lama, Orde Baru, juga belum care sampai se ... sedetail yang sekarang sudah menjadi concern pemeritah. Dan karena sudah ada rencana tata kelola yang baik ini, kita harapkan semua akan ditertibkan. Nah kemudian, kami di lapangan itu juga sering merasa tidak punya induk ya, pada waktu mengumpulkan ini, kemudian penyalurannya bagaimana, dan sebagainya? Sesuai dengan ajaran Islam demikian, tatapi dari pemerintah tidak ada perhatian. Nah, sekarang ini, dengan undang-undang ini diharapkan akan menjawab permasalahan yang ada di masyarakat, ada yang mengurusi ya, ada induknya, sehingga akan terkoordinir dengan baik. Nah, MUI karena bukan sebagai pihak yang punya otoritas, maka MUI dari hari ke hari selalu memberikan masukan-masukan, memberikan rekomendasi-rekomendasi hal ini kepada pemerintah. Dan kemudian, khusus untuk perlakuan sanksi ini, kami merekomendasikan tidak serta-merta dilaksanakan. Kami ... rekomendasi kami kepada pemerintah, belilah ruang semacam transisi, sesuai dengan upaya pemerintah untuk menyosialisasikan (suara tidak terdengar jelas) ini untuk membina dan sebagainya. Ya, sebagai ultimum remedium. Nah, ini pemerintah agar bisa ... apa ... konsekuen. Jangan pemerintah tidak melakukan apa-apa, tapi menghukum peroranganperorangan atau pihak-pihak yang mengumpulkan zakat oleh karena belum berbentuk badan hukum. Nah, mengenai badan hukum, sudah barang tentu ini badan hukum ... katakanlah kalau kurang sempurna ya, tapi sebetulnya yang dimaksudkan di sini dari pembicaraan kami adalah ormas-ormas Islam atau lembaga-lembaga sosial keagamaan, apakah yayasan, atau 14
perkumpulan, Muhammadiyah, NU, dan seterusnya, kemudian yayasan-yayasan di masjid dan sedapat mungkin ini disatukan dengan yayasan yang mengelola harta wakaf di lingkungan masjid itu. Dari kami itu, Pak ... silakan. 37.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan dari BAZNAS?
38.
PIHAK TERKAIT: AMIRSYAH (MUI) Ya, tarima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Mohon izin, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim dan Anggota. Ada dua semangat ... saya perkenalkan, nama saya Amirsyah (Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia di Bidang Kajian dan Hukum), sehari-hari sebagai dosen di UIN Syarif Hidayatullah. Ada dua semangat sesungguhnya yang terdapat di dalam Pasal 18 kalau kita kaitkan dengan Pasal 38 dan Pasal 41. Semangatnya adalah pertama, dalam fikih disebut dafhlumal fasid muqaddam allalzalbimushalih, artinya mencegah itu sesungguhnya lebih baik daripada jangan sampai terjerumus ke Pasal 38. Kalau itu dalam pandangan sebagian pihak mengatakan UndangUndang Zakat mengkriminalisasi, itu karena dia berangkat dari satu pasal saja, tidak menilai secara komprehensif pasal-pasal lain, dimana persyaratan pengelolaan zakat Pasal 18 itu kan mensyaratkan harus badan hukum. Yang Mulia Hakim … Anggota Hakim Pak Akil Mochtar mempertanyakan soal yang dimaksud badan hukum itu sebetulnya apa? Ya sebenarnya dalam konteks peraturan perundang-undangan Indonesia badan hukum itu jelas. Soal apakah PT atau apapun namanya di dalam salah satu pasal disebutkan ada UPZ. Jadi kalau sebuah pemerintahan, badan, lembaga membentuk UPZ, UPZ itu adalah restu dari BAZNAS sebagai regulator itu sah-sah saja. Artinya, itu terjawab di dalam konteks UPZ sebagai unit pengumpul zakat. Pertanyaannya adalah bahwa UPZ itu memang dia pengumpul bahwa dia kemudian akan mendistribusikan dalam pasal itu disebutkan, itu soal teknis, tapi ini semua dalam koridor Badan Amil Zakat Nasional yang berwenang dalam undang-undang ini. Itu yang pertama. Yang kedua tentang kriminalisasi tadi seperti saya katakan, kalau ada pihak-pihak yang kemudian menganggap polisi mengejarngejar pengumpul zakat bahkan juga penerima zakat itu kan ada masa peralihan lima tahun. Nah tidak serta-merta saya kira kalau ada upaya-upaya itu. Nah sekarang ada beberapa kasus di daerah yang sepengetahuan saya itu memang terjadi. Orang melakukan penggelapan, nah ini kan ironis ini. Mengapa zakat digelapkan? Nauzubillahiminzalik. Nah dengan adanya 15
pasal ini menurut saya, kita harus yakinkan masyarakat, “Jangan lho main-main soal zakat.” Itu kan amanat umat, itu kan amanat orang yang kemudian ingin ikhlas beramal dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan umat. Nah oleh karena itu, sekali lagi saya ingin menegaskan, Pasal 38 ini sebagai upaya semangat untuk mencegah dan mencegah. Jangan sampai terjerembap ke penyalahgunaan zakat. Terima kasih, Yang Mulia. 39.
PIHAK TERKAIT: SUTITO (MUI) Tambahan sedikit Yang Mulia ya.
40.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan.
41.
PIHAK TERKAIT: SUTITO (MUI) Ada satu. Mengenai badan hukum ini sebagai analogi, itu yang terjadi di perbankan. Bank yang lalu, bank syariah itu hanya satu yang Bank Muamalat, kemudian ada operasional, ada kegiatan-kegiatan syariah, tapi dilakoni oleh bank konvensional dengan membuat mendirikan UUS (Unit Usaha Syariah). Badan hukumnya tetap badan hukum yang konvensional, tetapi punya unit yang mengelola ini. Nah ini juga untuk UPZ-UPZ kalau … namanya juga unit ya, ini bisa merupakan subsidiary unit atau subsidiary company kalau di undang-undang di hukum korporasi ya, ini adalah unit kegiatan dari satu badan hukum. Jadi, tetap harus ada badan hukumnya. Meskipun badan hukumnya ada di pusat, di pemerintahan pusat, badan hukumnya ada di provinsi atau di kabupaten, sementara ini di masjidmasjid itu bisa ya tetapi harus ada induknya. Seperti halnya unit usaha syariah di perbankan harus ada induknya, yaitu bank konvensionalnya. Apabila sudah mampu berdiri sendiri, sudah besar bisa mengorganisasikan sendiri, baru menjadi badan hukum mandiri. Demikian tambahan kami. Terima kasih.
42.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan.
43.
PIHAK TERKAIT: HAFIDHUDDIN (BAZNAS) Terima kasih, Yang Mulia. Pertanyaan tadi dari Yang Mulia Pak Hakim Hamdan Zoelva mengenai banyaknya masyarakat yang memberikan zakat misalnya pada para kiai, para ustaz pesantren.
16
Menurut hemat kami, bukan kapasitas para kiai itu sebagai amil zakat, tapi dipersepsikan sebagai mustahik zakat. Oleh karena itu, kalau mustahik zakat tidak ada masalah karena memang pencari ilmu itu semua ulama sepakat dia berhak menerima zakat. Demikian tambahan kami. Terima kasih. 44.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, baik. Itu banyak di-anu, Pak, Kiai Hafidhuddin, di daerah saya sana, Madura-Jawa Timur gitu ngasihnya ke kiai padahal kiainya mau disebut mustahik juga susah wong sudah kaya raya gitu, punya gedung banyak, itu jadi masalah juga. Baik, kita dengar dari saksi dulu, Saudara Bimo Tunggal Prasetyo.
45.
