1
DRAF MODUL PEMBELAJARAN PRAKTIKUM MATAKULIAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM AGRIBISNIS TAHUN PELAJARAN 2011 / 2012
Oleh : TIM ASISTEN PRAKTIKUM MATAKULIAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM AGRIBISNIS TAHUN PELAJARAN 2011 / 2012
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011
2
DAFTAR ISI
I. PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN 1.1 Memahami Kemiskinan ............................................................................................ 4 1.2 Memahami Pembangunan......................................................................................... 11 1.3 Memahami Pemberdayaan ........................................................................................ 14
II. TEKNIK FASILITASI PETANI 2.1 Pengertian Fasilitasi Petani ...................................................................................... 20 2.2 Tujuan Fasilitasi Petani ............................................................................................ 21 2.3 Prinsip-Prinsip Fasilitasi Petani ............................................................................... 21 2.4 Teknik Fasilitasi Petani ............................................................................................ 21 2.5 Tim Fasilitator........................................................................................................... 21 2.6 Manfaat Tim Fasilitator ............................................................................................ 21 2.7 Tugas dan Fungsi Tim Fasilitator ............................................................................. 22 2.8 Peran Fasilitator ........................................................................................................ 22 2.9 Upaya Membangun Tim Fasilitator .......................................................................... 22 2.10 Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Tim Fasilitator ................................................. 23
III. GENDER 3.1 Pengertian Gender..................................................................................................... 25 3.2 Ketimpangan Gender ................................................................................................ 26 3.3 Kesetaraan Gender .................................................................................................... 28 3.4 Pembagian Kerja atau Pembagian Peran Berdasarkan Gender ................................ 29 3.5 Teori Gender ............................................................................................................. 30 3.6 Teknik Analisis Gender ............................................................................................ 31 3.7 Pemberdayaan Dalam Perspektif Kesetaraan Gender............................................... 33 3.8 Pemberdayaan Perempuan ........................................................................................ 37
IV. PERENCANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN 4.1 Strategi Perencanaan ................................................................................................. 40 4.2 Prosedur Perencanaan ............................................................................................... 41
3
4.3 Pelaksanaan ............................................................................................................... 42 4.4 Pengendalian, Pengawasan dan Evaluasi.................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1. Contoh pelaksanaan program pemberdayaan 2. Teknik PRA 3. Contoh Kasus Gender (Bhutan dan Nepal)
4
I. PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah
memahami
mahasiswa
mampu
mengenali
konsep–konsep
kemiskinan, pembangunan dan pemberdayaan secara menyeluruh.
Sub Pokok Bahasan 1. Memahami kemiskinan 2. Memahami pembangunan 3. Memahami pemberdayaan
Waktu 2 x 45 menit
Lembar Kerja Melatih No Langkah Kerja Melatih
Metode
Alat dan Bahan
Waktu (menit)
1.
Ciptakan suasana kesiapan
Ice breaking
-
5
berlatih 2.
Tayangkan TPK (sub bab 1.1)
-
Ceramah
-
Papan tulis
berikan ulasan dan minta peserta
-
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
-
Papan tulis
-
Alat tulis
untuk menanggapi dan
10
menyetujui 3.
Gali pendapat peserta tentang pemahaman terhadap kemiskinan -
Tuliskan pendapat peserta di papan tulis (tanpa dikomentari dan diubah)
-
Garis bawahi kata-kata kunci dari pendapat peserta yang dianggap mendekati
Curah pendapat
15
5
pengertian yang benar -
Minta salah satu peserta untuk menyimpulkan hasil curah pendapat
4.
Rumuskan hasil pendapat peserta
-
Ceramah
-
Papan tulis
dan selanjutnya tayangkan slide
-
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
-
Papan tulis
-
Alat tulis
sehubungan dengan konsep
10
pembangunan (sub bab 1.2) 5.
Gali pendapat peserta tentang
Curah pendapat
konsep pembangunan -
15
Tuliskan pendapat peserta di papan tulis (tanpa dikomentari dan diubah)
-
Garis bawahi kata-kata kunci dari pendapat peserta yang dianggap mendekati pengertian yang benar
-
Minta salah satu peserta untuk menyimpulkan hasil curah pendapat
6.
Rumuskan hasil pendapat peserta
-
Ceramah
-
Papan tulis
dan selanjutnya tayangkan slide
-
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
-
Papan tulis
-
Alat tulis
sehubungan dengan konsep
10
pemberdayaan (sub bab 1.3) 7.
Gali pendapat peserta tentang konsep pemberdayaan. -
Tuliskan pendapat peserta di papan tulis (tanpa dikomentari dan diubah)
-
Garis bawahi kata-kata kunci dari pendapat peserta yang dianggap mendekati
Curah pendapat
15
6
pengertian yang benar -
Minta salah satu peserta untuk menyimpulkan hasil curah pendapat
8.
Rumuskan hasil pendapat peserta -
Ceramah
-
Papan tulis
dan bahas bersama peserta
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
-
10
1.1 Memahami Kemiskinan • Kemiskinan dapat didefinisikan dalam hal kebutuhan dasar. • Kemiskinan relatif merupakan kondisi di mana kebutuhan dasar terpenuhi, tetapi di mana ada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang dirasakan di samping kebutuhan dasar. • Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan dalam lima bagian: 1. kurangnya kecenderungan modernisasi 2. keterbatasan fisik 3. birokrasi menyesakkan 4. ketergantungan negara dunia ketiga 5. eksploitasi oleh elit local
Penyebab kemiskinan buta huruf
berpenghasilan rendah
kekurangan air bersih
pembuangan yang buruk
kurangnya tranport
rendah produktivitas
kemalasan
kelebihan populasi
perumahan miskin
keterbelakangan
kelaparan
percaya takhayul
kekeringan / banjir
hutang
korupsi
kurangnya pasar
ketidakpercayaan
pengangguran
tradisi
kurangnya inisiatif
kurangnya keterampilan
kekurangan modal
kurangnya kerjasama
kurangnya industri
7
• Lingkaran setan kemiskinan dan penyakit
penyakit
Kurangnya fasilitas kesehatan
Kurangnya air bersih
Prioritas yang salah arah
Sanitasi yang buruk
Kesehatan yang buruk
Takhayul/tradisi
Kurangnya pengetahuan Produksi rendah
Rendahnya perpajakan Rendahnya pendapatan
8
• Tingkatan yang lebih dari lingkaran setan kemiskinan dan penyakit
Kurangnya pendidikan keaksaraan -
-
Tidak memadainya dan tidak kesesuaian system pendidikan ketidakmampuan untuk mensponsori program keaksaraan
Rendahnya perpajakan
-
Kurangnya biaya sekolah
Kurangnya pendidikan Kurangnya keterampilan Kurangnya kesadaran Kurangnya percaya diri Kurangnya inovasi Ketergantungan berfikir
Rendahnya produksi dan produktivitas
Rendahnya pendapatan
• Analisa Meledaknya populasi pada keluarga besar Kekurangan lahan
Kurangnya keluarga berencana
