BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Plastik merupakan bahan pengemas yang sangat popular. Plastik yang beredar di masyarakat adalah jenis plastik sintetik yang terbuat dari minyak bumi dan tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme tanah meskipun telah tertimbun puluhan tahun (Kumar, et al., 2011). Penggunaan plastik ramah lingkungan menjadi alternatif yang paling memungkinkan untuk mengurangi sampah plastik sintetik. Fokus dari plastik ramah lingkungan yang dimaksud adalah plastik yang dapat diurai dengan sempurna oleh mikroba, yang disebut dengan biodegradable plastic (Karnia, 2015). Komponen utama yang digunakan dalam pembuatan edible film terbagi menjadi tiga golongan yaitu hidrokoloid (protein atau polisakarida), lipid (asam lemak, lilin atau asilgliserol), dan komposit yang merupakan campuran dari golongan hidrokoloid dengan lipid (Rodriguez, et al., 2006). Onggok adalah limbah padat dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. Pemanfaatan onggok saat ini hanya terbatas untuk pakan ternak atau dibuang sebagai limbah. Selain itu, onggok juga mempunyai potensi sebagai polutan karena menimbulkan bau asam dan busuk (Mulyono, 2009). Kandungan karbohidrat onggok yang tinggi yaitu sekitar 65,90% dengan kadar amilosa 16% dan amilopektin 84% dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan plastik biodegradable (Kurniadi, 2010). Oleh karenanya onggok singkong dapat dijadikan alternative dalam pembuatan plastik biodegradable sehingga mengurangi pencemaran lingkungan. Penambahan bahan polimer lain yang bersifat elastis perlu dilakukan untuk memperbaiki karakteristik mekanik film plastik. Salah satu bahan yang dapat ditambahkan adalah kitosan. Kitosan termasuk jenis polisakarida yang dapat digunakan sebagai plastik biodegradable. Abugoch (2011) mengatakan bahwa kitosan sebagai edible coating memiliki sifat mekanik yang memadai serta penghalang yang baik terhadap oksigen dan aroma. Hasil penelitian yang dilakukan Coniwati, (2014) menyebutkan bahwa penambahan konsentrasi kitosan menyebabkan naiknya kuat tarik film plastik biodegradable yang dihasilkan. 1 http://repository.unimus.ac.id
Selain kitosan, bahan polimer lain yang dapat ditambahkan adalah gliserol. Gliserol merupakan salah satu plastisizer yang banyak digunakan dalam pembuatan plastik biodegradable. Gliserol dapat memberikan sifat yang lebih elastis apabila dibandingkan dengan plastisizer yang lain seperti sorbitol karena memiliki berat molekul yang kecil (Huri, et al., 2014). Plastisizer gliserol bersifat hidrofilik (menyukai air), sehingga sesuai apabila ditambahkan dengan pembentuk plastik yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) seperti pati, pektin, gel, dan protein (Murni, et al., 2013). Adapun bioplastik yang pernah diteliti sebelumnya antara lain bioplastik dari pektin kulit pisang kepok oleh Rofikah, et al. (2014) mempunyai nilai kuat tarik tertinggi yaitu 10,53 MPa. Setiani, et al., (2013) menuturkan hasil penelitian bioplastik dari pati sukun dengan penambahan kitosan dan gliserol mempunyai nilai kuat tarik sebesar 16,34 MPa dengan ketahanan air mencapai 212,98 %. Sedangkan pada hasil penelitian Asni, et al., (2015) dalam pembuatan bioplastik ampas singkong dan polivinil asetat mempunyai nilai kuat tarik sebesar 0,1659 MPa. Penelitian ini akan dibuat plastik biodegradable berbasis onggok dan kitosan dengan menggunakan plastisizer gliserol yang diharapkan dapat menghasilkan plastik biodegradable dengan sifat mekanik dan daya biodegradabilitas yang lebih baik dari penelitian terdahulu. Sifat mekanik yang akan dikaji pada penelitian ini berupa kuat tarik (tensile strenght) dan ketahanan air (water uptake) serta sifat biodegradabilitasnya terhadap bioplastik yang dihasilkan.
B. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kuat tarik (tensile strength), ketahanan air (water uptake), dan sifat biodegradabilitas plastik biodegradable berbasis onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer.
C. Hipotesis Penelitian Ada pengaruh formulasi pati onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer terhadap karakteristik plastik
biodegradable
berupa
biodegradabilitas.
