BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gerakan sosial yang difasilitasi internet khususnya melalui situs-situs media sosial di Indonesia, tumbuh layaknya cendawan di musim hujan. Ratusan gerakan sosial, khususnya gerakan-gerakan kultural, diinisiasi dan digerakkan melalui situs-situs media sosial populer seperti Facebook dan Twitter. Namun, ternyata hanya sebagian kecil dari jumlah yang besar tersebut yang mampu bertahan, berkembang, untuk selanjutnya dapat mewujudkan tujuan gerakan. Beberapa gerakan sosial tidak mampu memperoleh sumber daya untuk mendukung aktivitas-aktivitas gerakan. Pada sisi yang lain, beberapa gerakan yang
memiliki
sumber
daya
yang
cukup
tetap
saja
tidak
berhasil
mengalokasikannya dengan optimal. Manajemen organisasi gerakan menjadi persoalan yang umumnya dihadapi gerakan-gerakan kontemporer via media sosial di Indonesia. Akademi Berbagi, selanjutnya disingkat Akber, adalah satu dari sekian banyak gerakan sosial kontemporer berbasis media sosial di Indonesia yang bisa dibilang cukup sukses jika melihat fakta bahwa gerakan yang diawali di Twitter ini, mampu tetap berjalan selama 4 tahun sejak 2010. Ketika banyak gerakan sosial yang diinisiasi via media sosial “rontok”, Akber justru memiliki sumber daya gerakan yang terbilang besar setelah mampu menyebar ke lebih dari 50 kota di Indonesia. Akan tetapi, gerakan yang berfokus pada isu pendidikan ini tidak luput dari problem serius yang juga bisa mengancam kelangsungan gerakan. Dari total 50 cabang-cabang lokal tersebut, hanya sekitar 21 kota yang berstatus aktif dan rutin menggelar kegiatan, sedangkan sisanya vakum atau dibekukan. Di Indonesia sendiri, awal mula interaksi antara internet dengan gerakan sosial sebenarnya telah dimulai sejak awal tahun 90an. Beberapa LSM pada tahun-tahun itu telah memanfaatkan internet, terutama fasilitas email dan milis,
untuk keperluan gerakan. Salah satu contohnya adalah LSM lingkungan hidup, WALHI.1 Peran internet dalam gerakan sosial di Indonesia dapat dilihat lebih jauh pada Gerakan Reformasi 98.2 Fasilitas email meskipun digunakan sangat terbatas, memiliki kontribusi yang nyata ketika itu. Peran internet misalnya juga terlihat lewat eksistensi milis apakabar yang dimoderatori John A. MacDougall dan buletin digital KdPnet yang diterbitkan oleh LSM PIJAR yang berperan besar dalam dinamika Gerakan Reformasi 98.3 Lonjakan jumlah pengguna internet termasuk di dalamnya media sosial di Indonesia satu dekade lebih paska 1998, telah mendorong munculnya gerakan sosial dengan karakteristik yang baru. Internet khususnya situs-situs media sosial seperti Facebook dan Twitter dengan segala kebaruan dan kelebihannya, telah menawarkan ranah baru bagi gerakan sosial untuk tumbuh dan berkembang sampai mencapai cita-cita gerakan. Akan tetapi, gerakan-gerakan kontemporer ini tidak didominasi oleh gerakan yang memperjuangkan perubahan kebijakan politik atau perubahan struktural. Justru yang terlihat adalah gerakan untuk mendorong perubahan sosio-kultural seputar isu menyangkut pendidikan, gender, lingkungan hingga kesehatan, cukup menonjol dalam segi kuantitas. Gerakan-gerakan ini lebih dekat pada tipe gerakan berorientasi partisipasi. Problem mengemuka ketika kuantitas yang besar dari gerakan-gerakan kontemporer ini, pada kenyataannya tidak diimbangi oleh kualitasnya secara umum. Ratusan gerakan diinisiasi, namun hanya sebagian kecil yang mampu meraih simpati dan mendorong partisipasi. Sebuah gerakan bisa memiliki ribuan pendukung di halaman Facebooknya atau follower di Twitter, tapi aksi yang 1
David T.Hill dan Krishna Sen, The Internet in Indonesia’s New Democracy (Oxon: Routledge, 2005) 2 Gerakan Reformasi 98 mengacu kepada gerakan sosial politik yang berujung pada berakhirnya rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto pada tahun 1998. Gerakan ini dimotori oleh aktivis dan mahasiswa. Gerakan ini kemudian membawa Indonesia pada kondisi sosial politik yang jauh berbeda dengan masa pemerintahan militeristik Soeharto. 3 Lebih lengkap mengenai peran milis apakabar dan buletin KdPnet secara khusus dan internet secara umum dalam gerakan sosial khususnya gerakan politik di Indonesia pada masa awal 90an hingga Reformasi 1998, lihat: David T.Hill dan Krishna Sen, The Internet in Indonesia’s New Democracy (Oxon: Routledge, 2005). Lihat juga Merlyna Lim, “@archipelago online: The Internet and Political Activism in Indonesia” (Disertasi Doktoral, University of Twente, 2005). Dapat diakses dari http://doc.utwente.nl/.