SAKSI DARI PEMOHON : BIMO TUNGGAL PRASETYO Assamualaikum wr. wb. Yang Mulia, saya Bimo Tunggal Prasetyo. Saya berasal dari Lembaga Amil Zakat DSM Amanat Batam. Terkait dengan Undang-Undang 23 … Batam, Pak … Saefuz Zuhri, Pak, yang dari Bali … Bimo. Terkait dengan undang-undang, Batam memiliki satu hal yang khas, Pak, beberapa muzaki mendatangi kami berkenaan dengan permohonan yang disampaikan atas warga mereka yang belum dipenuhi oleh … permohonan oleh lembaga kami. Mereka memiliki unit pengumpul zakat yang dibentuk oleh BAZ pemerintah, mereka sudah mengumpulkan zakat namun mereka juga tidak mendapatkan hak ketika ada warga sekitar yang memerlukan pertolongan. Atas dasar itu kemudian DSM ini membentuk satuan pengelola zakat. SPZ adalah bagian dari pengurus masjid, satuan pengelola zakat adalah bagian dari pengurus masjid yang mengikat kerja sama dengan DSM melalui materai yang fungsinya adalah kepanjangan tangan DSM untuk mengumpulkan, mengelola, dan menyalurkan kembali zakat di lingkungan masjid. Ketika ini dibentuk, responnya sangat baik, kemudian pada hari ini, pada tanggal 31 Desember, sudah ada 87 satuan pengelola zakat dengan nominal yang dikumpulkan dari masyarakat sekitar yang tidak diserahkan kepada kami atau kepada lembaga zakat yang lain sebesar Rp1,5 miliar kurang lebih. Artinya setiap bulan mereka mengumpulkan kurang lebih Rp3-5 juta ke masyarakat sekitar. Ini kemudian diberikan kepada mustahik, orang-orang yang membutuhkan di sekitar mereka. Ketika kami memberitahukan perkembangan mengenai Undang-Undang Nomor 23 terkait dengan kedudukan LAZ daerah seperti DSMI dan kerja sama yang dibangun dengan SPZ mereka, mereka bertanya, “Apakah kemudian undangundang ini, akan menghapus fungsi yang sudah mereka lakukan?” Ada dua hal yang membuat mereka bertanya kepada kami. Yang pertama adalah bahwa manfaat secara riil itu sudah dirasakan oleh 17
masyarakat. Jadi, ketika mereka tidak bisa mengakses lembaga zakat … organisasi pengelola zakat, baik (suara tidak terdengar jelas) zakat maupun pemerintah yang skalanya di luar mereka, mereka berhasil memberikan bantuan. Yang kedua, sebagian dari mereka sudah beralih dari pekerja di lain tempat paruh waktu di organisasi pengelola zakat menjadi pekerja penuh di satuan pengelola zakat. Mereka menyatakan kesulitan apabila undang-undang ini diberlakukan, mereka akan mendapatkan masalah karena mereka hanya mengumpulkan dan tidak dapat menyalurkan kembali kepada masyarakat. Mereka akan berhadapan dengan masyarakat, yang bertanya, mempertanyakan ke mana zakat mereka disalurkan? Yang kedua, pertanyaan datang dari Da‟i, kami memiliki 33 desa binaan. Batam adalah kepulauan, 33 desa binaan yang kami bina sejak tahun 2000. Ketika itu BAZ belum hadir dan belum menyediakan dukungan di sana. Sudah 10 tahun … 12 tahun kami di sana, kemudian para Da‟i bertanya, “Apakah yang terjadi dengan program yang mereka lakukan karena mereka sudah menetap di sana, ketika DSNI, lembaga zakat tidak bisa menjadi lembaga dan hanya bisa menjadi unit pengumpul zakat?” Pertanyaan-pertanyaan ini Yang Mulia, tidak bisa kami jawab, tapi ini menimbulkan keresahan karena kami melihat ada masalah yang akan timbul, seandainya hal itu yang berlaku. Beberapa muzaki juga sudah menyatakan akan menyalurkan sendiri langsung zakatnya kepada mustahik, apabila kemudian DSNI menjadi Ormas atau menjadi UPZ. Tidak ada fakta di lapangan yang sampai hari ini muncul yang menimbulkan kontraproduktif dari UndangUndang Zakat baru, tapi … namun kemudian Yang Mulia, dari apa yang disampaikan tadi, kami melihat bahwa akan ada perubahan yang fundamental dari cara para amil di lapangan mengelola zakat. Dan itu menimbulkan dampak yang menurut kami signifikan kepada mereka yang selama ini belum berhasil mendapatkan hak dari negara atau pemerintah. Demikian yang bisa saya sampaikan Yang Mulia, terima kasih, wasalamualaikum wr. wb. 46.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Walaikumsalam. Berikutnya, Saudara Saefuz Zuhri dari Bali, LAZDA DSNI Bali. Silakan.
47.
SAKSI DARI PEMOHON : SAEFUZ ZUHRI Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia, DSM Bali berdiri tahun 2001, dan kemudian di tahun 2002, kami bersama … ditemani oleh dari MUI mengurus kelegalitasan ke Provinsi Bali. Dan sampai di biro hukum, setelah itu tidak ada kabar lagi. Jadi kami sudah berjalan selama 10 tahun lebih di Bali dengan sekian programnya, hal ini pun 18
tidak ada legalitas. Dan kami, pesannya dari rekan-rekan dari Kemenag waktu itu, dan dari Pak Kiai MUI bahwa monggo Mas, silakan jalan yang penting bisa bermanfaat buat masyarakat, seperti itu. Jadi, sampai hari ini kami sebenarnya tidak memiliki. Hanya berbekal rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia Provinsi Bali, gitu. Yang kedua Majelis Yang Mulia bahwasannya kami hadir di sana adalah memiliki rumah aso, klinik, dan sebagainya itu berjumlah ratusan sampai ribuan orang-orang yang menerima manfaat dari lembaga ini. Lembaga kami tidak sendiri, ada lembaga tingkat … ada sebenarnya kabupaten di Bali, satu kota, ada dari tingkat kabupaten, ada dari kecamatan, itu semua adalah bersama-sama kita semua mecollect zakat dan menyalurkannya ke masyarakat, yang mana selama itu juga masyarakat sangat antusias karena banyak orang yang tidak mengetahui bahwa di ujung-ujung pulau Bali ini juga ada yang muslim karena di Bali ini terkenal minoritas secara penduduk. Namun jumlah mereka sangat merata, ya sangat banyak dan tentu jika kita mengandalkan dari sisi … maaf, barangkali pemerintah akan menunggu lama, atas itu semua kami bisa sedikit membantu mereka semua, maka dari itu tentunya yang tidak bisa kami bayangkan adalah apabila kami nanti hari misalkan, atau hari ini tidak boleh mengelola, me-collect zakat, dan sebagainya, maka dengan ratusan anak yatim atau ribuan anak beasiswa atau pun para orang tua yang selama ini selalu mendapatkan bantuan dari teman-teman LAZ, seperti itu. Nah, itu yang pertama. Jadi, itu membawa … tentu di efek dari undang-undang ini adalah secara masyarakat mereka tentu tidak melihat, apapun konsekuensinya, tapi yang penting mereka ... apa yang mereka terima selama ini bisa diberikan oleh lembaga zakat. Yang Mulia, yang kedua adalah dengan syarat salah satu … jadi harus berdiri sebagai sebuah ormas misalnya, tentu kami di daerah sangat tidak bisa kita berdiri di tingkat provinsi dan ormas tentu di tingkat nasional. Nah, itu tentu suatu yang tidak mungkin barang kali di kami untuk menjadi ... memenuhi persyaratan untuk menjadi sebuah UPZ ataupun LAZ yang direkomendasi oleh dari BAZNAS. Yang ketiga adalah tentang aspek ... tadi kriminalisasi bahwasanya kami pun hadir di sini tentu menjadi sesuatu yang bisa menimbulkan sebuah keraguan bahwa kerelaan dan keikhlasan kami semua untuk mengelola zakat di masyarakat tentu menjadi sebuah bayang-bayang keraguan, nanti seperti apa ya kami-kami ini ya, dan juga rekan-rekan tadi dari madrasah, dari para kiai, dan dari para orang-orang yang bersama-sama kami mengelola zakat di masyarakat seperti itu. Dan yang terakhir, Yang Mulia. Bahwasanya semangat ... ya, itu yang kita ingin hadirkan di sini bahwa semangat kita semua untuk … rekan-rekan di Bali misalkan mengelola zakat, tentu tidak semata untuk mereka menjadi kaya bahkan, tapi gimana bahwa terlalu banyak masyarakat yang tidak terbantu oleh santunan yang ada. Baik dari mungkin ... maaf, pemerintah maupun dari kita semua. 19
Nah, kami hadir untuk turut serta membantu masyarakat kita agar mereka ... baik sebagai saudara muslim maupun yang tidak ya, itu memiliki kemanfaatan dari zakat itu sendiri. Mungkin itu saja yang bisa kami sampaikan. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 48.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Ya, salah satu masalah yang dicatat di sini adalah apa ... birokratisasi untuk legalisasi institusi tadi, sehingga malah menyulitkan dan mungkin ke depan akan banyak anak terlantar kalau ini yang begini-begini tidak boleh. Yang selama ini biasa kebagian menjadi tidak dapat apa-apa karena harus apa ... dikelola melalui birokrasi tertentu. Apa lagi untuk dapat izin badan hukumnya dan macam-macam itu ada persoalan birokratis tadi. Misalnya pengalaman di Bali, ini tentu harus dipikirkan persoalan ini. Baik oleh Pemerintah maupun oleh BAZNAS, dan lain-lain. Persilakan sekarang Dr. Amelia Fauzia. Ini Ahli yang dihadirkan oleh Pemohon. Silakan.
49.