2 http://repository.unimus.ac.id
sifat
mekanik dan sifat
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji kuat tarik (tensile strength), ketahanan air (water uptake) dan sifat biodegradabilitas plastik biodegradable berbasis pati onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer. 2. Tujuan Khusus a. Mengukur dan menganalisis pengaruh formulasi plastik biodegradable berbasis onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer terhadap kuat tarik (tensile strength). b. Mengukur dan menganalisis pengaruh formulasi plastik biodegradable berbasis onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer terhadap ketahanan air (water uptake). c. Menentukan sifat biodegradabilitas plastik biodegradable berbasis onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer. d. Menentukan perlakuan terbaik pada formulasi plastik biodegradable berbasis onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer.
E. Manfaat 1. Bagi Masyarakat Memberikan informasi tentang pemanfaatan onggok sebagai bahan dasar plastik biodegradable ramah lingkungan.
2. Bagi IPTEK Memberikan kontribusi dalam penganekaragaman produk plastik kemasan pangan yang terbuat dari bahan organik berbasis limbah pangan guna mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan plastik sintetik.
3 http://repository.unimus.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Plastik 1. Plastik Plastik mempunyai peranan besar dalam kehidupan sehari-hari yang pada umumnya digunakan sebagai bahan pengemas karena sifatnya yang kuat, ringan, dan praktis. Akan tetapi dewasa ini, plastik menjadi masalah lingkungan karena dalam proses daur ulangnya membutuhan waktu yang lama. Keunggulan plastik antara lain ringan, fleksibel, kuat, tidak mudah pecah, transparan, tahan air, dan ekonomis (Darni et al., 2004). Plastik merupakan sejumlah besar material organik sintetis yang merupakan polimer termoplas dan termoset dengan massa molekul yang besar dan dapat terbentuk dari pati, selulosa, PLA (poli asam laktat), PHA (polihidroksi alkanoat), dan protein (Mooney, 2009). Plastik merupakan polimer tinggi yang terbentuk dari proses polimerisasi. Plastik diartikan sebagai materi yang bahan utamanya adalah molekul organik yang terpolimerisasi dengan molekul tinggi. Produk akhir berupa padat dan pada beberapa bagian tahap produksinya dapat dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan (Shereve, et al., 1975 dalam Akbar, et al., 2013). Polimer sendiri merupakan suatu bahan yang terdiri atas unit molekul, dimana unit molekul ini disebut dengan monomer. Polimer alam yang telah dikenal, beberapa diantaranya adalah selulosa, protein, dan karet alam. Menurut Mujiarto (2005) dalam Anggarini (2013), plastik dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu: a. Plastik termoplas, merupakan plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas. Plastik tersebut antara lain polietilena (PE), polipropilena (PP), dan nilon. Selain memiliki rantai yang lurus, plastik termoplas bersifat lentur, mudah terbakar, tidak tahan panas, dan dapat didaur ulang. b. Plastik termoset, merupakan plastik yang tidak dapat dicetak kembali setelah mengalami suatu kondisi tertentu karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi. Jenis plastik termoset antara lain, PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), dan polyester. Plastik termoset 4 http://repository.unimus.ac.id
memiliki sifat yang kaku, tidak mudah terbakar, tahan terhadap suhu tinggi, dan berikatan cross-linking. Sifat-sifat plastik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Sifat mekanik plastik sesuai SNI Karakteristik
Nilai
Kuat tarik (MPa)
24,7-302
Persen elongasi (%)
21-220
Hidrofobisitas (%)
99
