2004 M

DINAMIKA KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) (Studi Kasus pada PSK Buie, Titin dan lim)

Oleh

SITI NURHASANAH NIM: 1981914534

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1424 H/2004 M

DINAMIKA KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) (Studi Kasus pada PSK Buie, Titin dan lim) Skripsi diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Mmenulli Sarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi)

Oleh

Siti Nurhasanah

'1981914534

Di bawah bimbingan

~! FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (Ull\J) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1424 H/2004M

PENGESAHAN PANITIA UJIAl\I

Skripsi yang berjudul "DINAMll
Sidang Munaqasyah

Dekan/ l<etua Merangkap Anggota

Pembantu Dekan/ Sel
./

~.1-".!..!~M.Psi

Ora. Hj. Netty Hartati. M.Psi NIP: 150 02·1 5938

Anggot.a

Prof. Dr. Hamdan Yasun. l'vl.Sc Penguji I

~~

Ora. Fadhilah Suralfill.a. fvl.Si Penguji II

KATA PENGANTAR

Puji,syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya jua penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang penulis lakukan di Jatinegara . Sebelumnya penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di daerah tersebut. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu , baik moril maupun materil, khususnya kepada: 1. Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si selaku Oekan Fakultas Psikologi UIN Jakarta beserta jajarannya yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung selama menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Viva For Psychology. 2. Ors. Asep Haerul Gani, Psi, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah banyak memberikan masukan yang berharga dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing. Maaf, penulis terkadang lupa untuk telpon lebih dulu tiap kali datang ke rumah. Semoga kebaikannya menjadi catatan tersendiri di "mata" lllahi. You are the best sir!

3. Yang tercinta Ayahanda M. Amin dan lbunda Hj. Siti Zuhroh, yang tidak henti-hentinya memberikan kasih dan sayang yang teramat tulus, terima kasih untuk do'a yang selalu dipanjatkan siang dan malam,

111

terima kasih untuk cium pipi kanan-kirinya setiap kali penulis akan melangkah pergi, sungguh sebuah motivasi bagi penulis. terimakasih untuk pengertiannya kepada penulis yang selalu saja tidak dapat menahan marah dan ngambek, terima kasih untuk julukan "tukang ngambek" yang pada akhirnya membuat penulis merenungkan diri akan arti marah.

Maafkan ananda yang telah berlama-lama dalam

penulisan skripsi ini, semoga Allah selalu "merengkuh"mu dalam karunia dan rahmat-Nya, "memeluk" dan "menimang"mu dengan nyanyian kerinduan, melimpahkan kesehatan dan umur yang panjang dalam ketaatan kepada-Nya. Amin 4. Abang Ari, Away, dan Acih, yang sering kali menjadi tempat rengekan penulis, setiap kali penulis kepingin punya tambahan uang saku. Adik penulis, Ade dan Opik yang sering menghantarkan perjalanan penulis dan menjadikannya lebih cepat dengan si "merah". Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua dengan rahmat yang akan selalu dilimpahkan-Nya kepada kita. 5. Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Psikologi dan Fisip UI yang menjadi sumber pencarian literatur penulisan skipsi ini. 6. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah mentransper ilmu pengetahuannya kepada penulis dan teman-teman lainnya. 7.

Nirman Firmansyah untuk lima tahun perjalanan yang penuh cerita, terima kasih untuk pengertian dan pelajaran kemandiriannya. I hope

iv

success will be your, thank for raise me more than I can be when /'am down and you make me strong caused of it. Thanks for every thing. 8. Lili dengan "istana An-Nuur" dan fasilitasnya yang menjadi persinggahan hari-hari penulis di Ciputat. Daniel dengan Cannon nya, Aas dan Pipih untuk teman berbagi cerita tentang "sephia" atau "shopan"?!, Mae dengan cerita "cute" Salwa nya dan Rini dengan canda T51 O nya, Rahma dengan sharing ceritanya, Khalil "Gintung" dengan semangat yang ditebarkanya, Friendship is For forever and

for always. OK. 9. Angkatan 98', Wiyah, lcun, Ai, Nanung, Opie, Lia & Asep, Hadi, Bowo, lpit, Eni & Beti, dan semua teman satu kelas penulis, semoga kita dapat survive di kemudian hari, dan buat yang belum graduate, keep

spirit and keep fighting babe, againt the /azziness!, 10. Sanggar Ayu dengan dengan komunitasnya, yang terus menyemangati penulis. Terima kasih untuk k' Imam atas komputernya. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga sukses.

12 Februari 2004 Penulis

Siti Nurhasanah

v

ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) Februari 2004 (C) (D) (E) (F)

Siti Nurhasanah DINAMIKA KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) Xii+ 135 halaman Sejarah pelacuran konon sama tuanya dengan sejarah adanya manusia, dan membicarakannya dikatakan sama absurdnya dengan membicarakan sejarah perkawinan (Hierschfiel 1968). Kontroversi dan dinamika tentang "dunia" yang satu ini memang cukup meramaikan kehidupan. Berbagai teori diungkapkan oleh berbagai ahli yang mumpuni. Ada yang beranggapan orang yang yang terlibat di dalamnya adalah orang yang tidak bermoral, malas, bodoh, nymphomaniac dan sebagainya (kartono 1981 ). Tetapi ada juga yang menganggapnya sebagai ekses kemelaratan, sosial, ekonomi-politik bahkan historis (Nursahbani Katjasungkana 1997). Dunia prostitusi juga dianggap sebagai bagian dari sistem pemerintahan feodal. (Hull 1997). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: 1. Bagaimankah dinamika konflik yang ada pada wanita pekerja seks komersil? 2. Bagaimanakah proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para pekerja seks komersil? Manfaat penelitian ini secara praktis maupun teoritis diharapkan menjadi tambahan bacaan bagi semua kalangan terutama akademisi untuk dapat menyikapi dunia prostitusi dengan bijaksana. Dalam penelitian ini dipilih pendekatan kualitatif, pemilihan metode ini dimaksudkan agar gambaran dan dinamika konflik yang ada pada sebagian wanita yang menghantarkan mereka pada pemilihan "karir" ini, dapat ditangkap dan dipahami secara baik, sesuai sudut pandang dari subjek individu itu sendiri. Jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang, dengan rentang usia antara 20-40 tahun, dan telah menjadi pekerja seks komersil (PSK) minimal dua tahun lamanya, dengan anggapan pada masa tersebut subjek telah lebih mengenal seluk beluk "dunia" pelacuran. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan pedoman wawancara dan observasi, pedoman

wawancara dibuat berdasarkan teori yang ada pada BAB II, dan observasi digunakan sebagai data penunjang. Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua tahap. 1. Membuat gambaran umum subjek penelitian, 2. Memaparkan hasil utama penelitian, dan membuat perbandingan antar kasus. Dengan menggunakan cara ini diharapkan agar diperoleh gambaran yang dalam mengenai konflik dan pengambilan keputusan yang ada pada masing-masing kasus sehingga mereka memutuskan untuk menjadi pekerja seks komersil (PSK). Berdasarkan analisa kasus yang dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahw: pada ketiga subjek dalam penelitian ini cendrung mengambil jalan pintas untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dua dari mereka bahkan tidak pernah memikirkan alternatif pekerjaan lain sebelum meutuskan untuk "terjun"dalam dunia prostitusi. Dinamika konflik yang ada pada subjek penelitian pun nampaknya terlalu sederhana untuk dikatakan sebagai sebuah konflik. Hasil yang di dapat dalam penelitian ini mendukung banyak teori ahli yang mengatakan bahwa ekonomi, sifat malas, nymphomaniac, situasi masa kecil yang tidak membahagiakan, banyak menjadi penyebab bagi banyak perempuan untuk mengambil langkah ini. Ketiga subjek dalam penelitian ini, masih memiliki keinginan untuk berhenti dari pekerjaan ini dan kembali ke jalan yang benar. Keinginan untuk hidup layaknya ibu-ibu atau perempuan kebanyakan juga kerap menjadi penyebab adanya keinginan untuk keluar dari "dunia" ini, akan tetapi banyak juga alasan atau rintangan yang diungkapkanya. Menjadi penghalang bagi keiginan ini. (D)

Bahan bacaan: 22 ( 1960-2003)

Vil

DAFTARISI

KATA PENGANTAR ...................................................................v ABSTRAK ................................................................................viii DAFT AR 151. .............................................................................. ix DAFTAR TABEL ........................................................................ xi BAB I Pendahuluan ..................................................................... 1

A. Dasar Pemikiran ................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 12

D. Sistematika Penulisan ....................................................... 13

BAB II Landasan Teori. ............................................................... 15 A. Konflik ............................................................................. 15 A.1. Pengertian Konflik ............................................................ 15 A.2. Teori Lapangan (Field theory) atau teori medan ..................... 16 A.2.1. Lapangan Kehidupan ..................................................... 18 A.2.2. Tingkah laku atau lokomosi. ............................................. 20 A.2.3. Daya (forces) ................................................................ 21 A.2.4. Ketegangan (tension) ...................................................... 22 A.3. Tipe-tipe Konflik ................................................................ 23 A.3.1. Konflik antar daya-daya yang menimbulkan ......................... 24 . IL A.3.2. Konf11k antara daya yang menggerak·an dan daya yang menghambat.. ........................................................................28 A.3.3. Konflik antara daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang lain ......................................... 29 B. Pengambilan Keputusan ....................................................... 30 B.1. Pengertian ....................................................................... 30 B.2. Strategi Pengambi/an Keputusan .......................................... 31 B.3. Tahap-tahap Pengambilan Keputusan ................................... 32 ix

C. Prostitusi dan Pekerja Seks Komersil. ...................................... 34 C.1. Sejarah Prostitusi. ..............................................................34 C.2. Definisi Pe/acur (PSK) ........................................................ 36 C.3. Jenis-jenis Pe/acuran ........................................................... 39 C.4. Faktor Penyebab PE1rempuan Menjadi PSK ........................ .... .44 C.5. Dampak Prostitusi. ........................................................... ..48

BAB Ill Metodo/ogi Penelitian .......................................................... 51

A. Subjek Penelitian .................................................................. 51 B. Teknik Sampling.....

. ......................................... 52

C. Teknik Pengambilan data.....

. ....................................... 54

D. Teknik Pengolahan Data....

. ........................................ 54

E. Taha pan Penelitian ............................................................... 56

BAB IV HASIL DAN ANALISA HASIL PENELITIAN .............................. 57

A. Gambaran Um um Subjek Penelitian ... . ........... ............... ............. 57 B. Riwayat Kasus dan Analisa Kasus ..... .

....................... 58

B.1. Riwayat kasus 1 .....................................................................58 B.1.2. Analisa Kasus 1................................................................. 68 B.2. Riwayat Kasus 2 ....................................................................84 B .2. 1. Analisa Kasus 2 .. B.3. Riwayat Kasus 3 ..

. ...................................... 92

. ........................................... 108

B.3.1. Analisa Kasus 3 ................................................................. 116 C. Analisa antar kasus

.......................................................... 128

BAB V Kesimpulan, Diskusi dan Saran ........................................... 132

A. Kesimpulan ....................................................................... 132 B. Diskusi. ....... .

. ............................................................. 133

C. Saran-saran .................................................................. ... 134 Daftar Pustaka Lampiran

x

DAFTAR TABEL Hal Tabel IV.1. Gambaran um um latar belakang subjek ....................... 57 Tabel IV.2. Gambaran pengalaman subjek mejadi PSK. .. .............. 129 Tabel iv.3. oengambilan keputusan, tahap serta stategy ................ 131

Xi

BABI PENDAHULUAN

A. Dasar Pernikiran Modernisasi dan globalisasi yang ada saat ini, tak pelak rnernbawa perubahan yang cukup besar. Banyak kernudahan yang didapat untuk mengakses dunia. Tapi, dampak negatif yang ditimbulkannya pun cukup berarti, mernberi warna bagi kehidupan umat manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi turut menyemaraki kehidupan, laju pertumbuhan perekonomian yang menantang membuat kebutuhan hidup pun menjadi "melangit". Bagi yang siap fisik dan mental, keadaan ini justru akan mernacu semangat hidup untuk dapat terus eksis .. Akan tetapi bagi yang tidak siap mental dan spiritual, banyak yang mengambil jalan pintas, seperti mencuri, korupsi, membunuh , menipu dan melacur. Seperti beberapa wanita dengan mental yang tak cukup kuat, wanita dengan pendidikan rendah, keluarga yang broken home, atau mereka yang pernah dikhianati pasangan memutuskan untuk melacurkan diri Fenomena pelacuran timbul konon sama tuanya dengan sajarah perkawinan itu sendiri. Jadi, membicarakan masalah pelacuran atau prostitusi sama absurdnya dengan membicarakan sejarah timbulnya perkawinan. (Hirschfeld, 1968). Asal usul pelacuran modern di Indonesia dapat ditelusuri kembali hingga ke awal kerajaan-kerajaan di Jawa, dimana 1

2

perdagangan perempuan pada saat itu merupakan pelengkap dari sistem pemerintahan feodal. Sebenarnya sistem feodal tidak sepenuhnya menunjukkan keberadaan komersialisasi industri seks seperti yang kita kenal dalam masyarakat modern saat ini, tapi apa yang dilakukan pada masa itu telah membentuk landasan bagi perkembangan industri seks saat ini. Kondisi ini dapat diidentifikasikan melalui nilai-nilai perempuan sebagai barang dagangan yang diperjual belikan untuk memenuhi tuntutan nafsu lelaki dan untuk menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran (Hull, 1997). Hull (1902, h. 342) menyatakan, di Bali misalnya, seorang janda dari kasta rendah tanpa adanya dukungan dari pihak keluarga, secara otomatis menjadi milik raja. Jika raja memutuskan tidak mengambil dan memasukkan dalam Jingkungan istana, maka ia akan dikirim ke luar kota untuk menjadi pelacur dan sebagian penghasilannya harus diserahkan kepada raja secara teratur. Kehadiran dunia prostitusi sampai saat ir.i pun masih terus menimbulkan kontroversi di masyarakat. Pro dan kontra pun terus terjadi di masyarakat akan tetapi pelacuran tidak berkurang, malah terus bertambah. Keberadaannya pun terus menjamur tidak hanya di kota-kota besar, tapi sampai daerah-daerah. Bahkan beberapa kota menjadi pemasok pekerja seks komersial (PSK). Koentjoro (1989) mengidentifikasi 11 kabupaten yang dikenal sebagai pemasok PSK, seperti lndramayu, Karawang, Kuningan (Jabar), Pati, Jepara,

3

Grobogan, dan Wonogiri (Jateng). Blitar, Malang, Banyuwangi, dan Lamongan ( Jatim). Studi yang dilakukan Wibowo dkk (1989) tentang lndramayu, mengatakan bahwa 40% penyebab utama lndramayu menjadi pemasok pelacur adalah masalah kemiskinan dan 28% karena rendahnya tingkat pendidikan. Masyarakat hingga saat ini, masih menganggap dunia prostitusi sebagai salah satu bentuk penyimpangan sosial. FX Rudi Gunawan (1997) mengatakan bahwa masyarakat sekarang ini telah menganggap pelacur sebagai personifikasi kebejatan moral, padahal jika diperhatikan, menjamurnya PSK tidak lepas dari permasalahan ekonomi, hanya mental yang kuat yang dapat mengontrol semua itu. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah guna menertibkan dunia prostitusi dari melakukan razia di kafe-kafe atau diskotik dan jalan raya tempat mereka biasanya mangkal untuk kemudian dimasukkan ke panti rehabilitasi, sampai penolakan pemerintah terhadap pelabelan pekerja pada istilah (PSK) pada wanita ini. Dengan alasan bahwa dengan diterimanya istilah PSK tersebut mengisyaratkan pengakuan "pelacuran" sebagai salah satu alternatif jenis kesempatan kerja. Padahal alternatif kesempatan kerja sebagai pelacur tidak dapat diterima dan tidak diakui dalam konsep definisi statistik. Hasil studi organisasi buruh internasional (!LO) tahun 1993-1994 seperti dikutip majalah GATRA (Oktober 1998) yang meneliti pelacuran di 4

4

negara

Asean

yaitu;

Malaysia,

Thailand,

Filipina,

dan

Indonesia,

menyebutkan bahwa bisnis pelacuran merupakan sektor penting bahkan krusial bagi kehidupan jutaan warga negara. PSK ternyata menyumbang antara 2% -14% dari produk domestik brute. Menurut ILO jumlah PSK di Indonesia sekitar 140.000 hingga 230.000 orang. Memberantas "dunia" yang satu ini bukanlah hal yang mudah. Selama masih ada "konsumen" nya, maka selama itu pula masalah ini tidak akan pernah rampung atau mungkin tidak akan pernah ada habis-habisnya. Toety Heraty (1997) mengatakan, terlepas dari aneka ragam motivasi, prostitusi tunduk pula pada hukum ekonomi suply and demand. Menurut Nursahbani Katjasungkana (1997), dunia prostitusi lebih sering dikecam sebagai persoalan moral ketimbang sosial, ekonomi-politis, bahkan historis. Padahal tak sedikit para pakar, cendekia dan peneliti yang menganggap pelacuran sebagai akses kemelaratan bukan semata-mata urusan dekadensi moral. Keengganan masyarakat untuk menerima bekas pekerja seks di tengah-tengahnya pun membuat perempuan yang menjalani profesi ini malas untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Berbeda dengan

Nursahbani Katjasungkana, Kartini Kartono (1981)

seperti dikutip Murray (1994) mengatakan bahwa para perempuan yang menjadi

pelacur

itu

karena

sebenarnya

mereka

itu

nymphomaniacs

(kecanduan hubungan seksual), ditinggalkan suami, sangat malas bekerja, tidak bermoral, atau semata-mata bodoh.

Ada banyak definisi tentang pelacuran, di antaranya adalah yang diutarakan oleh Marshal B. Clinard (1968) Prostitution is sexual inter course on a promiscuos and merecenary basic emotional in defference. Pelacuran adalah hubungan sexual yang didasarkan (perjanjian) dengan bayaran dan tanpa ikatan emosi. Sedangkan Soerjono Soekanto (1974, h.275) mengatakan sebabsebab pelacuran dapat dilihat dari faktor endogen dan exogen. Di antara faktor-faktor endogen dapat disebutkan nafsu kelamin yang besar, sifat malas dan kein9inan yang besar untuk hidup mewah. Faktor-faktor exogen adalah faktor-faktor ekonomi, urbanisasi yang tidak teratur, sebab utamanya adalah konflik mental, situasi hidup yang tidak menguntungkan pada masa anakanak dan pola kepribadian yang kurang dewasa, ditambah dengan intelegensia yang rendah. Meningkatnya jumlah penduduk berpengaruh juga pada aru·; urbanisasi yang semakin meningkat tajam seperti urbanisasi yang terjadi pada tahun 1960-1970-an, berpengaruh besar pada tumbuh suburnya prostitusi di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk wanita yang bermigrasi .ke kota-kota menyebabkan meningkatnya persaingan di antara mereka dan juga persaingan dengan tenaga kerja laki-laki. Kebanyakan wanita yang bermigrasi ini masih muda-muda, tidak berpengalaman, tingkat pendidikan . rend ah dan dengan ketrampilan yang terbatas. Seiring .dengan meningkatnya kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, sejumlah wanita ; I

6

muda mengambil alternatif melakukan pelacuran kecil-kecilan, dari mondar mandir di bar atau diskotik yang menggunakan obat-obatan serta minuman keras. Wanita muda inilah yang pada akhirnya banyak menyerah setelah merantau ke Jakarta atau kota - kota besar lainnya. Data Kompas menyebutkan, di Indonesia tercatat sekitar 150.000 anak di bawah usia 18 tahun menjadi PSK, dan 50.000 di antaranya belum mencapai usia 16 tahun. Kajian yang baru dilakukan ILO-IPEC pada tahun 2003 memperkirakan jumlah pekerja seks komersial di bawah 18 tahun sekitar 1.244 anak di Jakarta, Bandung 2.511, Yogyakarta 520, Surabaya 4.990, dan Semarang 1.623. Namun jumlah ini dapat menjadi beberapa kali lipat lebih besar mengingat banyaknya pekerja seks komersial bekerja di tempat-tempat tersembunyi, ilegal dan tidak terdata. Time seperti dikutip Kompas (2002) mengutarakan, ada banyak alasan mengapa seorang remaja bisa terjerumus ke dalam dunia prostitusi, di antaranya masalah sosial, ekonomi, pendidikan, angka putus sekolah, dan kesehatan (terutama menyangkut ketergantungan Napza). Banyak dari mereka yang nekad menjadi pekerja seks karena frustrasi setelah harapannya untuk mendapatkan kasih sayang di keluarganya tidak terpenuhi. Sebagian datang dari keluarga broken home, sebagian ada yang pernah mengalami kekerasan seksual dari pacar atau anggota keluarganya sendiri seperti paman atau bahkan ayahnya. Selain itu, peran media massa juga

7

tidak dapat diabaikan. Liputan tayangan film yang menampilkan adegan seks dan pornografi serta perkembangan dunia mode dan fashion juga antara lain membuat para remaja (terutama perempuan) makin menyadari potensi seksual dan sensualitasnya serta bagaimana menggunakan potensi itu untuk memperoleh uang agar dapat mengikuti pola hidup konsumerisme yang sudah menjangkiti masyarakat. Risiko yang seringkali harus dihadapi remaja sebagai pekerja seks adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelanggan yang bisa jadi sampai mengancam nyawanya. Tidak jarang, pelanggan yang datang juga menginginkan bentuk hubungan seks yang tidak wajar, bahkan ada yang suka merekam aktivitas seksual mereka dengan kamera video. Selain risiko karena karekteristik pekerjaannya sendiri, masih ada risiko lain. Prostitusi juga bukan dunia yang mudah ditinggalkan. Sekali seseorang tercebur, perlu usaha ekstra keras untuk berhenti. Banyak remaja, terutama di kalangan anak sekolah atau kuliah yang terjun ke dunia prostitusi memang tidak berniat untuk menjadikan prostitusi sebagai pekerjaan utamanya. Mereka berpikir, mereka hanya akan menjadi pekerja seks sementara saja. Dalam beberapa tahun ke depan mereka akan berhenti dan beralih profesi. Ternyata masalahnya tidak semudah itu. Apabila aktivitasnya sebagai pekerja seks ini diketahui oleh keluarganya, maka besar kemungkinan mereka tidak mau menerimanya kembali. Belum lagi teman-

8

teman dan lingkungan masyarakat yang seringkali sang_atjudgemental atau bersikap menghakimi. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik terus bekerja sebagai pekerja seks Data Perserikatan Bangsa-Bangsa, untLlk Anak-anak (UNICEF) Indonesia rnenf;)UngkcJ~kah, ada tiga bentuk eksP!oitasi seksual kotnersici.I yang terjadi

di ihdoHesia, yaitu pelacuran anak, pkrdagahgan anak untuk i

tLljLlan seksual, dah pornografi anak. Dalam catalan UNICEF Indonesia, peningkatan pelacuran anak di Indonesia sudah mulai teramati sejak tahun 1992. Diperkirakan, prevalensinya mencakupi 30 persen dari total pekerja seks yang beroperasi di seluruh provinsi di Indonesia, atau setara dengan jumlah 40-70 ribu anak. Di Jawa, pelacuran anak dilaporkan merata di seluruh wilayah, dari timur ke barat, dari daerah metropolitan ke kota-kota kecil dan daerah pinggiran. Di Jawa Baral, sepertiga dari seluruh remaja yang berusia 18 tahun ke bawah dan tinggal di Bandung terlibat dalam pelacuran. Pekerja seks anak juga banyak ditemui di Kalimantan, Sulawesi, dan kawasan timur Indonesia. Bahkan, kini prostitusi anak menjamur di daerah konflik seperti Aceh dan Ambon. Pekerja seks komersil yang ada di Dolly, Surabaya misalnya 10% diantaranya adalah remaja. Bahkan LSM yayasan Abdi Asih menemukan

9

sekitar 250 dari sekitar 2500 PSK yang ada di lokalisasi tersebut ternyata anak dibawah umur 17 tahun alias anak baru gede (ABG). Kehadiran mereka di lokalisasi bukan atas kemauan mereka sendiri, melainkan "dijual" oleh orang tua, kerabat atau dijebloskan oleh sejawatnya. Alasan klasik dari latar· belakang keterpurukan ini adalah ekonomi keluarga yang rendah (REPUBLIKA 2000). Ahmad sofian (1999) mengutarakan alasan dipakainya anak-anak dalam praktek prostitusi, dikarenakan oleh permintaan pasar yang meningkat. Tini;iginya permintaan terhadap anak dan remaja, atau dengan usia sekitar 14-18 tahun, karena mereka dianggap "suci" dari berbagai penyakit. Konon bila seorang mucikari berhasil menyediakan seorang gadis muda yang masih perawan dia akan mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Ali Akbar (1960) mengatakan bahwa faktor sebenarnya dari pelacuran adalah keinginan seksual dari laki-laki. Keinginan inilah yang menciptakan kehendak untuk berzina di luar perkawinan dan kenyataan bahwa laki-laki itu bersedia membayar untuk keperluan pemuas nafsunya. inilah yang menimbulkan pelacuran profesional. Menurut Rika Afrianti (2001 ). ekonomi yang rendah adalah faktor klasik yang bukan alasan utama lagi dalam dunia pelacran, banyak faktor yang ikut mempengaruhinya, seperti; lemanya moral, peran sosial di masyarakat sekitar, serta minimnya daya adaptasi individu, turut pula mendukung ,industri ini.

10

Hasil penelitian Sugeng Wisnubroto (1985) menunjukkan bahwa sebagian besar PSK anak berada dalam kondisi hubungan sosial yang kurang baik dengan pihak-pihak yang seharusnya berpengaruh pada proses sosialisasi mereka. Sebagian besar PSK anak berasal dari keluarga (orang tua) yang mengalami tekanan pada tingkat tinggi, seperti kesulitan pekerjaan, kehilangan pekerjaan atau yang mengharuskan mereka (orang tua) menghabiskan banyak waktu dalam melaksanakan pekerjan. Ditambah pula orang tua yang pendidikan rendah, terisolasi sosial tidak berpartisipasi dalam organisasi sosial, sehingga keadaan tersebut mengkondisikan rendahnya kesempatan dan kualitas sebagai orang tua untuk memberikan pendidikan pada anak. Keluarga yang seharusnya menjadi tumpuan anak, tempat berlindung dan tempat anak mendapat pendidikan awal guna bekal hidupnya, keluarga dalam hal ini orang tua yang seharusnya membantu anak atau remaja guna

.,·

melewati proses atau tugas perkembangan dirinya, pada beberapa kasU$,.. _. .

~~1

ternyata malah menjerumuskannya ke dalam pelacuran guna ·menangguk

lembaran demi lembaran rupiah. Waiau pun keluarga atau orang tua bu~an. 2 .,. ·• , 1 1

,\\

satu-satunya faktor adanya pelacuran ABG, seks bebas ternyata juga berpengaruh banyak terhadap timbulnya PSK. Sakit hati setelah dikhianati atau ditinggalkan pacar setelah melakukan seks bebas dengannya menjadi faktor pendukung bagi adanya dunia yang satu ini.

*'lt·1 ' ""

11

Masa remaja adalah masa yang amat penting .. Masa remaja memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan kepribadian

seorang

manusia, karena pada masa inilah banyak perubahan secara fisik dan psikis. Masa remaja adalah masa peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan yang lainnya, masa dimana seorang anak mulai mencari identitas dirinya. Pencarian identitas diri inilah yang menurut Erickson (dalam Hurlock 1991) dapat mempengaruhi perilaku remaja. Menurut Murray (1991) pada dasarnya terlibat prostitusi adalah suatu pilihan yang sifatnya melakukan

rasional. Dengan demikian seorang wanita dapat

pertimbangan

secara

rasional.

Berdasarkan

pertimbangan

tersebut menentukan pilihanya untuk terlibat atau tidak dengan dunia prostitusi. Berdasarkan hasil yang didapat oleh peneliti ketika melakukan wawancara awal dengan beberapa PSK yang ada di Jatinegara (2003), mereka mengaku "terjun" ke dunia ini dalam usia yang masih relatif muda, sekitar 14 - 16 tahun. Beberapa di antaranya bahkan ada yang sudah memiliki anak dan kini dalam status ditinggal oleh suami atau pasangannya. Ada juga yang mengaku masih menjalankan profesi ini walaupun dalam keadaan hamil. Studi, Anies Rahmawati (1993) membuktikan adanya hubungan pendapat tentang perkawinan dengan intensi siswa panti rehabilitasi wanita "Mulya jaya" untuk berhenti menjadi WTS. Semakin positif pendapatnya mengenai perkawinan, maka intensinya untuk berheni dari pekerjaan ini

12

semakin tinggi. Sebaliknya jika pendapat tentang perkawinan negatif, maka intensinya untuk berhenti dari pekerjaan ini semakin rendah. Bahkan pada akhir penelitian secara umum persepsi siswa PSKW Mulya Jaya adalah positif.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini

konflik pengambilan keputusan yang diungkap

adalah konflik pengambilan keputusan sebelum dan sesudah menjadi PSK. PSK yang menjadi subjek adalah PSK dengan jenis street walker (PSK jalanan). Hal ini dikarenakan PSK dengan jenis ini mudah didapati daripada PSK dengan jenis call girls atau baby pro. Perurnusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana dinamika konflik yang ada pada wanita sebelum dan sesudah menjadi pekerja seks komersil (PSK)? 2. Bagaimana proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wani!a pekerja seks komersil (PSK), baik sebelum maupun sesudahnya. C. Tujuan ,dan Manfaat Penelitian

Tujuan

penelitian

mendalam tentang

ini

adalah

untuk

mendapat gambaran

yang

bagaimana sebuah konflk yang ada pada seorang

perempuan dapat membuatnya mengambil keputusan untuk menjadi PSK.

13

Manfaat penelitian ini secara teoritis maupun praktis diharapkan menjadi tambahan bacaan bagi semua kalangan terutama akademisi untuk dapat menyikapi permasalahan indrustri seks ini dengan lebih arif lagi. Selain itu hasil penelitian ini bisa dijadikan rujukan atau acuan bagi pemerintah dalam menentukan langkah-langkah untuk menertibkan dunia prostitusi. Diharapkan dengan penelitian ini, pemerintah bisa mengambil langkah-langkah pencegahaan (preventiv) daripada pemberantasan PSK yang tak pernah tuntas.

D. Sistematika penulisan Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dibagi menjadi 5 bab, yaitu: BAB I

Merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan

BAB II

Terdiri dari landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

BAB Ill

Mengenai metodologi, yang terdiri dari subyek penelitian, teknik sampling, teknik pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap penelitian.

BAB IV

Berisi hasil penelitian. Terdiri dari gambaran umum subyek; hasil utama dalam penelitian dan hasil tambahan.

BAB V.

Terdiri dari kesimpulan, diskusi dan saran.

BAB II LANDASAN TEORI

Seperti telah disebutkan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konflik dan pengambilan keputusan yang ada pada PSK. Jadi pada bab ini akan diuraikan beberapa teori yang akan melandasi penelitian ini, diantaranya adalah; konflik, pengambilan keputusan, prostitusi dan hubungan konflik dan pengambilan keputusan untuk menjadi pekerja seks komersil (PSK).

A. Konflik A. 1. Pengertian konflik Dalam Psikologi, pengertian konflik sering merujuk pada pengertian yang utarakan oleh Kurt Lewin (dalam Atkinson 1964) "Lewin defind a conflic situation as one in which the forces acting on the person are opposite in directing and about eqgual in strength". Atwater (1983), memberikan pengertian lain" the psychological state of conflict exist when we are under pressure to respond simultaneously to two or more incompatible forces .. .in psychological studies, conflict are ussaly clasified according to the positive values of the respective choices" Lazzarus (1976) mengatakan bahwa konflik dapat timbul sebagai akibat adanya kebutuhan internal atau motif yang saling bertentangan.

15

16

Tuntutan eksternal yang tidak sesuai, dan adanya pertentangan kebutuhan internal dengan tuntutan eksternal. "conf!ik is presence, stimulataneusly of two incompatible action tendencies! goals."

Dengan demikian dapat dibuat rumusan bahwa konflik adalah, suatu keadaan dalam kehidupan seseorang, dimana ada hal-hal yang saling bertentangan arah, tetapi hal-hal yang bertentangan ini memiliki kadar kekuatan yang sama. Konflik sendiri terjadi biasanya ketika seseorang berada dalam keadaan tertekan untuk merespon daya-daya tersebut secara stimultan. Untuk memahami teori Lewin tentang konflik, ada baiknya kita memahami dulu dasar teori konflik lewin tentang teori lapangan. Berikut akan diuraikan teori Kurt Lewin tentang teori lapangan kehidupan;

A.2. Teori lapangan (field theory) atau teori medan

Teori lapangan atau yang dinamakan juga sebagai teori psikodina mika, sering dikira orang hanya diutarakan oleh Lewin saja, padahal ada tokoh lainnya yang juga mengemukakan teori lapangan, seperti Tolman (1932). Kelebihan teori Lewin atas tokoh lainnya adalah Lewinlah yang lebih , jauh mengutarakan dan mengembangkan teori lapangan ini. Teori lapangan Kurt Lewin sangat dipengaruhi oleh aliran psikologi Gestalt, yaitu suatu aliran psikologi yang tumbuh di Jerman (1912) yang dipelopori oleh Max Wertheimer.

17

Pandangan yang terpenting dari psikologi Gestalt adalah bagian atau elemen kejiwaan tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan terorganisir menjadi suatu keseluruhan (Gestalt). Oleh karena itu tidak mengherankan jika teori lapangan dari Kurt Lewin ini sangat mengutamakan keseluruhan daripada elemen atau bagian dalam studinya tentang jiwa mi;musia. Salah satu ciri terpenting dari teori lapangan adalah bahwa teori ini menggunakan metode "konstruktif' metode konstruktif, atau juga disebut metode "genetik" adalah metode yang digunakan Lewin sebagai pengganti metode "klasifikasi" yang pada waktu itu lazim dipakai. Jadi teori lapangan harus dapat mengungkapkan daya (forces)/ kekuatan, yang mendorong suatu tingkah laku. Konsekwensi Kedua dari metode konstruktif yang menjadi ciri teori lapangan adalah bahwa cara pendekatan yang digunakan dalam teori lapangan selalu harus psikologis, semua konsep harus didefinisikan secara operasional. Situasi dimana terjadi tingkah laku harus didefinisikan dari sudut pandang si pelaku, bukan dari sudut pandang peneliti. Ketig,a, analisis dalam teori lapangn harus berawal dari situasi sebagai keseluruhan (totalitas), tidak dimulai dari elemen-elemen yang berdiri sendiri. Keempat, tingkah laku harus dianalisis dalam rangka "lapangan" disaat dimana tingkah laku terjadi. Cara pendekatannya tidak perlu historis, jadi tidak perlu menghubungkan dengan masa lalu seperti pada psikoanalisis, tetapi harus tetap sistematis.

18

Konsekwensi kelima adalah, bahwa bahasa yang digunakan dalam teori lapangan harus eksak dan logis,dan tidak melulu dalam bahasa kuantitatif, sebab menurut Lewin bahasa matema!ik menurut Lewin bisa juga Kualitatif. Teori lapangan atau teori medan (dalam Supratiknya 1997) adalah merupakan sekumpulan konsep dengan mana seseorang dapat menggarnbarkan kenyataan psikologis dan konsep-konsep ini harus cukup luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku, dan sekaligus juga cukup spesifik untuk rnenggambarkan orang !ertentu dalam situasi kongkrit. Berikut akan dijelaskan konsep-konsep dasar teori lapangan

A.2.1. Lapangan kehidupan. Lapangan kehidupan dari seorang individu terdiri dari orang itu sendiri dan lingkungan kejiwaan (psikologis) yang ada padanya. Demikian pula lapang kehidupan suatu kelompok adalah kelompok itu sendiri ditambah dengan lingkungan di mana kelompok itu berada pada suatu waktu tertentu. Jadi kons.tuk dasar dari tentang lapang kehidupan ini hanya hal-hal yang ada bagi individu atau kelompok (subyek) belum tentu ada secara obyektif, sedangkan apa yang ada secara obyektif belum tentu ada secara subyektif. · Lapang kehidupan terbagi-bagi dalam wilayah-wilayah (region) atau disebut juga lingkungan kehidupan (life-sphare). Lingkungan kehidupan ini ada yang sifatnya nyata (reality) seperti ibu, teman, pekerjaan dan sebagainya, dan

19

ada yang sifatnya maya (irreality) seperti harapan, cita-cita dan sebagainya. Jadi, /apang kehidupan mempunyai dimensi nyata-maya (dimensi R-1). Dimensi kedua dari lapang kehidupan adalah kecairan (fluidity) dari lingkugan-lingkungan kehidupan tersebut diatas. Kecairan bearti dapat terjadi gerak, perpindahan dari satu wilayah ke wilayah yanglain, ha/ mana tergantung pada keas atau /unaknya dinding-dinding pembatas dari masingmasing wilayah /apang kehidupan itu. Dimensi lain dari lapang kehidupan ada/ah "waktu psikologik". Wa/aupun cara pendekatan yang digunakan Kurt Lewin adalah ahistoris, perkembangan /apang kehidupan itu sendiri menyebabkan adanya masa lalu, masa ini dan masa depan psikologik. Dalam kombinasinya dengan nyatamaya (R-1), dimensi waktu ini memberikan sifat yang dinamis pada lapang kehidupan. Dalam ha/ ini pertlu dicatat beberapa ha/ yang dapat menyebabkan perubahan lapang kehidupan yaitu:

1. Meningkatkan diferensiasi dalam suatu wilayah 2. Dua atau lebih beberapa wilayah menggabung menjadi Satu 3.. Diferensiasi berkurang 4. Suatu wilayah pecah, membebaskan diri dan membentuk wilayah sendiri. 5. Restrukturisasi, yaitu ada perubahan pola pada wilayah dalam lapang kehidupan, tetapi tidak terjadi diferensiasi.

20

A.2.2. Tingkah laku dan Lokomosi Tingkah laku menurut Lewin adalah lokomosi (locomation) yang berarti perubahan atau gerakan pada lapang kehidupan. Lokomasi dapat terjadi oleh karena ada "komuniksi" antara dua wilayah dalam lapang kehidupan seseorang. Komunikasi antara 2 hal menimbulkan ketegangan (tension) dan ketegangan menimbulkan kebutuhan (need) dan kebutuhan inilah yang menyebabkan tingkah laku. Tetapi sebelum kebutuhan bisa menimbulkan lokomasi, masih ada satu faktor lagi yaitu batas-batsa (barier) wilayah-wilayah yang bersangkutan. Kalau batas itu kaku dan kenyal, maka batas itu akan sukar ditembus oleh daya (forces) yang ada dalam lapang kehidupan seseorang sehingga sulit terjadi lokomasi. Sebalikya kalau batas wilayah-wilaayah itu lunak maka akan terjadi pertukaran daya antar wilayah sehinga wilayah-wilayah yang berkomunikasi itu berada dalam tingkat ketegangan yng seimbang kembali. Menurut Lewin (dalam Atkinson 1964), ciri-ciri utama tingkah laku adalah: a)terjadinya tingkah laku selalu dalam lngkungan psikolos tertentu, b) tingkah kau mempunyai arah dan selalu terarah. Lokomasi pada umumnya dapat dikatakan bahwa setiap lokomasi dapat dijelaskan sepenuhnya dengan konsep-konsep kebutuhan, tegangan, kekuatan, valensi, rintangan, sifat-sifat medium, dimensi relitas-irealitas, dan perspektif waktu.

21

A. 2.3. Daya (forces) Daya Lewin mendefinisikan daya sebagai suatu hal yang menyebabkan perubahan. Perubahan terjadi jika pada suatu wilayah ada valensi (valence) tertentu. Valensi dapat bersifat positif dan negatif tergantung pada daya tarik dan daya tolak yang ada pada wilayah tersebut. Valensi menurut Lewin (dalam Supratiknya 1997) adalah suatu sifat konseptual,suatu daerah dalam lingkungan psikologis. Nilai dalam daerah itu untuk seseorang ada dua macam, yakni nilai positif dan nilai negatif. Daerah yang bernilai positif merupakan daerah yang mengandung objek tujuan yang akan mereduksikan tegangan apabila pribadi memasuki daerah tersebut. Daerah yang memiliki nilai negatif akan meningkatkan tegangan. Berbicara tentang daya Lewin membagi daya dalam beberapa jenis: 1. Daya yang mendorong, misalnya daya yang mendorong orang untuk pergi ke rumah makan tertentu 2. Daya yang menghambat, misalnya jalan ramai yang menghambat seseorang untuk menuju ke rumah makan yang telah dipilihnya. 3. Daya yang berasal dari kebutuhan sendiri. 4. Daya yang berasal dari orang lain 5. Daya yang impersonal ( tidak berasal dari kehendak sendiri maupun dari orang lain), yaitu daya yang berasal dari situasi, misalnya norma sosial yang menghambat orang sehingga tidak bicara keras-keras di tengah malam buta. Sarwono (2000)

22

A.2.4. Ketegangan (Tension) Lewin (dalam supratiknya 1997 ) mendefinisikan tegangan adalah suatu keadaan dalam diri sang pribadi, atau lebih tepat, suatu keadaan dari suatu daerah dalam personal dalam kaitannya dengan dearah-daerah dalam daerah personal lainnya. Manakala lewin menunjuk sifat-sifat dinamik dari suatu daerah atau sel dari daerah dalam personal, ia menamakan daerah itu sistem. Tegangan memliki dua sifat konseptual yang penting. Sifat pertama adalah bahwa suatu keadaan tegang dalam suatu sistem tertentu cenderung menyamakar\ diri dengan jumlah tegangan dalam sistem-sistem di sekitarnya. Sarana psikologis lewat mana tegangan itu menjadi merata dinamakan proses. Suatu proses dapat berupa berpikir, mengingat, merasa, mempersepsikan, bertindak, dan sebagainya. Meskipun tegangan selalu bergerak ke arah suatu keadaan seimbang, namun sifat konseptual ini hanya berlaku bagi sistem sebagai keseluruhan dan tidak perlu berlaku bagi semua sistem bagian. Meredakan tegangan tidak berarti bahwa ketegangan itu harus hilang sama sekali (dalam keadaan nol), melainkan ketegangan itu disebarkan secara merata dari satu wilayah ke wilayah lain dalam lapang kehidupan. Dengan kata lain peredaan ketegangan berarti tercapainya equilibrium (keseimbangan) diantara wilayah-wilayah. Dengan demikian ketegangan di suatu wilayah tertentu bisa mereda, tetapi secara umum ketegangan di seluruh lapang kehidupan belutn tentu mereda. Jadi salah satu faktor penting

23

yang dapat menurunkan ketegangan adalah ketembusan (permiability), yaitu sampai berapa jauh batas-batas suatu wilayah dapat ditembus oleh daya dari wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Jika batas-batas suatu wilayah demikian kerasnya sehingga tidak tertembus, maka peredaan ketegangan tergantung kepada substitusi. Substitusi lebih dimungkinkan jika antara dua wilayah yang bersangkutan terdapat banyak kesamaan. Faktor Jain yang juga berpengaruh pada peredaan ketegangan adalah kejenuhan. Kalau kebutuhan-kebutuhan yang mendasari daya itu sudah dipuaskan sampai jenuh, maka ketegangan itu akan berkurang dengan sendirinya.

A. 3. Tipe - tipe konflik Lewin (dalam Sarwono 2000, Hall & Lindzey 1985) menyatakan konflik adalah suatu keadaan dimana ada daya-daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. Ada 3 tipe konflik yaitu: (1) Konflik antara daya-daya yang menimbulkan pergerakan, (2) Konflik antara daya yang menimbulkan pergerakan dan daya yang menghambat, dan (3) Konflik antara daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang lain.

24

A.3.1. Konflik antara daya-daya yang menimbulkan (Conflict between two or more driving forces) Konflik tipe pertama ini adalah antara dua atau lebih driving Forces (daya yang mendorong. Di dalam ha! ini, seseorang (P) berada di antara dua valensi positif atau negatif yang masing-masing terpisah satu sama lain. pada '

tipe pertama ini, dapat terjadi empat kemungkinan situasi konflik. keempatnya akan disebutkan di bawah ini. a. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict)

orang (p) berada di antara 2 valensi positif yang sama kuat. Dalam konflik ini, seseorang harus memilih antara dua valensi positif yang sama kuat. Kekuatan salah satu daya akan meningkat jika valensi wilayah yang di tuju menguat dan jarak psikologis menuju wiayah itu berkurang. Jika hal ini terjadi, maka konflik terselesaikan. Dalam perilaku nyata, penyelesaian konflik itu berlangsung dalam dua bentuk. Pertama, konflik diselesaikan dengan memuaskan/ memenuhi tujuan di satu wilayah terlebih dahulu, baru kemudian di wilayah yang lain. kedua, konflik diselesaikan dengan memilih salah satu wilayah dan meninggalkan wilayah yang lain. dibandingkan dengan tipe konflik lainnya, konflik seperti ini biasanya tidak berlangsung lama dan mudah untuk dipecahkan. Sebab, begitu P bergerak ke salah satu arah, maka daya menuju arah tersebut akan menguat dan daya menuju arah yang lain akan melemah. Konf/ik ini juga

25

tidak stabil karena mudah terpecahkan oleh pengaruh tambahan ataupun yang dapat membawa P lebih dekat ke salah satu arah.

b. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict) P bemda di antara 2 valensi negatif yang sama kuat. Dalam konflik ini, P berada di antara dua valensi negatif yang sama kuat. Contoh, seorang anak akan menghadapi hukuman (G1-) jika tidak mengerjakan tugas sekolah yang melelahkan (G2-). Daya-daya dalam lapagan kehidupan P semua menjauhi G1- maupun G2-. Namun jika P mengikuti daya pertama yang menjauhi G1- (menghiindar dari hukuman), maka daya tersebut akan berbenturan dengan daya kedua yang menjauhi G2- (menghindar dari tugas yang melelahkan) atau tidak mengerjakan tugasnya (dengan konsekwensi menghadapi hukuman). Konflik ini bisa bertahan lama jika ia tetap berada di tengah-tengah G1- dan G2-, dan keadaan semacam ini disebut keadaan keseimbangan yang semu (quasi state of equilibrium). Dua bentuk perilaku dapat muncul sebagai akibat keadaan ini. Bentuk pertama adalah kebimbangan perilaku dan pemikiran. Artinya, ada inkonsistensi pada apa yang dilakukan dan dipikirkan P, P terombangambing antara melakukan satu hal dengan hal yang lain. kebimbangan terjadi karena karena kuatnya daya suatu wilayah yang bervalensi negatif, P akan merasakan adanya peningkatan daya tolak dan akibatnya ia bergerak menghindari wilayah itu. Namun ketika ini dilakukan, secara bersamaan P

26

justru mendekati wilayah kedua yang juga beNalensi negatif. sebagai akibatnya,ia akan mengalami ha! yang sama. Hal ini membuat konflik menjadi stabil. Kemungkinan bentuk yang kedua adalah tindakan meninggalkan wilayah terjadinya konflik (leaving the field). Dalam kondisi ini. jumlah daya yang dihasilkan justru menggerakkan P ke arah yang secara simultan meninggalkan dua wilayah bervalensi negatif tersebut. Secara teoritis, seseorang dapat menyelesaikan konflik menjauhmenjauh dengan cara seperti ini. Namun seringkali tindakan ini justru memiliki konsekwensi yang lebih buruk dari alternatif yang sudah ada. Terakhir dapat disebutkan bahwa tindakan leaving the field menggambarkan keadaan dimana seseorang lari dari kenyataan (fight from reality), dan sering menjadi ciri dari perilaku orang-orang yang terperangkap dalam konflik pelik semacam ini. Banyak keadaan emosi yang intens dibangkitkan oleh konflik menjauhmenjauh. Jika kedua wilayah yang bervalensi negatif memproduksi rasa takut dan bersifat mengancam, seseorang dapat terperangkap diantara keduanya dan mengalami ketakutan. Atau sebaliknya, ia mungkin menjadi marah dan benci terhadap situasi yang merangkapnya. c. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict) yaitu: P menghadapi valensi positif dan negatif pada jurusan yang sama. Konflik ini merupakan konflik yang paling sulit untuk dilepaskan.

27

Penyebabnya, orang yang bersangkutan tertarik sekaligus menghindari satu wilayah yang sama. Karena wilayah tersebut bevalensi positif, P mendekatinya; tetapi begitu didekati, valensi negatif yang ada di wilayah itu menjadi kuat. Jika, pada satu titik ketika P mendekati wilayah itu, valensi negatif menjadi lebih kuat dari valensi positif, P akan berhenti mencapai wilayah tersebut. Karena wilayah yang menjadi tujuan tidak bisa dicapai, P bisa mengalami frustasi. Seperti halnya konflik menjauh-menjauh, kebibangan juga kerap terjadi pada konflik mendekat-mendekat. Artinya, seseorang yang berada dalam konflik ini akan berupaya mencapai wilayah yang dituju sampai suatu saat valensi negatifnya menjadi lebih kuat, dan ia mundur. Namun demikian, seringkali pula valensi negatif yang ada tidak cukup kuat untuk menolak upaya mendekati wilayah tersebut. Oalam hal ini, orang tersebut dapat mencapai wilayah yang di tuju, tetapi dengan lebih lambat dan ragu-ragu ketimbang jika wilayah tersebut tidak bervalensi negatif. Satu hal yang perlu diingat, bahwa ketika wilayah yang dituju pada akhirnya bisa dicapai, kemunginan frustasi tetap ada. Bahkan pada beberapa waktu setelah tujuan itu tercapai, orang tersebut mungkin masih merasa tidak nyaman karena valensi negatif yang tetap melekat wilayah itu. Baik seseorang mengalami frustasi karena ia mencapai tujuan dengan lambat maupun karena ia tidak mencapai tujuan sama sekali, reaksi emosional

28

seperti takut, mrah, dan benci, biasanya menyertai konflik mendekatmenjauh. d. Konflik Mendekat-Menjauh Ganda (Multiple ApproachAvoidance Conflict) konflik mengindikasikan seseorang yang berada di antara dua wilayah, yang masing-masingnya memiliki valensi positif dan negatif sekaligus. P menghadapi valensi positif dan negatif pada satu jurusan, dan menghadapi pula valensi positif dan negatif pada jurusan yang lain. A.3.2. Konflik antara Daya yang menggrakkan dan Daya yang menghambat. (Conflict between Driving Forces and Restraining Forces). Tipe konflik yang kedua adalah konflik antara driving forces (daya yang menggerakkan) dan restaiining forces (daya yang menhambat). Konflik ini berbeda dengan konflik mendekat-menjauh yang telah disebutkan. Pada konflik mendekat-menjauh, dan konflik-konflik lainnya yang berada dalam tipe pertama, semua daya yang terlibat merupakan driving forces. Artinya, daya ini sama sekali tidak mengerahkan pergerakan, namun berpengaruh erhadap driving forces. kadangkala, P terhalang oleh batas-batas (barier) tertentu dari upayanya untuk mendeteksi suatu goal bervalensi positif atau untuk menghindari wilaya bervalensi negatif. Dalam situasi ini, P akan berulang kali mencoba mengitari dan kemudian melintasi barier tersebut - "bernegosiasi"untuk mencapai (valensi positif) atau meninggalkan (valensi negatif) wilayah

29

yang bersangkutan. Jika upaya itu ggal, barier itu sendiri lama kelamaan akan bervalensi negatif. upaya P untuk mendekati barier cenderung makin berkurang dan perlahan-lahan ia akan meningalkan wilayah itu (leaving the field). la mungkin akan kembali lagi dan mencoba lagi, tetapi jika tetap saja gagal, ia akan secara permane meninggalkan wilayah tersebut. Lewin menambahkan, gagalnya negosiasi untuk keluar dari barier wilayah bervalensi negatif sering menghasilakn keadaan ketegangan emosional yang tinggi. A.3.3. Konflik antara Daya yang berasal dari Kebutuhan Sendiri dan Daya Yang Berasal dari Orang Lain (Conflict between Own Need forces and Induced Forces). Tipe konflik pertama dan kedua diaats biasanya merupakan pertentangan antara sebuah daya yang berasal dari kebutuhan orang yang bersangkutan (forces coree"ponding to a person's own needs), atau dua daya yang berasal dari orang lain (induced forces). Adapun tipe konflik yang ketiga, merupakan pertentangan antara sebuah daya yang bersifat own need forces dan sebuah daya lain yang bersifat induced forces. Contohnya, keinginan anak (P) bertentangan dengan harapan orang tuanya (0). Orang tua (0) memiliki kekuasaan yang lebih besar, oleh karenanya O dapat menciptakan induced drivinq/restraining forces yang sesuai dengan kehendak 0 sendiri. Si anak (P) dapat berupaya melawan atau meruntuhkan kekeuasaan orang tuanya, setidaknya di dalam area konflik tersebut. Namun

30

jika upaya ini gagal, P akan berhenti melawan karena kekuatan 0 terlalu besar.

