RAGAM KETEBALAN TESTA PADA BIJI KEDELAI M. Muchlish Adie1), Linda Hapsari2), Ayda Krisnawati1), dan Didik Harnowo1) 1)
Balitkabi dan 2)Mahasiswa Universitas Negeri Malang
ABSTRAK Testa (seed coat) merupakan pelapis terluar dari benih kedelai, berperan sebagai pengatur hubungan antara benih dengan lingkungan eksternal. Kerusakan testa pada benih akan mempengaruhi proses imbibisi, mengakibatkan kerusakan benih dan menurunkan vigor benih. Sebanyak 50 genotipe kedelai diteliti ketebalan lapisan testanya di Laboratorium Pemuliaan Balitkabi dan Laboratorium Biologi Universitas Negeri Malang, pada bulan Mei–Juni 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa testa pada benih kedelai terdiri dari eksotesta, mesotesta dan endotesta. Rentang ketebalan eksotesta 38,8–70,0 μm (rata-rata 50,4 μm), rentang ketebalan mesotesta 22,5–106,3 μm (rata-rata 61,6 μm), dan ketebalan endostesta 30,0–103,8 μm (rata-rata 56,5 μm). Genotipe Sinabung/ Argomulyo-6 memiliki lapisan eksotesta yang paling tebal (70,0 μm) dan yang paling tipis pada genotipe Argomulyo/Sinabung-39 yakni 38,8 μm. Untuk mesotesta, genotipe yang paling tebal adalah Malabar/Sinabung-57 (106,3 μm) dan yang paling tipis genotipe Malabar/Sinabung-58 (22,5 μm). Untuk endotesta, genotipe Malabar/Sinabung-57 memiliki lapisan endotesta yang paling tebal (103,75 μm) dan genotipe Argomulyo/Sinabung-52 paling tipis lapisan endotestanya (30,0 μm). Ketebalan testa beragam antara 111,25–273,75 μm. Genotipe Malabar/Sinabung-57 memiliki lapisan testa paling tebal (273,8 μm) dan yang paling tipis genotipe Sinabung/Argomulyo-4 (111,3 μm). Korelasi antara ekso, meso dan endotesta dengan testa masing-masing r = 0,564**; r = 0,886** dan r = 0,714**. Hal ini mengindikasikan bahwa penyusun testa terbesar adalah lapisan mesotesta, diikuti oleh endotesta dan terkecil eksotesta, atau masing-masing berkonstribusi 36,6%; 33,5% dan 29,9% terhadap ketebalan testa. Kata kunci: testa, eksotesta, mesotesta, endotesta, kedelai
ABSTRACT Variability of soybeans testa thickness. The seed coat (testa) is the outer coating of the seed, acts as a regulator of the relationship between the seed and the external environment. The damage will affect the testa on seed imbibition process, resulting in damage to the seed and reduce seed vigor. A total of 50 soybean genotypes were studied its testa layer thickness in Balitkabi Breeding Laboratory and Laboratory of Biology, University of Malang, from May to June 2013. The results showed that the seed testa consists of exotesta, mesotesta and endotesta. Exotesta thickness ranges from 38.75 to 70.00 μm (average 50.43 μm), mesotesta thickness range is from 22.50 to 106.25 μm (average 61.60 μm) and the endotesta thickness varied from 30.00 up to 103.75 μm (average 56.53 μm). Among the 50 soybean genotypes tested, the exotesta of Sinabung/Argomulyo6 has the thickest layer (70.00 μm) and the thinnest is the genotype Argomulyo/Sinabung (39 38.75 μm). For mesotesta thickness, the thickest genotype is Malabar/Sinabung-57 (106.25 μm) and the thinnest is genotype Malabar/Sinabung (58 22.50 μm). While for endotesta, genotype Malabar/Sinabung-57 has the thickest layer (103.75 μm) and Argomulyo/Sinabung-52 genotype has the thinnest layer (30.00 μm). Testa thickness varied from 111.25 to 273.75 μm. Genotype Malabar/Sinabung-57 has the thickest layer of testa (273.75 μm) and the thinnest is Sinabung/Argomulyo-4 (111.25 μm). The correlation between the exotesta, mesotesta and endotesta with testa are r = 0.564 **; r = 0.886** and r = 0.714**, respectively. Indicates that the largest constituent of testa is mesotesta layer, followed by endotesta and the smallest by exotesta, or each contribute at 36.55%, 33.53% and 29.92% of the thickness of the testa, respectively. Keywords: testa, exotesta, mesotesta, endotesta, soybean