Rendahnya pengetahuan dan kesadaran
Merasa perlu banyaknya tenga kerja
keaksaraan
Rendanya tingkat produksi dan produktivitas
Rendahnya pendapatan
Rendahnya investasi pada pendidikan
9
• Lingkaran setan dari kendala ekonomi Kurangnya pendapatan
Kurangnya aset
Kurangnya kerja Rendahnya keuntungan Kurangnya tabungan
Rendahnya tingkat produksi
Rendahnya prodiktivitas
Pinjaman bunga tinggi
Kurangnya kredit
Kurangnya modal
Rendahnya investasi Kurangnya keterampilan
• Penyebab kemiskinan dari segi fisik Local Nasional - Miskin tanah - Kehancuran lahan - Curah hujan yang - Deforestasi tidak bisa - Erosi diandalkan - Penggembalaan - Kurangnya air ternak yang permukaan berlebihan - Kurangnya sumber - Kurangnya sumber daya alam energi - Medan yang tidak menguntungkan
Internasional - Penyakit tropis vector - Daratan bangsa
• Penyebab kemiskinan dari segi sosial Local Nasional - Kurangnya - Perbedaan etnis pengetahuan - Kelas social - Kurangnya - Korupsi keterampilan - Kesalahan - Kurangnya kesadaran kepengurusan
Internasional - Neo kolonialisme - Prasangka rasial
10
-
Kurangnya kerjasama Misdirected priorities: - Konsumsi yang tidak penting (minum, rokok) - Ketergantungan berfikir - Kurangnya inisiatif - resistensi terhadap perubahan - kepercayaan tradisional - keyakinan agama - ketidakpercayaan - korupsi - kecemburuan dan ketakutan - divisi dan tenaga kerja - keluarga besar
-
Warisan colonial
-
kerusakan lahan deforasi erosi pengembalaan ternak yang berlebih kurangnya program keluarga berencana ketidaksesuaian kurikulum sekolah rendahnya pelayanan sosial
-
• Penyebab kemiskinan dari segi politik Local Nasional - kurangnya - ketidakstabilan lembaga politik pemerintah daerah - perang saudara - sektarianisme - kurangnya - nepotisme keputusan demokratis - kurangnya hukum dan ketertiban - kurangnya minat dalam - korupsi masyarakatnya - kurangnya miskin partipation lokal - warisan - kurangnya kolonialisme pendidikan politik korupsi dan nepotisme - -kurangnya administrasi yang baik - kerusakan sistem hukum
Internasional - neokolonialsme - timur barat blok politik - persaingan nasional - pengungsi
11
• Penyebab kemiskinan dari segi ekonomi Local - kekurangan modal - kurangnya tabungan - kurangnya kredit - kurangnya tenaga kerja terampil - kurangnya manajemen - kurangnya pengusaha - kurangnya fasilitas penyimpanan - kurangnya alat dan peralatan - eksploitasi oleh pedagang
National Internasional - inflasi - neokolonialisme - pusat pemasaran - fluktuasi harga komoditas - kurangnya keuangan - tarif dan kuota tanaman - praktek perdagangan yang tidak adil - akhir pembayaran kepada produsen - utang eksternal - rendah harga produsen tanaman ekspor - innfficient parastatal industri - kurangnya permintaan efektif - kurangnya transportasi dan komunikasi
1.2 Memahami Pembangunan Teori Modernisasi Pembangunan •
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi menjadi identik dengan kemajuan dan tingkat peradaban yang lebih tinggi. Pertumbuhan dilihat sebagai proses alami yang dapat dipelihara melalui penerapan input yang benar dan tepat waktu.
•
Pembangunan pada dasarnya adalah meningkatkan tingkat kotor tabungan dan investasi (baik internal dan eksternal, swasta dan negara) sampai perekonomian mencapai titik puncak untuk pembangunan yang mandiri.
•
Pertumbuhan ekonomi adalah masalah sederhana untuk menerapkan tingkat yang tepat dari investasi setelah memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk, modal, rasio output dan tingkat pertumbuhan yang diinginkan. Kombinasi tabungan domestik, investasi internasional dan bantuan internasional
dapat
menjadi modal untuk mendorong proses melalui tahap-tahap pertumbuhan yang akhirnya akan membawa manfaat modernisasi ke seluruh penduduk.
12
Teori Keterbelakangan Pembangunan •
Teori ini pada tingkat teoritis telah gagal membangun teori pembangunan secara mandiri.
•
Menurut Hettne (1982) : Begitu banyak tekanan ditempatkan pada hambatan eksternal untuk masalah pembangunan dan bagaimana untuk memulai proses pembangunan. Bahkan orang akan mendapatkan kesan bahwa perspektif pembangunan tersirat dalam teori ketergantungan adalah model modernisasi diterapkan ke ekonomi nasional telah terisolasi.
•
Industrialisasi melalui subtitusi impor sulit karena sempitnya pasar internal dan masih perlu mengimpor teknologi dan faktor produksi lain, terutama minyak bumi yang diperlukan dalam jumlah besar. Perencanaan dan intervensi negara yang diciptakan, dalam banyak kasus telah melumpuhkan dan membuat tidak efisien hal tersebut.
Saling Ketergantungan Global •
Tanggapan terhadap penurunan teori ketergantungan tidak sesederhana modernisasi klasik dan pembangunan melalui pertumbuhan, melainkan ke arah upaya untuk menentukan pendekatan yang lebih universal untuk pengembangan hubungan yang kompleks antara kedua pengembangan pusat dan perifer, dalam kata lain menekankan ketergantungan global.
Ecodevelopment •
Ecodevelopment adalah gaya pembangunan yang di setiap wilayah memberikan solusi spesifik untuk masalah tertentu dalam hal budaya, keadaan lingkungan, keberlanjutan serta kebutuhan mendesak. Oleh karena itu, adaptasi terhadap lingkungan memainkan peran penting. Dalam pendekatan normatif pemikiran pembangunan alternatif, ecodevelopment mengakui batas luar terhadap pertumbuhan ekonomi tanpa batas dan eksploitasi lingkungan.
Pelaku Pembangunan •
Merupakan suatu proses dimana individu membangun diri sendiri, dan menjadi lebih percaya diri, mandiri, kooperatif dan toleran lainnya melalui menyadari nya / kekurangan serta / potensinya untuk positif perubahan. Hal ini terjadi
13
melalui bekerja dengan orang lain, keterampilan, pengetahuan, dan partisipasi aktif dalam pembangunan ekonomi, sosial dan politik dari komunitas mereka. Pembangunan Ekonomi •
Pembangunan ekonomi adalah proses dimana seseorang membangun melalui individu mereka sendiri dan / atau bergabung dengan usaha meningkatkan produksi untuk konsumsi langsung dan memiliki surplus untuk menjual secara tunai. Ini mensyaratkan bahwa masyarakat sendiri yang menganalisis masalah, mengidentifikasi sebab-sebab, menetapkan prioritas mereka dan memperoleh pengetahuan baru. Hal ini juga mengharuskan mereka untuk mengatur mereka dalam mengkoordinasikan dan memobilisasi penerapan efektif dari semua faktor-faktor produksi yang mereka miliki.
Pembangunan Politik •
Pembangunan politik adalah sebuah proses perubahan bertahap dari waktu ke waktu di mana orang meningkatkan kesadaran mereka akan kemampuan mereka sendiri, hak dan tanggung jawab mereka, dan menggunakan pengetahuan ini untuk mengatur diri mereka sendiri sehingga untuk mendapatkan kekuatan politik yang nyata dalam rangka yaitu : (1) untuk berpartisipasi pengambilan keputusan di tingkat lokal dan untuk memilih pemimpin nya sendiri dan perwakilan pada tingkat yang lebih tinggi pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat. (2) untuk merencanakan dan berbagi kekuasaan demokratis. (3) untuk membuat dan sumber daya komunal alloate merata (cukup) dan efisien di antara individu kelompok.
Pembangunan Sosial •
Dalam konteks pembangunan sosial yang mengacu pada investasi dan jasa yang dilakukan atau disediakan oleh masyarakat untuk kepentingan bersama masyarakat baik sebagai sebuah desa, kabupaten atau bangsa. Ini mungkin termasuk pelayanan kesehatan dan fasilitas, pendidikan, pasokan air, energi, sistem transportasi, komunikasi. Layanan tersebut tentu saja diberikan oleh individu atau perusahaan, dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan dari ekuitas dan regulasi.
