24
2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu koping orang tua yang anaknya dirawat di RSUD kota Semarang G. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : ”Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan koping orang tua yang anaknya dirawat di rumah sakit”.
23
tindakan fisik yang berlebihan, pendengaran berdenging (tinitus), bahkan terjadi peningkatan kerja jantung berdebar-debar.
D. Kerangka Teori Faktor Kecemasan - Internal Ketidakmampuan fisiologis - Ekternal Identitas, harga diri, integritas fungsi sosial
Faktor koping Umur Jenis kelamin Pendidikan Status social ekonomi Dukungan social Pengalaman
-
Kecemasan
-
Koping orang tua
Tingkat kecemasan Ringan Sedang Berat Panik
Mekanisme / jenis koping - Adaptif - Maladaptif
Gambar 2.2. Kerangka Teori Gambar 2.2. Sumber
: modifikasi : Carpenito (2001) & Stuart dan Sundden (2002)
E. Kerangka Konsep
Tingkat Kecemasan
Koping orang tua terkait perawatan anak di rumah sakit
Gambar 2.3. Kerangka Konsep F. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas (independent variabel), yaitu kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di RSUD kota Semarang.
22
sendiri, peningkatan kewaspadaan terhadap hal-hal yang sama yang dapat mengancam, serta fokus pada masalah yang akan datang, dan gerakan tidak tenang. Sementara pada kecemasan sedang merupakan perkembang dari kecemasan ringan. Pada karakteristik seseorang akan terlihat lebih berfokus pada lingkungan, konsentrasi hanya pada tugas individu, dan jumlah waktu yang digunakan dalam mengatasi masalah bertambah. Selain itu, terjadi takipneu, takikardi, serta peningkatan ketegangan otot karena tindakan fisik yang berlebihan (Tucker, 1998). Tanda dan gejala pada kecemasan berat merupakan lanjutan dari kecemasan sedang. Biasanya seseorang akan mengalami perasaan terancam, terjadi perubahan pernafasan, perubaha gastrointestinal, dan perubahan kardiovaskuler. Selain itu, seseorang yang mengalami kecemasn berat akan kehilangan kemampuan untuk konsentrasi karena sudah tidak bisa fokus pada masalah, kesulitan dalam mengungkapkan kata atau gugup, dan perasaan terisolasi yang cenderung menyebabkan bermusuhan (Stuart & Sundeen, 2002). Sementara itu, tanda dan gejala klinis dari kategori panik menurut Townsend (1998), merupakan gambaran dari kecemasan tingkat berat sekali dengan tanda hiperaktifitas atau imobilitas berat, kehilangan identitas dan desintegritas kepribadian, serta penilaian yang tidak realistis terhadap lingkungan atau ancaman bahkan bisa menimbulkan perilaku membahayakan orang lain. Menurut Hawari (2001), gejala klinis cemas juga sering ditemukan pada orang yang mengalami gangguan kecemasan, biasanya adalah perasan cemas, kekhawatiran, mudah tersinggung. Selain pada seseorang yang mengalami gangguan kecemasan, dalam kesehariannya terlihat tidak tenang, konsentrasi menurun bahkan adanya perubahan pola tingkah laku terhadap kecemasan akan menyebabkan gangguan pola tidur. Keluhankeluhan somatik lain, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang akibat
21
4. Rentang Respon Kecemasan Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisaikan dalam rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai maladative. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan deskruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami terhadap perubahan-perubahan terutama tentang perubahan terhadap perasan tidak nyaman dan befokus pada kelangsungan hidup.
Sedangkan
reaksi
deskruktif
adalah
reaksi
yang
dapat
menimbulkan tingkah laku maladaptive serta difungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik (Suliswati, 2005). Rentang respon kecemasan dapat dilihat pada gambar 2.1. Rentang Respon Kecemasan Respon adaptif
Antisipasi
Repon maladaptive
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan Sumber : Stuart, G.W dan Sundeen, S. J. (2002). 5. Tanda dan Gejala Klinis Kecemasan Pada seseorang tanda dan gejala kecemasan dapat ditemukan dalam batasan karakteristik yang berbeda (Tucker, 1998). Pada kecemasan ringan biasanya ditandai dengan perasaan agak tidak nyaman, gelisah, insomnia ringan akibat perubahan pola perilaku, perubahan nafsu makan ringan. Pada tahap ini, seseorang akan mencari perhatian karena merasa
20
3) Memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu, hampir tidak mampu untuk memahami situasi ini. 4) Berfungsi secara buruk, komunikasi sulit dipahami. 5) Hiperventilasi, takhikardi, sakit kepala, pusing, mual. d. Tingkat panik Pada tingkat ini persepsi individu terganggu, sangat kacau, hilang kontrol, tidak dapat berpikir secara sistematis dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun telah diberi pengarahan. Tingkat ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Seseorang dengan panik akan dapat dijumpai adanya : 1) Persepsi yang menyimpang, fokus pada hal yang tidak jelas. 2) Belajar tidak dapat terjadi. 3) Tidak mampu untuk mengikuti, dapat berfokus hanya pada hal saat ini, tidak mampu melihat atau memahami situasi, hilang kemampuan mengingat. 4) Tidak mampu berpikir, biasanya aktifitas motorik meningkat atau respon yang tidak dapat diperkirakan bahkan pada stimuli minor, komunikasi yang tidak dapat dipahami. 5) Muntah perasaan mau pingsan.
19
terarah. Orang dengan kecemasan sedang biasanya menunjukkan keadaan seperti : 1) Persepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian. 2) Sedikit lebih sulit untuk konsentrasi, belajar menuntut upaya lebih. 3) Memandang pengalaman ini dengan masa lalu. 4) Dapat gagal untuk mengenali sesuatu apa yang terjadi pada situasi, akan mengalami beberapa kesulitan dalam beradaptasi dan menganalisa. 5) Perubahan suara atau ketinggian suara. 6) Peningkatan frekuensi pernafasan dari jantung. 7) Tremor, gemetar c. Kecemasan Berat Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi. Individu cenderung memikirkan pada hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Idividu tidak mampu berpikiran berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan. Hal-hal di bawah ini sering dijumpai pada seorang dengan kecemasan berat, yaitu : 1) Persespsi sangat berkurang/berfokus pada hal-hal detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih bahkan ketika diinstruksikan
untuk
melakukannya. 2) Belajar sangat terganggu, sangat mudah mengalihkan perhatian, tidak mampu untuk memahami situasi saat ini.
18
3. Tingkat Kecemasan Menurut Carpenito (2001) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu, yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, serta panik. a. Kecemasan Ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati serta waspada. Individu akan terdorong untuk belajar
yang akan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Kecemasan ringan diperlukan orang agar dapat mengatasi suatu kejadian. Seseorang dengan kecemasan ringan dapat dijumpai berdasarkan hal-hal sebagai berikut : 1) Persepsi dan perhatian meningkat, waspada 2) Mampu mengatasi situasi bermasalah 3) Dapat mengatakan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa mendatang, menggunakan belajar, dapat memvalidasi secara konsensual, merumuskan makna 4) Ingin tahu, mengulang pertanyaan 5) Kecenderungan untuk tidur b. Kecemasan Sedang Memungkinkan seseorang untuk memuaskan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehinga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
17
dihubungkan dengan situasi-situasi tertentu melalui proses belajar. Para pengikut pandangan tradisional ini dari teori belajar menganggap bahwa kecemasan berkembang melalui belajar berasosiasi. Sehingga stimulus yang ada awalnya netral menjadi sesuatu yang mencemaskan karena cenderung terkondisi yang didasarkan pada hubungan dengan stimulus yang tidak menyenangkan atau aversive stimulus. d. Teori kepribadian Kecemasan merupakan dimensi dasar kepribadian dan kecemasan dapat dilihat sebagai campuran antara intraversi dan neurotisme. Adapun stressor pencetus kecemasan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu : 1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari. 2) Ancaman terhadap system diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi social yang terintegritas dalam diri seseorang Menurut Freud (dalam Siswati, 2000) faktor yang mempengaruhi kecemasan berasal dari sumber eksternal dan internal, seperti : ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari. Ancaman terhadap system diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan integritas fungsi sosial.
16
2. Teori Predisposisi Kecemasan Menurut Freud (dalam Siswati (2000) terjadinya kecemasan pada individu dapat diterangkan melalui teori-teori : a. Teori psikomotorik Menurut teori ini. Freud, menyatakan kecemasan terbagi dalam 4 kategori yaitu : superego anxiety, castration anxiety, separation anxiety dan id or impulse anxiety. Selanjutnya oleh Freud dikatakan pula kecemasan adalah hasil konflik yang tidak disadari antara impuls id (terutama impuls agresif dan seksual) yang melawan ego atau superego. Banyak impuls id memberikan ancaman pada individu karena berlawanan dengan nilainilai yang dianut oleh individu atau nilai-nilai moral dalam masyarakat. b. Teori Kognitif. Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena adanya penyimpanan cara berfikir (distorsi kognitif) pada
seseorang.
Individu
akan
mengalami
gangguan
atau
penyimpanan dalam menafsirkan situasi-situasi yang dihadapinya, sehingga kecemasan ini lebih dipengaruhi oleh proses berfikir individu bukan oleh situasinya. c. Teori Belajar Kecemasan menurut pandangan teori belajar terjadi bukan terpusat pada konflik interval tetapi cara-cara ketika kecemasan
15
negative dan keterangsangan fisiologis menurut Nietzel, dkk (dalam Siswati, 2000). Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundden, 2002). Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang tercampur aduk yang terjadi tatkala orang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin atau konflik. Ada segi yang disadari dari kecemasan selain juga dari segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu (Jatman, 2001) Menurut Ibrahim (2002), kecemasan adalah pengalaman emosi yang berlangsung sangat singkat dan merupakan respon yang wajar, pada saat individu menghadapi tekanan atau peristiwa yang mengancam kehidupannya. Sementara itu menurut Hawari (2001), kecemasan adalah ketegangan rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena terjadinya sesuatu yang tidak menyenangkan. Berdasarkan
pengertian-pengertian
tersebut,
maka
dapat
disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu reaksi emosi yang menggambarkan keadaan kekhawatiran, tidak nyaman, takut, dam merasa terancam kehidupannya.
14
kelompok diri sendiri yang dilakukan dengan penelitian yang lebih realistis dan efektif. Hal ini dapat meningkatkan ketrampilan koping individu sehingga mampu menggunakan koping adaptif. 4. Status Sosial Ekonomi Individu yang mempunyai status sosial ekonomi rendah lebih sering mendapat akibat negatif dari stress sehingga mereka akrab dengan kriminalitas, sakit mental, dan minum yang mengandung alkohol. Hal ini terjadai karena kontrol atas hidupnya tidak begitu kuat, mereka biasanya kurang pendidikan sehingga mereka kurang mampu untuk menyelesaikan masalah – masalah yang berkaitan dengan proses perawatan di rumah sakit secara tepat. 5. Dukungan Sosial Dengan adanya dukungan sosial atau pemberian bantuan kepada orang tua pasien dari keluarga, teman dan masyarakat dapat menimbulkan perasaan diperhatikan, disenangi dan dihargai sehingga dapat merubah mekanisme koping individu. Bentuk dukungan sosial antara lain: dukungan emosional, dukungan instrumen (finansial), dukungan informasi, dukungan penilaian berupa komunikasi yang relevan untuk evaluasi diri.
C. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Berasal dari kata anxiety yang berarti kecemasan, adalah suatu kata yang dipergunakan oleh Freud untuk menggambarkan suatu efek
13
B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Koping Orang Tua Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping individu antara lain (Handayani, 2000): 1. Umur Dalam penelitian Suprapto (2002) tentang koping pada kecemasan, dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa umur usia muda lebih mudah mengalami peningkatan stres dibandingkan dengan umur usia dewasa. Lazarus (dalam Suprapto, 2002) mengatakan bahwa struktur psikologis individu yang komplek dan sumber koping yang berubah sesuai dengan tingkat usianya akan menghasilkan reaksi
yang
berbeda dalam
menghadapi situasi yang menekan. 2. Jenis Kelamin Pria dan wanita mempunyai koping yang berbeda dalam menghadapi masalah. Perilaku koping wanita biasanya lebih ditekankan pada usaha untuk mencari dukungan sosial dan lebih menekankan pada relegius, sedangkan pria lebih menekankan pada tindakan langsung untuk menyelesaikan pokok permasalahan. 3. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan proses hasil belajar yang berlangsung di suatu lembaga pendidikan atau instusi dengan berbagai jenjang. Individu yang mempunyai pendidikan tinggi akan tinggi pula perkembangan kognitifnya yaitu
dengan
adanya
pengalaman
–
pengalaman
bersama
dan
pengembangan cara – cara pemikiran baru mengenai masalah umur atau
12
e). Intelektualisasi (Intelectualization) Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya. f). Rasionalisasi Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk menghalalkan / membenarkan impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima. g). Sublimasi Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal. h). Supresi Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang didasari atau pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang berikutnya. i). Represi Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau ingatan yang meyakitkan atau bertentangan, dari kesadaran seseorang; merupakan pertahan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme lain.
11
c).
Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah tujuan atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.
2. Mekanisme pertahanan diri, yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Adapun mekanisme pertahanan diri adalah sebagai berikut (Mustikasari, 2006): a). Penyangkalan (denial) Menyatakan
ketidak
setujuan
terhadap
realitas
dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitive. b). Pemindahan (displecement) Pengalihan emosi yang semula ditunjukkan pada seseorang
/
benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya. c). Disosiasi Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitas. d). Identifikasi (Identification) Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan mengambil / menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
10
4). Mencari
dukungan
pertolongan,
sosial,
informasi,
adalah
dukungan
mencari
moral,
nasehat,
empati,
dan
pengertian. Sedangkan koping yang memfokuskan pada emosi, yaitu berupa : a). Mengingkari, adalah suatu tindakan atau pengingkaran terhadap suatu masalah. b). Penerimaan diri, adalah suatu situasi yang penuh dengan tekanan sehingga keadaan ini memaksanya untuk mengatasi masalah tersebut. c). Religius, adalah sikap individu untuk
menenangkan dan
menyelesaikan masalah – masalah secara keagamaan. 3. Aspek-aspek Koping Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek psikososial (Keliat, 1999) yaitu : 1. Reaksi Orientasi Tugas Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntunan dan situasi stres secara realistis, dapat berupa konstruktif atau destruktif. Misal : a). Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan. b).
Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumbersumber ancaman baik secara fisik atau psikologis.
9
masalah yang timbul dan berusaha untuk mengatasi agar tidak menimbulkan efek yang buruk dan stres berkepanjangan. Koping berfokus pada masalah misalnya : dengan mengatasi masalah – masalah interpersonal dengan menggunakan berbagai gaya komunikasi dan interaksi yang berbeda untuk merubah aspek ancaman dari lingkungan, mengubah persepsi (penilaian-penilaian) dari ancaman berdasarkan konsekuensi individu. Koping dibagi menjadi dua bagian, yaitu memfokuskan pada pemecahan masalah dan memfokuskan pada emosi. Jenis – jenis koping yang memfokuskan pada masalah berupa : 1).
Keaktifan
diri,
adalah
suatu
tindakan
yang
mencoba
menghilangkan atau mengelabuhi penyebab stres atau untuk memperbaiki akibat
yang
ditimbulkan,
dengan kata
lain
bertambahnya usaha seseorang untuk melakukan koping, antara lain dengan bertindak langsung. 2). Perencanaan, adalah memikirkan tentang bagaimana mengatasi penyebab stres, contohnya dengan membuat strategi untuk bertindak, memikirkan tentang langkah apa yang perlu diambil dalam menangani suatu masalah. 3). Control diri, adalah individu membatsi keterlibatannya dalam aktivitas kompetensi atau persaingan dan tidak bertindak terburu – buru, menunggu sehingga layak untuk melakukan suatu tindakan dengan mencari alternative lain.
8
a. Emotional Focus Coping atau koping berfokus pada emosi Koping berfokus pada emosi digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan menilai perilaku individu bagaimana meniadakan fakta – fakta yang tidak menyenangkan dengan mekanisme kognitif bila individu tidak mampu mengubah kondisi stres, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya. Jenis koping ini terjadi ketika seseorang merasa bahwa hal yang menekannya (stressor) dapat dengan mudah untuk ditekan atau ditahannya. Emotion focused coping berorientasi hanya pada meredakan ketegangan dan emosi. Mekanisme koping berfokus pada emosi misalnya : mengingkari masalah terus – menerus, kegiatan yang menyenangkan dapat membuat individu merasa lebih baik dalam waktu pendek yang dapat menjadi suatu ancaman terhadap kesehatan (makan berlebihan, minum kopi atau alkohol yang berlebihan, merokok). b. Problem Focus Coping Koping yang berfokus pada masalah digunakan untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini, bila yakin akan dapat merubah situasi. Metode ini lebih sering digunakan mereka yang sudah matang psikologisnya (dewasa). Pada saat individu menghadapi masalah akan selalu bereaksi baik yaitu dengan cara menghadapi masalah serta berusaha memecahkannya. Jadi individu langsung menghadapi
7
2. Penggolongan Mekanisme / jenis Koping Mneurut
Stuart
dan Sundeen
(2002),
mekanisme
koping
berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : a. Mekanisme koping adaptif Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Cirinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif. b. Mekanisme koping maladaptive Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Cirinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar. Beberapa koping yang tidak efektif antara lain : 1) Menyatakan tidak mampu 2) Tidak mampu menyelesaikan masalah secara efektif 3) Perasaan cemas, takut, marah, tegang, gangguan psikologis, dan adanya stres kehidupan 4) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, perilaku merusak. Sarafino (dalam Smet 1994) menyatakan bahwa dalam menghadapi stressor ada dua jenis koping yang digunakan, yaitu :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Koping 1. Pengertian Koping Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam. Upaya individu dapat berupa perubahan cara berfikir (kognitif), perubahan perilaku atau perubahan lingkungan yang bertujuan untuk meyelesaikan stres yang dihadapi. Koping yang efektif akan menghasilkan adaptasi. Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala) dan pertanyaan klien dalam wawancara (Keliat, 1999). Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan respons terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu (Nurhaeni, 1998) Berdasarkan definisi di atas maka yang dimaksud koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.