AHLI DARI PEMOHON: AMELIA FAUZIA Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Konstitusi, Perwakilan Pemerintah, DPR, BAZNAS, serta hadirin yang terhormat. Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan pointers atas beberapa hal terkait keahlian saya dalam bidang Sejarah Filantropi atau kedermawanan Islam. Dalam ini praktik-praktik zakat, sedekah, dan wakaf di dunia Islam dan Indonesia, khususnya menyangkut posisi negara dan masyarakat muslim. Pertama, zakat adalah kewajiban agama Islam, dimana aspek normatif kewajiban ini tidaklah berubah dari abad 7 sampai saat ini, namun bagaimana zakat dilaksanakan sangat terkait pada fenomena sosial, ekonomi, dan politik umat Islam. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa secara umum telah terjadi transformasi atau pergeseran praktik pengelolaan zakat dari kewajiban agama yang ditunaikan kepada penguasa, dalam hal ini negara menjadi kewajiban individu. Hal itu ada tiga aspek, pertama untuk memudahkan perhitungan harta yang dizakatkan akibat begitu melimpahnya harta yang didapat dari penaklukan. Dan ini dilatarbelakangi oleh Ijtihad Utsman Bin Affan yang diterima oleh sebagian besar para sahabat dan juris pada saat itu bahwa zakat yang di ... bahwa harta yang dizakatkan dibagi menjadi harta yang terlihat (al amwal zhahiriyah) dan al amwal al batiniah atau yang tidak terlihat. Dan pada saat itu hanya amwal zhahiriyah seperti hasil pertanian yang zakatnya diserahkan kepada negara, dan kebijakan ini antara lain untuk membatasi perilaku tidak amanah kolektor zakat.
20
Yang kedua, adanya kekisruhan situasi politik dan perebutan kursi kekhalifahan yang mendorong umat Islam harus menentukan kepada ulil amri yang mana mereka harus menunaikan zakat dan sejak wafatnya khalifah Utsman Bin Affan, Kitab Amwal menunjukkan bahwa pandangan dan praktik-praktik pemberian zakat kepada individu, selain penguasa itu sudah ada. Dan ketiga, adanya sikap kritis para ulama atau ahli hukum atas kebijakan dan perilaku penguasa. Para imam mazhab besar, seperti Imam Maliki, Hambali, Khanafi, dan Syafi‟i. Misalnya, hal ini mengemuka pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah secara umum menyebutkan bahwa membolehkan pengumpulan zakat oleh penguasa dengan syarat bahwa penguasa tersebut bersikap adil. Misalnya Imam Malik membolehkan pengumpulan zakat oleh negara, tetapi menolak adanya pemaksaan negara. Menurut Malik, pembayaran zakat harus diserahkan kepada individu-individu untuk memutuskan apa yang mereka ingin bayar. Imam Syafi‟i juga mendukung pendapat itu dan menambahkan bahwa individu bisa membayar seluruh atau sebagian dari zakat mereka kepada negara. Pendapat ini terutama didasari pada keraguan atas legitimasi penguasa dan ketidakpercayaan terhadap pengelolaan zakat yang tidak baik pada masa itu. Jadi, pada masa itu ada kebolehan menaikkan zakat tidak kepada negara dan zakat kepada negara hanya dikenakan pada harta yang terlihat. Namun, praktik pengumpulan dan pengelolaan zakat dianggap kurang baik karena adanya penggabungan administrasi keuangan Negara, dan perpajakan, serta pendapatan negara lainnya. Kitab Al-Amwal dan Kitab Al-Kharaj bahwa sistem zakat yang dikelola negara lemah atau kurang berjalan. Pada Abad ke-10, zakat merupakan salah satu pemasukan untuk negara, namun sangat tidak signifikan. Pelaksanaan pajak dan juga zakat dipenuhi praktik korupsi. Kitab Al-Kharaj mengkritik dan memberikan nasihat untuk Khalifah Harun Al-Rasyid tentang bagaimana mereformasi administrasi pajak dan zakat untuk melindungi rakyat. Dan pada masa ini di Dinasti Fatimiyah, kolektor zakat hampir tidak ada, termasuk hasil pengamatan Imam Al-Ghazali menceritakan bahwa hanya sejumlah kecil muslim Sunni membayar zakat mal dan mereka tidak membayar kepada negara. Wacana dan praktik zakat pada Abad ke-11 dan Abad ke-12 juga tidak jauh berbeda. Ibnu Khaldun misalnya, melihat adanya pengumpulan pajak yang cukup masif dan Syaraksih berpendapat bahwa pembayaran zakat adalah kewajiban individu kepada Allah untuk melindungi … dalam konteks untuk melindungi rakyat ketika itu. Selama mundurnya kekuasaan politik penguasa Islam di Abad ke-12 hingga Abad ke-15, dengan pengecualian kesultanan TurkiUsmani, ketika beberapa Dinasti Islam yang kerajaannya mengalami konflik internal, pengumpulan zakat oleh negara juga menurun.
21
Praktik zakat, kemudian bergeser kepada distribusi zakat oleh masyarakat. Mulailah praktik pembayaran zakat dilakukan secara individu dengan sukarela oleh umat Islam ke beberapa pemimpin lokal, seperti ulama, imam syiah, dan syufi yang berperan sebagai distributor atau amil dan sekaligus penerima manfaat zakat, praktik inilah juga yang terdapat di Indonesia. Pada Abad ke-18 dan Abad ke-19 karena banyaknya masyarakat muslim yang hidup di bawah pemerintah nonmuslim, pengumpulan dan distribusi zakat oleh individu maupun kelompok semakin berkembang dan memunculkan organisasi dan lembaga keislaman yang mengelola zakat. Karena banyaknya ulama yang melarang pembayaran zakat kepada penguasa yang tidak adil atau penguasa muslim yang berada di bawah otoritas orang-orang kafir ketika itu, fenomena lembaga sosial kedermawanan muslim juga semakin berkembang. Setelah melewati periode kolonialisme, banyak negara muslim yang merdeka dan mengatur zakat sebagai praktik swasta oleh umat Islam tanpa keterlibatan manajemen negara. Saat ini ada 6 negaranegara Islam, misalnya Saudi Arabia, Libia, Yaman, Malaysia, Pakistan, dan Sudan menerapkan pembayaran zakat mal tertentu. Negara-negara ini juga mengatur sanksi terhadap orang-orang yang tidak patuh membayar zakat, tetapi pelaksanaannya tidak dijalankan sungguh-sungguh. Dan pengelolaan zakat ini juga tidak maksimal dan tidak dapat dijadikan model yang tepat untuk fenomena zakat di Indonesia. Poin kedua, bahwa ruang partisipasi publik dalam praktik zakat sangat besar. Sejarah pengelolaan zakat di atas memperlihatkan pada masa dimana masyarakat menyerahkan zakat kepada negara tidak berarti bahwa tidak ada yang membayarkan zakatnya secara langsung. Dan perlu digarisbawahi bahwa zakat yang diserahkan oleh mayoritas muslim adalah zakat harta (zhahiriyah). Selain itu yang dikelola oleh negara adalah zakat mal atau zakat harta, bukan zakat fitrah yang dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan. Zakat fitrah di banyak komunitas muslim menjadi tradisi yang lepas dari pengelolaan negara dan lebih bersifat kultural. Namun, justru tradisi fitrah ini yang dilakukan oleh hampir semua muslim secara masif di seluruh dunia. Di Indonesia, survei sejak tahun 1967 oleh Handerson Correspondent tahun 1991 oleh Tempo, dan tahun 2003 serta tahun 2010 oleh CSRC UIN Jakarta memperlihatkan demikian. Bahkan survei UIN Jakarta tahun 2010 memperlihatkan angka 95% muslim yang menunaikan zakat fitrah. Ketiga, zakat sejarah kedermawanan Islam di Indonesia memperlihatkan bahwa zakat, Shadaqah, dan wakaf menjadi pendorong gerakan sosial kemasyarakatan dan telah membiayai pendidikan Islam sejak Abad 16. Fenomenal ini menguat sejak Abad 16 dan terus berkembang sampai saat ini. Tidak hanya itu, zakat, shadaqah, dan wakaf menjadi sumber pendanaan organisasi masyarakat sipil yang berkembang cukup masif pada masa kolonial 22
Belanda. Pada masa ini pemerintah tidak campur tangan dalam urusan agama dan urusan kedermawanan Islam. Karena uang kedermawanan Islam adalah hak dan uang pribadi masyarakat. Akibat kebijakan ini, organisasi masyarakat sipil seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama berkembang. Muhammadiyah terutama merupakan pioneer dalam gerakan kedermawanan Islam modern di Indonesia. Dia memiliki ribuan aset masjid, sekolah, rumah sakit, dan lainnya dari gerakan derma ini. Keempat, keterlibatan negara dalam mengelola filantropi Islam, khususnya zakat di Indonesia dimulai sejak masa orde baru. Pemerintah tidak menghendaki formalisasi agama atau adanya aturan legal terkait zakat di tingkat nasional. Namun, pemerintah Orde Baru, khususnya Presiden Soeharto, berusaha memodernisasi zakat dan mensentralisasi pengelolaan zakat mal pada tahun 1968. Upaya ini tidak berhasil, posisinya sebagai amil zakat nasional pada akhirnya berakhir dengan sendirinya pada tahun 1972 karena hanya sedikit sekali mereka yang mau membayar zakat melalui Soeharto. Setelah kegagalan itu, upaya modernisasi dan penggalangan zakat disponsori oleh pemerintah provinsi seperti BAZIS DKI Jakarta, namun wilayahnya hanya terbatas pada kalangan pegawai negeri sipil. Pada masa Orde Baru, praktik kedermawanan termasuk zakat fitrah dan mal di masyarakat juga menguat. Banyak berdiri panitia zakat di RT/ RW, masjid, termasuk di lembaga-lembaga pendidikan dan pada masa ini lembaga amil zakat professional milik masyarakat mulai muncul. Reformasi mendorong adanya percepatan gerakan zakat berupa pendirian lembaga amil zakat nonpemerintah. Reformasi memberi ruang kepada kemunculan legislasi zakat dalam bentuk undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Undang-undang ini cukup akomodatif dalam hal menfasilitasi organisasi zakat yang ada. Baik itu organisasi pemerintah, yaitu Badan Amil Zakat dan organisasi zakat masyarakat, yaitu Lembaga Amil Zakat. Riset CSRC UIN Jakarta menunjukkan pada Tahun 2004 dana zakat dan sedekah yang disumbangkan masyarakat adalah sebesar Rp19,3 triliun, belum termasuk dana wakaf yang tersebar di masyarakat. Pada perkembangannya, terjadi penguatan BAZ dan LAZ, penguatan paling besar terjadi pada LAZ yang memiliki program kreatif dan menjalankan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Sayangnya dari 5.669 BAZ yang harusnya bisa beroperasi di Indonesia, setidaknya sejak Undang-Undang Nomor 38 berlaku, hanya 1.001 BAZ saja yang terbentuk dan 300 saja yang aktif pada tahun 2007. Sedangkan dari 30 LAZ dan BAZ nasional pada tahun 2006 sampai 2010, lima besar didominasi oleh LAZ milik masyarakat yang perform lebih baik. Hal ini karena praktik zakat sangat tergantung pada kepercayaan atau trust. Organisasi yang memiliki manajeman profesional, akuntabel, dan transparan cenderung mendapat kepercayaan.
