MODEL PEMBELAJARAN MENGARANG ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INQUIRI DI KELAS VIII SMPN 1 SUKAWENING KABUPATEN GARUT TAHUN AJARAN 2011/2012
MAKALAH
Oleh: IIS SYARIAH 10.21.1159
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012
MODEL PEMBELAJARAN MENGARANG ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INQUIRI DI KELAS VIII SMPN 1 SUKAWENING KABUPATEN GARUT TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh: IIS SYARIAH 10.21.1159 Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung 2012 ABSTRAK Penulis membatasi penelitian ini hanya pada pengajaran unsur instrinsik sebuah karangan dengan menggunakan metode inquiri di kelas VIII SMPN 1 Sukawening, akhirnya pada penelitian ini dirumuskan masalahnya sebagai berikut. Apakah siswa memahami unsur instrinsik sebuah karangan argumentasi dengan menggunakan metode inquiri ?. Anggapan dasar dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Keterampilan menulis adalah salah satu aspek dari keterampilan berbahasa yang dimiliki siswa. 2. Mempelajari karangan argumentasi dengan mengambil unsur instrinsiknya dengan menggunakan metode inquiri akan membantu siswa memahami isi tulisan sesuai gagasan yang dimaksud penulis. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Metode inquiri dapat meningkatkan pembelajaran unsur instrinsik yang terdapat pada karangan argumentasi. Didalam penelitian ini penulis menggunakan desain eksperimen dan dibagi nienjadi dua kelas dari kelas Delapan di SMPN 1 Sukawening Garutsebagai populasinya. Penulis menggunakan pretes dan posttes untuk mengambil datanya, data dari penelitian ini telah dianalisa dengan menemukan nilai Rata-rata (Mean), Standar Deviasi dan t tes dari pretes dan posttes. Hasil dari penelitian ini adalah Rata-rata (Mean) 0,045 Standar Deviasi l,08 t test 0,18. Kata Kunci : Mengarang, Argumentasi, Inquiri
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Empat bidang keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Empat keterampilan berbahasa itu bila dilihat dari produktivitasnya, dapat dikelempokkan kedalam dua aspek, seperti yang dikemukakan oleh Yazir Burhan : Keterampilan berbahasa menampakkan dirinya pada dua aspek pokok : 1. aspek reseptif, yaitu kemampuan mendengar dan memahami aspek yang didengar, dan kemampuan membaca serta memahami apa yang dibaca. 2. aspek produktif, yaitu kemampuan memahami dan mengeluarkan isi hati kepada orang lain, baik secara lisan maupun tertulis (1971 : 64 ).
Dalam berkomunikasi tidak langsung, bahasa yang digunakan harus lebih jelas daripada bahasa yang digunakan pada berkomunikasi langsung. Kalimatkalimat dalam bahasa tulisan harus mampu memperjelas masalah yang sedang dibahas secara terinci, karena tidak dibantu dengan gerak dan mimik seperti dalam bahasa lisan. Penulis dalam menuangkan ide atau mengemukakan isi hatinya tidak secara langsung disampaikan kepada pembaca, melainkan hanya melalui kata- kata. Begitu pula pembaca dalam memahami isi hati penulis atau ide penulis tidak bisa secara langsung. Pembaca dapat memperoleh pesan penulis hanya melalui rangkaian kata-kata yang digunakannya. Bila kita melihat bahwa keterampilan menulis akan terwujud bila kita sering berlatih dengan teratur, sedangkan pelajaran mengarang atau menulis di sekolah-sekolah hanya beberapa jam pelajaran. Bila waktu yang beberapa jam itu digunakan untuk berlatih
