1 Gaya Bahasa dalam Karangan Bahasa Jawa Siswa Kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012 Tisa Rahayu Vitiana1 Sumadi2 Dwi Sulistyorini2 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang No. 5 Malang 65145 E-mail:
[email protected]
Abstract: This study is aimed to determine the use of language style based on language in terms of language which includes (1) language style based on the diction, (2) language style based on tone, (3) language style based on sentence structure, and (4) language style based on the direct or non direct of the meaning. To achieve the objectives above, the study used qualitative design. The result of this study are (1) found the use of formal language style and conversation language style, (2) middle language style, (3) repetition language style, (4) assonance language style, asideton, pleonasm and tautology, prolepsis or anticipation , hyperbole , and paradox. Keywords : language style, composition, Bahasa Jawa
Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penggunaan gaya bahasa berdasarkan segi bahasa yang meliputi (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa berdasarkan nada, (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Untuk itu penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif. Hasil penelitian meliputi (1) ditemukan penggunaan gaya bahasa tidak resmi dan gaya bahasa percakapan, (2) gaya bahasa menengah, (3) gaya bahasa repetisi, dan (4) gaya bahasa asonansi, asideton, pleonasme dan tautologi, prolepsis atau antisipasi, hiperbola, dan paradoks. Kata Kunci: gaya bahasa, karangan, bahasa Jawa
Gaya bahasa merupakan bentuk retorik yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Pemilihan gaya bahasa penting untuk menghidupkan kalimat. Seorang penulis mempunyai perbendaharaan kata yang luas agar dapat memilih gaya bahasa mana yang cocok dalam sebuah kalimat yang mereka gunakan. Semakin luas kosa kata seseorang, semakin baik kemampuannya dalam memilih gaya bahasa untuk mewakili maksud dalam gagasannya. Para pembaca dan penulis yang unggul benar-benar memanfaatkan gaya bahasa untuk menjelaskan gagasangagasan mereka (Tarigan1985:5). Namun, gaya bahasa bukan masalah sederhana. 1
Tisa Rahayu Vitiana adalah mahasiswa Sastra Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 2012. 2 Sumadi dan Dwi Sulistyorini adalah dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.
2 Hal itu terbukti dengan adanya seseorang yang sulit mengungkapkan maksudnya dan miskin variasi bahasanya. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai orang-orang yang boros kata-kata, tetapi tidak ada isi yang tersirat dari kata-kata tersebut. Untuk menjaga agar tidak masuk dalam kedua hal tersebut, seorang penulis harus mengetahui bagaimana pentingnya gaya bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Secara singkat gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa. Gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, yaitu kejujuran, sopansantun, dan menarik (Keraf, 1994:113). Gaya bahasa dan kosa kata mempunyai hubungan timbal balik yang erat. Semakin kaya kosa kata seseorang, beragam pula gaya bahasa yang dipakainya. Peningkatan penggunaan gaya bahasa memperkaya kosa kata penggunanya. Oleh karena itu, pengajaran bahasa merupakan suatu teknik penting untuk mengembangkan kosa kata para siswa. Gaya bahasa merupakan salah satu unsur penting yang dapat memperindah dan memperkaya makna dalam sebuah karangan. Gaya bahasa dapat diartikan sebagai pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Keraf, 1994:113). Menurut Ahmadi (1990: 74), gaya bahasa dapat dipandang sebagai kenyataan penggunaan bahasa yang istimewa dan tidak dapat dipisahkan dari cara atau teknik seorang pengarang dalam merefleksikan pengalaman, bidikan, nilai-nilai, kualitas kesadaran pikiran, dan pandangannya yang istimewa atau khusus. Gaya bahasa digunakan untuk menimbulkan reaksi tertentu, untuk menimbulkan tanggapan pikiran kepada pembaca. Fananie (2002: 26) menyatakan bahwa aspek gaya bahasa dalam karya sastra merupakan ungkapan yang paling menonjol karena aspek inilah yang merupakan media utama sebuah karya sastra. Pemakaian gaya bahasa tentu dapat menambah warna yang dapat menciptakan nuansa tertentu dalam sebuah karangan. Pemakaian gaya bahasa yang beraneka ragam tersebut digunakan pengarang untuk menjalin kata-kata yang bermakna dalam karangannya sehingga karangan akan menjadi terlahir indah dan menghadirkan eksistensinya yang kontemplatif dalam benak pembaca. Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia. Perkembangan bahasa Jawa sangat tua karena kasustraan Jawa sudah ada sejak jaman kerajaan Mataram masih ada. Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari masyarakat sebagian wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah (Kridalaksana, xxx : 2001). Keputusan kongres Bahasa Jawa V, yang diselenggarakan mulai tanggal 27-30 November 2011di kota Surabaya, Jawa Timur menyebutkan bahwa sebagian besar penutur bahasa Jawa sekarang kesulitan menerapkan tata tutur bahasa Jawa secara benar. Hal ini yang menyebabkan semakin mundurnya kualitas bahasa Jawa. Wedi kliru atau takut salah dalam menerapkan tata tutur bahasa Jawa menyebabkan banyak orang Jawa memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari (Kasyani:2011). Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang penuturnya paling banyak dan memiliki sejarah perkembangan sangat tua. Menurut Poedjasoedarma (1979: 1), bahasa Jawa sejak lama adalah bahasa pengantar suatu peradaban yang besar. Tradisi sastra tulis telah ada dan terus-menerus terpelihara pada bahasa itu, paling tidak sejak abad kesepuluh. Sejak tahun 1945 bahasa Jawa hanya berkedudukan sebagai bahasa daerah. Sejak itu beberapa fungsinya diambil oleh
3 bahasa Indonesia. Bahasa Jawa hanya berfungsi sebagai perantara aspek-aspek kehidupan yang sifatnya tidak dinas, kedaerahan, kekeluargaan, dan tradisional. Bahasa Jawa penting dilestarikan karena pada saat ini masyarakat sudah mulai melupakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar berkomunikasi seharihari. Hal ini dapat terlihat bahwa orang tua lebih memilih mengajarkan bahasa Indonesia pada anak mereka sebagai bahasa sehari-hari bukan bahasa Jawa. Para orang tua menganggap menggunakan bahasa Jawa kurang modern di jaman sekarang ini. Oleh karena itu, para orang tua mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar untuk berkomunikasi sehari-hari. Pembelajaran bahasa Jawa diajarkan sejak siswa berada di bangku satu Sekolah Dasar. Bahasa Jawa penting dilestarikan. Hal ini dapat dilihat pada silabus bahasa Jawa yang merupakan salah satu upaya pelestarian bahasa Jawa (Wahyono, 2009:1). Masyarakat Jawa mulai melupakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar berkomunikasi sehari-hari. Salah satu keterampilan yang memerlukan perhatian adalah ketrampilan menulis, sebab keterampilan menulis sangat diperlukan bagi siswa untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang ada pada dirinya. Selain hal tersebut, menulis merupakan alat komunikasi antara penulis dengan para pembacanya. Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran di sekolah perlu mendapatkan perhatian khusus para pengajar bahasa Jawa. Penyampaian materi pelajaran sangat berpengaruh terhadap ketertarikan siswa dalam mata pelajaran bahasa Jawa. Oleh karena itu, para pendidik bekerja keras untuk membuat pelajaran bahasa Jawa menjadi menarik sehingga siswa antusias dalam pelajaran. Pengajaran bahasa Jawa yang menarik memberi dorongan siswa untuk melahirkan karya-karya sastra siswa dalam bentuk tulisan. Dalam melahirkan suatu karya, siswa mempunyai karakteristik pada setiap karyanya. Karakteristik bahasa Jawa pada karya siswa dilihat dari segi gaya bahasa mempengaruhi kalimat yang ada dalam karangan siswa dan bagaimana pengaruhnya terhadap pembaca. Setiap siswa mempunyai karakteristik gaya bahasa tersendiri yang merupakan ciri khas dari karya siswa tersebut. Selama ini penelitian mengenai gaya bahasa dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap gaya bahasa dalam karangan bahasa Jawa siswa. Pemilihan