14
•
Hubungan antara sosial, ekonomi dan pembangunan politik dapat diilustrasikan sebagai dua kolom mewakili pembangunan ekonomi dan politik dan balok yang mewakili perkembangan sosial di mana tergantung pada dukungan dari dua kolom yang pada gilirannya bersandar pada landasan pengembangan pribadi.
1.3 Memahami Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, sekarang telah banyak diterima, bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur di dunia barat. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Sosial di Kopenhagen Tahun 1992 juga
telah
memuatnya
dalam
berbagai
kesepakatannya.
Namun,
upaya
mewujudkannya dalam praktek pembangunan tidak selalu berjalan mulus. Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak meyakini bahwa konsep pemberdayaan merupakan alternatif pemecahan terhadap dilema-dilema pembangunan yang dihadapi. Lebih lanjut, disadari pula adanya berbagai bias terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai suatu paradigma baru pembangunan. Sebagai
proses,
pemberdayaan
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
memperkuat dan atau mengoptimalkan keberdayaan (dalam arti kemampuan dan atau kemampuan bersaing) kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individuindividu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai proses pemberdayaan merujuk kepada kemampuan, untuk berpartisipasi untuk memperoleh kesempatan dan atau mengakses sumberdaya dan layanan yang diperlukan guna memperbaiki mutu hidupnya (baik secara individual, kelompok dan masyarakat dalam arti luas).
Pemberdayaan
dapat
diartikan
sebagai
proses
terencana
guna
meningkatkan skala/upgrade utilitas dari obyek yang diberdayakan. 1.3.1 Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat: Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat : a. people-centered, b. participatory,
15
c. empowering, and d. sustainable. (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996) Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan dimasa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedmann (1992) disebut alternative development, yang menghendaki “inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity”. Konsep
pemberdayaan
tidak
mempertentangkan
pertumbuhan
dengan
pemerataan, karena seperti dikatakan oleh Donald Brown (1995), keduanya tidak harus diasumsikan sebagai “incompatible or antithetical”. Konsep ini mencoba melepaskan diri dari perangkap “zero-sum game” dan “trade off”. Ia bertitik tolak dari pandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh Kirdar dan Silk (1995), “the pattern of growth is just as important as the rate of growth”. Yang dicari adalah seperti dikatakan Ranis, “the right kind of growth”, yakni bukan yang vertikal menghasilkan “trickle-down”, seperti yang terbukti tidak berhasil, tetapi yang bersifat horizontal (horizontal flows), yakni “broadly based, employment intensive, and not compartmentalized” (Ranis, 1995). Hasil pengkajian berbagai proyek yang dilakukan oleh International Fund for Agriculture Development (IFAD) menunjukkan bahwa dukungan bagi produksi yang dihasilkan masyarakat di lapisan bawah telah memberikan sumbangan pada pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan investasi yang sama pada sektor-sektor yang skalanya lebih besar. Pertumbuhan itu dihasilkan bukan hanya dengan biaya lebih kecil, tetapi dengan devisa yang lebih kecil pula (Brown, 1995). Hal terakhir ini besar artinya bagi negara-negara berkembang yang mengalami kelangkaan devisa dan lemah posisi neraca pembayarannya.
16
Lahirnya
konsep
pemberdayaan
sebagai
antitesa
terhadap
model
pembangunan yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut : a. bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi; b. pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran; c. kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan sistem ideologi yang manipulative untuk memperkuat legitimasi; dan d. pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya (Prijono dan Pranarka, 1996). Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan
pembebasan
melalui
proses
pemberdayaan
bagi
yang
lemah
(empowerment of the powerless). Alur pikir di atas sejalan dengan terminologi pemberdayaan itu sendiri atau yang dikenal dengan istilah empowerment yang berawal dari kata daya (power). Daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam tetapi dapat diperkuat dengan unsur–unsur penguatan yang diserap dari luar. Ia merupakan sebuah konsep untuk memotong lingkaran setan yang menghubungkan power dengan pembagian kesejahteraan. Keterbelakangan dan kemiskinan yang muncul dalam proses pembangunan disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pemilikan atau akses pada sumber–sumber power. Proses historis yang panjang menyebabkan terjadinya power dis powerment, yakni peniadaan power pada sebagian besar masyarakat, akibatnya masyarakat tidak memiliki akses yang memadai terhadap akses produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang memiliki power. Pada gilirannya keterbelakangan secara ekonomi menyebabkan mereka makin jauh dari kekuasaan. Begitulah lingkaran setan itu berputar terus. Oleh karena itu, pemberdayaan bertujuan dua arah. Pertama, melepaskan belenggu kemiskinan, dan keterbelakangan. Kedua, memperkuat posisi lapisan masyrakat dalam struktur ekonomi dan kekuasaan.
17
Secara
konseptual,
pemberdayaan
masyarakat
adalah
upaya
untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan, menurut : 1. Prijono dan Pranarka (1996), manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal. 2. Sumodiningrat (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. 3. Mubyarto (1998) menekankan bahwa : terkait erat dengan pemberdayaan ekonomi rakyat, dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia (di pedesaan), penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan system pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Upaya pemberdayaan masyarakat ini kemudian pada pemberdayaan ekonomi rakyat. Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, tentunya memiliki keberdayaan yang tinggi. Keberdayaan masyarakat merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Keberdayaan masyarakat itu sendiri menjadi sumber dari apa yang di dalam wawasan politik disebut sebagai ketahanan nasional. Artinya bahwa
18
apabila masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, maka hal tersebut merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional. Dalam kerangka pikir inilah upaya memberdayakan masyarakat pertama-tama haruslah dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian akan punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkah langkah lebih positif, Selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan ini meliputi langkahlangkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya (Kartasasmita, 1996). Dengan demikian, pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-lain yang merupakan bagian pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri.
Pertanyaan : 1. Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan, pembangunan, penyuluhan? 2. Sebut dan jelaskan penyebab kemiskinan? 3. Gambarkan lingkaran setan kemiskinan dari kendala ekonomi! 4. Apa yang dimaksud dengan pembangunan dan jelaskan hubungan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi! 5. Apa yang dimaksud dengan pelaku pembangunan?
19
II. TEKNIK FASILITASI PETANI Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah selesai berlatih peserta mampu: 1) Menyebutkan pengertian dan mejelaskan tujuan, prinsip-prinsip serta teknik fasilitasipetani . 2) Menyebutkan pengertian, manfaat dan hal-hal yang harus diperhatikan oleh tim fasilitator serta menjelaskan tugas, fungsi dan peran serta upaya membangun tim fasilitator yang kompak. 3) Menyebutkan pengertian, manfaat, prinsip-prinsip dan jenis-jenis alat abntu pembelajaran serta menjelaskan dasar pertimbangan dan penggunaan alat bantu pembelajaran.
Sub Pokok Bahasan 1. Pengertian, Tujuan dan Prinsip-Prinsip Teknik Fasilitasi Petani 2. Pembentukan Tim Fasilitator 3. Pemilihan Penggunaan Alat Bantu Pembelajaran
Waktu 2 x 45 menit
Lembar Kerja Melatih No Langkah Kerja Melatih
Metode
Alat dan Bahan
Waktu (menit)
1.
Ciptakan suasana kesiapan
Ice breaking
-
10
berlatih 2.
Tayangkan TPK keseluruhan
-
Ceramah
-
Papan tulis
bab2, berikan ulasan dan minta
-
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
-
Papan tulis
-
Alat tulis
peserta untuk menanggapi dan
30
menyetujui 3.
Gali pendapat peserta tentang materi bab2.