di sekolah, maka akan menghabiskan waktu dan tidak akan cukup, karena masih banyak materi lain yang harus disampaikan kepada siswa. Untuk mengatasi hal itu, seorang guru harus mampu memilih satu atau serangkaian metode yang efektif. Bila seorang guru tidak mampu memilih metode yang sesuai dengan pengajaran suatu materi, maka kemungkinan tujuan yang akan dicapai pada pelajaran tersebut tidak akan terwujud. Dalam kesempatan ini, penulis akan menggunakan metode inquiri pada pengajaran mengarang argumentasi dan ditunjang dengan teknik latihan. Metode ini penulis gunakan dalam pengajaran mengarang argumentasi, karena metode ini dalam pelaksanaanya lebih menitikberatkan aktifitas siswa. Biasanya dalam pengajaran mengarang (argumentasi) kebanyakan siswa hanya mengenal atau memahami ciri dan unsur-unsur karangan argumentasi. Setelah itu, mereka berlatih mengarang sesuai dengan ciri dan unsur-unsur yang telah mereka pahami, tanpa mengetahui dan mengenal wujud karangan argumentasi yang sebenarnya terlebih dahulu. Pengajaran melalui metode inquiri justru sebaliknya. Siswa menganalisis karangan argumentasi sesuai dengan petunjuk guru. Mereka menganalisis karangan untuk mengetahui ciri-ciri dan unsur-unsur karangan argumentasi. Setelah itu, baru mereka berlatih mengarang. Dengan demikian, siswa diharapkan lebih memahami ciri dan unsur-unsur karangan argumentasi, karena mereka sendiri yang mencari, menemukan, dan menyimpulkannya. Hal ini sejalan dengan hakekat inquiri. “Inquiri mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya : merumuskan problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan sebagainya” (Sund dalam Suryobroto, 1986 : 43). Jadi, pengajaran melalui metode inquiri tidak teoritis dan lebih banyak melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar. Karena itulah, penulis menggunakan metode inquiri dalam pengajaran mengarang argumentasi ini. KAJIANTEORI DAN METODE Karangan Argumentasi Karangan argumentasi merupakan jenis karangan yang paling sulit, bila dibandingkan dengan jenis karangan lainnya karena: Pada karangan argumentasi pengarang harus mengemukakan argumentasi (alasan), bukti atau contoh yang dapat meyakinkan, sehingga pembaca terpengaruh dan membenarkan gagasan, pendapat, sikap, dan keyakinannya. Dan lebih dari itu pembaca akan bertindak sesuai dengan apa yang dimaksud pengarang (Hadi; 1981 :76).
Namun bukan berarti bahwa karangan argumentasi itu karangan yang paling baik dan paling penting. Sekarang bagaimana untuk menyiasatinya agar kita mampu menyampaikan materi ini dengan sesederhana mungkin, sehingga siswa dapat menerimanya dengan mudah dan akhirnya dapat membuatnya sendiri. Untuk hal itu ikitilah pembahasan berikutnya. Pengertian Karangan Argumentasi Banyak para ahli yang memberikan pengertian karangan argumentasi. Tentu antara pendapat yang satu dengan yang lainnya ada perbedaan, namun ada pula persamaanya. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan penulis sajikan beberapa para ahli, antara lain : a. Karangan argumentasi atau karangan hujah atau karangan alasan ialah karangan yang mengutarakan alasan untuk membuktikan sesuatu dengan maksud untuk meyakinkan pembaca akan sesuatu dan mendorongnya untuk berbuat sesuai dengan keyakinan itu (Rusyana: 1986: 1.30). b. Karangan argumentasi ialah suatu bentuk retorika untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara (Keraf: 1985 : 3). Dengan demikian dalam sebuah karangan argumentasi harus mengandung kelima unsur tersebut. Karena itu, sebelum menulis, penulis harus mempersiapkan unsur-unsur tersebut di atas yang akan penulis penulis paparkan. Pertama, penulis harus menentukan sesuatu yang ingin dibuktikan atau disampaikan dengan cara mencari sebuah tema. Kemudian mencari data atau bahan-bahan yang berhubungan dengan hal tersebut untuk disampaikan kepada pembaca dengan diatur sedemikian rupa. Data-data ini berfungsi sebagai penguat terhadap alasan tentang apa yang dibuktikan. Sebelum mulai menyampaikan atau menyusun bahan-bahan itu, terlebih dahulu penulis harus mengadakan penilaian dan peryimbangan terhadap data-data yang akan digunakan. Hal ini perlu dilakukan agar apa yang dikemukakan mampu meyakinkan pembaca, bahwa yang disampaikan itu merupakan suatu kebenaran, sehingga tujuan yang daharapkan penulis tercapai. Metode dan Teknik Pengajaran Mengarang Argumentasi Metode yang penulis gunakan, mengacu kepada pendekatan keterampilan proses, yaitu metode inquiri. Hal ini sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Kurikulum KTSP, bahwa “Pendekatan belajar mengajar Kurikulum KTSP diarahkan guna membina kemampuan siswa untuk mengelola perolehannya. Dengan demikian proses belajar mengajar mengacu kepada bagaimana siswa