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
1
PENDAHULUAN Benih kedelai tidak hanya menjadi permasalahan dari sisi kepentingan budi daya, tetapi juga pada proses pengolahan. Dalam struktur budi daya kedelai, benih ikut menjadi penentu capaian produktivitas per satuan luas, karena benih berkualitas akan menentukan jumlah populasi tanaman tumbuh dan dipanen. Populasi awal tumbuh pada tanaman kedelai berkisar antara 400–500 ribu tanaman/ha dan pengurangan populasi panen hingga 50% nyata menurunkan produktivitas. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi tanaman awal tumbuh ikut menentukan kelangsungan tanaman hingga panen. Populasi awal tumbuh tanaman kedelai dipengaruhi oleh tingkat viabilitas dan vigor benih. Disampaikan oleh Boesenwikel dan Bouman (1995) bahwa testa (kulit biji atau seed coat) berperan penting sebagai pelindung benih, melindungi terjadinya hidrasi benih serta menjaga viabilitas benih. Bahkan menurut De Souza dan Marcos-Filho (2001), testa tidak hanya sebagai penentu utama perkecambahan benih dan vigor, tetapi juga berpengaruh terhadap umur simpan benih. Struktur biji kedelai terdiri atas tiga bagian yaitu embrio, kulit biji, dan endosperm. Secara anatomis, testa merupakan lapisan terluar dari biji, sehingga berfungsi sebagai pelindung efektif terhadap kerusakan mekanis pada benih (Rudall 1987). Testa juga berposisi sebagai pelindung embrio selama proses pemasakan biji dan pemasok nutrisi selama perkembangan biji. Komponen penyusun testa adalah selulose, polisakarida, lignin, kutin, protein, fenolik, pigmen, lilin, lemak dan bahan resin. Dengan penyusun yang demikian maka testa menjadi pelindung benih yang sangat efektif (Bewley dan Black 1994). Menurut Werker (1997), ketebalan testa beragam antargenotipe dan secara anatomis juga memiliki struktur yang sangat spesifik untuk setiap genotipe. Fase pertumbuhan tanaman juga berasosiasi dengan keragaan testa. Testa pada biji kacang-kacangan terdiri atas tujuh lapisan, yaitu kutikula, light line, epidermis, hipodermis, parensima, lapisan remnant, dan endoperma (Gunn 1981). Sebagai pelapis benih bagian terluar, testa menjadi salah satu faktor penentu hubungan antara biji dengan lingkungan eksternal. Kerusakan testa pada proses imbibisi akan mempercepat kerusakan benih dan menurunkan vigor benih. Rusaknya lapisan epidermis pada testa akan meningkatkan luas permukaan benih dan akan memacu terjadinya hidrasi pada benih dan akhirnya akan menurunkan viabilitas benih (Anonymous 2013). Kepekaan testa terhadap kerusakan mekanis ditentukan oleh kandungan lignin pada testa, sedangkan umur simpan benih dan toleransinya terhadap deraan lapang ditentukan oleh integritas testa. Performa benih pada tanaman kacang-kacangan juga berhubungan dengan struktur testa seperti porositas, warna, dan serositas. Struktur testa yang demikian berpengaruh terhadap vigor benih, potensial penyimpanan, ketahanan terhadap infeksi cendawan, dan juga menentukan kepekaannya terhadap proses kerusakan imbibisi. Testa sebagai penutup benih yang telah matang memiliki berbagai fungsi, yaitu preservasi dari integritas berbagai bagian biji, pelindung embrio terhadap kerusakan mekanis dan serangan hama penyakit, dan pengatur pertukaran udara antara embrio dengan lingkungan eksternal. Fungsi lain yang sangat penting adalah sebagai regulator proses imbibisi. Penelitan bertujuan untuk menilai ragam ketebalan testa benih beberapa genotipe kedelai.