Curah pendapat
30
20
-
Tuliskan pendapat peserta di papan tulis (tanpa dikomentari dan diubah)
-
Garis bawahi kata-kata kunci dari pendapat peserta yang dianggap mendekati pengertian yang benar
-
Minta salah satu peserta untuk menyimpulkan hasil curah pendapat
4.
Rumuskan hasil pendapat peserta
-
Ceramah
-
Papan tulis
dan bahas bersama peserta
-
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
5.
Persiapan simulasi
Ice Breaking
-
6.
Simulasi 1
-
-
Papan tulis
-
Alat tulis
-
Alat bantu
Diskusi
20
10 80
simulasi 7.
Persiapan simulasi
Ice breaking
-
8.
Simulasi 2
-
-
Papan tulis
-
Alat tulis
-
Alat bantu
Diskusi
5 80
simulasi 9.
Evaluasi
-
Ceramah
-
Papan tulis
-
Alat tulis
5
2.1 Pengertian Fasilitasi Petani Fasilitasi petani adalah proses belajar antar sesama anggota masyarakat (dalam hal ini petani) yang dicirikan oleh adanya penyuluh atau pemandu yang dipilih dari oleh petani setemapt secara demokrasi
21
2.2 Tujuan Fasilitasi Petani: Mengubah sikap,
keterampilan dan pengetahuan petani agar
mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan bekerjasama dengan semua pihak.
2.3 Prinsip-prinsip Fasilitasi Petani: 1. Mengutamakan yang terabaikan 2. Pemberdayaan masyarakat 3. Masyarakat sebagai pelaku 4. Saling belajar dan menghargai perbedaan 5. Santai dan informal 6. Triangulasi 7. Mengoptimalkan hasil 8. Belajar dari kesalahan dan terbuka
2.4 Teknik Fasilitasi Petani: 1. Membangun dinamika kelompok 2. Berkomunikasi secara efektif 3. Keterampilan menangani orang yang “sulit”
2.5 Tim Fasilitator Tim Fasilitator adalah tim kerja yang dapat memfasilitasi/membimbing dalam proses belajar secara tim denga metode pembelajaran dimana perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proses belajar dilakukan oleh 2 (dua) orang Pembina atau lebih.
2.6 Manfaat Tim Fasilitator: 1. Informasi lebih lengkap 2. Menghindari suasana bosan 3. Lingkup kerja lebih ringan (ada pembagian tugas) 4. Meningkatkan kemampuan pelatih “Junior” 5. Memotivasi anggota tim
22
6. Anggota tim sebagai penengah
2.7 Tugas dan Fungsi Tim Fasilitator: 1. Menyediakan suatu proses pembelajaran 2. Memfokuskan pada proses dengan tidak meninggalkan isi proses pembelajaran 3. Bertanggungjawab adanya komunikasi yang baik 4. Menentukan bahwa semua peserta puas dan berkomitmen dengan keputusan yang diambil 5. Mendukung perserta dalam berpikir kritis 6. Berperan dalam memberikan ide-ide atau alternatif pemecahan konflik
2.8 Peran Fasilitator: 1. Mengarahkan peserta 2. Memberi dorongan kepada peserta 3. Mengaktifkan dan membangkitkan semangat peserta 4. Membantu menyelesaikan konflik 5. Membantu peserta dalam berpikir kritis 6. Membantu dan menumbuhkan kerjasama antar peserta 7. Membantu dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan kegiatan petani
2.9 Upaya Membangun Tim Fasilitator: 1. Menciptakan komunikasi antar tim fasilitator dengan baik 2. Mengkondisikan
dirinya
memiliki:
empati,
kehangatan,
keterbukaan, rasa hormat dan penghargaan 3. Memahami karakter masing-masing anggota tim 4. Memahami kekurangan dan kelebihan dari setiap anggota tim 5. Menciptakan kerjasama yang baik antar anggota tim 6. Mempunyai jiwa saling membantu antar anggota tim 7. Dapat mengatasi perbedaan pendapat antar anggota tim
perhatian,
23
2.10 Hal-hal yang Harus Diperhatikan Tim Fasilitator: 1. Menciptakan suasana keterbukaan dan keakraban serta tidak menggurui 2. Menciptakan suasana belajar yang kondusif 3. Menggunakan bahasa yang sederhana 4. Dapat membaca situasi dalam proses pembelajaran 5. Menguasai materi dan megarahkan diskusi 6. Sabar, bersikap ramah dan santai tapi dinamis 7. Memotivasi peserta 8. Menghargai pendapat peserta 9. Menyimpulkan hasil pembelajaran
Pertanyaan : 1. Apa pengertian fasilitasi petani beserta tujuannya! 2. Sebutkan prinsip-prinsip fasilitasi petani! 3. Sebut dan jelaskan manfaat tim fasilitator! 4. Sebutkan tugas dan peran tim fasilitator! 5. Apa saja yang harus diperhatikan untuk membangun tim fasilitator!
24
III. GENDER
Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah memahami dan berlatih mahasiswa mampu menerapkan konsep-konsep gender khususnya pada upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat khususnya di bidang pertanian.
Sub Pokok Bahasan 1. Pengertian gender 2. Ketimpangan gender 3. Kesetaraan gender 4. Pembagian Kerja atau Pembagian Peran Berdasarkan Gender 5. Teori gender 6. Teknik analisis gender 7. Pemberdayaan dalam perspektif kesetaraan gender 8. Pemberdayaan perempuan
Waktu 2 x 45 menit
Lembar Kerja Melatih No Langkah Kerja Melatih
Metode
Alat dan Bahan
Waktu (menit)
1.
Ciptakan suasana kesiapan
Ice breaking
-
10
berlatih 2.
Tayangkan TPK keseluruhan bab
-
Ceramah
-
Papan tulis
3 berikan ulasan dan minta
-
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
-
Papan tulis
-
Alat tulis
peserta untuk menanggapi dan
30
menyetujui 3.
Gali pendapat peserta tentang materi bab3. -
Tuliskan pendapat peserta
Curah pendapat
30
25
di papan tulis (tanpa dikomentari dan diubah) -
Garis bawahi kata-kata kunci dari pendapat peserta yang dianggap mendekati pengertian yang benar
-
Minta salah satu peserta untuk menyimpulkan hasil curah pendapat
4.
Rumuskan hasil pendapat peserta
-
Ceramah
-
Papan tulis
dan bahas bersama peserta
-
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
3.1 Pengertian Gender •
(John M echols dan Hassan Sadhily,dalam Monser 1995). Secara umum pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki- laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai tingkah laku.
•
Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki- laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat. •
Didalam buku sex and gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan- harapan budaya terhadap laki- laki dan perempuan. Misalnya saja perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sementara lelaki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Ciri- ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat diperlukan misalnya ada laki- laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat- sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih, 1999)
•
Seorang ahli lain mendefinisikan gender sebagai suatu tindak tanduk yang sesuai dengan jenis seks tertentu pada masyarakat pada waktu tertentu (Lener,
20
26
1986 dalam Wijaya, 1994). Dengan demikian gender menggariskan laki- laki tidak sama dengan perempuan dari berbagai dimensi. Dimensi ini dapat menjadi faktor daftar yang panjang seperti misalnya waktu, tempat, kultur, bangsa, peradapan, adat, tugas, verbalisasi, persepsi dan aspirasi. •
Heddy Shri Ahimsha Putra (dalam wijaya, 1994) memperkuat istilah mengenai gender yaitu gender dapat dibedakan kedalam beberapa pengertian berikut ini. Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu. Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya. Gender sebagai suatu kesadaran sosial. Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya. Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis. Gender sebagai sebuah perspektif untuk memendang kenyataan.
Menurut Sukesi, 2002 (dalam penelitian Dewi, 2004) faktor- faktor yang mempengaruhi bias gender dalam pembangunan pertanian adalah : 1. Kondisi ekonomi secara umum (kemiskinan, inflasi, distribusi pendapatan, dan lain- lain. 2. Struktur Kelembagaan (birokrasi, teknologi, skill) 3. Demografi 4. Sosio Kultural 5. Norma- norma masyarakat dan keagamaan 6. Pendidikan dan pelatihan 7. Faktor politik Menurut Widodo, 2003 faktor sosial budaya adalah maslah sosial budaya yang menyebabkan adanya bias gender, sedangkan faktor agama adalah faktor yang berkaitan dengan pemahaman agama yang menyebabkan bias gender. Faktor ekonomi adalah faktor yang berkaitan dengan aspek ekonomi dalam masyarakat yang menyebabkan terjadinya bias gender.
3.2 Ketimpangan Gender Gender differences (perbedaan gender) sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan
gender inequalities (ketidakadilan gender).
Namun, yang menjadi masalah adalah ternyata gender differences ini telah menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki maupun bagi
27
kaum perempuan utamanya. Secara biologis (kodrat) kaum perempuan dengan organ reproduksinya dapat hamil, melahirkan dan menyusui, kemudian muncul gender role (peran gender) sebagai perawat, pengasuh dan pendidik anak. Dengan demikian, gender role dianggap tidak menimbulkan masalah dan tidak perlu digugat.
Namun, yang menjadi masalah dan perlu ditanyakan adalah
struktur gender inequalities yang ditimbulkan oleh gender role dan gender differences. Gender inequalities (ketidakadilan gender) merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Dengan demikian agar dapat memahami perbedaan gender yang menyebabkan ketidakadilan.
Menurut Mansour Fakih (1999:12) dalam laporan penelitian
Prahastiwi Utari (2008:7) ketidakadilan tersebut termanifestasi dalam bentuk : •
Marginalisasi Dapat juga dikatakan sebagai proses pemiskinan ekonomi. Hal ini merupakan perlakuan diskriminatif yang dapat bersumber dari kebijakan pemerintah. Terjadi dalam kultur, birokrasi maupun program-program pembangunan. Kaum perempuan dalam kondisi semacam itu secara sistematis disingkirkan dan dimiskinkan. Misal untuk konsep kepala keluarga, hanya laki-laki yang diakui, sehingga tidak memberi ruang bagi perempuan untuk diberi kesempatan menggunakan atau diikutkan dalam kegiatankegiatan tersebut.
•
Subordinasi Merupakan suatu pandangan/keyakinan yang menganggap bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama disbanding jenis kelamin lainnya. Di sini perempuan umumnya masuk dalam kategori kelompok yang dianggap tidak penting. Perempuan tersubordinat kebanyakan karena faktor-faktor konstruksi sosial. Anggapan perempuan adalah irrasional atau emosional menyebabkan mereka tidak layak menjadi pemimpin, memunculkan sikap menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Perempuan diindentikkan hanya cocok dengan pekerjaan-pekerjaan yang memang dianggap pantas hanya dilakukan oleh perempuan. Bentuk menonjol dari subordinasi ini adalah bahwa pekerjaan perempuan yang dikategorikan
28
pekerjaan reproduksi dianggap rendah dari pekerjaan produksi yang dilakukan laki-laki. •
Stereotipe Adalah pelabelan atau penandaan tertentu terhadap perempuan yang berakibat kepada ketidakadilan, sehingga sering disebut sebagai pelabelan negatif. Dengan adanya pelabelan negatif ini banyak tindakan-tindakan perempuan seolah merupakan suatu kodrat yang tidak pantas atau layak dilakukan perempuan. Misalnya, perempuan tidak pantas bekerja di luar rumah, karena perempuan itu lembut maka pantasnya hanya bekerja di dalam rumah. Pelabelan seperti ini mengakibatkan keterbatasan perempuan untuk bekerja di luar rumah.
•
Violence (kekerasan) Adalah suatu serangan terhadap fisik atau psikologis seseorang. Salah satu yang diyakini menjadi sumber dari kekerasan adalah apa yang disebut sebagai gender-related violence. Berbagai kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan gender dapat terjadi mulai dari tingkatan sosial paling rendah dalam hal ini rumah tangga, sampai pada jenjang yang lebih tinggi dalam hal ini negara dan tafsir agama.
•
Beban Pekerjaan Ganda Karena adanya anggapan kaum perempuan bersifat memelihara, rajin dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, maka semua pekerjaan domestik menjadi tanggungjawab perempuan. Perempuan karenanya menerima beban pekerjaan ganda selain bertanggungjawab pada urusan domestik, juga harus bertanggungjawab pada urusan ikut membantu mencari nafkah keluarga.
3.3 Kesetaraan Gender Kesetaraan gender adalah seperti sebuah frase (istilah) ‘suci’ yang sering diucapkan oleh para aktivis sosial, kaum feminis, politikus bahkan hampir oleh para pejabat negara. Istilah kesetaraan gender dalam tataran praktis, hampir selalu diartikan sebagai kondisi ‘ketidaksetaraan’ yang dialami oleh para wanita. Maka istilah kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-istilah diskriminasi
29
terhadap perempuan, seperti ; subordinasi, penindasan, kekerasan dan semacamnya (R. Megawangi, 1999:19 dalam Riant Nugroho, 2008:27). Konsep kesetaraan gender ini memenag merupakan suatu konsep yang sangat rumit dan mengundang kontroversial. Hingga saat ini belum ada konsensus mengenai pengertian dari kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ada yang mengatakan bahwa kesetaraan yang dimaksud adalah persamaan hak dan kewajiban, yang tentunya masih belum jelas. Kemudian ada pula yang mengartikannya dengan konsep mitra kesejajaran antara laki-laki dan perempuan, yang juga masih belum jelas artinya. Sering juga diartikan bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam melakukan aktualisasi diri, namun harus sesuai dengan kodratnya masing-masing (Riant Nugroho, 2008:27).
