9/6/2012
Refleksi Intelektual atas Usaha Menumbuhkan Kepercayaan Rakyat Kepada Pemerintah sebagai wujud Ketahanan Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia ditinjau dari perspektif Nasional
1
9/6/2012
KETAHANAN NASIONAL
VITAL
DALAM NEGARA INDONESIA YANG BERDAULAT
EKSISTENSI & KELANGSUNGAN BANGSA DAN NEGARA INDONESIA
PRIBADI INDONESIA
W A D A H
BERSATU DALAM KEBERAGAMAN BAGI SEGENAP PRIBADI INDONESIA
- BERKARATER - BERMARTABAT - BERIDENTITAS
MERDEKA SEBAGAI MANUSIA
2
9/6/2012
KETAHANAN NASIONAL 2 PILAR N A S I O N A L I S M E
TELADAN FOUNDING FATHER
Sebagai ketangguhan bangsa Dalam mempertahankan diri & dalam melangsungkan Hidupnya menurut cita cita & Citranya sendiri
Nasionalisme : Dr Sun Yat Sen “Nasionalisme adalah milik yang berharga yang memberi kepada suatu negara tenaga untuk mengejar kemajuan dan memberi kepada suatu bangsa tenaga untuk mempertahankan hidupnya.”
SISTEMATIKA URAIAN TULISAN REDEFINISI PRINSIP PRINSIP DASAR KETAHANAN NASIONAL DARI PERSPEKTIF NASIONAL
Intelektual Indonesia tidak menari dalam irama genderang pihak lain tapi bercermin pada teladan Founding Fathers
Konseparasi Kasus kasus
Integrasi : Amerika Serikat ( 1860 – 1865 ) Uni Sovyet 1991 Disintegrasi : Yugoslavia 1990-an Timor Timur 1999
Kasus Internal
Aceh 2005 Papua & Maluku ( Potensi Disintegrasi )
3
9/6/2012
Kepercayaan Rakyat sebagai Proyeksi Sebuah Visi, Misi & Strategi Kepemimpinan demi mewujudkan ketahanan Nasional dalam Persfektif Nasional Refleksi Intelektual atas usaha menumbuhkan kepercayaan rakyat Sebuah Guratan Sketsa Solusi
Demikian sistematika tulisan ini dihadirkan sebagai sebuah refleksi intelektual yang mencoba menggali kembali nilai-nilai dasar dari eksistensi bangsa ini sehingga Indonesia akan tetap tegak di tengah terpaan sejarah dan bendera merah putih tidak akan lagi dikerek turun di bumi nusantara apapun alasannya.
KETAHANAN NASIONAL ESENSIAL menyangkut EKSISTENSI dari Negara dan Bangsa Indonesia
kemampuan suatu bangsa untuk mempertahankan kedaulatannya ketahanan dalam keseluruhan bidang gerak masyarakat, dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan tentu juga dalam bidang pertahanan dan keamanan.
4
9/6/2012
KETAHANAN NASIONAL
Indonesia Hasil Perjuangan
Fakta Sejarah
Wawasan Nusantara
kesadaran dan cara pandang kita terhadap diri dan lingkungan kita bahwa Indonesia meliputi wilayah, kebudayaan, bahasa yang beragam namun dalam kemajemukan itu Nusantara merupakan kesatuan yang utuh.
PENTING untuk menghindarkan Indonesia dari DISINTEGRASI dan EKSTREMISME
KETAHANAN NASIONAL DARI PERSPEKTIF NASIONAL
dipahami dalam kerangka sebuah identitas yang bermartabat sebagai bangsa yang berdaulat dan manusia yang berkepribadian/berkarakter yang hidup sebagai TUAN ATAS DIRI DAN TANAH AIRNYA
pertanyaan dasar saat ini adalah bagaimana aktualisasi dari Ketahanan Nasional
Perspektif nasional dari Ketahanan Nasional adalah ASPEK INTERNAL dari ketahanan sebuah bangsa sehingga menjadi tangguh dalam menghadapi tantangan global. Hal ini sangatlah penting karena sejarah telah membuktikan bahwa penyebab kehancuran sebuah bangsa yang paling fatal adalah KEHANCURAN DARI DALAM. Aspek eksternal umumnya hadir sebagai pemicu atau momentum yang mempercepat kehancuran sebuah bangsa.