23
Selain praktik zakat melalui organisasi modern, ada pula praktik zakat yang dikelola oleh masyarakat dalam bentuk yang tradisional, praktik ini justru sangat besar. Survey CSRC UIN Jakarta tahun 2003 memperlihatkan bahwa 95% masyarakat memberikan zakatnya, tidak ke organisasi zakat modern, BAZ atau LAZ, tapi secara langsung. Hal ini karena zakat adalah kewajiban agama yang sudah menjadi kultur. Pemaksaan pengelolaan zakat melalui organisasai modern pada saat ini sulit akan berhasil, saat ini terdapat hidden resistant terhadap pengelolaan zakat yang tidak amanah dan dengan cara pemaksaan. Kasus yang cukup mengemuka misalnya, terjadi open resistant adalah di NTB pada Tahun 2007-2008 dimana ribuan guru menolak pemotongan pajak oleh BAZNAS setempat. Bukan menolak zakat, tapi menolak pengelolaan zakat yang tidak amanah. Perlu pendidikan jangka panjang untuk mengubah tradisi ini. Sejarah Islam Indonesia memperlihatkan adanya kontestasi antara negara dan masyarakat sipil dalam pengelolaan filantropi Islam yang terjadi sejak abad 16 sampai saat ini. Penutup, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 pada dasarnya diawali niat baik untuk memperbaiki praktik pengelolaan zakat di Indonesia dari yang sebelumnya diatur oleh Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Saya sepakat, niat baik undang-undang ini untuk memodernisasi dan memaksimalisasi kemanfaatan zakat serta mengontrol lembaga yang tidak akuntabel. Namun, niat baik ini dilakukan dengan cara yang kurang tepat. Undang-undang ini mengatur terlalu ketat dan hampir tidak menyisakan ruang untuk masyarakat sipil memberdayakan dirinya sendiri. Padahal praktik zakat sudah menjadi tradisi bagi masyarakat dan zakat serta dana kedermawanan ini telah mendorong penguatan masyarakat sipil di Indonesia menjadi lebih independent. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 ini akan menurunkan praktik zakat dan memperlemah civil society. LAZ, amil perorangan, takmir masjid yang berjumlah minimal 710.000 masjid di Indonesia, ditambah pesantren dan madrasah akan mendapat dampak dari undang-undang ini. Sulit bagi mereka untuk tidak mengelola zakat atau menolak mengelola zakat, apalagi zakat fitrah. Walaupun ada ancaman kriminalisasi. Tidak mudah bagi pengelola zakat tradisional untuk masuk pada pengelolaan zakat modern untuk menjadi LAZ dan bagi pengelola zakat tradisional, opsi menjadi UPZ (Unit Pengumpul Zakat) tidak tepat. Pengelolaan zakat itu tidak bisa dipotong hanya dengan mengumpulkan tapi juga harus mendistribusikan. Takmir masjid amil mendapat amanah dari masyarakat untuk mengelola. Yang artinya sampai pada pendistribusian. Justru keberhasilan pada pendistribusian inlah yang menjadi tolak ukur kepercayaan masyarakat dan hal ini menjadi sangat crucial, bukan hal teknis. Walaupun di dalam undang-undang disebutkan LAZ dan masyarakat bisa membantu, namun substansinya akan sulit karena 24
persyaratan yang begitu berat. Dan belum tentu dari pihak Pemerintah siap infrastrukturnya. Dan karena … selain itu LAZ memiliki subkultur sendiri yang berbeda dengan BAZ. LAZ juga akan sulit untuk bertransformasi menjadi ormas. Hak individu Muslim untuk berkumpul dan berorganisasi khususnya untuk menjalankan amanah dan kepercayaan masyarakat dalam hal mengelola zakat menjadi terhalangi. Begitu pula hak individu muslim untuk melaksanakan kepercayaan agamanya untuk memberikan zakat kepada lembaga yang dipercayainya menjadi terbatasi. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 mempersempit dan menghalangi hak individu untuk menunaikan zakat. Dalam praktiknya zakat mal, zakat fitrah, sedekah, dan wakaf itu sulit dipisahkan. BAZ, LAZ selain mengelola dana zakat juga mengelola dana sedekah dan undang-undang zakat juga di dalamnya juga menyebutkan dana sosial lain selain zakat. Dan kepercayaan itu tidak mudah didapatkan begitu saja untuk mengelola zakat. Seyogianya undang-undang ini bisa diperbaiki untuk dapat memberi ruang bagi praktisi zakat, civil society untuk tetap eksis. Demikian pandangan saya terkait undang-undang pengelolaan zakat. Terima kasih, wasalamualaikum wr. wb. 50.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, Bu Amelia. Kemudian Bapak Yusuf Wibisono. Dimohon untuk tidak dibaca Pak ya, tapi disingkat gitu, kira-kira dalam 10 menit. Silakan.
51.