3.4 Pembagian Kerja atau Pembagian Peran Berdasarkan Gender Pembagian peran gender adalah kerja atau peran yang diwajibkan oleh masyarakat kepada perempuan dan laki-laki, baik di dalam rumah maupun di dalam komunitas. Di dalam keluarga, perempuan diwajibkan berperan utama mengerjakan tugas-tugas kerumahtanggaan seperti mengurus anak dan suami serta anggota rumah tangga lainnya seperti orangtua yang telah berusia lanjut; memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan sebagainya; mengajarkan anakanak akan nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Laki-laki berkewajiban melindungi anggota keluarga dan mencarikan nafkah untuk semua anggota keluarganya. Membahas pembagian kerja atau pembagian peran berdasarkan gender ini seyogyanya dilakukan berdasarkan pengalaman nyata dari masing-masing jenis kelamin. Hasil pembahasan akan memperlihatkan bahwa perempuan mengalami jam kerja yang lebih panjang (Double day) dibandingkan dengan jam kerja yang dimiliki oleh laki-laki
30
3.5 Teori Gender Dalam pembahasan mengenai gender, termasuk kesetaraan dan keadilan gender dikenal adanya tiga aliran atau teori yaitu : 1. Teori Nurture Menurut teori ini perbedaan perempuan dan laki- laki pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilakn peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan perempuan selalu terabaikan dan tertinggal peran serta konstruksi dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki- laki dalam perbedaan kelas. Laki- laki diidentikkan dengan kelas borjuis dan perempuan sebagai protelar. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh kaum feminis internasional yang cenderung mengejar persamaan dengan konsep sama rata, konsep ini kemudian dikenal dengan istilah perfect equality. Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan baik dari nilai agama maupun budaya (Anonymous, 2001). Keluarga adalah tempat pemaksaan, suami sebagai pemilik dan wanita sebagai abdi. Keluarga dan agama adalah sumber terbentuknya budaya dan perilaku diskriminasi gender. Konsep sosial konflik menempatkan kaum lakilaki sebagai kaum penindas dan kaum perempuan sebagai kaum tertindas. Bagi perempuan tidak ada pilihan lain kecuali dengan perjuangan menyingkirkan penindasan demi mencapai kebebasan dan persamaan (Collins dalam Monser 1995). 2. Teori Nature Menurut teori ini perbedaan perempuan dan laki- laki adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi bahwa diantara kedua jenis tersebut diberikan peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bias karena memang berbeda secara kodrat alamiah. Perbedaan biologis diyakini memiliki pengaruh pada peran yang bersifat naluri. Perjuangan kelas tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan, karena manusia memerlukan kemitraan dan kerjasama secara struktural dan fungsional. Manusia, baik
31
perempuan maupun laki- laki memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing- masing. Dalam kehidupan sosial ada pembagian tugas begitu pula dalam kehidupan keluarga. Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesempatan antara suami dan istri dalam keluarga atau antara kaum perempuan dan laki- laki dalam kehidupan masyarakat. 3. Teori Equilibrium Disamping kedua aliran tersebut, terdapat kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki- laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum laki- laki dan perempuan, karena keduanya harus dapat bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
3.6 Teknik Analisis Gender Analisis gender merupakan proses menganalisa data dan informasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi dan peran serta tanggungjawab laki-laki dan perempuan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis gender ini secara rinci ingin 1) mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender, 2) mengidentifikasi kesenjangan gender, peran, akses, control dan manfaat, 3) menghimpun masalah-masalah kesenjangan gender dan upaya pemecahannya, dan 4) mengidentifikasi langkah-langkah intervensi yang diperlukan (Prahastiwi Utari, 2008:14-15) Kerangka Kerja Harvard (Harvard Framework) a. Pengertian Teknik ini sering disebut sebagai Gender Framework Analysis (GFA), yaitu suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi satu sama lain, yaitu :
32
profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (overholt et. Al, 1986 dalam Trisakti Handayani, 2008:160). Dalam profil aktivitas perlu dilihat interaksi antara perempuan dan proyekproyek pembangunan, untuk mengetahui apa yang dikerjakan perempuan. Beberapa kategori kegiatan yang perlu diperhatikan adalah : produksi barang dan jasa, serta reproduksi dan perawatan sumber daya manusia. Profil akses dan kontrol didekati dengan mengidentifikasi kegiatan spesifik gender dalam produksi, reproduksi dan perawatan. Arus sumber daya dan keuntungan (manfaat) adalah konsep dasar yang perlu dikaji untuk memahami bagaimana proyek dapat mengakses dan diakses oleh perempuan, dan sejauh mana memberikan manfaat. Sementara itu faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas, akses dan kontrol perempuan atas proyek pembangunan adalah : kondisi ekonomi secara umum (misalnya kemiskinan, inflasi, distribusi pendapatan), struktur kelembagaan (birokrasi, teknologi, skill), demografi, sosio kultural, normanorma masyarakat dan keagamaan, pendidikan dan pelatihan, serta faktor politik ( Trisakti Handayani, 2008:160). b. Kegunaan Teknik analisis ini dirancang sebagai landasan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial. Kerangka ini sangatlah luwes (mudah diadaptasikan) dan tersusun atas tiga elemen pokok yaitu : •
Profil aktivitas berdasarkan pada pembagian kerja gender (siapa mengerjakan apa, di dalam rumah tangga dan masya-rakat), yang memuat daftar tugas perempuan dan laki-laki (laki-laki melakukan apa?, perempuan melakukan apa?, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengelompokkan menurut umur, etnis, kelas sosial tertentu, dimana dan kapan tugas-tugas tersebut dilakukan). Aktivitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produktif, reproduktif/rumah tangga, dan sosial-politikkeagamaan.
•
Profil akses (siapa yang mempunyai akses terhadap sumber daya produktif termasuk sumberdaya alam seperti tanah, hutan, peralatan, pekerja, kapital/kredit, pendidikan atau pelatihan), yang memuat daftar
33
pertanyaan perempuan mempunyai atau bisa memperoleh sumberdaya apa? Lelaki memperoleh apa? Perempuan menikmati apa? Lelaki menikmati apa?. •
Profil kontrol (perempuan mengambil keputusan atau mengontrol penggunaan sumberdaya apa? Lelaki penentu sumberdaya apa? Sumberdaya di sini adalah sumberdaya yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas tersebut. Manfaat apa yang diperoleh dari melakukan aktivitas. Sumberdaya dapat berupa : materi (bernilai ekonomis, politis, sosial dan waktu), akses terhadap sumberdaya dan manfaat, kontrol atas sumberdaya dan manfaat dikelompokkan menurut gender, faktor-faktor yang berpengaruh menyangkut hal-hal yang mengakibatkan pada adanya pembagian kerja, adanya profil akses dan kontrol suatu masyarakat tersebut.
Elemen-elemen khusus dari kerangka ini yang cukup bermanfaat adalah : a. Adanya perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat dalam kaitannya dengan tanggungjawab laki-laki dan perempuan. b. Perbedaan antara akses terhadap sumberdaya dan manfaat dengan kontrol atas sumberdaya dan manfaat. c. Adanya pandangan yang lebih luas tentang apa yang dimaksud dengan sumberdaya yaitu tidak hanya sumberdaya yang bersifat material tetapi juga yang susah diperhitungkan atau dinilai secara ekonomi seperti ketrampilan dan organisasi sosial dan yang paling penting terutama untuk para perempuan yaitu sumberdaya dan manfaat yang berupa waktu (Trisakti Handayani, 2008:161).
3.7 Pemberdayaan Dalam Perspektif Kesetaraan Gender Kesataraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki- laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki- laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah konstektual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal (Anonymous, 2001).
