RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha
I.
PEMOHON Organisasi Advokat Indonesia (OAI) yang diwakili oleh Virza Roy Hizzal, S.H., M.H.
KUASA HUKUM Frans Asido Tobing, S.H., M.H., dkk II. POKOK PERKARA Pengujian Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap UUD 1945.
III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah : 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dan oleh oleh sebuah Mahkamah Konstitusi 2. Pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945 “ Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenanganya diberikan oleh UndangUndang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum” 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi “menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
IV. KEDUDUKAN PEMOHON ( LEGAL STANDING) Pemohon
adalah
Badan
Hukum
Privat
yang
merasa
dirugikan
hak-hak
konstitusionalnya terhadap berlakunya Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kerugian yang dimaksud adalah ketentuan Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berpotensi melanggar hak konstitusi pemohon baik langsung maupun tidak langsung, merugikan berbagai macam usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Pemohon secara terus-menerus dalam rangka menjalankan tugas dan peranan untuk perlindungan, pemajuan, pemenuhan dan penegakkan hokum dan keadilan di Indonesia termasuk mendampingi dan memperjuangkan hak-hak masyarakat yang selama ini dirugikan dengan adanya sanksi pidana dalam ketentuan yang dimaksud.
V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, adalah : 1. Pasal 62 ayat (1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) 2. Pasal 8 ayat (1) huruf j Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: (j) tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku B.
NORMA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Norma yang dijadikan sebagai penguji, yaitu : 1.
Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum
2.
Pasal 27 ayat (1)
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya 3.
Pasal 28C ayat (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
4.
Pasal 28C ayat (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya
5.
Pasal 28 D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
6.
Pasal 28 G ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
VI. Alasan-alasan Pemohon Dengan diterapkan UU a quo Bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena : 1. Pada kasus iPad Dian dan Randy dikenakan sanksi pidana Pelaku Usaha sebagaimana menurut Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 2. Dalam kasus tersebut terdapat pemaksaan pemberlakuan sanksi pidana, padahal memaksakan suatu jenis perbuatan hukum yang lazim dalam ranah keperdataan menjadi pidana merupakan langkah yang salah, In casu meletakkan pelanggaran hak konsumen atas petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia ke dalam sarana penal yang sanksinya adalah pidana penjara dan denda, tidak sesuai dengan ius constitutum maupun ius constituendum UUPK itu sendiri; 3. Sarana penal tidak tepat diberlakukan, dalam hal ini prinsip jual beli telah diatur dalam Buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di mana melekat
unsur perikatan sehingga tidak perlu ada pemidaan terhadap para pihak yang mengingkarinya; 4. Sanksi pidana jika adanya pelanggaran hak konsumen atas informasi, hanya pantas diberlakukan terhadap Pelaku Usaha yang melakukan penawaran dan promosi
barang/jasa
ternyata
tidak
sesuai
dengan
apa
yang
dia
tawarkan/perjanjikan. Hal tersebut tentunya merupakan ranah pidana karena ada unsur penipuan di sana. Mengenai jenis perbuatan ini telah tercover melalui Pasal 8 ayat (1) huruf f, Pasal 9 dan Pasal 10 UUPK sehingga adanya Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK tidak sejalan dengan asas manfaat yang tercantum dalam Pasal 2 UUPK itu sendiri, karena ketentuan tersebut bersifat premium remidium, menegasikan penggunaan mekanisme complain yang lazim dalam hubungan keperdataan bagi seorang yang merasa dirugikan; 5. Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j membuka ruang bagi polisi bertindak terlampau jauh tanpa mengindahkan saranan non penal yang dapat ditempuh antara pelaku usaha dan konsumen dan ini tidak sesuai dengan asas keseimbangan dan keadilan, sebagaimana seharusnya pelaku usaha juga diberi kesempatan untuk memperbaiki perbuatannya sehingga tidak harus dipidana, dan Pasal ini hanya menjadi ketakutan masyarakat untuk melakukan aktifitas perdagangan sehingga tidak sejalan dengan filosofi pembangunan nasional dalam UUPK juga bertentangan dengan Pasal 28 C UUD RI 1945; 6. Bahwa Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, merupakan suatu bentuk kriminalisasi yang dilegalkan melalui undang-undang; 7. Pasal 8 ayat (1) huruf j UU Perlindungan Konsumen merupakan ketentuan bersyarat. Artinya, untuk ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf j hanya akan mempunyai daya laku (binding power) bila peraturan perundang-undangan yang dimaksud diundangkan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Permendag 19/2009 dan dalam Lampiran I Permendag 19/2009 iPad tidak tercantum sehingga jelas iPad bukan merupakan produk yang diwajibkan untuk dilengkapi dengan manual dan kartu jaminan/garansi dalam bahasa Indonesia di antara 45 kategori yang dienumerasikan; 8. iPad tidak termasuk barang yang wajib disertai manual dalam bahasa Indonesia ketika diperdagangkan sudah merupakan norma yang berlaku (hukum positif), namun faktanya penegak hukum masih saja salah menafsirkan Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK dengan melakukan proses pidana terhadap tersangka/terdakwa menggunakan Pasal a quo, dalam hal ini telah terjadi
ketidakpastian hukum akibat tindakan penegak hukum yang menegasikan frasa “sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”; 9. Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertentangan dengan prinsip-prinsip Negara hukum yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 serta bertentangan dengan asas kepastian hukum yang adil berdasarkan Pasal 28 D Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta melanggar hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi dan harta benda yang di bawah kekuasaannya sebagaimana Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 10. Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK sangat sumir dan melanggar asas lex certa karena tidak merumuskan secara jelas dan rinci uraian perbuatan pidananya berikut bentuk kesalahannya. Maka Pasal a quo bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), dan Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 11. Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK yang membedakan sanksi antara pelaku usaha dengan: dokter atau tenaga kesehatan yang tidak memberikan informasi medis; intansi pemerintah maupun pihak lain yang tidak memberikan informasi kepada advokat; bank yang tidak memberikan informasi mengenai risiko kerugian yang timbul kepada nasabah, maka Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK telah melanggar asas persamaan di muka hukum sebagaimana Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945; 12. Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK yang telah menghilangkan kesempatan dan kebebasan berkontrak antara pelaku usaha dan konsumen dalam membuat perikatan, yang telah memaksakan aturan bersifat perdata masuk ke dalam ranah publik (pidana) dengan ancaman sanksi penjara, maka Pasal a quo telah melanggar hak setiap orang untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas hidupnya, sebagaimana Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945, serta melanggar hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi dan harta benda yang di bawah kekuasaannya sebagaimana Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang-Undang yang diajukan Pemohon; 2. Menyatakan ketentuan Pasal 62 ayat (1) sepanjang berkaitan dengan Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal
28C, Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar RI 1945; 3. Menyatakan ketentuan Pasal 62 ayat (1) sepanjang berkaitan dengan Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya; 4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aeque et bono)
Keterangan: 1. Pada Perbaikan permohonan ini hanya menambah judul untuk menegaskan alasanalasan kerugian Pemohon; 2. Point V tentang Provisi pada perbaikan permohonan ini dihilangkan. Selebihnya idak ada perubahan dalam materi permohonan.