2
Adie et al: Ragam ketebalan testa pada biji kedelai
BAHAN DAN METODE Bahan penelitian adalah 50 genotipe kedelai. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei– Juni 2012 di Labroratorium Pemuliaan Balitkabi dan Laboratorium Biologi Universitas Negeri Malang. Setiap genotipe diambil 100 biji secara acak, kemudian benih dikeringkan hingga kadar air 10%. Ketebalan testa dilakukan dengan menyayat testa yang ada di sekitar hilum menggunakan pisau tajam. Sayatan testa diletakkan di atas kaca preparat dan diberi sedikit air, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Sayatan testa benih kedelai dalam kaca preparat diamati di bawah mikroskop, kemudian diukur ketebalan masingmasing lapisan testa sebanyak dua kali. Data yang dikumpulan adalah ketebalan eksotesta, mesotesta, dan endotesta. Analisis data menggunakan rata-rata, simpangan baku, dan korelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ketebalan testa yang terdiri dari eksotesta, mesotesta, dan endotesta beragam antargenotipe yang diuji. Rentang ketebalan eksotesta 38,8–70,0 μm (rata-rata 50,4 μm), rentang ketebalan mesotesta 22,5–106,3 μm (rata-rata 61,6 μm) dan ketebalan endostesta beragam dari 30,0 hingga 103,75 μm (rata-rata 56,53 μm) (Tabel 1). Di antara 50 genotipe kedelai yang diuji, Sinabung/Argomulyo-6 memiliki eksotesta yang paling tebal (70,0 μm) dan yang paling tipis adalah eksotesta genotipe Argomulyo/ Sinabung-39 yakni 38,8 μm. Genotipe yang paling tebal lapisan mesotestanya adalah Malabar/Sinabung-57 (106,3 μm) dan yang paling tipis genotipe Malabar/Sinabung-58 (22,5 μm). Genotipe Malabar/Sinabung-57 memiliki lapisan endotesta yang apaling tebal yaitu 103,8 μm dan genotipe Argomulyo/Sinabung-52 paling tipis lapisan endotestanya (30,0 μm). Aniszewski et al. (2006) menyampaikan bahwa pada tanaman Phaseolus lunatus, eksotesta tersusun dari kutikula, palisade, dan lapisan sel crushed. Mesotesta terdiri atas sel hourglass, sedangkan endotesta terbentuk dari berbagai jaringan berupa floem, silem dan testa bagian bawah. Odabas et al. (2006) yang menyusun modeling untuk karakterristik benih kedelai mendapatkan ragam laju testa (testa rate) 70 genotipe kedelai di Turki berkisar antara 1,0– 1,9%. Laju testa merupakan nisbah antara bobot kering testa dengan bobot total biji. Dari penelitian tersebut juga diungkapkan bahwa testa berperan penting sebagai pengendali proses imbibisi, dan laju imbibisi menentukan laju, kekuatan, dan kecepatan perkecambahan. Benih kedelai dalam kondisi kering, yakni pada kadar air 10%, proses metabolismenya berjalan sangat lamban. Namun pada saat benih mulai mengalami imbibisi maka aktivasi metabolismenya mulai meningkat. Kecepatan imbibisi merupakan langkah awal penting untuk proses reaktivasi metabolisme dalam benih untuk menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan (Koizumi et al. 2008). Testa pada benih kedelai yang tersusun dari eksotesta, mesotesta, dan endostesta memiliki peran strategis, terutama pada budi daya kedelai di daerah tropis. Pada penelitian ini ketebalan testa berkisar antara 111,3– 273,8 μm. Genotipe Malabar/Sinabung-57 memiliki lapisan testa 273,8 μm, lebih tebal dibandingkan dengan genotipe lainnya dan yang paling tipis testanya adalah genotipe Sinabung/Argomulyo-4 (111,3 μm) (Tabel 1). Kuchlan et al (2010) yang meneliti properti fisik dari 12 genotipe kedelai juga menemukan ragam testa benih kedelai.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
3
Tabel 1. Ketebalan eksotesta, mesotesta, endotesta dan total testa (kulit biji). 2012. No
Genotipe
1 Malabar/Anajasmoro-1 2 Sinabung/Argomulyo-4 3 Sinabung/Argomulyo-5 4 Sinabung/Argomulyo-6 5 Sinabung/Argomulyo-7 6 Sinabung/Argomulyo-8 7 Sinabung/Argomulyo-10 8 Sinabung/Argomulyo-11 9 Sinabung/Malabar-14 10 Sinabung/Malabar-16 11 Sinabung/Malabar-19 12 Sinabung/lL,Jateng-24 13 Sinabung/lL,Jateng-25 14 Sinabung/lL,Jateng-28 15 Argomulyo/Sinabung-34 16 Argomulyo/G 100 H-100 17 Argomulyo/Sinabung-39 18 Argomulyo/Sinabung-40 19 Argomulyo/Sinabung-46 20 Argomulyo/Sinabung-47 21 Argomulyo/Sinabung-48 22 Argomulyo/Sinabung-49 23 Argomulyo/Sinabung-50 24 Argomulyo/Sinabung-52 25 Malabar/Sinabung-53 26 Malabar/Sinabung-57 27 Malabar/Sinabung-58 28 Malabar/Sinabung-62 29 Malabar/Sinabung-64 30 Malabar/Sinabung-65 31 Malabar/Sinabung-66 32 Malabar/Sinabung-67 33 Malabar/Sinabung-68 34 Malabar/Sinabung-69 35 Malabar/Sinabung-70 36 Malabar/Sinabung-71 37 Malabar/Sinabung-72 38 Malabar/Sinabung-74 39 Malabar/Sinabung-78 40 Malabar/Sinabung-81 41 Malabar/Sinabung-82 42 L,Jateng/Sinabung-84 43 L,Jateng/Sinabung-85 44 Sinabung/Argomulyo-90 45 Argomulyo/Sinabung-96 46 L,Jateng/Sinabung-97 47 Argomulyo/Sinabung-98 48 IAC 100 49 Anjasmoro 50 Grobogan Rata-rata Simpangan baku
4
Ekso 46,3 43,8 47,5 70,0 63,8 56,3 55,0 50,0 43,8 51,3 53,8 50,0 50,0 57,5 42,5 52,5 38,8 51,3 52,5 51,3 47,5 53,8 53,8 48,8 51,3 63,8 43,8 47,5 57,5 51,3 38,8 53,8 46,3 51,3 56,3 52,5 45,0 48,8 42,5 51,3 47,5 48,8 43,8 56,3 57,5 45,0 41,3 47,5 47,5 53,8 50,4 6,2
Adie et al: Ragam ketebalan testa pada biji kedelai
Ketebalan (μm) Meso Endo 70,0 48,8 26,3 41,3 85,0 63,8 92,5 58,8 93,8 66,3 92,5 61,3 40,0 47,5 35,0 43,8 30,0 62,5 52,5 53,8 62,5 55,0 70,0 55,0 53,8 62,5 76,3 68,8 73,8 66,3 30,0 52,5 36,3 47,5 36,3 46,3 67,5 82,5 45,0 65,0 43,8 62,5 52,5 43,8 51,3 52,5 37,5 30,0 47,5 82,5 106,3 103,8 22,5 22,5 61,3 50,0 110,0 72,5 55,0 51,3 38,8 36,3 161,3 52,5 27,5 50,0 55,0 47,5 86,3 67,5 46,3 55,0 41,3 38,8 55,0 46,3 51,3 48,8 66,3 50,0 70,0 57,5 107,5 72,5 61,3 61,3 85,0 75,0 76,3 61,3 35,0 50,0 81,3 71,3 51,3 47,5 68,8 62,5 58,8 55,0 61,6 56,5 26,3 13,8
Total 165,0 111,3 196,3 221,3 223,8 210,0 142,5 128,8 136,3 157,5 171,3 175,0 166,3 202,5 182,5 135,0 122,5 133,8 202,5 161,3 153,8 150,0 157,5 116,3 181,3 273,8 88,8 158,8 240,0 157,5 113,8 267,5 123,8 153,8 210,0 153,8 125,0 150,0 142,5 167,5 175,0 228,8 166,3 216,3 195,0 130,0 193,8 146,3 178,8 167,5 168,6 39,4
Bobot biji (g) 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,01
Rata-rata ekso, meso dan endotesta, masing-masing adalah 50,4; 61,6 dan 56,5 μm. Korelasi antara ekso, meso dan endotesta dengan testa masing-masing r = 0,564**; r = 0,886** dan r = 0,714** (Tabel 2). Nilai korelasi tersebut mengindikasikan bahwa penyusun testa terbesar adalah lapisan mesotesta, diikuti oleh endotesta dan terkecil oleh eksotesta. Atau meso, endo dan eksotesta masing-masing berkonstribusi sebesar 36,6%; 33,5% dan 29,9% terhadap ketebalan testa. Tabel 2. Korelasi antara ekso, meso dan endotesta dengan testa. 2012. Ketebalan (μm) Eksotesta Mesotesta Endotesta
Eksotesta
Mesotesta
Endotesta
Testa total
1,00
0,499 ** 1,00
0,429 ** 0,548 ** 1,00
0,564** 0,886 ** 0,714**
** = nyata pada p = 0,001.
Mengingat peran strategis testa selama perkembangan biji dan perkecambahan, termasuk sebagai media transportasi air dan nutrisi, maka kajian hubungan antara performa testa benih kedelai dengan kekuatan perkecambahan, vigor, dan penyimpanan perlu dilakukan.
KESIMPULAN 1. Ketebalan testa beragam antargenotipe kedelai, termasuk ketebalan eksotesta, mesotesta dan endotesta sebagai lapisan penyusun testa. Lapisan mesotesta adalah yang paling tebal, diikuti oleh lapisan endotesta dan eksotesta. 2. Ketebalan testa berkisar antara 111,3-273,8 μm. Genotipe Malabar/Sinabung-57 memiliki lapisan testa yang lebih tebal (273,8 μm) dan yang paling tipis terdapat pada genotipe Sinabung/Argomulyo-4 (111,3 μm).
DAFTAR PUSTAKA Aniszewski, T., A. Karttunen and H. Hyvarinen. 2006. Structure of Phaseolus lunatus testa at its central point. Acta Biologica Cracoviensia Series Botanica 48 : 69–76. Anonymous. 2013. Role of the testa epidermis in the leakage of intracellular substances from imbibing soybean seeds and its implications for seedling survival. http://triscience.com/ General/role-of-the-testa-epidermis-in-the-leakage-of-intracellular-substances-fromimbibing-soybean-seeds-and-its-implications-for-seedling-survival/doculite_view. Akses 15 Maret 2013. Besewinkel F.D. and F. Bouman. 1995. The seed: structure and function. In: Kigel J, and Galili G [eds.], Seed development and germination, 1–24. Marcel Dekker, New York. Bewley D, and M. Black. 1994. Seeds. Physiology of development and germination Second ed. Plenum Press, New York and London. De Souza. F.H.D., andJ.M. Filho. 2001. The seed coat as a modulator of seed-environment relationships in Fabaceae. Rev. Bras. Bot. 24(4). Sao Paulo. Gunn, C.R. 1981. Seeds of Leguminosae. In: Polhill RM, Raven PH [eds.], Advances in legume systematics, part 2, 913 –925. Royal Botanic Garden, Kew. Koizumi, M., K. Kikuchi, S. Isobe, N. Ishida, S. Naito, and H. Kano. 2008. Role of Seed Coat in Imbibing Soybean Seeds Observed by Micro-magnetic Resonance Imaging. Ann Bot. 102 : 343–352. Kuchlan, M.K., M. Dadlani and D. V. K. Samuel. 2010. Seed Coat Properties and Longevity of Soybean Seeds. J. of New Seeds 11 : 239-249.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
5
Odabas, M.S., C. Cirak, and A.K. Ayan, 2006. Determination and modeling of seed characteristics in some soybean cultivars. Intern. J. of Agric. Res. 1: 488-495 Rudall P. 1987. Anatomy of flowering plants. An introduction to structure and development. Edward Arnold, London, New York. Werker E. 1997. Seed anatomy. In: Carlquist S, Cutler DE, Fink S, Ozenda P, Roth I, and Ziegler H (Eds.) Encyclopedia of plant anatomy. Vol. 10, p. 1–424. Gebruder Borntraeger, Berlin, Stuttgart.
6
Adie et al: Ragam ketebalan testa pada biji kedelai