B. Pengambilan keputusan B.1. Pengertian Bebapa ahli memberikan batasan mengenai pengambilan keputusan (decision making), diantaranya adalah; "Decision making is the kind of problem solving in which we are presented several alternatives, among which we must choose"' Morgan (1986) Siagian (1990, h.83) mengemukakan definisi tentang pengambilan keputusan "Suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penemuan yang matang dari altenatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. "Keputusan adalah pengakhiran atau pemtusan dari pada suatu proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus ciperbuat guna mengatasi masalah trsebut, dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu". (Atmosdirjo 1987) Dari batasan-batasan diatas memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses atau bagian dari pemecahan masalah. Secara umum, masalah adalah setiap kali atau pertentangan antara satu

31

situasi lain yang ingin dicapai-yaitu yang menjadi goal atau tujuan -oleh seseorang atau sekelompok orang. Dengan demikian, proses yang dilakukan dalam pemecahan masalah bersifat terarah pada tujuan dan didorong oleh kebutuhan untuk mengurangi kesenjangan antara satu hal dengan yang lain. Morgan (1986) 8.2. Strategi pengambilan keputusan

Atwater(1983) mengklasifikasikan strategi pengambilan keputusan keputusan berdasarkan unsur resiko yang terlibat didalamnya. 1. Wish startegy adalah memilih alternatif pilihan yang dapat membwa pada hasil yang diinginkan, tanpa memperhatikan resiko. 2. Escape strategy adalah memilih alternatif pilihan yang paling tinggi kecenderungannya untuk dapat terhindar dari hasil yang buruk. 3. Safe strategy adalah memilih alternatif pilihan yang

paling tinggi

kecenderngannya untuk mencapai keberhasilan. 4. Combination strategy adalah mengkombinasikan kemungkinan untuk memperoleh hasil yang

paling diinginkan (high desirability) dengan

probalitas peluang tertinggi (high probability) Setiap orang dapat melakukan strategi pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Pengambilan keputusan yang diambil seseorang ditentukan oleh strategi yang digunakannya. Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengambil keputusan di dalam situasi yang berbeda-

32

beda, oleh karena itu walaupun tampaknya mudah untuk mengklasifikasikan strategi pengambilan keputusan, tapi ternyata pengambilan keputusan lebih bersifat unik.

B. 3. Tahap-tahap pengambilan keputusan Sebelum sampai pada pengambilan keputusan, biasanya kita akan melakukan beberapa tahapan terlebih dahulu. Menurut Jannis & Mann(dalam Atwater 1983), ada 5 tahapan yang dilalui dalam proses pengambilan keputusan secara umum, yaitu: 1. Apraising the challenge (menilai masalah) Melibatkan adanya kesadaran tentang masalah sebagai suatu tantangan, dan mengetahui resikoyang akan diambil jika tidak melakukan sesuatu. Mengenali masalah juga dimaksudkan agar tidak terjadi persepsi yang salah atau oversimp/ikasi terhadap masalah yang kompleks .. 2. Surveying the alternatives Mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang alternatif yang mungkin dilakukan. Hal yan paling penting dalam tahap ini adalah fleksibilitas atau keterbukaan, dengan memperhatikan informasi-informasi tentang kemungkinana-kemungkinan alternatif 3. Weighing the alternatives Pilhan-pilihan yang ada dievaluasi berdasarkan konsekwensi dan kepraktisan, terutama tentang kelebihan dan kekurangan dari setiap alternatif. Evaluasi ini berguna untuk memilih alternatif yang terbaik.

33

4. Making a commitment Banyaknya ketegangan karena memprtimbangkan alternatif hanya dapat diselesaikan dengan membuat dan memutuskan komitment. Pada tahap ini tercapai suatu keputusan untuk memilih salah satu alternatif yang ada, dan telah menetapkan komtmen untuk melaksanakan keputusan tersebut. 5. Adhering despite negative feedback Setiap keputusan pasti memiliki resiko. Oleh karena itu, sangat penting untuk tidak terlalu bereaksi berlebihan dengan kritik maupun kekecewaan seperti mengganti sebuah keputusan sebelum mencoba ataupun tidak menerima kritikan. Menurut

Moody

(1983

dalam

Cahyatama

1999),

pengambilan

keputusan dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap-tahap itu kemudian membentuk lingkaran pengambilan keputusan, yaitu: 1. Menyadari adanya masalah 2. Mengenali masalah 3. Mengenali alternatif dan konsekwensi 4. Memilih tindakan penyelesaian 5. Mendapatkan umpan balik Disamping tahap-tahap diatas, Janis & mann (1977 dalam Brown and Lent

1984) mengemukakan

pengambilan keputusan:

7 kriteria

untuk menguji efektifitas dari

34

1. Secara menyeluruh melihat alternatif tindakan yang mungkin dicapai dan nilai-nilai yang mungkin dilakukan 2. Mempertimbangkan seluruh tujuan yang akan dicapai dan nilai-nila yang terkandung dalam setiap pilihan 3. Secara

hati-hati

menimbang

kerugian

yang

akan

dihadapi,

memperkirakan resiko-resio yang belum pasti, baik konsekwensi positif maupun negatif 4. Secara intensif mencari informasi baru yang relevan untuk evaluasi lanjut 5. Membuka diri dan memperhitungkan informasi baru, walaupun informasi itu tidak mendukung pilihan yang disukainya 6. Menilai kembali konsekwensi positif dan negatif setiap pilihan termasuk pilihan yang semula tidak diterima, sebelum mengambil keputusan akhir 7. Membuat langkah-langkah tindakan dan rencana yang terperinci dengan mempertimbangkan kemungkinan tindakan yang antisipatif

C. Prostitusi Dan Pekerja Seks Komersil C.1. Sejarah prostitusi

Sejarah timbulnya pelacuran (prostitusi) konon sama kaburnya dengan membicarakan sejarah pernikahan (Hirschfeld, 1976). Asal usul pelacuran

modern di Indonesia dapat di telusuri kembali

hingga ke awal kerajaan-kerajaan di Jawa, keajaan Majapahit, penjajahan Belanda dan Jepang dan terus berlanjut hingga penjajahan usai,

dimana

35

perdagangan perempuan pada saat itu merupakan pelengkap dari sistem pemerintahan feodal. Pada masa itu raja digambarkan sebagai kekuasan yang sifatnya agung dan mulia. Dengan kekuasan ini berarti para raja menguasai tanah, benda, bahkan nyawa hamba sahaya mereka. Kekuasaan ini tercermin dari banyaknya selir yang mereka miliki. Hal ini terjadi karena rakyat menganggap bahwa dengan melahirkan anak-anak raja akan meningkatkan status yang dimiliki. Keadaan inilah yang membentuk landasan bagi perkembangan industri seks yang sekarang (Hull 1997) Di Bali,seorang janda dari kasta rendah tanpa adanya dukngan dari pihak keluarga, secara otomatis menjadi milk raja. Jika raja memutuskan tidak mengambil dan memasukkan dalam lingkungan istana, maka ia akan dikirim ke luar kota untuk menjadi pelacur dan sebagian penghasilannya harus diserahkan kepada raja secara teratur. Dahulu kala dijumpai pelacur-pelacur dalam upacara keagamaan, di Yunani kuno, dikenal pelacur dengan sebutan hetaire, yakni wanita-wanita yang berfungsi memberi kepuasan seksual kepada pembesar-pembesar mereka hingga prostitusi yang diperuntukkan bagi kelas bawah atau

streertwalkeryang hampir sama dengan prostitusi yang ada saat ini. lndrustri seks yang lebi terorganisisr berkembang pesat pada masa penjajahan Belanda. Hal ini terlihat dari sistem perbudakan tradisional dan perseliran yang ada untuk memenuhi kebutuhan pemuasan seks masyrakat Eropa. Kemudian pada masa penjajahan Jepang, wanita yang bekerja sebagai PSK

36

diistilahkan dengan sebutan " comfort women". Tugas mereka melayani para tentara Jepang yang tengah berperang. Terkadang mereka mengalami kekerasan fisik ataupun mental dari para tentara Jepang sehingga tidak mengherankan jika kemudian para comfort women tersebut mengalami gangguan psikologis seusai perang (Dessie 2002)

C.2. Definisi pelacur (PSK) Definisi pelacuran pertama kali diberikan oleh Solon, seorang raja Yunani kuno (630-560 SM). Solon dianggap sebagi organisator pertama pelacuan, yang caranya sampai kini dipakai di negara tertentu. Definisi yang diberikan olehnya adalah: "penyerahan diri kepada bermacam-macam orang dengan memperoleh imbalan jasa untuk pemuasan seksual orang tersebut" (pendidikan kesehatan Djiwa, 1968: 95) Definisi yang diberikannya merupakan definisi awal tentang pelacuran yang masih sederhana. Definisi tentang pelacuran kemudian berkembang sehingga dapat ditemui batasan yang lebih tegas sebagaimana yang diutarakan Goerge Riley Scoot seperti dikutip Tjakrawala (1972) yang dikutip Dessie (2002 ) mendefiniskan pelacur sebagai berikut: "A prostitusion is an individual male or female, who for some kind of reward, monetary or otherwise, or for some form of personal satisfaction, and as a part or whole time profession engages in normal or abnormal intercouse

37

with various person who maybe of the same sex as or the opposite sex to the prostitus".

Scoot menyebutkan, bahwa pelacur adalah wanita atau pria yang pekerjaanya adalah melakukan hubungan seksual dengan siapa saja secara normal ataupun tidak, bisa dengan lawan jenis ataupun sejenis, dengan tujuan memperoleh imbalan uang ataupun yang lainnya. Menurut Rathus, Nevid dan Rathus (1993), prostitusi berasal dari bahasa latin prostituere yang berarti "to cause to stand in front of' dengan implikasinya adalah seseorang menawarkan tubuhnya untuk diperdagangkan. Prostitusi menurut mereka adalah "sexual activity in which a person exchange sexual servise for money or other items of values such as drugs" yaitu, kegiatan seksual dimana seseorang menukar pelayanan

seksual yang diberikan dengan uang ataupun benda berharga lain seperti halnya obat-obatan Heyl (1979) dalam Little (1989), mengemukakan teorinya mengenai prostitusi dengan mempertimbangkan aspek self images dari wanita yang menjadi pelakunya yaitu: "tho granting of non material sex as vacation ... although women accepting gifts regularly from lovers may be engaged in a commercial relationship, they ussual/y do not view it that way. Prostitutes, on the other hand see the sex-money exchange as the bussines transaction that constitute their job."

38

Dari definisi diatas bahwa hadiah atau imbalan yang diterima oleh seorang PSK, hanya dilihat atau dianggap sebagai transaksi bisnis semata. Dalam teorinya mengenai prostitusi, May dalam Nisbet (1961) mengutarakan sejumlah elemen yang terdapat dalam prostitusi adalah, "prostitusion characterized by three elements.payment, ussaly involving the passing of money, although gifts or pleasures may constitue equivalent consideration, promisquity, with the possible exercise of chaise and emotinal indiference, which may be inferred from payment and promisquity".

Dari penjelasan diatas dapat disarikaan bahwa dalam prostusi ada 3 elemen yang berperan penting yaitu: pertama pembayaran, biasanya selalu berupa uang. Kedua adalah adanya hubungan sexual, element ketiga dalam praktik prostitusi adalah adanya keterikatan emosional diantara mereka. Definisi yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial dalam lembaran kerjanya adalah : " suatu tindakan diluar perkawinan dengan motif upah atau jasa dan pelayanan bagi pihak Jaki-laki sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kebiasaan tanpa pertimbangan moral Jagi" (dalam Anies 1993) Dari sejumlah definisi yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa dunia prostitusi adalah perilaku hubungan sexual yang tidak didasari oleh adanya keterikatan emosional atau di luar pernikahan dan selalu ditandai dengan adanya transaksi bisnis diantara keduanya, dengan imbalan uang atau barang.

39

Dalam praktek prostitusi, banyak istilah atau sebutan, julukan yang diberikan oleh masyarakat terhadap para PSK, untuk itu dibawah ini akan diuraikan jenis-jenis pelaku dan pelacuran.

C.3. Jenis-jenis pelacuran 3.1. Call girls (wanita panggilan)

Call girls biasanya datang dari latar belakang kelas menengah, berpendidikan dan berdisiplin, beberapa diantaranya adalah mahasiswi (Hyde, 1990). Di Indonesia, PSK

jenis ini biasanya digunakan melalui perantara

sebagai mucikari atau germo. Para call girl ini biasanya mempunyai pelanggan tetap yang memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memberikan tunjangan bulanan, Banyak dari para call girl ini yang memulai debutnya sejak berusia remaja. Call girls biasanya t<3rmasuk ke dalam kategori PSK kelas atas, karena mereka biasanya mempunyai pekerjaan yang lain, dan kebanyakan dari mereka menggunakan penghasilannya ini untuk membiayai kehidupan materialnya yang glamor dan untuk berpoya-poya seperti menggunakan obaobatan terlarang. PSK jenis ini biasanya kecil kemungkinan terjaring dalam operasi penertiban PSK yang sering dilakukan Pemda setempat, hal ini dikarenakan kebanyakan dari mereka tinggal dalam tempat-tempat mewah di tengah ibukota. (Emka, 2003)

41

3.2. Brothel (baca; brah-tul)

Rumah bordir adalah sebuah rumah prostitusi dimana pekerja seks dan konsumennya bisa bertemu. (Hyde 1990). Di Indonesia, pekerja seks yang bekerja dirumah pelacuran ini, terbagi menjadi tiga golongan (Alam AS, dalam Anies 1993) yaitu: (1) rumah pelacuran yang biasanya terpencar, dan bercampur dengan perumahan penduduk, (2), rumah pelacuran yang terpusat pada satu kompleks yang biasanya merupakan suatu kompleks (misalkan, Kramat Tunggak yang kini telah dipugar, Dolly di Surabaya, atau Saritem di Bandung). (3), rumah pelacuran yang ada di daerah khusus, yang terletak agak jauh dari rumah penduduk biasa. Rumah pelacuran seperti ini biasanya disebut

dengan istilah lokalisasi didirikan berdasarkan surat

keputusan pemerintah daerah. Pada lokalisasi ini biasanya dilakukan usaha pemeliharaan kesehatan, pendidikan dan kegiatan lainnya sebagai langkah rehabilitasi dan resosialisasi. Rumah pelacuran ini, biasanya dikelola oleh seorang yang biasa disebut dengan "madam", ia adalah seseorang yang cukup cerdas dan memiliki ketrampilan sosial dan mengurus keuangan.

3.3.

Massage Parlow.

Massage Parlow adalah beberapa wanita

yang juga menjual

pelayanan seksual di panti pijat tersebut (Verlarder & Warlick, 1973 dalam Hyde, 1990). Panti pijat ini biasanya legal tetapi praktek prostitusi yang ada didalamnya

ilegal.

Kelegalan

ini

seringkali

di

salahgunakan

karena

42

sesudah seorang konsumen memasuki kamar pijat pribadi, ia bisa mendapatkan pelayanan apapun yang diinginkan. Walaupun, intercourse tidak terjadi karena tidak disediakannya kamar hubungan seksual yang biasa terjadi adalah oral seks.

34.

Streetwalker.

Street walker adalah pekerja seks kelas rendah yang berada di pinggir jalan untuk menjual pelayanannya, ia berpakaian kurang menarik dan tidak fashionable. Di Amerika untuk permainan cepat, mereka meminta $20 serta mereka menerapkan disiplin waktu pada konsumennya, maksudnya, jika ia disewa untuk 1 jam, maka setelah satu jam ia akan berhenti atau meminta uang tambahan untuk selanjutnya. Karena mode operandinya sangat terlihat, maka ia seringkali ditangkap dan juga mereka sering berhadapan dengan konsumen yang berbahaya bagi dirinya. (Hyde, 1990). Streetwalker biasanya berasal dari kelas sosial ekonomi rendah (Crooks & Baur, 1983). Di Indonesia, (Alam AS, 1984 dalam Rahmawati, '1993), streetwalker adalah sekelompok pekerja seks yang masih liar karena mereka tidak terkoordinir dan tidak terdaftar. PSKjenis ini biasanya menunggu tamu di pinggir-pinggir jalan tertentu, terutama pada malam hari. Mereka biasanya berdiri di tempat yang remangremang, kosmetik mereka biasanya berlebihan. Seperti, bedak tebal dan warna lipstik yang menyolok. Mereka biasanya menggunakan pakaian

43

dengan warna terang dan kontras. Model pakaian yang digunakan biasanya menonjolkan bagian-bagian tubuh tertentu. Mereka juga tidak segan-segan menggoda laki-laki yang melalui daerah mereka, misalnya dengan melambaikan tangan dan memberikan tanda-tanda tertentu lainya. Selain PSK jalanan yang terbuka, adapula yang "terselubung". PSK jenis ini biasanya duduk di warung-warung yang redup atau pun gerobakgerobak minuman yang hanya memakai penerangan yang terbatas. Pada umumnya mereka termasuk PSK kelas rendah, sehingga langganan mereka biasanya juga laki-laki berpenghasilan rendah, seperti pedagang kecil, buruh pabrik dan sebagainya. Para street walker ini biasanya berada dibawah seorang mucikari (pimp) yaitu seorang atasan dari PSK. Para PSK memberikan sebagian dari pendapatannya dan mucikari ini memberikan makanan, pakaian, tempat tinggal ataupun obat-obatan (shabu-shabu, kokain dsb) dan seks. Selain itu, ia juga mengeluarkan PSK yang tertangkap dari penjara dan melindungi PSK dari kejahatan, karena dengan profesi seperti ini mereka tidak mungkin mengadukan kepada polisi. Menurut Weinberg (1960) ada tiga sub-tipe dari stretswalker (Weinberg menyebutnya sebagai lone solicitors), yaitu: a) Pekerja seks yang sudah memasuki masa dewasa tengah sampai akhir, atau yang telah mengalami menurunkan fisik. Konsumennya biasnya adalah kelas sosio-ekonomi bawah.

44

b) Pekerja seks yang tidak menjadikan prostitusi sebagai profesinya. la menjadi seorang pekerja seks hanya karena membutuhkan "hawa segar" atau sesuatu yang berada dalam kehidupannya. c) Pekerja seks yang menjadikan prostitusi sebagai karirnya. Biasanya mereka dapat memilih kliennya yang biasanya dari semua kalangan. Beroperasi sendiri atau bahkan supir taksi yang membawa konsumen kepada mereka .

.?S ~;~·

Baby pro Baby pro adalah PSK yang masih berusia 16 tahun kebawah dan

biasanya bekerja di rumah-rumah peristirahatan, hotel dan lain-lain sebagainya (Shoemaker, 1977 dalam Hyde, 1990). Akhir-akhir ini permintaan terhadap PSKjenis ini terus meningkat, hal ini pulalah yang merupakan penyebab dari adanya perdagangan anak yang kian hari makin merebak.

C.4. Faktor penyebab perempuan menjadi PSK Ada sejumlah faktor yang diduga merupakan alasan mengapa para perempuan memilih untuk melakoni pekerjaan menjadi PSK. C.H. Rolph dalam women of the street (Lumoindang 1996), ada sejumlah faktor yang menyebakan seseorang menjadi PSK yaitu: 1. Rasa !erasing dari pergaulan atau rasa diasingkan dari pergaulan hidup pada masa tertentu dalam hidupnya.

45

2. Faktor-faktor yang sangat mendesak dalam keadaan sebelum diputuskan untuk melacurkan diri 3. Faktor kepribadian yang berhubungan erat dengan pengalaman masa lalu dan situasi masa kini. Sedangkan Kartini Kartono seperti dikutip Lumoindang (1996) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menjadi PSK adalah: 1. Untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pintas serta kut\rangnya pengertian dan pendidikan yang dimiliki. 2. Adanya nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian dan cenderung kepada pengumbaran seks dan hiperseksual sehingga mereka tidak puas dengan satu pria. 3. Tekanan ekonomi dan faktor kemiskinan 4. Aspirasi materi yang tinggi dan kesenangan terhadap kehidupan mewah 5. Keinginan untuk memberontak terhadap otoritas orang tua, masyarakat dan norma-norma susila yang menekankan banyak hal yang dianggap tabu dan pengaturan seks 6. Pernah melakukan hubungan seks pra nikah pada masa kanak-kanak, serta terbiasa melakukan seks bebas dengan banyak orang 7. Termakan ,bujuk rayu kaum pria 8. KeluJga yang broken home

46

9. Ajakan teman yang sudah terlebih dulu terjun ke dunia prostitusi 10. Pengalaman traumatis Di Indonesia ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya pekerja seks komersil (PSK), secara umum yang menjadi faktor ini dapat di bagi menjadi dua. (Jskandar 1972) 1. Faktor eksternal adalah keadaan-keadaan yang berada diluar individu yang mendorong timbulnya PSK. Beberapa diantaranya yaitu: 1. Adanya kegagalan dalam riwayat percintaan sebelumnya 2. Adanya tuntutan ekonomi 3. Tingkat pendidikan yang rendah 4. Pengaruh dari mass media dan gambar-gambar porno melalui majalah, surat kabar, film, photo yang merangsang individu untuk menyalurkan dorongan seksualnya tanpa bertanggung jawab. 2. Faktor Internal. Faktor internal adalah keadaan-keadaan di dalam diri individu sendiri yang mendorong timbulnya PSK. Misalnya, nafsu seks yang berlebihan. H Ali Akbar (1971) menguraikan beberapa sebab seseorang menjadi pekerja seks komersil, yaitu : 1. Tekanan ekonomi 2. Tidak puas dengan posisi yang ada 3. Kebodohan, tidak mempunyai pendidikan atau intelegensi yang memadai 4. Ada cacat dalam jiwanya

47

5. Sakit hati karena ditinggalkan oleh suami atau pasangannya 6. Dirinya tergolong hiperseksual, sehingga tidak puas dengan kehidupan seksual suaminya. Mengenai hiperseks yang disebutkan oleh bebrapa tokoh, Weinberg tidak setuju. Menurutnya (PSK) hanya sedikit memiliki dorongan seksual yang lebih tinggi daripada normal dikarenakan mereka memasuki dunia prostitusi. Namun menurut Bess & Janus seperti dikutip

Hyde (1990), faktor

yang paling penting adalah ekonomi. Prostitusi secara ekonomi memang sangat "menggiurkan".

Sering kali dipertanyakan, untuk apa memiliki

pekerjaan yang membosankan dengan gaji lima ratus ribu sebulan apabila bisa mendapatkan lima ratus

ribu dalam

sehari atau bahkan dalam

beberapa jam saja sebagai call girl ? Faktor yang berhubungan dengan hal ini adalah kerutinan dan kemenarikan dari glamour dan kesenangan pada dunia protitusi. Untuk menarik namun miskin), Selain

beberapa wanita yang menarik (misalnya, wanita prostitusi berarti lancarnya mobilitas ekonomi.

itu, yang sekarang ini sedang marak di Indonesia, seorang wanita

menjadi pekerja seks untuk memperoleh obat-obatan terlarang. Kategori '

alasan yang lainnya adalah untuk memperoleh kekuatan (power). Misalnya seorang call girl yang melayani seorang politician yang bahwa dirinya memiliki akses langsung dengan dunia politik. D.6. Dampak Prostitusi

terkenal merasa

48

Dengan adanya PSK yang bersedia melayani keinginan seksual pemakai jasanya dengan bayaran tertentu, maka akibatnya meliputi berbagai macam bidang, seperti bidang sosial, kesehatan, kewanitaan dan lain-lain. Arif Gosita SH dikutip Ginting (1978) mengatakan akibat adanya pelacuran adalah sebagai berikut: 1. Menjadi sebab makin merosotnya moral dan berkembangnya promiskuitas 2. Tetap berlangsungnya penghinaan terhadap kaum perempuan 3. Berkembangnya penafsiran yang salah terhadap kehidupan perkawinan 4. Menyebarkan penyakit kelamin 5. Adanya penghamburan uang melalui pelacuran 6. Mendorong orang untuk mencari keuntungan materil ?finansial melalui usaha pelacuran yang tidak halal 7. Berlangsungnya eksploitasi wanita

8. Menyebabkan berbagai macam masalah kesejahteraan Weinberg (1960) menguraikan hal yang menjadi akibat dari adanya pelacuran adalah" , the prostitute who remains in this preverse craft for a long time detoriorates physically and psychologically. In addition to becoming infected on one or several occasions, she exsperiences sexual frigidity and attitudes of self degradation". Dari uraian dia atas, dapat diketahui hal yang dapat menjadi akibat dari profesi yang dijalani oleh seorang PSK dalam jangka panjang , yaitu; dapat mengalami kemunduran fisik ataupun psikologis. Selain itu mereka

49

juga rentan terhadap kemungkinan terjangkit penyakit seksual yang disebabkan oleh perilaku berganti-ganti pasangan. Menurut Weinberg (1960), prostitusi juga menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap identitas pekerjanya yaitu" the destructive aspect of prostitution are inherent in the attitudes and sosial relationships which affect the identity of the prostititute" dengan demikian dampak prostitusi yang cukup merusak bagi pekerjanya adalah sikap dan hubungan sosial antara PSK dengan lingkungannya. Hal inilah yang kemudian mempengaruhi identitas diri yang dimiliki oleh PSK. Pengaruh ini terlihat pada: 1. Kecenderungan mereka untuk menerima atau mengembangkn sikap yang tidak benar dan merusak terhadap dirinya sendiri. Hal ini mungkin terjadi melihat label yang diberikan oleh masyarakat yang bekerja sebagai PSK 2. Cara mereka mengorganisasikan identitas dirinya yang didasrkan pada penerimaan orang lain tentang dirinya yang hanya menganggapnya ,

sebagai benda dan bukan sebagai manusia. 3. Munculnya perasaan kesendirian yang tidak diinginkan oleh orang-orang disekelilingnya kecuali oleh kien yang memerlukan dirinya hanya untuk memperoleh kepuasaan fisik. 4. Mereka cenderung kurang memiliki penghargaan terhadap masa lalu ataupun masa yang akan datang, sehingga terkadang membuatnya merasa bahwa hidup yang dijalaninya tidak memiliki arti atau tujuan.

50

Untuk menghindari keadaan ini, biasanya mereka mencari pelarian ke agama yang dilakukannya sebagai sebuah defense atau pembenaran. 5. Mereka juga memiliki kemungkinan untuk mengalami apa yang disebut sebagai kebingungan akan perannya sebagai wanita dalan kehidupan bermasyarakat.

BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN

A. Subjek penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif, o/ah karena itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pendekatan penelitian kualitatif. Pene/itian kualitatif adalah pene/itian yang menggunakan tekhnik-tekhnik informatika atau nonstatistik. Strauss

(1987).

Penelitian

kua/itatif

adalah

jenis

penelitian

yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (dipero/eh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Strauss & Corbin (1987 dalam Djunaidi 1997). Pada dasarnya ada tiga komponen pokok dalam penelitian kualitatif, yaitu: pertama, adanya data sebagimana yang telah disebutkan yakni bisa datang dari berbagai sumber; interview dan observasi itu merupakan sumbersumber yang paling umum (common sources). Komponen kedua dari pene/itian kualitatif ada/ah terdiri dari analisis atau. prosedur-prosedur interpretasi yang berbeda guna memperoleh hasil penemuan atau teori-teori. Proses ini dinamakan coding, yang divariasikan dalam latihan, pengalaman, dan tujuan penelitian. Komponen ketiga adalah, penulisan dan Japoranlaporan verbal.

51

52

Marshal dan Rosman (1989) lebih jauh mengemukakan bahwa penelitian kualitatif merupakan alternatif terbaik untuk penelitian masalahmasalah yang: a. Tidak dapt dilakukan secara eksperimental, baik karena a/asan praktis maupun alasan etis b. Membutuhkan

pendalaman

terhadap

proses

maupun

kompleksitas

masalah c. Be/um

dapat

diidentifikasikan

variabe/-variabel

yang

berhubungan

dengannya. d. /ngin melakukan eksplorasi mengenai "mengapa" dan "dimana" e. Dilakukan terhadap sistem inovasi atau masyrakat yang be/um dikenali f.

Mengenai kaitan-kaitan atau proses informal dalam suatu organisasi

g. Mengenai tujuan terselubung suatu ha/

8. Teknik sampling

Penelitian kualitatif pada umumnya mengunakan pendekatan purposif. Sampel tidak diambil secara acak, tetapi justru dipilih mengikuti kriteria tertentu.(Poerwandari 1998). Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif pada umumnya menampilkan karakteristik : 1. Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasuskasus tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian

53

2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang selama penelitian 3. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti I peristiwa acak ) melainkan

pada

kesesuaian

konteks.

(Sarantoks

seperti

dikutip

poerwandari, 1998) B.1.

Karakteristik sampel

Karena Teknik sampling yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Purfosive sampling, maka karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. para PSK yang telah "menjaja"kan diri selama dua tahun, dengan asumsi bahwa dalam masa ini mereka telah mengenal dunia prostitusi 2. mereka yang berada dalam usia dewasa antara 20-40. B.2.

Jumlah sampel Merujuk pada yang dikatakan oleh Poerwandari (1998) bahwa sampel

yang digunakan dalam penelitian kualitatif tidak pada jumlah yang besar, maka pada penelitian ini peneliti membatasi penelitian hanya pada 3 sampel. Adapun

tekhnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah purvosive sampling, purposive sampling adalah pengambilan sampel dengan cara mencari sampel yang refresentatif yang meliputi wilayah-wilayah atau kelompok yang diduga sebagai anggota sampel.

54

C. Teknik pengambilan data

Dalam pendekatan kualitatif, metode yang umumnya digunakan untuk mengumpilkan data adalah; observasi, wawancara, dan peninjauan berbagai dokumen yang relevan mengenai subjek. Marshal dan Rossman (1995) C.1. Wawancara mendalam (in depth interview)

Wawancara nienurut kerlinger adalah: "aface to face inter personal role situation in which one person, the interviewer, asks a person being interviewed and the respondent, questions designed to obtain pertinent to the research problem ... ."Kerlinger (1986) Sesuai

dengan

tujuan

penelitian

ini,

dimana

ingin

diketahui

pandangan, penghayatan dan pengalaman hidup subjek dengan cara menggali informasi dari subjek, maka wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara mendalam (in-depth interview). D. Teknik pengolahan data

Dalam penelitian kualitatif analisa data yang digunakan adalah katakata yang biasanya diperluas. Menurut Mathew B. Miles dan A Michael Huberman (1922) terdapat tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan dan terjalin sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data yaitu; reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data diartikan sebagai

proses pemusatan perhatian

pada

penyerderanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data "kasar'' yang muncul dari catatan-

55

data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data diartikan sebagai

proses pemusatan

perhatian

pada penyerderanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data "kasar" yang muncul dari catatancatatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu analisa yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulankesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Penyajian data sebagai sekumpulan penarikan

informasi kesimpulan

kesimpulan

yang dan

atau verifikasi

tersusun

memberi

pengambilan

kemungkinan

tindakan.

Proses

adanya

penarikan

dapat dilakukan tergantung besarnya data

kumpulan catatan di lapangan, pengkodean, penyimpangan, kecakapan peneliti, namun seringkali kesimpulan tersebut dirumuskan peneliti sejak awal. Setelah data yang diperolah dari subjek penelitian terkumpul, ada dua hal yang akan dilakukan oleh peneliti. Pertama, peneliti akan menuangkan hasil wawancara ke dalam bentuk transkip verbatim. Kedua, peneliti akan mengan_alis~

data tersebut secara kualitatif dari sudut pandang psikologis.

Ketiga, peneliti akan menarik kesimpulan secara komprehensif mengenai dinamika konflik dan pengambilan keputusan untuk tetap menjadi PSK.

56

E. Tahapan penelitian 1. Persiapan Pada tahap ini yang akan dilakukan oleh peneliti adalah mencari calon sampel yang masuk dalam kategori penelitian yakni; para pekerja seks komersil yang telah meniti "karier''. Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian dapat mencakup aspek yang diinginkan. Pada tahap ini pula peneliti akan menyusun pertanyaan yang sesuai dengan pedoman wawancara, yang akan jadi acuan dalam wawancara dan observasi sebagai data penunjangnya.

2. Pelaksanaan Setelah calon sampel didapatkan, peneliti akan menghubunginya untuk meminta kesediaannya menjadi sampel pada penelitian ini. Adapun jadwal penelitiannya adalah seperti dibawah ini. Dua minggu pertama, peneliti akan menghubungi calon sampel dan melakukan wawancara dan observasi mengenai permasalahan penelitian serta mentranskip hasil wawancara ke dalam verbatim. '

Minggu selanjutnya peneliti akan melakukan analisa dinamika konflik dan pengambilan keputusan untuk tetap menjadi

pekerja seks komersil pada

PSK yang pernah menikah atau dalam status menikah pada PSK Jatinegara.

57

BABIV HASIL DAN ANALISA HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang ada pada penelitian ini berjumlah tiga orang dengan latar belakang pendidikan, dua orang tidak lulus sekolah dasar (SD), dan satu orang lulus sekolah menengah tingkat pertama (SLTP). Rata-rata subjek penelitian pada penelitian ini berada dalam masa dewasa awal yang berkisar antara 20-40 tahun. Pemilihan umur ini dilakukan dengan asumsi bahwa pada masa ini, subjek telah mampu mengambil keputusan untuk jalan hidupnya. Berikut tabel gambaran umum subjek. Tabel IV.1. Gambaran umum latar belakang subjek Nama

Buie

Titin

lim

Umur Asal Latar Belakang Keluarga

23 tahun lndramavu Ayah dan ibu kuli penggarap sawah Ekonomi rendah.

33 tahun Jakarta Ayah seorang anggota TNI, sejak kecil tinggal bersama kakek-nenek, banyak mendapat kasih sayang

Anak ke

3 dari 7 bersaudara

7 dari 7 bersaudara

Masa menjadi PSK

5 tahun

Btahun

27tahun Subana Ayah dan ibu kurang taat dalam beragama, kuli penggarap sawah, kehidupan ekonomi serba kurang, sejak kecil sering berkhayal mendapat suami orana kava 2 dari 3 bersaudara 13 tahun

58

B. Riwayat Kasus dan Analisa Kasus B.1. Riwayat kasus (kasus 1) Buie begitu dia biasa dipanggil, seorang perempuan asal Indra mayu kelahiran 2 April 1981. Janda beranak satu itu kini harus menanggung beban keluarganya. Bapak yang sudah tiada dan ibu yang sudah tua dengan 4 adik dan dua keponakan yang setiap bulan harus dikirimi uang guna menyambung hidup. sebagai anak dari seorang kuli tani penggarap sawah di indramyu, memaksa Buie dan keluarga untuk hidup dibawah garis kemiskinan. Keinginannya untuk sekolah layaknya teman-temannya harus dikubur da/am-dalam., Pendidikan dasarnya tidak dapat diselesaikan dengan alasan tak ada uang untuk meneruskannya, biaya bu/anan sekolah ditambah biaya kas yang biasanya ditentukan oleh masing-masing kelas menambah berat biaya, jadilah bule hanya duduk sampai kelas empat SD saja. Tidak hanya Buie ta pi hampir semua anggota keluarganya pun mengalami nasib yang sama. Walaupun harus mengubur keinginanan bersekolah, hal itu tidak membuatnya pasrah, ia tetap meneruskan keinginanya itu walaupun hanya mengaji di rumah pak ustad seperti layaknya anak-anak kebanyakan. menurut pengakuan bule sebelum ia lahir sampai kemudian usiannya 8 tahun, keluarganya pindah dari indramayu untuk ikut serta dalam program pemerintah guna mengatasi kemiskinan yaitu dengan bertransmigrasi ke luar

59

kota. Riau tepatnya. Di Riau, keluarganya menghabiskan waktu dengan membuka lahan baru asal hutan dan padang belantara. Ditahun - tahun pertama biaya hidup memang ditanggung pemerintah, tapi ditahun ke tiga tidak ada lagi tunjangan dari pemerintah. Merasa berat dan tidak betah harus tiggal terpencil di pelosok Riau, setelah 15 tahun menggarap sawah itu keluarga bule memutuskan untuk kembali ke lndramayu. Menurut Buie pula, sawah yang digarap keluarganya pun sebenarnya sudah bagus, sudah dapat menghasilkan. Akhirnya sawah garapannya pun di uangkan kepada teman sesama transmigran, dan uangnya pun digunakan untuk pulang ke indramayu dan membeli sebidang tanah di indramayu untuk kemudian dibangun rumah. Masa remajanya pun dianggapnya tidaklah indah, ia merasa tidak puas mengisi masa ini karena saat Buie masuk di usia yang ke 14 tahun, dan seperti kebanyakan gadis di kampungnya, bule dijodohkan bapaknya dengan anak dari salah satu temannya yang saat itu juga masih berusia muda, hanya satu tahun terpaut darinya, 15 tahun. Tanpa proses pacaran dan tanpa proses pengenalan lebih lanjut mereka dinikahkan. Diusianya yang ke 17 tahun, bule melahirkan anak pertamanya setelah sebelumnya pernah mengalami keguguran. Seperti sebelum menikah Buie yang memang berasal dari keluarga yang kurang mampu, mengalami nasib yang sama juga di rumah tangganya. Kekurangan. Sebenarnya menurut Buie itu tidaklah menjadi alasan utama, karena ia sudah terbiasa dengan

60

kehidupan yang serba kurang. Sampai suatu hari ia merasa heran akan pendapatan suaminya yang tidak perna/1 sama dengan teman sesama pen#ap sawah. Hal itu pun ditanyakannya secara langsung kepada suaminya itu, ternyata suaminya beralasan bahwa pendapatan setiap pengarap itu berbeda, tergantung pekerjaannya. Pada awalnya bule dapat menerima, hingga pada suatu l1ari ia mengetahui perihal keluarga sang suami yang selama ini selalu menunggu hasil keringatnya setiap hari. Pendapatan yang memang sedikit itu harus dibagi dua dengan keluarga suaminya, bahkan sering pula ia tidak dinafkahi. Setelah bertahun-tahun ia baru mengetahui ketidak jujuran sang suami tentang penghasilanya dan ha/ itu dianggap Buie amat mengecewakannya, sebagai seorang istri ia merasa tidak dihargai. la merasa di "madu", dan tidak mendapat kasih sayang dari suami sebagaimana semestinya. Ekonomi yang tidak mencukupi ditambah dengan kecewa terhadap sikap suami yang men"dua" kannya, membuat ia tidak menikmati kehidupan perkawinannya. Sampai saat tiba hari kelahiran anak pertamanya itu, suaminya sudah tidak lagi memperdulikannya, Buie di tinggalkan. Dengan bantuan dari bapaknya, Buie melahirkan di sebuah rumah sakit karena ada masalah dengan kandungannya. Keluaga Buie sebenarnya sudah memberitahukan kepada suaminya itu perihal kelahiran Buie, ternyata suaminya itu tidak kunjung menjenguknya.

Hal ini sempat menjadi pertanyaan orang tuanya,

61

karena selama itu Buie tidak pernah bercerita apa-apa kepada orang tuanya atau keluarganya yang lain, menurut Buie jika ia banyak bicara hal itu hanya akan memperparah keadaan diri dan keluarganya saja, saat itu Buie berfikir apa yang menimpanya hanyalah masalah biasa yang kerap dihadapi dalam sebuah ikatan rumah tangga. Setelah melahirkan, kembali Buie menjadi tanggungan hidup orang tua, merasa harus bertanggung jawab atas perjodohan itu, orang tuannya sering menasehati Buie agar bersabar kalau memang Buie masih mencintai suaminya itu, tetapi jika ia tidak lagi mencintai suaminya, keputusan untuk tetap bersama atau tidak dengan sang suami diserahkan sepenuhnya kepada Buie. Merasa tidak enak hati dan tidak mau membebani orang tuanya yang sudah tua, Buie merasa perlu bekerja. Ketika usia anaknya masuk di bulan ke tiga ia pamit kepada orang tuanya untuk pergi kerja ke Jakarta, ikut dengan temannya yang sama-sama berasal dari lndramayu. Jakarta dianggap Buie dapat memberikan apa yang dia mau, la tertarik untuk ikut temannya ke Jakarta karena menurutnya temannya itu selalu membahagiakan keluarganya jika pulang kampung, sang teman selalu bawa uang banyak setiap kali pulang kampung. Menurut Buie keluarga sang teman pun tidak pernah tahu pekerjaan apa yang dijalani anknya di Jakarta. Pada awalnya tekad Buie pergi ke Jakarta ingin kerja apa saja, asal dapat memenuhi kebutuhannya.

62

Sesampainya di Jakarta ia baru tahu kalau temanya itu ternyata simpanan seorang laki-laki, laki-laki inilah yang membiayai semua kebutuhan hidupnya. Selama 2 minggu ia ditanggung oleh temannya itu, sampai pada suatu malam ia bertanya kepada temannya itu perihal perempuan-perempuan yang selalu keluar malam hari selepas isya, jawaban temannya saat itu adalah mereka mencari uang di jalanan,nongkrong-nongkrong di warung minum. Mencari uang dijalanan? Bagaimana caranya? ltulah yang menjadi pertanyaannya saat itu. sang teman lalu menjelaskan kalau caranya hanya nongkrong di jalan dan nanti akan ada laki-laki yang mendekati dan mengajaknya pergi. Merasa harus mencari uang untuk anak semata wayangnya ia mencoba pergi ke jalanan, dan ternyata dari coba-coba nongkrong di jalan bule mendapat "tamu" sungguhan. Pada awalnya ia bingung, wajahnya yang memang cukup menarik telah menjadi modal bagi "usaha" nya di dunia ini. Sejak saat itu Jadilah bule seorang PSK tanpa tahu resiko pekerjaan yang akan dijalaninya. Niat awal ingin bekerja apa saja sirna sejak pengalaman pertamanya melayani tamu, Buie mengaku pengalaman pertamanya sedagai "Penjaja" cinta sempat membuatnya sedih, Perasaan jijik dan takut menjadi satu tatkala ia harus melayani laki-laki yang bukan suaminya, ia tahu kafau pekerjaan itu bukanlah pekerjaan yang semestinya di lakukan.

63

Hari pun terus berlalu, dengan bermodalkan paras cantik, tubuh yang sintal, kulitnya yang bersih benar-benar menjadi modalnya untuk bergelut dalam bisnis esek-esek ini. sebagai anak baru dalam dunia malam Jatinegara, ia merasa mudah sekali mendapatkan "tamu", dalam satu malam ia mengaku pernah mendapat uang sampai 700.000.00 sampai 1,000,000.00 rupiah dari tiga laki-Jaki yang dilayaninya, pendapatannya yang memang cukup besar itu menambah tekadnya untuk tetap "menjaja" guna memenuhi kebutuhan anak semata wayangnya. Di tahun pertama "karier" nya sebagai "penjaja cinta" ia mengaku bisa mengirim uang kepada keluarganya setiap minggu dengan jumlah kiriman mencapi 300.000.00 atau 400.000.00 rupiah sekali kirim, la juga mengaku tidak segan-segan "membuang uang" untuk memasang susuk pengasih dari orang-orang pintar di Banten. Menurut pengakuan Buie sudah hampir seluruh bagian tubuhnya saat ini telah "penuh" dengan susuk, pemasangan susuk ini dimaksudkaf") agar tamu yang pernah datang kepadanya akan selalu merindukannya dan terus mencarinya. Susuk ini juga dimaksudkan untuk melindungi dirinya dari kesirikan PSK lain, yang mungkin saja iri melihat dia "ramai tamu". Menurut pengakuan Buie dengan memasang susuk memang membuat penghasilannya bertambah. ltulah sebabnya ia tak merasa rugi jika harus merogoh uang simpanannya sekitar 300.000.00 samapi 500.000.00 rupiah hampir setiap bulan untuk keperluan yang satu ini.

64

Saat ini Buie mengaku hanya bisa mengandalkan tamu langganannya saja, atau sekali dua kali tamu baru. Karena sekarang ini laki-laki yang mencari wanita penghibur seperti dirinya sudah mulai berkurang. Entah mengapa? tanyanya dalam hati. Sekarang tni sebenarnya anak yang menjadi alasan kiprahnya di dunia ini sudah pergi meninggalkannya alias meninggal dunia, selang satu bulan kematian anaknya, bapaknya pun turut "menyusul"nya. Hilanglah satu tulang punggung keluarga ini. kini semua beban keluarga ada di pundaknya. Empat adik satu ibu dan dua keponakan yang tinggal bersama ibu dan keluarganya, karena keluarga Buie bukan keluarga yang berkecukupan, otomatis ekonomi keluarga menjadi tanggung jawab Buie, dari biaya dapur sampai biaya sekolah adik-adiknya. la terus menyekolahkan adiknya sampai saat ini dengan harapan agar adiknya tidak mengalami nasib dan mengambil keputusan' yang sama dengan dirinya. la menyadari bahwa resiko pekerjaannya sekarang ini cukup menyesakkan dada dan membuat ia tersiksa. Tersiksa jika ia mendapat tamu yang jahat, dalam artian ingin memperlakukannya semau dia hanya karena ia mambayar untuk pelayanan jasa yang diberikan Buie. (saat penulis surving untuk mendapatkan subjek dimalam hari, penulis melihat di lengan kanan bule terdapat sayatan panjang benda tajam. Menurut bule sayatan itu adalah sayatan tamunya yang ternyata memang hanya ingin memanfaatkan tubuh dan merampas uang dan perhiasan yang dikenakanya saja. la tidak dibayar? tentu).

65

Sekarang ini, bule hidup bersama dengan seorang laki-laki yang bernama alex, seorang supir angkot M.37. Alex adalah anak seorang tentara ABRI di jakarta selatan, karena merasa punya ayah yang seorang tentara itu, alex selalu menyebut dirinya sebagai anak asrama. Buie berhubungan dengan alex tidak lama setelah "kiprah"nya di dunia ini, sama seperti laki-laki gendakan kebanyakan Alex juga berasal dari tamunya. Merasa cocok

dengannya Buie memutuskan untuk tinggal satu rumah dengan Alex. Setelah beberapa bulan tinggal bersama dengan Alex, Buie baru mengetahui kalaukalau ternyata Alex sudah beristri dan punya empat anak. Keributan dengan istri pertama Alex pun tak dapat dihindarkan. Sekarang ini uang pendapatan Buie sering diminta Alex untuk diberikan k·apada istri pertamanya itu, dari biaya hidup kadang sampai untuk biaya sekolah anaknya. Buie sebenarnya merasa tertekan dengan perlakuan Alex, akan tetapi alex terlanjur membuatnya merasa "kedagingan" (istilah yang digunakan Buie untuk menyebut istilah ketergantungan). walaupun begitu kerap kali Buie mendapat perlakuan yang menyakitkan dari Alex; cercaan, pukulan, tendangan dan penyiksaan bathin, pertanyaan interogasi seperti siapa yang dilayaninya sering dilontarkan kepadanya. Kemarahan dan kecemburuan Alex memang tidak pernah pilih tempat, di tempat biasanya bule mangkal pun acapkali menjadi menjadi saksi bisu kejahatan "suami"nya.

66

Menurut pengakuan Buie saat ini la ingin sekali lepas dari "cengkraman" Alex, akan tetapi ia selalu mendapat ancaman dari Alex. Menurut pengakuan Buie, Alex akan terus mengejarnya jika ia tetap berada di Jatinegara. Tetapi untuk pindah dan keluar dari Jatinegara Buie merasa tidak siap, karena ia memang tidak punya siapa-siapa di Jakarta ini selain temannya satu kampung yang diikutinya saat pertama tinggal di Jakarta. Menurut pengakuan Buie, saat ini ia mempunyai impian untuk membangun sebuah rumah untuk dirinya dan membangun sebuah toko di kampungnya, dan toko inilah yang diharapkan Buie akan dapat memenuhi kebutuhan hidup untuknya dan keluarga. Menurut pengakuan Buie sampai saat ini, ia belum bisa berterus terang mengenai "pekerjaan"nya kepada keluarga, Buie tidak ingin menyakiti perasaan orang tua dan keluarganya. sampai saat ini Buie mengaku kepada keluarganya bahwa ia bekerja di sebuah tempat hiburan, menjual minuman dan tidak pernah melacur. Tetapi menurut Buie sang ibu sepertinya sudah mulai curiga kepadanya, apatah lagi tiap kali Buie pulang kampung ia selalu membawa uang banyak dan dapat membeli barang berharga seperti alat elektronik dan lainnya untuk keluarganya itu. Buie merasa dalam keluarganya saat ini hanya ia yang paling rusak, dalam artian tidak benar perilakunya. Orang tua Buie menurutnya adalah orang tua yang walaupun hidup susah, tetap ta'at menjalankan ibadah. la juga mengaku malu jika keluarganya sampai tahu pekerjaannya ini, karena

67

sedari kecil bapak dan ibunya selalu mengajarkan pendidikan keagamaan kepada anak-anaknya. Untuk saat ini, bule merasa tidak ada alternatif pekerjaan lain yang bisa dilakukannya selain pekerjaan ini, bahkan Buie merasa sudah menjadi nasib tubuhnya menjadi seperti ini. Bayangan kemiskinan dan kesulitan hidup keluarganya membuat ia merasa tetap harus menjalankan pekerjaan ini, apalagi jika ia ingat kisah ibunya yang memang tidak punya uang kemudian mau pinjam uang kepada saudaranya, tetapi tidak ~ih dengan alasan tidak punya uang, padahal setahu mereka saudaranya itu baru saja mendapat kiriman uang dari anaknya di kola. Buie mengutarakan niatnya untuk berhenti dari pekerjaan ini kalau saja ada laki-laki yang mau menanggung hidupnya sepenuhnya. la juga tidak perduli jika saja laki-laki itu bukanlah orang yang memiliki banyak uang. Tetapi ia juga mengaku takut kejadian yang lalu akan menimpanya untuk yang kedua kali, la bosan kerja seperti ini, katanya. terkadang dihatinya ia bergumam seandainya saja ia anak orang kaya, tentu ia tidak akan mengalami nasib yang seperti sekarang ini. Sebagai seorang manusia kecemburuan kerap kali datang ketika ia melihat sepasang suami istri yang hidupnya mapan dan bahagia, ia juga ingin mendapat kehidupan yang sama dengan mereka, Saat ini menurut pengakuan bule dengan menjadi PSK ekonomi keluarganya menjadi lebih baik, bahkan orang tua bule saat ini, memintanya agar kembali lag[ ke kampung untuk tinggal bersama lagi

68

dengan mereka. Tapi hal itu masih ditolaknya dengan alasan uang tabunganya belum cukup untuk membuka toko klontongan, ia juga berniat untuk tidak selamanya bergelut dengan "dunia" ini. B.1.2. Analisa Kasus 1

a. Latar belakang subjek Untuk menganalisa faktor penyebab terjunnya Buie ke dalam "dunia" ini, akan diungkap terlebih dulu apa yang menjadi penyebab utama atau masalah yang dihadapi oleh Buie sebelum memutuskan unutk menjadi pekerja seks komersil.

Buie dan keluarga memang berasal dari keluarga yang pas-pasan.