5
9/6/2012
Para Bapak Pendiri Bangsa (Founding Fathers) telah memberikan warisan yang sangat berharga bagi keutuhan internal dari Ketahanan Nasional kita
Bertolak dari warisan tersebut prinsip-prinsip dasar Ketahanan Nasional dari perspektif nasional secara konkret sebagai sebuah proses Pemaknaan kehendak dan pemurnian itikad sehingga BAIK SECARA SADAR MAUPUN TIDAKSADAR SEORANG INTELEKTUAL INDONESIA TIDAK MENARI DALAM IRAMA GENDERANG PIHAK LAIN dapat dirumuskan dalam LIMA PRINSIP berikut ini :
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 UUD’45 yang telah memuat komitmen bersama bangsa Indonesia yang menjadi pengikat dari eksistensi bangsa dan negara Indonesia
yaitu Lima Sila dari Pancasila serta Tujuan Nasional yang tercantum pada alinea IV Pembukaan UUD’45 sebagai arah kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, yakni : Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
1. JATI DIRI DAN HARGA DIRI BANGSA Sebuah bangsa dan negara yang tidak memiliki jati diri dan harga diri tidak lagi merupakan sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. di atas nilai-nilai persatuan dalam keberagaman telah berdiri tegak jati diri dan kedaulatan yang menjadi harga diri bangsa Indonesia modern. Seluruh perjalanan sejarah itu menempa harga diri dan karakter bangsa sebagai bangsa merdeka dan bersatu tidak terpatahkan oleh sekelompok orangorang yang berwatak oportunis (Budi Susilo Soepandji, 2011: Hlm. 14, 16) harga diri Bangsa adalah cermin dari eksistensi bangsa. Disinilah segenap kebijakan nasional yang dirumuskan oleh pemerintah yang berkuasa seyogianya dilabuhkan dan segenap langkah strategis serta kompromi dihentikan. Sebuah kebijakan yang mengingkari jati diri dan harga diri bangsa berpotensi untuk memicu disintegrasi bangsa atau kelangsungan hidup pemerintah itu sendiri.
Contoh Kasus : sikap tegas Bung Hatta mengenai pembubaran TNI yang diusulkan Belanda tahun 1948. ,” … bagaimana mungkin kami bersedia membubarkan tentara patriotik seperti TNI? Tentara yang dilahirkan dalam perang kemerdekaan dan telah berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan pengorbanan begitu besar? Jauh sebelum tujuan nasional kami sepenuhnya bisa dicapai?” (Budi Susilo Supanji, 2011: Hlm. 22)
6
9/6/2012
2. KARAKTER DAN MARTABAT SEBAGAI MANUSIA BERIDENTITAS DAN BANGSA YANG MERDEKA DALAM NEGARA YANG BERDAULAT Sebuah bangsa tidak akan merdeka secara total jika warganegaranya bukan manusia yang beridentitas dan tanpa adanya kemerdekaan yang total maka negara tidak akan berdaulat secara penuh. Ketiganya, Manusia yang beridentitas, Bangsa yang merdeka dan Negara yang berdaulat tidak akan kokoh dan langgeng eksistensinya tanpa adanya karakter dan martabat. Salah satu teladan paling konkret dan nyata yang dapat dijadikan contoh adalah sikap tindak (alm.) Sultan Hamengkubuwono IX (HB IX) dalam menghadapi sepak terjang Belanda yang hendak menjajah kembali Republik Indonesia selama tahun 1945 sampai dengan tahun 1950. Sikap tindak tersebut dapat diringkas dalam 3 momentum pokok, yaitu : 1.Pada tanggal 18 Agustus 1945, mengucapkan selamat atas terbentuknya Negara Republik Indonesia dan pada tanggal 20 Agustus 1945 kembali mengirimkan kawat kepada Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang menyatakan “sanggup berdiri di belakang pimpinan mereka (Dwi tunggal). ; 2. Menerima Pemerintah RI yang mengungsi dari Jakarta yang semakin tidak aman dan menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia sejak tanggal 4 Januari 1946; dan 3. Setelah Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948 dan Yogyakarta diduduki oleh Belanda, HB IX menolak tegas tawaran Belanda untuk menjadikan beliau kepala pemerintahan boneka di wilayah Jawa dan Madura
segenap pernyataan di atas jelas hanya bisa dimunculkan dari seorang putra Indonesia pribadi yang berkarakter dan bermartabat sebagai manusia beridentitas dan bangsa yang merdeka dalam negara yang berdaulat. Sebuah teladan sebagai jejak warisan para Founding Fathers yang bisa menjadi teladan bagi kita dalam meretas jalan Republik ke depan.
