5
2012, No1294.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sesuai Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi, Kementerian Kesehatan telah menyusun Road Map 2010-2014 Reformasi Birokrasi di Kementerian Kesehatan dan menetapkan sembilan Program Reformasi Birokrasi Kementerian. Salah satu dari program tersebut adalah penguatan pengawasan. Melalui penguatan pengawasan diharapkan meningkatnya penyelenggaraan Kementerian Kesehatan yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Strategi pencegahan merupakan salah satu upaya untuk mengurangi terjadinya korupsi. Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagaimana diamanatkan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Inpres Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu dibangun program pencegahan korupsi yang lebih efisien, efektif dan komprehensif, melalui penetapan Zona Integritas menuju terwujudnya Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Membangun Zona Integritas menuju WBK/WBBM di lingkungan Kementerian Kesehatan merupakan bentuk pencegahan dan pemberantasan korupsi yang yang konkrit, sebagai bagian dari pencapaian reformasi birokrasi dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
6
pelayanan publik. Untuk itu diperlukan komitmen dari pimpinan dan segenap pegawai Kementerian Kesehatan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menyusun Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM di lingkungan Kementerian Kesehatan. B. Maksud, Tujuan dan Sasaran Maksud penyusunan petunjuk pelaksanaan ini adalah memberikan acuan dan penyamaan persepsi bagi Unit Penggerak Integritas, Unit Pembangun Integritas, pimpinan satuan kerja dan pimpinan Unit Eselon I dalam melakukan pembangunan, pembinaan dan evaluasi WBK/WBBM. Adapun sasaran penyusunan petunjuk pelaksanaan ini adalah untuk mempercepat terwujudnya WBK/WBBM di lingkungan Kementerian Kesehatan. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup Petunjuk Pelaksanaan ini meliputi pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM, pembinaan dan evaluasi WBK/WBBM di Kementerian Kesehatan. D. Pengertian Umum Dalam Petunjuk Pelaksanaan ini, yang dimaksud dengan : 1. Zona Integritas adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada Kementerian yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani melalui upaya pencegahan korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. 2. Wilayah Bebas dari Korupsi yang selanjutnya disingkat WBK adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi syarat indikator hasil WBK dan memperoleh hasil penilaian indikator proses di atas 75 pada Zona Integritas yang telah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan keuangannya. 3. Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani yang selanjutnya disingkat WBBM adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi syarat indikator hasil WBBM dan memperoleh hasil penilaian indikator proses di atas 75 pada Zona Integritas yang telah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan keuangannya.
www.djpp.kemenkumham.go.id
7
2012, No1294.
4. Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. 5. Unit Kerja adalah Unit/Satuan Kerja di lingkungan Kementerian serendah-rendahnya Eselon III yang menyelenggarakan fungsi pelayanan kepada masyarakat. 6. Unit Penggerak Integritas yang selanjutnya disingkat UPI adalah unit kerja yang ditugasi untuk memberikan dorongan dan dukungan administratif dan teknis kepada unit kerja dalam melaksanakan kegiatan pencegahan korupsi. 7. Unit Pembangun Integritas yang selanjutnya disingkat UPbI adalah unit kerja yang ditugasi untuk mendorong terwujudnya WBK/WBBM pada masing-masing Satuan Kerja. 8. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 9. Tim Penilai Internal adalah tim yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan yang mempunyai tugas melakukan penilaian unit kerja dalam rangka memperoleh predikat WBK/WBBM. 10. Tim Penilai Nasional adalah tim yang dibentuk oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang diberi tugas melakukan penilaian unit kerja dalam rangka memperoleh predikat WBK/WBBM.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
8
BAB II PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI
Pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM, merupakan salah satu upaya pencegahan korupsi sebagaimana telah diamanatkan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi. Pembangunan Zona Integritas dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: A. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas 1. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas dilaksanakan oleh pimpinan dan seluruh pegawai Kementerian Kesehatan. 2. Apabila seluruh unsur instansi pemerintah telah menandatangani Dokumen Pakta Integritas, maka untuk selanjutnya penandatanganan Dokumen Pakta Integritas dilaksanakan pada saat pelantikan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), Pegawai Negeri Sipil (PNS), dalam rangka promosi dan mutasi kepegawaian. 3. Penandatangan Dokumen Pakta Integritas merupakan salah satu unsur dari indikator proses dalam penilaian unit kerja berpredikat WBK. B. Pencanangan Zona Integritas Pencanangan Zona Integritas diawali dengan deklarasi/pernyataan komitmen oleh Menteri disaksikan oleh wakil dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan dipublikasikan secara luas. Publikasi tersebut dilakukan agar semua pihak dapat memantau, mengawal dan mengawasi, serta berperan serta dalam pelaksanaan program kegiatan pencegahan korupsi, reformasi birokrasi, dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang telah ditetapkan, dengan harapan terwujudnya aparat Kementerian yang sungguh-sungguh berintegritas dan bebas dari korupsi. C. Proses Pembangunan Zona Integritas Proses Pembangunan Zona Integritas dilakukan dengan berbagai kegiatan nyata penerapan program pencegahan korupsi secara terpadu melalui tahapan sebagai berikut:
www.djpp.kemenkumham.go.id
9
2012, No1294.
1. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas dilakukan oleh seluruh Pejabat dan Pegawai Kementerian Kesehatan dengan mengacu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 49 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pakta Integritas di Lingkungan Kementerian. 2. Pemenuhan Kewajiban Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Pelaksanaan kewajiban Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dilakukan oleh satker melalui kegiatan sebagai berikut: a. Adanya pelaporan oleh pegawai yang wajib lapor LHKPN b. Sosialisasi LHKPN kepada pegawai c. Evaluasi ketepatan waktu penyampaian LHKPN d. Evaluasi atas kesesuaian format LHKPN dengan substansinya e. Evaluasi atas pengendalian pemenuhan LHKPN f. Tindak lanjut atas evaluasi Pemenuhan kewajiban LHKPN oleh satker mengacu pada Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut: a. Pasal 2 dan Pasal 5 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme b. Pasal 13 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi c. Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara d. Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE/05/M.PAN/04/2006 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara e. Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE/16/M.PAN/10/2006 tentang Tindak Lanjut Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara f. Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE/01/M.PAN/01/2008 tentang Peningkatan Ketaatan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Untuk Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan g. Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor SE/05/M.PAN-RB/03/2012 tentang Kewajiban Penyampaian dan Sanksi Atas Keterlambatan Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
10
3. Pemenuhan Akuntabilitas Kinerja Penerapan asas akuntabilitas kinerja dikerjakan oleh satker melalui pemenuhan asas sebagai berikut : a. Tujuan dan sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berorientasi hasil b. Program/kegiatan RPJMD selaras dengan tujuan dan sasaran c. Indikator kinerja telah memenuhi kriteria SMART d. Indikator kinerja ditetapkan dengan target e. Laporan akuntabilitas kinerja digunakan untuk perbaikan perencanaan,penerapan manajemen kinerja, perbaikan kinerja dan keberhasilan unit kerja Pemenuhan penerapan akuntabilitas kinerja oleh satker mengacu pada Peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah b. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah c. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/135/M.PAN/9/2004 tentang Pedoman Umum Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah d. Peraturan Menteri Negara PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah e. Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 4. Pemenuhan Kewajiban Pelaporan Keuangan Pelaksanaan Kewajiban Pelaporan Keuangan dilakukan oleh satker melalui kegiatan sebagai berikut: a. Ketepatan waktu laporan keuangan b. Kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) c. Evaluasi atas pengendalian penyusunan pelaporan keuangan d. Tindak lanjut atas evaluasi e. Hasil audit digunakan sebagai perbaikan f. Laporan keuangan digunakan sebagai penentuan keputusan terkait alokasi sumberdaya Pemenuhan kewajiban pelaporan keuangan oleh satker mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
www.djpp.kemenkumham.go.id
11
2012, No1294.