Sang bapak yang sudah tua ditambah keadaan yang serba kurang membuat Buie dan keluarga harus bekerja keras guna menyambung hidup. " Gin;ana yah, bapak saya kan cuma kuli, ngegarap sawah orang, engga tentu penghasilannya paling gede penghasilannya cuma sepuluh ribu. Engga cukup buat makan aja. Sekolah juga kan banyak patungan, kalo bilang ama emak, emak bilang patungan melulu, capek. Gimana yah jadi kan saya kasian ama orang tua saya, jadi saya berhenti ". Masa terus berlalu sampai akhirnya Buie memasuki masa remaja, masa remaja yang dilaluinya juga tidak terlalu membahagiakan, karena di masa ini jualah Buie akhirnya harus menikah alas perjodohan keluarga. Buie menikah di usia yang masih sangat muda, empat belas tahun. Suaminya ketika itu pun

69

masih sangat muda, lima belas tahun. tanpa proses pacaran dan tanpa pengenalan lebih lanjut, akhirnya mereka menikah. " sebenernya sih mbak, waktu remaja gimana yah .. rasanya saya tuh .. apa yah ... engga puas gitu, soalnya saya kan dijodohin ama bapak saya yang namanya orang kampung, masih kecil lagi, saya mau aja. Lakinya juga masih kecil, paling satu tahun doang bedanya, masih kecil sama, dia aja masih nurut ama orang tuanya". Setelah menikah hidup ternyata tidak menjadi indah bagi Buie, kehidupan perekonomiannya pun tidak menjadi lebih baik. Kekurangan tetap menjadi "teman" hidup bagi Buie dan keluarga. Suaminya yang hanya seorang kull penggarap sawah itu tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup bagi mereka. Penghasilannya yang kecil itu pun harus di bagi dua dengan kelurganya. Hal ini lah yang menjadi pemicu bagi Buie dan suami, walaupun sebenarnya bagi Buie hal itu bukanlah hal yang utama, tetapi ketidak jujuran sang suami selama itu telah mengecewakan hatinya. " saya pernah nanya mbak, kok sampean kalau dapat duit kok engga sama ama orang lain, orang-orang kok dapetnya banyak, situ kok segini, kata dia sih emang rizkinya dapat segini mau diapain, tadinya saya engga tau kalo penghasilan dia dibagi dua ama keluarganya. Padahal kalo dia jujur kan enak. Orag tua dia tuh jadi, nunguin dia kalau abis usaha, saya lihat orang tuanya nanyain sini duitnya, saya bingung duit apaan, pas saya tanya orang tua situ nanyain duit, duit apaan? Dia jawabnya malah kasar, katanya urusan dia, biarin aja enga usah ikut campur". Menurut Buie seandainya saja sang suami mau berterus terang perihal ini ia pasti bisa terima, walaupn pada akhirnya ia harus tetap

70

kekurangan karenanya. Sampai tiba akhirnya Buie hamil dan akan melahirkan, sang suami justru tidak lagi membiayai hidupnya. Biaya persalinannya pun harus ditanggung oleh orang tua Buie. Sikap acuh pun di tunjukkan sang suami dengan tidak datang menjenguk anak pertamanya. Hal ini tentulah membuat hati Buie t&rluka. Ketidak datangan suaminya membuat keluarga Buie bertanya-tanya, mereka tidak pernah tahu kemelut yang menimpa Buie dan suaminya. Perasan kecewa pada sang suami ternyata berpengarufil pada cara Buie mengasuh anaknya, Buie mengaku enggan untuk menyusai anaknya karena perasaan bencinya itu, tetapi karena dorongan nalurinya sebagai seorang ibu jualah yang kemudian menghantarkannya pada pemilihan "karier" ini. "dari saya hamil juga mbak, sebenarnya dia tuh sering pergi malem, kalau ditanya mau kemana? Jawabnya sih mau usaha tapi kalo ditanya mana hasilnya engga pernah ada. Saya juga engga tau dia itu maen permpuan lain lagi apa engga, pokoknya kalo ditanya jawabnya cuma usaha aja. Sampe biaya ngelahirin itu yang nanggung keluarga saya, dia dibilangin juga engga dateng. Terus pas keluar dari rumah sakit. bapak saya ngomomg, laki situ enga mau tangung jawab jadi situ kalo masih cinta ama dia, kalo mau ngikutin dia, ngikutinnya yang ikhlas, tapi kalu udah engga mau ikutin dia sih, terserah situ aja. Sampe namanya orang kampung kan nyelametin kasih nama gitu, padahal dia udah dibilangin,ehh .. engga dateng, dari situ saya mikir saya kan engga bisa diem aja, sampe saya akhirnya stress gitu kayanya saya kan engga mau netein anak saya, abisan saya kesel gitu ama bapaknya".

b. Proses Konflik untuk dapat mengidentifikasikan jenis konflik yang ada pada Buie, terlebih dahulu akan diuraikan hal apa saja yang menjadi masalah dalam

71

kehidupan Buie dan bagaimana proses masalah berlangsung dari ketika bule menyadari dan mengidentififkasikannya dan bagaimana akhirnya bule memecahkan masalah itu. Buie merasa dalam kehidupan perkawinannya walaupun kekurangan materi menjadi teman hidupnya, hal ini tidak lah mendasar dan bukan masalah utama. la merasa sudah terbiasa dengan kemiskinan. masalah mulai timbul dalam kehidupan rumah tangganya setelah ia mendapati suaminya yang ternyata men"dua"kannya. Sang suami yang terlalu memperhatikan orang tua sampai mengalahkan keluarganya sendiri termasuk anak hasil perkawinannya dengan Buie, juga bagaimana ketika orang tuanya juga harus menanggung beban dua orang cucu dari kakaknya yang pergi mengadu nasib ke Saudi Arabia, dan ketika bagaimana ia harus melihat keempat adiknya yang masih kecil-kecil menangis meminta jajan, semua perasaaan itu begitu memilukan hati. " saya kasian mbak, gimana sih kalo kita ngeliat ade kita pengen jajan tapi engga ada duitnya, keponakan saya juga kan yang satu engga ada bapaknya, yang satu ibunya pergi jadi TKW. Semua yang ngurus kan orang tua saya, bapak saya kan juga udah tua eh,, terusnya ada saya ama anak saya jadi saya kasian gitu". Merasa kurang kasih sayang dari suami, apatah lagi disaat ia mengandung dan melahirkan. Dan ketika usia bayi bule lima bulan, Buie minta diceraikan dari suaminya.

72

Tetapi ternyata gayung tidak bersambut, walaupun pada dasarnya sang suami mau menceraikannya, ia enggan untuk mengurus perceraian mereka. Tinggallah Buie yang harus mengurus sendiri dan dengan biaya sendiri pula. Mendapati sikap suami yang ternyata sudah tidak lagi memperdulikannya, menambah Iuka panjang di hati Buie. Sampai akhirnya terbersit pikiran dibenaknya bahwa ia harus segera bekerja, walaupun hanya berebakal pendidikan yang minim dan dengan kemampuan diri yang minim pula. Naluri keibuannya untuk membiayai anak satu-satunya itu pun akhirnya menghantarkannya kepada kepemilihan "pekerjaan" ini. Di saat Buie dalam kesulitan, terhimpit oleh kewajiban memberi makan anak satu-satunya dan perasaan kasihan pada orang tuanya yang sudah tua tetapi masih harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Buie memutuskan untuk meninggalkan anak semata wayang dan seorang laki-laki yang masih menjadi suami sahnya untuk pergi ke Jakarta guna mengadu nasib. Setibanya di Jakarta, ia tidak langsung "terjun" dalam "dunia" prostitusi, akan tetapi setelah melihat segerombolan perempuan dengan dandanan necis melintas di depan rumah kontrakan yang di tempatinya, timbul keinginan untuk menempuh jalan yang sama dengan mereka. Teringat anak satu-satunya dan suara lirih adik dan keluarganya, ia mencoba untuk menjaja diri di kawasan remang jalan Jatinegara. " pas saya lagi duduk-duduk ama temen saya itu, saya liat itu kok perempuan pada jalan ke depan, pada rapih gitu, mau ngapain, terus

73

saya tanya ama temen saya itu, eh ..' dia jawabnya katanya pada cari duit, biasa, Kemana carinya? Kata temen saya kalo situ mau, situ diri aja di depan, entar kalo ada tamu yang ngajak ke hotel mau aja" Berbagai perasaan timbul ketika ia harus melayani "tamu" pertamanya, sebagai "pendatang baru" di blantika dunia prostitusi Buie mengaku laris manis. Dalam semalam ia bisa mendapatkan uang sebanyak 700.000.00. jumlah yang fantastis untuk pekerja malam pinggiran jalan. Saat itu ia langsung dapat mengirimi uang kepada keluarganya di kampung, sebuah harapan yang terwujud. Dalam satu bulan ia mengaku bisa mengirim uang hingga lebih dari empat kali dengan jumlah sekali kirirm mencapai 300.000.00. sampai 400.000.00. " namanya juga orang baru, itu kayaknya buset nyari duit gampang banget. Semalem aja saya bisa dapet gope sampe Rp.700.000.00. sampe itu, saya aja kayaknya sakit. Yang namanya saya abis lahiran kan belom lama" Menurut Buie dengan menapaki jalan panjang Jatinegara, sebagian harapan yang diangankan dalam hidupnya dan apa yang dia cita-citakan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya dapat tercapai. Dua adik dan satu keponakannya kini telah selesai menempuh pendidikan sekolah menengah pertamanya, cita-citanya untuk membeli barang-barang elektronika dan perhiasan emas pun dapat terlaksana.

74

Tetapi tampaknya masalah tidak cukup sampai disini, karena saat ini Buie telah memutuskan untuk hidup bersama dengan seorang pria yang ternyata telah beristri. Cercaan, hinaan dan aniaya pisik sering didapati Buie dari pasangannya, berbagai pertanyaan interogasi seputar "tamu malam" nya seringkali diajukan kepadanya. Perlakuan yang didapatkan dari pasangannya ini menurut pengakuan bule sebenarnya amat menyakitkan. Sempat beberapa kali bule berniat untuk meninggalkannya, tetapi hal itu bukanlah mudah, karena ancaman pisik dan psikis sering kali didapatinya, uang hasil peluh keringatnya pun sering dirampas oleh pasangannya untuk kemudian diberikan kepada istri pertamanya dan keluarga. " katanya kalo saya mau ninggalin dia, saya engga bakalan bisa, katanya kalo situ mau ninggalin saya situ harus pergi dari sini Uatinegara). Padahal saya juga udah capek, tapi saya juga sih susah abis udah kedarah dagingan" Berdasarkan uraian diatas mengenai proses konflik yang ada pada Buie, maka dapat disimpulkan bahwa tipe konflik yang ada pada Buie adalah tipe konflik, Approach Avoidance Conflct (Konflik Mendekat- Menjauh)

75

B. 1.3. Proses Pengambilan Keputusan (kasus 1) 8.1.3.1. Tahap-tahap pengambilan keputusan a. Penilaian Masalah Pada tahap ini, sebenarnya hampir serupa dengan masa dimana Buie mulai mengenali konflik yang ada padanya. Pertanyaan kunci yang ada pada tahap ini adalah resiko yang mungkin timbul seandainya saja bule tidak melakukaan suatu tindakan apapun. Maka disini akan diutarakan kembali permasalahan yang dihadapi bule. Saal dimana ia mulai menyadari adanya masalah dalam hidupnya adalah masa perkawinan. Ketidak terusterangan suami dengan pendapatannya, kurangnya rasa tanggung jawab dari suami, kekurangan ekonomi, ditambah keluarga yang serba kurang, dan tanggung jawab kepada ·anak satu-satunya serta keinginan untuk membahagiakan keluarga menjadi landasan bagi Buie untuk berfikir mencari kerja. Permasalahan bagi Buie menjadi lebih jelas, ketika ia menjawab pertanyaan kunci pada tahap ini. : " resiko apa yang mungkin timbul jika tidak . berbuat apa-apa atau jika tidak melakukan perubahan?" Buie mengatakan bahwa keluarganya adalah keluarga yang betulbetul kekurangan, karenanya ia berfikir seandainya saja ia tidak melakukan suatu perubahan untuk mengatasi masalah ini, ia dan keluarganya mungkin hanya bisa menangis.

76

" yang namanya orang di kampung, minjem-minjem ama saudara paling gede kayaknya sepuluh ribu aja, kayaknya susah. Soalnya orang kan kalau mau kasih pinjem itu pasti ngeliat dulu, ada yang bisa diandelin engga di keluarganya jadi saya engga mau ade saya ama keluarga saya itu kelaparan. Apalagi kalo saya denger orang tua saya ngeluh .. cerita ama saya minjem du it ama saudara engga dikasih kayaknya saya kesel gitu. Ya .. emang engga ada yang bisa diandelin di keluarga saya". ,

b. Survei alternatif pilihan Buie saat diwawancara mengaku tidak pernah terfikirkan akan terjun dalam karier ini, ia memang tidak pernah mencoba pekerjaan lain sebelum memutuskan untuk menjadi PSK. Yang ada di pikirannya ketika menutuskan untuk bekerja adalah bagaimana mendapatkan pekerjaan yang dapat mengahasilkan uang banyak untuk menghidupi diri dan keluarganya. Buie pernah ditawari oleh seseorang untuk menjadi pembantu rumah tangga, tetapi tawaran itu di tolaknya dengan alasan pekerjaan itu tidak akan dapat mencukupi hidup baginya dan keluarga. " Abis kayaknya saya kalo kerja jadi pembantu ngga bakal cukup mau kerja di pabrik juga engga bakal cukup lagi juga saya engga punya izasah" Mengingat pertanyaan kunci pada tahap ini adalah" Apakah seluruh alternatif yang ada telah di pertimbangkan?". la memang sudah mempertimbangkan alternatif pekerjaan, seperti pembantu rumah tangga. la juga berfikir seandainya saja ia punya izasah dengan pendidikan yang tinggi, mungkin ia akan mencoba bekerja di pabrik-pabrik.

77

c. menimbang seluruh alternatif Bagi Buie yang menjalankan pekerjaan ini hanya karena pada awalnya melihat sejumlah perempuan yang berkeluaran dari kontrakan dekat tempat tinggal temannya itu, mengaku tidak pernah mempertimbangkan alternatif pekerjaan lain yang bisa dilakukannya. Karena memang niat awalnya adalah bekerja untuk mendapatkan uang banyak demi keluarga, ia pun tergoda untuk mencoba pekerjaan seperti wanita-wanita yang dilihatnya di jalan itu. sedang untuk pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga tidak akan diambilnya karena menurutnya pekerjaan itu tidak akan dapat mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya.

d. Membuat komitmen Setelah ia melihat perempuan malam yang berkeluaran dari rumah kontrakan dekat tempat tinggalnya, bule tidak langsung terjun menjadi pekrja seks. Waiau bagaimanapun juga ia sebenarnya masih ingin mendapatkan pekerjaan yang ideal, tetapi setelah ia ingat bahwa ia harus memberi makan dan membantu kehidupan perekonomian keluc:rga ia pun memutuskan "mencoba". Pada awalnya ia merasa risih berdiri "majang" di jalanan Jatinegara karena saat itu ia masih be/um punya bayak teman, akan tetapi ha/ itu sudah tidak lagi dirasakannya kini.

78

Menurut Buie, saat ini ia masih tidak bisa terbuka kepada keluarga perihal "pekerjaan" ini, ia tidak mau orang tuanya sedih dan menanggung malu akibat jalan yang diambilnya, karena menurutnya di kampung tempat tingalnya tidak banyak perempuan yang mengambil keputusan untuk menjadi pekerja seks komersil. " Emak saya pernah nanya katanya situ di Jakarta usahanya apaan? Orang pada ngomong ke emak katanya situ kerja begituan, engga bener, saya bilang aja kalo saya di Jakarta usahanya jual minuman, emak jangan percaya kalo belum liat mata kepala sendiri" Para tetangga pun mulai mempergunjingkannya apatah lagi jika mereka lihat Buie selalu membawa uang banyak setiap kali pulang ke kampung, bahkan salah satunya ada yang menanyakan langsung kepadanya. Tetapi seperti biasa ia juga selalu menampik pertanyaan itu dengan kilah yang sama seperti yang diutarakan kepada ibu dan keluarganya, bahkan ia juga selalu membujuk dan menyakinkan ibunya bahwa ia hanya berjualan minuman di Jakarta. Kali pertama ia memutuskan untuk "mejeng" (istilah yang ia sebutkan untuk kegiatan mencari "tamu"") dan kemudian mendapat "tamu" pertamanya, ia menceritakannya kepada teman yang mengajaknya ke Jakarta. Walaupun ia orang yang satu kampung dengannya, ia percaya sang teman tidak akan menceritakannya kepada orang tua di kampung.

79

"Temen saya itu juga engga mau ngomong soalnya dia juga kasian ama saya gitu, beban saya banyak, jadi dia nauin kali, kayaknya engga ada deh di sini mah yang kaya saya, banyak bebannya, kalo yang laen kan peribasanya nyari duit itu kan buat dirinya aja, kalo saya kan engga" Sangking merasa harus bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya teman itu juga lah, Buie pada akhirnya mengikuti saran sang teman untuk memasang susuk pembuluh rindu dan berbagai susuk lainnya dengan maksud dan tujuan yang berbeda, "yang namanya kerja kaya beginian saya kan engga mau selamanya kerja beginian, makanya waktu temen saya bilangin susuk, saya ikut aja ama dia pasang susuk biar orang ketagihan, biar ngejagain saya. Namanya juga kita kerja beginian takutnya apa sih ada yang sirik gitu, makanya sekarang saya kalo lagi engga dapat duit semalem aja, kayaknya pala saya pusing, mungkin itu akibat susuk saya kali, kayanya saya pengennya marah kalo engga dapet tamu" Keputusan memasang susuk diambil menurut Buie karena ia tidak mau berlama-lama dalam pekerjaan kotor ini. ia sadar bahwa ia tidak akan hidup selamanya di dunia, menurut Buie saat ini mempunyai niat untuk membuka toko klontongan dan membangun sebuah rumah tempat tinggal untuknya.

e. Penerimaan Upan Balik, Termasuk Umpan Balik Negatif. Setelah memutuskan untuk menjadi pekerja seks komersil, Buie yang sedari awal memang tidak ingin keluarganya tahu akan langkah yang

80

diambilnya, ia berusaha selalu menutupi dengan kebohongan. Walaupun keluarga dan lingkungan sekitar rumahnya banyak yang mulai curiga dan mempergunjingkannya ia tidak mau terlalu ambil pusing. Baginya yang penting keluarga mau percaya bahwa yang ia lakukan di Jakarta adalah pekerjaan yang benar. Dan yang terpenting baginya adalah ia dan keluarga masih bisa menyambung hidup. " emak engga usah dengerin omongan orang orang lain kalo ngeliat emak senang itu pada sirik aja, sekarang kalo emak susah, siapa yang bantuin emak, engga ada. Yang namanya minjem duit ama saudara aja susah". Menurut Buie saat ini keluarganya sudah membuka warung kecilkecilan, dan sang ibu pun memintanya untuk kembali dan menetap di kampung saja dengan dalih "makan tak makan yang penting ngumpul", tetapi ajakan itu masih ditolaknya dengan alasan ia harus mencari uang untuk dapat membuka toko yang lebih besar lagi dan untuk mebangun sebuah rumah untuknya.

3.1.3.2. Stategi Pengambilan Keputusan Sejak menemukan adanya masalah dalam hidupnya, Buie menyadari 1al yang paling ia ingin lakukan untuk keluarganya adalah ia harus bekerja runa memberi kehidupan yang layak. Kehidupan yang tidak penuh dengan .ir mata kelaparan dan rasa kekurangan, juga mencari dana bagi

81

perceraiannya dengan suami. Merasa bahwa anak dan keluarganya harus tetap makan dan hidup dan saat sang anak berusia lima bulan ia memutuskan untuk ikut temannya mengadu nasib di ibukota. Tahap-tahap yang di tempuh Buie dalam mengambil keputusan mempertlihatkan bahwa ia cenderung menggunakan strategi wish strategy, Yaitu: ia memilih alternatif yang membawa pada hasil paling diinginkan tanpa memperdulikan resiko yang dihadapi.

B.1. 4. Dampak konflik dan pengambilan keputusan pasca - PSK B.1.4.1 Perubahan dan manfaat penyelesaian Pada saat diwawancarai, Buie sudah menjadi pekerja seks komersil selama empat tahun lebih. Dan dalam kurun waktu itu pula bule merasa bahwa kehidupan perekonomiannya dan keluarga menjadi lebih baik. Saal ini ia bisa mengirim uang dengan jumlah 600.000 sampai 800.000. rupiah setiap bulannya. Walaupun sebenarnya ia sedikit menyesal telah mengambil jalan ini, tetapi ia bisa berbesar hati karena kini kehidupan keluarganya telah menjadi lebih baik ketimbang dulu ketika ia belum memutuskan untuk menjadi pekerja seks komersil. Jika saja saat ini ia belum berhenti dari Jekerjaan ini, itu dikarenakan ia masih mempuinyai rencana untuk menabung 1ang lebih banyak guna membangun sebuh rumah dan membuka usaha. " sebenernya saya sih nyesel juga abis kayaknya cuma saya aja yang kerja kaya gini. Sodara saya juga ada yang sama , ditinggalin suami.

82

Tapi kayaknya emang dia engga ada niat kali hatinya buat kerja kaya gini. Kayaknya cuma saya aja di keluarga besar yang kaya gini. Saya juga engga tau".

8.1.4.2. Masalah yang belum terselesaikan Setelah memutuskan menjadi pekerja seks komersil, bule mengaku telah memperhitungkan untuk berapa lama kiranya ia akan menjalani pekerjaan ini. masalah yang belum terselesaikan baginya saat ini hanyalah bagaimana mengumpulkan uang untuk membuka usaha baru. Saat ini bagi Buie yang bisa menghentikannya dari pekerjaannya sekarang hanyalah jika ia mempunyai cukup modal untuk membuka usaha baru.

8.1.4.3. Masalah-masalah baru masalah yang mungkin timbul bagi Buie saat ini adalah bagaimana ia harus mencari alasan, dan menyakinkan orang tua tentang pekerjaan yang dilakukannya di Jakarta setiap kali pulang kampung. Setelah menentukan pilihan menjadi PSK dan untuk kemudian terjun didalamnya, Buie menyadari resiko yang akan dihadapinya, ancaman fisik dan penyakit menular setiap saat mengintainya. Masalah tidak sampai di situ, karena saat ini ia harus rajin dan rutin memeriksakan diri setiap bulan ke

83

dokter. Bagi Buie sendiri, konflik dan pengambilankeputusannya menjadi pekeja seks komersil tidak menimbulkan masalah baru.

B.1.4.4. Pandangan terhadap masa depan: kemungkinan untuk berjilbab kembali Saal ini Buie mengaku telah jenuh dengan pekerjaan ini, ia ingin cepat keluar dari pekerjaan ini. di akhir wawancara Buie mengatakan niatnya ingin segera keluar dari dunia ini jika saja uang yang ditabungnya telah mencukupi. la juga mengatakan andai saja ada seorang laki-laki yang mau menerima dirinya apa adanya, dengan segala kekurangan dan masa lalunya. la juga akan bisa menerima walaupun kehidupan yang akan dilaluinya tidak seperti yang diharapkan, ia juga berharap agar adik dan keponakannya tidak akan mengambil jalan yang sama dengan dirirnya. " batin saya juga sekarang pengen berenti, kalau ada yang mau ama saya kalo tanggung-tanggung sih saya enga mau. Saya juga mau kalo dia statusnya bebasan biar engga ada yang disusahin, biar sampe tua, Saya juga iri kalo ngeliat perempuan lain yang pakaiannya bener, saya juga iri kalo ngeliat suami istri jalan kayanya rukun gitu, saya juga pengen kaya gitu."

84

B.2. Riwayat dan Analisa kasus (Kasus 2) B.2.1. Riwayat Kasus Titin adalah anak bungsu dari enam bersaudara kelahiran 25 desember 1970, ayahnya yang seorang anggota ABRI jarang sekali kumpul bersama keluarga. Titin kecil pun sejak umur empat tahun sampai usia remaja tidak tinggal satu rumah dengan saudaranya yang lain, karena ia tinggal dengan nenek dan kakeknya dari ibu di Bogor, kehidupan kecilnya pun sama dengan anak lainnya, sekolah di madrasah pagi hari, dan sekolah agama siang hari. Titin yang tinggal bersama kakek neneknya kadang pulang ke rumah ibu dan ayahnya di Jakarta, disaat Titin kumpul bersama sang ayah ia merasa bahwa ayahnya adalah seorang muslim yang taat beragama, menurut Titin sang ayah yang seorang tentara ABRI sangat menanamkan didikan keberagamaan dan kedisiplinan, begitu pula dengan kakek dan neneknya, mereka diakui Titin sangat ta'at menjalankan perintah agama. Saat ini Titin mengaku tidak lagi menunaikan perintah agama, hal ini dikarenakan ia masih menjadi pekerja malam. Menurutnya shalatnya tidak akan diterima oleh ALLAH karena ia masih kotor, hal ini bukan berarti bahwa ia tidak percaya akan adanya ALLAH, ia sangat percaya ALLAH "ada" dan "meliha!"nya. Jadi jika dalam satu malam ia tidak mendapatkan "tamu" ia menghibur hatinya degan mengatakan bahwa yang kuasa belum memberi rizki kepadanya. Keluarga besar Titin sampai saat ini tidak ada yang mengetahui "kiprah"nya dalam pekerjaan ini, ia tidak mau melukai perasaan

85

kedua orang tua dan keluarganya yang lain. Sampai saat ini orang tua dan keluarganya hanya tahu kalau Titin berdagang minuman di Jatinegara bersama teman-temannya. Ketika Titin memasuki usia remaja ia tidak tinggal bersama dengan kakek dan neneknya lagi, ia memilih untuk tinggal bersama kakak perempuannya di Tanjung priuk, sedangkan ayah dan ibunya telah pindah ke Bandung. Pada masa inilah ia mulai mengena1 lawan jenis, udin seorang lakHaki yang dikenalnya ketika ia masih duduk di kelas satu SMP yang kemudian menjadi suaminya. Udin saat itu pada saat itu telah bekerja di sebuah perusahaan ekspedisi, waktu remaja Titin mengaku sangat menjaga dirinya walaupun ia banyak berteman dengan laki-laki, kalaupun pada akhirnya ia mau dicium oleh pacarnya, hal itu karena menurut Titin ia suka dan cinta sama udin. Hubungan pun berlanjut menjadi lebih serius setelah keluarga Titin tahu bahwa udin adalah anak dari kerabat ayahnya yang juga seorang tentara, bahkan dua keluarga ini memang pernah bercanda untuk menjodohkan anaknya kelak. Hal ini di ketahui setelah ada pertemuan antara keluarga badan perintis lrian barat yang akhirnya memepertemukan dua keluarga ini, saat itu Titin duduk di kelas II SMP. Setelah Titin menamatkan pendidikan SMP nya, selang tiga tahun sejak kelulusannya itu ia menikah dengan laki-laki yang telah dipacarinya selama enam tahun lamanya. menurut Titin ia menikmati kehidupan awal pernikahannya, setelah satu ahun menikah pada tahun ke dua Titin hamil.

86

Pada masa hamil inilah mulai terjadi perubahan pada kehidupan pasangan ini, mulai terjadi pertengkaran dan perselisihan. Hingga akhirnya pada usia kehamilan lima bulan, Titin di tumpangi hidup di rumah kontrakannya oleh seorang perempuan teman SMP nya. Sang teman saat itu telah dianggapnya sebagai saudara sendiri. la juga tengah mengandung dan diusir oleh orang tuanya, pacar yang mengahamilinya juga meninggalkannya tanpa tanggung jawab. Ketika usia kandungan Titin mulai memasuki masa melahirkan ia tinggal di Bandung dengan orang tuanya yang telah lama tinggal dan menetap di sana, Selama tingal di Bandung Titin selalu dijenguk oleh suaminya sampai akhirnya Titin melahirkan. Setelah melahirkan dan usia anaknya mencapai 3 bulan suaminya sudah jarang menengoknya di Bandung, sebagai seorang istri ia merasa heran dengan perubahan ini sampai akhirnya ia berbohong dengan mengatakan akan pergi ke pasar, dan tanpa sepengetahuan orang tuanya ia pergi ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta bukan sambutan hangat suami malah kekecewaan yang di dapatinya karena ternyata Udin sedang berselingkuh dengan adik kelasnya yang telah di percayainya dan dianggap seperti saudaranya sendiri. Mendapati hal ini, Titin memutuskan untuk menggugat cerai suaminya. Proses percerainnya pun terhambat karena udin tidak ingin bercerai dari Titin, setelah empat bulan gugatan Titin, akhirnya mereka resmi bercerai. Setelah bercerai kehidupan Titin terus berlangsung, anak semata wayang hasil perkawinannya dengan udin diasuh oleh kakaknya. Dengan

87

menjadi pesuruh dimana saja dan bekerja secara serabutan ia masih bisa mempertahankan hidup, saat itu dia masih menjadi orang rumahan. Bahkan menurut Titin ia pernah hidup sebagai pemulung kaleng bekas minuman dan bergaul dengan anak jalanan di kawasan Senen, hal ini berlangsung sekitar lima tahun lamanya. hingga akhirnya pada tahun 1995 setelah sebelumnya pernah menjadi peneman minum para laki-laki yang menghabiskan waktu malamnya di tempat hiburan; la memutuskan un!uk mencoba menjual minuman di tern pat hiburan malam di Jatinegara dengan sistem open bar dan tanpa anak buah. Jatinegara dipilihnya karena ada beberapa temannya yang sudah lebih dulu tingal di jatinegara. Sistem open bar diambilnya dengan pertimbangan bahwa sistem ini tidak membebani pikirannya dengan anak buah yang harus ditampungnya atau jika harus "menebus" mereka jika terjaring dalam operasi penertiban aparat seternpat. Dari berjualan minuman ini Titin menjadi lebih kenal dengan kehidupan malam dengan segala aneka ragamnya, dari pelangan yang tidak mau bayar setelah mabuk berat sampai pelanggan yang ngamuk setelah sebelumnya "notok" Gambrel). Dari tempat ini jualah ia akhirnya banyak kenal dengan aparat trantib atau buser kepolisian, yang beberapa diantaranya juga pelanggan warung minumannya. Banyak rayuan laki-laki pelangannya yang meminta Titin untuk menemaninya tidur dan menghabiskan malam bersama. Pada awalnya Titin selalu menolaknya hingga pada akhirnya di awal tahun 95-an ia sudah mulai jarang dagang niinuman lagi, karena ia mulai kehabisan modal dan merasa bosan

88

dengan jualan minuman. Hingga pada suatu hari di tahun yang sama ia mau diajak kencan oleh laki-laki pelanggannya itu pergi ke sebuah hotel yang letaknya tak jauh dari tempat tinggalnya, setelah laki-laki itu selesai hajatnya ia memberikan sejumlah uang kepada Titin. Dengan menyebutkan setan sebagai penyebab utama tertariknya ia dengan temannya itu. Dari sinilah untuk kemudian Titin berpikir bahwa laki-laki dimana saja sama yaitu akan dengan mudah memberikan uang kepada wanita yang diinginkannya. Dari pemikiran ini jualah ia akhirnya memutuskan untuk "menjaja cinta" . Desember 1997 di saat krisis moneter rmulai menerjang Indonesia, ia dan beberapa temannya terjaring dalam sebuah penertiban yang dilakukan oleh pihak keamanan setempat, kemudian Titin di masukkan ke dalam panti rehabilitasi wanita "mulya Jaya" Pasarebo Jakarta Timur. Di tempat ini Titin bersama teman-temannya mendapatkan pelatihan-pelatihan dari kursus menjahit sampai kursus salon, dengan bekal inilah diharapkan wanita-wanita ini dapat berubah dan tidak menjadi PSK lagi. Di PSKW Mulya Jaya inilah titin tinggal selama dua bulan lebih dua minggu. 9 Januari tahun 2002 Titin kembali terjaring dalam operasi penertiban, kali ini ia tinggal selama enam bulan. Saat ini Titin hidup dengan seorang laki-laki mantan pelanggannya, layaknya suami istri telah lebih kurang empat tahun lamanya, Joni sebut saja namanya begitu, pasangannya adalah seorang montir lepas yang tidak pasti penghasilannya, semingu bekerja tiga bulan menganggur. Sebagai pasangan menurut pengakuan Titin, Joni lah

89

yang memperhatikan dan selalu menjemputnya selama ia berada di Pasarebo, ia jugalah yang selalu mengingatkan Titin bahwa hidup tidaklah abadi dan Jhoni jualah yang selalu mengingatkannya untuk selalu berhemat. Dengan alasan itulah Titin memutuskan untuk menjalani hidup bersama dengan Jhoni, tapi di satu sisi dia juga harus menanggung hidup Jhoni yang tidak mempunyai penghasilan tetap. Menurut Titin pada "pekerjaan"nya yang sekarang ada tiga jenis atau tiga alasan wanita menjadi PSK, yaitu: pelarian, pencarian dan pemuasan. Pada pelarian, biasanya wanita ini akan berhenti atau paling tidak hanya akan melayani satu orang apabila ia merasa sudah mendapatkan apa yang ia cari. Pada pemuasan, wanita ini tidak akan pernah berhenti. la akan selalu mencari kepuasan seksual dari satu laki-laki ke laki-laki lain. Sedangkan pada pencarian, wanita ini akan terus menjalani pekerjaan ini walaupun telah masuk ke dalam panti rehabilitasi sampai beberapa kali pun, hal ini dikarenakan faktor yang mendasarinya adalah ekonomi. Suka duka pekerjaan ini menurut Titin telah menjadi bagian dari kehidupannya kini, Suka jika mendapat pelanggan yang baik dan memperlakukannya secara baik pula dan tidak menuntut macam-mcam. Duka, jika ia inget bahwa pekerjaannya itu adalah pekerjaan yang membahayakan diri dan kehidupan orang lain atau rumah tangga orang lain ( menurut titin ia menyesal jika yang menjadi "tamu " nya adalah laki-laki yang telah beristri), resiko trantib juga setiap saat mengintai. Menurut Titin

90

terkadang ia menyesali pekerjaan ini karena ia tahu bahwa yang ia gauli itu adalah suami orang atau pasangan orang lain, tetapi hal ini selalu di tampinya agar tidak memusingkannya. Saat ini Titin sebenarnya ingin mengakhiri "karier''nya sebagai wanita penjaja cinta seandainya ada seorang laki-laki yang mau menghidupinya dan memberikan cinta dan kasih sayangnya, apalagi jika Titin ingat bahwa pekerjaan ini tidak juga memberikan hasil yang berlimpah bagi hidupnya. walaupun saat ini la mempunyai pasangan tetapi pasanganya itu belum dapat menghidupinya, hal inilah yang membuat mereka tak kunjung meresmikan hubungannya dalam sebuah ikatan pernikahan. Menurut pengakuan Titin ia pernah mengutarakan niatnya untuk berhenti dari pekerjaan ini dan ingin mencoba membiayai hidup dengan bekerja menjadi pesuruh atau apa saja yang bisa dilakukannya, tetapi hal ini di larang oleh pasangannya itu dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut melelahkan dan pendapatnya pun amatlah tidak mencukupi. Sebelum hidup bareng dengan Jhoni, atas modal dari seorang yang juga pernah menjadi pelangannya, Titin pernah dagang nasi uduk di kawasan Pondok Gede saat itu 98' tengah tahun, tetapi hal itu tidaklah lama karena tempat ia berjualan terkena jaring trantib yang kemudian menjaring perabot dagangnya juga. Karena sudah tidak lagi berjualan Titin akhirnya memutuskan untuk "menjaja" lagi, apalagi setelah itu teman prianya juga pergi meninggalkannya.

91

Selama Titin menjalankan pekerjaannya itu sudah tak terhitug lagi ierapa laki-laki hidung belang yang telah dilayaninya, berbagai variasi gaya ehknik bercinta juga diminta para pelangannya hinga kini. Cara titin untuk nenjaga diri nya dari penyakit menular pun dilakukannya , dari kondom ;ampai pemeriksan diri secara rutin ke dokter. Titin mengatakan hal itu harus Jilakukan oleh semua PSK seperti dirinya yang menganut " sistem bebas" Jengan segala konsekwensinya. Titin beranggapan bahwa tubuh boleh saja Jinikmati oleh orang lain asalkan hati dan pikiran, hanya pada satu laki-laki 1aitu pasangannya saja. Pengetahuan akan dosa dari pekerjaannya itu dan )erasaan bersalah karena telah tidur dengan suami atau pasangan orang ain selalu ditampiknya dengan memperkuat diri bahwa ia hanya mencari Jang guna menyambung hidup. Usaha Titin untuk berhenti dari dunia yang satu ini sebenarnya pernah Jilakukan, setelah keluar dari panti rehabilitasi untuk yang pertama kali atas ijakan dari seorang teman sesama mantan penghuni panti, Titin pernah iekerja sebagai tukang masak pada sebuah kantin, walaupun ienghasilannya kecil tapi Titin bahagia dan merasa cukup dengan )enghasilannya yang kecil itu. Hingga akhirnya katering tempat kerjanya itu nulai sepi order dan akhirnya bangkrut, Titin terpaksa harus mencari lagi cerja baru. Tetapi pekerjaan yang diinginkannya pun tak kunjung datang, ikhirnya Titin "menjaja" lagi.

92

Saat ini Titin sebenarnya ingin sekali bekerja lagi sebagai juru masak (arena sebenarnya ia sangat mencintai dunia masak memasak, dan ia ingin nengakhiri kerjanya sebagi pekerja malam. Hal ini diutarakannya dengan ilasan pekerjaan ini hanya menghasilkan "uang lendir" yang mengalirnya pun ;eperti air. Dengan menjadi PSK pun ia tidak juga punya apa-apa, lenghasilannya dari pekerjaan ini hanya cukup untuk bayar kontrakan dan liaya makan saja. Menurut Titin sebenarnya dengan tidak menjadi PSK pun ia masih Japat hidup tetapi "pekerjaan" ini terus dilakukannya karena tuntutan hidup, cemiskinan yang terus memaksanya untuk tetap bergelut dengan "karier "ini. (emiskinan akan kemampuan diri pun menjadi alasan ia untuk tetap menjadi lekerja seks komersil. Dengan memilih" karier" sebagai PSK pun, tidak membuat hidup Titin ;ekarang menjadi lebih tenang, ia juga memimpikan suatu saat nanti akan iidup lebih baik lagi, hidup dibawah ikatan pernikahan sah dan punya anak agi untuk melengkapi kebahagian itu 3.2.2. Analisa Kasus (kasus 2) 3.2.2.1. Latar belakang subjek Menurut Titin tidak ada peristiwa apa pun yang dirasakannya janggal lalam kehidupan Titin, yang dia ingat hanya keterpisahannya dari figur ayah, <elain karena sang ayah memang jarang ada di rumah !arena ia adalah <eorang ABRI juga Karena sedari kecil, Titin tidak tinggal dengan saudaranya

93

yang lain. tidak ada sebab mengapa Titin diserahkan kepengasuhan kepada kakek dan neneknya, kecuali hanya karena ia di minta oleh kakek dan neneknya saja. Walaupun begitu Titin merasa tidak ada yang kurang dalam kehidupan masa kecilnya, la tidak merasa kurang dalam materi dan kasih sayang. Ayahnya yang seorang anggota ABRI dirasa Titin cukup keras dalam mendidik ia dan keluarga. Walaupun tidak merasakan langsung didikan sang ayah, ia dapat merasakannya. Ayahnya yang berasal dari Bugis, selalu menanamkan keagamaan dan kedisiplinan. "kalau didikan masalah agama, saya dari kecil tuh. Ngaji, ngaji agama. Pokoknya kalau didikan agama bener" Kedisiplinan seperti harus sudah ada di rumah jika petang tiba, juga selalu diterapkan oleh kakek dan neneknya. "bapak saya kan tentara, jadi kalau masalah disiplin selalu ... seperti tentara" Hari pun terus berlalu sampai akhirnya sekolah dasarnya telah jiselesaikannya, ia pun pindah dari Begor ke Tanjung priuk Jakarta dan tingal )ersama kakak perempuannya. Di Tanjung priuk juga !ah Titin meneruskan >ekolah lanjutan tingkat pertamanya. Titin yang sempat mengenyam pendidikan sampai SMP sampai lulus ni mengatakan kalau pada masa ini jualah ia mulai kenal dan banyak bergaul Jengan laki-laki.

94

"kalau bergaul kan kita boleh sama siapa saja, bebas tatpi kita akan harus jaga diri". Titin yang mengaku sangat menjaga sikapnya dalam berteman pun akhirnya jatuh hati untuk yang pertama kali dengan lawan jenis, namanya Udin, Saat itu Udin bekerja di salah satu perusahaan ekspedisi. Hubungan pun menjadi tambah serius, dari udin Titin merasa mendapatkan kasih sayang dan asupan materi yang cukup. Dan dari udin pula, Titin mulai mengenal yang namanya kontak fisik, ciumaan pertamanya pun dilakukannya bersama Udin. "namanya cinta monyet, saya perhatiin kok, baik ama saya. Dari situ , sekolah saya kan dulu deket ama rumah dia, jadi biasa sering ketemu,,ehh .. engga tahnya nerus sampe jadi suami". Saat ini, Titin sudah tidak lagi menunaikan perintah agama seperti, ~ukan

karena ia tidak percaya akan adanya ALLAH, tetapi hanya karena ia

'llerasa shalatnya tidak akan diterima. "saya juga .. namanya sholat kan enga nyampe lima menit, tapi kalu kita masih di jalanan, kita kan masih kotor, sama aja bohong kalo shalat, tapi saya peribasanya inget, yah inget...makanya kalo saya lagi "kosong" mungkin yang diatas belum ngasih rezeki ama saya, jadi saya engga pusing-pusing". Sampai saat ini orang tua dan keluarganya hanya tahu kalau titin 1erdagang di jatinegara bersama teman-temannya.

95

B.2.2.2. Proses Konflik Menurut Titin ia amat menikmati kehidupan awal pernikahannya, setelah satu tahun menikah, pada tahun ke dua Titin hamil. Pada masa hamil nilah mulai terjadi perubahan pada kehidupan pasangan ini, mulai terjadi Jertengkaran dan perselisihan. Tetapi menurut Titin pertengkaran itu Jiasanya hanya karena masalah kecil saja, dan tidak berlangsung lama. ~ingga

akhirnya pada usia kehamilan lima bulan titin ditumpangi hidup di

umah kontrakannya oleh seorang perempuan teman SMP nya yang tidak 1aik kelas ( adik kelasnya) yang telah dianggapnya sebagai saudara sendiri. )aat itu sang teman juga tengah mengandung anak hasil hubungan 1elapnya. Karena kehamilannya ia diusir oleh orang tuanya. Pacar yang 1engahamilinya juga meninggalkannya tanpa tanggung jawab. "kita juga yang namanya dia engga ada, namanya dia diusir gitu ... ngerasain yah .. namanya orang ha mil gimana .. namanya kita udah punya suami .. nanya dulu yah udah .. " Ketika usia kandungan Ttin mulai memasuki masa melahirkan, ia nggal di Bandung dengan orang tuanya yang telah lama tinggal dan 1enetap di sana. Selama tinggal di Bandung titin selalu dijenguk oleh 1aminya sampai akhirnya titin melahirkan. " Kita kan engga curiga, dikira dia engga suka ama suami saya, suami saya juga dikira engga bakalan suka ama dia, sampe saya lahiran .. ".

96

Setelah melahirkan dan usia anaknya mencapai 3 bulan suaminya ia memutuskan unutuk menyusul suamio di Jakarta, tetapi Sesampainya di Jakarta bukan sambutan hangat suami, malah kekecewaan yang di dapatinya, karena ternyata Udin suaminya ketangkap basah dengan mata kepalanya sendiri sedang berselingkuh dengan adik kelasnya yang telah di percayainya dan dianggap seperti saudaranya sendiri. Seketika itu pula ia tahu bahwa ia telah dikhianati oeh suami dan sang teman yang telah :Jianggapnya sebagai adiknya sendiri. la merasa kecewa atas perbuatan mereka bedua, rasa sakit hati dan kecewa ini menghantarkannya pada pemilihan untuk bercerai dari suaminya. Terkadang timbul penyesalan di hati fitin mengenai kepergiannya ke Bandung guna melahirkan anak di sana. Setelah bercerai kehidupan Titin pun terus berlangsung, anak semata

Nayang hasil perkawinannya dengan udin diambil untuk diasuh oleh kakak )erempuannya. Setelah menjalani hidup dengan bekerja secara serabutan, :itin akhirnya sampai pada pemilihan membuka warung remang. Dari )ergaulannya selama membuka warung remang ini membuat Titin banyak <enal dengan banyak orang, status janda yang telah lama disandangnya pun nenjadi alat baginya untuk mau menerima ajakan teman prianya, bahkan ;yaitan selalu disebut-sebut Titin untuk menghalalkan perbuatannya. "udah elu kan senidirian, dulu kan saya doyan minum, itu juga kan saya diboongin, katanya kita minum, langf)anan minum saya, saya

97

dibawa ke hotel, yang namanya berduaan, kata dia udah kamu kan udah jarang dagang, terjun aja". Dari kencannya yang pertama inilah untuk kemudian Titin berpikir bahwa laki-laki dimana saja sama yaitu akan dengan mudah memberikan uang kepada wanita yang diinginkannya. " Jadi saya pikir, laki-laki cuma kalau ada maunya doang kali yah, engga sayangan ama duit, ari situ saya miir ah .. laki-laki diamanamana sama kali" Dari pemikiran ini jualah ia akhirnya memutuskan untuk "menjaja cinta" istilah yang digunakannya untuk menyebut "pekerjaan" yang dilakoninya sekarang. Berkali-kali Titin mengatakan kalau yang menjadi motif utamanya menjalankan pekerjaan ini hanyalah untuk menghidupi dirinya saja. Walaupun kadang terbersit niat dibenaknya untuk meninggalkan pekerjaan ini, sampai saat ini ia masih belum dapat meninggalkannya. "abis gimana yah yang namanya udah pencarian, susah"' Sebenarnya sempat beberapa kali ia mencoba untuk berhenti dari "pekerjaan" ini, sepulangnya Tititn dari panti rehabilitasi "mulya jaya" ia pernah bekerja di kantin sebuah kantor. Menurut Tititn saat itu ia bahagia walaupun penghasilannya tidak seberapa, tetapi ia bisa merasa cuckup. Sampai suatu hari kantor tersebut gulung tikar karena terimbas krisis 3konomi yang tidak kunjung usai, otomatis kantinnya pun tutup. Jadilah Tititn

98

vang saat itu sudah bertekad untuk keluar dari "bisnis" ini, kembali menelusuri pinggir jalan Jatinegara. Saat ini titin hidup dengan seorang laki-laki mantan pelanggannya vang dipanggil dengan sebutan bapak, layaknya suami isteri telah lebih kurang empat tahun lamanya, jhoni sebut saja namanya begitu, pasangannya adalah seorang montir lepas yang tidak pasti penghasilannya, semingu bekerja tiga bulan menganggur. Sebagai pasangan, Jhoni dianggap Titin amat memperhatikannya. Berbagi nasehat dan wejangan selalu :liberikan Jhoni kepada Titin, kendati demikian, Jhoni jualah yang saat ini nenjadi tanggugan hidup bagi Titin. Saat ini Titin mengakusudah tidak lagi nengirim uang kepada anaknya di kampung. Penghasilannya dari "menjaja" ~inta

sudah tidak dapat diandalkan lagi. Penghasilannya saat ini hanya cukup

intuk membiayai hidup Titin dan "suami"nya saja. Dari uraian cerita diatas, :ertihat tipe konflik yang di hadapi oleh Titin adalah tipe konflik: Approach-

rwoidance Conflict (konflik mendekat-mendekat).

3.2.2.3. Proses Pengambilan keputusan I. Tahap-tahap pengambilan keputusan 1. penilaian masalah

Sebenarnya Titin merasa sangat bahagia pada awal >ernikahannya, ia amat menikmati perkawinannya. Layaknya pasangan ;uami istri, mereka pun mencoba hidup mandiri dengan menyewa sebuah

99

·umah kontrakan. Masalah mulai timbul ketika ia mendapati suami dan sang :eman yang dianggapnya sebagai adik sendiri itu mengkhianati <epercayaannya, dan ia pun memutuskan untuk menggugat cerai sang ;uami. Titin yang saat itu telah melahirkan seorang anak, harus tetap nemberi makan kepada anaknya. Anak satu-satunya pun akhirnya dititpkan <epada kakak perempuannya, dan titin pun akhirnya mencoba mengais hidup ;eperti yang sudah diuraikan diatas, sampai akhirnya Titin sampai pada iemilihan "karier" itu. ~ermasalahan

bagi Titin menjadi jelas ketika ia menjawab pertanyaan kunci

lada pada tahap ini : "Resiko apa yang mungkin timbul jia ia tidak berbuat ipa-apa atau jika tidak melakukan perubahan?" Titin mengatakan: "sebenarnya sih mbak, sekarang juga saya udah enga ngebiayain anak saya, anak saya kan tinggal ama kakak saya, tapi kita kan yang namanya hidup kan engga mau nyusahin orang lain, jadi yah begitu .. " Menurut Titin sebenarnya dengan tidak menjadi PSK pun ia masih lapat hidup tetapi ha! ini terus dilakukannya karena tuntutan hidup. emiskinan yang terus memaksanya untuk tetap bergelut dengan "karier "ini. emiskinan kemampuan diri pun menjadi alasan ia untuk tetap menjadi ekerja seks komersil.

100

b. survey alternatif-alternatif pilihan Sebelum memutuskan untuk menjadi pekerja seks komersil, Titin mengatakan kalau sebenarnya ia telah mencoba berbagai jenis pekerjaan. la pernah mencoba menghidupi diri dan anaknya dengan menjadi kuli cuci dan setrika. la juga pernah menjadi pesuruh dalam arti siapapun yang membutuhkan tenaganya ia selalu siap membantu. Tetapi pekerjaan yang dilakoninya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup untuk Titin dan anaknya. Hingga suatu hari Titin pun pamit kepada sang kakak untuk mencoba mengais rezeki di terminal Senen dengan mencoba menjual minuman, kopi dan makanan kecil lainnya sambil memunggut kaleng bekas. Tetapi lambat laun ia pun mulai terkena pengaruh buruk dari pergaulannya, ia mulai merokok, berjudi, dan meminum minuman keras. Bahkan pergaulannya dengan sesama teman terminal Senen ini pulalah yang mengahantarkannya kepada "pekerjaan" ini. pada pertanyaan kunci di tahapini adalah, "apakah seluruh alternatif yang ada tel ah dipertimbangakan?", Titin mengatakan bahwa ia telah mencoba alternatif pekerjaan lain sebelum memutuskan menjadi PSK. tetapi pekerjaan itu dirasanya tidak dapat mencukupi kebutuhannya, ia bosan dengan pekerjaan yang hanya melelahkannya saja.

c. menimbang seluruh alternatif pilihan Bagi Titin sebelum menjadi PSK, alternatif pekerjaan yang digelutinya selama itu tidak ada yang membawa kepada hasil yang memuaskan.

IOI

Semuanya hanya membuatnya letih dan lelah. Ditambah lagi dengan kesendiriannya, yang membuat hari-hari Titin menjadi bertambah panjang. Keputusannya menjadi pekerja seks komersil pun bukanlah hal yang direncanakannya, semuanya mengalir karena perasaan sepinya. Sebelum akhirnya menerima ajakan temannya untuk berkencan di sebuah hotel, ia mengatakan kalau ia memang tidak pernah mau terbuka dengan siapapun. Sikapnya yang tidak mau menyusahkan siapapun termasuk kepada keluarganya, turut pula menajdi penghantar kepemilihannya pada pekerjaan ini. Pertanyaan kunci pada tahap ini adalah : "alternatif manakah yang terbaik?". Titin menghatakan kalau sebenarnya menjadi pekerja seks komersil, bukanlah alternatif pekerjaan yang terbaik baginya. la lebi suka untuk bekerja di bidang masak memasak, tetapi kesempatan itu belum juga datang lagi kepadannya. Jadi saat ini alternatif yang paling tepat baginya, hanyalah menjadi pekerja seks komersil.

d. rnernbuat kornitrnen

pemilihan 'karier" Titin sebagai PSK dirnulai sernenjak ia rnau menerima ajakan sang teman untuk berkencan di sebuah hotel, setelah sang teman merasa terpuaskan dengan Titin, la pun lantas memberikan Titin sejumlah uang. Sejak saat itu Titin mulai berfikir kalau laki-laki dirnana saja sama yaitu akan dengan mudahnya mernberikan uang kepada wanita yang jiiginkannya. Pada awalnya Titin hanya mau menerirna ajakan laki-laki yang

102

dikenalnya secara pribadi, ia belum bisa terima kenyatan dari keputusan yang diambilnya. Tetapi setelah beberapa lama, Titin pun memutuskan untuk keluar di malam hari, "mejeng" di jalan untuk mendapatkan pelanggan. Sampai saat ini Titin mengaku, belum bisa berterus terang perihal pekerjaannya kepada keluarganya. la malu jika keluarganya sampai tahu, ayahnya juga pasti ma rah banget jika tahu "karier"nya. " kita yang namanya kerja beginian, biarpun bapak saya pernah kerja ngurusin tempat hiburan malam waktu masih aktif jadi tentara, dia pasti marah berat, bia mati juga kita" menurut Titin dimana pun ia tinggal, ia tidak pernah menyembunyikan statusnya sebagai pekerja seks komersil. la selalu terbuka dan mengatakan kepada pemilik rumah perihal pekerjaan dan statusnya dengan pasanganya tu. e. Penerimaan umpan balik (termasuk umpan balik negatif) Menurut Titin saat ini lingkungan tempat tinggalnya tahu akan <ehidupan dan pekerjaan titin yang telah dijalaninya lebih kurang delapan ahun, bahkan ia juga pernah bertemu dengan Mantan suaminya yang lemudian memperingatkannya akan resiko kerja malam. Tapi peringatan nantan suaminya ditampinya dengan mengatakan bahwa ia sudah bukan >trinya lagi dan ia harus membiayai diri dan anaknya, walaupun saat itu ebenarnya ia sudah tidak lagi mengirirmi ung kepada anak yang !ititipkannya kepada kakak perempuannya, ia juga minta agar hal ini

103

dirahasiakan dari keluarganya yang di tanjung priuk maupun yang di Bandung. Menurut Titin pada pekerjaannya yang sekarang ada tiga jenis atau tiga alasan wanita menjadi PSK, yaitu: pelarian, pencarian dan pemuasan. Pada pelarian, biasanya wanita ini akan berhenti atau paling tidak hanya akan melayani satu orang apabila ia merasa sudah mendapatkan apa yang ia cari. Pada pemuasan, wanita ini tidak akan pernah berhenti. la akan selalu 1encari kepuasan seksual dari satu laki-laki ke laki-laki lain. Sedangkan pada pbncarian, wanita ini akan terus menjalani pekerjaan ini walaupun telah masuk ke dalam panti rehab beberapa kali pun, hal ini dikarenakan faktor yang mendasarinya adalah ekonomi. Suka duka pekerjaan ini menurut titin telah menjadi bagian dari kehidupannya kini. Suka jika mendapat pelanggan yang baik dan memperlakukannya secara baik pula dan tidak menuntut macam-mcam. Duka, jika ia inget bahwa pekerjaannya itu adalah pekerjaan vang membahayakan diri dan kehidupan orang lain atau rumah tangga orang ',ain ( menurut titin ia menyesal jika yang menjadi "tamu " nya adalah laki-laki

yang telah beristri), juga resiko trantib yang setiap saat mengintai. Menurut fitin terkadang ia menyesali pekerjaan ini karena ia tahu bahwa yang ia gauli tu adalah suami orang atau pasangan orang lain, tetapi hal ini selalu di ampinya agar tidak memusingkannya.