AHLI DARI PEMOHON: YUSUF WIBISONO Baik, assalamualaikum wr. wb. Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Saya Yusuf Wibisono dari Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia akan menyampaikan kesaksian terkait pengujian undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. Pertama, saya ingin menyampaikan bahwa LAZ (Lembaga Amil Zakat) bentukan masyarakat sipil ini adalah pelopor dan sekaligus merupakan tulang punggung (back bone) dari zakat nasional modern Indonesia. Ini adalah fakta historis dalam tiga dekade terakhir kebangkitan zakat nasional itu dipelopori oleh masyarakat sipil. Yang kedua, saya ingin menyampaikan bahwa Undang-Undang Zakat itu pertama kali lahir setelah era reformasi yang memungkinkan masuknya inisiatif-inisiatif terkait dengan pelaksanaan syariah di Indonesia itu dimulai tahun 1999 melalui Undang-Undang 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Jadi lahirnya Undang-Undang 23 Tahun 2011 ini seharusnya kita harus lihat dalam konteks munculnya sejak awal, yaitu di UndangUndang Nomor 38. Di Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 pada 25
awalnya lahir ... merespon euforia reformasi. Waktu itu sebenarnya MPR lebih mengutamakan Undang-Undang Haji. Tetapi kemudian pada saat itu Kementerian Agama ikut ... mengikutsertakan Undang-Undang Zakat dan pada akhirnya dibahaslah di sana. Pada awalnya Undang-Undang Nomor 38 itu sendiri pun itu peran LAZ cenderung dimarjinalkan. Namun di pembahasan di MPR di situlah kemudian Undang-Undang ... di peran LAZ diakomodasi. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 secara umum positif, berdampak positif terhadap pengelolaan zakat yang pada saat itu didominasi oleh masyarakat sipil, yaitu LAZ, yaitu di Pasal 8, peran BAZ bentukan pemerintah dan LAZ bentukan masyarakat sipil itu mendapatkan posisi yang sejajar, setara, dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Dan tata kelola zakat yang baik itu sudah diintroduce (sudah diperkenalkan) di Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Jadi di sana ya, tata kelola yang baik tentang zakat itu sudah diperkenalkan. Kelemahan Undang-Undang Nomor 38 itu adalah undangundang tersebut tidak mengamanatkan pembentukan regulator yang akan mengeksekusi hal-hal yang sudah positif di dalam UndangUndang Nomor 38. Kelemahan utamanya itu di Undang-Undang Nomor 38. Jadi ketika Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 diamandemen melalui Undang-Undang 23 Tahun 2011 ini, itu niatnya baik, positif. Kami sebagai akademisi sangat mendukung amandemen UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999 ini. Namun, nanti akan saya jelaskan ada beberapa hal yang kami pandang kurang tepat terkait dengan apa yang terjadi di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 ini. Poin ketiga yang ingin kami sampaikan terkait proses amandemaen, Yang Mulia. Kami memandang proses amandemen Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ini dalam tanda petik kami sebut mungkin „cacat secara proses‟. Pertama, Undang-Undang Nomor 38 ... amandemen Nomor 38 ini sudah dimulai dari ... di DPR pada periode 2004-2009 dan bahkan terakhir di RUU Prioritas Tahun 2009 itu sudah masuk di RUU Prioritas, tapi gagal diselesaikan. Sejak awal di ... proses amandemen selalu ada dua draft yang secara umum bertolak belakang, yaitu draft RUU dari masyarakat sipil dan RUU draft Pemerintah karena itu pembahasannya alot, panjang, dan gagal diselesaikan oleh DPR 2004-2009. Dan kemudian undang-undang ini di-takeover oleh DPR 2009-2011 ... eh ... 2009-2014 menjadi RUU Inisiatif DPR. Di DPR, RUU yang di ... yang dibuat oleh DPR itu cenderung mengakomodir masyarakat sipil. Itu selesai, itu di awal tahun 2010 awal Maret. Mungkin dari Pihak DPR bisa mengkonfirmasi. Kemudian diajukan ke pemerintah untuk dimintakan DIM (Daftar Isian Masalah) tetapi DIM dari pemerintah itu baru muncul itu di awal tahun 2011. Namun ketika lihat DIM DPR ... DIM Pemerintah ... maaf, DIM Pemerintah ini ternyata isinya jauh ... sangat berbeda sekali dengan draft dari DPR. Bisa dikatakan itu bukan DIM sebenarnya, tapi draft 26
tandingan karena kalau DIM pada umumnya mengomentari atau memperbaiki draft yang sudah ada, jadi sangat bertolak belakang. Dua draft yang bertolak belakang inilah yang kemudian dibahas di DPR di pertengahan 2011. Jadi di masa sidang keempat, kalau saya tidak salah, di pertengahan 2011 dan berlangsung hanya singkat, Yang Mulia. Hanya tiga bulan, selesai di bulan September dan kemudian diketok palu di bulan Oktober 2007. Jadi saya bisa katakan, proses dari ... dan di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 ... jadi selesai diketuk palu di Oktober 2011, itu sepenuhnya, 100% adalah draf dari pemerintah, draf dari DPR sepenuhnya hilang. Jadi, kami bisa katakan ini ada sesuatu yang janggal. Kami melihat ada sesuatu yang janggal dalam proses pembentukan … dalam proses Amandemen Undang-Undang Nomor 38 ini. Itulah kenapa kemudian saya bisa sangat bisa memahami kenapa kemudian ada upaya untuk mengajukan judicial review ini. Jadi, bisa saya katakan judicial review ini seharusnya tidak hanya uji materiil, tapi juga bisa uji formal bahkan, menurut saya. Yang keempat, kami ingin sampaikan adalah di rezim baru undang-undang … rezim baru zakat nasional berdasarkan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011 ini, kelemahan utama dari undangundang ini adalah pertama tadi. Kelemahan di Undang-Undang Nomor 38 itu tidak diperbaiki, yaitu tidak adanya regulator yang kuat dan credible, tidak ada kejelasan. Jadi, sampai di Undang-Undang Nomor 23 ini, tata kelola zakat tidak jelas … tetap tidak jelas, yaitu apa? Saat ini, para operator zakat yang sekarang terdiri dari BAZ (dari bentukan pemerintah) dan LAZ (bentukan masyarakat sipil) yang mereka seharusnya mereka dikelola ... diatur, diregulasi, dan diberikan pengawasan, sehingga dana umat ini bisa dikelola, dan tidak ada penyalahgunaan, dan seterusnya … dan seterusnya, ini tidak mendapatkan hal yang tepat di undang-undang ini. Karena di sini regulator itu diserahkan kepada BAZNAS yang merupakan juga operator. Di Undang-Undang Nomor 23 ini, BAZNAS tetap menjalankan fungsi sebagai operator sebagaimana halnya LAZ, yaitu mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan dana zakat. Tetapi dia juga diberikan kewenangan menjadi regulator, yaitu membuat perencanaan, kemudian membuat regulasi, dan sekaligus mengawasi LAZ dan BAZNAS di bawahnya, begitu. Ini menurut kami hal yang kurang tepat. Kemudian, yang kedua, permasalahan utama di Undang-Undang Nomor 23 ini adalah adanya upaya sentralisasi yang terlihat jelas di Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23. Dimana secara jelas, secara eksplisit, di Pasal 6 disebutkan, “BAZNAS yang … BAZNAS memiliki kewenangan untuk pengelolaan zakat nasional.” Jadi, ini mengubah secara mendasar Undang-Undang Nomor 38. Dimana Undang-Undang Nomor 38 di Pasal 8 disebutkan, “Yang berwenang mengelola dalam pengelolaan zakat nasional adalah BAZ dan LAZ.” Di Undang-Undang Nomor 23 di Pasal 6, “LAZ dihapuskan, hanya BAZNAS yang berwenang 27
melakukan pengelolaan zakat.” Itu jelas-jelas merupakan sentralisasi. Dimana hak tadi yang disebutkan oleh Ibu Amelia bahwa ruang partisipasi publik, itu telah sangat dibatasi oleh undang-undang. Peran LAZ, itu kemudian diturunkan di Pasal 17 hanya sebagai sekadar membantu BAZNAS. Jadi, di sini ada perbedaan yang sangat signifikan bahwa yang berwenang adalah BAZNAS dan masyarakat sipil hanya sekadar membantu. Dan untuk kemudian dengan paradigma ini, kami melihat LAZ kemudian mendapatkan perlakukan yang sangat diskriminatif di Undang-Undang Nomor 23 ini, Yang Mulia. Dimana perizinan sebagai ... LAZ ya, itu sangat ketat sekali, sangat luar biasa ketat di Pasal 18. Ketentuan yang paling mematikan, itu menurut kami adalah di Pasal 18 ayat (2) huruf a, yaitu ketentuan bahwa LAZ harus berbentuk ormas. Seluruh LAZ saat ini yang LAZ-LAZ perintis dan LAZ terbesar, tidak ada yang berbentuk ormas, seluruhnya yayasan. Jadi, dalam konteks zakat nasional kontemporer, ini benar-benar ahistoris ketentuan ini. Ketentuan ini sangat ahistoris karena bisa kita terjemahkan bahwa pasal ini merupakan benar-benar ditujukan untuk mematikan LAZ yang terbesar saat ini. Karena mereka seluruhnya bukan ormas, mereka seluruhnya yayasan. Dan sangat sulit bagi kita untuk membayangkan bagaimana nanti mereka harus bertransformasi menjadi ormas dari yayasan sekarang ini. Secara ekonomi juga tidak ada ... secara ekonomi tidak ada hal yang kita bisa bayangkan mengapa harus berbentuk ormas? Itu juga kami tidak ... tidak memahami, kenapa harus berbentuk ormas? LAZ itu ... apa ... apa rasionalisasi ekonominya terutama, kenapa harus ormas? Itu tidak ada. Karena pengelolaan zakat yang terpenting adalah trust. Trust dari masyarakat dan kemudian mereka memiliki kapasitas untuk mengelola zakat secara ... secara baik, memiliki manajemen yang modern, dan seterusnya, begitu. Kemudian, menurut kami yang kelima ingin kami sampaikan, Undang-undang ini secara umum menurut kami sangat menghalangi hak dari LAZ untuk dua aspek. Yang pertama, terkait dengan Pasal 28C ayat (2) yang disebutkan, ”Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara.” Undang-undang ini setelah mensterilisasi tadi, kewenangan zakat nasional di tangan BAZNAS sepenuhnya, kemudian memarginalisasi LAZ sedemikian rupa dengan memperketat syarat secara luar biasa. Kemudian LAZ-LAZ itu yang sekarang sudah berdiri tetap diakui dengan undang-undang, tetapi di pasal transisi disebutkan mereka setelah lima tahun harus menyesuaikan diri dengan undang-undang baru. Artinya mereka harus mengikuti ketentuan sebagaimana di ketentuan di Pasal 18 yang sangat ketat tadi. Ini yang menurut kami seluruh LAZ sekarang itu berpotensi untuk dilemahkan oleh undangundang ini. Terlebih lagi LAZ-LAZ yang sampai saat ini belum 28
mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebelum undang-undang ini berlaku karena secara informal begitu … secara informal Kementerian Agama itu tidak melakukan pengurusan pengukuhan LAZ-LAZ baru itu sejak proses amandemen Undang-Undang Nomor 38 yang sudah dimulai sejak periode tahun 2005-2006. Jadi banyak sekali LAZ-LAZ yang tidak memiliki izin operasional sampai sekarang, seperti tadi kasus dari … dari Bali tadi, itu sangat banyak sekali. Dengan posisi LAZ yang saat ini merupakan pemain utama dalam zakat nasional ini dampak undang-undang ini menurut kami sangat signifikan ke depan. Di mana BAZ ini memainkan peran sosial dan dakwah yang sangat besar. Setelah mendapatkan rekomen … pasal juga yang sangat bermasalah menurut kami adalah Pasal 18 ayat (2) huruf c, LAZ yang harus … pendirian LAZ itu harus mendapatkan rekomendasi dari BAZNAS. Di Undang-Undang Nomor 23 ini, BAZNAS adalah juga pemain operator zakat nasional. Ini conflict of interest, Yang Mulia, terlebih lagi BAZNAS di undang-undang ini … di undangundang ini memiliki kewenangan regulator, tapi dia juga merangkap sebagai operator. Ini conflict of interest yang tadi kami sebutkan, sedangkan LAZ ini adalah operator. Jadi di sini tidak ada tata kelola yang … yang clear. Kemudian di Undang-Undang Nomor 23 ini yang berikutnya juga yang kami sampaikan, potensial bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Dengan logika sentralisasi bahwa yang berwenang adalah BAZNAS dan masyarakat sipil tidak berwenang, maka kemudian BAZNAS mendapatkan perlakuan-perlakuan yang istimewa dalam undang-undang ini. Antara lain pendirian BAZNAS itu tidak mendapatkan restriksi sama sekali. Tidak ada persyaratan pendirian BAZNAS, sedangkan LAZ sangat ketat luar biasa Pasal 18. Syarat-syarat tersebut sama sekali tidak diterapkan untuk BAZNAS. Bahkan pendirian BAZNAS itu menjadi amanat undangundang, harus didirikan. Walaupun disebutkan di undang-undang ini secara eksplisit BAZNAS adalah lembaga lembaga nonstruktural, tapi dalam undang-udang disebutkan BAZNAS mengikuti struktur pemerintahan di pusat, provinsi, kabupaten/kota. Jadi kalau mengikuti undang-undang ini nanti akan terdapat 1 BAZNAS pusat, 33 BAZNAS provinsi, dan sekian ratus … 400-an sekian BAZNAS … 500-an sekian BAZNAS kabupaten/kota sangat (…) 52.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Agak, agak dipercepat ya Saudara.