belajar daripada yang dipelajarinya” (Departemen Pendidikan, 1985: 1). Untuk mencapai tujuan yang telah penulis tentukan, penulis menggunakan teknik penunjang, yaitu teknin latihan/tugas. Sebelum membahas lebih lanjut metode dan teknik yang penulis gunakan, terlebih dahulu kita pahami pengertian pendekatan, metode, dan teknik. Metode Inquiri Teori belajar sangat beragam. Setiap teori mempunyai landasandasar perumusan. Bila ditinjau dari landasan itu, teori belajar dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu teori asosiasi dan teori gestalt. Teori Gestal lebih banyak menekankan kepada belajar melalui pengalaman. Karena itu, dalam pengajaran lebih mengarahkan kepada pemberian kesempatarj kepada siswa untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, siswa kan memperoleh pengertian tentang sesuatu itu. Melakukan sesuatu dalam belajar, biasanya diempuh dengan cara menghadapkan siswa kepada suatu masalah. Siswa dituntut melakukan pemecahan masalah atau problem solving. John Dewey (1913) mengemukakan langkah-langkah problem solving, sebagai berikut: a. menyadari masalah b. merumuskan masalah c. membuat hipotesis d. mengumpulkan data e. menguji hipotesis dengan data f. menarik kesimpulan dan follow up Dari kesimpulan yang diperoleh Problem solving yang dikembangkan oleh Dewey, dalam proses belajar mengajar mencapai perkembangan lebih lanjut menjadi metode inquiri dan discovery. Langkah pada butir 1-4 dikatakan sebagai proses inquiri, sedangkan langkah selanjutnya sampai memperoleh kesimpulan disebut discovery (AH, 1984 : 12). Metode inquiri dan diskoveri pada dasarnya dua metode yang saling berkaitan, Kadang-kadang dalam pelaksanaannya kedua metode itu menjadi tumpang tindih. “Inquiri artinya penyelidikan, sedangkan discovery artinya penemuan. Denagn penyelidikan, siswa akhirnya dapat memperoleh suatu penemuan” (AH, 1984 : 66 ). Berdasar atas pernyataan di atas, metode yang penulis gunakan pada pengajaran mengarang argumentasi ialah hanya mtode inquiri, karena setelah siswa mengadakan penyelidikan/analisis, maka siswa dapat menemukan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan pada pelajaran tersebut. “Inquiri mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, seperti merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan” (Roestiyah, 1985: 76). penulis menggunakan metode ini bertujuan agar siswa
terangsang oleh bahan atau materi yang diberikan guru, karena mereka sendiri yang menemukan dan menyimpulkannya. Pada pelaksanaannya, penulis menggunakan cara inquiri terpimpin. Inquiri terpimpin pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing. Pelaksanaan pengajaran dimulai dari suatu pertanyaan inti. Dari jawaban yang dikemukakan siswa, guru mengajukan berbagai pertanyaan melacak dengan tujuan mengarahkan siswa ke suatu titik kesimpulan yang diharapkan. Selanjutnya, siswa melakukan percobaan-percobaan untuk membuktikan penadapat yang dikemukakannya, melalui proses inquiri dan discovery (AH, 1984 : 67). Berdasarkan hal di atas, pertama siswa dihadapkan pada karangan. Kemudian, siswa menelaah unsur-unsur karangan secara berkelompok atas petunjuk guru. Hasilnya mereka diskusikan kembali untuk mendapat kesimpulan umum. Dengan demikian, mereka mengetahui apa dan bagaman karangan argumentasi itu, hingga mencoba membuatnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis sajikan hasil