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara c. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan 5. Penerapan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Penerapan Disiplin PNS oleh satker mengacu pada peraturan perundangundangan terutama Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. 6. Penerapan Kode Etik Khusus Penerapan kode etik dilaksanakan unit kerja melalui kegiatan sebagai berikut: a. Sosialisasi kode etik di lingkungan satker b. Kesesuaian materi kode etik dengan ketentuan yang berlaku c. Kesesuaian materi kode etik dengan karakteristik unit kerja d. Kode etik yang memuat sanksi e. Pembentukan majelis kode etik f. Adanya SOP yang aplikatif g. Digunakannya kode etik sebagai acuan kerja pegawai h. Evaluasi atas pengendalian Adanya pelaksanan kode etik i. Tindak lanjut atas evaluasi. Penerapan kode etik oleh satker mengacu pada: a. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 008 Tahun 2012 tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Kesehatan. 7. Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik Penerapan Pelayanan Kebijakan Pelayanan Publik oleh satker mengacu pada: a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik b. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan c. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
12
8. Penerapan Whistleblower System Tindak Pidana Korupsi Penerapan Whistleblower System (WBS) oleh satker melalui kegiatan sebagai berikut : a. Adanya kegiatan sosialisasi kepada seluruh pegawai b. Kesuaian sistem perlindungan pelapor dengan peraturan yang berlaku c. Adanya unit khusus yang menanganinya d. Mempunyai mekanisme perlindungan saksi/korban e. Adanya salaluran yang menggunakan teknologi informasi f. Evaluasi atas pelaksanaan kegiatan Whistleblower System g. Tindak lanjut hasil evaluasi Penerapan WBS dikerjakan satker mengacu pada peraturan perundangundangan sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban b. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collabolator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu c. Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 08 Tahun 2012 tentang Sistem Penanganan Pengaduan (Whistleblower System) Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Kementerian 9. Pengendalian Gratifikasi Kegiatan pengendalian gratifikasi dilaksanakan kegiatan sebagai berikut: a. Penyusunan program pengendalian gratifikasi b. Kegiatan sosialisasi kepada seluruh pegawai c. Adanya laporan pemberian hadiah ke KPK d. Adanya Evaluasi pelaksanaan kegiatan e. Tindak lanjut atas hasil evaluasi
unit
satker
melalui
Kegiatan Pengendalian Gratifikasi oleh satker mengacu pada Peraturan Perundang-undangan yaitu: a. Pasal 12B dan 12C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 b. Pasal 13 huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
www.djpp.kemenkumham.go.id
13
2012, No1294.
10. Penanganan Benturan Kepentingan Kegiatan penanganan benturan kepentingan (conflict of interest) oleh satker melalui pemenuhan kegiatan sebagai berikut: a. Adanya pedoman benturan kepentingan b. Kegiatan sosialisasi pedoman c. Kesesuaian materi pedoman dengan ketentuan yang ada d. Evaluasi atas pengendalian pelaksanaan e. Tindak lanjut atas hasil evaluasi Penanganan benturan kepentingan mengacu pada peraturan perundangundangan, terutama Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. 11. Kegiatan Pendidikan/Pembinaan dan Promosi Anti Korupsi Kegiatan pendidikan/pembinaan dan promosi anti korupsi dilaksanakan oleh satuan kerja melalui kegiatan sebagai berikut: a. Memiliki program inisiatif anti korupsi b. Kesesuaian materi program dengan ketentuan yang berlaku c. Adanya sosialisasi program kepada seluruh pegawai d. Adanya kegiatan promosi di lingkungan internal dan eksternal e. Ketepatan waktu momen promosi anti korupsi f. Evaluasi atas pengendalian pelaksanaan program g. Tindak lanjut atas evaluasi Pemenuhan kegiatan tersebut di atas dikerjakan satker mengacu pada Instruksi Ke-10 dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang mewajibkan pimpinan Kementerian untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan dalam rangka meniadakan perilaku koruptif di lingkungan instansi masingmasing. 12. Pelaksanaan Saran Perbaikan yang Diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan/Komisi Pemberantasan Korupsi/Aparat Pengawas Internal Pemerintah Kegiatan ini dikerjakan oleh satker sebagai tindak lanjut atas saran-saran perbaikan dari Badan Pemeriksa Keuangan/Komisi Pemberantasan Korupsi/Aparat Pengawas Internal Pemerintah (BPK/KPK/APIP) dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang mewajibkan APIP memantau dan mendorong tindak lanjut hasil pengawasan ekstern dan intern Pemerintah
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
14
b. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 09 Tahun 2009 tentang Pedoman umum Pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Fungsional c. Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penyelesaian Tindak Lanjut Atas Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) yang Tidak Dapat Ditindaklanjuti di Lingkungan Instansi Pemerintah 13. Penerapan Kebijakan Pembinaan Purna Tugas Penerapan Kebijakan Pembinaan Purna Tugas dikerjakan oleh satker di lingkungan Kementerian Kesehatan dengan memperhatikan peraturan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh mantan pegawai, baik yang berstatus pensiun maupun yang berstatus aktif dengan tujuan menghindari tindak pidana korupsi. 14. Penerapan Kebijakan Pelaporan Transaksi Keuangan yang Tidak Sesuai dengan Profil oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Penerapan kebijakan pelaporan transaksi keuangan oleh satker melalui pemenuhan kegiatan sebagai berikut: a. Adanya MOU dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) b. Sosialisasi kepada seluruh pegawai atas kebijakan pelaporan transaksi keuangan yang tidak wajar c. Pelaksanaan pelaporan d. Evaluasi atas pengendalian pelaporan transaksi keuangan yang tidak wajar e. Tindak lanjut atas evaluasi Pemenuhan kebijakan tersebut oleh satker dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang b. Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Peningkatan Pengawasan Dalam Rangka Mewujudkan Aparatur Negara yang Berintegritas, Akuntabel, dan Transparan 15. Rekrutmen Secara Terbuka Pelaksanaan rekrutmen dilakukan oleh satker secara terbuka dengan mengacu peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002
www.djpp.kemenkumham.go.id
15
2012, No1294.
b. Peraturan Kepala BKN Nomor 11 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 16. Promosi Jabatan Secara Terbuka Kegiatan promosi jabatan struktural yang berasal dari lingkungan internal ataupun eksternal Kementerian Kesehatan dikerjakan oleh satker dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 b. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 c. Peraturan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 17. Mekanisme Pengaduan Masyarakat Kegiatan mekanisme pengaduan masyarakat oleh satker dilakukan melalui pemenuhan kegiatan sebagai berikut: a. Adanya pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat b. Adanya SOP koordinasi penaganan pengaduan c. Adanya SOP kerahasian identitas pelapor d. Adanya mekanisme perlindungan saksi dan korban e. Evaluasi atas pengendalian penangan pengaduan f. Tindak lanjut atas evaluasi Pemenuhan mekanisme penanganan pengaduan masyarakat oleh satker dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik b. Peraturan Menteri Negara PAN Nomor PER/05/M.PAN/4/2009 tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah c. Peraturan perundang-undangan lainnya yang sejalan dengan ketentuan dalam huruf a dan b tersebut di atas 18. Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (EProcurement) Kegiatan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) dilakukan satker melalui kegiatan sebagai berikut:
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
16
a. Adanya pedoman e- Procurement b. Sosialisasi kepada seluruh pegawai c. Kesesuaian materi pedoman dengan peraturan yang berlaku d. Kerja sama dengan LPSE e. Penggunaan Teknologi Informasi yang sesuai dengan peraturan f. Pelaksanaan pengadaan melalui e- procumement g. Evaluasi atas pengendalian pelaksanaan e-procurement h. Tindak lanjut atas evaluasi Pelaksanaan pengadaan barang/jasa oleh satker dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan terutama Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011. 19. Pengukuran Kinerja Individu Sesuai dengan Ketentuan yang Berlaku Pengukuran kinerja individu dikerjakan oleh satker dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan terutama Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Sesuai dengan Pasal 33 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014. 20. Keterbukaan Informasi Publik Pemenuhan penerapan keterbukaan informasi publik oleh satker melalui pemenuhan kegiatan sebagai berikut: a. Sosialisasi kebijakan kepada seluruh pegawai b. Kesesuaian materi kebijakan dengan peraturan yang berlaku c. Pelaksanaan pengumuman informasi kepada publik kepada pihak yang berkepentingan secara berkala d. Evaluasi atas pengendalian pelayanan informasi publik e. Tindak lanjut atas evaluasi Pemenuhan kebijakan oleh satker dengan mengacu terutama UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Peran Unit Penggerak Integritas (UPI) dan Unit Pembangunan Integritas (UPbI) dalam Pembangunan Zona Integritas Tugas UPI secara ex-officio dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Peran Unit Penggerak Integritas (Inspektorat Jenderal) mendorong satker WBK/WBBM melalui kegiatan pendampingan, sosialisasi, pelatihan, coaching, fasilitasi atau bentuk-
www.djpp.kemenkumham.go.id
17
2012, No1294.