34
Dalam peraturan perundang- undangan 1945, GBHN 1988 dan 1993 azas persamaan pria dan perempuan tersirat dan tersurat bahwa perempuan mempunyai hak dan kewajiban, serta kesempatan yang sama dengan pria dalam pembangunan disegala bidang. Disamping itu, pemerintah Indonesia telah menandatangani konvensi penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (convention on the eliminatipon of all forms of discrimination against women) pada tahun 1980 di kopenhagen. Sebagai tindak lanjut, pemerintah telah meratifikasi konvensi ini dengan menetapkan undang- undang No. 7 tahun 1984 pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Soeseno dan Sarwono, 1984). Pada tahun 1995, dalam Jakarta Declaration for the Advancement of womwn in Asia and the Pasific terdapat Mission statement plan of action dimana dinyatakan tujuan untuk mencapai kedudukan setara (equal status) perempuan sebagai peserta, pengambil keputusan, dan penikmat dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu juga dinyatakan utuk memberdayakan (empower) perempuan dan laki- laki, perlu kerjasama sebagai mitra setara, dan member inspirasi kepada suatu generasi baru kaum perempuan dan laki- laki untuk bekerjasama demi kesetaraan, pembangunan berkelanjutan dan perdamaian. Pendekatan kebijakan yang berkitan dengan kedudukan perempuan dalam pembangunan (womwn in development/ WID) antara lain dikaji oleh Monser (1995) yang mengemukakan 5 (lima) pendekatan sebagai berikut: 1. Pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) 2. Pendekatan keadilan (the equity approach) 3. Pendekatan pengentasan kemiskinan (the anti- poverty approach) 4. Pendekatan efisiensi (the efficiency approach) 5. Pendekatan pemberdayaan (the empowerment approach). Tiap pendekatan dievaluasi dalam konteks pemenuhan praktis gender (practical gender needs) dan kebutuhan strategi gender (strategic gender needs). Pendekatan kelima, yaitu pendekatan pemberdayaan menekankan pada fakta bahwa perempuan mengalami penekanan (oppression) yang membedakan menurut
bangsa,
kelas
sosial,
sejarah
penekanan
(oppression)
yang
membedakannya dalam orde ekonomi internasional pada masa kini. Dengan
35
demikian perempuan tetap harus menantang struktur dan situasi yang menekankan pentingnya secara bersamaan pada tingkat yang berbeda. Pendekatan
ini
juga
menekankan
pentingnya
bagi
perempuan
untuk
meningkatkan keberdayaannya dan mengartikan pemberdayaan bukan dalam konteks mendominasi orang lain dengan makna apa yang diperoleh perempuan akan merupakan kehilangan bagi lelaki, melainkan menempatkan pemberdayaan dalam arti kecakapan atau kemampuan perempuan untuk meningkatkan kemandirian (self- reliance) dan kekuatan dalam dirinya (internal strength), yang dikenal sebagai the right to determine choices in life and to influence the direction of change, through the ability to gain control over crucial material and non material resources. (Seitz, 1995). Konsep gender berkembang sejak tahun 1970an karena dalam kalangan yang berkecimpung dengan masalah kaum perempuan, terdapat ketidakpuasan dengan konsep perempuan dalam pembangunan (womwn in development atau WID), yang pada dasarnya melihat kaum perempuan terpisah dari kaum laki- laki. Pendekatan perempuan dalam pembangunan WID menekankan persamaan hak dan akses untuk perempuan dan laki- laki, tetapi ternyata pendekatan ini tidak berhasil mencapai keadilan gender dan dunia advokasi. Pendekatan WID kurang memperhatikan hakikat hubungan sosial yang mendasari sub- ordinasi kaum perempuan. Dengan demikian, perlu untuk membuat perbedaan antara jenis kelamin yang bersifat biologi, dan gender yang bersifat sosial. (Tan, 1995). Konsep jenis kelamin atau seks, meliihat perbedaan antara perempuan dan laki- laki semata- mata dari segi biologis, pria rata- rata tinggi, berotot, dan berambut di tubuh dan muka (kumis, jenggot). Sedangkan perempuan memiliki pinggul yang lebih lebar daripada pria, tidak berbahu lebar, mempunyai buah dada, dan tubuhnya lebih berlemak (Fakih, 1995). Jenis kelamin secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sebagai ketentuan kodrat. Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan tentang pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (soeseno dan Sarwono, 1995), sebagian besar responden berpendapatan kondisi biologis, kodrat dan jenis kelamin perempuan, disamping martabat dan harkat perempuan
36
sebagai sumber penyebab terjadinya perlakuan dan praktek- praktek yang bersifat diskriminatif. Sedangkan
konsep
gender
muncul
dan
berkembang
karena
adanyaketidakpuasan dengan konsep jenis kelamin atau seks yang hanya menggambarkan laki- laki dan perempuan semata- mata dari segi biologis. Dengan meningkatnya kesadaran bahwa peran perempuan perlu dilihat dalam konteks masyarakat, dan dalam hubungan dengan kaum laki- laki, para perencana dan praktisi mengemukakan pendekatan gender dan pembangunan (gender and development atau GAD) sebagai konsep, stategi, dan perencanaan yang lebih tepat. Konsep gender merupakan konsep sosial budaya yang digunakan untuk menggambarkan peran, fungsi, dan perilaku laki- laki dan perempuan dalam suatu masyarakat. Konsep ini merujuk kepada pemahaman bahwa identitas, peran, fungsi, pola perilaku, kegiatan dan persepsi baik tentang perempuan maupun laki- laki ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan dimana mereka dilahirkan dan dibesarkan. Dengan demikian, penggambaran perempuan dan laki- laki berakar dalam kebudayaan, dan bukan berdasarkan aspek biologis saja (Tan, 1995). Melalui proses sosialisasi, yang dimulai dari keluarga, konsep- konsep tentang apa yang patut dilakukan seseorang perempuan (feminitas) dan seorang laki- laki (maskulinitas) diserap sejak masa kecil (Bemmelen, 1993). Konsep gender menggambarkan sifat- sifat yang melekat pada perempuan dan pria yang dikonstruksi secara sosial dan cultural. Pertukaran antara sifat perempuan dan lelaki dapat berubah dan berbeda menrut waktu, tempat dan keals sosial. Dengan menggunakan pedoman bahwa setiap sifat yang melekat pada jenis kelamin tertentu dan sepanjang sifat- sifat tersebut bisa ditukarkan, maka sifat tersebut adalah hasil konstruksi masyarakat, dan bukan merupakan kodrat (Fakih, 1995). Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi masalah sejauh tidak menyebabkan ketidakadilan bagi perempuan dan pria. Akan tetapi, dalam kenyataan perbedaan gender telah menciptakan ketidakadilan bagi laki- laki dan terutama perempuan. Ketidakadilan gender termanfestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, seperti marginalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan politik, streotipe, diskriminasi, dan kekerasan.
37
3.8 Pemberdayaan Perempuan Keberhasilan pemberdayaan perempuan bukanlah dengan satu-satunya indikator perempuan harus bekerja di luar rumah tetapi perempuan harus menjadi perempuan yang mandiri, bisa mendampingi suami, mampu mendidik anak dengan wawasannya yang luas dan penuh nilai-nilai pendidikan. Kalau ia berkarier ia mampu menjalankan peran keduanya dengan seimbang. Akan sangat ideal jika perempuan bisa meraih prestasi karier karena kemampuan intelektualnya. Kondisi inilah yang akan diubah dengan cara-cara yang terencana, terarah dan terpadu melalui peningkatan kualitas perempuan serta adanya lembaga yang mampu dalam jajaran pemerintah maupun dalam masyarakat (LSM). Agar tercipta lingkungan sosial budaya yang lebih mendukung bagi kemajuan perempuan, diperlukan upaya antara lain: 1. Penyesuaian sistem struktur pranata sosial budaya, ekonomi politik dan hankan serta penyesuaian dan jaminan norma hukum peraturan perundangundangan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Keluarga sebagai wahana utama dalam pembinaan keluarga harus dapat mengubah sikap, perilaku serta pandangan tradisional yang kurang menguntungkan bagi peranan dan tugas perempuan. 3. Dalam mewujudkan kemitrasejajaran yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, peran ganda laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara merupakan faktor penting untuk disadari, diwujudkan dan dikembangkan. 4. Memasyarakatkan konsep kemitrasejajaran yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, dengan mewujudkan perilaku saling menghargai, saling menghormati, saling membutuhkan serta saling membantu dan saling peduli. 5. Terintegrasikan wawasan kemitrasejajaran di dalam proses perencanaan pembangunan (evaluasi, analisis situasi, penyusunan proyek proposal dan keluarannya, tercapai pada setiap perencanaan pembangunan).
38
Pertanyaan : 1. Sebutkan minimal 3, pengertian gender yang anda ketahui! 2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi bias gender! 3. Apa yang dimaksud dengan ketimpangan gender? Jelaskan! 4. Apa yang dimaksud pembagian kerja atau pembagian peran berdasarkan gender? 5. Cari studi kasus tentang gender dan analisis menggunakan teknis analisa gender!
39
IV. PERENCANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN
Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah selesai berlatih mahasiswa mampu memahami, mengevaluasi dan merancang program pemberdayaan khususnya dalam bidang pertanian.
Sub Pokok Bahasan 1. Strategi perencanaan 2. Prosedur perencanaan 3. Pelaksanaan program 4. Pengendalian, pengawasan dan evaluasi
Waktu 2 x 45 menit
Lembar Kerja Melatih No Langkah Kerja Melatih
Metode
Alat dan Bahan
Waktu (menit)
1.
