MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-X/2012
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (III)
JAKARTA SELASA, 5 JUNI 2012
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) 2. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu 3. Kesatuan Masyarakat Adat Kesepuhan Cisitu ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (III) Selasa, 5 Juni 2012, Pukul 14.03 – 15.39 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Moh. Mahfud MD. Achmad Sodiki Ahmad Fadlil Sumadi Harjono M. Akil Mochtar Maria Farida Indrati Hamdan Zoelva Muhammad Alim Anwar Usman
Ina Zuchriyah
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) 2. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu 3. Kesatuan Masyarakat Adat Kesepuhan Cisitu B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Sulistiono 2. Abdul Haris
3. Iki Dulagin 4. Andi Muttaqien
C. Ahli dari Pemohon: 1. Safrudin Bahar
2. Noer Fauzi rahman
D. Saksi dari Pemohon: 1. Lirin Colen Dingit
2. Yosef Danur
E. Pemerintah: 1. Gunardo Agung Prasetyo 2. Bambang Supijanto 3. Budi Riyanto
4. Abi Manyu 5. Supardi 6. Suparji
F. Ahli dari Pemerintah: 1. Nur Hasan Ismail
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.03 WIB 1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan keterangan Saksi dan Ahli yang diajukan oleh Pemohon maupun oleh Pemerintah dalam perkara pengujian undang-undang yang diregistrasi dengan Nomor Perkara 35/PUU-X/2012 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon silakan perkenalkan diri dulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: IKI DULAGIN Terima kasih, Yang Mulia. Hari ini kami dari Pemohon, hadir dua orang Pemohon prinsipal yang pertama dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Dalam hal ini diwakili oleh Bapak Abdon Nababan. Kemudian, dari Pemohon II kekhalifahan Kuntu, yaitu Bapak H. Bustamir. Kemudian, kami juga sudah menghadirkan dua orang saksi. Yang pertama, Lirin Colen Dingit dari Kesatuan Masyarakat Adat Bentian, Kutai Barat (Kaltim). Kemudian yang kedua, Bapak Yosef Danur dari Kesatuan Masyarakat Adat Colol, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Dan juga menghadirkan dua orang Ahli, yang pertama Bapak Nur Fauzi Rahmat, Ph.D. Kemudian yang kedua, Dr. Safrudin Bahar dan dari Kuasa Hukum yang pertama hadir Saudara Judianto Simanjuntak yang paling ujung. Kemudian, Saudara Andi Muttaqin, kemudian Saudara Abdul Haris, dan Saudara Sulistiono. Saya sendiri Iki Dulagin. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pemerintah?
4.
PEMERINTAH: GUNARDO AGUNG PRASETYO Baik. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim, pada kesempatan ini hadir Bapak Dirjen Planologi Kehutanan yang ada di sebelah kiri kami. Kemudian, Dr. Budi riyanto dari Biro Hukum. Kemudian saya sendiri Gunardo Agung Prasetyo, saya sebagai Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik. Kemudian, di samping kanan kami Supardi, S.H. Kepala Bagian Penanganan Perkara pada Biro Hukum 1
dan organisasi. Kemudian, ada beberapa kawan kami yang ada di belakang, Saudara Suparji, Abi Manyu, dan kawan-kawan yang lain dari Kementerian Kehutanan. Kemudian, pada kesempatan ini kami sudah membawa Ahli, Yang Mulia Majelis Hakim. Beliau, Prof. Dr. Nurhakim Ismail … Nur Hasan Ismail, S.H., M.Si., beliau adalah guru besar pada Ilmu Hukum Pertanahan dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Pada kesempatan nanti, beliau akan menyampaikan substansi tentang pemahaman secara holistik terhadap pasal-pasal yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Kemudian, menyampaikan juga pengkajiannya apakah pasal-pasal yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Demikian yang dapat kami sampaikan. Wassalamualaikum wr. wb. 5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Dimohon untuk maju dulu mengambil sumpah. Pak Lirin Colen Dingit dan Yosef Danur. Silakan maju dulu untuk mengambil sumpah. Ibu Maria Farida akan mengambil sumpah dalam Agama Kristen dan Katolik. Mana yang Katolik, mana yang Kristen ya? Ya. Silakan Hakim Maria Farida.
6.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. Ikuti lafal janji yang saya ucapkan. Ya, “Saya berjanji sebagai saksi, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Semoga Tuhan menolong saya.” Terima kasih.
7.
SAKSI YANG BERAGAMA KRISTEN: Saya berjanji sebagai saksi, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Semoga Tuhan menolong saya.
8.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, silakan duduk. Kemudian, Ahli dari Pemohon Dr. Safrudin Bahar, Noer Fauzi Rahman, Ph.D., Prof. Nur hasan Ismail dari Pemerintah. Silakan sekaligus. Pak Fadlil, di sumpah dalam Agama Islam, Pak ya. Ya, silakan Pak Fadlil.
2
9.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ini semuanya Ahli Pak ya, dimulai untuk bersumpah. “Bismillahirrahmanirrahim”, “Demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.” Cukup, terima kasih.
10.
AHLI YANG BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmanirrahim, Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
11.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, Pak. Silakan duduk Pak. Akan dimulai dari saksi dulu. Dan untuk ini Pak Hakim Fadlil Sumadi selaku Ketua Panel akan mengarahkan jalannya … apa untuk mendengarkan keteranganketerangan ini sesuai dengan keperluan, sehingga tidak berlarut-larut pada hal yang tidak relevan. Silakan, Pak Fadlil.
12.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ini yang pertama adalah saksi yang diajukan oleh Pemohon, Saudara Lirin Colen … Colen apa Colen ini … Colen Dingit yang diajukan oleh Pemohon. Disilakan, apakah Pemohon akan memandu dengan pertanyaan atau dia disilakan untuk menerangkan sendiri?
13.
KUASA HUKUM PEMOHON: IKI DULAGIN Kami memberi … apa mempersilakan para menyampaikan sendiri apa yang mereka alami, Majelis.
14.
saksi
untuk
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Oke, kalau begitu disilakan Pak Lirin.
15.
SAKSI DARI PEMOHON: LIRIN COLEN DINGIT Baik, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang kami muliakan Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, serta Pemohon, dan Termohon, dan Hadirin yang berbahagia sudah hadir pada sore hari ini. Baik, kami memperkenalkan diri kami terlebih dahulu. Nama saya Lirin Colen Dingit. Saya berasal dari Komunitas Masyarakat Adat Bentian 3
tepatnya di Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Barat. Dalam hal ini kami akan menyampaikan beberapa pengalaman kami maupun konflik kehutanan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat antara perusahaan dan masyarakat. Yang kami muliakan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa dan mengadili Perkara Nomor 35/PUUX/2012, kami sampaikan sekilas tentang wilayah Bentian. Wilayah adat Bentian secara geografis Kampung Jilmusiba atau Bentian Besar terletak di bagian dalam Mahakam Tengah, Kabupaten Kutai Barat dengan jarak tempuh kurang lebih 630 km dari Kota Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Kampung Jelmu Sibak-Bentian Besar merupakan 1 dari 8 kampung yang ada dalam wilayah administrasi Kecamatan Bentian Besar, Kabupaten Kutai Barat … Kabupaten Kutai, sekarang setelah pemekaran menjadi Kabupaten Kutai Barat. Kampung ini terletak di tepi Sungai Lawa di sebelah utara berbatas dengan provinsi Kalimantan Tengah dan sebelah barat berbatas dengan Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Sejarah; Jato Rempangan Bentian berasal dari Tayung Ruang datai Lino wilayah Kecamatan Teweh, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Selanjutnya turun-temurun terbagi beberapa sub suku dayak, yang terdiri dari Dayak Teboyan, Dayak Luangan, Dayak Pejaju, dan Dayak Jato Rempangan. Sedangkan untuk kegiatan hidup sehari-hari, berladang, dan kepercayaan masih memegang kepercayaan kepada leluhur. Wilayah adat Bentian, yaitu sangat kaya dengan sumber daya alam. Antara lain adalah kehutanan yang terus menjadi konflik hingga saat ini. Sebagai sumber kehidupan termasuk di dalamnya berbagai macam jenis kayu yang sebenarnya kami dari masyarakat adat kurang mendapat perhatian dalam pengelolaan sumber daya alam. Selain itu kami menyampaikan sedikit kilasan tentang sejarah konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Mungkin rekan-rekan dari Termohon, Departemen Kehutanan sudah mengetahui bahwa masalah ini sudah lama dan menjadi isu nasional beberapa tahun yang lalu ketika berkuasanya Presiden Soeharto dan raja kayu, Bob Hasan. Konflik di Bentian Besar Jelmu Sibak antara hak pengusaha hutan dan tanaman industri. Kampung Jelmu Sibak atau Bentian Besar, kami itu diapit oleh 2 konsesi perusahaan besar, yang pertama PT Roda Mas yang masuk dalam areal Bentian Besar kurang lebih 40.000 sekian, sedangkan yang satunya adalah PT Timber Dana yang dulunya dikelola oleh kontraktor PT Kalhold Utama dengan memiliki konsesi sesuai dengan keputusan Menteri Nomor 80 kurang lebih 161.000 hektar dengan masa yang masih aktif sampai 2023. Pada awalnya kegiatan PT Kalhold Utama menimbulkan derita, itu sejak beroperasi pada tahun 1982 masih kuat-kuatnya Presiden Soeharto. Yang selanjutnya, dikontrakkan atau dilaksanakan oleh PT 4