bentuk bimbingan teknis lainnya. Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Apabila diperlukan, UPI dapat meminta bantuan pendampingan kepada instansi terkait, misalnya KPK, ORI, Kementerian PAN dan RB, BPK, BPKP, BKN, dan LKPP dalam proses pembinaan dan penegakan integritas. Dalam mendukung kelancaran pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM maka dibentuk satuan tugas pembangun integritas (UPbI) pada unit Eselon-1 dan Satker dengan tugas melakukan sosialisasi/kampanye dalam rangka memberikan motivasi dan mengoordinasikan gerakan budaya anti korupsi. UPbI terdiri dari Sekretariat dan Unit Kerja/Satuan Kerja di luar Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Satuan unit Pembangun Integritas bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan Satuan Kerja dan menyampaikan laporan kegiatan secara berkala kepada pimpinan Eselon I terkait dan bekerja sama dengan UPI.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
18
BAB III PENILAIAN DAN PENETAPAN SATUAN KERJA BERPREDIKAT WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI
Penilaian satker yang berpredikat WBK pada Kementerian Kesehatan dilakukan oleh Tim Penilai Internal yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan. Penilaian tersebut dilakukan menggunakan indikator proses dan indikator hasil, pada tingkat Kementerian dan Satker. Proses penilaian Satker WBK dimulai dengan identifikasi calon satker WBK oleh pimpinan unit Eselon-1 dengan mengunakan kriteria sebagai berikut: • Opini laporan keuangan oleh BPK RI serendah-rendahnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP). • Unit kerja yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Calon WBK adalah unit kerja setingkat eselon I, eselon II, atau unit kerja setingkat eselon III yang memiliki peran penting/strategis dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Peran penting/strategis tersebut tercermin dari: (1) jumlah aset/anggaran yang dikelola relatif besar; dan (2) produk yang dihasilkan berperan besar terhadap kepentingan masyarakat. A. Identifikasi dan Pengusulan Calon Wilayah Bebas dari Korupsi Dalam rangka penentuan satker yang akan diusulkan menjadi WBK terlebih dahulu Eselon-1 melakukan pemilihan satker yang berkinerja baik untuk diusulkan menjadi WBK. Adapun tahapan yang perlu dibangun untuk pemenuhan indikator WBK adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi Unit Kerja yang Berpotensi Sebagai WBK Setelah Eselon-1 memilih satker yang berkinerja baik, UPI melakukan pembinaan dalam waktu yang memadai terhadap unit kerja yang yang di usulkan oleh Eselon-1 untuk menjadi WBK. 2. Penilaian Indikator WBK Selanjutnya dilakukan penilaian (self assessment) oleh Tim Penilai Internal. Penilaian dilakukan terhadap capaian indikator proses dan indikator hasil. Penilaian terhadap unit kerja yang akan diusulkan untuk mendapat predikat WBK menggunakan indikator proses dan indikator hasil dilakukan berdasarkan data selama dua tahun anggaran terakhir.
www.djpp.kemenkumham.go.id
19
2012, No1294.
a. Penilaian Indikator Proses Indikator Proses adalah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat penerapan 20 kegiatan dalam rangka pencegahan korupsi. Penilaian secara self assessment terhadap indikator proses dilakukan oleh Tim Penilai Internal dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi Lampiran 3 dan Lampiran 4 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Rincian bobot indikator proses pada 20 kegiatan tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Rincian Bobot Indikator Proses Sebagai Syarat Penilaian Unit Kerja Berpredikat WBK. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18
UNSUR INDIKATOR PROSES Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas Pemenuhan Kewajiban LHKPN Pemenuhan Akuntabilitas Kinerja Pemenuhan Kewajiban Laporan Keuangan Penerapan Kebijakan Disiplin PNS*) Penerapan Kode Etik Khusus Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik*) Penerapan Whistleblower System Tindak Pidana Korupsi Pengendalian Gratifikasi Penanganan Benturan Kepentingan (Conflicts of Interest) Kegiatan Pendidikan/Pembinaan dan Promosi Anti Korupsi Pelaksanaan saran perbaikan yang diberikan oleh BPK/KPK/APIP Penerapan Kebijakan Pembinaan Purna Tugas*) Penerapan Kebijakan Pelaporan Transaksi Keuangan yang Tidak Sesuai dengan Profil oleh PPATK Promosi Jabatan Secara Terbuka*) Rekrutmen Secara Terbuka Mekanisme Pengaduan Masyarakat E-Procurement
BOBOT (%) 5 6 6 5 5 4 6 6 6 6 6 5 4 6
3 3 6 6
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
NO 19 20
20
UNSUR INDIKATOR PROSES Pengukuran Kinerja Individu *) Keterbukaan Informasi Publik
BOBOT (%) 3 3
b. Penilaian Indikator Hasil Assesment terhadap indikator hasil dilakukan oleh Tim Penilai Nasional terhadap hasil self assesment yang dilakukan oleh Tim Penilai Internal dalam rangka penetapan unit kerja berpredikat WBK dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pedoman. Rincian bobot indikator hasil tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Indikator Hasil yang Harus Dicapai dalam Penetapan Unit Kerja Berpredikat WBK. NO 1
UNSUR INDIKATOR HASIL Nilai indeks integritas*)
2
Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
3
Persentase kerugian negara (KN) yang belum diselesaikan (%)
4
Persentase maksimum temuan in-efektif (% anggaran) Persentase maksimum temuan in-efisien (% anggaran)
5
6
Persentase maksimum jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena penyalahgunaan keuangan
NILAI
KETERANGAN
≥7,0 Skala 0-10 Berdasarkan instrumen KPK ≥550 Skala 0-1000 Berdasarkan PermenPAN dan RB Nomor 38 Tahun 2012 0% Dalam 2 tahun terakhir Berdasarkan penilaian APIP, BPK atau Keputusan Aparat Penegak Hukum (APH) 3% Dalam 2 tahun terakhir Berdasarkan penilaian APIP dan BPK 5% Dalam 2 tahun terakhir Berdasarkan penilaian APIP dan BPK 1% Dalam 2 tahun terakhir 0% jika jumlah pegawai <100 orang; ≤1% jika jumlah pegawai ≥100 orang
www.djpp.kemenkumham.go.id
21
NO 7
8
UNSUR INDIKATOR HASIL Persentase pengaduan masyarakat yang belum ditindaklanjuti **) Persentase pegawai yang melakukan tindak pidana korupsi
2012, No1294.