29
53.
AHLI DARI PEMOHON: YUSUF WIBISONO Baik, Yang Mulia.
54.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Karena kami jam 13.00 ada sidang lagi.
55.
AHLI DARI PEMOHON: YUSUF WIBISONO Baik, Yang Mulia. Terakhir ingin kami sampaikan bahwa kami … poin terakhir yang ingin disampaikan, kami sangat mendukung proses amandemen Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, namun dengan poin reformasi yang berbeda dari apa yang sudah dilakukan UndangUndang Nomor 23 ini. Yang pertama, tadi sudah kami sebutkan bahwa yang dipentingkan dalam zakat nasional saat ini adalah perbaikan tata kelola. Perbaikan tata kelola ini, yaitu dengan mendirikan regulator yang kuat dan kredibel. Kami sepakat BAZNAS menjadi regulator, namun harusnya BAZNAS dilepaskan posisinya dari sebagai operator. Jadi dengan demikian, tidak ada lagi conflict of interest. Dan yang sekarang terjadi posisi BAZ dan LAZ itu harusnya tetap sejajar, tidak ada hegemoni dari pihak … salah satu pihak tertentu. Jadi dengan demikian kita akan … akan ini. Yang kedua, jumlah BAZNAS dan LAZ saat ini itu sangat besar, kami sepakat dan untuk itu perlu direfleksi, harus ada aturan, harus ada syarat-syarat. Betul kami sepakat bahwa LAZ itu harus ada syaratnya, betul, tetapi harusnya BAZ juga sama harusnya ada juga syarat-syarat bagi LAZ. Enggak boleh setiap kabupaten/kota semua punya BAZNAS, tapi enggak ada … enggak ada ketentuan persyaratan. Jadi harusnya persyaratan di Pasal 18 itu diterapkan sama. Baik untuk BAZ maupun untuk LAZ. Tidak hanya untuk LAZ saja yang seperti itu, harusnya semua sama, poinnya sama. Kemudian yang ketiga, poin yang kami ingin masukkan sebenarnya dalam reformasi zakat ke depan adalah yang terpenting adalah bagi pemerintah mengikutsertakan lembaga-lembaga zakat yang kredibel dalam proses pengentasan kemiskinan … dalam proses penanggulangan kemiskinan. Saat ini penanggulangan kemiskinan pemerintah itu berjalan sendiri sedangkan asiprasi gerakan masyarakat sipil dalam penanggulangan kemiskinan itu berjalan sendiri-sendiri. Undang-undang ini harusnya bisa memfasilitasi bahwa pemerintah melalui dana pajak itu memiliki juga sumber daya untuk sama-sama dengan tujuan yang sama penanggulangan kemiskinan. Jadi sehingga penanggulangan kemiskinan ini seharusnya bisa diakselerasi ketika ada … ada kesempatan dari lembaga-lembaga zakat yang kredibel untuk bisa mengakses dana-dana publik di Pemerintah.
30
Demikian Yang Mulia, yang bisa kami sampaikan. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 56.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terima kasih, Pak Yusuf Wibisono. Dan terima kasih juga ini ada bahannya yang tertulis untuk apa … kami dalami lebih jauh apa yang sudah Saudara sampaikan tadi dengan keterangan-keterangan yang sangat berharga. Berikutnya Pak Muzakkir, silakan Bapak, mudahmudahan bisa sepuluh menit.
57.
AHLI DARI PEMERINTAH: MUZAKKIR Assalamualaikum wr. wb. Keterangan Ahli saya mengenai pengujian materiil norma hukum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, saya fokuskan kepada aspek pidana sesuai dengan bidang keahlian saya. Saya ingin sampaikan beberapa hal yang sebelum masuk kepada materi pokok, yang dalam pasal itu dihubungkan dengan persoalan lembaga BAZNAS, wewenang BAZNAS dan seterusnya, yang juga dijadikan kajian atau pokok dari permohonan konstitusionalitas. Dalam kaitannya di ketentuan pidana, Ahli sampaikan bahwa ketentuan pidana di dalam undang-undang itu yang dimohonkan utama ini adalah Pasal 41. Tapi, ini saya mencoba menguraikan semuanya baik dari Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 41. Karena ketiga pasal ini menurut Ahli adalah merupakan satu kesatuan, ya yang Pasal 39 itu menyangkut hal yang … apa namanya … pengelolaan zakat masingmasing itu sama yang terkait ditujukkan pada pengelolaan zakat, hanya yang terakhir Pasal 41, terkait dengan administrasi ya, Badan Amil Zakat ini. Jadi, masalah administrasi ini, ini masalah yang akan menjadi fokus, ya. Majelis Hakim yang saya hormati, saya ingin masuk kepada bagian tertentu yang nanti khusus untuk Pasal 30, itu Pasal 39, Pasal 40 tidak saya bacakan di sini. Tapi nanti akan saya serahkan jiwa hukumnya apa di dalam dua pasal ini hingga dia ada ketentuan pidananya? Terus lantas hubungannya apa dengan Pasal 41 ini? Ya, jadi Pasal 41 menurut Ahli, dilihat dari perspektif hukum plus hukum pidana sebagai satu kesatuan sistemik itu juga harus dipahami dalam konteks Pasal 39 dan Pasal 40. Karena kalau pintu masuknya itu adalah Pasal 41, kemudian setelah itu barulah kemudian Pasal 39 dan Pasal 40. Artinya apa, mereka yang tidak masuk di dalam … yang tidak masuk di dalam Pasal 41, ataulah sebut saja itu Pasal 38 dan juga tadi Pasal 18, maka dia berarti kan tidak memenuhi syarat untuk itu, ya. Itu artinya, apa? Artinya dia bukanlah sebagai lembaga yang diberikan untuk mengelola zakat. Nah, kalau dia menggelapkan, itu berarti tidak tunduk pada Pasal 38, 39, dan 40, atau mengelola zakat yang tidak 31
diserahkan, tidak tunduk pada pasal ini. Nah, ini yang saya kira apakah terhadap orang yang tidak mendaftar atau tidak terdaftar atau dengan kalian tanpa izin itu hanya tunduk pada kaidah umum hukum pidana saja, yakni penggelapan uang zakat sehingga nanti sanksi pidananya ada dalam KUHP, atau dia harus ditarik dalam satu konteks ini? Ya, maka sebenarnya kedudukan Pasal 41, yang ada dengan sanksi pidananya dihubungkan dengan Pasal 38, dihubungkan dengan Pasal 18 dan lainnya itu mempunyai makna dalam satu konteks law enforcement atau penegakan hukum terhadap Pasal 39 dan 40. Ini pemahaman Ahli demikian. Sehingga kalau memahami Pasal 41, tanpa menghubungkan dengan yang lain. Jadi, satu paket pemahaman mungkin itu agak parsial, jadi saya memahami temanteman sekalian yang tadi sudah menyampaikan keluhan, bagaimana kalau saya dipidanakan? Misalnya itu. Saya paham sekali itu karena teknik memahaminya tidak dalam satu konteks yang komprehensif, ya. Saya ingin sampaikan khususnya analisis saya terhadap Pasal 41. Di dalam Pasal 41 itu diatur secara jelas, ya bahwa di dalam pasal itu unsur pokoknya adalah setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum. Ini mohon supaya di dalam sosialisasi membaca undang-undang ini, kata melawan hukum itu harus digaris bawahi dahulu, supaya jangan sampai apakah saya nanti masuk penjara atau tidak? Bagaimana kalau nanti kami masuk penjara? Jadi, yang membuat sifat jahatnya perbuatan yang masuk ranah hukum pidana itu sebenarnya yang melawan hukum ini. Nah, di situ ada dua hal di situ, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 38 itu harus ada izin. Jadi ada melawan hukum, ada izin. Jadi melawan hukumnya