Timber Dana yang dimiliki oleh Yayasan Dana Pensiun Departemen Kehutanan jika kami tidak salah dalam hal ini, dan PT Timber Dana telah mendapat fee dari PT Kalhold Utama yang beroperasi. PT Kalhold Utama selaku pemegang izin, memegang izin konsesi masuk ke pedalaman Kalimantan Timur melalui Georgia Pacific, yaitu salah satu perusahaan kayu terbesar dari Amerika Serikat. Berdasarkan keputusan presiden 1989 bahwa setiap pemegang HPH diwajibkan itu mendirikan Hutan Tanaman Industri (HTI), waktu itu didirikanlah yang namanya PT Hutan Mahligai yang dimiliki oleh keluarga-keluarga kaya dari Jakarta ini. Kehadiran PT Hutan Mahligai atau Hutan Tanaman Industri tersebut, telah menggusur kurang-lebih 72 kepala keluarga pemilik lahan atau pemilik lokasi atau hutan yang mereka lindungi. Kegiatan Hutan Tanaman Industri itu telah membabat habis, Pak, untuk kegiatan transmigrasi, untuk penempatan karyawan HTI trans tersebut yaitu beberapa kayu, yang nonkayu juga digusur habis, disapu, di-clearing, yaitu untuk kepentingan ataupun kegiatan perusahaan tersebut. Sedangkan itu merupakan tabungan, merupakan sumber penghidupan bagi kami masyarakat adat. Itulah penderitaanpenderitaan yang dilakukan ataupun akibat dari kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat. Dan kami merasa disingkirkan, diasingkan, padahal kami merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kami cintai. Untuk itulah saya hadir di sini. Adapun lokasi HTI trans PT Hutan Mahligai tersebut, yaitu terletak di Kampung Jelmu Sibak. Jadi, itu telah diubah, Pak, nama lokasi itu menjadi lokasi Trans Anan Jaya. Dalam hal ini, kami tidak bermaksud untuk antipati terhadap pihak lain, antipati terhadap pembangunan, antipati terhadap apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah pada masa lalu maupun masa sekarang. Yang kami inginkan adalah suatu keberpihakan, adanya undang-undang yang jelas, yang mengatur dan melindungi karena kami juga adalah warga manusia yang kami cintai bersama. Kami juga sangat sedih, Pak, beberapa tahun yang silam maupun masih sampai sekarang, kami dicap pada suku terasing, peladang berpindah, sampai ada menteri yang menyatakan bahwa kami adalah pemukiman perambah hutan dan sebelum itu dilikuidasi. Betapa menderitanya kami, Pak, pada saat itu dan mungkin masih sampai saat ini, hal-hal itu masih dicap kepada kami bahwa kami masyarakat yang terasing, masyarakat yang, kasarnya adalah masyarakat yang tidak berguna bagi bangsa dan negara. Padahal, kami adalah garda terdepan dari negara kesatuan yang kita cintai bersama. Majelis Hakim Yang Kami Muliakan, hadirnya penguasaan Hak Penguasa Hutan (HPH) atau Hutan Tanaman Industri yang telah menimbulkan kerugian, ini sangat menimbulkan kerugian, Pak. Berapa generasi yang … kami sangat dirugikan. Kami sangat tidak menikmati 5
dan tidak ada ruang sama sekali untuk menikmati sumber daya alam. Nah, itu yang perlu kami sampaikan supaya jangan di dalam undangundang, ada disebutkan tetap diakui dan lain sebagainya, namun pada kenyataannya, itu tidak pernah terealisasi dan tidak pernah kami … tidak pernah diimplementasikan dari undang-undang tersebut. Kerugian ekonomi, Pak, kerugian ekonomi ini tidak terhingga. Dari tahun 1970, PT Roda Mas beroperasi. Seandainya dapat memberikan sedikit maupun menyisihkan dari hasil yang ada, mungkin kami juga sudah makmur. Saya datang ke sini dengan susah-payah, Pak, jalan dari Kutai Barat menuju ke pusat kota Kalimantan Timur, itu rusak parah. Sedangkan sumber daya alam terus dikuras, bahkan terjadi kerusakan di mana-mana. Maka, perlu saya sampaikan pada saat ini, kepada pemerintah, pada Termohon, hentikan keserakahan terhadap hutan. Kita tidak lagi melihat hutan yang hancur, tapi kita melihat keserakahan-keserakahan terhadap hutan karena itu adalah campur tangan daripada manusia. Hutan hancur adalah karena campur tangan manusia, tidak mungkin dia hancur sendiri. Apalagi kami selaku masyarakat yang terpencil, terpinggirkan, tidak mungkin kami merusak maupun menggusur dan berlebihan untuk mengambil hasil daripada sumber daya alam tersebut khususnya kehutanan. Kami tidak bisa menyebutkan, Pak. Berapa ribu, berapa juta kubik yang dirugikan, mungkin dari Departemen Kehutanan tahu, dari Pemohon tahu, dan mengerti jutaan kubik yang hilang, yang tidak dibagi akibat dari kebijakan-kebijakan sehingga kami termarginalkan. Kami tidak bisa memperkirakan itu, Pak. Tapi, selama 30 tahun itulah kerugian yang terbesar, sehingga kami merasa termarginalkan. 16.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Masih … masih panjang, Saudara Saksi?
17.
SAKSI DARI PEMOHON: LIRIN COLEN DINGIT Yaitu kerugian-kerugian lain, yaitu sungai-sungai yang ditutup oleh kegiatan-kegiatan itu. Dan terima kasih, itu saja yang bisa kami sampaikan.
18.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Oke.
6
19.
SAKSI DARI PEMOHON: LIRIN COLEN DINGIT Ini bagian kecil dari apa yang kami sampaikan. Majelis Hakim, demikian kesaksian yang dapat kami sampaikan, sekian dan terima kasih.
20.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Oke, terima kasih Saudara Saksi Lirin Colen. Sekarang Yosef Danur, silakan. Fokus kepada apa yang Bapak alami, Bapak lihat, Bapak rasakan, gitu ya. Oke, disilakan, Pak.
21.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Terima kasih, sebelum saya mau menyampaikan beberapa hal penting yang berkaitan dengan kesaksian saya selaku masyarakat adat. Terlebih dahulu saya menyampaikan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa karena kemurahan, dan kebaikan hatinya sehingga bolehlah saya hadir untuk bertemu, kita semua di sidang yang terhormat ini. Kiranya Tuhan juga dapat memberikan rahmat dan berkatnya kepada kita semua. Yang Mulia, Ketua dan para Anggota Mahkamah Konstitusi, para Pemohon, Wakil Pemerintah yang saya hormati. Perkenankanlah saya terlebih dahulu menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk memberikan kesaksian dalam sidang yang terhormat ini mengenai persoalan yang kami hadapi di kampung kami. Perkenankan saya juga untuk memperkenalkan diri, nama saya Yosef Danur, usia 57 tahun, asal dari Kampung Biting, Desa Ulu Wae, Kecamatan Poco Ranaka Kabupaten Manggarai Timur Provinsi NTT. Sejarah keberadaan masyarakat adat Colol. Yang Mulia, Ketua dan para Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, para Pemohon, para Wakil Pemerintah, serta Hadirin yang saya hormati. Diperkirakan pada tahun 1800-an, nenek moyang kami namanya Ranggarok datang dari wilayah Utara Manggarai, dan menetap di Colol. Pada awalnya masyarakat adat Colol, hanya menghuni satu wilayah kampung adat atau gendang, yang kami sebut gendang. Seiring dengan perkembangan populasi penduduk Kampung Colol kemudian mengalami pemekaran menjadi empat kampung, keempat wilayah itu adalah Kampung Colol yang adalah kampung induk, Kampung Biting, Kampung Welu, Kampung Tangkul. Itulah keadaanya sampai sekarang ini. Filosofi Manggarai, (saksi menggunakan bahasa daerah), menjadi dasar keberadaan masyarakat adat dan penguasaan wilayah adat. Gendang berarti kampung. Lingko berarti kebun, yang dimiliki secara 7
bersama-sama di bawah pengawasaan tua golo dan tua teno. (saksi menggunakan bahasa daerah), menjelaskan makna kemenyatuan antara masyarakat dengan tanah. Artinya, tidak ada masyarakat tanpa kebun atau tanah. Begitu juga sebaliknya, gendang adalah rumah adat, tetapi secara umum juga berarti kampung adat. Beberapa kearifan lokal berikut, menjelaskan tentang hubungan masyarakat adat dengan tanah adat. Natas bate labar (halaman tempat bermain) biasanya di tengah kampung. Mbaru bate kaeng ini adalah rumah tinggal, termasuk dengan rumah gendang. Compang takung (tempat persembahan kepada Tuhan semesta alam, melalui perantara roh nenek moyang), compang takung ini terletak di dalam … di tengahtengah halaman kampung. (saksi menggunakan bahasa daerah) (sumber air yang mencerminkan sumber kehidupan). Kemudian yang berikut uma bate duat. Uma bate duat ini adalah kebun yang untuk diolah, yang dalam kebiasaan kami masyarakat adat Colol adalah tanahtanah ulayat, tanah-tanah komunal yang menjadi milik bersama. Tentang wilayah Adat Colol. Yang Mulia Ketua dan Para Anggota Mahkamah Konstitusi. Para Pemohon dan Para Wakil Pemerintah, serta hadirin yang saya hormati. Luas wilayah Colol ... wilayah Adat Colol terdiri dari 64 lingko. Masyarakat tidak menggunakan ukuran takaran hektare tetapi lingko. Diperkirakan 64 lingko tersebut mencapai luas sekitar 12.000 ... 1.270 hektare. Sedangkan batas-batas wilayahnya adalah seperti berikut; Timur berbatasan dengan Vae atau (saksi menggunakan bahasa daerah), danau rana atau danau kecil galang. Barat berbatasan dengan (saksi menggunakan bahasa daerah)Sorok Wangka. Sedangkan wilayah selatan yang bertepatan dengan hutan (suara tidak terdengar jelas). Selatan, Golo Mese. Golo Tunggal Wang. Golo itu adalah gunung. Golo Sae, Golo Lalong, Golo Vore, Golo Lobovai, Golo Poco Nembu. Utara, Cuncang Dange. Cuncang itu adalah air terjun. Rana Lempe, (saksi menggunakan bahasa daerah), Watuga, Watu Tenda Gereng, Golo Rana, Golo Rakas, yang terakhir Liang Lor. Berikut struktur lembaga adat. Yang Mulia Ketua dan Para Anggota Mahkamah Konstitusi. Para Pemohon dan Para Wakil Pemerintah, serta hadirin yang saya hormati. Adapun gambaran struktur lembaga adat yang kami miliki adalah sebagai berikut. Yang Pertama Tu’a Golo. Tu’a Golo ini adalah kepala kampung. Fungsi dan peran sebagai pemimpin masyarakat adat dalam wilayah kekuasaannya, sekaligus berperan dalam proses penyelesaian persoalan yang timbul di dalam masyarakat adat. Yang kedua, Tu’a Teno. Memiliki peran khusus, yaitu membagi tanah adat yang dimiliki secara kolegial dan menyelenggarakan ritual adat bersama Tu’a Golo.