angket siswa tentang pengajaran mengarang argumentasi. Untuk memudahkan penganalisisannya, maka penulis mengelompokkannya berdasarkan hal yang sejenis, dan langsung penulis deskripsikan. Tafsiran / deskripsi: Dari data yang tersedia penulis dapat menafsirkan atau mendeskripsikan bahwa sebagian siswa sudah menerima pelajaran mengarang argumentasi ( 68,1% ) dan sebagian lagi belum ( 31,9%). Mereka mengaku bahwa menarang narasi merupakan pelajaran yang paling disenangi dan paling mudah ( 46,8% ) dan ( 47,9% ). Sedangkan pelajaran mengarang argumentasi merupakan pelajaran mengarang yang paling sulit (57,5%). Tafsiran / deskripsi: Dari data yang tersedia penulis dapat menafsirkan atau mendeskripsikan bahwa ketika guru menyampaikan materi mengarang argumentasi, guru suka melakukan kegiatan campuran ( 70,2% ), terutama ceramah dan latihan ( 15,9% ), latihan dan diskusi ( 14,9% ), mencatat dan latihan ( 10,6% ). Sedangkan kegiatan yang paling mereka senangi dalam pengajaran mengarang ( argumentasi ) ialah campuran ; diskusi dan analisis karangan ( 11,7%). Tafsiran / deskripsi: Dari data yang tersedia penulis dapat mendeskripsikan bahwa sebagian siswa pernah mendapat tugas mengarang ( 68,1% ) dan sebagian lagi tidak pernah. Sebagian besar siswa pernah berlatih mengarang di sekolah ( 64,9% ). Sebelum siswa
mengarang terlebih dahulu siswa menentukan tema ( 68,1% ) dan membuat kerangka karangan (67,0% ). Tafsiran / deskripsi: Dari data yang tersedia penulis dapat mendeskripsikan bahwa dalam mengarang argumentasi siswa mendapat hambatan ( 78,7% ), terutama dalam mencari bahan atau data ( 32,9%) dan menguraikan gagasan atau ide ( 32,9% ). Tafsiran / deskripsi: Dari data yang ada penulis dapat mendeskripsikan bahwa bila siswa ditugasi mengarang, maka tema ditentukan guru, sedangkan judul, siswa yang menentukan atau membuatnya, dan siswa lebih menenangi tema / judul bebas atau siswa sndiri yang menentukan. Tafsiran / deskripsi: Penulis menetapkan batas minimal lulus dengan nilai 6. Jadi yang telah berhasil mencapai tujuan pada pretes 43,75% dan yang belum berhasil 56,25%. Pada postes seluruh siswa lulus, berarti seluruh siswa berhasil mencapai tujuan. Penulis menetapkan batas minimal lulus dengan nilai 6. Jadi, yang telah berhasil mencapai tujuan pada pretes 26,09% dan yang belum berhasil 73,91%. Pada postes masih ada yang belum berhasil 8,70%, berarti yang telah berhasil mencapai tujuan 91,30%. Deskripsi hasil pretes 1) Deskripsi hasil pretes kelas VIIIA Berdasarkan pada hasil analisis penulis terhadap karangan siswa hasil pretes, pada umumnya siswa telah cukup mampu mengarang argumentasi, namun masih ada yang sama sekali belum mampu menggunakan / menerapkan aspek - aspek karangan pada karangannya. Pada aspek pertama, sebanyak 1 orang. Pada aspek kedua 1 orang, yaitu No. Subyek 5. Pada aspek ketiga dua orang No. Subyek 5 dan 48. Pada aspek keempat 2 orang, yaitu No. Subyek 5 dan 48. Hal ini berarti selain antara isi dengan tema tidak relevan, juga dia tidak mampu menggunakan kalimat yang efektif, tidak mampu menggunakan kosa kata dan gaya bahasa yang tepat, pada karangannya. Pada aspek kelima, yaitu ejaan, ternyata masih banyak siswa yang belum mampu menggunakan terutama tanda baca dan huruf besar, yaitu sebanyak 8 orang, No. Subyek 5, 14, 15, 20, 33, 38, 39, dan 46. Pada aspek ini, selain masih banyak yang kurang mampu menggunakan penalaran yang logis, juga ada sama sekali yang tidak mampu, yaitu No. Subyek 22. Demikian pula pada aspek pembuktian. Pada aspek kesesuaian isi dengan judul dan pendahuluan, selain masih banyak yang kurang mampu menggunakan unsur tersebut, ada pula yang sama sekali tidak mampu, yaitu No. Subyek 5. Demikian pula pada aspek isi. Pada aspek penutup, ada dua orang siswa, yaitu No. Subyek 3 dan 5 tidak mampu mengakhiri karangannya dengan baik.
