2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Morfologi Tumbuhan Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) Buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) adalah salah satu tumbuhan mangrove yang biasanya dikenal sebagai bakau daun besar. B. gymnorrhiza tersebar di daerah tropis Afrika Selatan dan Timur dan Madagaskar, ke Asia Tenggara dan Selatan (termasuk Indonesia dan negara di kawasan Malesia), sampai timurlaut Australia, Mikronesia, Polinesia and kepulauan Ryukyu (Duke dan Allen 2006). Morfologi buah lindur disajikan pada Gambar 1. Berikut ini adalah klasifikasi buah lindur menurut Duke dan Allen (2006): Kingdom
:
Plantae
Divisi
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Magnoliopsida
Ordo
:
Myrtales
Family
:
Rhizophoraceae
Genus
: :
Bruguiera
Species
Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.
Gambar 1 Buah lindur (B. gymnorrhiza) (Duke dan Allen 2006). Buah lindur memiliki pohon yang kadang-kadang mencapai ketinggian 30-35 m dengan lebar batang 15-35 cm. Batang dari tumbuhan ini umumnya berwarna abu-abu sampai hitam, memiliki lentisel yang besar dengan percabangan simpodial. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar dengan warna abu-abu tua sampai coklat. Tumbuhan lindur memiliki daun yang umumnya berwarna hijau tua dan berbentuk elips. Daun memiliki panjang 8-22 cm dan lebar 5-8 cm. Ujung daun meruncing, berwarna hijau pada bagian atas dan
4
hijau kekuningan pada bagian bawah dengan bercak-bercak hitam. Letak daun biasanya saling berhadapan dengan posisi menyilang. Akar membentuk akar papan dan melebar ke samping tetapi juga memiliki sejumlah akar lutut. Tumbuhan lindur juga memiliki bunga dan buah, bunga terletak di ujung buah dengan kelopak berwarna merah muda hingga merah serta panjang bunga 1,5-3,5 cm. Buah lindur berwarna hijau dengan kelopak bunga di ujung buah (berwarna merah), buah berbentuk silinder memanjang 15-25 cm dengan diameter 2 cm. Gambar 2 menunjukkan daun (a), bunga (b) dan buah (c).
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Daun, bunga dan buah lindur (B. gymnorrhiza) (Duke dan Allen 2006). 2.2 Biskuit Biskuit adalah produk bakeri kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa substitusinya, minyak/lemak, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2011). Charley (1982) menyatakan bahwa biskuit yang bermutu baik adalah biskuit yang memiliki kulit berwarna cokelat keemasan dengan tanpa adanya noda-noda coklat, bentuknya simetris serta bagian atasnya rata dan halus. Biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit keras, cracker, cookies, dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan memiliki tekstur padat. Cracker adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki tekstur yang berlapis-lapis. Jenis yang ketiga adalah cookies merupakan jenis biskuit yang terbuat dari adonan lunak. Wafer adalah biskuit dari adonan dengan sifat yang sangat renyah dan memiliki tekstur yang berongga (BSN 1992).
5
Produk biskuit perlu diusahakan berkualitas dan memenuhi standar yang berlaku. Persyaratan mutu biskuit menurut Badan Standardisai Nasional (BSN) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Syarat mutu biskuit Kriteria Uji (Parameter)
Syarat Mutu
Kadar air
Maksimum 5 % *)
Kadar protein
Minimum
9 % **)
Kadar lemak
Minimum
9,5 % **)
Kadar karbohidrat
Minimum
70 % **)
Kadar abu
Maksimum 1,6 % **)
Kalori (kal/100 gram)
Minimum
Asam lemak bebas
Maksimum 1,0 *)
Angka Lempeng Total
Maksimum 1 x 104 koloni/g *)
Koliform
20 APM/g *)
400 **)
Sumber : *) BSN (2011) **) BSN (1992)
2.3 Tepung Terigu Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan biskuit. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan dasar untuk membentuk tekstur adonan selama proses pencampuran, mengikat bahan-bahan lain dan memberikan citarasa (Matz dan Matz 1978). Tepung terigu dapat dibedakan menjadi 3 macam berdasarkan kandungan gluten (protein) (Astawan 1999) sebagai berikut : 1) Hard flour merupakan tepung yang berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13 %. Tepung ini digunakan untuk pembuatan roti dan mi berkualitas tinggi. Contohnya adalah tepung terigu “Cakra Kembar”. 2) Medium hard flour merupakan tepung yang mengandung protein 9,5-11 %. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mi dan macam-macam kue serta biskuit. Contohnya adalah tepung terigu “Segitiga biru”. 3) Soft flour merupakan tepung terigu yang mengandung protein sebesar 7-8,5 %. Penggunaanya cocok sebagai pembuatan kue dan biskuit. Contohnya tepung terigu “Kunci Biru”.