8
Yang berikut, yang ketiga Tu’a Panga, yaitu pemimpin klan yang memiliki keturunan yang sama atau ketua suku. Yang keempat, Tu’a Kilo adalah kepala keluarga. Yang terakhir adalah Roeng, warga masyarakat adat. Kemudian yang berikut hukum adat yang berkaitan dengan tanah. Yang Mulia Ketua, Para Anggota Mahkamah Konstitusi, Para Pemohon, dan Para Wakil Pemerintah, serta hadirin yang saya hormati. Untuk pembagian tanah lingko, dilakukan oleh Tu’a Teno, disaksikan oleh Tu’a Golo, dan Tu’a Panga, serta masyarakat adat. Bila terjadi masalah yang berkaitan dengan tanah, maka Tu’a Teno, Tu’a Golo, Tua-Tu’a Panga, dan para pihak yang bersengketa akan menyelesaikan melalui musyawarah adat yang sering disebut dalam kebiasaan kami adalah (saksi menggunakan bahasa daerah), di Rumah Gendang. Dalam proses ini Tu’a Teno bertindak sebagai pengadil. Tu’a Golo dan para Tu’a Panga memberikan masukkan dan pendapat. Jenis-jenis perkara yang sering timbul, yang dapat diselesaikan melalui (saksi menggunakan bahasa daerah) ini adalah sengketa batas, perebutan lingko antar gendang satu dengan yang lain. Dalam masalah perebutan lingko antara gendang atau kampung, maka Tu’a Golo dari masing-masing gendang melakukan duduk bersama atau (saksi menggunakan bahasa daerah), untuk menghindari konflik perebutan lingko, maka ada pemahaman bersama antara gendang satu dengan yang lain bahwa dalam pembagian salah satu tanah lingko dari suatu gendang dari masing-masing gendang. Maka masyarakat adat dari gendang lain juga perlu mendapat bagian. Lalu yang berikut, ritual adat berkaitan dengan tanah. Yang Mulia Ketua dan Para Anggota Mahkamah Konstitusi. Para Pemohon dan Para Wakil Pemerintah, serta hadirin yang saya hormati. Ritual yang pertama yang dilakukan, adapun ritual adat yang berkaitan dengan tanah adalah sebagai berikut; Ritual Racang Cola dan Racang Kope. Dalam ritual ini masyarakat adat mengasah kapak dan parang sebagai pertanda mulainya mengerjakan tanah lingko. Ayam digunakan sebagai sesajian yang dipersembahkan kepada Tuhan melalui arwah para leluhur. Ritual ini dilakukan di Rumah Gendang. Kemudian yang berikut ritual (saksi menggunakan bahasa daerah). Dilakukan pada saat penanaman tonggak sentral, terletak di tengah lingko dan berbentuk gasing. Yang menjadi patokan pembagian tanah. Babi digunakan sebagian bahan sesajian dalam ritual ini. Jadi, tanah lingko itu berbentuk bulat kayak jaring laba-laba. Ya, sentralnya di tengah, lalu … semakin keluar semakin melebar. Kemudian yang berikut, ritual (saksi menggunakan bahasa daerah). Yaitu, ritual yang dilakukan ketika … saya minta maaf. Yang berikut, ritual (saksi menggunakan bahasa daerah)dilakukan pada saat penanaman benih pada padi atau jagung. Bahan persambahan adalah seekor babi.
9
Ya, lalu … yang berikut, Ritual Akowoja, yaitu ritual yang dilakukan ketika padi dipanen, bahan persembahannya adalah seekor babi. Lalu yang berikut, ritual (saksi menggunakan bahasa daerah), ritual ini berupa prosesi pengambilan hasil padi di kebun untuk di bawa ke kampung. Jadi, padi-padi ada sebagian dari setiap pemilik yang punya kebun di situ, tidak semuanya dibawa dahulu. Tetapi disimpan di tengah-tengah, di (saksi menggunakan bahasa daerah) tadi itu, di titik sentral. Sehingga pada saatnya akan … pada saat ritual (saksi menggunakan bahasa daerah) akan dilakukan prosesi untuk mengambil dan mengantarnya ke kampung. Kemudian, ritual Penti merupakan puncak, yaitu ritual yang dilakukan untuk mensyukuri hasil panen. Berbeda dengan ritual sebelumnya, yang dilakukan di kebun. Ritual Penti dilakukan di kampung. Bahan sesajian adalah seekor kerbau dan seekor babi. Ritual ini biasanya juga diisi oleh beberapa macam tarian-tarian adat, seperti caci, sae, sandah, mbata, (saksi menggunakan bahasa daerah). Yang terakhir adalah ritual (saksi menggunakan bahasa daerah). Yaitu ritual yang dilakukan sehari setelah ritual penti. Ritual ini merupakan tanda selesai seluruh rangkaian ritual adat tahunan. Pada setiap proses pelaksanaan ritual dilakukan doa secara adat yang berisi, permohonan untuk hasil tanah yang berlimpah dan terhindar dari hama, konflik, atau masalah selama pengelolaan tanah. Inti doanya adalah terhindar dari segala mala petaka dan marabahaya. Sejarah konflik. Yang Mulia Ketua dan Para Anggota Mahkamah Konstitusi, para Pemohon, dan para wakil pemerintah yang saya hormati. 22.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Langsung kepada kaitannya, konflik yang kaitannya dengan adanya undang-undang ini bagaimana? Seperti tadi, Pak Lirin tadi. Silakan Bapak.
23.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Saya kira biar pas gilirannya (…)
24.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Bapak.
Ya. He eh, agak … yang garis-garis besar begitu, ya. Oke, silakan
10
25.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Ya. Terima kasih, Pak. Konflik tanah masyarakat adat terjadi sejak zaman pemerintahan penjajahan Belanda, di mana tapal batas antara hutan dan wilayah penguasaan adat dibuat secara sepihak tanpa pemberitahuan kepada ketua-ketua adat dan masyarakat adat. Masyarakat pada saat itu tidak mengetahui maksud dari tapal batas itu. Padahal pembagian tanah ulayat masyarakat adat jauh sebelum tapal batas ditetapkan. Artinya, penetapan tapal batas dilakukan di atas tanah kebun masyarakat adat tanpa dipahami oleh masyarakat adat, apa maksudnya? Sebagai akibat penetapan dari tapal batas, sebagian lingko dari empat gendang masyarakat adat Colol dijadikan kawasan hutan. Dan yang paling menyedihkan dan menyakitkan, salah satu gendang dari … atau gendang, atau kampung dari masyarakat adat Colol ini, yakni Gendang Tangkul di-enklaf. Yang oleh masyarakat adat Colol disebut pal oka. Hal ini berarti sebagian besar lingko masyarakat tangkul dijadikan kawasan hutan. Posisi ini sampai terjadi konflik fisik sampai tahun 2004. Ini ditetapkan pada tahun 1937. Sebagai sebagian dari kawasan hutan RTK/118. Pada era ini, masyarakat tidak melakukan perlawanan karena pemerintahan penjajahan Belanda tidak melakukan tindakan yang secara langsung merugikan masyarakat dan tidak melarang masyarakat untuk mengolah hutan, mengolah tanah lahan di kawasan tersebut. Adapun lingko-lingko yang diklaim oleh pemerintah penjajah Belanda adalah gendang Colol, ada lingko kotang, lingko pavo, lingko leong, bhawlavar, lingko ajang, lingko pumpung sabagian, lingko agor, lingko reem, lingko labe, dan lingko cegak. Sedangkan di gendang dikting ada lingko iye, ada lingko nganggo, laci, ncie, cangkem, mumbung, meler sebagian, pah-pah, dan lingko kodot. Di gendang welo, lingko namo, lingko ngero, ninto sebagian, rengka, rongkas, labar, tokas sebagian. Lalu di gendang tangkul, lingko ratung (saksi menggunakan bahasa daerah), Marobuang, Marobuang 2, Tangolerong. Kemudian seperti apa konflik di periode 1950-an? Yang Mulia Ketua dan para Anggota Mahkamah Konstitusi, para Pemohon, dan para Wakil Pemerintah yang saya hormati, menurut kesaksian tua-tua adat bahwa pada tahun 1950-an dibuat tapal batas baru yang dirintis oleh tim dari Bogor dan melibatkan masyarakat. Tapal batas tersebut tidak pernah diakui oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai hingga saat ini. Padahal bukti berupa tumpukan batu-batu masih ada sampai sekarang. Pemerintah tetap kukuh pada pendirian bahwa lingko-lingko yang dicaplok oleh penetapan tapal batas Belanda sebagai kawasan hutan lindung. Apabila Pemkab Manggarai mengakui tapal batas ini, itu berarti 11
semua tanah-tanah lingko bukan sebagai kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah penjajahan Belanda. Pada tahun 1960-an, Pemda Manggarai melakukan penangkapan sebanyak 3 kali. Penangkapan pertama adalah 10 orang tokoh masyarakat adat Colol. Nama-namanya tertera di sini, Pak. Penangkapan kedua terhadap beberapa tokoh masyarakat adalah 3 orang, ketiga orang ini adalah warga Gendang Tangkul. Mereka dijatuhi hukuman denda masing-masing Rp500,00 oleh Pengadilan Negeri Ruteng. Setelah penetapan keputusan pengadilan, mereka tetap mengerjakan lahan yang merupakan warisan turun-temurun. Periode tahun 1970-an sampai 1980-an kebijakan Pemkab Manggarai. Pemkab Manggarai menetapkan sistem bagi hasil atas penggunaan tanah dengan persentase 60% untuk pemerintah, 40% untuk masyarakat adat. Kwitansi bukti penyetoran terlampir. Pada tahun 1977 seorang tokoh muda masyarakat adat Colol yang bernama Nobertus Jerabu, almarhum melaporkan kebijakan pemkab ini kepada (suara tidak terdengar jelas) pusat di Jakarta ini atas kebijakan bagi hasil yang ditetapkan oleh Pemkab Manggarai. Di mana dalam prosesnya bahwa Pemkab Manggarai dinyatakan melakukan pungutan liar, sehingga konsekuensinya kebijakan itu dicabut dan sejak saat itu masyarakat adat Colol tidak lagi membayar 60% hasil yang ditetapkan oleh pemerintah. Era 1980-an. Dari Berita Acara tapal batas tahun 1980-an pada dasarnya mengukuhkan kembali tapal batas versi Belanda. Berita Acara itu ditandatangani oleh Mantan Bupati Manggarai Frans Ula Burha, S.H., para camat, para kepala desa yang terletak di sekitar kawasan hutan. Hal tersebut tidak diketahui oleh tua-tua adat dan masyarakat adat Colol. Pada tahun 1993 berdasarkan SK Menhut Tahun 1993 diadakan rekonstruksi tapal batas yang dilakukan oleh BKSDA dengan menanam pilar-pilar beton, lagi-lagi menanam di atas titik-titik tapal batas penanaman Belanda di tahun 1937. Penanaman pilar tapal batas dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh para tua adat dan masyarakat hukum adat Colol. Periode 2000-an sampai saat ini. Yang Mulia Ketua dan para Anggota Mahkamah Konstitusi, para Pemohon, dan para Wakil Pemerintah yang saya hormati. Pada Februari 2001 tim gabungan dinas kehutanan, BKSDA, aparat kepolisian melakukan penangkapan terhadap 6 orang warga masyarakat adat Colol dari Gendang Tangkul. Keenam orang tersebut adalah namanya tertera di sini. Proses penangkapan tersebut dilakukan tanpa menunjukan surat perintah penangkapan, penahanan sebagaimana seharusnya prosedur kepolisian. Setelah melalui proses peradilan yang tidak adil dan jujur, Pengadilan Negeri Ruteng menjatuhkan hukuman penjara selama 1 tahun dan 8 bulan.