NILAI
KETERANGAN
5% Pengaduan yang telah >60 hari
0% Dalam 2 tahun terakhir berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap *) Penerapan menunggu persetujuan dari KPK. **) Khusus masalah maladministrasi yang menjadi tanggung jawab pimpinan unit kerja 3. Review Sebelum Tim Penilai Internal menyampaikan hasil penilaian secara self assessment kepada Menteri, untuk memperoleh keyakinan bahwa proses pelaksanaan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai Internal telah sesuai ketentuan dan pedoman, dilakukan review oleh Tim Penilai Nasional dengan menelaah bukti-bukti self assessment, tanpa menilai kebenaran material hasil self assessment. Untuk itu, Menteri terlebih dahulu menyampaikan permohonan review kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas hasil self assessment yang dilakukan oleh Tim Penilai Internal. B. Penetapan dan Penghargaan Satuan Kerja Berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi Berdasarkan rekomendasi dari Tim Penilai Internal, Menteri dapat menetapkan unit kerja tersebut sebagai unit kerja berpredikat WBK. Penetapan unit kerja berpredikat WBK dituangkan dalam Keputusan Menteri, disertai pemberian piagam/piala/trophy, dan bentuk penghargaan lainnya. Penetapan predikat WBK dan penyerahan piagam/piala/trophy, atau penghargaan lainnya, diharapkan dapat dilaksanakan pada Hari Anti Korupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember setiap tahun, atau pada acara yang dikaitkan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia. Penetapan predikat WBK berlaku sesuai yang tertera dalam Surat Keputusan Kesehatan, dan dapat dicabut apabila ternyata setelah penetapannya terdapat kejadian/peristiwa yang mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya lagi indikator bebas dari korupsi.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
22
BAB IV PENILAIAN DAN PENETAPAN SATUAN KERJA BERPREDIKAT WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI
Penilaian satker yang berpredikat WBBM hanya diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi syarat indikator WBBM dan memperoleh hasil penilaian indikator proses di atas 75 pada Zona Integritas yang telah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan keuangannya. A. Pengusulan Calon Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani Menteri Kesehatan mengusulkan unit kerja yang berpredikat WBK untuk diikutsertakan dalam penilaian guna memperoleh predikat WBBM, dengan ketentuan: 1. Unit kerja yang diusulkan tidak lebih dari dua unit kerja. 2. Usulan harus ditandatangani oleh Menteri dalam sampul tertutup dan bersifat rahasia, disampaikan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 3. Usulan dilampiri dengan hasil self assessment oleh Tim Penilai Internal. 4. Jumlah unit kerja yang dinilai oleh Tim Penilai Nasional merupakan kewenangan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 5. Usulan paling lambat diterima oleh Menteri pada tanggal 30 Agustus setiap tahunnya. Khusus untuk tahun 2012 paling lambat 31 Oktober 2012. B. Evaluasi Tim Penilai Nasional melakukan penilaian melalui evaluasi atas kebenaran material hasil self assessment yang dilaksanakan oleh Tim Penilai Internal, termasuk hasil self assessment tentang capaian indikator hasil WBBM berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2012 tentang Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik. Selain itu Tim Penilai Nasional juga melakukan evaluasi atas data dan informasi lainnya yang berkembang setelah dilaksanakannnya self assessment sampai dengan saat penilaian. C. Penilaian Indikator Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani 1. Penilaian Indikator Proses Assessment terhadap indikator proses dilaksanakan oleh Tim Penilai Nasional melalui evaluasi atas hasil self assesment yang dilakukan oleh Tim Penilai Internal dalam rangka penetapan unit kerja berpredikat WBK dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4 Peraturan Menteri
www.djpp.kemenkumham.go.id
23
2012, No1294.
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Metode penilaian indikator proses WBBM sama dengan metode penilaian indikator proses WBK. 2. Penilaian Indikator Hasil Assessment terhadap indikator hasil dilakukan oleh Tim Penilai Nasional terhadap hasil self assesment yang dilakukan oleh Tim Penilai Internal dalam rangka penetapan unit kerja berpredikat WBK dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pedoman. Rincian bobot indikator hasil tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Indikator Hasil yang Harus Dicapai dalam Penetapan Unit Kerja Berpredikat WBBM NO 1
UNSUR INDIKATOR HASIL Nilai indeks integritas*)
NILAI ≥7,5
KETERANGAN Skala 0-10 instrumen KPK Skala 0-1000 Berdasarkan PermenPAN dan RB Nomor 38 Tahun 2012 Dalam 2 tahun terakhir Berdasarkan penilaian APIP, BPK atau Keputusan Aparat Penegak Hukum (APH)
2
Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
≥750
3
Persentase kerugian negara (KN) yang belum diselesaikan (%)
0%
4
Jumlah maksimum temuan in-efektif berdasarkan penilaian APIP (% anggaran) Jumlah maksimum temuan in-efisien berdasarkan penilaian APIP (% anggaran)
2%
Dalam 2 tahun terakhir Berdasarkan penilaian APIP dan BPK
3%
Dalam 2 tahun terakhir Berdasarkan penilaian APIP dan BPK
5
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
NO 6
7
8
UNSUR INDIKATOR HASIL Persentase maksimum jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena penyalahgunaan keuangan Persentase pengaduan masyarakat yang belum ditindaklanjuti **) Persentase jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman karena tindak pidana korupsi
24
NILAI
KETERANGAN
0%
Dalam 2 tahun terakhir 0% jika jumlah pegawai <100 orang; ≤1% jika jumlah pegawai ≥100 orang
0%
Pengaduan yang telah >60 hari
0%
Dalam 2 tahun terakhir berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap *) Penerapan menunggu persetujuan dari KPK. **) Khusus masalah maladministrasi yang menjadi tanggung jawab pimpinan unit kerja. D. Penetapan dan Penghargaan Satuan Kerja Berpredikat Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani Berdasarkan rekomendasi dari Tim Penilai Nasional, Menteri dapat memutuskan untuk menetapkan unit kerja tersebut sebagai unit kerja berpredikat WBBM. Penetapan unit kerja berpredikat WBBM dituangkan dalam Keputusan Menteri, disertai pemberian piagam/piala/trophy, dan bentuk penghargaan lainnya. Penetapan predikat WBBM berlaku sesuai yang tertera dalam Keputusan Menteri, dan dapat dicabut apabila ternyata setelah penetapannya terdapat kejadian/peristiwa yang mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya lagi indikator bebas dari korupsi dan/atau indikator kinerja pelayanan. Penetapan predikat WBBM dan penyerahan piagam/piala/trophy, atau penghargaan lainnya, diharapkan dapat dilaksanakan pada Hari Anti Korupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember setiap tahun, atau pada acara yang dikaitkan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia.
www.djpp.kemenkumham.go.id
25
2012, No1294.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Guna menjaga terpeliharanya predikat WBK/WBBM, maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan yang efektif. A. Pembinaan Pembinaan terhadap unit kerja/pegawai dan dilakukan secara institusional. Alat UPI dan UPbI dengan cara memberikan asistensi perbaikan sistem dan prosedur, pemberian fasilitas dan anggaran kedinasan, pelatihan teknis, perbaikan kesejahteraan, kenaikan pangkat istimewa atau kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mempersempit peluang/kesempatan melakukan korupsi. Selain itu juga dilakukan pembinaan karakter pegawai melalui pelatihan anti korupsi atau pembentukan integritas, pendekatan spiritual/keagamaan untuk memperbaiki atau meluruskan niat, sehingga memiliki kemauan dan kemampuan untuk meninggalkan sikap dan perbuatan koruptif serta perbuatan yang melanggar hukum lainnya. Pembinaan dilaksanakan tidak hanya untuk memelihara/mempertahankan predikat WBK/WBBM yang diperoleh, melainkan juga untuk menuju tercapainya predikat WBK/WBBM. B. Pengawasan Pada tingkat nasional, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi membentuk Tim Pemantau Independen Nasional dengan tugas melakukan pemantauan terhadap unit kerja berpredikat WBK/WBBM baik secara proaktif maupun berdasarkan laporan-laporan dari masyarakat atau Forum Pemantau Independen di tingkat instansi pemerintah. Selain itu, Tim Pemantau Independen Nasional juga dapat mencabut/merubah status WBK/WBBM, jika ternyata syarat-syarat penilaian WBK/WBBM tidak dapat dipertahankan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2012, No.1294
26
BAB VI PENUTUP
Petunjuk Pelaksanaan Membangun Zona Integritas Menuju WBK/WBBM ini disusun untuk dijadikan sebagai acuan pembangunan perangkat Zona Integritas di Kementerian Kesehatan. Petunjuk Pelaksanaan ini bersifat dinamis, dapat disempurnakan sesuai dengan kebutuhan dan perubahan dengan perkembangan lingkungan strategis maupun masukan-masukan dari pemangku kepentingan.
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
NAFSIAH MBOI
www.djpp.kemenkumham.go.id