104

2. Strategi pengambilan keputusan Sejak mendapati kenyataan bahwa sang suami menghianatinya, Titin 11erasa tidak serta merta meluapkan kekecewaannya dengan langsung 'terjun" sebagai PSK. Pada awalnya Titin mencoba mempertahankan hidup :lengan bekerja secara serabutan, akan tetapi lama-kelamaan ia mengalami <ejenuhan.

Tahap-tahap yang ditempuh Titin alam mengambil keputusan

nemperlihatkan bahwa ia cenderung menggunakan safe strategi. Yakni ia )ernah mencoba berbagai alternatif pilihan, untuk kemudian memilih alternatif rang paling tinggi kecenderunganngya untuk mencapai keberhasilan.

3.2.2.4. Dampak konflik dan pengambilan keputusan I. Perubahan dan Manfaat penyelesaian Menurut Titin tidak banyak yang berubah dari dirinya terutama materi, lengan menjadi pekerja seks komersil ipun tidak serta merta membuatnya nenjadi berlebihan. Apatah lagi saat ini, ia sudah tidak selaris dulu. Yang ienjadi tamunya sekarang ini, kebanyakan berasal dari pelangganya saja, 'ahkan saat ini pun ia tidak lagi membiayai hidup anaknya, menurut Tititn penghasilannya dari menjaja, hanya cukup di gunakan ntuk membiayai hidup keseharian Titin dan "suami"nya saja. Sedangkan ang "suami" hanya sekedar membantu biaya kost rumah, karena ia memang dak mempunyai penghasilan yang dapat diandalkan.

105

2. Masalah yang belum terselesaikan Titin mengaku bahwa ia tidak memiliki masalah apa-apa dari <eputusannya menjadi pekerja seks komersil. Hal ini dikarenakan ia tidak punya motif kuat yang membawanya kepada pemilihan "karier" ini. walaupun saat ini ia tahu stigma masyarakat pada pekerja seks
3. Masalah-masalah baru Bagi Titin, saat ini tidak tidak ada masalah yang timbul dari pengambilan keputusannya mejadi PSK. masalah baru baginya adalah harus memeriksakan diri ke dokter setiap bulan. la juga sering menerima suntikan <ekebalan untuk menghindarkannya dari berbagai penyakit yang setiap saat 11engintainya. Saal ini Titin juga harus memikirkan cara agar pelanggannya 11au menggunakan cara yang aman ketika akan berhubungan dengannya, ntin mengatakan hal itu harus dilakukan oleh semua PSK seperti dirinya rang menganut " sistem bebas" dengan segala konsekwensinya.

106

Walaupun terkadang timbul perasaan bersalah karena telah tidur dengan suami atau pasangan orang lain selalu ditampiknya dengan memperkuat diri bahwa ia hanya mencari uang guna menyambung hidup. menurut pengakuan Titin, sebenarnya ia tahu bahwa "pekerjaan" yang dilakukannya sekarang adalah sebuah dosa,ia hanya dapat mengabaikannya saja.

B.2.2.5.Pandangan terhadap masa depan: kemungkinan untuk berhenti menjadi PSK selama beberapa kali wawancara,penulis juga bertemu dengan "suami" Titin, sekilas tampak bahwa ia adalah laki-laki biasa saja. Tetapi dibalik itu Titin mengatakan kalau pasangannya jualah yang menjadi penghalang baginya untuk meninggalkan "pekerjaan" ini. niatnya untuk berhenti sempat beberapa kali diutarakanTitin kepadanya, tetapi sang 'suami" tidak mengizinkannya dengan alasan Titin belum dapat pekerjaan rang enak. la tidak mau jika titin menjadi kuli cuci setrika atau pembantu ·umah tangga. Pekerjaan itu dianggapnya melelahkan, sedangkan ia juga ielum punya pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka lerdua. Alasan itu jualah yang menyebabkan mereka tidak kunjung nengesahkan hubungan itu menjadi sebuah ikatan yang sah. Saat ini Titin mengaku kalau sebenarnya ia sudah jenuh dengan ibelnya sebagai PSK, terkadang timbul penyesalan dalam hati Titin. Apalagi

107

jika ia ingat bahwa yang menjadi tamunya kebanyakan adalah pria iseng yang sebagian dari mereka telah mempunyai keluarga. la juga sedih jika ia bayangkan berapa banyak ibu-ibu yang telah sakit hatinya jika mendapati kenyataan bahwa suami mereka "jajan" dengan wanita lain. sekarang ini Titin hanya berharap semoga saja ada ia seorang lakilaki yang serius dengannya dan mau membawanya kepada jalan yang lebih baik, ia pasti akan menerimanya. Titin dulu pernah beranggapan bahwa tubuh boleh saja dinikmati oleh orang lain asalkan hati dan pikiran hanya pada satu laki-laki yaitu pasangannya saja, kini mulai menyesali perbuatannya. Pengetahuan akan dosa dari pekerjaannya itu dan perasaan bersalah karena telah tidur dengan suami atau pasangan orang lain selalu ditampiknya dengan memperkuat diri bahwa ia hanya mencari uang guna menyambung hidup. Dengan memilih " karier " sebagai psk pun, tidak membuat hidup Titin sekarang menjadi lebih tenang, ia juga memimpikan suatu saat ia akan hidup lebih baik lagi dengan hidup dibawah ikatan pernikahan sah dan punya anak lagi untuk melengkapi kebahagian itu.

109

ang lain pun menurut lim sama seperti dirinya, ditempat mengaji sering ercanda dan tidak pernah serius untuk belajar. Kemalasan lim pun sering 1enjadi pemicu perselisihan antara lim dengan saudaranya yang lain, dan nenurut lim sifat malas ini terbawa sampai saat ini. menurut lim kedua orang uanya pun diakuinya bukan orang tua yang tekun beribadah, sesekali shalat etapi tidak teratur, walaupun jika bulan puasa datang mereka berpuasa, hat ni lebih dikerenakan semua orang Islam harus berpuasa. Ketika memasuki masa remaja, lim mulai kenal dengan lawan jenis. im remaja pun sering berhayal akan mendapat seorang kekasih atau suami

fang akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, sandang, pangan dan Japan. Dan seperti kebanyakan perempuan di kampungnya, lim pun tidak berlama-lama melewati masa itu sendiri. Karena tidak beberapa lama semenjak haid pertamanya (menarche), lim mulai suka dengan teman lakilakinya dan ia pun mulai dengan pacaran pertama. Menurut lim semenjak remaja ia seorang perempuan yang berani keluar malam, bersama teman-temannya menonton dangdut di tempat hajat atau hanya untuk sekedar ngobrol-ngobrol dengan teman-temanya. Dengan teman laki-lakinya pun ia termasuk gadis remaja yang tidak terlalu memperhitungkan arti tubuh, dalam artian sering berpelukan dan berciuman. Merasa tidak mau lama-lama menanggung dosa ia dan teman laki-lakinya itu memutuskan menikah dalam usia yang sama-sama masih muda dan tidak punya penghasilan.

109

yang lain pun menurut lim sama seperti dirinya, ditempat mengaji sering bercanda dan tidak pernah serius untuk belajar. Kemalasan lim pun sering menjadi pemicu perselisihan antara lim dengan saudaranya yang lain, dan menurut lim sifat malas ini terbawa sampai saat ini. menurut lim kedua orang tuanya pun diakuinya bukan orang tua yang tekun beribadah, sesekali shalat tetapi tidak teratur, walaupun jika bulan puasa datang mereka berpuasa, hal ini lebih dikerenakan semua orang Islam harus berpuasa. ketika memasuki masa remaja, lim mulai kenal dengan lawan jenis. lim remaja pun sering berhayal akan mendapat seorang kekasih atau suami fang akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, sandang, pangan dan )apan. Dan seperti kebanyakan perempuan di kampungnya, lim pun tidak )erlama-lama melewati masa itu sendiri. Karena tidak beberapa lama ;emenjak haid pertamanya (menarche), lim mulai suka dengan teman lakiakinya dan ia pun mulai dengan pacaran pertama. Menurut lim semenjak remaja ia adalah seorang

~ perempuan

•ang berani keluar malam, bersama teman-temannya menonton dangdut di empat hajat atau hanya untuk sekedar ngobrol-ngobrol dengan temanemanya. Dengan teman laki-lakinya pun ia termasuk gadis remaja yang tidak :irlalu memperhitungkan arti tubuh, dalam artian sering berpelukan dan erciuman. Merasa tidak mau lama-lama menanggung dosa ia dan teman 1ki-lakinya itu memutuskan menikah dalam usia yang sama-sama masih 1uda dan tidak punya penghasilan.

110

Memasuki masa rumah tangga, hidup tidaklah menjadi indah bagi lim, karena bayangan awalnya tentang perkawinan dan memiliki suami yang dapat mencukupi kebutuhan hidup pangan, sandang dan papannya pun tidak terpenuhi. Usia suaminya yang memang masih muda tidak terlalu memperhatikan keluarganya, sehari-hari dia lebih banyak mempergunakan waktunya yang memang banyak itu bersama teman-temanya. Suaminya pun bukan tipe pekerja keras, ia hanya selalu menunggu orang yang akan mempekerjakannya saja. Disaat lim melahirkan anak pertamanya, suaminya Awi sebut saja namanya begitu memutuskan untuk pergi ke Jakarta bersama temantemannya. Seperti kebanyakan pemuda desa yang tidak punya banyak keahlian dan tanpa izasah, awi bekerja serabutan. Menurut kabar yang didengar lim, Awi di Jakarta bekerja sebagai supir bajaj. Selama empat bulan semenjak hari pertama kepergian Awi meninggalkan istri yang baru saja melahirkan, Awi tidak kunjung pulang atau mengirimkan uang untuk isteri dan anaknya dikampung. Menurut kabar dari teman-teman Awi yang sering pulang kampung, Awi belum punya uang, jadi tidak dapat mengirirmkan uang untuk lim dan anak semata wayang. Setelah lima bulan berada di jakarta Awi pulang ke kampung, sesampainya di kampung bukan uang yang dibawanya tetapi sakit kelamin akibat pergaulan bebas. Jadilah Awi dikucilkan dan tidak mau dijenguk oleh lim dengan alasan takut lim fortular, hal ini menurut lim amat menyakitkan

lll

1atinya, Awi yang pergi ke Jakarta dengan niat mencari uang untuk keluarga, lUkan uang yang dibawanya tetapi malapetaka. Tiga bulan sejak kepulangan Awi ke kampong, lim dan Awi nemutuskan untuk bercerai secara resmi. Tidak berapa lama sejak lerceraiannya, lim diajak pergi ke Jakarta untuk bekerja oleh temannya di ;ampung. Sebagai orang yang belum kenal kehidupan malam Jakarta, ia nengaku sudah tahu bayangan pekerjaan yang akan dilakukannya. Setelah lamit kepada orang tua dan menitipkan pengasuhan anaknya, lim pergi ke lakarta. Walapun pada awalnya orang tua tidak mengizinkan, tetapi cemudian lim memutuskan untuk pergi jua. Ketidak restuan orang tua inilah •ang sering dijadikan alat penyabar hati bagi lim, tatkala ia tidak mendapat tamu" dan uang dalam semalam. Sesampainya di Jakarta, lim dipilihkan pada pilihan pekerjaan oleh emannya itu, mau bekerja sebagai penunggu minuman di warung remang lengan gaji 100.000.00 perbulan atau melayani laki-laki di tempat tidur lengan penghasilan tak terbatas. Keinginan serba instan dan fikiran ingin nelakukan pekerjaan yang mudah serta ajakan temannya yang mengatakan lahwa pekerjaan yang akan dijalaninya hanyalah pekerjaan mudah dan :epat mendapatkan uang, cukup mempengaruhi keputusannya. Pilihan ini diambilnya dengan harapan agar penghasilannya dapat lijadikan pegangan untuk bekal hidup di kampung, karena menurutnya niat wal menjadi PSK tidak akan berlama-lama menjalani pekerjaan ini.

112

menurut pengakuan lim pengalaman pertamanya sebagai PSK pun jilaluinya tanpa penyesalan berarti, pengalaman melayani suami ligunakannya sebagai alat untuk memberi "jasa servis" kepada laki-laki 1idung belang yang menginginkan tubuhnya. Sepeti kebanyakan PSK ainnya, lim pun saat ini memilih hidup bersama kekasihnya tanpa ikatan. )ojo laki-laki kelahiran Jakarta yang telah hidup bersamanya kurang lebih Jua tahun. Saal ini menurut lim, dojo bekerja sebagai penjaga foto copi dengan Jaji 250.000.00 rupiah perbulan. Tentulah penghasilan ini tidak mencukupi. Jang hasil kerja Dojo kadang diberikan kepada lim untuk keperluan nembayar uang sewa kontrakan. Sedangkan untuk biaya hidup sehari-hari litangung oleh lim. Dengan penghasilan yang tak seberapa itu, menjadi 1lasan Dojo untuk tidak menikahinya. Sebelumnya pun lim pernah hidup "kumpul kebo" dengan seorang aki-laki asal Padang Pariaman, Uda sebut saja ia begitu. Dari Uda, lim nempunyai seorang anak perempuan yang kini telah berusia lima tahun, 1nak perempuan hasil hubungan gelap antara lim dengan Uda pun dititipkan .epada seorang kerabat di Bekasi dengan biaya pengasuhan 300.000.00 upiah setiap bulan. Waktu berlalu hingga sang anak berumur satu tahun, lim dak sanggup lagi mengirimkan uang kepada anaknya di Bekasi dengan imlah yang sama. Akhirnya anak itu diambil asuh oleh kerabat lim tanpa

113

)iaya pengasuhan dengan sarat anak itu menjadi anak angkatnya, lim pun ;etuju dengan saratnya karena ia mau pun Uda tidak dapat mengasuhnya. Waktu berlalu, di tahun ke tujuh hubungan gelap ini tak kunjung nembuat Uda menikahinya, kecewa dengan hal ini, Uda dan lim akhirnya Jerpisah. Menurut pengakuan lim, ia memang suka sekali dengan laki-laki. _aki-laki diangapnya dapat menyenangkan hati dan pikirannya, setiap nasalah yang dialaminya dalam hidup selama di Jakarta akan hilang ketika ia ;udah menceritakannya dengan laki-laki yang kemudian berakhir di tempat .idur. Laki-laki untuk dinikmati, katanya. Sebelum berhubungan gelap dengan laki-laki yang asal Padang itu, im pun pernah menikah secara resmi dengan :>eorang laki-laki keturunan Jawa kelahiran Jakarta, Dary namanya. Pernikahannya di lakukan di
rang tidak berumur panjang, anak laki-lakinya meninggal dunia ketika berusia ;,nam bulan. Semenjak kematian anaknya itu, Dary mulai tidak nemperdulikannya lagi, namun pada akhirnya Dary meninggalkannya karena erpincut dengan seorang pekerja seks komersil lainnya, Jadilah lim

114

cemudian ditingalkan Dary, setelah hidup bersama selama tiga tahun amanya. Ketika masih menjadi istri dary, lim mengaku membantu ienghidupan keluarga dengan bekerja sebagai kuli cuci dan setrika. Hal ini jidasarkan oleh pendapatan Dary sebagai preman pasar burung jatinegara, rang tidak pernah mencukupi. Kecewa dengan dua kali perkawinannya dan satu kali hubungannya jengan laki-laki asal Padang itu membuat ia sakit hati, ia sering kali menyakiti liri dengan menyayat lengannya dengan silet. (saat wawancara berlangsung, ienulis memang meilihat banyak bekas sayatan benda tajam di Jengan kanan ;ubjek) Menurut pengakuan Jim, kemiskinan menjadi alasan utama terjunnya a ke dalam dunia ini. Dendam kemiskinan dan kecewa dengan perkawinan nenjadikannya selalu ingin menghabiskan waktu bersama laki-laki. Ada dua cenikmatan menurutnya yang bisa didapat dari laki-laki, seks dan kasih •ayang. Saal ini menurut pengakuan lim, penghasilan yang didapatkan dari menjaja" diri sudah tidak mencukupi kebutuhan untuk mengirim anaknya di :ampung. Entah mengapa tidak banyak Jagi pelanggan yang mendatanginya 1adahal saat ini ia sudah tidak begitu mematok harga, tetapi kemudian iim 1enjelaskan bahwa ia tidak mempunyai pegangan apapun, susuk misalnya. Diakhir wawancara Jim mengatakan bahwa sekarang ini ia ingin 1engakhiri pekerjaan ini seandainya saja ada laki-Jaki yang menanggung

115

1idupnya, ia juga ingin seperti ibu-ibu kebanyakan, mengaji di majlis taklim 1tau mengurus anak-anak dan suami. Apatah lagi, di usia yang semakin 1eranjak tua, penghasilan dari pekerjaan ini sudah tidak menjanjikan lagi, idak ada satu pun barang elektronik yang dapat dibelinya. Perasaaan dosa rang tidak pernah dirasakannya waktu tahun-tabun pertama "karier"nya di lunia ini, lambat laun sudah dirasakannya sebagai beban hidup. Diakhir wawancara juga lim mengatakan sebab-musabab ia selalu nencari laki-laki untuk menuangkan segala keluh kesah hidup ini, limaksudkan untuk mencari rasa iba dari mereka, mencari perlindungan dan ;asih sayang, walaupun pada akhirnya hal itu pun berakhir dengan >erhubungan seksual, tetapi itu dapat menyenangkannya guna melupakan >eban hidup. lim yang pertama datang di Jatinegara pernah ikut bersama germo >elama dua tahun, mengaku pernah terkena jaringan trantib untuk kemudian

Ii titipkan selama beberapa bulan di panti rehabilitasi Cipayung dan Kedoya, etapi hal ini tidak berlangsung lama, karena semuanya bisa diselesaikan lengan uang .. Saat ini lim berfikir kemungkinan akan selamanya menjalani 1ekerjaan ini, ika tidak ada laki-laki yang mau mengawininya. lim mengaku 1ernikahan akan membuat ia berhenti walaupun kehidupannya nanti akan .ekurangan juga, kerena menurutnya dengan menjadi PSK pun ehidupannya tetap susah. Menikah baginya sarat mutlak untuk keluar dari

116

1ekerjaan ini, terlepas jika nanti ia mengalami nasib yang sama dengan >erkawinannya yang dulu, mungl<.in ia akan kembali lagi menyusuri malam alanan panjang Jatinegara. ·

Diakhir wawancara penulis bertanya kepada subjek, apabila nanti

rnaknya memilih menjalani hidup sama dengan ibunya apakah jiperbolehkan, ia menjawab seandainya sang anak tidak dapat dinasehati, erserah sang anak saja. 3.3.1. Analisa kasus

1. Latar Belakang Subjek lim seorang janda asal Subang, ia memang tidak pernah tahu kapan ia jilahirkan ke dunia ini. Yang ia tahu saat ini ia sudah tinggal di Jakarta kurang ebih selama lima belas tahun. "Saya itung, saya udah hampir tiga belas tahun. Anak saya kan umurnya udah empat belas tahun" Sejak kecil lim mengaku termasuk anak yang sangat malas. la juga :idak dapat meneruskan sekolahnya di tingkat dasar, dengan alasan <emiskinan. Ayahnya yang hanya seorang kuli penggarap sawah, tidak ;anggup memenuhi kebutuhan hidup keluarga apalagi memenuhi biaya Jendidikan anak-anaknya. "Bapak itu tani, kalo ada kerjaan, kalau engga ada yah nganggur, yang namanya orang susah, engga punya sawah, jadi kuli cuma cukup buat makan aja".

117

lsejak kecil lim mengaku sering kali bertengkar dengan keluarganya anglain hanya karena ia malas untuk membantu pekerjaan orang tuanya. adilah sejak kecil sebagai anak dengan label pemalas. Sebagai pemalas ia erap kali mendapat marah dari orang tuanya. "saya paling males di keluarga, makanya saya suka berantem, saya enga mau bantuin orang tua, engga tahu ngapa, saya males banget" Sebagai anak seorang kuli pengarap sawah, lim mengaku terbiasa lengan kekurangan, karena kekurangan ini jua lah yang menyebabkan lim .ering berkhayal ingin mempunyai suami yang dapat memeberinya sandang, 1angan, dan papan yang cukup. Dan Keinginan itu begitu mengebu dalam 1ati lim. "kalau punya suami, saya pengen jajan, beli pakaian, pengen punya eve, kan ada yang ngasih, ada yang beliin" Menurut lim kedua orang tuanya pun diakuinya bukan orang tua yang ekun beribadah, sesekali shalat tetapi tidak teratur, walaupun jika bulan 1uasa datang mereka berpuasa, hal ini lebih dikerenakan semua orang Islam 1arus berpuasa.sejak memasuki masa remaja, lim mengaku menjadi seorang mak permpuan yang sering kali keluar malam, tontonan dangdut di tempat 1ajatan selalumenjadi tempat persinggahannya malam hari. "emang sih saya lagi perawan, bandel, kalo ada hiburan, nonton dangdut atau apa gitu, tapi kan ama temen"

118

. Proses Konflik untuk menentukan jenis konflik yang ada pada lim, akan diuraikan ~rlebih dahulu hal-hal yang menjadi masalah bagi lim dan suaminya. Proses

;onflik itu berawal ketika lim memasuki masa rumah tangga, hidup tidaklah nenjadi indah bagi lim, karena bayangan awalnya tentang perkawinan dan nemiliki suami yang dapat mencukupi kebutuhan hidup pangan, sandang jan papannya pun tidak terpenuhi. Usia suaminya yang memang masih nuda tidak terlalu memperhatikan keluarganya, di dalam kesehariannya dia ebih banyak mempergunakan waktunya yang memang banyak itu bersama teman-temanya. "dia sering maen, mainnya ama anak muda, kaya engga punya keluarga. Orang dia engga mikirin kerjaan, yah disitu .. " Suaminya pun bukan tipe pekerja keras, ia hanya selalu menunggu orang yang akan mempekerjakannya dan tidak mencarinya. " Orang dia males, maunya ada yang manggil, noh besok kerjain yang ini, baru dia jalan,kalau engga ada mah engga .. saya kesel . namanya udah keluarga pengen beli ini, beli itu .. kan engga ada" masalah menjadi bertambah panjang bagi lim, ketika Jim baru melahirkan anak pertamanya, Awi (sang suami) memutuskan untuk pergi ke Jakarta bersama teman-temannya. Di Jakarta Awi dan teman-teman bekerja serabutan, menurut kabar yang didengar lim, Awi di Jakarta bekerja sebagai supir bajaj.

119

Selama empat bulan semenjak hari pertama kepergian Awi eninggalkan istri yang baru saja melahirkan, Awi tidak kunjung pulang atau engirimkan uang untuk isteri dan anaknya dikampung. Lama tidak pulang ,hirnya Awi pulang dengan membawa penyakit kelamin menular. Hal ini enurut lim amat menyakitkan hatinya, Awi yang pergi ke Jakarta dengan at mencari uang untuk keluarga, bukan uang yang dibawanya tetapi 1alapetaka. "Pas dia pulang ke rumah, dia itu kan sakit, sakit perempuan katanya. soalnya dia suka maen perempuan, terus saya engga boleh nengok dia. Katanya takut ketularan" Tiga bulan sejak kepulangan Awi ke kampung, lim dan Awi 1emutuskan untuk pisah rumah untuk kemudian bercerai secara resmi. Tidak 1ma semenjak perceraiannya lim memutuskan untuk pergi ke Jakarta untuk iencari uang. lim merasa terbebani dengan anak satu-satunya, perasaan iba an rasa harus bertanggung jawab sebagai seorang ibu menghantakan 1emilihannya pada "karier''ini. "dapet setahun ngurusin anak, ada temen yang ngajak kerja katanya, 1yoo.. kerja aja. Saya kan seneng banget ada yang ngajak kerja. Trus dibawa :e sini". Keinginan serba instan dan fikiran ingin melakukan pekerjaan yang nudah serta ajakan temannya yang mengatakan bahwa pekerjaan yang akan

120

ilaninya hanyalah pekerjaan mudah dan cepat mendapatkan uang, cukup rnpengaruhi keputusannya. " Nunggu minuman cuma seratus rebu sebulan, kalo ngelayanin orang . yah saya mendingan ngelayanin laki aja deh, biar cepet pulang. Ngirim anak, ngurusin anak, yah udah .. saya ngelayanin orang" Walhasil, lim ikut saran temannya untuk mengambil jalan yang akan enghasilkan uang dengan cara cepat guna memenuhi kebutuhan hidup 1gi diri dan anaknya, seperti kebanyakan wanita pekerja seks komersil pada numnya, lim juga berniat untuk tidak berlama-lama menjalankan "karier" ini. Menurut pengakuan lim, ia memang suka sekali dengan laki-laki. Lakiki diangapnya dapat menyenangkan hati dan pikirannya, setiap masalah 3ng dialaminya dalam hidup selama di Jakarta akan hilang ketika ia sudah ienceritakannya dengan laki-laki yang kemudian berakhir di tempat tidur. aki-laki untuk dinikmati, katanya. Kecewa dengan dua kali perkawinannya dan satu kali hubungannya engan laki-laki asal padang itu membuat ia sakit hati, ia sering kali menyakiti iri dengan menyayat lengannya dengan silet. (saat wawancara berlangsung, 'enulis memang meilihat banyak bekas sayatan benda tajam di lengan kanan ubjek) Menurut pengakuan iim, kemiskinan menjadi alasan utama terjunnya l

ke dalam dunia ini. Dendam kemiskinan dan kecewa dengan perkawinan

ienjadikannya selalu ingin menghabiskan waktu bersama laki-laki.

121

alaupun begitu, lim mengaku tidak menjadi benci dengan laki-laki. Ada dua ~nikmatan

menurutnya yang bisa didapat dari laki-laki, seks dan kasih

1yang. Berbeda dengan apabila iim melayani laki-laki "tamu"nya, walaupun ungkin merasa menikmati tetapi hal itu tidak menyegarkan fikirannya. 3telah masalah yang ada pada lim diungkapkan diatas, penulis mengambil ~simpulan

bahwa jenis konflik yang ada pada lim adalah: Approach-

pproach conflict ( konflik mendekat-mendekat)

Proses Pengambilan Keputusan

1. Tahap-tahap pengambilan keputusan Penilaian masalah Tahap ini adalah tahap dimana lim mulai mengenali masalahnya, tetapi tampaknya masalah yang dihadapi lim ketika dikecewakan oleh suaminya berdampak negatif bagi hidup lim. Keinginan untuk hidup layaknya orang berkecukupan, amat terpatri dalam fikiran lim. Dan ketika ternyata, kehidupannya setelah berumah tangga berbeda dengan apa yang diinginkan dalam hidupnya. lim mulai merasakan kekecewaannya. Pertanyaan kunci pada tahap ini adalah, "Resiko apa yang mungkin timbul jika tidak beruat apa-apa atau jika tidak melakukan perubahan?" lim menjawab: "kalau dulu sih iya ... kayaknya nyari du it tuh .. emang buat ngasih makan anak, tapi sekarang mah .. udah engga ngirim lagi. Ngirim duit

122

nya kalu Jagi ada aja, Abis kalo dapat duit kayaknya tuh .. ada aja perlunya, beli bedak, engga punya sabun apa lah .. jadi duitnya engga pernah ngumpul" Survey Alternatif-Alternatif Pilihan Sebelum memutuskan untuk menjadi seorang pekerja seks komersil, dan ketika ia mulai menemukan masalahnya, lim mengaku memang tidak pernah memikirkan alternatif pilihan pekerjaan yang akan dijalankan. Ketka salah seorang teman mengajaknya untuk bekerja di Jakarta, ia menyambutnya dengan gembira. la pun mengatakan kalau ia sudah tahu pilihan pekerjaan yang akan dilakukannya di Jakarta, tetapi ketika akan berangkat ke Jakarta ia belum memutuskan pekerjaan apa yang akan diambilnya. Sesampainya di Jakarta, ia baru memutuskan pilihannya untuk menjadi pekerja seks komersil. "Selagi kita masih sendiri,atau bebas kecuali kita bersuami baru kita kerja yang baik, tetapi kalau masih sendiri yah .. udah kerja begitu aja.(I) kenapa mbak? Engga tahu saya paling suka kerja beginian, ngerjainnya engga susah".

126

1nikah, maka semua kebutuhan hidupnya akan dipenuhi. Setelah mdapati kenyataanmemiliki suami yang tidak dapat memenuhi butuhanya, akhirnya ia becerai dengan segala kisahnya seperti yang telah 1ebutkan diatas. Keinginan serba instan untuk mendapatkan keinginannya, ~mbuat

lim mengabaikan resiko yang akan dihadapinya seperti penertiban

n penyakit kelamin menular lainnya. Dari caranya mengambil keputusan mempertlihatkan strategi yang Junakan lim untuk pengambilan keputusannya adalah wish strategy.

4. Dampak Konflik dan Pengambilan Kepiltusan 1. Perubahan dan Manfaat Penyelesaian Bagi lim setelah menjadi pekerja seks komersil tidak ada perubahan mg berarti dalam hidupnya, tidak juga bagi kelurganya di Subang. Uang ~sil

kerjanya selama ini pun tidak terlihat dalam bentuk apapun, ia juga

1engatakan kalau saat ini ia tidak punya simpanan uang sedikit pun. la juga fak dapat membeli barang-barang seperti apa yang diingnkan dan ikhayalkan. Pendapatannya selama ini dikatakan lim "mengalir'' seperti air.

2. Masalah Yang Belum Terselesaikan lim mengaku tidak memiliki masalah apa-apa dari keputusannya ienjadi pekerja seks komersil, la jug a memang tidak pernah ienyembunyikan statusnya sebagai PSK kepada keluarga atau

127

gkungannya.Kenginan untuk hidup berkecukupan telah menjerumuskannya 1

dalam "dunia" ini, pun tak kunjung didapati.

3. Masalah-Masalah Baru Diluar masalah yang belum teratasi, konflik dan pengambilan 1putusan lim menjadi PSK tidak menimbulkan masalah baru baginya. asalah baginya sekarang hanyalah ketakutan akan tertular penyakit irbahaya, apalagi saat ini menurut lim ia mudah sekali sakit, pusing, panas ngin, keringat dingin seriing kali dirasakannya.

4. Pandangan Terhadap Masa Depan: Kemungkinan Untuk Berhenti Menjadi PSK Diakhir wawancara lim mengatakan bahwa sekarang ini ia ingin engakhiri pekerjaan ini seandainya saja ada laki-laki yang menanggung dupnya, ia juga ingin seperti ibu-ibu kebanyakan, mengaji di majlis taklim au mengurus anak-anak dan suami. Apatahlagi, di usia yang semakin iranjak tua, penghasilan dari pekerjaan ini sudah tidak menjanjikan lagi, lak ada satu benda apapun yang dapat dibelinya. Perasaaan dosa yang lak pernah dirasakannya waktu tahun-tahun pertama "karier''nya di dunia

i, lambat laun sudah dirasakannya sebagai beban hidup. Diakhir awancara penulis bertanya kepada subjek, apabila nanti anaknya memilih

128

1njalani hidup sama dengan ibunya apakah diperbolehkan, ia menjawab andainya sang anak tidak dapat dinasehati, terserah sang anak saja. Saat ini ~m berfikir kemungkinan akan selamanya menjalani pekerjaan jika tidak ada laki-laki yang mau mengawininya. lim mengaku pernikahan an membuat ia berhenti walaupun kehidupannya nanti akan kekurangan 1a, kerena menurutnya dengan menjadi PSK pun kehidupannya tetap sah. Menikah baginya sarat mutlak untuk keluar dari pekerjaan ini, terlepas a nanti ia mengalami nasib yang sama dengan perkawinannya yang dulu, mgkin ia akan kembali lagi menyusuri malam jalanan panjang Jatinegara.

Analisa antar kasus "DINAMIKA KONFLIK DAN PENGAMBILAN oPUTUSAN UNTUK MENJADi PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK)"

1. Gambaran pengalaman subjek menjadi pekerja seks komersil. Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah para PSK anan, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab utama junnya dalam karier ini adalah faktor kemiskinan. Maka dapat dipastikan hwa mereka mempunyai tujuan yang hampir sama ketika memutuskan an menjadi pekerja seks komersil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam )el berikut.

129

bel IV.2. Gambaran pengalaman subjek mejadi PSK ama ·oses menuju imilihan iputusan

.

asan dan arapan

.

Titin Buie Kecewa terhadap Merasa tertekan melihat penderitaan suami yang main gila dengan wanita keluarga, harus lain, bekerja secara memeberi makan serabutan sampai dan susu untuk menjadi pelayan anak, suami yang "menduakan", orang warur.g warung remang-remang, tua sudah lanjut tidak ingin usia menyusahkan orang tua, diajak seorang teman laki-laki menemaninya di sebuah hotel, Membiayai anak Membiayai anak dan keluarga, dan diri sendiri mengumpulkan untuk dapat uang untuk biaya bertahan hidup, buka toko,

lim Kecewa terhadap suami yang tidak dapat memenuhi impiannya, suami terkena PSM, diajak teman untuk pergi ke Jakarta

lngin dapat • membeli alatalat elektronik dan dapat memuaskan diri dengan kemewahan

Sebelum memutuskan menjadi pekerja seks komersil (PSK), dua Jjek dalam penelitian ini berasal dari keluarga yang minim, minim secara Jnomi, pendidikan dan keahlian. Dua subjek ini pulalah yang merasa sejak ~ii

hidup dalam keserba kurangan. Ketiga subjek dalam kasus ini, sama-

na berstatus janda dan memiliki anak dari perkawinan mereka terdahulu. 1salah pada ketiga subjek pun sama-sama dimulai pada masa kehamilan 1 mempunyai anak. Masa dimana mereka mulai menerjunkan diri di dunia

pada kasus Buie adalah sebelum ia dan suaminya resmi bercerai dan ika sang anak berumur empat bulan, pada kasus titin adalah setelah

130

rang lebih delapan tahun mencoba bertahan hidup dengan tidak menjadi

>K. pada kasus lim, masa dimana ia mulai menekuni karier ini, adalah telah umur sang anak mencapai satu tahu. Melihat perbedaan waktu ketiga bjek mulai menekuni karier ini, memperlihatkan jenis konfik dan ingambilan keputusan yang diambil.

.2. Konflik untuk menjadi pekerja seks komersil pada ketiga subjek Tujuan dan harapan untuk memperoleh kehidupan yang layak telah enghantarkan ketiga PSK ini pada dua jenis konflik, dalam hal ini di mukan dua jenis konflik pada tiga subjek penelitian. Jenis konflik pertama falah Approach-Avoidance conflict (konflik menjauh mendekat), konflik jenis i ada pada Buie. Jenis konflik kedua adalah Approach-Approach Conflict ~onflik

mendekat - mendekat), tipe konflik ini ada pada Titin dan lim.

:.3. Pengambilan keputusan Masalah yang dihadapi oleh setiap manusia pasti memerlukan enyelesaian, dalam setiap penyelesaian masalah terkandung aspek-aspek engambilan keputusan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengambilan eputusan yang ada pada 2 subjek penelitian ini adalah wish strategy dan 1 ampel pada penelitian ini berjenis safe strategy. Untuk lebih jelasnya dapat lilihat pada table di bawah ini.

131

Tabel iv.3. Pengambilan keputusan, tahap serta strategy 1an-tahan genalan masalah

rei alternative 1an

Buie Har= mencukupi kebutuhan keluarga, yata= dapat memenuhi keluarga, res= siap dengan resiko sbg PSK Satu pilihan menjaadi PSK,

Ti tin Har=dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarga, nyata=tidak bias, res=siap dengan resiko, Bekerja serabutan, menjadi pener.ian minum • tercebur

imbangan ruh alternative

Tidak pemah mempertimbangkan alternatif lain,

nbuat komitmen

lm=setelah anak berumur empat bulan, ta=tidak pemah memberi tahu atau terbuka kepada orang tua Positif=teman yang membawanya ke Jakarta, neg=keluarga rx=mencoba tidak mengambil pusing dengan kecurigaan keluama Wish strateov

~rimaan

:

tegi

umpan

meniadi PSK Pemah mempertimbangkan dan melakukan alterna(if pekerajaan lain lm=tahun I 996 setelah mencoba altematif lain, ta=bersembunyi dari keluarga

Jim I Har=membeli alat-alat elektronik dan kebutuuhan lainnya, nyata=tidak dapat memenulti, res=siap Dua pilihan, satu menjaga warung remang-remang, dua meniadi PSK Tidakpemah mempertimbangkan altematif pekerjaan lain

Im=Setelah setahun mengurus anak, ta=berterus teran kepada orang tua dan minta restu orang tua

Pos=teman-teman pelanggan minum, neg=mantan suami, rx=tidak peduli dengan selentingan Iingkungan

Pos=tidak ada, neg=keluarga, rx=tidak pernah dipikirkan,

Safe strate
Wish strateov

BABV KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Kesimpulan Pemilhan materi dalam penelitian ini diambil dengan tujuanuntuk peroleh pemahaman mengenai: Bagaimanakah dinamika konflik yang ada pada sebagian perempuan bisa menghantarkannya pada pemilihan untuk menjadi pekerja seks komersil. Bagaimanakah jenis-jenis konflik yang ada pada mereka dan bagaimanakah proses pengambilan keputusan yang diambilnya. Berdasarkan analisa terhadap tiga subjek dalam penelitian ini, maka ,ati sejumlah kesimpulan yang mengacu pada tujuan penelitian. 1pulan tersebut adalah: iktor utama penyebab terjerumusnya ketiga subjek pada penelitian ini enjadi pekerja seks komersil adalah faktor klasik yaitu kemiskinan. ida ketiga kasus konflik bermula ketika subjek berada pada masa 1hamilan dan melahirkan. Kecewa atas perlakuan suami, ditambah 'adaan ekonomi keluarga dan orang tua turut pula membawa ketiga bjek pada pemilihan "propesi" ini. Ketiga subjek pada penelitian ini ma-sama telah dikaruniai anak dari hasil perkawinannya terdahulu. 1rena alasan anak pula lah mereka memutuskan untuk menjadi pekerja

132

133 iks komersil. Selain faktor ekonomi, keadaan lingkungan dan pengaruh man dalam pergaulan juga mempengaruhi keputusan mereka. mis-jenis konflik yang ada pada ketiga subjek penelitian ini adalah: >preach-avoidance conflict ( konflik mendekat-menjauh)

coses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh ketiga subjek dalam melitian ini memperlihatkan ridak adanya pertimbangan terlebih dahulu ibelum memutuskan untuk menjadi pekerja seks komersil. Stategy yang la pada ketiga subjek adalah wish stategy dan safe stategy.

skusi Hasil penelitian yang didapatkan pada penelitian ini, menunjang teori sudah ada mengenai penyebab prostitusi. Banyak ahli yang utarakan alasan atau faktor prnyebab berlangsungnya "dunia' ini, iranya adalah: Kartini Kartono (1981), ia menyebutkan faktor ibabnya adalah: para perempuan itu ditinggalkan suami, malas bekerja, 1 dan nymphomaniacs (kecanduan hubungan seks).

Keinginan untuk hidup mewah yang disebutkan oleh salah satu subjek penelitian ini menunjang teori soerjono ssoekanto (1974) yang atakan bahwa faktor endogeen seperti keinginan untuk hidup mewah, nalas dan nafsu kelamin yang besar juga menjadi penyebab "terjun"nya ca dalam bisnis ini.

134

Situasi hidup yang tidak menyenangkan pada masa anak-anak dan ik internal yang ada pada salah satu hasil penelitian ini mendukung teori no soekanto (1974) yang mengutarakan hal yang sama sebagai faktor een penyebab perempuan in menjadi pekerja seks komersil. Hasil yang didapat dalam penelitian ini menunjang penelitian yang Jkan oleh Dessie dwi rahayu (2002) yang mengatakan bahwa PSK ja memiliki dimensi self acceptence yang kurang baik, dan ternyata pda dewasa pun mereka menunjukkan penghayatan yang tidak memuaskan masa lalu yang dihadapi dan mempunyai sikap menyesali diri serta ksa menerima keaadaannya sebagai pekerja seks komersil.

1ran-saran saran teoritis a. karena pada penelitan ini subjek penelitian yang di jadikan sampel hanya berjumlah tiga orang, maka perlu diadakannya penelitian dengan lebih banyak variasi atau jenis sampel. b. penelitian dengan topik sejenis, dapat dllakukan dengan metode penelitian kuantitatif, hal ini dimaksudkan agar hasil yang didapatkan dapat digeneralisir. iaran praktis Mengentaskan masalah prostitusi bukanlah hal yang mudah, oleh karenanya diperlukan campur tangan banyak pihak, gerakan

135

sosialisasi anti seks bebas nampaknya perlu digalakkan guna mengurangi tunbuh kembang "dunia' yng satu ini. Perlu adanya penanaman pemahaman keberagamaan yang lebih dalam lagi kepada semua laki-laki dan perempuan, terutama kepada mereka yang masih berada dalam usia aktif. Perlu adanya pembenahan ekonomi, sosial dan politik dalam negri yang lebih serius, agar lebih terbuka lagi lapangan pekerjaan yang lebih luas.

.

Daftar Pustaka

Akbar, Ali (1960) Pe/acurcin diri dan penyakit kelamin, kumpulan :irasaran muker kesejahteraan moral, jawatan pekerjaan sosial bagian :ienyuluhan Aprianti Rika, (2001) Pelacuran anak ditinjau dari perspektif rriminologis, skripsi sarjana FISIP UI, jurusan Kriminologi, Arikunto S. (1995). Manajemen penelitian. Rineka Cipta, Jakarta Atwater,E, (1983). Psychology of adjusment, New Jersey NY: :nglewood cliffs 1983 Atmosudirjo, Prajudi S. Mr.s. Or. Prof. (1971) Beberapa Pandangan !mum Tentang Pengambilan Keputusan, Jakarta. Ghalia Indonesia. Emka M. (2003) Jakarta Under Cover.: Sex and the City. Yogyakarta. lalang Press. Gunawan FX. Rudi. (1997) pe/acurdan po/itikus, PT. Pustaka utama raffiti Hall s. Calvin & Lindzey Gardner,(1993) Teori-teori Holistik Jrganismik-fenomeno!ogis) editor, Or. A Supratiknya. Kanisius, Yogyakarta. Hilgard R. Ernest & Atkinson C. Richard.(1967) lntoduction To 'sychology, 4th ed. Harcout Brace & World Inc. New york.

153

H. Hull terence, Sulistyaningsih Endang, W. Jones Gavin (1997). De/acuran di Indonesia, sejarah dan perkembangannya. Pustaka sinar 1arapan J.Murray Alison.(1994) Pedagangjalanan dan pe/acurJakarta, ;ebuah kajian antropo/ogi sosial, LP3ES Kerlinger N. Fred.(1996) Asas-asas pendekatan behavioral (ogyakarta, G.M.U press, terjemah Landung R. Simatupang Lazarus, Richard S.(1976) Pattern of adjusment And Human :tectivness, 3th ed. Tokyo, Mc Graw Hill Rocless Walter.(1973) The crime problem, Prentice Hall, Inc: New lersey Rahmawati Anies, (1993) Hubungan pendapat tentang perkawinan fengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila pada sisiwa panti ehabilitasi Mu/ya Jaya ,skripsi sarjana UI Rosenthal R. & Rosnow, (1984) Essential of behavioral research: 4ethods &Analisis. New york, Mc. Graw Hill. Strauss Anslem and Corbin Juliet, ( 1997) Dasar-cjasar penelitian ualitataif, prosedur, tekhnik & teori Graunded,

penyadur Ors. H.M. Djunaedi

>hony. Surabaya. PT. Bina llmu Soejono, Trimo, Mls.(1990). Perencanaan Stategi Sa/ah Satu Dimensi 1a/am Pengambilan Keputusan Bandung Aksara

154

Santosa Yunita Barnadetta,(2002) Analisa Hand Test pada pekerja >eks Mu/ya Jaya, tesis pasca sarjana UI profesi Psikologi Klinis Soedjono D. SH.(1997). Pelacuran di tinjau dari

~egi

hukum dan

(enyataan dalam masyarakat. Bandung. PT. Karya Nusantara Wirawan S. DR. (2000). Teori-teori Psikologi Sosial. Raja Grafindo =>ersada. H. 41-53 Yin. Robert K. (2000), Studi kasus Jakarta Raja Grafindo

Pedoman Wawancara = tanggal lahir

=

sal

=

•audara

=

an terakhir

=

Belakang Keluarga Subjek imanakah kehidupan ke/uarga Anda? Kehidupan ekonominya bagaimana? 1g ceritakan pengalaman masa kecil! Bagaimana interaksi Anda dengan rga? Apakah ada pengalaman masa kecil yang membuat Anda trauma hingga ini? imana po/a asuh orang tua kepada Anda ? imanakah orang tua mengajarkan keberagamaan dan kedisiplinan kepada anaknya? imanakah pengamalan orang tua kepada keberagamaannya? nakah Anda melewati masa remaja? Bagaimanakah pola asuh orang terdekat pada masa Anda remaja? Bagaimanakah Anda melewati masa remajanya? ah suatu kejadian yang membuat trauma pada masa itu? imanakah pengalaman seksual pertama Anda ?

s Konflik imana pengalaman hidup Anda atau kesulitan-kesulitan apa yang sering api dalam hidup sebelum Anda memutuskan untuk menjadi PSk? Kesulitan 3 yang Anda hadapi?

fikasi adanya masalah atau konflik. ari masa/ah di atas ha/ apa saja yang dirasakan sebagai beban dalam hidup? m seberapa jauh masalah itu menggangu kehidupan Anda? 1gaimanakah dampak masalah itu bagi Anda? (dalam pemilihan "karier" sebagai )K)

~alian

tipe konflik.

1benarnya hal-hal apa sajakah yang ingin dicapai dengan menjadi PSK? Apakah 1rapan itu tercapai dengan menjadi RSK? Kalau tidak, kenapa? aimanakah penerimaan Anda dengan pekerjaan yang digeluti sekarang? al-hal apa sajakah yang ingin dihindari oleh Anda dalam pekerjaan ini? al-hal apa sajakah yang bertentangan dengan diri Anda dalam pekerjaan ini? aian pribadi dan lingkungan. mggambaran pribadi mengenai konflik. menurut Anda masalah-masalah yang dihadapi dengan ketidaksesuaian dalam hidup itu dapatkah disebut sebagai masalah besar (konflik) ?

..

kalau Anda sendiri menilainya antara apa dengan apa? Berapa lama Anda menjalani konflik itu? 1pakah dalam menghadapi masalah yang dihadapi Anda mendapat masukan .au dukungan dari masyarakat sekitar? Kalau ada, dari siapa? dan bagaimana angaruhnya terhadap konflik yang Anda hadapi? mdingannya dengan sesama perempuan lain yang mengalami nasib yang sama. ;titusi dan permibifity) enurut Anda, apakah masalah yang dihadapi juga dialami oleh perempuan lain? enurut Anda, mengapa perempuan lain yang bernasib sama dengan Anda tidak rjun dalam pekerjaan yang Anda lakoni sekarang? bagaimanakah perbedaannya 3ngan Anda? ,fusi konflik ida akhirnya Anda menyelesaik
1ri konflik atau masalah yang dihadapi ? kalau belum, mengapa?

imbilan Keputusan Untuk Menjadi PSK r-unsur Pengambilan keputusan ikasi masalah al-ha! apa sajakah yang dirasakan sebagai masalah sehingga Anda mengambil usan untuk menjadi PSK? .ondisi seperti apa yang pada kenyataannya diharapkan agar masalah itu dapat cahkan? K.ondisi seperti apa yang pada kenyataannya dihadapi? 1atif-alternatif pilihan yang dimiliki: 1ntuk menyelesaikan masalah itu, cara apa saja yang Anda lihat sebagai 1atif penyelesaian? nbangan, pemilihan dan tangung jawab: 1enurut Anda, alternatif mana yang sebenarnya paling baik? Mengapa? nana yang paling buruk? Mengapa? nenjadi PSK adalah pilihan Anda? Bagaimana dengan k.onsekwensinya, apakah ~gung

sendiri ?

egi pengambilan keputusan litas ada waktu hendak mengambil keputusan menjdi PSK, k.onsekwensi apa yang perkirakan akan Anda hadapi ? seberapa besar k.onsewensi itu? babilitas alternatif pilihan. ri alternatif pilihan yang ada mengapa Anda memilih menjadi PSK? )akah ada pilihan lain yang ingin Anda jalani? n yang diambil: perkiraan mengenai utilitas dan pr.obabilitas ntuk pilihan yang Anda ambil sekarang , seberapa besarkah k.onsekwensi ;sik.onya menu rut Anda .waktu itu? apakah Anda tahu resik.o yang akan Anda adapi sedari dulu? alau Anda sendiri, mengapa Anda memilih menjadi PSK? asi terhadap pilihan yang diambil: ;telah menjadi PSK ( saat menjalankan pilihan ) apakah semua perkiraan Anda as resik.o/k.onsekwensi yang harus dijalankan sama dengan yang diperkirakan ?

pengambilan keputusan untuk menjadi PSK ian masalah murut Anda sendiri, resiko apa yang mungkin timbul jika Anda memilih untuk ak menjadi PSK? i alternatif pitihan akah semua alternatif yang ada selain menjadi PSK, pernah Anda rtimbangkan atau jalani? telah menjadi PSK, apakah timbul penyesalan? Kalau ada seperti apakah nyesalan itu? ibang seluruh alternatif rdasarkan konsekwensi dan kemungkinan alternatif mana yang menurut Anda ling baik untuk dilakukan ? mengapa? >uat komitmen lakah masa dimana Anda menyembunyikan diri dari orang - oran,g disekitar 1da setelah menjadi PSK? kalau ya, mengapa dan berapa lama? ~telah

mendapatkan alternatif pilihan yang paling sesui dengan Anda, berapa

na kemudian baru Anda memutuskan untuk menjalankannya? Mengapa? alau ternyata Subjek tidak pernah menutupi pekerjaannya, lalu bagaimana cara bjek menghadapi pertanyaan yang dari lingkungan sekitarnya atau dari luarganya mengenai pemilihan pekerja'an ini atau cara mengahadapi cemoohan ~reka?

1da siapa pertama kali Anda bisa "membuka diri" (memberitahukan putusannya menjadi PSK) ? menagapa dia? Bagaimana penerimaannya 'hadap Anda? perti apakah lingkungan sosial tempat aktifitas sehari-hari subjek? Apakah ~kungan tersebut ada pengaruhnya dengan kecepatan subjek dalam

rnjalankan keputusan tersebut? imaan umpan batik, termasuk umpan batik negatif. rnurut Anda, bagaiman tanggapan lingkungan sosial terhadap pekerjaan Anda

3! ini?

jakah yang yang mencemooh atau menghina? Kalau ya, siapa? Bagaimana ida menghadapi hinaan itu ? Apakah ada pengaruhnya hinaan atau cemoohan 1 terhadap

~

diri Anda?

Pengambilan Keputusan

1cara umum, bagaimanakah rasanya setelah memutuskan menjadi pekerja seks >mersil? enurut Anda masalah yang Anda hadapi sebelum menjadi PSK dapat rselesaikan? KalaLJ belum mengapa? enurut Anda apakah setelah menjadi PSK timbul masalah baru ? apa saja dan engapa bisa timbul? Bagaimana Anda menyelesaikan masalah itu? enurut Anda bagaimana keadaan kehidupan ekonomi Anda? igaimana pandangan Anda tentang masa depan ? adakah kemungkinan untuk 1rhenti dari pekerjaan ini? ·