1. Tujuan Penlitian (Objective of the paper) Penulis menyebutkan bahwa tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk melakukan review terhadap hubungan antara pasar modal dan laporan keuangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei literature berbasis kerangka pengetahuan ekonomi (economic-based framework). Penulis mengawali review atas penelitian pasar modal dengan melakukan diskusi terkait dengan permintaan-penawaran yang mempengaruhi penelitian tentang pasar modal. 2. Permintaan penelitian pasar modal dalam akuntansi (Demand for capital market research in accounting) Banyak penelitian yang membahas mengenai hubungan antara informasi laporan keuangan dengan pasar modal pada jurnal-jurnal bergengsi. Tingginya volume penelitian tentang pasar modal tersebut merupakan sebuah indikasi permintaan (demand) penelitian pasar modal dalam akuntansi. Setidaknya ada empat sumber permintaan yang berkaitan dengan peran informasi akuntansi di pasar modal yang diantaranya adalah: -
Analisis fundamental dan penilaian (Fundamental analysis and
-
valuation) Pengujian pasar efisien (test of capital market efficiency) Peran akuntansi dalam kontrak-kontrak dan dalam proses politik
-
(accounting role in contracts and political process) Peraturan pengungkapan (disclosure regulation)
2.1 Analisis Fundamental dan penilaian (fundamental analysis and valuation) Fokus utama dan yang paling penting dalam analisis fundamental berkaitan dengan penilaian mispriced securities. Topik penelitian tersebut telah popular sejak Graham dan Dodd melakukan publikasi atas penelitiannya tentang
analisis surat berharga (securities analysis) pada tahun 1934. Analisis fundamental sendiri melibatkan penggunaan informasi saat ini dan masa lalu yang ada dalam laporan keuangan bersamaan dengan penggunaan data yang berkaitan dengan informasi industri dan makroekonomi untuk mengetahui nilai intrinsik sebuah perusahaan. Penelitian pasar modal yang membahas analisis fundamental (fundamental analysis) ini menjadi popular karena hasil penelitiannya menunjukan bahwa terdapat bukti-bukti yang ternyata berlawanan dengan hipotesis pasar efisien. Penelitian yang direview oleh peneliti dalam hubungannya dengan analisis fundamental diantaranya adalah: -
Fama dan Miller (1972 bab 2) Beaver et al (1980) Christie (1987) Kormendi dan Lipe (1987) Kothari dan Zimmerman (1995) Ohlson (1995) Feltham dan Ohlson (1995)
Selanjutnya peneliti juga melakukan review terhadap model penilaian yang ada dalam penelitian: -
Dechow et al (1999) Frankel and Lee (1998)
Terakhir penulis akan mendiskusikan mengenai aplikasi empiris dari analisis fundamental untuk melakukan meramalkan (forcast) besarnya laba (earnings) dan imbal hasil saham di masa depan (future stock return) yang ada dalam penelitian: -
Ou dan Penman (1989a,b) Stober (1992) Lev dan Thiagarajan (1993) Abarbanell dan Bushee (1997, 1998) Piotroski (2000)
2.2. Pengujian Efisiensi Pasar (A Test of Market Eficiency) Fama (1970, 1991) mendefinisikan pasar efisien (efficient market) sebagai sebuah
keadaan
dimana
harga-harga
saham
(securities
price)
dapat
merefleksikan semua informasi yang tersedia di pasar. Hal yang menjadi perhatian oleh para investor, manajer perusahaan, dan badan penyusun standar adalah apakah pasar memang benar-benar efisien (market are informationally efficient). Ketertarikan tersebut ditambah dengan fakta bahwa harga saham juga menentukan alokasi kekayaan diantara perusahaan-perusahaan (firms) dan individu-individu yang ada dalam pasar modal. Efisiensi pasar modal mempunyai implikasi penting bagi profesi akuntansi. Hal ini misalnya saja ketika perusahaan mengubah metode akuntansi tanpa adanya pengaruh arus kas secara langsung, pengaruh pensinyalan (signaling effect) atau konsekuensi
dari
perubahan
metode
akuntansi
tersebut
tidak
akan
mempengaruhi harga saham dalam pasar efisien. Pemilihan pengungkapan yang dilakukan pada catatan kaki dibandingkan dengan pengakuan dalam dalam laporan keuangan misalnya untuk masalah akuntansi untuk ESO efeknya akan jelas terlihat pada harga saham di pasar yang efisien dibandingkan perubahan metode akuntansi tersebut diatas. Literatur akuntansi (accounting literature) memberikan dugaan (inferences) tentang efisiensi pasar yang dihasilkan dari dua tipe pengujian yaitu: -
Short and long horizon event studies Cross sectional test of return predictability or the anomalies literature
Penelitian yang berkaitan dengan event studies diantaranya adalah: -
Ball dan Brown (1968) Foster et al. (1984) Bernard dan Thomas (1989), (1990) Ball dan Bartov (1996) Kraft (1999)
Sementara itu penelitian yang membahas mengenai pengaruh metode akuntansi diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh: -
Ball (1972) Kaplan dan Roll (1972) Dharan dan Lev (1993) Hand (1990) Ball dan Kothari (1991)
Penelitian lain yang membahas mengenai accrual management dan yang berkaitan dengan pengaruh optimism peramalan analis serta penelitian tentang imbal hasil jangka panjang terhadap IPO dan seasoned equity dilakukan oleh: -
Teoh et al (1998a) Dechow et al (1999) Kothari et al (1999b)
Sedangkan untuk prediktabilitas cross sectional atau penelitian yang berkaitan dengan anomali (anomalies literature) dimana penelitian tersebut melakukan pengujian mengenai apakah imbal hasil cross section (cros section return) yang ada dalam portofolio saham dibentuk secara periodik dengan menggunakan aturan perdagangan spesifik konsisten dengan model imbal hasil harapan (expected return model) seperti CAPM. Aturan prdagangan yang digunakan baik itu berupa indikator univariat seperti earning yields atau indikator multivariate dalam analisis fundamental seperti rasio-rasio akuntansi. Contoh penelitian yang menggunakan indikator univariat misalnya adalah penelitian tentang (miss) pricing of earnings and cashflow yields seperti yang dilakukan oleh: -
Basu (1977, 1973) Lakonishok et al (1994)
Sedangkan penelitian tentang akrual akuntansi (accounting accrual) misalnya: -
Sloan (1996) Xie (1997)
-
Collin dan Hribar (2000)
Penelitian tentang peramalan analis (analyst forecast) diantaranya adalah: -
LaPorta (1996) Dechow dan Sloan (1997)
Penelitian yang menggunakan indikator multivariate seperti yang disebutkan diatas diantaranya adalah: -
Ou dan Penman (1989) Greig (1992) Holthousen dan Larcker (1992) Abarbanell dan Bushee (1997) dan (1998)
Serta penelitian tentang strategi nilai fundamental (fundamental value strategies) diantaranya adalah: -
Frankel dan Lee (1998)
2.3 Peran akuntansi dalam kontrak-kontrak dan dalam proses politik (role of accounting in contracts and in the political process) Teori akuntansi positif (Watts dan Zimmerman 1986) memprediksi bahwa penggunaan angka-angka akuntansi yang digunakan untuk menentukan kompensasi, kontrak hutang dan dalam proses politik mempengaruhi pemilihan kebijakan akuntansi yang diambil oleh perusahaan. Banyak literatur akuntansi melakukan pengujian terhadap prediksi yang ada dalam teori akuntansi positif tersebut. Misalnya saja penelitian mengenai pengujian konsekuensi ekonomi dari akuntansi seperti penelitian tentang pengaruh reaksi harga saham terhadap adanya standar akuntansi yang baru. Penulis melakukan review atas penelitian akuntansi positif seperti yang dilakukan oleh Komerdi dan Lipe (1987), Easton
dan Zmijewski (1989), Collin dan Kothari (1989) yang meneliti tentang earning response coefficient. Selain itu peneliti juga melakukan review terhadap penelitian yang membahas tentang properties of time series management and analyst forecast earnings yang dilakukan oleh Ball dan Watts (1972), Foster (1977), Brown dan Rozeff (1978), Patell (1976), Penman (1980), Waymire (1984) dan penelitian yang mebahas mengenai statistical inferences seperti yang dilakukan oleh Collin dan Dent (1984), Bernard (1987) dan penelitian tentang model kebijakan akrual (discretionary accrual models) seperti Healy (1985), Jones (1991), Dechow et al (1995), Guay et al (1996). 2.4 Regulasi Pengungkapan (Disclosure regulation) Di Amerika (US), FASB merupakan badan standar yang diberikan kewenangan oleh SEC untuk menyusun standar akuntansi yang mengatur tentang pengungkapan informasi keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaanperusahaan publik. Penelitian tentang pasar modal bisa membantu untuk memastikan apakah tujuan FASB bisa terakomodasi dalam standar akuntansi. Misalnya saja apakah angka yang ada dalam laporan keuangan disajikan berdasarkan standar baru dimana penggunaan standar baru tersebut membawa informasi baru ke pasar modal? Apakah angka-angka yang ada dalam laporan keuangan yang disajikan berdasarkan standar baru tersebut bisa lebih terasosiasi dengan harga sekuritas dan imbal hasil sekuritas?. Sifat dan luas dari penyusunan standar juga ternyata dipengaruhi oleh persepsi pembuat standar (standar setter) mengenai efisiensi pasar. Oleh karena itu, wajar jika badan penyusun standar mempunyai ketertarikan dalam penelitian pasar modal yang berkaitan dengan pengujian efisiensi pasar. Houtsen danWatts (2001) melakukan review dan analisis yang berkaitan dengan isu seputar peraturan pengungkapan. Penulis kemudian melakukan pengulangan dengan melakukan review atas hasil penelitian tersebut secara detail. 3. Penelitian Pasar Modal terdahulu (Early Capital Market Research)
Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968) melakukan penelitian pasar modal seperti yang diketahui sekarang. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai beberapa penelitian yang berkaitan dengan teori akuntansi dan pemikiranpemikiran yang mendasari positive-economic-based empirical capital market research. 3.1 Teori Akuntansi Pada Awal Tahun 1960 (The State of Accounting Theory in the Early 1960s) Sampai dengan pertengahan tahun 1960, teori akuntansi secara umum lebih bersifat normatif. Para pemikir akuntansi (Accounting theorist) lebih banyak memberikan
rekomendasi
kebijakan
akuntansi
yang
didasarkan
pada
pemenuhan tujuan akuntansi. Hendriksen (1965 p. 2) mendefinisikan bahwa teori akuntansi yang paling sesuai adalah teori yang mendukung perkembangan prosedur-prosedur dan teknik yang bisa memenuhi tujuan akuntansi. Dengan demikian, perkembangan teori sebenarnya ditentukan oleh tujuan yang dimiliki oleh peneliti sedangkan evaluasi atas teori yang dikemukakan oleh peneliti didasarkan pada logika dan bersifat deductive reasoning. Karena teori yang dihasilkan bersifat konsisten, dasar untuk memilih salah satu kebijakan akuntansi dibatasi karena adanya pembatasan tujuan akuntansi. Tetapi mengingat individu-individu sebenarnya belum menemukan kesepakatan atas tujuan akuntansi maka tidak ada satu kesepakatan (consensus) mengenai satu set kebijakan akuntansi yang paling sesuai. Hal ini menyebabkan munculnya skeptisme terhadap laba akuntansi yang dilaporkan dalam laporan keuangan. 3.2 Kesesuaian perkembangan yang memfasilitasi penelitian pasar modal dalam akuntansi (Concruent development that facilitated capital market research in accounting) Sementara para pemikir akuntansi (accounting theorist) dan praktisi akuntansi mulai meragukan apakah akuntansi kos historis mampu merefleksikan kondisi
kesehatan perusahaan, bukti ilmiah mengenai hal tersebut tidak ada. Oleh karena itu, perlu adanya bukti empiris untuk meyakinkan apakah angka-angka akuntansi membawa informasi mengenai performa perusahaan. Hal tersebutlah yang menjadi motivasi utama penelitian yang dilakukan oleh Ball and Brown (1968) dan Beaver (1968). Terdapat kurang lebih tiga kesesuaian perkembangan (concruent development) dalam bidang keuangan (finance) dan ekonomi yang mendasari munculnya penelitia pioneer yang digagas oleh Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968) yang diantaranya adalah: -
Teori ekonomi positif Hipotesis pasar efisien dan CAPM Event studies oleh Fama
3.2.1 Ilmu-ilmu Ekonomi Poistif (Positive Economics) Friedman (1953) merupakan salah satu penggagas teori positivis yang paling menonjol. Mengikuti jejak Keynes (1891) yang menyatakan bahwa pengertian positive science sebagai sebuah ilmu pengetahuan sistemasis yang ditujukan untuk menjawab bertanyaan “what is”, Friedman (1953 hal.7) menggambarkan positive science sebagai perkembangan dari sebuah teori atau sebuah hipotesis yang menghasilkan prediksi yang bermakna (meaningful not truistic) tentang fenomena yang sedang diobservasi. Banyak dari penelitian akuntansi setelah penelitian akuntansi yang dilakukan oleh Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968) mengarah pada akuntansi positif dan hal tersebut membawa perubahan dalam peran akuntansi yang bergeser dari arah normatif menjadi positif. Watts dan Zimmerman (1968 hal.2) menyatakan bahwa tujuan dari adanya teori akuntansi adalah untuk dapat menjelaskan dan memprediksi praktik akuntansi. 3.2.2 Hipotesis pasar efisien dan CAPM
Fama (1965) mengenalkan dan kemudian memberikan kontribusi utama berkaitan dengan pengujian hipotesis pasar efisien. Fama (1965 hal 4) menyatakan bahwa dalam pasar efisien dengan kompetisi yang normal diantara para investor rasional yang mempunyai tujuan untuk memaksimalkan keuntungan, jika terdapat informasi baru dalam pasar maka informasi tersebut akan secara instant terefleksi dalam harga sekuritas. Ball dan Brown (1968 hal 160) menyatakan bahwa efisiensi pasar modal menyediakan justifikasi untuk dapat mengamati harga sekuritas yang digunakan untuk melakukan pengujian pengaruh informasi terhadap perilaku harga sekuritas. Tidak seperti pada penelitian-penelitian akuntansi normatif, penelitian akuntansi positif mulai menggunakan data perubahan harga sekuritas sebagai sebuah tujuan (objective) apakah informasi akuntansi dapat memberikan manfaat bagi para investor di pasar modal. Sementara itu, Sharpe (1964) dan Litner (1965) melakukan penelitian tentang Capital Asset Pricing Models (CAPM). CAPM memprediksi bahwa tingkat imbal hasil (rate of return) akan meningkat sejalan dengan maningkatnya risiko arus kas sekuritas. Oleh karena itu, variasi dari imbal hasil sekuritas (rate of return) bergantung pada kovarian risiko dari sebuah sekuritas. CAPM dan hipotesis pasar modal menyediakan estimasi mengenai komponen firm-specific return. 3.2.3 Event study dari Fama et al. (1969) Fama et al (1969) pertama kali mengenalkan mengenai jenis penelitian event study dalam bidang keuangan (financial economics). Event studies merupakan sebuah pengujian gabungan dari efisiensi pasar dan model tingkat imbal hasil harapan (expected rate of retun model) yang digunakan dalam mengestimasi tingkat imbal hasil yang abnormal (abnormal rate of return). Desain penelitian fama memberikan kesempatan bagi para peneliti untuk dapat melakukan
observasi performa harga sekuritas sebelum, selama dan setelah kejadiankejadian ekonomi seperti stock split dsb (Ball dan Brown, 1968; Beaver 1968). 3.2.4 Perkembangan Teori Akuntansi (Positive accounting Theory: Short detour) Penelitian mengenai teori akuntansi pertama kali dicetuskan oleh Jesen dan Meckling (1976) yang mengartikulasi dampak masalah keagenan antara principal yaitu pemegang saham perusahaan (firm shareholders) dan manajemen perusahan (corporate management) dan antara manajemen dengan kreditur dalam pasar modal efisien. Masalah keagenan muncul karena adanya keterbatasan dalam pengamatan kinerja manajemen yang memunculkan adanya biaya kontrak. Pandangan bahwa perusahaan sebenarnya merupakan kumpulan dari kontrak (nexus of contract) menjadikan Watts dan Zimmerman dapat mengembangkan hipotesis seperti pertanyaan mengapa harus ada variasi yang dapat diprediksi mengenai bagaimana perusahaan mempertanggungjelaskan kegiatan ekonomi dan mengapa kebijakan akuntansi akan berpangaruh terhadap pasar modal walaupun pasar modal tersebut telah efisien secara informasi. Hipotesis biaya politik yang dimunculkan oleh Watts dan Zimmerman memberikan ruang bagi penelitian atau literatur yang berhubungan dengan proses politik (lihat Ohlson 1971, Stigler 1971, Posner 1974, Mc Craw 1975; Peltzman 1976; Watts dan Zimmerman , 1986, chapter 10). Oleh karena itu, penelitian-penelitian yang mengarah pada teori akuntansi positif kemudian juga melibatkan penggunaan teori-teori pada bidang keuangan (finance) dan ekonomi (economics). Watts dan Zimmerman kemudian meramu teori tersebut untuk dapat menjelaskan fenomena-fenomena akuntansi yang ada. 3.3 Asosiasi dan Event studies (Association dan Event studies) Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968) merupakan pioneer dalam penelitian akuntansi pasar modal. Keduanya melakukan penelitian event studies dan
association study. Kedua tipe pengujian tersebut saat ini sudah menjadi hal yang popular. Dalam event study, kesimpulan yang diyakini adalah bahwa ketika sebuah kejadian (event) seperti pengumuman laba (earnings announcement)terjadi hal tersebut akan membawa informasi baru kepada partisipan pasar modal yang diantaranya adalah pemegang saham dan akan terefleksi dalam perubahan dalam tingkat atau variabilitas harga saham atau volume perdagangan selama periode pendek (short period) selama kejadian (event) tersebut (lihat Collins dan Kothari 1989, p 144Watts dan Zimmerman 1986, p 3). Jika tingkat atau variabilitas harga saham berubah disekitar tanggal kejadian (around the event date) artinya kejadian akuntansi tersebut membawa informasi baru tentang jumlah, waktu, dan atau ketidakpastian dari arus kas masa depan. Seperti yang disebutkan diatas bahwa hipotesis yang ada dalam event studies menyatakan bahwa pasar modal dikatakan efisien jika harga sekuritas dengan cepat dapat merefleksikan informasi baru yang ada dalam pasar modal. Karena pengujian informasi yang ada didalam event studies tersebut berkaitan dengan kejadian akuntansi (accounting event) hal tersebut juga bisa disebut sebagai pengujian konten informasi (information content) dalam literatur akuntansi dan pasar modal. Selain Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968) contoh lain tentang event studies diantaranya adalah Foster (1977), Wilson (1986), Ball dan Kothari (1991), Amir dan Lev (1996) dan Vincent (1999). Penelitian asosiasi ditujukan untuk menguji korelasi positif diantara ukuran kinerja akuntansi (laba atau arus kas operasi) dengan imbal hasil hasil saham dimana keduanya diukur dalam periode yang lama dan pada periode waktu masa kini misalnya periode satu tahun. Karena pelaku pasar memiliki akses ke lebih banyak informasi lain yang juga tepat waktu yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan menghasilkan arus kas maka penelitian assosiasi (association research) ini tidak hanya menganggap bahwa laporan keuangan
merupakan satu-satunya sumber informasi yang didapatkan oleh pelaku pasar (market participant). Oleh karena itu dalam studi asosiasi (association study) tidak disimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara informasi akuntansi dengan pergerakan harga sekuritas. 3.4. Penelitian terdahulu Mengenai event Studies dan association Studies Ball dan Brown (1968) memberikan bukti yang cukup meyakinkan bahwa terdapat konten informasi yang ada dalam pengumuman laba (earnings announcement). Hipotesis yang ada dalam penelitian Ball dan Brown adalah bahwa model laba ekspektasian (earnings expectation model) merupakan salah satu model yang digunakan untuk mengukur earning surprise. Dimana setidaknya sebagian dari kenaikan laba yang dialami oleh perusahaan diklasifikasikan sebagai kabar baik sehingga hal tersebut merupakan surprise yang menaikkan harga saham. Dengan demikian hubungan atau asosiasi antara abnormal return dan earnings surprise merupakan fungsi dari konten informasi laba dan kualitas model laba ekspektasian (earning expectation model) yang digunakan. Hasil penelitian Ball dan Brown yang berkaitan dengan pembahasan tersebut didasarkan pada penggunaan dua model laba ekspektasian (earnings expectation model) yaitu random walk model dan market model in earnings. Beaver (1968) dalam penelitiannya kemudian mengatasi masalah yang berkaitan dengan penentuan model laba ekspektasian (earnings expectation model) dengan cara memeriksa variabilitas dari imbal hasil saham (stock return) dan volume perdagangan disekitar pengumuman laba. Beaver kemudian menghipotesiskan bahwa periode pengumuman laba dikarakteristikan dengan adanya kenaikan arus informasi. Beaver menggunakan volatilitas imbal hasil (return volatility) sebagai proksi dari aliran informasi. Hasil penelitiannya kemudian memberikan dukungan terhadap hipotesis yang diajukan. Beaver juga melakukan tes terhadap aliran informasi dengan cara membandingkan volume perdagangan pada sekitar waktu pengumuman laba
sampai dengan periode sebelum pengumuman (non announcement period). Gagasan yang ada dalam penelitian tersebut adalah bahwa para pelaku pasar (market participant) sebenarnya memiliki harapan yang heterogen mengenai penguman laba yang akan datang. Pengumuman laba menyelesaikan beberapa ketidakpastian sehingga hal tersebut mempersempit beragamnya kepercayaan tetapi dalam prosesnya hal tersebut juga berkontribusi terhadap kenaikan volume perdagangan diantara para pelaku pasar yang mungkin saja sudah mengambil posisi berdasarkan informasi sebelum adanya pengumuman laba. 3.4.2 Bukti dari studi asosiasi (association study evidence) Hasil penelitian Ball dan Brown menjelaskan bahwa laba akuntansi secara terus menerus menangkap porsi informasi yang terefleksi dalam imbal hasil sekuritas. Bukti selanjutnya juga menyatakan bahwa sumber informasi lain termasuk laba kwartalan
(quarterly earnings) memberikan informasi yang
lebih dini dibandingkan dengan laba dalam laporan tahunan sekitar 85% sehingga angka akuntansi tahunan bukan merupakan informasi yang benarbenar akurat untuk pasar modal. Penggunaan informasi mengenai laba tahunan untuk menyimpulkan adanya ketepatan waktu yang terkandung dalam laba tahunan sebenarnya menyediakan bukti yang lemah karena terdapat sumber informasi lain juga menyediakan informasi yang tepat waktu yaitu informasi mengenai laba kwartalan (lihat Foster 1977). Selain mempelajari mengenai asosasi dan konten informasi laba akuntansi terhadap imbal hasil sekuritas, Ball dan Brown juga melakukan pengujian terhadap efisiensi pasar dengan cara menguji apakah reaksi pasar terhadap baik atau tidaknya informasi yang terkandung dalam pengumuman laba itu direaksi secara cepat dan tidak bias (unbiased). Hasil penelitiannya kemudian menunjukan adanya post announcement drift dalam koreksi pasar terhadap kabar buruk yang berlangsung selama beberapa bulan. Dengan demikian, hal
tersebut diartikan bahwa sebenarnya pasar kurang bereaksi (underreaction) terhadap informasi koreksi tersebut. Hasil penelitian Ball dan Brown menunjukan bukti awal tentang adanya postearning announcement drift dalam pasar modal yang merupakan anomali. Penelitian yang senada membahas mengenai post announcement drift ini diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Jones dan Litzenberger (1970), Litzenberger et al (1971), Foster et al (1984) dan Bernard dan Thomas (1989, 1990). Ball dan Brown juga membandingkan keinformativan laba dan arus kas yang digunakan untuk menguji apakah akrual akuntansi menjadikan laba (earnings) menjadi lebih informative dibandingkan dengan arus kas (cash flow). Bukti yang mereka temukan menunjukan bahwa penyesuaian abnormal return lebih besar terletak pada perubahan laba (earning changes) dibandingkan pada perubahan arus kas (cashflow changes). Hal tersebut konsisten dengan proses pembuatan akrual yang membuat laba menjadi semakin informatif. 3.5 Setelah Bukti Awal (Beyond the Early Evidence) Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968), mereka telah melahirkan industri penelitian tentang pasar modal. Banyak peneliti setelah Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968) mereplikasi penelitian Ball dan Brown tersebut. 3.5.1 Efisiensi Pasar (Market efficiency) dan Evaluasi Standar Akuntansi (evaluation of accounting standard) Adanya bukti awal tentang asosiasi laba dengan imbal hasil sekuritas (security return) dan bukti tentang pasar modal efisien dalam ranah ilmu keuangan (finance) dan ilmu ekonomi (economics) mendorong beberapa peneliti akuntansi untuk meneliti implikasi dari standar akuntansi. Sebagai contoh penelitian Beaver (1972) dalam American Accounting Association Committee yang menunjukan bahwa hubungan (association) antara angka akuntansi dengan imbal hasil sekuritas (security return) bisa digunakan merangking
metode akuntansi alternatif sebagai alat untuk menentukan metode akuntansi apa yang bisa dijadikan standar. Hasil penelitian tersebut kemudian menunjukan bahwa metode yang lebih terasosiasi dengan harga sekuritas (security price) harus dilaporkan dalam laporan keuangan. Ekspektasi awal yang tinggi mengenai manfaat penelitian pasar modal sebagai acuan bagi badan pembuat standar akuntansi terhadap metode akuntansi yang banyak diinginkan oleh berbagai pihak ternyata hanya berlangsung sebentar saja. Gonedes and Dopuch (1974) dan para peneliti lainnya dengan cepat menemukan beberapa kelemahan (misalnya adalah adanya free rider problem of non-purchaser terhadap akses informasi akuntansi perusahaan) dalam menggunakan kekuatan hubungan antara imbal hasil sekuritas (security return) sebagai kriteria penentu (determination criterion) standar akuntansi yang diinginkan oleh orang-orang. Banyak orang mengakui perubahan dalam standar akuntansi terjadi karena adanya persepsi bahwa hubungan laba GAAP dan harga sekuritas mempunyai korelasi yang rendah. Mereka kemudian mengusulkan metode akuntansi alternatif yang dapat meningkatkan hubungan atau korelasi terhadap imbal hasil saham (misalnya Lev dan Zarrowin 1999). Pihak lainnya berpendapat bahwa hubungan atau korelasi antara angka-angka kuntansi dan imbal hasil sekuritas (security returns) merupakan sebuah fungsi dari tujuan pelaporan keuangan sehingga muncul permintaan untuk metapkan tujuan sehingga laporan keuangan dapat menghasilkan informasi yang handal (verifiable information) yang dapat untuk tujuan pemenuhan kontrak dan evaluasi kinerja (Watts dan Zimmerman, 1986). Permintaan tersebut kemudian mengarahkan proses akuntansi untuk dapat menyajikan informasi historis yang dapat merangkum efek dari transaksi aktual (transaksi yang sedang terjadi) dibandingkan dengan transaksi yang akan terjadi di masa yang akan datang misalnya adalah masalah mengenai aplikasi prinsip pengakuan pendapatan. Sebaliknya, perubahan harga sekuritas sebenarnya merefleksikan harapan koreksian dari profitabilitas masa depan.
Sebagai konsekuensinya, hubungan (association) yang searah dari imbal hasil dan laba (return-earnings) diharapkan atau diekspektasikan menjadi lebih kecil (Kothari, 1992). Penelitian-penelitian yang meneliti mengenai hubungan antara imbal hasil sekuritas (security retun) dengan informasi keuangan (financial information),Mengomentari
proses
penyusunan
standar
dan
penelitian
mengenai hubungan antara imbal hasil sekuritas dengan informasi keuangan Lee (1999, p 13) menyimpulkan bahwa sampai dengan badan regulasi akuntansi memutuskan bahwa laba yang dilaporkan harus juga memasukan laba antisipasian (anticipated earning) dari perubahan masa depan, akan sangat sulit untuk melihat seberapa tinggi korelasinya (correlation) antara adanya implikasi penyusunan standar dengan imbal hasil (contemporaneous return). Penelitian-penelitian lain yang juga bermunculan misalnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dechow (1994) dimana penelitiannya menggunakan hubungan antara imbal hasil saham (stock return) untuk membandingkan laba (earnings) dan arus kas (cash flow) sebagai sebuah ukuran dari kinerja periodik sebuah perusahaan. Ayers (1988) juga melakukan pengujian apakah akuntansi untuk pajak tangguhan (deffered tax accounting) yang ada dalam SFAS No. 109 menyediakan
relevansi
nilai
tambahan
(incremental
value
relevance)
memberikan hasil bahwa ternyata terdapat relevansi nilai tambah didalamnya. Salah satu tujuan pelaporan keuangan (financial reporting) seperti yang tertera dalam FASB (1978 paragraf 47) adalah Pelaporan akuntansi harus bisa menyediakan informasi yang digunakan untuk membantu investor yang ada dan investor potensial dan juga kreditor serta para pemakai laporan keuangan yang lain untuk melakukan penilaian mengenai jumlah, waktu, dan ketidakpastian dari arus kas prospektif masa depan. Tujuan tersebut menjadi dorongan utama para peneliti untuk menguji hubungan antara imbal hasil saham (stock return) sebagai sebuah kriteria untuk mengevaluasi metode akuntansi alternatif dan sebagai pengukur kinerja perusahaan.
3.5.2 Peranan Hipotesis yang Dipertahankan (The Role of Maintained Hypothesis) Hipotesis yang digunakan untuk menguji hubungan imbal hasil saham (stock return) sebagai sebuah kriteria untuk mengevaluasi metode akuntansi adalah bahwa pasar modal itu efisien. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian mengenai pasar modal itu sendiri merupakan subjek penelitian yang paling digemari. Banyak bukti yang menyatakan adanya anomali pasar modal sehingga mengarah pada kesimpulan atau asumsi bahwa pasar modal sebenarnya tidak efeisien (inefficient capital market). Tujuan komen saya dalam penelitian ini terletak pada implikasi atas penelitianpenelitian pasar modal yang mengasumsikan bahwa pasar modal inefisien. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian yang mengasumsikan bahwa pasar modal efisien biasanya mengarah pada penelitian tentang hubungan antara informasi akuntansi (accounting information) dengan harga sekuritas (security price) sebagai hipotesis Nol. Misalnya saja penelitian yang berkaitan dengan baik imbal hasil abnormal positif sistematik (positive systematic abnormal return) maupun imbal hasil abnormal negatif sistematis (negative systematic abnormal return) yang diprediksi pada hari sekitar penguman perubahan metode akuntansi. Bukti sistematis dari adanya non-zero abnormal return akan dapat membantah pernyataan bahwa pasar modal adalah efisien. Jika hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah bahwa pasar tidak efisien (inefficient capital market) dan hubungan harga sekuritas (security price) dan informasi keuangan diposisikan sebagai hipotesis nol maka akan sangat sulit untuk menentukan sebuah hipotesis awal/apriori mengenai efisiensi pasar modal. Tantangan yang dihadapi oleh para peneliti adalah untuk dapat menstrukturkan bentuk hubungan yang ada dalam ketidakefisienan pasar modal (Fama,1988). Penting untuk dapat mengembangkan hipotesis yang dapat dibantah dalam basis teori perilaku dari pasar modal tidak efisien dan untuk
dapat melakukan pengujian yang dapat membedakan antara hipotesis pasar modal efisien dan inefisien. Hal tersebut sebenarnya adalah esensi dari teori akuntansi positif yang telah banyak dijadikan dasar dalam penelitian pasar modal selama 3 dekade kebelakang. 3.6 Rangkuman (summary) Penelitian tentang even studies dan penelitian tentang studi asosiasi (association studies) yang dilakukan oleh Ball dan Brown merupakan penelitian yang bersifat seminal. Hal tersebut memberikan kontribusi bagi penelitian selanjutnya karena merekalah yang pertama melakukan bantahan atas kehawatiran bahwa laba kos historis (historical cost earnings) menghasilkan angka yang tidak bermakna (produces meaningless numbers). Kedua, penelitian-penelitian tersebut menyediakan metodologi empiris positif dan bentuk penelitian event studies yang berkontribusi bagi literatur akuntansi dan yang terakhir penelitian ini juga memberikan kontribusi terhadap pandangan bahwa akuntansi merupakan satu-satunya sumber informasi keuangan yang ada dalam pasar modal. Bukti-bukti penelitian masa lalu tersebut menyimpulkan bahwa akuntansi bukanlah satu-satunya sumber informasi yang tepat waktu yang dapat mempengaruhi harga saham karena sebenarnya ada banyak informasi yang ada dalam pasar modal yang juga berpengaruh terhadap harga saham. Hal tersebut kemudian memberikan implikasi terhadap proses penyusunan standar. 4. Penelitian Pasar Modal pada tahun 1980an dan 1990an Penelitian akuntansi terdahulu (early accounting research) memberikan hasil bahwa laporan akuntansi ternyata mempunyai konten informasi dan angka yang ada dalam laporan keuangan mencerminkan informasi yang berpengaruh terhadap harga saham walaupun tidak tepat waktu. Selama satu dekade terakhir ini, penelitian pasar modal sudah sangat berkembang banyak. Kothari membagi
5 kategori permintaan yang berpengaruh terhadap perkembangan penelitian pasar modal diantaranya adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Metodologi penelitian pasar modal Evaluasi dari alternative pengukuran kinerja Penelitian tentang penilaian dan analisis fundamental Pengujian atas efisiensi pasar modal Nilai relevan dari pengungkapan (disclosure) yang berkaitan dengan berbagai macam standar akuntansi dan konsekuensi ekonomi dari standar akuntansi baru yang dikeluarkan oleh badan standar.
4.1 Metodologi Penelitian Pasar Modal Penelitian pasar modal berusaha untuk menjawab banyak pertanyaan yang berkaitan dengan pasar modal. Beberapa contoh penelitian yang terdapat pada beberapa penelitian terdahulu diantaranya adalah: -
Apakah laba kos sekarang (current cost earnings) mempunyai konten informasi incremental (tambahan) dibandingkan dengan laba kos
-
historis? Apakah perbedaan dalam tatakelola perusahaan akan mempengaruhi derajat asimetri informasi yang ada dalam pasar modal and apakah hal tersebut mempengaruhi waktu dan kekuatan hubungan antara imbal
-
hasil (security return) dan informasi laba? Apakah kepemilikan manajerial mempengaruhi keinformatifan dari angka akuntansi karena adanya pemisahan kepemilikan perusahaan
-
(corporate ownership) dan pemisahan pengendalian? Apakah kualitas auditor bisa mempengaruhi hubungan antara laba
-
perusahaan dengan imbal hasil sekuritas (security return)? Bagaimana pelaporan yang berkaitan dengan transitory gain sebagai bagian dari Laba yang berasal dari pos biasa (ordinary income) dan
transitory loss sebagai bagian dari pos luarbiasa dapat mempengaruhi -
harga saham? Bagaimana caranya untuk dapat melakukan pengujian pengaruh perubahan metode akuntansi terhadap perilaku sekuritas yang ada dalam
-
pasar modal? Apakah pengukuran kinerja berbasis nilai tambah ekonomi (economic value added/ EVA) mempunyai korelasi yang lebih tinggi dengan imbal hasil saham dan harga dibandingkan dengan laba kos historis (historical
-
cost earnings) Apakah konsekuensinya jika SEC tidak lagi mensyaratkan adanya rekonsiliasi antara US GAAP dengan standar akuntansi negara lain atau standar akuntansi internasional jika perusahaan yang bukan dari US
-
ingin melakukan listing pada pasar modal US? Apakah laporan keuangan akan menjadi lebih menginformasikan laba ekonomi masa kini (current economic income) jika GAAP yang ada mengijinkan mengkapitaliasasi biaya R&D?
Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, peneliti harus melakukan pengendalian terhadap hubungan normal antara informasi yang ada dalam laporan keuangan dan imbal hasil sekuritas agar dapat membedakan perlakuan yang berasal dari pengaruh bunga. Contohnya adalah ketika melakukan pengujian terhadap pengaruh kepemilikan manajerial terhadap keinformatifan angka-angka akuntansi para peneliti harus melakukan kendali terhadap pengaruh dari peluang pertumbuhan laba karena sebenarnya presentase kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap peluang pertumbuhan (growth opportunities)
yang mempengaruhi keinformatifan laba (earning
informativeness).Kothari akan melakukan review terhadap berbagai metode penelitian yang ada yang dibagi dalam 4 sub bagian yang diantaranya adalah: -
Earning response coefficient research (section 4.1.1) Properties of time series, management and analyst forecast of earnings and earnings growth rate (section 4.1.2)
-
Methodological issue in drawing statistical inferences from capital
-
market research (section 4.1.3) Model discretionary and non discretionary accruals (section 4.1.4). Test on market efficiency
4.1.1. Penelitian tentang earnings respons coefficient Motivasi untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan earnings respon coefficient adalah kebermanfaatannya dalam hal analisis fundamental dan valuasi (fundamental analysis and valuation). Motivasi lain yang mendasari penelitian tentang earnings respon coefficient adalah untuk dapat memfasilitasi pengujian yang powerful terhadap hipotesis politik dan hipotesis kontrak atau bisa juga digunakan pada hipotesis pengungkapan sukarela dan hipotesis pensinyalan (signaling hypothesis) 4.1.1.2 Intuition for earnings response coefficients. Penelitian Kormendi dan Lipe (1987) merupakan penelitian pertama yag membahas earnings response coefficient (lihat juga Miller dan Rock, 1985). Kormedi dan Lipe mengestimasi besaran earning response coefficient dan melakukan pengujian apakah estimasi faktor firm specific dari earnings response coefficient secara cross-sectional menghasilkan hubungan yang positif dengan sifat laba time-series perusahaan (time series property of firms earnings). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa earnings response coefficient merupakan mapping atau pemetaan dari sifat laba time-series dan tingkat dikonto kedalam perubahan nilai pasar ekuitas. Untuk dapat melakukan prediksi terhadap besarnya earnings response coefficient, seorang peneliti membutuhkan model penilaian (valuation models) misalnya saja dividend-discontinuing model, informasi koreksi mengenai peramalan laba masa depan (future earnings) yang didasarkan pada informasi laba masa kini, kemudian informasi mengenai tingkat diskonto. Hal yang mungkin bisa dijadikan subjek penelitian yang menjanjikan dari penelitian
tentang earnings response coefficient berkaitan dengan penelitian yang mengaitkan hubungan antara laba time-series dengan determinan ekonomi seperti kompetisi usaha, teknologi, inovasi, keefektivas tatakelola perusahaan, dan kebijakan kompensasi dll. 4.1.1.3 determinan ekonomi dari earnings response coefficient (economic determinant of earnings response coefficient) Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kormendi dan Lipe (1987), Easton dan Zmijewski (1989) dan penelitian yang dilakukan oleh Collins dan Kothari (1989) ditemukan 4 determinan ekonomi (economic determinant) yang diantaranya adalah: -
Persistensi (persistence) Risiko (Risk) Growth (pertumbuhan) Interest Rate (tingkat bunga)
4.1.1.4 Penilaian Bukti Awal Penelitian Tentang Koefisien Respon Laba (Earnings Response Coefficient). Hasil penelitian Kormendi dan Lipe (1987), Easton dan Zmijewski (1989), Collins dan Kothari (1989) mengindikasikan adanya efek yang signifikan secara statistik dari determinan crosssectional (cross-sectional determinant) dan determinan temporal (temporal determinant) dalam earning response coefficient yang diestimasi. Namun disisi lain banyak juga yang mengkritisi penelitian mengenai determinan ekonomi dari earning response coefficient. Terdapat kurang lebih tiga kritik yang diantaranya adalah: -
Pertama penelitian tentang presistensi dan hubungannya dengan earnings response coefficient lebih bersifat statistik (tend to be statistic in nature). Penelitian mengenai earnings response coefficient bisa diperkaya lagi dengan memfokuskan pada determinan ekonomi yang mempengaruhi sifat times series laba. Beberapa penelitian yang
membahas tentang ini diantaranya adalah penelitian Ahmed (1994), Thomadakis (1976), Lidenberg dan Ross (1981) dan Mandleker dan Rhee (1984) yang meneliti tentang hubungan antara potensi untuk menghasilkan pendapatan sewa yang berasal dari aset perusahaan dan tingkat kompetisi dalam industri dan struktur biaya perusahaan. Ahmed (1994 p.379) kemudian menyebutkan adanya bukti yang konsisten bahwa jika laba akuntansi merefleksikan informasi tentang pendapatan sewa masa depan yang diperoleh perusahaan dari asetnya maka earnings response coefficient akan menghasilkan nilai yang bervariasi dan mempunyai arah yang berkebalikan dengan tingkat
kompetisi
industri namun berhubungan secara langsung dengan rasio biaya tetap terhadap biaya variabel. Anthony dan Ramesh (1992) juga meneliti mengenai hubungan antara siklus hidup perusahaan (firms life cycle) dengan dan strategi bisnis (business strategy) untuk menjelaskan variasi cross-secional dari earnings response coefficients. Mereka berpendapat bahwa bergantung pada tahapan perusahaan dalam siklus hidupnya, informasi yang ada dalam laporan keuangan ternyata menghasilkan informasi yang berbeda mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas dengan demikian, earnings response coefficients bisa diprediksi mempunyai hubungan dengan tahapan kehidupan -
perusahaan. Kelemahan kedua dari penelitian tentang hubungan antara earnings response coefficient dengan presistensi adalah penelitian tersebut cenderung menampilkan bukti-sampel (to present in-sample evidence). Misalnya saja penelitian Kormendi dan Lipe (1987) dan Collin dan Kothari
(1989)
yang
mengestimasi
parameter
time-series
dan
melakukan uji cross-sectional hubungan antara parameter persistensi dengan earnings response coefficient pada periode sampel yang sama. Ketiadaan uji prediksi (predictive test) dalam penelitian tersebut
semakin melemahkan kepercayaan terhadap hasil penelitian walaupun -
argument dan hipotesis yang digunakan bersifat intuitive. Kritik ketiga dari penelitian tentang determinan earnings response coefficient adalah apa yang disampaikan oleh Watts (1992 p 238) yang menyatakan bahwa penelitian tentang earnings response coefficient tidak melakukan kendali terhadap perbadaan kemampuan laba akuntansi sebagai proksi aliran kas masa kini dan masa depan dan perbedaan dalam metode akuntansi.
4.1.1.5 Hipotesis Tandingan yang Digunakan untuk Menjelaskan Mengapa Earning Response Coefficient yang Diestimasi Terlalu Kecil Ukuran koefisien respon laba (earnings response coefficient) yang relatif kecil dibandingkan dengan nilai yang diprediksi memotivasi para peneliti untuk menambah hipotesis dan penjelasan lainnya dalam penelitian yang membahas mengenai earnings response coefficient. Beaver et al. (1980) dalam penelitiannya mencoba untuk menjelaskan perbedaan antara nilai prediksi dan nilai estimasi dari earnings response coefficient dengan cara memperkenalkan 3 ide yang saling berkaitan yaitu: 1. Price lead earnings 2. A true earnings plus noise models of accounting earnings 3. A reverse regression economic research design Dengan mengasumsikan bahwa nilai buku dari ekuitas merupakan proksi dari gangguan nilai buku ekuitas dan mengasumsikan adanya surplus bersih (clean surplus) mereka berargumen bahwa laba (earnings) dapat digunakan untuk mengukur perubahan dalam nilai pasar ekuitas. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa earnings deflated by price harus digunakan sebagai variabel tambahan untuk mengukur laba. Pendapat lain dikemukakan oleh Easton dan Harris (1991) yang menyatakan bahwa Koefisien yang diprediksi dalam laba hanya satu. Easton dan Harris
(1991) menyatakan bahwa laba (earnings) seluruhnya bersifat sementara (entirely transitory). Kothari menyebutkan bahwa karena laba sendiri bersifat persisten (persistence), maka ia berpendapat bahwa penjelasan yang dikemukakan oleh Eston dan Harris (1991) kurang memuaskan. Sedikitnya terdapat 4 hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan mengenai ukuran earnings response coefficient yang rendah. Hipotesis tersebut diantaranya adalah: -
Price lead earnings Inneficient capital market Noise in earnings and deficient GAAP Transitory earnings
a. Price Lead earnings Penelitian Beaver et al (1980) mengenai earnings response coefficient dikembangkan dari ide bahwa sebenarnya set informasi yang tercermin dalam harga saham ternyata jauh lebih banyak dibandingkan dengan informasi yang ada pada laba akuntansi. Disebutkan bahwa pada pasar modal yang efisien, perubahan harga saham/ sekuritas secara instan menggambarkan nilai revisi masa kini harapan dari arus kas bersih masa depan. Sebaliknya karena nilai realisasi pendapatan dan prinsip penandingan antara pendapatan dan beban yang merupakan dasar dari proses penentuan besar kecilnya laba maka sebenarnya laba akuntansi tersebut mencerminkan adanya perubahan harga saham namun terdapat jeda waktu yang lebih lambat dibandingkan dengan adanya perubahan harga itu sendiri. b. Inneficient Capital Market Jika pasar ternyata gagal mengkoreksi implikasi dari adanya kejutan laba (current earnings surprise) maka perubahan harga yang yang terasosiasi dengan perubahan laba akan menjadi terlalu kecil. Ada banyak sekali bukti yang menyatakan bahwa pasar modal sebenarnya kurang bereaksi terhadap informasi
laba karena pasar sebenarnya mengakui dampak dari informasi laba tersebut secara bertahap. Nilai dari earnings response coefficient yang terlalu kecil sejalan dengan argumen bahwa pasar modal sebenarnya tidak efisien. Interpretasi tersebut bisa disanggah kecuali terdapat teori ketidakefisienan pasar yang konsisten yang dapat digunakan untuk memprediksi kurangbereaksinya pasar terhadap informasi laba. c. Gangguan dalam Laba (noise in earnings) dan lemahnya GAAP (deficient GAAP) Argumen yang menyatakan bahwa terdapat gangguan dalam laba (noise in earnings) telah banyak mendapat perhatian dari para peneliti pasar modal. Beaver et al (1980) dalam penelitiannya mendefinisikan laba akuntansi sebagai penjumlahan dari true earnings ditambah dengan value-irrelevant noise atau nilai yang tidak berkaitan dengan harga saham. Asumsi tersebut kemudian mendorong Beaver et al untuk menyajikan model yang berangkat dari fenomena harga mendahului laba (price leads earnings). Adanya sudut pandang mengenai pengukuran laba dengan cara menambahkan laba akuntansi dengan value irrelevant noise ini sedikit banyak telah membuat para peneliti menyangsikan argument bahwa true earnings menyampaikan sinyal tentang nilai perusahaan. Pendapat tersebut tentu saja bertentangan dengan 2 hasil penelitian yang ada. Pertama, bahwa dari hasil penelitian Rayburn (1986) dan Dechow (1994) yang menyatakan bahwa akrual akuntansi (accounting accruals) cukup informatif. Kedua, terlepas dari apakah akrual tersebut bersifat informatif atau tidak, hal tersebut tidak berarti bahwa laba tanpa akrual bisa diartikan sebagai laba yang sebenarnya “true income”. Argumen yang menyatakan bahwa adanya pelemahan GAAP berpendapat bahwa sebenarnya tujuan dari pelaporan akuntansi adalah untuk dapat
melakukan prediksi terhadap arus kas masa depan atau imbal hasil saham ( Lev, 1989 p 157). Dengan demikian, argumen yang mendukung adanya pelemahan GAAP menggunakan hubungan antara imbal hasil-laba sebagai pengukur kesuksesaan GAAP dalam memenuhi tujuan yang tersebut diatas. Hipotesis yang dipertahankan dalam argument tersebut adalah bahwa sebenarnya pasar modal efisien dan sebenarnya tujuan dari pelaporan keuangan secara umum diambil dari FASB’s statement of financial accounting concept. Pelemahan GAAP diklaim sebagai sebab adanya kualitas laba yang rendah (low quality) yang menggambarkan hubungan yang lemah (weak correlation) dengan imbal hasil saham. Lev (1989 p 155) menyatakan bahwa lemahnya hubungan antara laba dan saham bukan hanya diakibatkan oleh investor yang tidak rasional, faktor lain yang membentuk hal tersebut adalah rendahnya konten informasi yang ada dalam laba. d. Laba Sementara (Transitory Earnings) Walaupun sebenarnya laba tahunan sering diasumsikan mengikuti pola random walk, adanya komponen laba sementara sebenarnya telah disadari oleh banyak peneliti dan literatur yang ada. Terdapat beberapa argument yang mendasari adanya konsep laba sementara yang diantaranya adalah: -
Laba sementara bisa saja muncul karena adanya aktivitas bisnis tertentu
-
seperti penjualan aset atau muncul karena item gain/loss Selain itu, laba sementara bisa saja muncul karena adanya asimetri informasi antara manajer dan pihak luar yaitu misalnya perusahaan yang sedang menghadapi masalah litigasi yang keterjadiannya bersifat potensial.
Hal-hal tersebutlah yang sebenarnya memunculkan adanya permintaan yang berkaitan dengan konservatisme angka akuntansi. Komponen pembentuk laba sementara diatas akan mempengaruhi kecepatan laba dalam memepengaruhi harga saham.
4.1.2 Time Series, Management and Analyst Forecst of earnings Bagian ini menjelaskan mengenai motivasi yang mendasari dilakukannya penelitian tentang properties of time series, manajemen, dan peramalan analis terhadap laba (analyst forecast of earnings). Penjelasan dari masing-masing sub bagian tersebut dibawah ini. 4.1.2.1 Motivasi dari penelitian tentang peramalan laba (Motivation for research on earnings forecast) Sedikitnya ada 5 alasan yang mendasari penelitian yang berkaitan dengan timeseries properies of earnings dan properties of time series dan properties of management and analyst forecast (lihat Watts dan Zimmerman 1968, Chapter 2), Schipper (1991) dan Brown (1993). Pertama dari semua model penilaian baik secara langsung maupun tidak langsung menggunakan laba peramalan. Pertama, discounted cashflow valuation model (Fama dan Miller, 1972 Chapter 2) biasanya menggunakan laba peramalan dengan beberapa penyesuaian sebagai proksi dari arus kas masa depan. Alasan yang kedua adalah penelitian tentang pasar modal yang menghubungkan antara informasi laporan keuangan dengan imbal hasil sekuritas biasanya menggunakan model dari laba ekspektasian untuk memisahkan komponen kejutan dari laba (surprise component of earnings) dari komponen antisipasian. Dalam pasar modal yang efisien, komponen antisipasian tidak berhubungan dengan imbal hasil masa depan (future return) yang diukur selama periode pengumuman. Alasan ketiga hipotesis pasar modal efisien masih banyak dipertanyakan keabsahannya baik secara teori maupun secara empiris (lihat Daniel et al 1998; Barberis et al 1998; Hong dan Stein 1999). Penelitian pasar modal berbasis akuntansi telah memberikan bukti yang nampaknya tidak konsisten dengan efisiensi pasar.
Alasan keempat adalah penelitian teori akuntansi positif menghipotesiskan adanya manajemen laba oportunistik dan bertujuan untuk menjelaskan mengenai penggunaan pilihan prosedur akuntansi yang digunakan oleh manajer perusahaan. Dalam penelitian-penelitian tersebut, banyak membutuhkan informasi mengenai laba normal (normal earnings) yang dihitung dengan menggunakan model laba time-series. Sebagai contohnya adalah pengujian terhadap hipotesis perataan laba (smoothing earnings hypothesis) yang menguji mengenai sifat time series laba sebelum adanya perataan (pre-smooth) dan setelah perataan (smooth). Alasan terakhir yang dikemukakan adalah hasil prediksi analis dan peramalan yang dilakukan oleh manajemen merupakan sumber informasi dalam pasar modal.
Peramalan-peramalan
tersebut
kemudian
akan
mempengaruhi
lingkungan informasi dan akan mempengaruhi tingkat dan variabilitas dari harga sekuritas. 4.1.2.2.1 Sifat dari laba Tahunan (Properties of Annual Earnings). Random Walk Banyak bukti penelitian yang menyatakan bahwa pola acak atau pola random walk with drift merupakan deskripsi yang masuk akal untuk menggambarkan sifat dari laba tahunan. Penelitian terdahulu yang membahas mengenai hal tersebut adalah penelitian Little (1962), Little dan Rayner (1966), Lintner dan Glauber (1967) dan referensi tambahan yang ada dalam penelitian Ball dan Watts (1972). Ball dan Watts (1972) melakukan penelitian sistematis pertama dan menghasilkan kesimpulan bahwa sifat dari laba tahunan mengikuti pola yang acak (the random walk time series property for annual earnings). Penelitian selanjutnya juga menyatakan kesimpulan yang sama diantaranya adalahWatts (1970), Watts dan Lefwich (1977), Albrecht et al (1977) dengan melakukan pengujian terhadap kemampuan prediktif dari model Box-Jenkins yang digunakan untuk melihat pola dari laba tahunan tersebut.
Sifat laba tahunan (properties of annual earnings) ini tidak seperti sifat harga saham yang merupakan prediksi atas hipotesis pasar efisien, teori ekonomi tidak memprediksi adanya pola acak (random walk) pada laba. Laba akuntansi tidak menampilkan adanya kapitalisasi dari arus kas bersih masa depan seperti halnya pada harga. Oleh karena itu, tidak terdapat alasan ekonomi yang menyatakan bahwa laba tahunan bersifat mengkuti pola random walk (lihat Fama dan Miller (1972) Chapter 2, Watts dan Zimmerman (1986) chapter 6. Revisi rata-rata (Mean Revision), dimulai dari Brooks dan Buckmaster (1976) yang memulai penelitian mengenai adanya mean revision, selanjutnya muncul banyak seri penelitian yang meneliti mengenai revisi rata-rata dalam laba tahunan. Misalnya saja adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramakrishnan dan Thomas (1992), Lipe dan Kormendi (1994), Fama dan French (2000). Terdapat beberapa alasan ekonomi dan statistik yang mendorong dilakukannya revisi rata-rata dalam laba. Pertama, kompetisi pasar dalam produk mengindikasikan bahwa keuntungan yang diatas normal (above normal profitability) merupakan hal yang tidak berkelanjutan (not sustainable) (Beaver dan Morse, 1978; Lev, 1983;Ohlson, 1995;Fama dan French, 2000). Alasan yang kedua adanya konservatisme dalam akuntansi (lihat Basu, 1977) dan risiko litigasi (lihat Kothari et al, 1988; Ball et al.,2000) memotivasi manajer untuk mengakui informasi ekonomi yang buruk (economic bad news) secara lebih cepat dibandingkan dengan kabar baik (economic goodnews). Sebagai hasilnya, perusahaan-perusahaan akan mengakui adanya rugi antisipasian (anticipated loss). Pengakuan kerugian tersebut membuat kerugian itu sendiri menjadi kurang permanen dan karenanya memunculkan adanya autokorelasi yang negatif dalam laba. Alasan yang ketiga, Perusahaan yang mengalami kerugian mempunyai opsi untuk melikuidasi perusahaan jika ternyata manajemen tidak melakukan antisipasi atas adanya kerugian tersebut (Hayn, 1995; Berger et al ., 1996; Burgstahler dan Dichev, 1997; Collins et al., 1999).
Hal itu berarti perusahaan-perusahaan yang berhasil mengantisipasi adanya likuidasi (surviving firms) diharapkan untuk bisa menghapus kinerja buruk yang telah dibukukan tersebut. Terakhir, adanya tren bahwa perusahaan pada saat ini semakin banyak membukukan pos sementara (special transitory item) dan kerugian (losses) (lihat Hayn, 1995, Elliot dan Hanna, 1996, Collins et al., 1997) maka hal tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya laba bisa diprediksi. Kenaikan dari tren pengakuan item-item sementara (transitory item) itu sendiri bisa jadi karena adanya perubahan standar yang diusulkan oleh SEC dan FASB mengenai mark-to market accounting untuk beberapa aset dan kewajiban. Estimasi cross-sectional. Fama dan French (2000) memperkenalkan pendekatan estimasi cross-sectional dalam hal peramalan laba untuk menemukan sifat timeseries dari laba (time-series properties of earnings). Mereka berargumen bahwa perkiraan time-series kurang mempunyai kekuatan (lack of power) hal tersebut dikarenakan hanya terdapt sedikit data time-series laba tahunan dari perusahaan sampel yang diobservasi. Tetapi di sisi yang lain, jika menggunakan time-series dengan periode yang panjang maka hal tersebut akan memunculkan bias kebertahanan. Bias kebertahan didefinisikan sebagai kesalahan logis (logical error) yang timbul dari suatu pemusatan perhatian terhadap sebuah proses dan mengabaikan faktor kegagalan yang mungkin saja terjadi sehingga kesimpulan akhir yang diambil menjadi salah. Efek dari bias kebertahanan (survivor bias) bersamaan dengan lemahnya kekuatan estimasi laba time-series pada akhirnya menyokong kesimpulan bahwa pola yang acak dalam laba tahunan. 4.1.2.2.2 Sifat dari Lanba Kwartalan (Properties of Quarterly Earnings) Ketertarikan dalam memahami sifat laba kwartalan dipicu oleh 4 alasan yang diantaranya adalah:
-
Laba kwartalan biasanya bersifat musiman sesuai dengan natur bisnis pada industri tertentu misalnya saja adalah pada industri pakaian dan
-
industri mainan anak (toys) Laba kwartalan lebih tepat waktu (more timely) sehingga penggunaan peramalan laba kwartalan sebagai proksi dari harapan pasar (market’s expectation) dirasa lebih akurar dibandingkan jika menggunakan peramalan laba tahunan.
GAAP sendiri mensyaratkan bahwa laporan keuangan kwartalan harus dipandang sebagai bagian integral dari laporan tahunan perusahaan (lihat APB 1973, Opini No.28 FASB 1974, SFAS No.3 FASB 1977 dan FASB interpretation No. 18). Sebagai konsekuensinya, perusahaan disyaratkan untuk dapat mengestimasi besaran beban operasi tahunan dan melakukan alokasi beban pada 3 kwartal awal. Hal ini berkontribusi terhadap perbedaan dari sifat laba pada akhir triwulan ke empat (lihat Bathke dan Lorek 1984, Collins et al 1984; Mendenhall dan Nichols 1988;Salmon dan Stober 1994). 4.1.2.2.3 Sifat dari Komponen Laba Terdapat tiga alasan mengapa para peneliti melakukan penelitian terhadap sifat dari komponen laba. Pertma adalah untuk melakukan estimasi apakah komponen laba memang bersifat informative. Alasan kedua adalah akrual dan arus kas merupakan dua komponen laba yang paling sering diuji dalam penelitian. Adanya pos akrual operasi (operating accrual) menunjukan adanya upaya dari akuntan perusahaan untuk mengubah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi kedalam komponen laba
yang sebenarnya membuat laba
menjadi lebih informatif dalam menggambarkan kinerja perusahaan sehingga hal tersebut membuat laba menjadi ukuran yang lebih berguna untuk kepentingan kontrak dan atau kepentingan analisis fundamental dan penilaian. Disisi lain, perlu diperhatikan bahwa manajer yang lebih berorientasi memperkya diri sendiri bisa saja menggunakan kebijakan akuntansi (accounting
discretion) secara oprtunis dengan memanipulasi jumlah akrual yang ada dalam laporan keuangan sehingga hal tersebut akan mendistorsi laba. Alasan yang terakhir adalah bahwa dengan menjumlahkan hasil dari peramalan komponen-komponen laba hal tersebut akan menghasilkan peramalan laba yang lebih akurat. 4.1.2.3 Peramalan Manajemen Bentuk-bentuk dari peramalan manajemen bisa berupa misalnya: -
Earnings warnings Earnings pre-announcement Management earnings forecast
Peramalan manajemen ini dikategorikan sebagai sebuah tindakan sukarela. Dengan demikian wajar jika terdapat motivasi ekonomi yang mendasarinya. Beberapa penelitian yang membahas detail mengenai isu-isu disekitar peramalan manajemen diantaranya penelitian Healy dan Palepu (2001), Verrechia (2001). Beberapa contoh dari isu ekonomi tersebut diantaranya adalah: -
Adanya ancaman litigasi yang mempengaruhi keputusan untuk
-
mempublikasikan peramalan manajemen Adanya kekhawatiran manajemen akan timbulnya biaya kepemilikan “propretiary cost” setelah manajemen mempublikasikan hasil peramalan
-
manajemen Adanya pertimbangan waktu antara beredarnya peramlan manajemen dengan waktu insider parties untuk melakukan aksi jual beli saham (pertimbangan insider trading).
Penelitian terdahulu yang membahas mengenai peramalan manajemen diantaranya adalah Pattel (1976), Jaggi (1978), Nichols dan Tsay (1979), Penmann (1980), Ajinkay dan Gift (1984) dan Waymire (1984). Mereka secara kolektif menyimpulkan bahwa peramalan manajemen tersebut mempunyai
konten informasi. Secara spesifik, peramalan manajemen yang dipublikasikan tersebut berhubungan dengan kenaikan yang signifikan dalam variabilitas imbal hasil (lihat Patell 1976) dan dari hasil penelitiannya juga disebutkan bahwa terdapat hubungan (association) positif antara komponen yang tidak terduga (unexpected component) dari peramalan manajemen dan imbal hasil saham disekitar tanggal peramalan (Ajinkya dan Gift, 1984; Waymire, 1984). Salah satu hipotesis yang mendasari adanya peramalan manajemen adalah bahwa melalui peramalan, manajemen perusahaan berusaha mensejajarkan antara harapan investor (investor expectation) dengan informasi-informasi penting yang dimiliki oleh manajemen (Ajinkya dan Gift, 1984). Penelitian terbaru yang berkaitan dengan peramalan manajemen adalah penelitian yang mengurai masalah-masalah mengenai tipe, ketepatan, kredibilitas peramlan manajemen dengan perubahan harga sekuritas ( e.g Pownall et al., 1993; Baginski et.al 1993; Pownall dan Waymire, 1989; Bamber dan Cheon, 1998). Secara keseluruhan, bukti-bukti dari hasil penelitian menyatakan bahwa peramalan manajemen mempunyai arah hubungan yang positif dengan berbegai penentu kualitas peramalan manajemen. 4.1.2.4 Peramalan Analis (Analyst Forecast) Terdapat banyak penelitian mengenai peramalan analis. Penelitian tersebut bisa dibagi menjadi dua kategori yang diantaranya adalah: -
Kategori pertama yaitu penelitian yang menguji tentang sifat kesepakatan (consencus) peramalan analis. Konsensus peramalan merupakan mean atau median dari peramalan analis terhadap laba perusahaan. Salah satu contoh model pertanyaan yang ada dalam penelitian tersebut adalah apakah peramalan analis mempunyai
-
kandungan informasi yang bersifat optimis? Kategori kedua berfokus pada sifat peramalan analis baik peramalan secara cross-section ataupun peramalan sementara. Salah satu contoh
model pertanyaan yang ada dalam penelitian tersebut adalah faktor penentu apa saja (determinant) yang dapat mempengaruhi akurasi peramalan analis? 4.1.2.4.1 Perbandingan peramalan analis dengan peramalan time-series Penelitian
terdahulu
menguji
keakuratan
dari
peramalan
analis
dan
hubungannya dengan imbal hasil saham dan membandingkan sifat-sifat tersebut dengan peramalan time-series dari laba. Brown dan Rozeff (1978) merupakan orang pertama yang mendokumentasikan adanya keakuratan yang lebih unggul dari peramalan analis dibandingkan dengan peramalan time-series dari laba kwartalan. Penelitian-penelitian selanjutnya memberikan hasil yang beragam dan memunculkan perdebatan berkaitan dengan hasil penelitian tersebut. Hasil penelitian tersebut juga memunculkan pertanyaan apakah superioritas yang dimiliki analis tersebut timbul karena anlis mempunyai time-advantage seperti misalnya analis memiliki akses terhadap informasi terkini yang lebih banyak dibandingkan dengan model time-series. Brown et.al (1987 a, b) melakukan pengujian terhadap akurasi dan hubungan (asosiasi) antara imbal hasil saham yang digunakan untuk membandingkan kualitas peramlaan analis dibandingkan dengan peramalan time-series dari laba kwartalan. Hasil penelitian Brown et al. menunjukan bahwa bahkan setelah dilakukan pengendalian terhadap time-advantage yang dimiliki oleh analis, hasil peramalan analis dikatakan lebih akurat dan lebih terasosiasi dengan imbal hasil saham dibandingkan dengan peramlaan time-series. 4.1.2.4.2 Optimisme dalam Peramalan Analis Banyak penelitian yang menemukan bahwa peramalan analis (analys forecast) bersifat optimistik walaupun sebenarnya optimism tersebut saat ini juga dipertanyakan (Brown 1997, 1998, Matsumoto 1998, Richardson et al 1999).
Setidaknya terdapat 3 hipotesis yang sejalan dengan penurunan optimism analis yaitu: -
Analis sebenarnya belajar dari kesalahan masa lalu (learning from past biases) sehingga analis menjadi lebih berhati-hati dan tidak terlalu
-
optimis Dorongan/incentive yang dimiliki oleh analis telah berubah Kualitas data yang digunakan sudah lebih baik (data bebas dari survivor bias maupun selection bias)
4.1.2.4.3 Mengestimasi Bias Dalam Peramalan Optimisme peramalan diperoleh dari perbedaan positif antara EPS yang diramalkan dengan EPS yang sebenarnya. Optimisme tersebut telah didokumentasikan dengan menggunakan metode value line, I/B/E/S dan Zack data source for analys (Lim, 1998). Estimasi keoptimisan analis bervariasi antar penelitian. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam desain penelitian, definisi variabel dan periode pengujian. 4.1.2.4.4 Bukti adanya Bias (Evidence of Bias) Walaupun secara desain penelitian berbeda namun bukti yang ada dalam penelitian-penelitian
tersebut
menyatakan
adanya
optimisme
analis.
Kesimpulan mengenai optimism analis itu harus dimaknai secara hati-hati karena sebenarnya sampel yang diuji pada banyak penelitian tersebut tidaklah independen. Penelitian yang menyimpulkan adanya bias diantaranya adalah: -
Lim (1998) Brown (1998) Rhicardson (1999)
4.1.2.4.5 Masalah Desain Penelitian yang Potensial Dari hasil penelitian terdahulu yang membahas mengenai bias peramalan analis. Penulis masih merasa ragu dan bersikap skeptic terhadap bukti yang ada.
Penulis mengemukakan beberapa alasan yang mendasari sikap tersebut yang diantaranya adalah: -
Pertama, pembandingan laba aktual dengan laba peramlan tidaklah selalu sama (misalnya data I/E/B/S). Dalam melakukan peramalan (forecasting) analis biasanya tidak memasukan komponen special item
-
(misalnya extraordinary loss/gain) Kedua, cakupan data telah berkembang secara dramatis selama bertahun-tahun dan derajat bias sebenarnya bisa dikatakan telah banyak mengalami penurunan yang pasti ( Brown, 1997, 1998, Richardson et al 1999)
4.1.2.4.6 Bias in long Horion Forecast Peramalan pada horizon yang panjang (Long Horizon Forecast) merupakan peramalan pertumbuhan selama kurang lebih 2 sampai dengan 5 tahun. Dari hasil penelitian yang ada menunjukan bahwa analisis pertumbuhan laba dalam jangka panjang menunjukan arah yang optimis. 4.1.2.4.7 Determinan Ekonomi dari Bias Peramalan Adanya bukti mengenai optimism peramalan analis telah banyak mendorong para peneliti untuk mengajukan dan menguji hipotesis agar dapat menjelaskan adanya optimistic bias. Hipotesis tersebut terbagi dalam dua kategori besar yaitu: -
Terdapat insentif ekonomi yang mempengaruhi hasil peramalan analis Adanya penjelasan mengenai behavioral cognitive-bias yang bisa digunakan untuk melakukan analisis terhadap adanya bias tersebut.
Penjelasan berbasis pada insentif (incentive-based explanation), Pertama-tama dorongan ekonomi memotivasi analis yang mengambil posisi jual “sell-side analyst” untuk mempublikasikan peramalan laba yang optimis. Hal tersebut berkaitan dengan kompensasi yang akan mereka terima atas jasa peramalan
yang mereka berikan kepada perusahaan investasi. Selain itu, menurut Lim (1998) dan Das et al (1998) alasan yang lainnya mengapa analis mempublikasikan peramalan yang optimistik salah satunya adalah untuk memperoleh akses informasi dari manajemen perusahaan terutama pada saat dimana terjadi asimetri informasi antara manajemen dengan komunitas investor tinggi. Alasan ketiga disampaikan oleh Gu dan Wu (2000) yang menyatakan bahwa bias peramalan terjadi karena adanya dorongan dari analis karena adanya ketepatan laba (earnings skewness). Mereka berargumen bahwa optimistic bias merupakan hal yang wajar dan justru diharapkan karena sebenarnya para analis tersebut berusaha untuk meminimalkan nilai rata-rata dari kesalahan peramalan. Dan yang terakhir adalah pendapat dari Abarbanell dan Lehavy (2000b) yang menyatakan bahwa sebenarnya bias peramalan analis disebabkan oleh perilaku manajemen perusahaan yang melakukan manajemen laba misalnya saja bentuk take a bath.