2) Deskripsi hasil pretes kelas VIIIB Pada aspek pertama selain banyak siswa yang kurang mampu membuat karangannya dengan baik, artinya antara isi dengan tema karangannya kurang relevan, juga ada siswa yang sama sekali tidak mampu membuatnya, yaitu No.Subyek 16 dan 17. Pada aspek kedua, selain banyak siswa yang kurang / belum mampu menggunakan kalimat dengan efektif, juga ada yang tidak mampu menggunakannya, yaitu No.Sub.16 dan 31. Pada aspek ketiga, sebagian siswa kurang / belum mampu menggunakan kosa kata yang tepat dalam karangan. Pada aspek keempat dan kelima sebagian besar siswa belum mampu menggunakan ejaan dan gaya bahasa dengan baik. Pada ejaan terutama pada segi tanda baca dan huruf besar, No.Sub.16 dan 17. Pada aspek penalaran dan pembuktian, pada umumnya siswa telah mampu menggunakannya dengan baik, namun sebagian besar siswa belum mampu menggunakan penalaran yang logis dan belum mampu menggunakan pembuktian yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada aspek kesesuaian isi dengan judul, secara umum siswa telah mampu membuatnya, dalam arti antara isi dengan judul cukup relevan. Akan tetapi bila kita lihat secara individu, Sebagian besar siswa belum mampu membuat hal tersebut bahkan ada sama sekali tidak mampu, misalnya No.Sub.17. Pada aspek pendahuluan, secara umum siswa belum mampu membuat pendahuluan dengan baik, dalam arti belum mampu memulai karangannya. Apalagi bila kita lihat secara individu, sebagian besar siswa belum mampu membuat hal tersebut. Pada bagian isi, secara umum siswa telah mampu mengembangkan gagasannya dengan cukup baik dan pembahasannya cukup sesuai dengan judul karangan. Akan tetapi, bila kita lihat secara individu, masih banyak siswa yang kurang mampu membuat hal tersebut, misalnya No.Sub. 4, 11, 15, 17, 21, 27, 29, 30, 31. Pada bagian penutup, baik secara umum mengakhiri karangannya, artinya antara penutup; kesimpulan / saran / himbauan dengan bagian sebelumnya kurang relevan. Deskripsi hasil postes 1) Deskripsi hasil postes kelas VIIIA Berdasarkan pada hasil analisis pada table di atas, secara umum siswa telah mampu mengarang dengan baik, artinya siswa telah mampu menerapkan aspek - aspek karangan dalam karangannya sudah baik dan sempurna. Akan tetapi pada aspek tertentu, masih ada siswa yang belum mampu membuatnya. Aspek yang belum dikuasai siswa yaitu aspek ejaan No.Sub 5, artinya siswa tersebut belum mampu menggunakan ( terutama ) penggunaan tanda baca dan huruf besar. Aspek kedua yang belum dikuasai siswa, yaitu aspek penutup. Siswa yang belum / kurang mampu mengakhiri karangannya dengan baik sebanyak 4
orang, yaitu No.Sub.3, 5, 6, 14, artinya penutup yang dibuat siswa tersebut kurang relevan dengan pembhasan sebelumnya. 2) Deskripsi hasil postes kelas VIIIB. Berdasarkan pada hasil analisis pada table di atas, secara umum siswa telah mampu mengarang dengan baik, artinya sudah mampu menerapkan aspek aspek karangan pada karangannya dengan baik dan sempurna. Akan tetapi bila kita lihat secara individu, masih ada siswa yang belum mampu menggunakan semua aspek tersebut dalam karangan, yaitu No.Sub.27 dan 35, terutama No.Sub.35. dengan demikian, berarti siswa tersebut kurang mampu / tidak mampu membuat karangan argumentasi. Tafsiran / deskripsi: Penulis menentapkan batas minimal lulus dengan nilai 6. Dengan demikian yang telah berhasil mencapai tujuan pada pretes 81,25% dan yang belum 18,7%. Pada postes seluruh siswa lulus, berarti seluruh siswa berhasil mencapai tujuan. Tafsiran / deskripsi: Karena penulis menetapkan batas minimal lulus dengan nilai 6, maka yang telah berhasil mencapai tujuan pada pretes 47,83%, sedangkan yang belum berhasil 52,17%. Pada postes yang belum berhasil mencapai tujuan 2,17%. Hal ini berarti siswa yang telah berhasil mencapai tujuan 97,83%. Perbedaan Rata - rata Pretes dan Postes Pada bagian ini akan penulis sajikan perbedaan nilai teori dengan postes teori dan perbedaan nilai pretes praktek dengan postes praktek di kelas VIIIA dan VIII B.. Dalam hal ini termasuk perbedaan kenaikan rata - ratanya. Dalam perhitungan ini bertitik tolak pada perhitungan sebelumnya, terutama pada table 7,9,11, dan 13. 4.6.1 Perbedaan Rata - rata Pretes dan Postes Teori di Kelas VIIIA dan VIII B. Berdasarkan data pada table 7, nilai rata - rata pretes teori 5,12 dan rata - rata nilai postes teori di kelas VIII A 6,64. Dari hal itu terlihat kenaikan rata - rata 1,52. Berdasarkan data pada table 9, pretes dan postes pada kelas VIII B, yaitu 4,63 dan 7,15. Dari hal di atas terlihat kenaikan rata - rata 2,52. Berdasarkan hal di atas kenaikan rata - rata pada kelas VIII A lebih besar daripada kenaikan rata rata pada kelas VIII B. Hal ini berarti bahwa pengajaran teori mengarang lebih berhasil di kelas VIII A, walaupun selisih kenaikannya kecil, yaitu 1,0. 4.6.2 Perbedaan Rata - rata Pretes dan Postes Praktek di Kelas VIIIA dan VIII B. Berdasarkan data pada table 11, rata - rata pretes dan postes pada kelas VIII A masing - masing 6,02 dan 7,10. Dengan demikian kenaikan rata - rata 1,08. Berdasarkan table 13, rata - rata pretes dan postes kelas VIII A masing - masing 5,73 dan 7,16. Dengan demikian kenaikan rata - rata pada kelas VIIIB 1,43.
Dari data di atas ternyata rata - rata kelas VIII A lebih besar daripada rata - rata kelas VIII B. Hal ini berarti pengajaran praktek mengarang argumentasi lebih berhasil di kelas VIII A, walaupun perbedaan kenaikannya sangat kecil, yaitu 0,35. Tafsiran / deskripsi: Karena > , maka (hipotesis nol) diterima, dan (hipotesis kerja) ditolak. Hal ini berarti tidak ada korelasi yang signifikan antara nilai postes teori dengan nilai postes praktek pada taraf kepercayaan 95% atau signifikan 5%. Pada hal ini pengaruh teori terhadap praktek sebesar 7,67%. SIMPULAN Pada bagian ini akan penulis kemukakan beberapa kesimpulan dari apa yag telah penulis laksanakan berdasarkan pada bab - bab sebelumnya. Hal tersebut sekaligus merupakan jawaban permasalahan pada penelitian ini. Selain itu, akan penulis kemukakan pembuktian hipotesis yang telah penulis rumuskan sebelumnya, dan beberapa saran yang erat hubungannya dengan pengarjaran menulis terutama pelajaran mengarang argumentasi. Berdasarkan pada tabel 11 dan 12 halaman , sebelum proses belajar mengajar (PBM) dimulai siswa kelas VIII A telah memiliki semua aspek karangan argumentasi dengan cukup. Artinya, siswa telah mampu menerapkan semua aspek karangan argumentasi dengan cukup baik. Pada kelas VIII A aspek yang telah dimiliki siswa ialah aspek kesesuaian isi dengan judul, dan aspek isi dengan cukup baik. Sedangkan aspek yang belum dimiliki siswa, yaitu aspek bahasa keefektifan kalimat, pilihan kata / kosa kata, gaya bahasa, ejaan, dan sebagian aspek bentuk karangan ; pendahuluan dan penutup. Berdasarkan pada tabel 13 dan 14 hal, setelah penulis menyajikan materi mengarang argumentasi dengan menggunakan metode inquiri, melalui teknik diskusi dan teknik analisis terhadap karangan yang penulis sampaikan, serta teknik latihan sebagai teknik lanjutan, ternyata siswa mampu mengarang argumentasi dengan lebih baik. Pada kelas VIII A aspek yang benar - benar dikuasai siswa ialah aspek kesesuaian isi dengan tema, aspek penalaran, dan aspek kesesuaian isi dengan judul. Aspek kesesuaian isi dengan tema, artinya isi karangan siswa lebih relevan dengan tema yang penulis sodorkan dan dibahas dalam jenis karangan argumentasi. Aspek penalaran, artinya dalam pemaparan karangan sudah logis dan sistematik. Aspek kesesuaian isi dengan judul, artinya siswa telah mampu memulai karangan dengan lebih baik atau mampu mengantarkan permasalahannya kepada masalah berikutnya. Ada pun aspek yang belum dikuasai siswa dengan baik ialah aspek penutup. Artinya, siswa belum mampu mengakhiri karangan
dengan baik, antara bagian penutup ; kesimpulan / saran / himbauan karangan tidak relevan atau kurang relevan dengan pembahasan sebelumnya. Pada kelas VIII A, aspek yang paling dikuasai siswa, yaitu aspek kesesuaian isi dengan tema. Artinya, antara isi karangan dengan tema karagan yang penulis sodorkan sudah lebih relevan dan dalam pemaparannya dipaparkan dalam jenis karangan argumentasi. DAFTAR PUSTAKA AH, Mohamad, Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru, Bandung, 1984. Alipandie, Imansyah, Didaktik Metodik Pendidikan Umum. Bandung, 1982. Caraka, Cipta Loka, Teknik Menearane. Kanisius, Bandung, 1987. Dahlan, Beberaoa Alternatif Interaksi Belajar Meneajar Model - model Meneajar.CV Diponegoro, Bandung, 1984. Depdikbud, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas ( SMA ) PetunjukPelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta, 1985. Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas Garis - garis Besar Program pengajaran. 1987. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research 3, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1986. Metodologi Research 4, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1986. Statistik 1, 2, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1985. Halim, Amran, at.all., Ujian Bahasa. Wira Nurbakti, Jakarta 1982. Hidayat, Kosadi, at.all., Strategi Belajar Mengajar. Bina Cipta, Bandung, 1987. Joni, Raka, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Karya Anda, Surabaya, 1986. Keraf, Gorys, Argumentasi dan Narasi. Gramedia, Jakarata, 1985. Marwoto, Komposisi Praktis. Hanindita, Yogyakarta, 1985. Misdan, Undang, Pendekatan Metode dan Teknik. Badan Penerbit FKSS – IKIP Bandung, 1979/1980. Nafiah, Hadi, Anda Incin Jadi Pengarang. Usaha nasional, Surabaya, 1981. Parera, Jos Daniel, Belajar Meneemukakan Pendapat. Erlangga, Jakarta, 1984. Roestiyah, Strateci Belajar Mengajar. Bina Usaha, Surabaya, 1985. Rusyana, Yus, at.all., Metode Pengajaran Sastra. FKSS IKIP, Bandung, 1978.Materi Pokok Keterampilan Menulis. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka, 1986. Semiawan, Conny, at.all., Pendekatan Keterampilan Proses. Gramedia, Jakarta, 1988. Soewarno, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM. CV Rajawali, Jakarta, 1988. Sudirman, at.all., Ilmu Pendidikan. Remaja Karya, Bandung, 1987. Surakhman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito, Bandung, 1985. Suryobroto, Mengenal Metode Pengajaran di Sekolah dan Pendekatan Baru dalam Proses Belajar Mengajar. Amarta, Yogyakarta, 1986. Syamsuddin, Bimbingan Karang Mengarang I, FPBS IKIP, Bandung, 1970 - 1987., Bimbingan Karang Mengarang JI, FPBS - IKIP, Bandung, 1973 - 1987. Syarkowi, at.all., Rencana Program Pengajaran. Bandung, tanpa tahun. Tarigan, Hanry Guntur, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Angkasa, Bandung, 1983. Winardi, Pengantar Metodologi Research. Alumni, Bandung, 1979.