3. PERCAYA DIRI DAN PATRIOTISME SEBAGAI REAKSI BAGAIMANA NEGARA MENGELOLA SUMBER DAYA NASIONALNYA UNTUK MENINGKATKAN HARKAT DAN MARTABAT RAKYATNYA: Patriotisme adalah jiwa cinta tanah air dan siap untuk membela negara. Jiwa patriotisme bangsa Indonesia tumbuh seiring dengan kesadarannya sebagai bangsa dan tumbuhnya rasa cinta kepada negara adalah reaksi dari bagaimana negara mengelola sumber daya nasionalnya untuk meningkatkan harkat dan martabat rakyatnya (Budi Susilo Supanji, 2011: Hlm. 20, 22). 4. KOMITMEN PADA KEPENTINGAN NASIONAL merupakan kesungguhan yang mengikat setiap langkah warga Negara baik secara strategis maupun operasional berorientasi pada pencapaian cita-cita dan tujuan nasional. Komitmen ini tidak bersifat transenden, sehingga sangat wajar terjadi perbenturan dengan kepentingan pribadi atau kelompok. Yang terpenting adalah bagaimana perbenturan tidak menyulut sentimen pribadi sehingga merusak usaha dan tujuan bersama untuk menjadi bangsa yang bermartabat, besar, kuat dan terhormat (Budi Susilo Supanji, 2011: Hlm. 2). Teladan terbaik dari para Bapak Bangsa (Founding Fathers) yang dapat menjadi contoh klasik adalah bagaimana kerjasama yang terjadi antara Bung Karno, Bung Hatta dan Bung Sjahrir selama masa pendudukan Jepang hingga lahirnya Republik. Kendatipun senantiasa berpolemik selama era pergerakan, namun ketika dihadapkan pada realitas di mana komitmen pada kepentingan nasional dan masa depan bangsa yang menjadi taruhannya maka Triumvirat Republik memainkan peran dan kerjasama yang baik demi merebut kemerdekaan dan menjaga bayi Republik Indonesia agar tetap bertahan hidup.
7
9/6/2012
Soekarno boleh kita jadikan personifikasi dari ideal KESATUAN DAN PERSATUAN serta KESADARAN IDENTITAS BANGSA INDONESIA, dan apabila Mohammad Hatta boleh kita anggap sebagai personifikasi cita-cita Indonesia yang DEMOKRATIS, baik dalam arti politik maupun ekonomi, ANTIKAPITALISME dan pendekar kerakyatan yang berstruktur KOPERASI, dalam diri Sutan Sjahrir kita dapat menemukan pemribadian cita-cita KEMANUSIAAN, PERIKEMANUSIAAN YANG BERBUDAYA, dan sikap yang sangat tinggi MENGHARGAI MANUSIA INDONESIA SELAKU PRIBADIPRIBADI, TANPA LEPAS DARI DIMENSI KESOSIALANNYA.
5. Kesadaran atas Tujuan Nasional : Tujuan nasional itu melingkupi seluruh upaya mewujudkan kepentingan nasional Indonesia untuk tegak dan jayanya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 Impian suatu Indonesia Raya mengikuti ideal kesemakmuran bersama Asia Timur Raya yang pernah didengung-dengungkan Jepang selama Perang Dunia II menghadirkan ideologi yang mementingkan kolektivitas Indonesia. Kepentingan si “manusia pribadi” Indonesia hampir tidak dihiraukan sehingga kemerdekaan MANUSIA-MANUSIA Indonesia yang BERJIWA MERDEKA tidak terealisasikan karena Indonesia yang merdeka sebagai badan kolektif adalah merdeka, tetapi seperti yang berulang dipidatokan oleh Bung Karno mengutip Multatuli, adalah kemerdekaan Indonesia yang terdiri dari kulikuli dan bukan RI yang benar-benar berciri REPUBLIK sebagai suatu Negara dan bangsa yang bukan kuli diantara para bangsa, dan suatu bangsa yang tidak terdiri dari kuli-kuli.
Kesadaran atas Tujuan Nasional akan menjaga pikiran, akal dan hati kita untuk tidak mewujudkan Indonesia Raya yang terdiri dari manusia Indonesia bermental kuli tetapi berciri humanis dan menjadi tuan atas diri dan tanah airnya sendiri.
“ Berhadapan dengan dunia kita tidak menggunakan jalan-jalan dan akal yang licik untuk mencapai maksud kita. Kita tidak percaya pada jalan-jalan dan akal yang demikian. Kita siap mengorbankan segala tenaga harta benda hingga ke jiwa kita, untuk mencapai cita-cita bangsa kita yang tinggi dan murni, akan tetapi kita tidak boleh menggunakan kelicikan dan kebusukan di dalam perjuangan kita. Kita berjuang sebagai ksatria. Bagi jaman yang lampau nasionalisme di dalam perhubungan antara bangsa-bangsa sering hanya nasional egoisme dan imperialisme … Kita tidak demikian. Kebangsaan kita hanya jembatan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang sempurna bukan untuk memuaskan diri sendiri, sekali-kali bukan untuk merusakkan pergaulan kemanusiaan … Kebangsaan kita hanya satu roman dari pembaktian kita kepada kemanusiaan.” Hal ini mungkin terkesan idealis. Tetapi manusia tanpa idealisme adalah manusia yang telah dilucuti kemanusiaannya dan terperangkap dalam kefanaannya. Hidup yang sementara ini mengukir sebuah pesan bahwa setiap manusia menunaikan tugasnya sebelum pergi menghilang ditelan waktu.
8
9/6/2012
III.
CONTOH KASUS SEBAGAI KOMPARASI HISTORIS
•PERANG SAUDARA AMERIKA SERIKAT (1861-1865) :
“ Uni adalah kekal, ditegaskan oleh sejarah Uni itu sendiri. Uni jauh lebih tua daripada Konstitusi. Secara sederhana, pokok pemikiran pemisahan, adalah saripati dari anarki. Saudara-saudaraku yang tidak puas, bukan di tanganku melainkan di tangan kalianlah letaknya persoalan perang saudara yang penting ini. Pemerintah tidak akan menyerang kalian. Perselisihan terjadi karena kalian sendirilah agresornya. ... Terus terang saya katakan bahwa kita tidak bisa berpisah.” Pidato Pelantikan Abraham Lincoln 4 Maret 1861
Tetapi Lincoln dengan keteguhan hati dan kejernihan akal telah melakukan langkah-langkah yang AS lolos dari disintegrasi dan tetap tegak hingga hari ini. Langkah-langkah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : •Pada tanggal 1 Januari 1863 Lincoln memproklamasikan Proklamasi Emansipasi yang membebaskan seluruh budak di Negara bagian Konfederasi dan mengajak mereka untuk bergabung dengan pasukan Utara. Tindakan ini secara efektif melemahkan Konfederasi tanpa menghilangkan identitas Negara bagian Konfederasi yang tetap dianggap bagian dari AS; •Dilakukan blockade permanen atas semua pelabuhan Konfederasi sehingga perdagangan Konfederasi dengan Eropa sulit dilanjutkan. Hal ini secara langsung melemahkan kemampuan tempur Konfederasi menghadapi industri AS yang produktif; •Pasukan AS fokus untuk mengunci pasukan Konfederasi di bawah Jend. Robert E. Lee dan akhirnya setelah pertempuran sengit maka dalam kepungan Jend. Robert E. Lee menyerah kepada AS di Appomatox, Virginia pada tanggal 2 April 1865; •Lincoln memperlakukan bekas musuhnya dengan penuh toleransi. Tidak menghukum mereka secara keras dan kembali membantu Negara bagian Selatan membangun kembali institusi Negara Selatan dan diterima dengan tangan terbuka menjadi bagian dari AS. Perang untuk Kemerdekaan Selatan telah menjadi perjuangan yang hilang. Sikap jiwa besar Lincoln mengilhami dunia akan komitmen beliau bagi persatuan AS. Tanpa kebesaran hati beliau AS mungkin telah hilang dan Amerika Utara terbagi-bagi dalam Negara kecil seperti halnya Eropa atau lebih parah seperti Amerika Latin di mana Simon Bolivar gagal menjaga persatuan setelah berhasil mengusir penjajah Spanyol.