12
Pada 28 Agustus 2003, Bupati Manggarai mengeluarkan keputusan Nomor PD118.45/22/VIII/2003 tentang Pembentukan Tim Pengamanan Hutan Terpadu Tingkat Kabupaten dalam rangka penertiban dan pengamanan hutan di Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2003. Pada 3 Oktober 2003, Bupati Manggarai waktu itu Antoni Bakul Dagur mengeluarkan surat tugas Nomor: BK.522.11/973/IX/2003 tentang Perintah kepada Tim Terpadu Pengamanan Hutan Tingkat Kabupaten Manggarai. Pada tanggal 14 sampai dengan 17 Oktober 2003, Pemda Manggarai melakukan pembabatan kopi dan semua tanaman produktif milik para petani di wilayah Gendang Tangkul. Pembabatan dilanjutkan pada tanggal 21 Oktober 2003 di ketiga wilayah gendang lainnya. Pembabatan dilanjutkan pada 11-14 November 2003. Pada 6 Desember 2003, masyarakat adat Colol mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang atas keputusan Bupati Manggarai Nomor BB.118.45/22/VIII/2003. Pada 9 Maret 2004, rombongan Pemkab Manggarai menangkap 5 orang dari Gendang Tangkul dan 2 orang dari Desa Tangon Molas tanpa surat perintah yang jelas. Mereka ditahan di Mapolres Ruteng. Pada tanggal 10 Maret 2004, sebanyak 120 orang warga masyarakat adat Colol mendatangi Mapolres Ruteng untuk menanyakan 5 orang warga yang ditahan. Tetapi truk yang dinaiki oleh para warga, ditembak oleh polisi, sehingga menimbulkan korban tewas. Peristiwa ini dianggap sebagai titik puncak masalah Colol. Kerugian-kerugian. Kerugian ekonomi sebanyak 29 lingko tanaman kopi dan produksi lainnya, dibabat oleh Pemkab Manggarai. Rata-rata luas 1 lingko adalah 25 hektare dan 1 hektare menghasilkan rata-rata 2.000 kg kopi. 2.000 kg. Artinya, 1 lingko menghasilkan total 50 ton kopi (…) 26.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Pak, itu yang konkret-konkret tidak usah saja, lewat saja.
27.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Oke, Pak.
28.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Jadi, tindakan yang menimbulkan konflik tadi sudah.
29.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Ya. 13
30.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Kemudian paling akhir, tindakan apa, Pak?
31.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Yang terakhir, korban nyawa dulu, Pak.
32.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Oh, itu tahun berapa itu terjadi?
33.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Ah, ini dulu. Peristiwa 10 Maret 2004, menewaskan 6 orang warga masyarakat adat Colol yaitu namanya, perlu saya baca di sini?
34.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Tidak usah, tidak usah. Nanti catatannya saja.
35.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Oke, Pak. Terima kasih.
36.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ya.
37.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Kemudian, selain korban nyawa, peristiwa penembakan menyebabkan cacat permanen terhadap beberapa korban. Namanya tercatat.
38.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Oke. Masih ada, Pak? Cukup, ya?
39.
SAKSI DARI PEMOHON: YOSEF DANUR Demikian, Pak.
14
40.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Oke. Terima kasih, Pak, atas kesaksiannya. Sekarang, dilanjutkan keterangan Saksi Pemohon, tadi … Ahli, saya ulangi lagi, Ahli dari Pemohon, dua orang, pertama, Pak Saafroedin Bahar, yang kedua, Pak Noer Hauzi Rahman. Disilakan! Siapa yang mau dulu? Pak Safrudin atau Pak Noer Fauzi? Silakan, Pak Saafroedin!
41.
AHLI DARI PEMOHON: SAFRUDIN BAHAR Bismillahirrahmaanirrahiim. Yang Mulia Ketua dan Para Anggota Mahkamah Konstitusi, Para Pemohon, Para wakil pemerintah, assalamualaikum wr. wb. Keterangan saksi telah kami siapkan secara tertulis, tapi mungkin baik di dalam presentasi lisan ini, kami pilih yang merupakan highlight, sehingga bisa menghemat waktu. Izinkan kami bertitik tolak pada laporan yang disampaikan oleh Saksi dari Nusa Tenggara Timur bahwa masalah yang kita bahas sekarang ini, tidak selalu merupakan masalah murni teoretikal. Tidak selalu merupakan masalah pasal-pasal. Ada korban 6 orang tewas dan ada beberapa cacat permanen. Kebetulan waktu saya bertugas di komnas HAM, saya menerima rombongan dari Nusa Tenggara Timur ini. Salah satu dari korban itu terpaksa diamputasi karena ditembak. Oleh karena itu, mungkin baik kalau kita bersamaan nanti dengan membahas pasal-pasal, kita membicarakan konteksnya, yaitu hubungan antara masyarakat adat atau masyarakat hukum adat dengan nationstate. Mungkin dari sana ini persoalannya. Bapak-Bapak sekalian, sesuai dengan latar belakang saya, saya bertugas 10 tahun di sekretariat negara dan 12 tahun di komnas HAM, saya ingin mencoba untuk memberikan keterangan saksi ini dari tiga perspektif. Pertama, perspektif kesejarahan. yang kedua, konteks kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Dan ketiga, konteks hukum internasional. Dengan demikian, akan ada suatu payung konseptual, dimana baik masyarakat hukum adat maupun dari pemerintah bisa menjadikan rujukannya. Izinkan saya memulai dengan perspektif kesejarahan. Kalau kita lihat, sesungguhnya konflik antara masyarakat adat, masyarakat hukum adat, atau masyarakat tradisional ini, bermula ketika Paus Alexander VI Borgia, tahun 1494, mengeluarkan dekrit Tordesillas. Jadi, setelah Christophorus Columbus mendapatkan Benua Amerika, keluar dekrit. Nah, Paus Alexander VI Borgia ini menentukan daerah atau kawasan sebelah barat Pulau Tordesillas itu diserahkan kepada Spanyol dan Timurnya kepada Portugis. Itulah yang menyebabkan ada Portugis di Indonesia ini. Bersamaan dengan itu, secara teoretikal, itu Hugo De Groot atau Grotius, membuat konsepsi yang menghalalkan itu. Dengan jalan 15
mengeluarkan doktrin doktrin Mare Liberum atau Res Nullius dan Res Legalia yang mengatakan semua daerah di bumi ini tidak ada yang punya. Jadi, kalau ada utusan-utusan atau petugas-petugas dari kerajaan dari bBarat datang di suatu daerah, dia tancapkan benderanya, ini punya kami, begitu. Jadi, secara efektif doktrin itu dan dekrit itu meniadakan, menafikkan seluruh hak-hak yang sudah ada di masyarakat hukum adat yang sudah alam di sana, itu juga kejadian di Indonesia ini. Doktrin itu dianut juga oleh Belanda. Dan itu yang menjadi rujukan dari doktrin Domein Verklaring. Syukurnya, di negeri Belanda sendiri ada beberapa kaum cendekiawan yang kami percaya para Hakim Yang Mulia tentunya mengetahui yang menyadari bahwa ada manusia yang mempunyai hak di daerah-daerah yang dinyatakan milik daripada kerajaan-kerajaan itu. Dan dua orang kami kira sangat terkenal, yaitu Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven dan Mr. Ter Haar yang menyatakan, “Ini rakyat berhak atas hukumnya sendiri.” Dan syukur berdasarkan etise politik yang dianut oleh pemerintah Belanda sejak awal ke 20, sikap itu diakui. Jadi, pada zaman Hindia Belanda ini diakui tanpa syarat, tanpa kondisionalitas, sehingga wilayah di Indonesia ini terbagi dua, yang disebut (Ahli menggunakan bahasa asing) yang langsung dikuasai Belanda dan (Ahli menggunakan bahasa asing) yang dikuasai oleh masyarakat adat, atau masyarakat hukum adat. Nah, dua ahli ini juga mengingatkan para pejabat Belanda bahwa di kalangan masyarakat adat, tanah itu bukan hanya benda ekonomi, dia merupakan bagian dari keseluruhan, world view dari masyarakat hukum adat, mempunyai sifat magis, dan religius, sehingga tidak bisa diperkuat hanya sebagai benda-benada ekonomi. Oleh karena itu, kalau sekiranya pemerintah Belanda memerlukan tanah, dia tidak melakukan (Ahli menggunakan bahasa asing) terhadap hak-hak tanah ulayat itu. Tapi, mengadakan perjanjian sewa-menyewa. Jadi, Sumatera Barat misalnya Semen Padang itu pemilik pabrik semen mengadakan kontrak dengan masyarakat hukum adat Lubuk Kilangan yang dibuat perjanjiannya itu. Ini satu hal yang kita ingat di dalam membahas konflik yang berkepanjangan terjadi sejak tahun 1960, berhubungan dengan sekitar masyarakat hukum adat ini. Pendiri negara kita, terutama Prof. Mr. Dr. Soepomo, seorang ahli hukum adat Jawa Barat. Menerima konsepsi yang diwariskan oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven dan Mr. Ter Haar ini. Dan kita tahu dalam penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dengan tegas pendiri negara ini mengatakan bahwa negari, desa, dan yang seperti itu adalah susunan masyarakat … susunan … adalah masyarakat adat yang mempunyai susunan asli dan merupakan daerah istimewa, dan segala kebijakan negara harus menghormati itu. Itu berjalan sampai tahun 1960. 16
Nah, seperti juga kita ketahui bersama di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, ini secara tiba-tiba ada klausula yang memberikan kondisionalitas. Nah, kalau ada kondisionalitas berarti pengakuan itu tidak otomatis, dia menjadi lebih … lebih sempit, begitu. Seyogianya, Majelis Yang Mulia tentunya kesalahan atau penyimpangan dari konsep yang diletakkan atau dari original intent pada pendiri negara ini dikoreksi oleh undang-undang yang kemudian atau yang lebih tinggi, ini tidak terjadi. Jadi, rangkaian undang-undang yang dibentuk setelah tahun 1960, itu malah mengambil alih konsep kondisonalitas ini. Dan sebagai akibatnya, masyarakat hukum adat yang dilindungi oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, malah ditekan oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia. Saya hanya menggarisbawahi saja apa yang disampaikan oleh dua dari … dari masyarakat hukum adat tadi. Saya agak heran, oleh karena mengapa sampai pembentuk undang-undang pada tahun 1960 itu membuat kondisionalitas yang seolah-olah mencurigai desa-desa yang setingkat itu? Izinkan saya menyampaikan suatu counter argument. Pada waktu Republik Indonesia ini diserbu oleh Belanda tanggal 19 Desember 1948, didudukinya Jogja, ditangkapnya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, dan beberapa menteri. Pemerintah republik mendelegasikan kepada Mr. Safrudin Prawiranegara yang kebetulan ada di Bukit Tinggi membentuk suatu daerah darurat Republik Indonesia. Nah, pemerintah Republik Indonesia ini kita tahu memimpin seluruh perjuangan kemerdekaan antara 19 Desember 1948 sampai 13 Juli 2009. Panglima Sudirman, itu berada di bawah komando pemerintah darurat pemerintah Indonesia. Di mana posisi masyarakat hukum adat? Masyarakat hukum adat itulah yang menjadi tulang punggung perlawanan terhadap Pemerintah Hindia-Belanda, sebab TNI dalam keadaan kocar-kacir dan di Sumatera Tengah itu dibentuk barisan pengawal nagari dan kota yang melakukan pertempuran melawan Belanda. Perlawanannya begitu sengit, sehingga dalam waktu 7 bulan itu, Pemerintah Belanda menerjunkan dua kali Korps Speciale Troepen baret merah itu ke Sumatera Barat buat menundukkan rakyat dan itu tidak pernah berhasil. Jadi seyogiayanya pembentuk undang-undang pada tahun 1960 itu mengingat bahwa masyarakat hukum adat yang kecil-kecil ini bukan bahaya terhadap republik, dia merupakan modal pada saat republik ini di dalam keadaan yang ... yang sangat kritis. Jadi barangkali kita juga bisa menyadari bahwa pembentuk undang-undang itu bisa keliru di dalam mengevaluasi keadaan. Ada kesan formal, setidak-tidaknya pemerintah mengakui dan kami lihat di Undang-Undang Kehutanan juga ada dan itu juga argumen dari pihak pemerintah bahwa pemerintah tidak ingin menghapuskan masyarakat hukum adat. Nah, itu baik kita jadikan titik tolak dalam 17
mencarikan jalan keluar ini. Jadi pemerintah tidak ingin menafikan hak masyarakat hukum adat. Nah, ini bagus ... bagus sekali. Nah, dengan demikian konstruksi arus adanya perda kabupaten, itu jangan kita pahami sebagai sumber keabsahan dari masyarakat hukum adat. Jadi sifatnya lebih banyak merupakan prosedur administratif untuk ke apa namanya ... pengakuan masyarakat hukum adat. Sebab kalau itu yang dijadikan syarat, saya khawatir tidak akan ada yang bisa memenuhi. Sebab 42 tahun lebih setelah tahun 1960 itu, hanya ada dua masyarakat hukum adat yang mempunyai perda kabupaten, yaitu Badui di Kabupaten Lebak dan Paser di Kalimantan Timur. 40 tahun tidak pernah dilaksanakan begitu. Ini kami kira ... kami percaya bahwa Pemerintah (suara tidak terdengar jelas) Kementerian Kehutanan tidak terlalu menekankan masalah ini. Saya melihat lebih lanjut, satu hal yang mungkin perlu kita luruskan juga yaitu konsep hak penguasaan negara atas tanah. Ini dikembangkan oleh pemerintah merujuk pada Pasal 33. Jadi hak ulayat yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat diangkat, disublimasikan menjadi hak penguasaan negara atas tanah. Kalau memang kita merujuk pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, seyogiayanya hak penguasaan negara atas tanah itu, digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan itu tidak terjadi. Jadi Kementerian Kehutanan memberikan begitu banyak izin kepada perusahaan besar swasta yang sudah tentu memperhatikan kepentingannya sendiri. Dan saya selama di Komnasham banyak sekali menerima pengaduan, kalau rakyatnya mempunyai tanah ulayat itu, kemudian melakukan perlawanan, perusahaan swasta mengadu kepada polisi, polisi minta brimob, brimob diturunkan dengan senjata panjang dan menembak rakyat. Saya dua tahun juga bolak-balik ke WasiorWamena memperhatikan hal ini. Jadi artinya pengaturan yang di tingkat atas itu tidak rapi, menimbulkan korban di lapangan dari rakyat kita sendiri. Mestinya empat kali amandemen bisa mengoreksi hal itu, tapi tidak, begitu. Jadi apa yang merupakan penyimpangan di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, diangkat berturut-turut dalam TAP MPR Nomor 17 Tahun 1998, diangkat lagi ke dalam Undang-Undang Dasar 1945 pascaamandemen. Kalau boleh saya membuat ibarat, jadi seolah-olah hadist dhoif diangkat menjadi ayat Alquran, begitu. Mestinya kan tidak demikian. Jadi kesalahan yang ada pada undang-undang, mestinya dikoreksi pada waktu amandemen, ini tidak terjadi. Jadi dengan demikian, Majelis Yang Mulia, saya mengira perlu ada koreksi, dan sekarang inilah momennya. Izinkan saya masuk pada bagian kedua yaitu perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara. Mestinya ada beda yang substansial antara negara kolonial yang sudah mengakui hak masyarakat adat dengan negara nasional yang mestinya melindungi dan memajukan masyarakat 18
adat. Itu tidak ... tidak terjadi, begitu. Saya kembali merujuk kepada apa yang di ... yang disampaikan oleh dua saksi masyarakat hukum adat. Cuma kita patut bersyukur bahwa kondisinya sekarang sudah membaik. Izinkan saya mengajukan tiga hal di sini. Pertama, pada tahun 2006 tanggal 19 ... tanggal 9 Agustus, saya masih di Komnasham, mengadakan peringatan pertama dari Hari Internasional Masyarakat Hukum Adat sedunia. Wakil masyarakat hukum adat Riau (suara tidak terdengar jelas), mengajukan langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tawaran solusi bagaimana menyelesaikan konflik ini. Jadi mereka melihat ya, negara juga butuh tanah untuk macam-macam. Tapi masyarakat hukum adat itu punya hak. Nah, ada empat prinsip yang disampaikan sebagai saran kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Yaitu yang pertama, solusinya itu harus tetap berwawasan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ya, mereka dulu yang ikut mempertahankan republik ini. Yang kedua, kebersamaan di dalam memecahkan masalah. Ini sesuai dengan hukum internasional, yaitu free payor and informed consent. Itu ada di dalam apa namanya … instrumen hukum internasional. Kemudian itu berdaya guna. Jadi, solusi apapun harus efektif dan efisien, dan yang paling akhir berkeadilan dan berkekuatan hukum. Jadi, sudah ada empat prinsip yang ditawarkan oleh masyarakat hukum adat untuk menyelesaikan konflik ini. Terhadap tawaran itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan tanggapan yang sangat positif, yang bagi kami juga agak, agak kaget karena beliau begitu spontan. Pada dua kalimat yang ingin kami sampaikan di sini, kami kutip verbatim. Undang-undang lah yang akan mengatur apa saja yang menjadi hak tradisonal masyarakat hukum adat, sebagaimana kita maklumi. Hingga kini kita belum memiliki undang-undang itu. Jadi, sampai tahun 2006 itu belum ada undang-undang yang melindungi masyarakat hukum adat. Saya berharap kita menyusun rancangan undang-undang itu dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tentu tidak, tidak begitu cepat selesai. Saya lanjutkan mengutip ini, merespon dari deklarasi dan ungkapan pernyataan dari masyarakat hukum adat seluruh Indonesia. Saya menyambut baik dan memberikan dukungan penuh. Prinsip pertama semuanya perlu diletakan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah lengkap. Prinsip kedua, kebersamaan dalam memecahkan masalah dan membangun peran nata yang baik itu, yang terbaik dan mulia. Yang ketiga, semua di dayagunakan untuk mencapai hasil yang terbaik atau hasil guna yang terbaik dalam mengambil langkah-langkah yang efektif.