6
2.4 Bahan Penunjang untuk Pembuatan Biskuit Bahan penunjang dalam pembuatan biskuit merupakan bahan-bahan yang memiliki fungsi untuk menciptakan citarasa dan flavor, pengemulsi, memberikan warna, menstabilkan adonan, meningkatkan kerenyahan, dan meningkatkan kandungan gizi biskuit. Bahan penunjang yang digunakan dalam pembuatan biskuit antara lain, telur, gula, lemak, bahan pengembang, karagenan, garam, vanili, dan air. 2.4.1 Telur Penggunaan telur dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pengemulsi yang dapat mempertahankan kestabilan adonan, meningkatkan dan menguatkan flavor, warna dan kelembutan (Matz dan Matz 1978). Albumin telur berfungsi membantu pembentukan struktur adonan selama pemanggangan biskuit, karena dapat memerangkap udara saat adonan dikocok sehingga udara dapat menyebar merata di seluruh adonan, selain itu telur dapat meningkatkan kerenyahan (crispy) biskuit (Whiteley 1971). Gelatin dan albumin (putih telur) adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks lesitin-protein. Lesitin adalah fosfolipida yang salah satu gugus hidroksil residu asam fosfatnya terikat kolina. Lesitin mempunyai bagian yang larut dalam minyak dan bagian yang bersifat larut dalam air, oleh karena itu lesitin dapat digunakan sebagai emulsifier (Winarno 2008). 2.4.2 Gula Gula berfungsi sebagai pemberi rasa manis biskuit dan pelunakan gluten. Gula juga berperan membentuk flavor dan warna coklat biskuit lewat reaksi pencoklatan nonenzimatis selama proses pemanggangan, memperbaiki tekstur dan mempengaruhi pengembangan biskuit (Matz dan Matz 1978). Gula yang digunakan bisa dalam bentuk gula pasir, gula pasir halus, atau tepung gula. Besarnya partikel gula dalam adonan akan mempengaruhi penyebaran biskuit. Gula pasir halus memiliki sifat pengkriman yang lebih baik dibandingkan tepung gula. Jenis pemanis lain yang dapat digunakan selain sukrosa adalah brown sugar, invert syrup, laktosa, dan madu (Matz 1978).
7
Gula juga berperan dalam memperpanjang masa simpan biskuit, karena sifatnya yang higroskopis (menahan air). Waktu pemanggangan diusahakan tidak terlalu lama, karena gula dapat menyebabkan karamelisasi yang berlebihan, sehingga penampakan biskuit akan menjadi hangus (Daniel 1978). 2.4.3 Lemak Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Lemak memberikan fungsi sebagai pemberi flavor di dalam adonan. Lemak akan mengelilingi tepung terigu selama pengadukan adonan sehingga jaringan gluten di dalamnya akan diputus dan karakteristik biskuit setelah pemanggangan menjadi tidak keras dan lebih cepat meleleh di mulut (Manley 1983). Jenis lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers) biasa disebut dengan shortening. Shortening merupakan lemak padat yang memiliki sifat plastis, kestabilan tertentu dan pada umumnya berwarna putih dari proses hidrogenasi/pencampuran dua atau lebih lemak. Jumlah dan jenis shortening dalam formula berpengaruh terhadap adonan dan kualitas akhir produk. Shortening bisa berasal
dari lemak hewani (mentega) maupun lemak nabati
(margarin). Shortening yang biasanya digunakan dalam pembuatan biskuit adalah mentega. Rendahnya titik cair pada mentega menyebabkan produk menjadi berminyak. Penambahan margarin berfungsi untuk mengurangi efek berminyak yang dihasilkan mentega (Matz 1978). 2.4.4 Susu Muchtadi dan Sugiyono (1989) menyatakan bahwa susu adalah suatu emulsi lemak dan air yang mengandung garam-garam mineral, gula, dan protein. Salah satu keuntungan penambahan susu di dalam mixed food berfungsi sebagai penguat protein dan lemak, juga mengandung karbohidrat, vitamin (terutama vitamin A dan niasin) serta mineral (kalsium dan fosfor). Penggunaan susu untuk pembuatan biskuit berperan sebagai bahan pengisi untuk mengikat kandungan gizi yang dihasilkan (Buckle et al. 1987). Penggunaan susu bubuk lebih baik dari pada susu cair pada pembuatan kue kering. Susu dapat memperbaiki warna, aroma dan menahan penyerapan air, selain sebagai bahan pengisi untuk meningkatkan nilai gizi biskuit yang dihasilkan (Anonim 1981)
8
2.4.5 Bahan pengembang Bahan pengembang adalah senyawa kimia yang apabila terurai akan menghasilkan gas dalam adonan (Winarno 2008). Bahan pengembang yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah baking powder dan ammonium bikarbonat. Fungsi baking powder dalam adonan yaitu untuk melepaskan gas hingga jenuh dan gas CO2 lalu dengan teratur dilepaskan selama pemanggangan agar
adonan
mengembang
sempurna,
menjaga
penyusutan
dan
untuk
menyeragamkan remah (Anonim 1981). Baking powder umum dipakai sebagai bahan pengembang pembuatan biskuit. Baking powder dibuat dari campuran asam (asam tartarat dan garamgaram fosfat) dengan natrium bikarbonat (NaHCO3) (Matz 1978),. 2.4.6 Karagenan Karagenan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang diekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhidrogalaktosa. Karagenan kompleks bersifat larut dalam air, berantai linier dan sulfat galaktan. Senyawa ini terdiri atas sejumlah unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa yang berikatan dengan gugus sulfat atau tidak dengan ikatan α 1,3-D-galaktosa dan β 1,4-3,6-anhidrogalaktosa. Karagenan dapat dibedakan dalam beberapa tipe berdasarkan subtitiuen sulfatnya pada setiap monomer, yaitu kappa, iota, lamda, mu, nu, dan xi karagenan (Diharmi et al. 2011). Jenis iota dan kappa terbentuk secara alami oleh aktivitas enzim sulfohidrolase, dan saat ini iota dan kappa-karagenan diproduksi secara komersial menggunakan perlakuan alkali atau ekstraksi dengan alkali. Kappa-karagenan dihasilkan dari rumput laut tropis Kappaphycus alvarezii dalam dunia perdagangan dikenal sebagai Eucheuma cottonii. Eucheuma denticulatum (dengan nama dagang Eucheuma spinosum) adalah spesies utama menghasilkan iotakaragenan. Karagenan lamda diproduksi dari spesies Gigartina dan Condrus (Van de Velde et al. 2002). Karagenan memiliki kemampuan untuk membentuk gel secara thermoreversible atau larutan kental jika ditambahkan ke dalam larutan garam sehingga
9
banyak dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, pengental, dan bahan penstabil di berbagai industri antara lain pangan, farmasi, kosmetik, percetakan, dan tekstil (Campo et al. 2009) 2.4.7 Garam dan vanili Garam yang ditambahkan ke dalam adonan umumnya sebanyak 1% sampai 2,5% dari berat tepung terigu. Penambahan garam selain untuk menguatkan flavor juga mempengaruhi sifat adonan dan secara tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi warna kulit bagian luar dan tingkat keremahan biskuit (Matz 1993). Vanilla planifolia atau vanili adalah tanaman penghasil bubuk vanili yang dapat dijadikan pengharum makanan. Bubuk vanili dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong yang diekstrak dan dilakukan proses kuring. Aktivitas enzim (β-glukosidase) menyebabkan degradasi dinding sel serta pembentukan flavor vanilin dari glukovanilin selama proses kuring (Mintarti 2006). 2.4.8 Air Air dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai bahan pembantu dalam pembuatan gluten, sehingga membentuk sifat kenyal dari gluten, disamping untuk melarutkan gluten, garam serta bahan-bahan lain
agar bisa bercampur.
Penambahan jumlah air yang terlalu banyak dapat menyebabkan adonan menjadi keras, sedangkan jika air yang ditambahkan sedikit maka, warna produk akan menjadi kecoklatan, bau agak gosong dan tekstur mudah hancur (Matz dan Matz 1978). Air berperan mengontrol suhu adonan dan mengatur pemanasan atau pendinginan adonan. Air juga berfungsi untuk menahan dan menyebarkan bahanbahan bukan tepung secara seragam, membasahi dan mengembangkan pati, serta membantuk kegiatan enzim (Artama 2001).