kelas VI sebagai tempat penelitian karena siswa kelas VI SDN 2 Carat masih sulit dalam menulis karangan terutama menggunakan bahasa Jawa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) penggunaan gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) penggunaan gaya bahasa berdasarkan nada, (3) penggunaan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan (4) penggunaan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna kelas VI sebagai tempat penelitian karena siswa kelas VI SDN 2 Carat. Metode Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa penelitian ini memiliki sejumlah ciri. Pertama, penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi wajar dan alamiah, artinya penelitian dilakukan dalam situasi yang alami atau wajar, tidak dimanipulasi dengan kontrol yang ketat. Kedua, penelitian ini menggunakan manusia sebagai instrumen dalam penelitian, artinya keberadaan
4 peneliti dalam penelitian ini sebagai instrumen penelitian yang menjadi faktor penentu dalam pengumpulan data. Ketiga, penelitian ini bersifat deskriptif, artinya penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gejala yang ada pada data penelitian secara apa adanya tanpa ada manipulasi data. Keempat, data yang digunakan adalah data lunak, yaitu data yang terdapat dalam karangan siswa berupa kalimat-kalimat bukan angka. Kelima, penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan proses daripada hasil karena bagian yang sedang diteliti jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu memaparkan, tidak mencari hubungan, dan tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesi, tetapi perlu memandangnya sesuai sebagai bagian dari suatu keutuhan. Laporan ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari karangan atau gancaran yang ditulis oleh siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo. Kegiatan analisis dilakukan dalam penelitian ini melalui langkah-langkah (1) mengambil karangan pada mata pelajaran bahasa Jawa pada saat kegiatan mengarang, (2)mengumpulkan karangan dari siswa, (3) memberikan nomor kode pada setiap lembar kerja siswa sebagai sumber data, (4) membuat kodifikasi data sesuai dengan indikator-indikator, (5) memberi tanda dan catatan pada karangan atau gancaran yang merupakan gaya bahasa berdasarkan gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan nada, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan gaya bahasa bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, (6) merekam data dari setiap lembar kerja, (7) memilah data sesuai dengan kelompok gaya bahasa, (8)mepresentasi hasil dari gaya bahasa, dan (9) menjelaskan data sesuai dengan kelompok gaya bahasa. Hasil Sesuai dengan rumusan masalah hasil penelitian dibagi menjadi empat, yaitu (1) penggunaan gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) penggunaan gaya bahasa berdasarkan nada, (3) penggunaan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan (4) penggunaan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Hasil dan pembahasan keempat gaya bahasa tersebut disajikan berikut. Pertama. gaya bahasa berdasarkan pilihan kata adalah penggunaan gaya bahasa tidak resmi dan gaya bahasa percakapan. Dalam karangan siswa kelas VI SDN 2 Carat cenderung menggunakan gaya bahasa tidak resmi dan gaya bahasa percakapan. Penggunaan gaya bahasa tidak resmi dalam karangan siswa disebabkan gaya bahasa tidak resmi digunakan dalam situasi nonformal pada saat berkomunikasi sehari-hari. Gaya bahasa percakapan juga digunakan dalam komunikasi sehari-hari yang dilakukan lebih dari satu orang dan menggunakan kata populer. Ada dua siswa yang menggunakan gaya bahasa percakapan. Siswa SDN 2 Carat secara keseluruhan menggunakan kedua gaya bahasa tersebut. Penggunaan gaya bahasa tersebut digunakan karena lebih efisien dan mudah dalam berkomunikasi dibandingkan dengan menggunakan gaya bahasa resmi. Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang digunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Oleh karena itu, gaya bahasa resmi tidak ditemukan dalam karangan siswa.