9
9/6/2012
Bahwa belajar dari teladan Abraham Lincoln yang telah menyelamatkan AS dari ancaman disintegrasi maka hal-hal yang vital dalam mempertahankan eksistensi RI adalah adanya konsep yang jernih, sikap yang pasti, kompromi yang terukur tanpa mengorbankan jati diri dan harga diri Bangsa serta orientasi yang kokoh bagi persatuan sebagai pondasi dan pengampunan yang tanpa dendam pada siapapun. B. DISINTEGRASI UNI SOVYET SERTA YUGOSLAVIA TAHUN 1990-AN : US dan Yugoslavia jelas telah meninggalkan akar persatuan yang telah mereka bina selama ini. Persatuan yang dibina tidak dilandaskan pada perjuangan kemerdekaan karena yang terjadi bukanlah perjuangan untuk MEMPERTAHANKAN persatuan melainkan untuk EKSPANSI dan memperluas kekuasaan dan pengaruh pada wilayah sekitar yang dahulu memiliki latar belakang sejarah yang jauh berbeda. Kondisi ini yang tidak menjadi catatan penting dalam perkembangan selanjutnya dan akhirnya bermuara pada kehancuran masing-masing Negara tersebut. US memiliki 3 pilar kekuasan : sentralistik, indoktrinasi komunis dan polisi rahasia. melalui glasnots, perestroika, democratizaatsia runtuh 3 pilar kekuasaan US. Yugoslavia setelah kematian Tito mengalami KRISIS KEPEMIMPINAN yang akhirnya bermuara pada kebangkrutan ekonomi dan perang etnis yang mengubur eksistensi Yugoslavia.
Cukup menarik bahwa US dan Republik Rakyat Cina (RRC) telah menempuh caracara yang sangat bertolak belakang. US memulai reformasi dengan mengembangkan demokrasi politik sementara RRC memulai reformasi dari pengembangan demokrasi ekonomi dan kapitalisme. Setelah 10 tahun terlihat bahwa RRC lebih tangguh dan berkembang menjadi Negara superpower baru. Pengalaman ini mengindikasikan bahwa demokrasi adalah kemoterapi yang memerlukan beberapa syarat pokok dimana hal yang paling utama adalah PERSATUAN dan KESATUAN. Tanpa adanya persatuan maka Demokrasi akan gampang berubah menjadi Anarki dan akhirnya bermuara pada disintegrasi. Segenap hal yang telah dipaparkan di atas seyogianya menjadi Pelajaran berharga yang seharusnya menjadi catatan bagi Indonesia agar tidak perlu mengalami kengerian dan kehancuran seperti yang dialami oleh US dan Yugoslavia.
10
9/6/2012
IV.
KASUS TIMOR TIMUR SEBAGAI REFLEKSI ATAS PERMASALAHAN DISINTEGRASI BANGSA INDONESIA:
Hidup bangsa yang tidak direfleksikan adalah awal kehancuran bangsa tersebut. Sejarah adalah preseden yang tiada habis dan sudah layak menjadi bahan refleksi yang tiada tuntas demi kemajuan di masa depan. Dalam kasus Timor Timur ada 2 hal pokok yang dapat menjadi bahan refleksi dan diskusi bersama, yaitu : pertama, posisi dan sikap dasar RI dan kedua adanya kelompok masyarakat Timor yang memilih bergabung dan setia dengan Republik Indonesia. Dalam hal ini ditinjau dari sisi Ketahanan Nasional dalam perspektif nasional maka ada beberapa pokok yang seyogianya menjadi perhatian bersama : •Ada sebuah kecenderungan sikap untuk fokus pada opini dan aspirasi kelompok anti integrasi yang anti Indonesia dan terkadang dipahami secara implisit terkesan sebagai pandangan yang mewakili aspirasi seluruh masyarakat Timor Timur sehingga opini dan aspirasi dari kelompok yang pro dan loyal dengan Republik kurang mendapat sorotan. Opini masyarakat Indonesia yang terbentuk adalah segenap masyarakat Timor Timur tidak mau bersatu dengan Indonesia; Akibatnya pihak yang pro dan loyal dengan Republik merasa ditinggalkan dan diabaikan aspirasinya. Hal ini dapat dilihat dari dua momentum penting yang dapat menjadi bahan refleksi, yaitu :
Domingos M.D Soares, S.H., M.S ketua FPDK (Forum Persatuan, Perdamaian dan Keadilan) saat beraudiensi dengan Presiden Habibie pada tanggal 25 Februari 1999 di Istana Negara menegaskan dalam pidatonya sebagai berikut : (Soares, 2011 : Hlm. 197) “ Kami merasa diperlakukan bukan lagi sebagai anak kandung. Kami merasa hendak didepak begitu saja, tanpa kompromi. Perlu kami tegaskan bahwa bagi kami bergabung kembali dengan saudara-saudara kami dalam pangkuan Ibu Pertiwi Bangsa Indonesia adalah masalah hati nurani, bukan masalah politik, ekonomi atau lain-lain. Kami juga merasa amat terganggu batin kami apabila menyadari bahwa saudara-saudara kami sendiri berkeyakinan bahwa permasalahan kami akan dapat diselesaikan dengan opsi-opsian sebab bagi kami yang ada hanyalah panggilan Ibu Pertiwi untuk kembali ke pangkuannya sebagai satu-satunya jalan untuk melepaskan diri dari cengkeraman penjajah Portugis, bukan pilihan atau opsi.” Panglima PPI (Pasukan Pejuang Integrasi) Joao Tavares dalam Pelatihan Ketrampilan Presentasi yang diadakan oleh Departemen Luar Negeri RI di Denpasar, Bali pada tanggal 19-21 Maret 1999 dalam acara tanya jawab menanyakan pada Makmur Widodo, Direktur Organisasi Internasional Deplu RI bahwa di buku sejarah mana ada seorang yang sudah menang perang dipaksa untuk kalah. Pernyataan ini menunjukkan persepsi yang tertanam di benar para pemimpin kelompok pro-integrasi serta keterpaksaan mereka untuk menerima kebijakan dua opsi dari pemerintah (Soares, 2011 : Hlm. 167)
11
9/6/2012
•Akibat paling parah adalah sikap Indonesia dan opini masyarakat Indonesia yang terbentuk akhirnya menjadi reaktif dan bukan aktif. Indonesia kehilangan momentum untuk bersikap dan segenap sikap yang diambil oleh pemerintah Indonesia adalah terkesan sebagai reaksi atas sikap dan tanggapan pihak asing. Pada akhirnya Indonesia pelan tapi pasti jadi menari dalam irama gendang pihak lain. Hal ini adalah pelajaran berharga bagi RI karena sejarah membuktikan bahwa pemerintah RI sejak pemberontakan Madiun tahun 1948, DI/TII, Permesta, PRRI, Perjuangan Mandala, sampai dengan G 30 S/PKI senantiasa aktif serta bukan reaktif dan mempunyai posisi dan sikap dasar yang kokoh yang secara sederhana dapat dilihat dari pidato radio Bung Karno pada tahun 1948 : Pilih Soekarno-Hatta atau Muso-Amir Syarifuddin ! Sebuah ketegasan sikap yang mematok jati diri dan harga diri bangsa yang tidak dapat ditawar-tawar. Kompromi menjadi bermakna karena kita tahu di mana batas toleransi kita dan perdamaian menjadi bermartabat karena kita tidak mengorbankan harga diri kita.
KASUS ACEH (2005) Adalah sebuah contoh positif bagi penyelesaian sebuah konflik internal. Sebuah semangat awal yang wajib ditularkan bagi daerah berpotensi separatis lainnya di Republik Indonesia. Riwayat kolonisasi Aceh patut juga menjadi pelajaran bagaimana Belanda memanfaatkan potensinya demi aneksasi Aceh di tahun 1873 hingga okupasinya pada tahun 1904. Upaya perdamaian yang selama ini diusahakan sudah layak dan sepantasnya diteruskan dan disinambungkan realisasinya sehingga setiap pihak yang terlibat benar-benar merasakan manfaatnya. POTENSI PAPUA DAN MALUKU Potensi separatis Papua dan Maluku masing-masing adalah bagian dari riwayat sejarah nusantara. Hal paling vital dalam konteks ini adalah kenyataan bahwa Papua dan Maluku merupakan area terluas dari Indonesia Timur atau Kawasan Timur Indonesia selain Nusa Tenggara Timur.
12
9/6/2012
Potensi konflik di wilayah mayoritas KTI ini adalah bahan refleksi yang penting bagi bangsa Indonesia guna menangani ‘keterbelakangan’ dan Kemiskinan Indonesia Timur. Adakah hal ini adalah cermin kebodohan dan kemiskinan atau semata merupakan ekses dari ketimpangan akses informasi, kesejahteraan dan pembangunan.
Sikap dasar lain yang patut menjadi acuan pula adalah bahwa Papua dan Maluku wajib ditempatkan sebagai masalah nasional dan bukan masalah regional. Papua dan Maluku adalah bagian integral dari RI dan untuk itu segenap warga Indonesia mempunyai kewajiban untuk urun rembuk dan memberi sumbangannya bagi kemaslahatan dari kedua daerah tersebut. Indonesia adalah masyarakat yang bersatu. Persatuan itu tumbuh dari keberagaman. Membentuk opini atas setiap daerah secara regional dan bukan nasional menjadi lahan yang subur bagi berkembangnya bibit-bibit disintegrasi yang lambat laun akan menenggelamkan Republik Indonesia.
V.
KEPERCAYAAN RAKYAT SEBAGAI PROYEKSI SEBUAH VISI, MISI DAN STRATEGI KEPEMIMPINAN DEMI MEWUJUDKAN KETANAHAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF NASIONAL
Ide dasar yang seyogianya menjadi esensi dari Ketahanan Nasional dalam perspektif nasional adalah bahwa Indonesia adalah satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa persatuan. Hal ini bukan hanya slogan belaka tetapi benar-benar diterapkan dalam setiap analisa, setiap perumusan kebijakan dan setiap pembentukan opini yang hendak dilakukan atas segenap isu dan permasalahan bangsa ini. Kendatipun solusi persoalan dapat dirumuskan secara regional namun perspektif permasalahan wajib dilihat secara nasional. Dengan demikian setiap insan Indonesia mempunyai rasa memiliki, kepedulian dan rasa kebersamaan dari Sabang sampai Merauke. Hal ini bukan sesuatu yang muluk tetapi secara konkret wajib ditumbuhkan untuk mengikis Paradigma Sinisme dan perspektif negatif yang cenderung menguasai opini masyarakat. Setiap permasalahan bangsa umumnya disorot dengan Paradigma Sinisme dan perspektif negatif. Hal ini amat disayangkan karena paradigma sinisme dan perspektif negatif telah membuntukan solusi karena itikad, semangat dan antusiasme telah dipadamkan sejak awal. Pendobrakan atas hal ini sejak awal harus ditumbuhkan dengan membangun solidaritas nasional yang merapatkan jurang perbedaan dan mempererat tali persatuan. Contoh konkretnya, mengenai peta kesenjangan antara Wilayah Indonesia Barat dan Wilayah Indonesia Timur seyogianya mulai dipahami dalam perspektif yang positif seperti : Menggalang Persatuan Indonesia dalam semangat Simpati Indonesia Barat dan Solidaritas Indonesia Timur .
13
9/6/2012
VI.
REFLEKSI INTELEKTUAL ATAS USAHA MENUMBUHKAN KEPERCAYAAN RAKYAT
Kunci kepercayaan rakyat bukanlah semata masalah uang dan ekonomi tetapi lebih pada komitmen dan strategi pemerintah yang efektif dan komprehensif. Strategi yang secara efektif mengopinikan sebuah pesan dan komitmen perjuangan yang konsisten serta berkesinambungan di mana orasi bukan hanya permainan kata-kata semata tetapi ungkapan hati nurani yang secara pasti berusaha diwujudkan melalui langkah nyata dan tindakan konkret. Birokrasi sebagai sebuah alat pemerintah dalam menjalankan pemerintah serta mengoperasionalisasikan kekuasaan yang dipercayakan kepadanya oleh rakyat dalam demokrasi hadir sebagai senjata yang sepenuhnya tergantung pada ‘man behind the gun”. Birokrasi sepenuhnya bebas nilai dan dapat dipakai oleh berbagai kepentingan penguasa dalam realisasi. Kenyataan ini adalah fakta bahwa memantapkan visi, misi dan strategi kepemimpinan pemerintah adalah hal paling fundamental dalam mengefektifkan birokrasi.
pengembangan birokrasi hanya dapat dibangun berdasarkan sebuah kebijakan yang peka dan tanggap atas perubahan. Kegagalan merespon ini menjadikan publik kehilangan kepercayaan pada organisasi publik dan akhirnya memerosotkan kompetensi dan kinerjanya (Sultan Hamengku Buwono X, 2008: Hlm.226).
Kepercayaan yang kokoh ini jelas tidak asal percaya melainkan dibangun di atas prinsip-prinsip dasar Ketahanan Nasional dalam perspektif nasional, yaitu : •Jati diri dan Harga Diri Bangsa; •Karakter dan Martabat sebagai manusia beridentitas dan bangsa yang merdeka dalam negara yang berdaulat; •Percaya Diri dan Patriotisme sebagai reaksi bagaimana Negara mengelola sumber daya nasionalnya untuk meningkatkan harkat dan martabat rakyatnya; •Komitmen pada Kepentingan Nasional; dan •Kesadaran atas Tujuan Nasional
14
9/6/2012
Keunikan Indonesia yang wajib kita banggakan adalah
1. Indonesia adalah bangsa kepulauan terbesar di dunia dan memiliki keberagaman yang kaya namun juga budaya yang tinggi karena semua keberagaman tersebut bisa hidup sebagai satu bangsa yang sejak dahulu kala telah rukun dan damai di mana perdagangan bisa berjalan dan maju dengan pesat 2. Bangsa dan Negara Indonesia adalah bangsa yang memilih sendiri namanya. Nama Indonesia jelas bukan pemberian Belanda
3. Para Founding Fathers memiliki visi yang jauh ke depan dan pemikiran yang selain menembus batas-batas keterbatasan akal dan intelektualitas juga merupakan hasil kepekaan hati dan kedalaman perasaan yang peka akan nasib dan penderitaan saudara sebangsanya sebagaimana yang terbukti dari hal-hal sebagai berikut : 1. Para Founding Fathers sejak dini telah peka atas bergeraknya bangsa terjajah untuk mendobrak kolonialisme dan telah meramalkan adanya Perang Asia Timur Raya sejak tahun 1929; 2. Tan Malaka telah menulis risalah berjudul “Menuju Republik Indonesia” sejak tahun 1925. Dua puluh tahun sebelum lahirnya Republik Indonesia; 3. Para Founding Fathers telah memikirkan hal-hal yang dapat mempersatukan kita dalam keberagaman dan akan mengikat kita sebagai suatu kekuatan besar di Nusantara. Kebangkitan Nasional tahun 1908 dan Sumpah Pemuda tahun 1928 telah merumuskan prinsip-prinsip dasar berbangsa dengan : satu nusa, satu bangsa, satu bahasa persatuan. Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan yang membakar nasionalisme. Bendera Merah Putih yang memaknai identitas Indonesia yang jaya; 4. Bung Karno melalui hasil kontemplasi beliau selama masa pembuangan telah merumuskan Pancasila dasar negara RI pada tahun 1935 di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur; 5. Para Pendiri Bangsa sejak awal telah bertoleransi mengubah isi Jakarta Charter untuk dijadikan naskah Pembukaan UUD’45
15
9/6/2012
4. Indonesia adalah bangsa yang berjiwa besar. Lambang Negara Indonesia Burung Garuda diciptakan oleh Sultan Hamid II yang memprakarsai APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) tahun 1950. Kendatipun Sultan Hamid II adalah seorang tokoh makar terhadap RI tetapi Burung Garuda tersebut tetap dijadikan lambang Negara terlepas dari siapa penciptanya. Hanya bangsa yang berjiwa besar dapat berlaku seperti ini; 5. Indonesia adalah Negara yang merdeka atas usaha dan perjuangan sendiri dan kemerdekaannya bukan hadiah dari siapapun. Perjuangan Kemerdekaannya telah melahirkan Tentara Nasional Indonesia yang merupakan aset nasional dan bukan tentara bentukan penjajah atau bayaran. Lima hal di atas saja merupakan sekelumit nilai positif yang dapat membuat kita bisa berdiri tegak diantara bangsa-bangsa lain karena Indonesia memiliki kebanggaan atas eksistensi jati dirinya sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan negara yang berdaulat
PENUTUP Sebuah pendekatan yang bersifat doktriner, sloganistis, indoktrinasi adalah sebuah tindakan yang mubazir karena nasionalisme dan ketahanan nasional secara internal adalah hal konkret yang dekat dengan keseharian kita hanya yang menjadi masalah adakah sedikit waktu bagi kita sebagai manusia Indonesia untuk mau membuka mata melihat dan merefleksikan eksistensi kita sebagai bentuk penghargaan kita atas diri, bangsa dan Negara kita sendiri. Karena kalau bukan kita yang mulai menghargai dan bangga akan diri kita jangan mimpi bangsa lain akan menghargai kita. Kealpaan atas hal ini akan berbuah fatal karena secara langsung terkait dengan eksistensi Indonesia. Ketidakpedulian akan bermuara pada hancurnya Negara Indonesia dan kawasan Nusantara akan kembali berada dalam kegelapan dan dijajah serta didominasi oleh bangsa lain sebagaimana telah kita alami sejak setengah millennium silam. Sekarang keputusan ada pada diri kita untuk mau mulai meretas jalan Republik untuk keluar dari kebuntuan mata dan hati serta membuka dan merintis kembali jalan bagi kemajuan bangsa Indonesia atau kita hendak tenggelam dalam paradigma sinisme dan perspektif negatif yang umumnya tersamar sebagai suatu sikap kritis dan realistis tetapi pada isinya sama sekali menghilangkan potensi besar bangsa Indonesia yang telah dibangun dengan darah dan air mata oleh para pejuang dahulu. Pilihan ada pada kita dan hanya sejarah yang akan mencatat jawabannya.
16
9/6/2012
TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA TETAP MERDEKA DAN MAJULAH NUSANTARA
17