Sumber: Darni dan Herti (2010) Plastik sintetik yang beredar dikalangan masyarakat ini sulit terurai dalam tanah sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk terdegradasi. Menurut Kumar, et al.(2011) untuk terdegradasi sempurna, plastik sintetik membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah plastik yang menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan seperti pencemaran dalam tanah yang dapat mengurangi kesuburan tanah melalui partikel-partikel plastik yang terurai. Pemusnahan dengan cara pembakaran yang tidak sempurna memungkinkan dihasilkannya emisi dioksin yang membahayakan kesehatan (Karnia, 2015). Dewasa ini berbagai pengembangan inovasi dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan plastik sintetik beserta dampak yang diberikan. Seperti halnya proses daur ulang plastik dan penggunaan plastik ramah lingkungan. Karnia (2015) menyatakan bahwa, proses daur ulang sebagai upaya untuk menekan jumlah sampah plastik mendatangkan masalah baru terkait dengan efisiensi energi selama proses pencucian, proses penghancuran, proses pembentukan kembali, dan nilai ekonomisnya yang masih menjadi bahan pertanyaan. Pemanfaatannya sebagai energi belum sepenuhnya memecahkan masalah lingkungan karena ternyata polutan dan residunya memerlukan penanganan khusus, dan termasuk ke dalam limbah yang berbahaya dan beracun. Penggunaan plastik ramah lingkungan menjadi alternatif yang paling memungkinkan untuk mengurangi sampah plastik sintetik. Fokus dari plastik ramah lingkungan yang dimaksud adalah plastik yang dapat diurai dengan sempurna oleh mikroba, yang disebut dengan biodegradable plastic. 5 http://repository.unimus.ac.id
2. Plastik Biodegradable Biodegradable dapat diartikan dari dua kata penyusunnya yaitu bio yang berarti hidup dan degradable yang berarti dapat diuraikan. Menurut Pranamuda (2001), plastik biodegradable merupakan plastik yang dapat digunakan seperti plastik konvensional pada umumnya, namun setelah habis terpakai plastik ini akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi air dan karbondioksida dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradable merupakan plastik yang ramah lingkungan. Degradasi adalah proses satu arah yang mengarah pada perubahan yang signifikan dari suatu struktur material. Hal ini dapat terjadi dengan cara kehilangan komponen, seperti berat molekul atau berat struktur yang disertai dengan pemecahan (fragmentation). Plastik biodegradable dapat terdegradasi oleh lingkungan tertentu seperti tanah, kompos, maupun lingkungan perairan. Degradasi itu sendiri disebabkan oleh kondisi lingkungan dan plastik biodegradable menunjukkan keadaan plastik yang terdegradasi sebagai hasil dari aktivitas mikroorganisme seperti bakteri , jamur, dan alga (Seigel dan Lisa, 2007). Berdasarkan bahan baku yang digunakan, plastik biodegradable digolongkan menjadi dua golongan, yakni golongan dengan bahan baku petrokimia, dimana bahan baku ini merupakan penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources)dan golongan dengan bahan baku produk tanaman seperti selulosa dan pati dimana bahan baku ini merupakan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) (Widyasari, 2010). Tabel 2. Jenis-jenis plastik berdasarkan pengelompokkan bahan baku dan kemampuan degradasi Jenis bahan baku
Biodegradabilitas Biodegradabel
Non-biodegradabel
Terbarukan
Bahan berbasis pati, selulosa, Poli asam laktat (PAL) dan Poli hidroksi alkanoat (PHA)
Polietilen (PE), poliamida dan Polivinil Klorida (PVC)
Tidak
Polikaprolakton (PCL) dan Poli butilena
Poli propilena (PP)
6 http://repository.unimus.ac.id
terbarukan
suksinat (PBS)
Sumber: Narayan (2006) dalam Widyasari (2010) Menurut Budiman (2003), terdapat tiga kelompok biopolimer yang dapat digunakan menjadi bahan dasar dalam pembuatan film kemasan biodegradable, yaitu: a. Campuran biopolimer dengan polimer sintetis: terbuat dari campuran granula pati (520%) dan polimer sintetis serta bahan tambahan (prooksidan dan autooksidan). Film jenis ini mempunyai nilai biodegradabilitas yang rendah dan biofragmentasi sangat terbatas. b. Polimer mikrobiologi (polyester): dihasilkan secara bioteknologis atau fermentasi dengan penggunaan mikroba genus Alcaligenes. Jenis biopolymer ini antara lain adalah polihidroksi butirat (PHB), polihidroksi valerat (PHV), asam polilaktat (polylactat acid), dan asam poliglikolat (polyglycolic acid). Dapat terdegradasi penuh oleh bakteri, jamur, dan alga. Akan tetapi, karena proses produksi bahan dasarnya yang rumit menjadikan harga kemasan biodegradable ini relatif mahal. c. Polimer pertanian: diperoleh secara murni dari hasil