19
Yang terakhir, di atas nilai keadaan keadilan masih banyak bentuk keadilan serta seraya hadirnya kepastian hukum untuk memastikan semuanya itu dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan peranan atau hukum dan memiliki tujuan-tujuan yang baik. Jadi, pada tahun 2006 itu telah ada titik temu antara tawaran dari masyarakat hukum adat dan kebijakan presiden yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam bidang eksekutif. Dan yang ketiga, syukur alhamdulillah pada saat ini dewan perwakilan daerah NKRI telah menyiapkan sebuah rancangan undang-undang tentang perlindungan, tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat sudah masuk ke dalam prolegnas dan akan menjadi program prioritas untuk tahun 2012. Jadi, sudah ada titik temu dan ini barangkali bisa kita jadikan apa namanya … rujukan untuk tindak lanjut. Saya masuk bagian yang ketiga, mengenai hukum internasional. Nasib masyarakat adat seperti yang kita alami sekarang ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Dia terjadi di seluruh dunia, begitu. Jadi, di dalam terbentuknya nation-state, itu tidak jarang kekuasaan represif dari pusat sangat menonjol. Barangkali kita bisa ingat ucapan dari Bismar, (Ahli menggunakan Bahasa Belanda). Jadi, kekuasaan negara itu memang dibangun dengan kekuatan. Syukur alhamdulillah, pada akhir perang dunia kedua, ini berubah sama sekali. Ada kesadaran untuk mengakui hak asasi manusia. Tapi, masih diperlukan tiga tahun sebelum hak asasi manusia itu dituangkan ke dalam universal declaration of human rights. Di dalam universal deklaration of human right belum jelas perlindungan terhadap masyarakat hukum adat ini diperlukan 59 tahun lagi setelah itu. yaitu, pada tahun 2007, suatu perserikatan bangsa bersepakat mengeluarkan, The United Nation Declaration on The Rights of Indigenous People tahun 2007. Jadi, pada saat ini sudah ada deklarasi yang melindungi masyarakat hukum ada ini, termasuk haknya atas tanah, dan delegasi Republik Indonesia sebagai anggota perserikatan bangsa-bangsa menandatangani itu. Jadi, ini juga bisa menjadi masukan buat kita sekarang. Nah, bagi komnas HAM, ini suatu apa namanya … kelegaan. Sebab selama ini, Komnas HAM itu dalam bidang pelindungan masyarakat hukum adat menghadapi suatu keadaan yang aneh, yaitu di satu pihak ada undangundang yang menjamin atau kesannya menjamin hak masyarakat hukum adat, tapi ada undang-undang … paling tidak di dalam pelaksanaannya yang menekan masyarakat hukum adat. Dan mohon maaf, UndangUndang Nomor 41 itu terkesan memberi peluang untuk penekanan ini. Saya tinggal merujuk kepada yang disampaikan oleh apa namanya … wakil-wakil masyarakat hukum adat. Dan kalau masyarakat ini akan melakukan perlawanan, dia tidak berdaya. Masyarakat hukum adat itu adalah kecil, bodoh, terbelakang, tidak berpendidikan. Dan
20
selalu kalah di depan pengadilan itu. Setahu saya tidak ada yang menang, sama sekali tidak. Dan kami masuk kepada bagian yang terakhir, Majelis Yang Mulia. Pertama, kami bacakan saja, tidak banyak. Dari perspektif kesejarahan, perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara, serta perspektif hukum intenasional, maka materi-materi dari pasal-pasal, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yakni (Suara tidak terdengar jelas) uji materil kepada Mahkamah Konstitusi mempunyai akar sejarah yang panjang, yaitu setelah dibentuknya otoritas politik di atas masyarakat hukum adat ini. Di dalam zaman Hindia Belanda pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat serta terhadap hutan adatnya berlangsung secara serta-merta tanpa kondisionalitas apapun. 3. Para pendiri negara Republik Indonesia juga tanpa syarat mengakui hak asal-usul dari kesatuan masyarakat hukum adat tersebut seperti tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. 4. Sejak tahun 1960 sampai dengan ini, dengan dicantumkannya berbagai kondisionalitas terhadap eksistensi kesatuan masyarakat hukum adat serta diadakannya konstruksi hak menguasai negara atas tanah yang dilaksanakan dengan cara melanggar hak asal-usul kesatuan masyarakat hukum adat, maka maka secara teoritikal telah terjadi 3 pelanggaran konstitusional. Pertama terhadap original intent para pendiri negara, kedua terhadap tugas pemerintah seperti tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta tiga terhadap Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. 5. Pada saat ini pun walau secara de jure telah terdapat beberapa pasal dalam peraturan undang-undangan yang secara legal formal menghormati, melindungi, memajukan, ataupun memenuhi hak asalusul kesatuan masyarakat adat, namun secara de facto telah terjadi pelanggaran hak kesatuan masyarakat adat secara berkelanjutan yang telah menimbulkan konflik vertikal antara kesatuan masyarakat adat dengan instansi pemerintahan di berbagai daerah. 6. Pada saat ini telah terdapat kemauan politik dari segala pihak, baik dari kesatuan masyarakat adat maupun dari pemerintah untuk mencari solusi yang sebaik-baiknya dari konflik vertikal tentang hutan adat ini antara lain dengan membentuk rancangan undang-undang terhadap pengakuan dan perlindungan hak kesatuan masyarakat adat yang sudah termasuk dalam Prolegnas tahun 2012. Saran. 1. Mahakamah Konstitusi mohon menerima petitum dari para Pemohon. 2. Menjelang diundangkannya undang-undang tentang pengakuan dan perlindungan hak kesatuan masyarakat adat yang sedang dibahas oleh dewan perwakilan RI memutuskan agar pasal-pasal yang 21
dimohonkan dalam uji materiil ini ditinjau kembali dan diharmonisasikan dengan original intern para pendiri negara dengan alinea ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. 3. Memutuskan agar materi pengakuan terhadap eksistensi kesatuan masyarakat hukum adat dipisahkan dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 ini untuk diatur sepenuhnya oleh undang-undang tentang pengakuan dan perlindungan hak kesatuan masyarakat hukum adat. Demikian, terlebih tak kurang kami mohon maaf. Assalamualaikum. wr.wb. 42.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Waalaikumsalam. Terima kasih, Pak Safrudin. Selanjutnya saya perlu mengingatkan ini kaitannya dengan waktu untuk kedua ahli, satu Pak Noer Fauzi, kedua Pak Nur Hasan Ismail supaya lebih … apa ke highlight saja jangan terlalu terurai begitu. Supaya … karena ada beberapa hal yang masih harus dikerjakan oleh Hakim. Terima kasih. Untuk selanjutnya disilakan Pak Noer Fauzi Rahman highlight, Pak ya, saya ingatkan lagi.
43.
AHLI DARI PEMOHON: NOER FAUZI RAHMAN Assalamualaikum wr. wb. Saya sudah menyiapkan bahan tertulis Yang Mulia para Hakim Konstitusi, Pemohon, dan yang Termohon. Dan mohon apa yang saya sampaikan secara tertulis pengantar ini beserta lampiran-lampirannya diterima sebagai keterangan ahli saya, sementara yang akan saya sampaikan hanya seperti dianjurkan pokok-pokok yang saya rasa relevan pada saat ini yang saya pilih terseleksi begitu saja. Keterangan saya ini diberi judul Meralat Negaraisasi Tanah Adat, yang saya maksud adalah dengan negaraisasi adalah proses dimana tanah kekayaan alam dan wilayah adat itu ditetapkan oleh pemerintah sebagai dalam kategori khusus tanah negara, hutan negara yang kemudian atas dasar kewenangan legalnya pemerintah pusat itu memberikan konsesi-konsesi dengan asumsi itu pada badan usaha-usaha konservasi produksi maupun ekstraksi. Akibatnya ketika badan-badan usaha ini bekerja di lapangan, maka terjadi bentrok. Klaim bertentangan antara badan-badan usaha itu dengan masyarakat-masyarakat adat setempat. Ketika klaim itu sampai pada tindakan berusaha menghilangkan klaim sepihak lain, terjadi konflik. Konfik agraria ini bersifat struktural, meluas … saya ulangi, bersifat struktural, kronis karena sudah menahun panjang sekali, dan berdampak meluas.
22
Dua contoh Bentian dan Manggarai, saya pernah mengunjungi wilayah Manggarai, tapi belum Bentian adalah satu contoh di mana bentrokan itu telah berlangsung berkali-kali dan berdampak luas. Saya sering sekali mengunjungi wilayah-wilayah di mana masyarakat-masyarakat hukum adat ini mengalami bentrokan seperti itu. Saya baru pulang dari Jambi, dimana masyarakat hukum adat juga melakukan kekerasan. Mereka membakar basecamp. Tentu akan diurus secara kriminal oleh polri. Tetapi ini dampak yang meluas itu, asalnya adalah tanah mereka dimasukkan di dalam izin hutan tanam industri yang diberikan oleh menteri. Saya bisa perpanjang kasus ini dengan Mesuji, dengan kemudian kasusnya Pulau Padang, dst. Sekarang pertanyaan saya, dalam posisi saya sebagai ilmuwan itu, saya tanya, ada konsepsi politik hukum apa yang mendasari pemerintah melakukan tindakan negaraisasi itu. Penyelidikan saya sampai pada suatu paham yang dianut oleh pembuat perundangundangan. Ini satu kalimat yang saya kagum ketika ini saya temukan. Kalimatnya kurang lebih begini, “Oleh karena suku-suku bangsa dan masyarakat hukum adat tidak mandiri lagi tetapi sudah merupakan bagian dari satu bangsa Indonesia di wilayah kesatuan Republik Indonesia, maka wewenang berdasarkan hak ulayat yang berhubungan dengan hak-hak atas tanah, yang dahulu mutlak berada di tangan kepala suku/masyarakat hukum adat/desa sebagai penguasa tertinggi di wilayahnya, dengan sendirinya beralih ke pemerintah pusat sebagai penguasa tertinggi pemegang hak menguasai/ulayat seluruh wilayah negara.” Saya bertanya dengan kalimat ini, ini kalimat yang dibuat oleh salah satu yang waktu itu menjadi sekretaris pembuat … sekarang namanya Naskah Akademik Undang-Undang Pokok Agrarian, yaitu Prof. Iman Sutikno. Saya bertanya dalam hati, kok bisa-bisanya dia melakukan tindakan seperti itu? Oh, bisa. Kenapa? Karena ada konsepsi yang namanya negara budiman. Di dalam pembuatan UUPA, tidak pernah dibayangkan penguasa negara itu jahat dan diisi oleh semangat setan. Enggak pernah. Dia itu budiman. Diisi oleh semangat malaikat untuk melayani. Saking budimannya, kekuasaannya begitu besar. Makanya saya sebut ini bias negara budiman di dalam buku saya, Petani dan Penguasa, Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Nah, konsepsi negara budiman ini yang tidak ditemukan pada praktik. Sekarang kita beralih pada kenyataan. Ketika pemberian konsesikonsesi itu diberikan kepada badan usaha yang cita-citanya menciptakan kekayaan melalui proses produksi, ekstraksi, dan berhadapan dengan masyarakat hukum adat yang punya hak asal-usul, maka pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa menjamin sifat kebudimanannya itu? Tidak terjadi. Yang terjadi adalah mereka direpresi dan ditekan untuk meninggalkan tempat itu dan ini, dua kasus ini adalah buktinya.
23
Nah, sekarang bagaimana kita menghadapi kenyataan begitu? Permintaan Si Pemohon, Aliansi Masyarakat Nusantara dan dua kasus ini adalah konsepsi negaraisasi itu diganti. Di dalam konsepsi politik hukum itu, di dalam yang saya pelajari, ada dua yang saya bedakan. Pertama, hak asal-usul, hak bawaan, dan hak berian atau kewenangan pemerintah. Kalau hak asal-usul itu berangkat dari eksistensi di mana dia berada. Dan Undang-Undang Dasar 1945 jelas sekali, di dalam makalah yang saya bikin bersama Yando Zakaria dan saya lampirkan di dalam keterangan ahli saya, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hak bawaan itu dinyatakan di dalam Pasal 18 dan 18B ketika itu diamandemen menjadi Undang-Undang Dasar yang sudah kita terima sekarang ini, dimana negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan bersifat istimewa, dan kemudian dikenal suatu kategori baru yang masuk ke dalam konstitusi yang disebut kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan ini memiliki hak-hak asal-usul. Nah, ini berbeda dengan hak-hak berian dimana menjadi kewenangan pemerintah, dalam hal ini pemerintah pusat. Nah, sekarang ketika pemerintah pusat memiliki kewenangan dan kewenangan termasuk menetapkan apakah hutan adat itu hutannya negara atau bukan. Ditetapkan itu hutan negara. Diberikan bagian dari kawasan konsesi. Maka bentroklah antara penggunaan kewenangan yang merupakan berasal dari hak berian konstitusi undang-undang dengan hak bawaan penduduk. Mana yang minta kita dahulukan? Adopsi hak asasi manusia kepada konstitusi Republik Indonesia mengutamakan hak asal-usul. Harus didahulukan sekarang. Mereka harus menjadi satu kategori istimewa yakni kesatuan masyarakat hukum adat. Kategori istimewa ini harusnya menjadi koreksi terhadap UndangUndang Nomor 41 yang memasukkan tanah adat menjadi bagian dari hutan negara. Juga mengoreksi yang lain-lain. Ketika saya mulai menyelidiki dari mana asal-usul itu, saya masuk ke dalam suatu pandangan bahwa Undang-Undang Nomor 41 ini memang mengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, akan tetapi dia melanjutkan konsepsi politik hukum yakni hutan dibagi berdasarkan konsepsi milik dan ini bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria, menggunakan konsep pihak menguasai negara. Yang kalau kita telusuri ke belakang lagi zaman kolonial, memang pertentangan ini berangkat dari konsepsi domein verklaring, yang dianut oleh UndangUndang Agraria Tahun 1870. Konsepsi domein verklaring ini beranggapan bahwa kurang lebih seperti ini, “Barang siapa yang tidak bisa menunjukkan bahwa tanah yang didudukinya memiliki hak Eigendom, maka itu adalah milik negara, domein negara. Nah, siapa yang menetapkan itu? Bahwa itu adalah hak milik? Pemerintah Belanda sendiri yang mengeluarkan sertifikat, makanya di 24
dalam secara populer rakyat-rakyat yang di kampung-kampung mengenal itu sebagai cap singa, yakni cap pemerintah Belanda. Nah, kalau enggak ada cap singanya, maka itu tanah negara. Dan kemudian tahun 1872, keluar Undang-Undang Kehutanan untuk Jawa dan Madura, yang menetapkan suatu wilayah hutan tersendiri bagi Jawa dan Madura. Dan kemudian orang-orang yang di dalam hutan itu dikriminalisasi, di sinilah awal mulanya kriminalisasi, terhadap akses adat terhadap hutan dan tanah di dalam hutan, dianggap sebagai perbuatan kriminal. Saya belajar hal ini, melalui pendidikan saya di UC Berkeley ada Professor saya namanya Nancy Pelusso mengarang buku judulnya, dalam bahasa Indonesia adalah Hutan Rakyat … Hutan Kaya Rakyat Melarat (Rich Forests Poor People.) Di dalam perkembangan selanjutnya dia menyebut mengenai hutan yang didefinisikan secara politik. Bahwa di dalam konsepsi dan secara politik pemerintahan Indonesia Departemen Kehutanan, ditetapkan bahwa hutan ditetapkan oleh penunjukkan menteri melalui prosedur tertentu, kemudian bisa menjadi pengukuhan. Pertama-tama, memang dia berdasarkan satu assessment ekologis, akan tetapi apabila sudah ditetapkan, apakah dia kemudian menjadi hutan ataukah tidak menjadi hutan? Tidak peduli lagi, yang penting adalah dia wilayah teritorial hutan. Ketika sudah menjadi wilayah teritorial hutan, maka … maka tidak ada kepemilikan rakyat di situ. Saya menemukan banyak sekali kontras bahwa hutan yang dikuasai oleh, misalkan Perhutani, misalkan badan-badan kehutanan itu bentuknya bukan hutan. Secara ekolos … ekosistem, saya belajar ilmu lingkungan di UC Berkeley, dan saya tahu itu bukan hutan. Itu alangalang, itu sawah, itu bentuknya adalah perumahan. Akan tetapi karena Departemen Kehutanan mengkategorikan di dalam wilayah hutan negara, maka dia disebut hutan. Bagaimana dengan rakyat yang kemudian berada di dalam satu kepemilikan pribadi tanahnya dan menjadi hutan tanahnya? Di mana ada kanopi, ada tutupan hutan, ada kebun, ada kompleksitas yang namanya kemudian agroforestry atau wanatani. Sayangnya, dia bukan bagian dari kawasan hutan negara. Jadi, hutan tidak didefinisikan sebagai fungsi ekosistem, tetapi sebagai fungsi ekologi tetapi berdasarkan fungsi teritorial dengan kebijakan publik, maka di sini kita punya masalah (…) 44.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Sudah sepuluh menit, saya ingatkan.
25
45.
AHLI DARI PEMOHON: NOER FAUZI RAHMAN Ya, saya akan berakhir.
46.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ya.
47.
AHLI DARI PEMOHON: NOER FAUZI RAHMAN Di sini kita punya masalah, yakni bahwa penerapan hutan secara politik seperti itu atau political forest itu mengakibatkan korban. Dan saya sangat menganjurkan untuk meninjau kembali konsepsi political forest ini dengan mengganti menggunakan pendekatan eksosistem ekologis, di mana hutan didefinisikan sebagai fungsi. Dan lainnya ada fungsi kaitan antara unsur-unsur hara, nonhara, unsur-unsur hidup ada flora dan fauna, dan seterusnya termasuk manusia di dalamnya. Terakhir, saya ingin meletakkan keterangan saya ini sebagai suatu bagian dari upaya memperalat di dalam anak judul buku saya … keterangan saya ini adalah memperbaiki rute transformasi kewarganegaraan masyarakat adat dan memupukkan kembali eksistensi masyarakat negara bangsa. Yang saya maksud apa itu? Begini, Pak. Ini membutuhkan waktu dua menit untuk menjelaskannya. Yang pertama bahwa ini bukan soal keadilan sosial saja, tetapi ini juga soal kewarganegaraan dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat ini. Yang apabila hak-hak dasarnya itu dihilangkan oleh eksistensinya, dia akan bertanya mengenai fungsi negara Republik Indonesia. Aspirasi-aspirasi pembebasan, kemerdekaan dari mereka yang tanahnya dirampas, ini telah berkembang di dalam perasaan hukum masyarakat ini, makanya meralat ini … meralat negararisasi ini, memulihkan rute kewarganegaraan dari mereka, ini perjuangan kewarganegaraan dari mereka perlu mendapatkan suatu validasi dari Mahkamah Konstitusi. Dan kalau Mahkamah Konstitusi meletakkan proses ralat ini untuk pertama kalinya, maka mereka tahu bahwa ada badan di negara Republik Indonesia, badan tertinggi penguji, dari undang-undang berada dalam pihak mereka. Wassalamualaikum wr. wb.
