RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 4/PUU-IX/2011 Tentang Kemandirian Hakim Dalam Membuat Keputusan Suatu Perkara I.
PEMOHON Pdt. Tjahjadi Nugroho dan Aryanto Nugroho, SE., M.M., selaku Komisaris dan Direktur Utama PT. Tlaga Reksajaya yang beralamat di Jalan Jeruk VII No.28 Semarang 50249.
II. POKOK PERKARA Pemohon mengajukan permohonan untuk pengujian Pasal 616-620 dan Pasal 1918 KUHPerdata jo. Pasal 1, Pasal 23, Pasal 28 dan Pasal 33 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan Pasal 1 UUD RI Tahun 1945.
III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Pasal 616-620 dan Pasal 1918 KUHPerdata jo. Pasal 1, Pasal 23, Pasal 28 dan Pasal 33 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah : 1.
Pasal 24 ayat (2) UUD Tahun 1945 “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”
2.
Pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945 “ Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang dasar, memutus sengketa kewenanganlembaga Negara yang kewenanganya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”
3.
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi “menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
IV. KEDUDUKAN PEMOHON ( LEGAL STANDING) Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ( UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD Tahun 1945, maka orang atau pihak dimaksud haruslah ;
a.
Menjelaskan kedudukanya dalam permohonanya, yaitu apakah yang sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga negara;
b.
Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kedudukan sebagaimana dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan pengujian
Atas dasar ketentuan tersebut maka Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kedudukanya, hak konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yang akan dideritanya secara sebagai berikut : -
Pemohon adalah badan hukum publik atau privat yang menjalankan kegiatan nya secara sah dan telah diakui oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. AHU.19980.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 2 Maret 2008;
-
Pemohon diatas merasa dirugikan atas hak Pemohon untuk memperoleh dan menjaga hak sah atas beberapa bidang tanah di Padangsari,Kelurahan Banyumanik, Kota Semarang akibat Keputusan Mahkamah Agung RI 797 PK/Pdt/2008 yang merupakan akibat dari berlakunya Pasal 616-620 dan Pasal 1918 KUHPerdata jo. Pasal 1, Pasal 23, Pasal 28 dan Pasal 33 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL Norma yang di ajukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yaitu : 1.
Pasal 616 Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 620.
2.
Pasal 617 Semua
akta
penjualan,
penghibahan,
pembagian,
pembebanan
dan
atau
pemindahtanganan barang tak bergerak harus dibuat dalam bentuk otentik, atau ancaman kebatalan. Tiap petikan dalam bentuk biasa dari rol atau daftar kantor lelang, guna pembuktian penjualan barang yang diselenggarakan dengan perantaraan kantor tersebut menurut peraturan yang telah ada atau yang akan diadakan harus dianggap sebagai akta otentik. 3.
Pasal 618 Semua akta pemisahan harta kekayaan, sepanjang itu mengenai barang tak bergerak, harus diumumkan juga dengan cara sebagaimana diatur dalam Pasal 620.
4.
Pasal 619 Kepada yang memperoleh barang tidak boleh diberikan akta pemindahtanganan atau akta
pemisahan tanpa kuasa khusus dari pihak yang memindahtangankan barang atau pihak yang ikut berhak, baik dalam akta sendiri, maupun dalam akta otentik lain yang kemudian dibuat dan yang harus diumumkan, juga pada waktu dan dengan cara seperti yang diatur dalam pengumuman akta pemindahtanganan atau pemisahan tersebut. Tanpa kuasa demikian, penyimpan hipotek harus menolak pengumuman tersebut. Semua pengumuman yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal, tanpa mengurangi tanggung jawab pegawai yang telah memberikan salinan akta tersebut tanpa kuasa yang diperlukan, dan tanggung jawab penyimpan hipotek yang melakukan pengumuman tanpa kuasa. 5.
Pasal 620 Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercanturn dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan otentik yang lengkap dari akta tersebut atau surat keputusan Hakim ke kantor penyimpan hipotek di lingkungan tempat barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan mendaftarkan salinan ini dalam daftar yang telah ditentukan. Bersama dengan itu, orang yang bersangkutan harus menyampaikan juga salinan otentik yang kedua atau petikan dari akta atau keputusan Hakim, agar penyimpan hipotek mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor daftar yang bersangkutan.
6.
Pasal 1918 Suatu putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, yang menyatakan hukuman kepada seseorang yang karena suatu kejahatan atau pelanggaran dalam suatu perkara perdata, dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya.
Norma yang di ajukan dalam UU Kekuasaan Kehakiman, yaitu : 1.
Pasal 1 Kekuasan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
2.
Pasal 23 Ayat (1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
3.
Pasal 23 Ayat 2 Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali
4.
Pasal 28 Ayat 1 Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
5.
Pasal 28 Ayat 2 Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
6.
Pasal 33 Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan.
B. NORMA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Norma yang diujikan, yaitu : 1.
Pasal 1 Ayat 1 Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik
2.
Pasal 1 Ayat 2 Keadulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
3.
Pasal 1 Ayat 3 Negara Indonesia adalah Negara Hukum
VI. Alasan-alasan Pemohon Dengan diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, karena : 1.
Bahwa Pemohon mewakili PT. Tlaga Reksajaya telah membeli 14 bidang tanah di Padangsari, Kelurahan Banyumanik, Kota Semarang melalui Akta No. 209 tanggal31 Mei 1990 melalui Rasyid Widodo selaku Direktur Utama PT.Tlaga Reksajaya pada saat itu;
2.
Bahwa hak kepemilikan Pemohon diakui oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Semarang No. 600-1087-V-99 tanggal 12 Juni 1999;
3.