dilakukan oleh gerakan-gerakan tersebut terbilang sangat minim, baik itu di ranah virtual sendiri apalagi aktual. Sejumlah gerakan lain yang memiliki banyak pendukung dan terbilang aktif di dunia maya, tidak mampu berbuat banyak di dunia nyata. Terdapat stigma negatif yang diberikan kepada gerakan-gerakan sosial kontemporer berbasis situs-situs media sosial di Indonesia. Label “no action tweet only” misalnya, dilekatkan pada gerakan-gerakan ini. Dengan kata lain, aktor-aktor gerakan ditengarai terperangkap pada gejala slacktivism,4 ketika Like di Facebook atau retweet di Twitter adalah usaha maksimal yang dilakukan. Sebagian gerakan yang terbilang berhasil mendorong partipasi di dunia nyata, tidak sedikit yang pada akhirnya tak mampu menjaga konsistensi keterlibatan relawannya. Fenomena gerakan sosial yang diinisiasi dan digerakkan dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi, lebih khusus oleh internet dan media sosial, telah menarik minat banyak akademisi pada sejumlah bidang seperti sosiologi, ilmu politik, terlebih komunikasi dan media baru, untuk memahami hal ini. Dalam konteks global, penelitian mengenai topik ini banyak ditunjukkan oleh riset atas peran internet ataupun media sosial dalam gerakan sosial atau lebih luas dalam proses demokratisasi. Dengan kata lain, riset-riset yang dilakukan terkait topik ini, diletakkan dalam koridor gerakan (sosial) politik. Hal ini terlihat dari kasus-kasus yang dominan menjadi objek kajian seperti Green Revolution di Iran,5 Arab
4
Slacktivism biasa juga disebut click activism, armchair activism, keyboard activism atau aktivisme jempol. “Slacktivism is a term that combines the words "slacker" and "activism" to refer to simple measures used to support an issue or social cause involving virtually no effort on the part of participants. Slacktivism is most commonly associated with actions like signing online petitions, copying social network statuses or joining cause-related social networking groups. Slacktivism critics contend these actions are merely for participant gratification because they lack engagement and commitment and fail to produce any tangible effect, in terms of promoting a cause”. Lihat http://www.techopedia.com/definition/28252/slacktivism. Diakses pada 2 Juni 2014. 5 Green Revolution adalah gerakan sosial oleh anak muda dan kelompok opisisi Iran untuk menentang hasil pemilu 2009 dan terpilihnya kembali Mahmoud Ahmadinejad sebagai Presiden Iran. Peran Twitter dalam gerakan ini (bagi sebagian besar orang) cukup signifikan. Lebih detail mengenai Green Revolution, lihat Abdul Qader Tafesh, “Iran's Green Movement: Reality and Aspirations”. Diakses dari http://studies.aljazeera.net/en/reports/2012/11/ pada 2 Juni 2014.
Spring,6 maupun Occupy Wallstreet.7 Beberapa contohnya adalah riset yang dilakukan oleh Danah Boyd,8 atau riset yang dilakukan oleh Magdalena Wojcieszak dan Briar Smith.9 Dalam konteks Indonesia, terdapat beberapa riset yang dilakukan terkait gerakan sosial dan media sosial antara lain riset oleh Yanuar Nugroho dan Sofie Shinta Syarief,10 Merlyna Lim,11 Luhki Herwanayogi,12 atau riset yang juga menjadikan Akademi Berbagi sebagai objeknya oleh Ahmad Ismail.13 Hanya saja, dari beberapa riset ini belum ada yang menempatkan manajemen organisasi gerakan sosial sebagai aspek penting analisis atas isu gerakan sosial berbasis internet atau media sosial. Riset Ahmad Ismail atas Akademi Berbagi dilakukan dalam ranah antropologi dan dalam hasil penelitiannya hanya menunjukkan sejarah terbentuknya Akber dan sebagian kecil proses penggunaan teknologi internet oleh gerakan ini. Oleh sebab itu, penelitian ini dirancang dan dilaksanakan
dalam
ranah
keilmuan
komunikasi
dengan
menempatkan
manajemen organisasi gerakan sebagai fenomena komunikasi dalam payung gerakan sosial. Hal ini berpegang dari prinsip organizing and mobilizing is communicating.
6
Arab Spring merupakan sebutan untuk rentetan aksi protes yang berlangsung di sejumlah negara-negara Arab untuk menentang pemerintahan diktator. Lebih lengkap mengenai Arab Spring, lihat http://www.bbc.com/news/world-middle-east-12813859. Diakses pada 2 Juni 2014. 7 Occupy Wall Street is a people-powered movement that began on September 17, 2011 in Liberty Square in Manhattan’s Financial District, and has spread to over 100 cities in the United States and actions in over 1,500 cities globally. Lebih lengkap mengenai Occupy Wall Street, lihat http://occupywallst.org dan http://www.occupytogether.org. Diakses pada 2 Juni 2014. 8 Danah Boyd, dkk. “The Revolutions Were Tweeted: Information Flows During the 2011 Tunisian and Egyptian Revolutions” International Journal of Communication 5 (2011), hal. 1375–1405. 9 Magdalena Wojcieszak dan Briar Smith, “Will Politics be Tweeted? New Media Use by Iranian Youth in 2011” New Media and Society (2013), hal. 1-19. 10 Yanuar Nugroho & Sofie Shinta Syarief. Melampaui Aktivisme Click? Media Baru dan Proses Politik dalam Indonesia Kontemporer (Jakarta : Friedrich-Ebert-Stiftung, 2012). 11 Merlyna Lim “Many Clicks but Little Sticks : Social Media Activism in Indonesia” Journal of Contemporary Asia 43(2013), hal. 636-657. 12 Luhki Herwanayogi, “Pemanfaatan Media Baru dalam Gerakan Sosial : Studi Kasus Pemanfaatan Media Baru dalam Gerakan Sosial Coin a Change melalui Blog, Facebook, dan Twitter” (Skripsi, Universitas Gadjah Mada, 2012). 13 Ahmad Ismail, “ Akademi Berbagi: Gerakan Sosial di Dunia Digital” (Tesis, Universitas Indonesia, 2012).
Dengan kian meningkatnya jumlah pengguna internet dan media sosial dari tahun ke tahun, makin dominannya generasi internet, tumbuh makin luasnya masyarakat jaringan, kecenderungan akan makin “maraknya” gerakan sosial yang berbasis media sosial di tahun-tahun mendatang, serta kelayakan untuk memunculkan kasus-kasus gerakan sosial kontemporer di Indonesia dalam khasanah global kajian gerakan social dan media sosial, merupakan beberapa hal yang menuntun penelitian ini menemukan makna pentingnya.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana manajemen organisasi gerakan Akademi Berbagi ?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai manajemen organisasi gerakan Akademi Berbagi sebagai salah satu gerakan sosial kontemporer berbasis media sosial di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dirancang dan dikerjakan dengan harapan dapat bermanfaat bagi dunia akademik, wilayah empiris gerakan sosial, dan lebih luas bagi kehidupan sosial masyarakat. Bagi dunia akademik khususnya disiplin Ilmu Komunikasi, penelitian ini memilih untuk berkontribusi dalam pengayaan kajian tentang internet dan media sosial, gerakan sosial, dan manajemen organisasi gerakan sosial. Sementara itu, terkait kebutuhan praktis bagi gerakan sosial khususnya gerakan sosial kontemporer saat ini, peneliti berharap penelitian ini mampu menjadi salah satu rujukan informasi dan bahan belajar bagi civil society guna mendorong peningkatan kualitas gerakan-gerakan sosial khususnya yang berbasis internet ke arah yang lebih baik.
1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian ini dibangun dengan landasan teoritis agar mampu secara menyeluruh memahami dan menjelaskan fenomema terkait tema penelitian dan objek yang diteliti. Untuk itu, kerangka pemikiran dalam penelitian disusun dari sejumlah konsep antara lain komunikasi dalam gerakan sosial, internet dan gerakan sosial kontemporer, serta manajemen organisasi gerakan sosial.
1.5.1 Komunikasi dalam Gerakan Sosial Mario Diani mendefinisikan gerakan sosial sebagai jaringan interaksi informal antara individu yang jamak, kelompok atau asosiasi, yang terikat dalam konflik politik atau budaya berdasarkan identitas kolektif yang dibagi bersamasama.14 Berbeda dengan itu, James Wilson berpendapat bahwa gerakan sosial merupakan usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang yang secara sadar, bersama-sama, terorganisir dan dengan tujuan yang jelas untuk membawa atau menolak perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat.15 Dua teoritisi gerakan sosial, John D. McCarthy dan Mayer N. Zald punya pandangan lain mengenai gerakan sosial yang menurut meraka merupakan seperangkat opini dan kepercayaan yang merepresentasikan preferensi untuk perubahan beberapa elemen dari struktur sosial.16 Ahli gerakan sosial asal India, Rajendra Singh, mendefiniskan gerakan sosial adalah sekelompok dan sekumpulan utuh aksi-aksi konflik dari sebuah kolektivitas dalam perlawanannya terhadap musuh demi memperjuangkan tujuan-tujuan jangka panjang dan jangka pendek tertentu.17
14
Mario Diani & Doug McAdam, Social Movement Analysis: The Network Perspective (Oxford: Oxford University Press, 2002). 15 John Wilson, Introduction to Social Movements (New York: Basic Book Inc. 1973), hal.4. 16 John D. McCarthy dan Mayer N. Zald, “Resource Mobilization and Social Movements: A Partial Theory“ American Journal of Sociology 82 (1977), hal. 1212-1241. Diakses dari www.jstor.com, pada 7 September 2014. 17 Rajendra Singh, Gerakan Sosial Baru (Yogyakarta: Resist Book, 2010) hal. 428.
Penjelasan mengenai gerakan sosial memang memiliki ragam yang variatif.18 Namun secara umum, definisi yang banyak dan beragam tersebut dapat dimasukkan ke dalam empat perspektif teoritis yang umum dipakai dalam kajian mengenai fenomena sosial ini. Keempat perspektif tersebut adalah perspektif perilaku kolektif, perspektif mobilisasi sumber daya, perspektif kesempatan politik, dan perspektif berorientasi identitas. Setiap perspektif punya titik tekan yang berbeda dalam melihat atau menganalisis sebuah gerakan sosial. Perspektif yang satu tidak jarang dipertentangkan dengan yang lain, gejala yang biasa disebut sebagai theory bashing.19 Penelitian ini sendiri cenderung melihat bahwa gerakan sosial dapat dipahami berdasarkan empat perspektif yang ada karena pada dasarnya kehadiran sebuah gerakan sosial itu sendiri dapat dipicu oleh ketidakpuasan, sumber daya yang tersedia, peluang politik yang berubah, atau oleh rekonstruksi sosial mengenai makna,20 yang merupakan argumen dasar dari masing-masing perspektif. Untuk keperluan lebih khusus dalam penelitian ini teori mobilisasi sumber daya akan dipakai sebagai acuan utama tanpa mengesampingkan perspektif-perspektif yang lain. Teori mobilisasi sumber daya adalah teori yang berakar dari tradisi ilmuilmu sosial di Amerika.21 Teori mobilisasi sumber daya bersama perspektif kesempatan politik oleh beberapa teoritisi gerakan sosial dikelompokkan ke dalam satu kategori yaitu berpolitik dengan cara yang lain.22 Teori mobilisasi sumberdaya memulai tesisnya dengan menolak penekanan pada peran ‘perasaan’ dan ‘penderitaan’, pemanfaatan kategori-kategori psikologisasi, dan fokus karateristik perpecahan yang ada pada pendekatan perilaku kolektif.23 Dalam perspektif ini, gerakan sosial adalah sistem mobilisasi yang terorganisir secara
18
Suharko, “Gerakan Sosial Baru di Indonesia: Repetoar Gerakan Petani”, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, Vol.10, No.1 (2006), hal. 1-34. 19 Bert Klandermans, Protes dalam Kajian Psikologi Sosial, terj. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 363 20 Ibid., hal. 364. 21 Singh, Op.Cit., Hal. 134 22 Klandermans, Op.Cit., hal. 371-371. 23 Jean L. Cohen, “Strategy or Identity: New Paradigm and Contemporary Social Movements”, Social Research, Vol.52, No.4 (1985), hal. 663-716.
rasional yang artinya individu-individu yang terlibat dalam gerakan tidak dipandang sebagai entitas irasional sebagaimana dalam perspektif perilaku kolektif.24 Sebuah gerakan sosial akan sukses atau mencapai tujuannya jika mampu memobilisasi sumber daya yang dimilikinya dengan optimal. Asumsi dasar teori mobilisasi sumber daya adalah gerakan kontemporer mensyaratkan sebentuk komunikasi dan organisasi yang canggih.25 Dalam gerakan sosial, komunikasi yang berlangsung merujuk langsung pada komunikasi internal dalam organisasi gerakan dan komunikasi eksternal organisasi gerakan sosial dengan lingkungan eksternalnya. Meminjam penjelasan Niklas Luhmann dengan menempatkan organisasi gerakan sosial sebagai sebuah sistem mobilisasi, maka lingkungan gerakan sosial adalah segala hal yang berada di luar dari gerakan tersebut atau everything else.26 Komunikasi, baik yang langsung ataupun yang termediasi, dalam gerakan sosial merupakan sebuah perangkat mobilisasi (a tool of resource mobilization) sekaligus struktur interaksi dengan kelompok eksternal (structure interaction with external groups).27 Komunikasi berperan dalam seluruh proses gerakan sosial misalnya komunikasi persuasif yang menjadi salah satu proses penting dalam konstruksi sosial kerangka aksi kolektif.28 Komunikasi dan teknologi media memainkan peran yang penting dalam mobilisasi gerakan sosial.29 Menurut Donatella Della Porta, komunikasi menjadi semakin relevan dalam gerakan-gerakan sosial kontemporer tapi bukan hanya karena nilai instrumentalnya.30 Peran komunikasi dalam gerakan sosial juga dapat dilihat melalui manajemen organisasi gerakan sosial yang berhubungan dengan upaya gerakan untuk memperoleh dan mengalokasikan sumber daya gerakan. Komunikasi khususnya teknologi media dan informasi sendiri dalam 24
Ibid. Singh, op.cit., hal. 135. 26 Lihat Niklas Luhmann, Social System. (Stanford: Stanford University Press,1995). 27 Wim Van de Donk, et.al., Cyberprotest: New Media, Citizens and Social Movements (London: Routledge, 2004), hal. 6-9. 28 Klandermans, op.cit., hal. 62. 29 Leah A. Lievrouw, Alternative and Activist New Media (Cambridge: Polity Press, 2011), hal. 161. 30 Donatella Della Porta, “Communication in Movement”, Information, Communication & Society Vol.14, No.6 (2011), hal.800-819. Diakses dari www.tandfonline.com/loi/rics20, 18 Februari 2014. 25
perspektif teori mobilisasi sumber daya adalah salah satu sumber daya penting gerakan yang dapat dipergunakan untuk keperluan diseminasi informasi antara aktor-aktor yang terlibat, membingkai isu, atau untuk menginformasikan dan membujuk target utama gerakan.31 Komunikasi adalah proses fundamental dalam gerakan sosial yang dapat menentukan mampu atau tidaknya gerakan mencapai tujuannya.
1.5.2 Internet dan Gerakan Sosial Kontemporer Internet adalah sumber daya paling penting dalam gerakan-gerakan sosial kontemporer. Kehadiran media baru khususnya internet, telah membawa perubahan signifikan bagi proses komunikasi dalam gerakan sosial. Della Porta menulis “media baru telah mengubah ambisi dan kapasitas komunikasi dari gerakan sosial”.32 Kelly Garret menjelaskan bahwa teknologi informasi dan komunikasi
terbaru
(internet)
telah
mengubah
cara-cara
para
aktivis
berkomunikasi, kolaborasi, dan melakukan protes.33 Internet tidak hanya menyediakan kanal untuk transformasi informasi dalam gerakan, tapi juga merupakan wilayah praktis tempat gerakan sosial bermula dan berkembang.34 Arthur Edwards menjelaskan bahwa internet adalah powerful tool untuk membangun organisasi gerakan, mengumpulkan dana, mengumpulkan informasi dan merekrut serta memobilisasi orang-orang.35 Internet oleh Terry Flew dijelaskan sebagai “....sesuatu yang paling baru, paling sering didiskusikan, dan mungkin manifestasi paling signifikan dari media
31
Lievrouw, op.cit., hal. 156 Porta, loc.cit. 33 R. Kelly Garret, “Protest in an Information Society : A review of Literature on Social Movement and New ICTs, Information”, Communication & Society, Vol.9, No.2 (2006), hal. 202-224. Diakses dari http://www.tadfonline.com/loi/rics20, pada 2 April 2014. 34 Lievrouw, op.cit., hal. 156. 35 Arthur Edward “ The Dutch Women’s Movement Online; Internet and the Organizational Infrastructure of a Social Movement” dalam Wim Van De Donk, et.al., Cyberprotest (London: Routledge, 2004), hal. 166. 32
baru”.36 Dengan kata lain, internet adalah media baru dan media baru adalah internet. Stanley J. Baran mendefinisikan internet sebagai jaringan komputer yang terkoneksi secara global yang berkomunikasi secara bebas serta berbagi dan bertukar informasi.37 Dalam perkembangannya, internet tidak hanya menjadi jaringan yang menghubungkan antara komputer yang satu dengan komputer lain. Lebih dari itu, internet merupakan jaringan yang menghubungkan antara tempat yang satu dengan yang lain, orang yang satu dengan orang yang lain.38 Internet adalah jaringan dari jaringan.39 Salah satu platform paling populer dari internet adalah situs media sosial. Saat ini, hampir setiap pengguna internet setidaknya pernah mengakses, bahkan menjadi pengguna dari salah satu atau lebih situs media sosial. Hampir tak ada seorangpun (pengguna internet) yang tidak mengetahui Facebook, Twitter, Youtube, Google+, Myspace, dan Linkedin. Menurut catatan Alexa.com, situssitus media sosial tercatat sebagai situs paling sering dikunjungi setelah situs pencarian, Google.40 Media sosial merupakan gabungan dari konsep teknologi web 2.0 dan User Generated Content (UGC).41 Media sosial sebagaimana dikemukakan oleh Andreas M. Kaplan dan Michael Haenlein adalah aplikasi internet yang diciptakan sesuai dengan prinsip dasar ideologi dan teknologi dari konsep Web 2.0 dan memungkinkan penciptaan dan pertukan konten berbasis User Generated Content.42 Lebih luas namun sederhana, media sosial dapat didefinisikan sebagai media berbasis
36
internet
yang dipergunakan
oleh
Terry Flew, New Media: An Introduction ( New York: Oxford University Press,2005), hal. 4. Stanley J.Baran, Pengantar Komunikasi Mass, terj. S.Rouli Manalu (Jakarta: Erlangga,2012), hal. 386. 38 Lim, “@archipelago online: The Internet and Political Activism in Indonesia”. 39 Baran, op.cit., hal.394. 40 Lihat http://www.alexa.com/topsites.Diakses pada 2 April 2014. 41 Web 2.0 adalah generasi kedua dari teknologi web, yang menekankan pada kolaborasi online dan berbagi konten antar pengguna internet. Web 2.0 berupa media sosial, blog, wikis, dan proyek kolaboratif lainnya. Terma ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2003 oleh O’Reilly Media. Lihat What Is Web 2.0: Design Patterns and Business Models for the Next Generation of Software. Dapat diakses di http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1008839. Lihat Andreas M. Kaplan & Michael Haenhein, “Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media”, Business Horizon, Vol.53 (2010), hal. 59-68. 42 Ibid 37
penggunanya untuk keperluan bersosialisasi, berkomunikasi, dan tukar menukar informasi dalam bentuk teks, suara, maupun gambar. Internet, termasuk di dalamnya situs-situs media sosial, telah membawa sejumlah keuntungan bagi gerakan sosial dalam hal menyediakan ruang untuk interaktivitas, mempromosikan kesetaraan, menghilangkan perantara, menekan ongkos, dan beberapa keuntungan lainnya.43 Namun, internet juga menghadapkan gerakan sosial dalam beberapa problem seperti slactivism, dan dukungan semu karena tingkat anonimitas dalam dunia maya yang sangat tinggi. Pada awalnya, internet hanya hadir sebagai pelengkap media lama atau konvensional yang dipakai oleh aktor-aktor gerakan sosial. Sebelumnya. Gerakan sosial banyak mengandalkan komunikasi langsung dan media cetak tradisional, seperti leaflet dan brosur, sebagai media komunikasi dan informasi dalam gerakan. Dengan hadirnya beragam media elektronik seperti radio, televisi, telepon, pager, hingga komputer, gerakan sosial memanfaatkan beragam media ini untuk keperluan komunikasi internal dan eksternal gerakan. Ketika internet mulai hadir dan makin digunakan secara luas, teknologi ini menjadi sangat bermanfaat dalam diseminasi ide dan gagasan gerakan, perekrutan partisipan dan relawan yang lebih luas, membangun koalisi, lobi, komunikasi, dan kampanye gerakan.44 Media sosial menjadi platform internet yang paling sering digunakan oleh gerakan-gerakan sosial kontemporer. Beberapa gerakan sosial atau bahkan hampir semua gerakan sosial kontemporer menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, maupun Youtube dengan cara dan intensitas yang berbeda-beda untuk mendukung berbagai aktivitas gerakan.
1.5.3 Manajemen Organisasi Gerakan Sosial Organisasi gerakan sosial adalah konsep khusus dalam literatur gerakan sosial khususnya dalam wilayah teori mobilisasi sumberdaya. John D. McCarthy dan Mayer N. Zald adalah dua orang teoritisi gerakan sosial yang pertama kali 43
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, terj. (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hal. 166. 44 Donk, et.al., op.cit., hal. 1.
mengemukakan mengenai konsep ini. Konsep organisasi gerakan sosial merupakan salah satu konsep paling popular sekaligus paling ambigu dalam kajian mengenai gerakan sosial.45 McCarthy dan Zald mendefiniskan organisasi gerakan sosial sebagai organisasi formal dan kompleks yang menyamakan tujuannya dengan preferensi tujuan gerakan sosial atau gerakan tandingan dan berupaya mewujudkan tujuan tersebut.46 Senada dengan itu, Della Porta menjelaskan
bahwa
organisasi
gerakan
sosial
adalah
organisasi
yang
mengumpulkan sumber daya dari lingkungannya dan mengalokasikan untuk keperluan gerakan mencapai tujuannya.47 Sebuah organisasi gerakan sosial secara sederhana dapat dimasukkan dalam salah satu dari dua kategori yaitu organisasi gerakan sosial dengan struktur terisolasi atau organisasi gerakan sosial dengan struktur federal.48 Gerakan dengan struktur terisolasi adalah gerakan yang tidak memiliki cabang-cabang (lokal), sedangkan gerakan federal sebaliknya. Struktur federal dapat dibedakan lebih lanjut berdasarkan tingkat desentralisasi dan otonominya menjadi struktur jaringan longgar, struktur piramida, dan struktur terpusat.49 Donatella Della Porta dan Mario Diani menawarkan model organisasi gerakan sosial yang terdiri dari organisasi gerakan profesional (profesional movement organization) dan organisasi gerakan partisipatoris (participatory movement organization).50 Kemudian, organisasi gerakan partisipatorisdibedakan lagi menjadi organisasi protes massa (mass protest organization) dan organisasi akar rumput (grassroot organization).51 Tiap-tiap pendekatan teoritis dalam literatur gerakan sosial memberi makna yang berbeda kepada organisasi gerakan sosial.52 Teori mobilisasi
45
Donatella Della Porta & Mario Diani, Social Movement: An Introduction (Oxford: Blacwell 2006), hal 140. 46 McCarthy & Zald, loc.cit. 47 Porta, “Communication in Movement”, loc.cit. 48 Klandermans, op.cit., hal. 218 49 Ibid. 50 Porta & Diani, op.cit., hal. 145- 150. 51 Ibid. 52 Klandermans, op.cit., hal. 213.
sumber daya melihat organisasi gerakan sosial sebagai sarana untuk mencapai tujuan atau merupakan salah satu sumber daya gerakan. Klandermans mendefinisikan manajemen organisasi gerakan sosial sebagai perumusan strategi-strategi untuk mendapatkan sumber-sumber daya (gerakan) dan memilih alternatif-alternatif untuk keperluan pengalokasian sumber-sumber daya tersebut.53 Berbagai sumber daya gerakan diperoleh baik dari individu-individu pendukung maupun organisasi-organisasi lain.54 Sumber daya gerakan dapat berupa sumber daya berupa materi ataupun non materi, sumber daya yang nampak (tangible) dan tidak nampak (intangible). Tempat, dana, perangkat-perangkat komunikasi dan transportasi adalah beberapa dari sumber daya gerakan yang tampak atau intangible. Sementara pengetahuan, pengalaman, keahlian-keahlian, termasuk kepemimpinan merupakan sumber daya yang tidak tampak atau intangible. Dalam perspektif mobilisasi sumber daya, organisasi gerakan sosial termasuk didalamnya orientasi, struktur dan kulturnya, adalah sumber daya yang sangat menentukan pencapaian tujuan gerakan.55 Oleh sebab itu dalam rentang yang lebih luas, manajemen organisasi gerakan sosial tidak hanya menyangkut upaya memperoleh dan mengalokasikan sumber daya gerakan tapi juga terkait dengan penentuan dan penyesuaian tujuan-tujuan gerakan, pembentukan struktur organisasi gerakan, sampai bagaimana kultur dibentuk.
53
Ibid., hal. 223. Ibid., hal. 225. 55 Ibid., hal. 214. 54
1.6 Model Penelitian
Gambar 1 : Model Penelitian
1.7 Kerangka Konsep Berikut adalah kerangka konsep yang dipakai dalam penelitian ini beserta penjelasannya masing-masing: No Konsep 1 Gerakan sosial kontemporer
2
Manajemen organisasi gerakan
3
Sumber daya
4
Orientasi gerakan
5
Struktur gerakan
6
Strategi gerakan
Definisi Konsep Dalam penelitian ini, gerakan sosial kontemporer mengacu pada gerakan-gerakan sosial-kultural yang yang diinisiasi dan digerakkan lewat situs-situs media sosial seperti Facebook dan Twitter. Akademi Berbagi merupakan salah satu dari gerakan sosial kontemporer yang berbasis Twitter di Indonesia. Manajemen organisasi gerakan dalam penelitian ini adalah perumusan strategi-strategi Akademi Berbagi untuk mendapatkan sumber daya (gerakan) dan memilih alternatif-alternatif untuk keperluan pengalokasian sumber-sumber daya tersebut. Manajemen organisasi gerakan dalam lingkup yang lebih luas meliputi penentuan orientasi gerakan, pembentukan struktur dan kultur, serta penyusunan strategi-strategi gerakan Akademi Berbagi. Konsep sumber daya dalam penelitian ini adalah segala hal yang dapat digunakan oleh gerakan sosial Akademi Berbagi untuk mewujudkan tujuan gerakan. Sumber daya dalam penelitian ini dijelaskan berdasarkan bentuk atau jenisnya dan sumber didapatkannya. Orientasi gerakan merujuk pada tujuan-tujuan perubahan dalam skala yang beragam, baik jangka panjang maupun jangka pendek, yang ingin diwujudkan melalaui aksi-aksi dalam gerakan dalam Akademi Berbagi. Dimensi ini juga mencakup nilai-nilai dalam gerakan Akber. Konsep struktur dalam penelitian ini adalah struktur internal organisasi gerakan sosial Akademi Berbagi yang secara umum meliputi model organisasi gerakan dan tipologi aktor dalam gerakan Akademi Berbagi. Konsep strategi dalam penelitian adalah perencanaan dan upaya-upaya organisasi gerakan Akademi Berbagiyang secara umum ditujukan untukmemperoleh sumber daya gerakan dan mengalokasikan sumber daya tersebut Konsep strategi antara lain meliputi upaya diseminasi ide gerakan dan konstruksi kerangka kolektif, rekrutmen, dan juga mobilisasi dalam Akademi Berbagi.
Tabel 1 : Kerangka dan Definisi Konsep
1.8 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif yang secara garis besar terbagi dalam 3 tahap. Ketiga tahap ini terinspirasi dari apa yang digambarkan oleh Valerie Janesick tentang desain penelitian.56 Ketiga tahap tersebut adalah tahap penentuan desain penelitian, tahap pengumpulan data, hingga tahap pemrosesan dan analisis data.
1.8.1 Strategi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian studi kasus instrumental (Instrumental Case Studies).57 Objek penelitian, dalam hal ini adalah Akademi Berbagi, akan digunakan sebagai instrumen (kasus) untuk memahami isu dinamika gerakan sosial kontemporer berbasis media sosial di Indonesia. Penelitian ini sama sekali tidak berpretensi melakukan generalisasi atau memberikan gambaran umum mengenai gerakan sosial kontemporer di Indonesia. Namun, lewat Akber diharapkan akan tersaji sebuah perspektif atas isu yang menjadi fokus penelitian.Meskipu penelitian ini dikerjalan dengan pendekatan intrumental case study, namun peneliti juga tidak melepaskan minat intrinsik atas Akademi Berbagi yang menjadi objek penelitian.
1.8.2 Data Data yang akan dikumpulkan oleh peneliti melalui proses penelitian ini antara lain adalah data historis Akber, data terkait struktur dan kultur gerakan, 56
Valerie J. Janesik, ”Tarian Desain Penelitian Kualitatif; Metafora, Metodolatri, dan Makna,” N.K Denzin, Y.S Lincoln. Handbook of Qualitative Research (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), hal. 263 et seq. 57 Robert Stake menjelaskan bahwa studi kasus terdiri dari tiga jenis, yaitu;intrinsik,instrumental, dan kolektif. Studi kasus intrinsik ditempuh oleh peneliti yang ingin lebih memahami sebuah kasus tertentu. Instrumental studi kasus dipakai pada kasus tertentu agar tersaji sebuah perspektif tentang isu atau perbaikan teori. Sedangkan studi kolektif merupakan penelitian studi kasus yang tidak meneliti kasus tunggal tapi sejumlah kasus secara bersamaan. Bisa dibilang studi kasus kolektif adalah pengembangan lebih lanjut dari studi kasus instrumental. Untuk lebih jelasnya lihat: Robert Stake,”Studi Kasus,” N.K Denzin, Y.S Lincoln. Handbook of Qualitative Research (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), Hal. 299 et seq
data strategi rekrutmen dan mobilisasi dalam Akber, data aktivitas online (Kicauan di Twitter dan aktivitas di grup Facebook), serta data aktivitas offline Akber. Data-data ini akan diperoleh melalui beberapa strategi pengumpulan data yang akan dijelaskan lebih detail pada bagian berikutnya.
1.8.3 Prosedur Pengumpulan Data Strategi pengumpulan data penelitian berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa dan apa sumbernya, serta alat apa yang digunakan untuk mendukung proses ini. Penelitian ini menggunakan beberapa strategi pengumpulan data, antara lain: 1. Observasi Peneliti melaksanakan kegiatan observasi untuk melihat langsung bagaimana aktivitas online maupun offline Akber. Aktivitas online dilihat melalui linimasa akun resmi gerakan sosial ini. Akber memiliki akun resmi @akademiberbagi dan akun Akber beberapa kota seperti Jakarta, Yogyakarta,
dan
Pekanbaru
(@AkberJKT,
@akberjogja,
dan
@AkberPekanbaru). Selain itu, peneliti juga melihat aktivitas akun resmi dari pendiri gerakan sosial ini yaitu Ainun Chomsun di @pasarsapi. Aktivitas offline Akber diamati melalui kehadiran peneliti di kelas Akber di kota Jogja. Kota ini dipilih karena merupakan salah satu kota yang paling aktif menggelar Kelas Berbagi. Akber Jogja biasa menggelar kelas bahkan hingga dua kali dalam seminggu.
2. Wawancara Pengumpulan data melalui wawancara ditujukan untuk memperoleh data verbal penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan sejumlah pihak, antara lain: Ainun Chomsun selaku inisiator Akber, Kepala sekolah Akber di beberapa kota (Jogja, Pekanbaru,
dan Palu), beberapa relawan dan simpatisan (follower) dari Akber di beberapa kota, juga partisipan-partisipan Akber. Wawancara yang tidak dimungkinkan secara langsung dengan tatap muka, dilakukan peneliti melalui telepon atau email. Format wawancara terstruktur dipersiapkan untuk wawancara melalui surat elektronik, sedangkan wawancara semi-struktur digunakan untuk wawancara via telepon atau tatap muka dengan narasumber. 3. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari dan menganalisa buku-buku, peraturan, jurnal, surat kabar, majalah dan laporan penelitian yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Peneliti secara umum menelusuri literatur yang membahas mengenai media sosial dan media baru, serta gerakan sosial. 4. Dokumentasi Data yang diperoleh dari teknik dokumentasi biasanya antara lain berupa data statistik, catatan rapat, agenda, produk kebijakan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian. Salah satu jenis data dokumentasi dalam penelitian ini adalah kicauan dari akun resmi Akademi Berbagi (@akademiberbagi) dan Ainun Chomsun (@pasarsapi). Data ini akan diperoleh dengan bantuan fasilitas advancedsearch di Twitter (#keyword from:account since:yy-mm-dd until:yy-mm-dd) dan beberapa tools yang tersedia
di
internet
www.followerwonk.com.
seperti
lewat
situs
www.topsy.com
dan
1.8.4 Analisis Data Setelah melalui proses pengumpulan data dengan berbagai teknik, mulai dari observasi sampai studi kepustakaan dan dokumentasi, proses penelitian selanjutnya adalah analisis data. Teknik analisis data dalam penelitian ini mengadopsi dengan modifikasi dari teknik penelitian data seperti yang dijelaskan oleh Miles dan Huberman.58 Analisis data pada penelitian ini terdiri dari 4 tahap utama, yaitu reduksi data, penyajian data, pemaknaan dan kesimpulan, serta verifikasi.59
1.8.5 Validitas Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan mengenai validitas dalam penelitian ini, oleh peneliti dilakukan teknik triangulasi, dan member checks. Teknik triangulasi (data dan metode) dipakai untuk memastikan bahwa data yang telah dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari berbagai jenis data dan berbagai sumber informasi sehingga dapat mendukung argumen-argumen penelitian dan dapat menampilkan kebenaran objektif. Pada member checks, peneliti mengecek kembali hasil dari proses pengumpulan dan analisa data kepada narasumber guna menghindari terjadinya kesalahan oleh peneliti.
1.9 Struktur Tesis Bab pertama merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari sejumlah subbagian antara lain : latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, model penelitian, kerangka konsep, dan metode penelitian. Bab kedua merupakan display pengetahuan oleh peneliti yang menyediakan theoritical framework bagi penelitian yang akan dilakukan. Bagian ini lebih tepatnya merupakan pengembangan dari subbab kerangka pemikiran yang telah disusun pada bagian pertama. Bab ketiga adalah penjelasan lengkap 58
A.M.Huberman, Matthew B.Miles ,”Manajemen Data dan Metode Analisis,” N.K Denzin, Y.S Lincoln. Handbook of Qualitative Research (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), hal. 591 et seq. 59 Ibid.
mengenai Akademi Berbagi yang merupakan objek penelitian ini. Sementara itu, bab keempat menyajikan catatan-catatan selama penelitian, sejumlah temuan, dan juga analisisnya. Bab terakhir berisi kesimpulan yang diperoleh atas penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran yang sekiranya dapat bermanfaat untuk penelitian ataupun kajian-kajian berikutnya yang relevan.