48.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Dilanjutkan kepada Bapak Nur Hasan Ismail, sekaligus diingatkan juga waktunya Bapak.
26
49.
AHLI DARI PEMERINTAH: NUR HASAN ISMAIL Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia, Majelis Hakim, para Pemohon, dan Termohon. Saya sebenarnya sudah membuat suatu keterangan tertulis, tapi entah sudah sampai atau tidak, gitu saya mungkin sudah. Pada intinya begini, sebenarnya kita sama-sama menginginkan agar masyarakat hukum adat ini tetap eksis, tetap bisa mengelola secara otonom wilayah-wilayah kekuasaannya, tetapi persoalannya yang sekarang di ... kita perbincangkan diuji materi ini adalah apakah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 ini dapat menjadi instrumen untuk tetap mengakui eksistensi ini dari masyarakat hukum adat itu? Tentu ini akan ada dua perspektif, yaitu itu satu akan mengatakan “Tidak bisa,” gitu ya. Maka dilakukan uji materi, begitu. Tetapi itu yang ... yang mungkin sudah diajukan oleh Pemohon. Saya ingin memberikan satu ilustrasi, mungkin dari sisi yang lain, tapi tujuannya sama adalah bagaimana masyarakat hukum adat ini tetap eks ... tetap eksis, gitu ya, tetap bisa secara otonom mengelola sumber-sumber kekayaan alamnya yang ada di wilayah hak ulayatnya itu. Nah, kalau kita berpijak kepada pasal-pasal yang diuji materi, memang akan ada dua perspektif. Pertama yang mungkin yang secara parsial dan tekstual akan mengatakan bahwa dengan Pasal 1 angka 6, kemudian Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang menyatakan pada prinsipnya hutan adat itu adalah bagian dari hutan negara, maka tentu itu akan ... dalam perspektif yang ... yang parsial dan tekstual itu akan mengatakan ini adalah peniadaan terhadap hutan adat. Yang kemudian juga, yang kedua, terhadap keberadaan masyarakat hukum adat. Dalam pandangan yang perspektif, parsial, dan tekstual, terutama kalau ini diimani secara sempit, maka dengan persyaratan-persyaratan yang ada di dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (3) dan (4) juncto Pasal 67 Undang-Undang Kehutanan itu, tentu ini akan dikatakan persyaratan itu adalah suatu proses untuk meniadakan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat. Ini dalam perspektif parsial dan tekstual. Tetapi saya ingin mengemukakan dari perspektif yang agak lebih komprehensif, holistik, kontekstual. Kalau dilihat dari ini, dari perspektif holistik, komprehensif, kontekstual, maka kita bisa-bisa lihat secara keseluruhannya. Di dalam Pasal 1 angka 6 itu memang dikatakan hutan adat adalah bagian dari hutan negara yang berada dalam lingkungan masyarakat hukum adat, dan kalau itu dikaitkan kemudian dengan Pasal 5 ayat (3) dan (4), itu dikatakan di sana, gitu ya, hutan adat itu akan ditetapkan kalau masyarakat hukum adat sebagai subjek pemegang hak atas hutan adat, itu memang ada dan diakui keberadaannya, dan pengelolaan terhadap hutan adat itu kalau kita menggunakan tafsir 27
contrario terhadap Pasal 5 ayat (4), di sana dikatakan, gitu ya bahwa kalau masyarakat hukum adat itu sudah tidak ada lagi, maka pengelolaan terhadap hutan adat akan kembali kepada pemerintah. A contrario mesti tafsirnya adalah sepanjang masyarakat hukum adat yang ada, pengelolaannya tetap pada masyarakat hukum adat itu secara otonom. Itu terhadap eksistensi hutan adat. Jadi saya ingin melihat dari perspektif yang holistik, komprehensif, gitu ya. Bahwa dengan memahami secara komprehensif Pasal 1 angka 6, Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4), itu sangat jelas eksistensi hutan adat tetap diakui dan pengakuan itu akan diberikan kalau masyarakat hukum adatnya ada. Dan pengelolaannya diberikan kepada masyarakat hukum adat yang ada, kecuali kalau sudah tidak ada. Ini eksistensi mengenai hutan adat. Yang kedua, gitu, mengenai eksistensi dari masyarakat hukum adat. Ini selalu terjadi pertentangan memang, gitu. Bahwa persyaratanpersyaratan yang dikemukakan termasuk tadi Pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria, gitu ya, sekarang di dalam Pasal 18B ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945 ya, juga di dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 67 dari Undang-Undang Kehutanan. Itu memang mensyaratkan ini. Tetapi saya ingin menjelaskan dari sisi saya sebagai Ahli di bidang hukum pertanahan gitu, yang juga mengajarkan tentang keberadaan masyarakat hukum adat. Jadi, persyaratan-persyaratan yang dikemukakan baik di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Kehutanan itu memang bagian dari yang harus ada sebagai konsekuensi dari konsep negara kebangsaan. Konsep negara kebangsaan itu artinya apa? Yang mengakui keberadaan masyarakat-masyarakat, kelompok-kelompok, termasuk masyarakat hukum adat sebagai komponen dari pembentuk bangsa dan negara ini. tetapi juga harus dipahami ada komitmen kesatuan. Artinya apa? Artinya, pengakuan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat tidak boleh eksklusif seperti ketika kita belum merdeka. Jadi, makna tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, dengan kepentingan negara kesatuan, itu artinya harus dimaknai bahwa pengakuan terhadap masyarakat atau hukum adat itu janganlah kembali seperti kondisi kita belum merdeka. Karena ketika kita merdeka ada komitmen kebangsaan. Sebab kalau kembali ke aslinya artinya apa? Eksklusif itu hanya berlaku bagi warga masyarakat hukum adat itu sendiri. Artinya orang Jawa ketika datang kelingkungan masyarakat hukum adat, kalau eksklusif seperti hukum adat yang berlaku di masingmasing lingkungan masyarakat hukum adat itu, itu tidak boleh mempunyai hak kecuali yang hanya sekedar memanfaatkan. Lah, ini sebenarnya yang ingin dituju oleh syarat tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional.
28
Mungkin itu gitu yang ingin saya jelaskan ada persyaratanpersyaratan lain termasuk persyaratan harus dibentuk dengan undangundang, saya ingin sekali lagi gitu karena ini Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi. Saya ingin mengingatkan amanah dari Pasal 18B itu bahwa pengakuan sepanjang masih ada dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tidak boleh bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan harus diatur, itu mohon sebagai … mohon maaf gitu, sebagai penjaga dari konstitusi, ini menurut saya memang harus didorong gitu ya. Agar undang-undang yang memang mengatur secara khusus tentang pengakuan dan penghormatan. Sebab kalau diserahkan kepada undang-undang sektoral, ini undang-undang kehutanan sama sebenarnya menunggu, ini siapa yang harus memulai. Diserahkan kepada daerah wajar karena tahun 1999 itu semangat otonomi daerah gitu mengharuskan memang daerah harus diberi kewenangan. Tetapi siapa yang mendorong daerah untuk memberi mengatur itu. Nah, inilah mungkin perlunya undang-undang tentang pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat itu harus di, didorong gitu. Dan terakhir, mohon maaf, terakhir yang ingin saya katakan gitu, Undang-Undang Kehutanan dalam perspektif, komperhensif, dan kontekstual itu tadi, sebenarnya tidak menyalahi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 gitu ya, tetapi persoalannya adalah semangat yang ada di dalam undang-undang ini tidak pernah terinternalisasi ke dalam lingkungan-lingkungan instansi sektoral, gitu ya. Sehingga tidak pernah dikembangkan aturan-aturan pelaksanaannya yang lebih konkret. Jadi, persoalannya di situ, maka pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak masayarakat hukum adat itu karena memang tidak ada yang memulai. Instansi sektoral-sektoral ini semua saling menunggu, ini siapa yang harus memulai untuk menyatakan masyarakat hukum adat yang mana yang ada, begitu ya. Dan ini memang harus kondisional menurut saya, jadi tidak ada apa … harus, harus ada persayaratan, tidak bisa tidak. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan, mohon maaf mungkin makalah yang sudah saya sampaikan sudah dapat diterima oleh Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Sekian gitu, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 50.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Terima kasih. Khususnya kepada Pak Nur Hasan Ismail dan juga kepada seluruh Ahli maupun saksi yang telah memberikan keterangan di hadapan Mahkamah ini. Selanjutnya, waktu dikembalikan kepada Pak Ketua.
29
51.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Saudara … kesaksian baik dari Saksi Fakta maupun dari Ahli pada sore hari ini dinyatakan cukup karena MK di ruangan ini juga akan ada sidang berikutnya. Sehingga kalau memang masih diperlukan oleh Pemohon maupun Pemerintah untuk dibuka sidang lagi, ini soalnya masih perlu ada saksi atau ahli yang dihadirkan, maka sidang itu akan dibuka kembali tanggal 14 Juni, hari Kamis, jam 11.00. Apakah Pemohon masih mau mengajukan saksi atau ahli lagi?
52.
KUASA HUKUM PEMOHON: IKI DULAGIN Ya, Yang Mulia. Sesuai dengan daftar yang kami masukkan.
53.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, Pemerintah?
54.
PEMERINTAH: GUNARDO AGUNG PRASETYO Sementara ini cukup, Yang Mulia.
55.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Kalau begitu … kalau memang nanti Pemerintah mau mengajukan ahli atau saksi itu sebelum tanggal 14 Juni … paling lambat tanggal 10 juni, itu sudah disampaikan ke Mahkamah. Tanggal 10 itu hari Minggu. Kalau begitu hari Senin saja. Hari senin, tanggal 11. Tanggal 11 sudah disampaikan, sehingga undangan itu bisa menyesuaikan. Tapi kalau tidak, nanti meneruskan saksi-saksi dan ahli yang diajukan oleh Pemohon.
30
Sidang hari ini ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.39 WIB Jakarta, 5 Juni 2012 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d Paiyo NIP. 19601210 198502 1 001
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
31