5 Kedua, gaya bahasa berdasarkan nada ditemukan penggunaan gaya bahasa menengah. Dalam karangan siswa kelas VI SDN 2 Carat cenderung menggunakan gaya bahasa menengah. Gaya bahasa menengah dipilih sebab gaya bahasa ini digunakan untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Penggunaan gaya menengah pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, dan rekreasi, orang lebih mengiginkan ketenangan dan kedamaian. Semua siswa yang berjumlah 33 menggunakan gaya bahasa ini. Semua siswa menggunakan gaya bahasa menengah untuk memnggambarkan suasana yang tenang dan damai pada saat berekreasi disuatu tempat. Penggunaan gaya bahasa menengah dalam karangan bertujuan mengajak pembaca untuk merasakan kedamaian yang dirasakan pada di tempat yang sedang dikunjugi tersebut. Ketiga, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat ditemukan penggunaan gaya bahasa repetisi. Dalam karangan siswa kelas VI SDN 2 Carat cenderung menggunakan gaya bahasa repetisi. Penggunaan gaya bahasa repetisi dalam karangan siswa bertujuan untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks kalimat. Gaya bahasa ini menonjolkan perulangan bunyi, suku kata atau bagian kalimat yang dianggap penting dalam memberi tekanan. Keempat, gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna adalah gaya bahasa asonansi, gaya bahasa asideton, gaya bahasa pleonasme dan tautology, gaya bahasa prolepsis atau antisipasi, gaya bahasa hiperbola, dan gaya bahasa paradoks. Dalam karangan siswa kelas VI SDN 2 Carat cenderung menggunakan gaya bahasa tersebut. Ada tiga siswa yang menggunakan gaya bahasa asonansi. Gaya bahasa ini menonjolkan perulangan bunyi vokal dalam kalimat. Gaya bahasa asideton mempunyai acuan yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Ada satu siswa yang menggunagan gaya bahasa pleonasme dan tautologi ini. Gaya bahasa pleonasme dan tautologi berupa acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk mengungkapkan suatu pemikiran atau gagasan. Sebenarnya kata yang berlebihan itu kalau dibuang maknanya tetap dapat dipahami. Penggunaan gaya bahasa prolepsis atau antisipasi merupakan gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Sebagian besar siswa menggunakan gaya bahasa prolepsis atau antisipasi. Ada dua siswa yang mengggunakan gaya bahasa hiperbola. Gaya bahasa hiperbola merupakan gaya bahasa yang mengandung suatu pertanyaan yang berlebihan dengan membesarbesarkan sesuatu hal. Ada satu siswa yang menggunakan gaya bahasa paradoks. Gaya bahasa paradoks merupakan gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Pembahasan Berkaitan dengan hasil penelitian, dapat dikemukakan pembahasan sebagai berikut. Pada gaya bahasa berdasarkan pilihan kata sebagian besar siswa menggunakan gaya bahasa tidak resmi, dapat dijelaskan bahwa penggunaan gaya bahasa tidak resmi digunakan pada setiap karangan siswa seperti pada contohcontoh kalimat yang telah dijabarkan. Gaya bahasa adalah cara untuk mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Keraf, 1994:113). Menurut Tarigan (1985:5), gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata
6 dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Pertama, gaya bahasa gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo ditemukan dua kategori, yaitu gaya bahasa tidak resmi dan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa tidak resmi merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal (Keraf, 1994: 118). Penggunaan gaya bahasa tidak resmi dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo mempunyai kecenderungan menggunakan gaya bahasa tidak resmi. Hal ini disebabkan siswa menngunakan bahasa Jawa ngoko yang digunakan dalam karangan, bahasa Jawa ngoko merupakan bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Penggunaan gaya bahasa tidak resmi ini disebabkan bahasa yang digunakan adalah bahasa non formal yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Siswa yang menggunakan gaya bahasa tidak resmi ada 31 siswa dari 33 siswa. Apabila dipresentasekan jumlah siswa yang menggunakan gaya bahasa tidak resmi ada 93,93%. Gaya bahasa percakapan adalah gaya bahasa yang yang menggunakan pilihan kata populer dan kata-kata percakapan. Dalam bahasa percakapan, terdapat banyak kontruksi yang digunakan oleh orang-orang terpelajar, tetapi tidak pernah digunakan apabila menulis sesuatu. Kalimat-kalimatnya singkat dan bersifat fragmeter, sering kalimat-kalimatnya yang singkat itu terdengar seolah-olah tidak dipisahkan oleh perhentian-perhentian final, seakan-akan disambung terus menerus (Keraf, 1994:120). Dalam bahasa percakapan, terdapat banyak kontruksi yang digunakan oleh orang-orang terpelajar, tetapi tidak pernah digunakan apabila menulis sesuatu. Siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo menggunakan gaya bahasa percakapan. Ada dua siswa yang menggunakan gaya bahasa percakapan dari 33 siswa. Penggunaan gaya bahasa percakapan ini ditandai dengan penggunaan kata populer dan kata-kata percakapan dalam karangan siswa. Ada 6.06% yang menggunakan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa yang tidak ditemukan dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo adalah gaya bahasa resmi. Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang digunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara (Keraf, 1994:118). Gaya bahasa resmi tidak ditemukan dalam karangan siswa karena bahasa resmi digunakan pada situasi formal. Penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam karangan bahasa Jawa siswa adalah gaya bahasa tidak remi dan gaya bahasa percakapan. Hal ini disebabkan gaya bahasa tidak resmi digunakan dalam situasi nonformal pada saat komunikasi sehari-hari. Gaya bahasa percakapan juga digunakan dalam komunikasi sehari-hari yang dilakukan lebih dari satu orang dan menggunakan kata populer. Oleh karena itu, penggunaan gaya bahasa resmi tidak ditemukan dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponororgo Tahun Pelajaran 2011/2012. Kedua, gaya bahasa berdasarkan nada dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo ditemukan satu
7 kategori, yaitu gaya menengah. Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai (Keraf, 1994: 122). Gaya menengah bertujuan menciptakan suasana senang dan damai nadanya bersifat lemah lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang sehat. Gaya menengah ini hanya digunakan oleh tiga orang siswa. Penggunaan gaya bahasa menengah dalam karangan siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo digunkan oleh 33 siswa atau 100%. Gaya menengah banyak digunakan karena pada gaya ini menciptakan suasana yang senang dan damai. Dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo menceritakan kegiatan menyenangkan yang telah dialami oleh siswa. Gaya bahasa yang tidak ditemukan dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo adalah gaya sederhana serta gaya mulia dan bertenaga. Gaya sederhana adalah gaya bahasa yang biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya. Gaya ini cocok digunakan untuk menyampaikan fakta atau pembuktian-pembuktian. Penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam karangan bahasa Jawa siswa adalah gaya bahasa menengah karena gaya menengah lebih diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Gaya menengah mempunyai sifat yang lemah lembut dan sopan santun. Oleh karena itu, penggunaan gaya sederhana tidak ditemukan dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponororgo Tahun Pelajaran 2011/2012. Gaya mulia dan bertenaga adalah gaya bahasa yang penuh dengan vitalitas dan enersi, dan biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Gaya mulia dan bertenaga digunakan pada saat pidato dan khotbah yang bertujuan untuk menggetarkan emosi para pendengar dan pembaca bisa terhanyut didalamya. Penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam karangan bahasa Jawa siswa adalah gaya menengah karena gaya menengah lebih diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Hal ini disebabkan gaya mulia dan bertenaga penuh dengan vitalitas dan enersi, serta biasanya digunakan untuk menggerakkan sesuatu. Oleh karena itu, gaya mulia dan bertenaga tidak ditemukan dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponororgo Tahun Pelajaran 2011/2012. Ketiga, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo ditemukan satu kategori, yaitu gaya bahasa repetisi. Gaya bahasa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Keraf, 1994: 127). Gaya bahasa ini digunakan oleh 18 siswa dari 33 siswa atau 54,54%. Penggunaan gaya bahasa repetisi ini dikarenakan untuk memberi tekanan pada kalimat. Gaya bahasa yang tidak ditemukan dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo adalah gaya bahasa klimaks, antiklimaks, dan antithesis. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat tidak ditemukan gaya bahasa klimaks
8 yang digunakan untuk mengurutkan pikiran yang semakin meningkat kepentingan dari gagasan sebelumnya. Antiklimaks adalah gaya bahasa yang merupakan acuan dari gagasangagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat tidak ditemukan gaya bahasa antiklimaksyang digunakan untuk mengurutkan gagasan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat tidak ditemukan gaya bahasa antitesis yang mengandung gagasan gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Oleh karena itu, penggunaan gaya bahasa antitesis tidak ditemukan dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponororgo Tahun Pelajaran 2011/2012. Keempat, gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo ditemukan enam kategori, yaitu gaya bahasa asonansi, gaya bahasa asindeton, gaya bahasa pleonasme dan tautogi, gaya bahasa prolepsis atau antisipasi, gaya bahasa hiperbola, dan gaya bahasa paradoks. Gaya bahasa asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama (Keraf. 