Bahwa keabsahan semua akta PT. Tlaga Reksajaya tetap dinyatakan sah secara hukum dalam pokok perkara perdata oleh semua tingkatan Majelis Hakim yang memeriksa perkara-perkara tersebut termasuk dalam Keputusan MA No. 797/PK/Pdt/2008 jo. 2038 K/Pdt/2006 jo. 324/Pdt/PT Smg jo. 38/Pdt.G/2002/PN Smg;
4.
Bahwa Hasan Prawira Negara sudah merugikan PT. Tlaga Reksajaya dan melanggar hukum karena telah berupaya mendapatkan hak atas tanah yang telah secara sah menjadi milik PT. Tlaga Reksajaya dan tas hal tersebut pihak PT. Tlaga Reksajaya melaporkan kepada pihak Kepolisian dan disidangkan pada PN Semarang dengan Keputusan bahwa Hasan Prawiranegara telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menggunakan surat palsu”;
5.
Bahwa ternyata riwayat kepemilikan PT.Tlaga Reksajaya atas tanah-tanah tersebut yang telah sesuai dengan peraturan perdata pertanahan yang berlaku, dan tindakan Hasan Prawiranegara yang dinyatakan salah secara pidana melalui Putusan MA No.10PK/Pid/2009 jo. 1503K/Pid/2006 jo. 54/Pid.B/2005/PN.Smg tidak dipandang oleh majelis hakim perdata
karena justru menyatakan sah kepemilikan Hasan Prawiranegara atas kelima bidang tanah dalam Putusan Perkara Perdata 38/Pdt.G/2002/PN.Smg yang dikuatkan melalui Putusan No. 324/Pdt/PT.Smg; 6.
Bahwa Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam Putusan Perkara Perdata 2038K/Pdt/2006 mengambil keputusan yang berbeda dengan membatalkan keputusan perkara perdata pada tingkat Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri serta menyatakan bahwa kelima bidang tanah yang dimiliki oleh Hasan Prawinanegara adalah kesatuan yang sah milik PT.Tlaga Reksajaya beserta bidang-bidang tanah yang dibeli dalam satu kesatuan tahun 1990;
7.
Bahwa Majelis Hakim Mahkamah Agung RI pada Peninjauan Kembali perkara perdata No 797 PK/Pdt/2008 mengabaikan akta-akta kepemilikan PT.Tlaga Reksajaya, peraturan perundang-undangantentang tata cara kepemilikan tanah dan fakta hukum bahwa kuitansikuitansi bertip-eks dinyatakan sebagai “surat palsu” dalam perkara pidana terdakwa Hasan Prawiranegara sehingga atas nama kemadirian hakim menyatakan sah kepemilikan Hasan Prawiranegara atas lima bidang tanah atas nama Sutini, Musmin, Kusnu, Kukoh dan Kadinah;
8.
Bahwa permohonan ini dilakukan karena melihat fakta-fakta kemandirian hakim telah berbenturan dengan Peraturan Perundang-Undangan serta Perundangan dan Peraturan Pemerintah yang mengatur jual beli, penyerahan hak atau hibah tanah termasuk salah satunya Pasal 19 PP 10/1961 jo. Pasal 1 No 14/1961 jo. Pasal 23 dan 37 ayat (1) PP 24/1997;
9.
Bahwa kerugian hak konstitusional Pemohon bersifat spesifik sekaligus potensial karena Pemohon tidak dapat memiliki atau menggunakan hal milik yang telah diperolehnya, menghampat rencana kerja Pemohon bahkan dapat membangkrutkan usaha Pemohon dan hilangnya pekerjaan bagi seluruh karyawan Pemohon;
10. Bahwa Kerugian ini dapat pula menjadi permasalahan dalam skala yang lebih luas, karena keputusan-keputusan Mahkamah Agung RI dapat menjadi yurisprudensi bagi keputusankeputusan berikutnya dimasa mendatang.
VII. PETITUM 1. Menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 616-6 KUH Perdata jo Pasal 19 PP 10/1961 jo. Pasal 1 Permen Agraria No 14.1961 jo. Pasal 23 dan Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 tidak berkekuatan hukum mengikat artinya jual beli atau pengalihan hak atas tanah (harta tidak bergerak) disamakan dengan jual beli barang dan jasa lain cukup dengan kuitansi atau tanda terima; atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi tetap menyatakan Pasal-Pasal tersebut berlaku dan semua pihak harus menaatinya termasuk hakim dalam mengambil keputusan sesuai UU 4/2004; 3. Menyatakan Pasal 1918 KUHPerdata tidak berkekuatan hukum mengikat, sehingga segala bukti hasil kejahatan tidak perlu dipertimbangkan dalam menentukan hak kepemilikan seperti yang
ditunjukkan oleh keputusan Mahkamah Agung 797 PK/Pdt/2008; atau Majelis hHakim Mahkamah Konstitusi tetap menyatakan Pasal 1918 KUHPerdata tersebut berlaku, dan semua pihak harus menaatinya termasuk Hakim dalam mengambil keputusan sesuai UU 4/2004; 4. Menyatakan kemadirian hakim sebagaimana Pasal 1, 23, 28 dan 33 UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman haruslah tetap sesuai dengan Peraturan dan Perundangan yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum; 5. Menyatakan agar Keputusan Mahkamah Agung RI No. 797 PK/Pdt/2008 dapat ditinjau kembali sesuai dengan prosedur yang berlaku agar tidak menyalahi Peraturan Perundangan yang berlaku dan berbenturan dengan Keputusan Mahkamah Agung RI No. 10 PK/Pid/2009; 6. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono).