2. Mendeskripsikan ragam konotasi kolektif yang dominan pada opini Harian Analisa. 1.3.2 Manfaat Penelitian Suatu penelitian yang dilakukan tentu saja mempunyai manfaat. Manfaat penelitian ini adalah : 1. Pembaca dapat mengetahui ragam konotasi kolektif pada opini Harian Analisa. 2. Menjadi bahan perbandingan kepada peneliti–peneliti lain yang akan menganalisis hal yang sama dalam bidang linguistik, khususnya yang ingin meneliti tentang makna konotasi. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian, dan gambaran awal dari objek yang diabstrakkan dari peristiwa konkret dan digunakan untuk memahami hal-hal lain dalam suatu penelitian. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kridalaksana (2001: 117) mengatakan bahwa konsep adalah gambaran awal dari objek penelitian yang digunakan untuk memahami hal-hal lain dalam suatu penelitian. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Ragam Konotasi Kolektif
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hendry Guntur Tarigan (1995 : 58-79) makna konotasi adalah pancaran impresi-impresi yang tidak dapat dirasa dan tidak dapat dinyatakan secara jelas yang mengelinginya. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotasi apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Ragam konotasi kolektif adalah nilai rasa yang berlaku untuk para anggota sesuatu golongan atau masyarakat. Menurut Hendry Guntur Tarigan (1995: 60), ragam konotasi kolektif atau nilai rasa kelompok ini dapat dibagi atas 13 macam, yaitu: 1. Konotasi Tinggi Kata-kata yang termasuk ke dalam konotasi tinggi berasal dari kata-kata sastra dan klasik yang lebih indah dan bagus terdengar oleh telinga umum. Selain itu kata-kata asing pada umumnya menimbulkan rasa segan, terutama bila orang kurang atau sama sekali tidak memahami maknanya, oleh karena itu tidak perlu heran bahwa kata-kata seperti itu mendapat konotasi atau nilai rasa tinggi. Contoh kata yang mengandung konotasi tinggi antara lain: Aksi
: gerakan
Bahtera
: perahu, kapal
Cakrawala
: lengkung langit
Dirgantara
: udara; awang-awang
Fantasi
: bayangan
Universitas Sumatera Utara
Figur
: tokoh
Kalbu
: hati
2. Konotasi Ramah Konotasi ramah biasa kita pakai dalam pergaulan dan pembicaraan seharihari antara sesama anggota masyarakat, biasanya memakai bahasa daerah atau dialek untuk menyatakan hal-hal yang langsung berhubungan kehidupan. Dengan demikian terjadilah bahasa campuran yang kadang-kadang terasa lebih ramah daripada bahasa Indonesia sebab dalam hal ini kita merasa lebih akrab, dapat saling merasakan satu sama lain, tanpa merasa adanya kecanggungan dalam pergaulan. Contoh kata yang mengandung konotasi ramah antara lain: Akur
: cocok,sesuai
Berabe
: susah
Besuk
: melihat orang sakit
Codet
: bekas luka
Cicil
: angsur
Menggondol : meraih, merebut Mandek
: berhenti
Nongkrong
: duduk, jongkok
3. Konotasi Berbahaya
Universitas Sumatera Utara
Konotasi berbahaya erat sekali hubungannya dengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat magis. Dalam saat-saat tertentu dalam kehidupan masyarakat, harus berhati-hati mengucapkan suatu kata agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan perkataan lain adalah tabu mengucapkan beberapa kata pada saat-saat tertentu. Misalnya bila kita berburu atau mencari kayu ke hutan sangatlah tabu menyebut kata harimau, sebab kalau disebut mungkin nanti akan bersua dengan harimau. Untuk mengelakan hal itu maka dipakailah kata nenek, kiai dan lain-lain. Dalam hal ini kata harimau mempunyai konotasi berbahaya, sedangkan kata nenek dan kiai mengandung nilai rasa tidak berbahaya. Contoh kata yang mengandung konotasi berbahaya antara lain: Ular
: ikat pinggang Raja Sulaiman
Tikus
: putri
Berak
: ke belakang
Kencing
: buang air kecil
Hantu
: nenek
Pencuri
: panjang tangan
Pencopet
: tukang rogoh saku
Universitas Sumatera Utara
4. Konotasi Tidak Pantas Konotasi tidak pantas dalam kehidupan sehari-hari terdapat sejumlah kata yang diucapkan tidak pantas pada tempatnya. Kata-kata tersebut terdapat nilai rasa tidak pantas, masyarakat akan menilainya sebagai orang yang kurang sopan. Pengucapan kata-kata tersebut dapat menyinggung perasaan orang lain. Contoh kata yang mengandung konotasi tidak pantas antara lain: Air kencing
: urine; kemih
Beranak
: bersalin
Bunting
: mengandung
Bersundal
: berzina
Bini
: isteri
Berak
: buang air besar
Puki
: kemaluan wanita
Tahi
: tinja
5. Konotasi Tidak Enak Ada sejumlah kata yang biasa dipakai dalam hubungan yang tidak atau kurang baik, maka tidak enak didengar oleh telinga dan mendapat nilai rasa tidak enak. Contoh kata yang mengandung konotasi tidak enak antara lain: Orang udik
: orang desa
Universitas Sumatera Utara
Keluyuran
: jalan-jalan
Koyok
: banyak bicara
Jalang
: liar
Licik
: pandai
Cingcong
: ulah; omong
Jalang
: liar; tidak dipelihara orang
Haram jadah : anak yang tidak sah Anak keparat : anak jahanam, anak celaka 6. Konotasi Kasar Adakalanya kata-kata yang dipakai oleh rakyat banyak terdengar kasar dan mendapat nilai rasa kasar. Biasanya kata-kata seperti itu berasal dari suatu dialek. Contoh kata yang mengandung konotasi kasar antara lain: Mampus
: mati
Lu
: kamu
Mani
: sperma
Tetek
: payu dara
Telanjang
: tunabusana
Mani
: sperma
Babu
: pembantu rumah tangga
Universitas Sumatera Utara
Kacung
: jongos; pembantu rumah tangga
Jambret
: copet; rebut
7. Konotasi Keras Untuk melebih-lebihkan suatu keadaan kita biasa memakai kata-kata atau ungkapan-ungkapan. Ditinjau dari segi arti maka hal itu dapat disebut hiperbola, dan kalau dari segi nilai rasa disebut konotasi keras. Sebagai contoh: “Saudagar itu sangat kaya”. Ungkapan itu dapat kita ganti “Saudagar itu uangnya berpetipeti”, walaupun dalam kenyataanya uangnya tidak berpeti-peti. Contoh kata yang mengandung konotasi keras antara lain: Jurang kematian Lembah kemelaratan Sulitnya setengah mati Sepeser buta pun aku tak punya Memperjuangkan perut sejengkal Mengharapkan sesuap nasi Hidup antara dua jurang Hidup enggan mati tak mau Indahnya tak terlukiskan dengan kata-kata Ilmunya seluas alam raya ini
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa cara untuk membuat nilai rasa sesuatu kata menjadi keras, antara lain: a) gabungan dua sinonium; contoh: gelap gulita putih suci merah padam gagah perkasa muda belia sunyi senyap hitam pekat b) ulangan salin suara; contoh: mundar-mandir kaya-raya kacau-balau porak-poranda ramah-tamah pontang-panting 8. Konotasi Bentukan Sekolah
Universitas Sumatera Utara
Sesungguhnya batas antara nilai rasa bentukan sekolah ini dengan nilai rasa biasa sangat kabur. Sebagai contoh: Saya datang tengah hari. Maka orang terpelajar yang telah berkecimpung di sekolah beberapa tahun belajar akan mengatakan: Saya datang pukul 12.00 tepat siang. Yang terakhir inilah yang disebut konotasi bentukan sekolah. 9. Konotasi Kanak-kanak Nilai rasa kanak-kanak ini biasanya terdapat dalam dunia kanak-kanak, tetapi merupakan suatu kenyataan bahwa orang tua pun sering pula mempergunakannya. Contoh kata yang mengandung konotasi kanak-kanak antara lain: Mama
: ibu
Mimi
: minum
Bobo
: tidur
Nyonyo
: menyusu
10. Konotasi Hipokoristik Konotasi ini terutama dipakai dalam dunia kanak-kanak yaitu sebutan nama kanak-kanak yang dipendekkan kemudian diulang. Contoh kata yang mengandung konotasi hipokoristik antara lain: Lolo Lili
Universitas Sumatera Utara
Lala Nana Mimi 11. Konotasi Bentuk Nonsens Konotasi ini sangat jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa diantaranya walaupun sudah sangat lazim dipakai, sama sekali tidak mengandung arti. Contoh kata yang mengandung konotasi bentuk nonsens antara lain: Tra-la-la Pam-pam-pam Na-nana-nana Tri-li-li 12. Konotasi yang Turun Pada masa penjajahan atau kolonialisme dulu, kata raja dalam masyarakat kita mempunyai nilai rasa yang tinggi sejajar dengan kedudukan dan kekuasaan raja pada waktu itu. Tetapi sekarang, dalam alam demokratis ini, nilai rasa raja itu sudah merosot turun. Contoh kata yang mengandung konotasi yang turun antara lain: Bangsawan Sultan
Universitas Sumatera Utara
Daulat Paduka Permaisuri Kerajaan Serdadu 13. Konotasi yang Naik Pada masa sekarang ini alangkah banyaknya kata yang mempunyai konotasi tinggi sesuai dengan perkembangan masyarakat kita. dalam hal ini turut membantu alat-alat perhubungan yang sudah agak intensif dan modern baik di darat, di laut, dan di udara, serta pengaruh media massa antara lain koran, radio dan televisi. Contoh kata yang mengandung konotasi yang naik antara lain: Presiden Menteri Angkatan bersenjata Darmawisata Nasional Satelit Demokrasi
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Opini Dalam surat kabar Harian Analisa terdapat berbagai rubrik yang memuat informasi salah satunya adalah opini. Opini berisikan tentang pendapat, pikiran dan sikap resmi suatu media sebagai penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontrovesial yang berkembang dalam masyarakat. Opini yang ditulis pihak redaksi diasumsikan untuk mewakili sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi media pers yang bersangkutan secara keseluruhan sebagai suatu lambang penerbitan media berkala.Opini bukanlah suara perorangan atau pribadi-pribadi yang terdapat di jajaran redaksi atau di bagian produksi dan sirkulasi, melainkan suara kolektif seluruh wartawan dan karyawan dari suatu lambang penerbitan pers, karena merupakan suara lembaga (Sumadiria: 2005: 7).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Harian Analisa Harian Analisa adalah surat kabar harian lokal yang terbit di kota Medan.Harian Analisa diterbitkan pertama kali pada tanggal 23 Maret 1972. Harian Analisa mempunyai 35 lembar dan merupakan surat kabar yang terbesar dikota Medan yang terbit tujuh kali dalam seminggu. (Sumber: Http:///id.wikipedia org/wiki/Analisa. Com/23/07/2005)
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Semantik Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik. Untuk memahami teori yang dikemukakan Ferdinand de Saussure,
Universitas Sumatera Utara
bapak linguistik modern, yaitu tanda linguistik. Menurut de Saussure (dalam Chaer, 2002:29) setiap tanda lingustik terdiri atas dua unsur yaitu (1) yang diartikan, (2) yang mengartikan. Yang diartikan sebenarnya tidak lain adalah konsep atau makna dari sesuatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan itu adalah tidak lain dari bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Jadi, dengan kata lain setiap tanda-lingistik terdiri atas dua unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya
mengacu kepada suatu referen yang merupakan
unsur luar-bahasa (ekstralingual). Menurut Henry Guntur Tarigan (dalam pengajaran semantik 1995: 23),dalam pengertian yang luas, semantik dapat dibagi atas tiga yaitu: 1. Sintaksis 2. Semantik 3. Pragmatik Pembagian seperti di atas itu mula-mula sekali dibuat oeh Charles Morris dan kemudian oleh Rudolf Carnap. Sesuai dengan formulasi Morris terdahulu (1938) maka terdapatlah perbedaan sebagai berikut: 1. Sintaksis menelaah hubungan-hubungan formal antara tanda-tanda satu sama lain. 2. Semantik menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut. 3. Pragmatik menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan para penafsir atau interpretator.
Universitas Sumatera Utara
Setelah peneliti memahami perbedaan tersebut, maka peneliti menelaah tentang semantik. Menurut Henry Guntur Tarigan, kata semantik dalam bahasa Inggris :(semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”.Hendry Guntur Tarigan (1986 : 24) menjelaskan bahwa istilah semantik dapat dipakai dalam pengertian luas dan dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, semantik dapat diartikan menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut. Sedangkan semantik dalam arti sempit adalah telaah makna yang menyatakan makna yang satu dengan makna yang lain serta pengaruhnya terhadap manusia. Semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, semantik mencakup makna-makna kata, perkembangan, dan perubahannya.
2.3 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian itu sebagai bahan referensi yang mendukung penelitian tersebut, atau menjelaskan hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
topik yang akan diteliti agar semakin jelas permasalahan penelitian yang akan dibahas. Penelitian tentang makna konotasi bukanlah baru pertama kali dilakukan, sudah ada peneliti terdahulu tentang masalah tersebut. Namun, yang meneliti tentang ragam konotasi pada opini Harian Analisa belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Hasiholan (1994) mengkaji “Penggunaan Makna Kata Denotasi Dan Konotasi Pada Majalah Editor”. Ia mengemukakan tentang makna Denotasi dan Konotasi pada majalah editor. Selain itu, ia juga membahas mengenai pengaruh yang ditimbulkan oleh makna denotasi dan konotasi tersebut terhadap masyarakat bahasa dan hubunganya dengan kaidah bahasa Indonesia. Imelda
(2002) mengkaji “Makna Konotasi Ragam Pojok Dalam Surat
Kabar”. Ia mengemukakan tentang makna konotasi baik dan konotasi tidak baik. Selain itu, ia juga membahas mengenai gaya tanggapan yang muncul dalam ragam pojok. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa ragam makna konotasi pada opini Harian Analisa belum pernah diteliti, padahal cukup banyak ragam konotasi yang muncul dalam opini Harian Analisa. Ragam konotasi menarik minat peneliti dan juga menjadi alasan mendasar mengapa dipilih sebagai topik penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara