129
LAMPIRAN
130
Lampiran 1. Peraturan Perundanga Undangan Aspek Hak Kepemilikan Terhadap Kawasan HLGD
Peraturan Perundangan
Isi
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan
Pemantapan dan Penetapan
Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
Pasal 24 butir 3 PP No 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
Pasal 5 SK Menhut/ 32/2001 tentang Kriteria dan Standart Pengukuhan kawasan hutan
Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Kriteria kawasan hutan lindung adalah: 1. Kawasan Hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau 2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau 3. lebih dan/atau 4. Kawasan Hutan yang mempunyai ketinggian diatas permukaan laut 2.000 meter atau lebih Kriteria hutan lindung, dengan memenuhi salah satu : 1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skore) 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih; 2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% (empat puluh per seratus) atau lebih; 3. Kawasan hutan yang berada pada ketinggian 2000 (dua ribu) meter atau lebih di atas permukaan laut; 4. Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15% (lima belas per seratus); 5. Kawasan hutan yang merupakan daerah resapan air; Kawasan hutan yang merupakan daerah perlindungan pantai Kawasan hutan yang ditunjuk harus memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu a) belum pernah ditunjuk atau ditetapkan Menteri sebagai kawasan hutan, b) tidak dibebani hak hak atas tanah, c) tergambar
131
Pasal 10 PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
Pasal 20 PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
dalam peta penunjukkan kawasan hutan dan perairan yang ditetapkan oleh Menteri 1. Bupati/Walikota menyelenggarakan inventarisasi hutan tingkat wilayah kabupaten/kota dengan mengacu pada pedoman penyelenggaraan inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8. 2. Penyelenggaraan inventarisasi hutan tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melaksanakan inventarisasi hutan di seluruh wilayah kabupaten/ kota untuk memperoleh data dan informasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 Ayat (1). 3. Penyelenggaraan inventarisasi hutan tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan mengacu hasil inventarisasi hutan tingkat provinsi. 4. Dalam hal hasil inventarisasi hutan tingkat provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat belum tersedia, maka Bupati/Walikota dapat menyelenggarakan inventarisasi hutan untuk mengetahui potensi sumber daya hutan terbaru yang ada di wilayahnya 1. Pelaksanaan penataan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (3) dilakukan oleh Panitia Tata Batas kawasan hutan. 2. Panitia Tata Batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Bupati/Walikota. 3. Unsur keanggotaan, tugas dan fungsi, prosedur dan tata kerja Panitia Tata Batas kawasan hutan diatur dengan Keputusan Menteri. 4. Panitia Tata Batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain bertugas: a. melakukan persiapan pelaksanaan penataan batas dan pekerjaan pelaksanaan di lapangan; b. menyelesaikan masalah-masalah : 1) hak-hak atas lahan/tanah disepanjang trayek batas; 2)hak-hak atas lahan/tanah di dalam kawasan hutan; c. memantau pekerjaan dan memeriksa hasil-hasil pelaksanaan pekerjaan
132
5.
6.
1. 2.
Pasal 19 PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
3.
4.
5.
tata batas di lapangan; d. membuat dan menandatangani Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan. Hasil penataan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang ditandatangani oleh Panitia Tata Batas Kawasan Hutan dan diketahui oleh Bupati/Walikota. Hasil penataan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disahkan oleh Menteri Berdasarkan penunjukan kawasan hutan, dilakukan penataan batas kawasan hutan. Tahapan pelaksanaan penataan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kegiatan:a) Pemancangan patok batas sementara; b) Pengumuman hasil pemancangan patok batas sementara; c) Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada di sepanjang trayek batas dan di dalam kawasan hutan; d) Penyusunan Berita Acara Pengakuan oleh masyarakat di sekitar trayek batas atas hasil pemancangan patok batas sementara; e) Penyusunan Berita Acara Pemancangan batas sementara yang disertai dengan peta pemancangan patok batas sementara; f) Pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong batas; g) Pemetaan hasil penataan batas; h) Pembuatan dan penandatanganan Berita Acara Tata Batas dan Peta Tata Batas; dan i) Pelaporan kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur. Berdasarkan kriteria dan standar pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (3), Gubernur menetapkan pedoman penyelenggaraan penataan batas. Berdasarkan pedoman penyelenggaraan penataan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati/Walikota menetapkan petunjuk pelaksanaan penataan batas. Bupati/Walikota bertanggung jawab atas penyelenggaraan penataan batas kawasan hutan di wilayahnya
133
Pasal 20 PP 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
Pasal 12 Permenhut 28/2009 tentang tata cara konsultasi persetujuan substansi kehutanan dalam RTRW
Prosedur penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) meliputi: a. proses penyusunan rencana tata ruang; b. pelibatan peran masyarakat dalam perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan c. pembahasan rancangan rencana tata ruang oleh pemangku kepentingan Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota kepada BKPRN dengan tembusan kepada Menteri dilengkapi dengan: a. dokumen Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota beserta lampirannya; b. rekomendasi Gubernur; dan c. peta usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dalam Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten / Kota, berikut hasil kajian teknis dan rencana pemanfaatannya
(1) Penunjukan kawasan hutan meliputi : a. Wilayah provinsi; dan b. Wilayah tertentu secara partial. (2) Penunjukan kawasan hutan wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan atau pemaduserasian TGHK dengan RTRWP. (3) Penunjukan wilayah tertentu secara Pasal 18 PP 44/2004 partial menjadi kawasan hutan harus tentang Perencanaan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Hutan a. usulan atau rekomendasi Gubernur dan atau Bupati/Walikota; b. secara teknis dapat dijadikan hutan. (4) Penunjukan wilayah tertentu untuk dapat dijadikan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan oleh Menteri. (4) Penunjukan kawasan hutan wilayah provinsi dan atau secara partial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Pasal 39 Keppres Pemerintah Daerah Tingkat II wajib 32/1990 tentang mengendalikan pemanfaatan Pengelolaan Kawasan ruang di kawasan lindung Lindung Pasal 16 PP 44/2004 1. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan,
134 tentang hutan
Pengelolaan
perencanaan
Menteri menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah. 2. Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan proses :a. Penunjukan kawasan hutan; b. Penataan batas kawasan hutan; c. Pemetaan kawasan hutan; dan d. Penetapan kawasan hutan. 3. Kriteria dan standar pengukuhan kawasan hutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, meliputi kegiatan: a. tata hutan dan penyusunan rencana Pasal 21 UU 41/1999 pengelolaan hutan, tentang Kehutanan b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, c. rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan d. perlindungan hutan dan konservasi alam
1. Pemanfaatan hutan pada hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dilakukan melalui kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. Pasal 23 PP No 6/2007 pemanfaatan jasa lingkungan; atau c. tata hutan dan rencana pengelolaan hutan serta pemungutan hasil hutan bukan kayu. pemanfaatannya 2. Dalam blok perlindungan pada hutan lindung, dilarang melakukan kegiatan pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 2 Perpres No 28/2011 Penggunaan Kawasan HL untuk Pertambangan Bawah Tanah
Pasal 4 PP 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
1. Di dalam kawasan hutan lindung dapat dilakukan kegiatan penambangan dengan metode penambangan bawah tanah. 2. Penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan penambangan bawah tanah dilakukan tanpa mengubah peruntukan dan fungsi pokok kawasan hutan lindung 1. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. 2. Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. religi; b. pertambangan; c. instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan; d.
135
Pasal 2 ayat 4 PP 38/2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan pemerintah kabupaten kota
pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi; e. jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api; f. sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi; g. sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah; h. fasilitas umum; i. industri terkait kehutanan; j. pertahanan dan keamanan; k. prasarana penunjang keselamatan umum; atau l. penampungan sementara korban bencana alam Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum d. perumahan; e. penataan ruang; f. perencanaan pembangunan; g. perhubungan; h. lingkungan hidup; i. pertanahan; j. kependudukan dan catatan sipil; k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera; m. sosial; n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian; o. koperasi dan usaha kecil dan menengah; p. penanaman modal; q. kebudayaan dan pariwisata; r. kepemudaan dan olah raga; s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; u. pemberdayaan masyarakat dan desa; v. statistik; w. kearsipan; x. perpustakaan;
136
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 60 UU 41/1999 tentang Kehutanan
Pasal 15 dan 19 UU no 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 123 PP 6/2007 tentang tata hutan dan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatannya
y. komunikasi dan informatika; z. pertanian dan ketahanan pangan; aa. kehutanan; bb. energi dan sumber daya mineral; cc. kelautan dan perikanan; dd. perdagangan; dan ee. perindustrian (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. (2) Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan kehutanan Pasal 15 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi Pasal 19 (1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS. (2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (1) Untuk tertibnya pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan : a. Menteri, berwenang membina dan mengendalikan kebijakan bidang kehutanan yang dilaksanakan gubernur, bupati/walikota, dan/atau kepala KPH; b. Gubernur, berwenang membina dan mengendalikan kebijakan bidang kehutanan yang dilaksanakan bupati/walikota, dan/atau kepala KPH. (2) Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tata hutan dan
137 penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan yang dilaksanakan oleh kepala KPH, pemanfaat hutan, dan/atau pengolah hasil hutan
Pasal 48 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 aya t (1) meliputi pemberian : a. pedoman; b. bimbingan; c. pelatihan; d. arahan; dan atau e. supervisi. (2) Pemberian pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan terhadap penyelenggaraan perlindungan hutan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan atau Kabupaten atau Kota termasuk pertanggungjawaban, laporan dan evaluasi atas akuntabilitas kinerja Gubernur dan Bupati atau Walikota. Pasal 48-49 PP 45/2004 (3) Pemberian bimbingan sebagaimana tentang Perlindungan dimaksud pada ayat (1) huruf b yang Hutan ditujukan terhadap penyusunan prosedur dan tata kerja. (4) Pemberian pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditujukan terhadap sumber daya aparatur. (5) Pemberian arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mencakup kegiatan penyusunan rencana, program dan kegiatan-kegiatan yang bersifat nasional. (6) Supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditujukan terhadap pelaksanaan sebagian kegiatan pengurusan hutan yang dilimpahkan atau diserahkan kepada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kota
138 Pasal 49 (1) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 ayat ( 1 ) meliputi kegiatan : a. monitoring; b. evaluasi; dan atau c. tindak lanjut (2) Kegiatan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi, kebijakan dan pelaksanaan perlindungan hutan. (3) Kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah kegiatan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan perlindungan hutan dilakukan secara periodik. (4) Kegiatan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi guna penyempurnaan kebijakan dan pelaksanaan perlindungan hutan. (5) Ketentuan lebih lanjut tentang penilaian keberhasilan pelaksanaan perlindungan hutan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Menteri