1994:130). Penggunaan gaya bahasa asonansi biasanya digunakan pada puisi atau prosa untuk menambahkan efek penekanan atau keindahan. Ada tiga siswa yang menggunakan gaya bahasa asonansi atau 9,09%. Gaya bahasa ini menonjolkan perulangan bunyi vokal dalam kalimat. Gaya bahasa asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk- bentuk itu biasanya dipisahkan saja dengan koma (Keraf, 1994:131). Penggunaan gaya bahasa asidenton pada kalimat tidak menggunakan kata sambung sama sekali walaupun terdapat beberapa penjelasan. Penggunaan gaya bahasa asindenton pada karangan siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo ada 15,15% atau 5 dari 33 siswa. Pleonasme dan tautologi adalah gaya bahasa berupa acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk mengungkapkan suatu pemikiran atau gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme apabila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi apabila kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain(Keraf, 1994:133). Ada satu siswa atau 3,03% yang menggunagan gaya bahasa pleonasme dan tautologi ini. Gaya bahasa pleonasme dan tautologi berupa acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk mengungkapkan suatu pemikiran atau gagasan. Sebenarnya kata yang berlebihan itu kalau dibuang maknanya tetap dapat dipahami Gaya bahasa prolepsis atau antisipasi adalah gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi (Keraf, 1994:134). Gaya bahasa ini digunakan oleh 19 siswa dari 33 siswa atau 57,57%. Gaya bahasa ini banyak digunakan
9 karena karangan siswa menceritakan peristiwa berkesan yang pernah dilakukan seperti pada saat pulang sekolah dan pada saat liburan. Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pertanyaan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Dalam karangan bahasa JAwa siswa KElas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo ada 6,06% siswa atau 2 siswa yang menggunakan gaya bahasa hiperbola. Penggunaan gaya bahasa ini untuk membesar-besarkan hal yang sedang terjadi pada saat itu. Hal yang dibesarkan pada karangan siswa ini adalah darah yang keluar banyak sampai satu gelas penuh dan tidak pernah melihat pemandangan yang indah sebelumnya. Pernyataan tersebut berlebihan digunakan dalam suatu kalimat. Kenyataan yang terjadi sebenarnya tidak seperti apa yang diibaratkan siswa tersebut. Gaya bahasa paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya. Ada satu siswa atau 3,03% yang menggunakan gaya bahasa paradoks dalam karangan bahasa Jawa. Penggunaan gaya bahasa ini bertentangan dengan kenyataan yang dilakukan oleh siswa tersebut. Siswa ENK.LTM.K12.Kl 9 menyatakan bahwa dia bisa naik tetapi tidak bisa turun. Hal inilah yang menyebabkan karangan siswa ENK.LTM.K12.Kl 9 termasuk dalam gaya bahasa paradoks.
Gaya bahasa yang tidak ditemukan dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo adalah gaya bahasa bahasa aliterasi, gaya bahasa anastrof, gaya bahasa apofasis atau preterisio, gaya bahasa apostrof, gaya bahasa asidenton, gaya bahasa polisindenton, gaya bahasa kiasmus, gaya bahasa elipsis, gaya bahasa eufimismus, gaya bahasa litotes, gaya bahasa histeron proteron, gaya bahasa periphrasis, gaya bahasa erotesis atau pertanyaan retoris, gaya bahasa silepsis dan zeugma, gaya bahasa koreksio atau epanortosis, gaya bahasa oksimoron, dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa kiasan tidak ditemukan karena dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SDN 2 Carat menggunakan gaya bahasa retoris. Gaya bahasa reoris merupakan gaya bahasa yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Penggunaan gaya bahasa retoris dalam karangan siswa ditemukan enam gaya bahasa, yaitu gaya bahasa asonansi, gaya bahasa asideton, gaya bahasa pleonasme dan tautology, gaya bahasa prolepsis atau antisipasi, gaya bahasa hiperbola, dan gaya bahasa paradoks. Gaya bahasa aliterasi, gaya bahasa anastrof, gaya bahasa apofasis atau preterisio, gaya bahasa apostrof, gaya bahasa polisindenton, gaya bahasa kiasmus, gaya bahasa elipsis, gaya bahasa eufimismus, gaya bahasa litotes, gaya bahasa histeron proteron, gaya bahasa periphrasis, gaya bahasa erotesis atau pertanyaan retoris, gaya bahasa silepsis dan zeugma, gaya bahasa koreksio atau epanortosis, dan gaya bahasa oksimoron tidak terdapat dalam karangan bahasa Jawa siswa. Penutup Simpulan Berdasarkan paparan penggunaan gaya bahasa dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas IV SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012 dapat dikemukakan simpulan hasil penelitian sebagai berikut.
10 Pertama, penggunaan gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas IV SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012 terdiri atas gaya bahasa tidak resmi dan gaya bahasa percakapan. Jumlah kalimat yang memakai gaya bahasa tidak resmi lebih banyak dibandingkan dengan kalimat yang menggunakan gaya bahasa percakapan. Kedua, penggunaan gaya bahasa berdasarkan nada dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas IV SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012 terdiri atas gaya menengah saja. Gaya bahasa ini hanya digunakan oleh tiga orang siswa. Ketiga, penggunaan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas IV SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012 terdiri atas gaya bahasa paralelisme dan gaya bahasa repetisi. Jumlah kalimat yang memakai gaya bahasa repetisi lebih banyak dibandingkan dengan kalimat yang menggunakan gaya bahasa paralelisme. Keempat, penggunaan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas IV SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012 terdiri atas gaya bahasa asonansi, gaya bahasa asindeton, gaya bahasa pleonasme dan tautology, gaya bahasa prolepsis atau antisipasi, gaya bahasa hiperbola, dan gaya bahasa paradoks. Jumlah kalimat yang memakai gaya bahasa prolepsis atau antisipasi adalah gaya bahasa yang paling banyak digunakan dibandingkan lima gaya bahasa lainnya. Saran Berdasarkan hasil penelitian penggunaan gaya bahasa dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas IV SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012, terdapat saran yang ditujukan kepada beberapa pihak untuk perkembangan ilmu kebahasaan kedepannya. Pertama, saran ditujukan kepada ilmuan atau peneliti bahasa lain untuk meningkatkan pengetahuan mengenai gaya bahasa khususnya dalam karangan bahasa Jawa siswa kelas VI SD. Untuk kedepannya pengetahuan mengenai gaya bahasa dapat digunakan sebagai referensi tambahan guna membantu proses penelitian. Kedua, saran ditujukan bagi guru SD untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan menambah pemahaman tentang berbagai jenis gaya bahasa yang nantinya dapat diajarkan kepada peserta didik di sekolah sehingga kemampuan mengarang bahasa Jawa para siswa dapat lebih ditingkatkan lagi khususnya dalam pemakaian gaya bahasa yang tepat. Daftar Rujukan Ahmadi, Mukhsin. 1994. Penyusunan dan Pengembangan paragraf serta pencipta gaya bahasa karangan. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh. Fananie, Zainudin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta.
11 Keraf, Gorys. 1994. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kasyani. 2011.Catatan Dari Hasil Kongres KBJ V (bagian 1). (online), (http://catatan-dari-kongres-bahasa-jawa-v-bagian-i-126916.). Diakses tanggal 3 Desember 2011. Kridalaksana, Harimurti, Rahyono, F.X, Puspitorini, Dwi, Widodo, Supriyanto, Darmoko. 2001. Wiwara Pengantar Bahasa dan Kebudayaan Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Poedjasoedarmo, Soepomo. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tarigan, Hendry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa: Aksara: Bandung. Wahyono, Eko. 2009. Silabus Bahasa Jawa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. (Online), (http://disdikporaboyolali.info/news/708/kurikulum-mata-pelajaran-muatan-lokal-bahasajawa.aspx). Diakses tanggal 23 februari 2011.