itu harus digarisbawahi lebih dahulu, supaya kalau itu dimasukkan sanksi pidana, itu yang melawan hukum itu harus ada. Di samping itu, dia harus ada izin. Jadi ada palang pintunya dua, harus ada izin, melawan hukum. Jadi ini supaya menetralisir kekhawatiran-kekhawatiran yang dikemukakan tadi, penjelasannya demikian. Jadi, perbuatan yang dilarang itu intinya adalah secara melawan hukum, bertindak, selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang. Jadi ini ada dua hal yang dalam konteks ini. Yang pertama, harus ada izin, yang kedua adalah melawan hukum. Barulah kemudian dia pidana dalam satu konteks ini. Saya ingin garis bawahi, dalam hukum administrasi yang sifat jahatnya itu tidak jelas bukan semata-mata karena persoalan izin, maka diselipkanlah kata melawan hukum. Ini banyak di pasal-pasal tertentu yang itu tidak jelas, barulah masuk melawan hukum. Jadi sifat jahatnya itu atau kriminalisasinya letaknya pada melawan hukum itu, jadi izin itu administrasi ya. Memang izin itu juga … tanpa izin ini juga melawan hukum, tapi administrasinya ... tapi sifat jahatnya perbuatan itu letaknya kepada melawan hukum yang ... bagian yang Pasal 41, gitu. Ini yang pertama yang ingin saya sampaikan. Maka dalam rangka pengelolaan zakat, 32
Undang-Undang Zakat telah mengatur Lembaga Pengelolaan Zakat karena zakat mengandung unsur penarikan atau menghimpun dana masyarakat ya, sebut saja ini menghimpun dana masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan syariat Islam bagi orang Islam, maka diperlukan aturan hukum administrasi, yaitu izin dari pejabat yang berwenang untuk melakukan penarikan dana atau pengumpulan dana zakat dari masyarakat. Saya kira ini umum berlaku dalam hukum administrasi ya. Orang yang mau penarikan dana sosial pun juga harus ada izin dari Mensos, demikian juga dalam bidang pengumpulan dana untuk kegiatan ekonomi harus ada izin kementerian yang terkait. Kalau ini kebetulan terkait dengan Kementerian Agama, ya mesti ada bagian daripada kegiatan izin ini. Mengenai hal ini, saya kira nanti bidang administrasi yang bisa memberi ketegasan mengenai hal ini. Jadi adanya izin ini, dalam perspektif ini, diperlukan pertimbangan menghimpun dana masyarakat sesuai dengan hukum administrasi, dalam penarikan dana zakat atau penghimpun dana zakat ini dari masyarakat tersebut, harus ada organisasi yang jelas dan sistem pertanggungjawaban yang jelas. Berarti harus didukung dengan suatu organisasi. Saya kira sampai bagian ini, kita semua tentu saja akan mendukung ya. Adanya pertanggungjawaban keuangan negara, jelas ini sesuai dengan mekanisme yang diatur. Kemudian yang ketiga adalah ini yang saya kira ujungnya adalah mencegah terjadinya penyalahgunaan pengelolaan zakat dan jika terjadi penyalahgunaan, akan mudah meminta pertanggungjawaban hukumnya terhadap siapa, terhadap penyalahgunaan ini. Ini yang tadi saya katakan. Kalau terjadi penyalahgunaan zakat, siapa yang bertanggung jawab? Inilah yang nanti dikenakan Pasal 39 dan 40. Kita balik sekarang. Bagaimana kalau itu tidak punya organisasi? Tanpa izin, dan sebagainya? Siapa yang harus dikenakan? Jadi, kita agak membingungkan juga. Nah, itu ternyata regulasi yang seperti ini juga berlaku di dalam dunia pendidikan juga sama, mereka yang mau mendirikan suatu lembaga pendidikan, itu pun juga harus ada izin. Jadi semuanya hampir sama, gitu ya. Baik. Nah, perbuatan yang dilarang dalam konteks ini, intinya tadi sudah saya jelaskan, perbuatan penarikan oleh organisasi amil zakat tanpa seizin perbuatan yang berwenang termasuk sebagai perbuatan melawan hukum, tadi ada melawan hukum. Jadi melawan hukum itu maknanya apa? Bisa diinterpretasi di sini perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum yang tertulis, yaitu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Yang kedua adalah perbuatan tersebut tercela atau bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis, yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, khususnya masyarakat yang berhak untuk memperoleh pembagian harta zakat atau mustahik.
33
Dan C adalah perbuatan tersebut tidak baik dan tidak dikehendaki oleh masyarakat ya. Jadi, ada gradasi-gradasi perbuatan melawan hukum ya. Nanti saya akan tegaskan kembali. Yang berikutnya, sesuai dengan sifat tercelanya perbuatan organisasi amil zakat yang tidak memperoleh izin dari pejabat yang berwenang tersebut, tidak boleh beroperasi karena bertentangan dengan hukum administrasi, maka pelanggarannya dapat diselesaikan dengan cara mekanisme hukum administrasi dan dikenakan sanksi administrasi. Jadi saya ulangi lagi, Pasal 41 hubungannya dengan Pasal 38 adalah itu sanksi pidana dalam bidang administrasi, sehingga mengedepankan proses-proses administrasi atau hukum administrasi. Apabila organisasi zakat tidak memperoleh izin dari pejabat yang berwenangan tersebut, tetap beroperasi dan setelah memperoleh teguran secara wajar sesuai dengan mekanisme hukum administrasi, tetap juga menghimpun dana dari masyarakat, maka perbuatan melawan hukum administrasi tersebut bisa masuk dalam ranah hukum pidana di bidang administrasi dan dapat dikenakan sanksi pidana di bidang administrasi. Jadi oleh sebab itu, pengenaan sanksi pidana di bidang hukum administrasi tersebut dikenal dengan senjata pamungkas atau alternatif yang terakhir, ini yang sering dikenal sebagai ultimum remedium. Manakala sanksi hukum administrasi tidak lagi diperhatikan atau tidak lagi efektif. Jadi dengan demikian kekhawatiran yang disampaikan oleh teman-teman tadi tidak harus terjadi jika itu harus dipahami adalah proses admnistrasi. Yang kedua adalah itu tidak langsung begitu undang-undang dilaksanakan, sekarang bisa ditegakkan dan kriminalisasi semua juga tidak, dan tadi ada kaidah ketentuan hukum peralihan. Nah, sekarang persoalannya adalah bagaimana konstitusionalitas Pasal 41 ini? Nah, norma hukum konstitusi yang dimohonkan uji materi adalah Pasal 28 ayat (1), jadi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Sedangkan pasal ini mengatakan Pasal 38 terlebih dulu, “Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin dari pejabat yang berwenang.” Berikutnya, menurut Ahli ini tidak bertentangan atau sesuai dengan norma konstitusi dengan argumen demikian. Yang pertama, pasal tersebut adalah memberi jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum yang adil bagi wajib zakat. Jadi, wajib zakat dan juga pada mustahik zakat. Jadi kepastian hukumnya, letaknya kepada orang yang membayar zakat dan sekaligus mustahik atau orang yang menerima zakat. Sebagai pihak yang memiliki … pertama, kewajiban melaksanakan zakat. Yang kedua adalah memiliki hak hukum untuk memperoleh harta zakat.
34
Yang kedua, memberi jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang yang menjadi amil zakat. Jadi, status hukumnya menjadi jelas yang melakukan pengumpulan pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Yang ketiga, norma hukum dalam Pasal 38 tersebut termasuk sebagai norma hukum administrasi, maka penerapannya disesuaikan dengan kenyataan keadaan faktual masyarakat atau konteks masyarakat. Hukumnya, maka konten peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Zakat menjadi bagian yang penting dalam mengatur ketentuan peralihan tersebut atau masa transisi. Jadi, kami menekankan di sini adalah ada aturan hukum peralihan yang harus dilanjuti dalam bentuk peraturan pemerintah. Sinkronisasi norma Pasal 38, secara horizontal. Secara horizontal telah sesuai dengan sing … atau sinkron dengan ketentuan norma hukum administrasi bahwa menghimpun dana masyarakat diperlukan adanya izin dari pejabat yang berwenang, sehingga norma hukum yang dimuat Pasal 28 tersebut adalah konstitusional dan telah sesuai dengan … dan sinkron atau harmonis dengan norma hukum yang lain dalam bidang hukum administrasi. Dalam kaitannya dengan hukum agama, adanya lembaga pengelolaan zakat dipersyaratkan untuk memperoleh izin dari pejabat yang berwenang atau pemerintah membuktikan adanya legalisasi pengelolaan zakat oleh pemerintah sebagai bagian dari hukum takjir agar lebih memberikan manfaat yang luas kepada masyarakat. Sekarang Pasal 41, saya kira tidak perlu saya kutip. Jadi, dalam Pasal 51 ini kami garis bawahi adalah ada kata-kata sengaja melawan hukum. Sengajanya melawan hukum adalah sengaja yang melawan hukum. Dan yang ketiga yang perlu saya garis bawahi tanpa izin pejabat yang berwenang. Jadi, ini yang saya kira menjadi fokus dari mengapa perbuatan itu dikenakan sebagai pidana? Maka di dalam sanksi administrasi atau sanksi pidana dalam hukum administrasi itu memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut. Jadi, untuk mengenakan sanksi pidana itu paling tidak … pertama, mesti harus ada pelanggaran hukum administrasi. Dan pelanggaran hukum administrasi itu termasuk sebagai perbuatan melawan hukum administrasi. Melawan hukum administrasi yang dimaksud itu bisa diselesaikan administrasi … sudah selesai, selesai. Atau melawan hukum administrasi itu dapat menggerakan hukum pidana menjadi melawan hukum pidana. Jadi ada tadi kata sifat melawan hukum tadi itulah menjadi pintu masuk untuk menggerakan hukum pidana. Dan perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana dan sanksi pidana bersifat ultimum remedium. Oleh sebab itu diperlukan penegak hukum yang bijaksana. Jadi, ini persoalannya menurut saya adalah mau dikriminalisasinya kapan itu tergantung pada apa namanya … 35
perangkat aturan hukum dan juga perangkat-perangkat yang lain yang kalau itu sudah sempurna begitu, wah ini pengelolaannya sudah jalan, barulah kemudian lho kok masih juga ada pengelola-pengelola yang lain? Padahal sudah ada satu kebijakan yang tadi sudah disebutkan. Misalnya saja kebijakan itu proaktif untuk menyongsong lembagalembaga yang selama ini mengelola zakat untuk diberi izin secara misalnya kolektif dan sebagainya … dan sebagainya. Itu tergantung pada sepak terjang di dalam peraturan pemerintahan nanti. Kalau itu dilakukan, masih juga ada pengelolaan-pengelolaan itu, lah itulah yang menurut Ahli perlu dipertimbangkan dalam konteks ini. Ya, sebab kalau itu masih juga terjadi ya, ini tadi balik lagi … seharusnya maksud dari pemberdayaan tadi menjadi … atau maksud tujuan Undang-Undang Zakat itu menjadi tidak terjadi. Dan gambarannya seperti ini bahwa ruang administrasi dan ruang pidana, ini juga pernah saya sampaikan dalam ruang sidang ini, dan ini saya ingin gambarkan bahwa kedudukan sanksi administrasi itu seperti apa ini? Kalau di tengah itu ada hukum administrasi, ada satu nilai hukum yang hendak ditegakkan, maka yang lingkaran yang kedua itu yang saya sebut sebagai sanksi pidana … sanksi pidana hukum administrasi yang kategori pelanggaran, dan yang ketiga adalah sanksi pidana yang termasuk kategori kejahatan. Jadi, yang pelanggaran itu sebagai pintu masuk pada kategori kejahatan untuk menekan jangan sampai ada terjadi kejahatan, itu administrasinya. Ini gambaran saya ketika berbicara tentang hukum administrasi, sehingga kekhawatiran tadi dikriminalisasi saya kira terlalu berlebihan. Tapi, kalau nanti bicaranya lima … sepuluh tahun yang akan datang, ada kemungkinan ketika sistem ini berjalan, ada kemungkinan juga memang. Tapi, untuk sekarang mungkin karena peraturan pelaksanaannya belum juga ada, ya. Berikutnya, ini tadi gambaran juga tentang kedudukan norma hukum pidana sanksi di dalam Undang-Undang Zakat, seperti ini. Jadi, saya ingin jelaskan dalam konteks ini itulah yang gambaran tadi bahwa Pasal 41 itu yang dihubungkan dengan Pasal 38, yang dihubungkan dengan persyaratan memberi izin, itu terkait dengan Pasal 40 dan Pasal 39 … dan Pasal 40. Jadi, kalau ini dipaket sebagai sebuah paket pemikiran, saya kira tepatlah itu ya. Cuma, tadi … saya ulangi lagi, dalam pengenaan sanksi pidana Pasal 41 harus wisdom atau bijaksana karena itu ranahnya hukum administrasi. Baik, yang ingin kami catat di sini adalah mengenai ketentuan peralihan yang tadi sudah disebut, tapi saya hanya ingin memberi tegasan untuk menggambarkan bahwa konstitusional … konstitusionalitas Pasal 41 mengenai … pertama, mengenai normanya, Pasal 38. Dan yang kedua, mengenai sanksi pidananya dalam satu konteks ini harus ada proses yang disebut ada hukum peralihan. Dalam hubungannya hukum peralihan ini, maka peran peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan jadi penting. Pertama, dia mempunyai tugas yang disebut sebagai harmonisasi dan sinkronisasi 36
atau sinkronisasi dan harmonisasi dengan norma-norma hukum yang lain dengan norma yang hidup dalam masyarakat dan juga dengan praktik pengelolaan zakat selama ini ada di dalam masyarakat. Ini kata kuncinya adalah di dalam peraturan pemerintah. Dan oleh sebab itu juga peraturan pemerintah ini juga harus bijaksana juga mengatur lebih lanjut hal-hal yang diatur dalam norma hukum dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat, yang kira-kira memerlukan pengaturan lebih lanjut. Jadi mungkin inspirasi atau aspirasi di dalam ruangan ini Pemerintah dapat mencatatnya untuk dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan pemerintah. Jadi menurut Ahli, kalau di dalam permohonan itu ada disinggung rancangan pemerintah, saya kira rancangan bukanlah hukum ya, saya kira hanya sebagai wacana saja, tapi mestinya harus ada peraturan pemerintah terlebih dulu, kalau perlu nanti ada produk yang diterbitkan oleh BAZNAS terlebih dahulu, barulah makna konstitusional itu menjadi jelas. Kalau itu belum, menurut sekarang ini kita dukung kepada pertama adalah kementerian yang bertanggung jawab untuk menyiapkan naskah PP ini supaya mengadopsi semua pemikiran yang ada di sini. Yang kedua adalah peraturan-peraturan teknis yang nanti akan dilanjuti dalam produk hukum yang dibuat oleh BAZNAS. Dengan cara ini, menurut Ahli yang dikhawatirkan konsitusionalitas … yang dikhawatirkan tentang kriminalisasi tadi bisa dicegah untuk tidak terjadi seperti itu untuk yang akan datang. Saya kita kata kuncinya adalah PP dan peraturan pelaksana yang lain. Demikian yang ingin saya sampaikan pendapat Ahli. Mungkin sekedar catatan tadi selalu Ahli … yang lain tadi disinggung selalu ormas-ormas. Kalau orang hukum biasanya enggak boleh berbicara terlalu general. Ormas Islam itu yang dikutip Pasal 18 itu, supaya tidak salah di dalam memberikan interpretasi, terdaftar sebagai orgasnisasi kemasyarakatan Islam, tadi enggak disebut ya? Kalau enggak disebut itu bisa apa saja maknanya menjadi berbeda. Terima kasih, Assalamualaikum wr. wb. 58.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Sidang ini bisa segera … akan segera ditutup, tetapi kami menawarkan kepada Pemohon, dan kepada Pemerintah, maupun Majelis Ulama, dan BAZNAS, apakah semua keterangan hari ini sudah bisa dipercayakan kepada Hakim untuk diolah menjadi keputusan? Ataukah Bapak-Bapak dan Ibu masih mengusulkan diadakan sidang lagi untuk pemeriksaan lanjutan? Baik mendengar keterangan ahli maupun saksi-saksi yang ingin dihadirkan? Pemohon?
37
59.
KUASA HUKUM PEMOHON: EVI RISMA YANTI Terima kasih, Majelis. Kami mohon agar sidang ini diperpanjang, Majelis. Kerena kami masih akan menghadirkan 4 orang saksi ahli lagi untuk didengar kesaksiannya. Terima kasih.
60.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya. Baik, kalau begitu sidang sekaligus memberi kesempatan kepada Pemerintah, dan Majelis Ulama, dan BAZNAS untuk menghadirkan saksi atau ahli. Tentu tidak harus, tapi hanya kami memberi kesempatan karena sidang tetap akan dibuka lagi untuk melengkapi keterangan saksi dan atau ahli yang diajukan oleh Pemohon pada hari Rabu, tanggal 24 Oktober 2012 … Rabu, 24 Oktober 2012, pukul 11.00 WIB, di ruangan ini. Sidang hari ini ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKU 13.12 WIB
Jakarta, 17 Oktober 2012 Kepala Sub Bagian Risalah,
Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
38