Ciptakan suasana kesiapan
Ice breaking
-
10
berlatih 2.
Tayangkan TPK keseluruhan bab
-
Ceramah
-
Papan tulis
4 berikan ulasan dan minta
-
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
-
Papan tulis
-
Alat tulis
peserta untuk menanggapi dan
10
menyetujui 3.
Gali pendapat peserta tentang materi bab4. -
Tuliskan pendapat peserta di papan tulis (tanpa dikomentari dan diubah)
-
Garis bawahi kata-kata kunci dari pendapat peserta yang dianggap mendekati
Curah pendapat
25
40
pengertian yang benar -
Minta salah satu peserta untuk menyimpulkan hasil curah pendapat
4.
Rumuskan hasil pendapat peserta
-
Ceramah
-
Papan tulis
dan bahas bersama peserta
-
Diskusi
-
Alat tulis
-
OHP
4.1 Strategi Perencanaan Perencanaan ialah suatu proses pengambilan keputusan yang berdasarkan fakta, mengenai kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan yang diharapkan atau dikehendaki. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu strategi perencanaan. 1. Prinsip Perencanaan : a. Selalu berusaha menyertakan anggota masyarakat, karena anggota masyarakat merupakan pelaksana program dan masyarakat setempat lebih mengenal kondisi sosial lingkungan mereka. b. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, program yang akan dilaksanakan pada suatu desa harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. c. Kesediaan untuk belajar. 2. Selama ini, perencanaan bersifat top-down, dengan asumsi : a. Warga setempat dianggap tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk merencanakan dan melaksanakan pengelolaan sosial. b. Baik atau buruk situasi lingkungan ditentukan oleh pihak luar komunitas. c. Adanya asumsi bahwa warga komunitas sosial dengan kebudayaannya menghambat kemajuan. Perencanaan yang bersifat top-down sering terjadi karena : 1. Seringkali pengelolaan lingkungan sosial yang diterapkan oleh pihak luar (pemerintah) dianggap bertentangan dengan kepentingan warga masyarakat. 2. Muncul konflik antara agen perubahan dengan masyarakat setempat, khususnya berkaitan dengan interpretasi masing-masing pihak. 3. Masalah street level bureaucrats.
10
41
4. Para pelaksana program pengelolaan lingkungan sosial lebih mengutamakan target dan pencapaian tujuan yang bersifat kuantitatif (materialistik).
4.2 Prosedur Perencanaan
Bagan diatas merupakan langkah-langkah dalam menentukan suatu strategi perencanaan lingkungan sosial. 1. Melakukan suatu kajian komunitas sosial (PRA/PLA) PRA = Participatory Rural Appraisal PLA = Participatory Learning and Act PLA/ PRA merupakan pengkajian komunitas sosial secara partisipatif tentang aspek – aspek kehidupan masyarakat atau komunitas sosial tertentu yang dilakukan oleh warga masyarakat bersangkutan dengan didampingi atau difasilitasi oleh para petugas lembaga pengembang program. Manfaat dari PRA/PLA yakni : Bagi masyarakat : bagian dari proses belajar dan peyadaran mengenai kehidupan mereka sendiri dan lingkungan hidup yang mereka hadapi Bagi lembaga pengemban program : sebagai proses penyadaran dalam memahami keadaan kehidupan sos-bud-ek dan teknis suatu komunitas 2. Menemukan dan mengenali permasalahan yang ada Dari kegiatan pengkajian komunitas social mengenai aspek kehidupan masyarakat setempat, biasanya menghasilkan berbagai masalah (baik yang sudah dirasakan maupun belum dirasakan masyarakat setempat. Hasil PRA/PLA :
42
a. Ditemukenali berbagai permasalahan (sos-bud-ek, teknis) di sekitar kehidupan komunitas setempat. b. Masalah-masalah tersebut ditampilkan, dilist, dikaji ulang. 3. Analisis dan tentukan prioritas masalah Perumusan masalah perlu dipusatkan pada masalah-masalah nyata yang telah dirasakan masyarakat. Artinya, perumusan masalah hendaknya dipusatkan pada masalah-masalah yang dinilai sebagai penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan nyata (real needs) masyarakat, yang telah dapat dirasakan oleh mereka. 4. Pemilihan alternatif kegiatan Alternatif kegiatan yang direncanakan haruslah sesuai dengan kondisi sosial masyarakat setempat dan dapat menjadi jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi masyarakat. Rencana kegiatan dapat dilakukan dengan : a. Pemilihan alternatif kegiatan b. Penentuan penanggungjawab c. Penetapan pendukung kegiatan d. Penentuan cara dan ukuran-ukuran evaluasi untuk pelaksanaan dan hasil e. Pembuatan jadwal pelaksanaan kegiatan 5. Community based development Pelaksanaan program pembangunan berbasis masyarakat.
4.3 Pelaksanaan Program Prinsip-prinsip pelaksanaan program antara lain : 1. Keperpihakan 2. Keberlanjutan 3. Saling belajar dan menghargai perbedaan 4. Partisipatif 5. Warga komunitas sebagai pelaksana, orang luar sebagai fasilitator 6. Belajar dari kesalahan
43
•
Pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan
merupakan
tanggung
jawab
pemerintah pusat, akan tetapi pelaksanaannnya bersifat majemuk di berbagai wilayah sesuai dengan kondisi setempat. •
Hal yang perlu diperhatikan yaitu, kebudayaan/sikap mental (aturan, nilai, norma dan strategi) digunakan sebagai pedoman dalam mewujudkan tingkah laku dalam menginterprestasi lingkungan.
•
Permasalahannya : kebijakan pemerintah yang sentralistik, sehingga dalam formulasi kebijakannya seringkali mengabaikan kearifan lokal, tidak tercipta keharmonisan dan peningkatan potensi lingkungan sekitar.
4.4 Pengendalian, Pengawasan Dan Evaluasi A. Pengendalian Dilakukan dengan cara : 1. Memberikan peraturan (larangan dan kewajiban) dengan sanksi – sanksinya. 2. Mengadakan perlengkapan aturan yang protektif dalam mencegah ancaman lingkungan. 3. Pengadaan aturan yang bersifat prosedural. 4. Proses pembelajaran (pemahaman terhadap aturan prosedural, protektif, larangan dan kewajiban). B. Pengawasan / Pemantauan Adalah kegiatan yang melihat bagaimana dan seberapa jauh hasil yang sudah dicapai
menghasilkan sejumlah pemahaman dan penjelasan berkenaan dengan
proses penerapan program yang dipantau. Keuntungan dari dilaksankannya pengawasan yakni: 1. Sebagai masukan untuk mengantisipasi masalah yang bersifat “umum”. 2. Sebagai input untuk mengantisipasi masalah yang bersifat “spesifik” 3. Alat untuk mengetahui efektivitas/ dampak program pembangunan. Pelaksana kegiatan pengawasan ini dapat dilakukan oleh: 1. Pemerintah setempat 2. Pihak swasta
44
3. Masyarakat 4. Perguruan tinggi 5. Lembaga swadaya masyarakat
Pertanyaan : 1. Apa yang dimaksud dengan perencanaan beserta prinsip-prinsip perencanaan program pemberdayaan! Jelaskan 2. Bagaimana prosedur perencanaan program pemberdayaan? 3. Apa yang dimaksud PLA/PRA beserta manfaatnya! 4. Apa
saja
prinsip-prinsip
perencanaan
program
perencanaan
program
pemberdayaan? 5. Mengapa pengawasan program perencanaan program pemberdayaan perlu dilakukan?
45
DAFTAR PUSTAKA •
Mardikanto, totok.2010. Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat. UNS Press: Surakarta
•
Kumpulan studi kasus “ Gender Analysis And Foresry “