pertanian dan tidak dicampur dengan bahan sintetis. Biopolimer jenis ini diantaranya adalah selulosa (bagian dari dinding sel tanaman), cellophane, celluloseacetat, chitin (pada kulit Crustaceae), dan pullulan (hasil fermentasi pati oleh Pullularia pullulans). Biopolimer ini mempunyai sifat termoplastik, sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk menghasilkan film kemasan. Tersedia sepanjang tahun (renewable), murah, dan mudah hancur secara alami (biodegradable) adalah keunggulan dari polimer pertanian. Namun mempunyai kelemahan dalam penyerapan air yang tinggi dan tidak dapat dilelehkan tanpa bantuan bahan aditif. Vilpoux dan Averous (2006) menyatakan bahwa penggunaan pati sebagai bahan pembuatan plastik
biodegradable
berkisar antara 80-95% dari
pasar plastik
biodegradable yang ada. Dalam perkembangannya pembuatan plastik biodegradable berbasis pati telah banyak dilakukan, baik itu pati alami maupun yang sudah dimodifikasi begitupun dengan proses pembuatannya telah banyak dikembangkan, diantaranya yakni: a. Mencampur pati dengan plastik konvensional seperti PE atau PP dalam jumlah kecil (10-20%), 7 http://repository.unimus.ac.id
b. Mencampur pati dengan turunan hasil samping minyak bumi, seperti PCL dalam komposisi yang sama (50%), dan c. Menggunakan proses ekstruksi untuk mencampurkan pati dengan bahan-bahan seperti protein kedelai, gliserol, alginat, lignin dan lain-lain sebagai plastisizer (Flieger et al., 2003 dalam Widyasari, 2010). Pati yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan plastik biodegradable dapat terdegradasi oleh bakteri Pseudomonas dan Bacillus memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Selain menghasilkan senyawa karbondioksida dan air, degradasi plastik juga menghasilkan senyawa organik dan aldehid sehingga plastik ini aman bagi lingkungan. Untuk dapat terdekomposisi oleh alam, plastik sintetik membutuhkan waktu kurang lebih 100 tahun, sedangkan plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 sampai 20 kali lebih cepat. Hasil dari degradasi plastik ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos atau pakan ternak. Pembakaran pada plastik biodegradable tidak menghasilkan senyawa kimia yang berbahaya (Huda dan Feris, 2007). Pengembangan bahan berpati dalam pembuatan plastik biodegradable telah banyak dilakukan. Sumber pati yang digunakan berupa pati sorgum (Darni, Y dan Herti, 2010), pati sukun (Setiani et al., 2013), pati jagung (Murni et al., 2013), onggok (Kholish, 2012), pati kulit singkong (Akbar et al., 2013), pati biji nangka (Anggraini, 2013), pati biji kecipir (Poeloengasih dan Marseno, 2003), dan pati talas (Sirait, 2015). Tabel 3. Perbandingan plastik konvensional, campuran, dan biodegradable Pengamatan Komposisi
Sifat dan bahan baku
Plastik Konvensional Polimer sintetik
Sifat mekanik dan fisik
Tidak dapat diperbaharui (unrenewable) Sangat baik dan bervaiasi
Biodegradabilitas Kompostabilitas Hasil pembakaran Contoh
Tidak ada Tidak ada Stabil Polipropilena
Plastik Campuran Polimer sintetik dan polimer alam Sebagian dapat diperbaharui
Plastik Biodegradable Polimer alam
Bervariasi
Baik dan bervariasi tetapi penggunaannya terbatas Tinggi Tinggi Kurang stabil Poli asam laktat
Rendah Rendah Agak stabil PE + pati
Dapat diperbaharui (renewable)
8 http://repository.unimus.ac.id
(PP) Polietilena (PE) Polistirena (PS)
PE+selulosa
(PLA) Polikaprolakton (PCL) Polihidroksi alkanoat (PHA) Polihidroksil butirat-valerat (PHB-V)
Sumber: Lim (1999) dalam Widyasari (2010)
3. Karakteristik Plastik Biodegradable a. Ketahanan air (Water uptake) Plastik berbahan polipropilen (PP) mempunyai nilai ketahanan air sebesar 0,01 atau sebesar 1%, sehingga plastik ini efektif digunakan sebagai pengemas makanan yang banyak mengandung air. Uji ketahanan air diperlukan untuk mengetahui sifat bioplastik yang dibuat telah mendekati sifat plastik sintetik atau belum, karena konsumen plastik memilih plastik dengan sifat yang sesuai dengan keinginan, salah satunya yaitu tahan terhadap air. Hasil ketahanan air yang baik adalah bioplastik yang dapat menyerap air lebih sedikit yang ditandai dengan nilai prosentase ketahanan air yang lebih kecil (Darni et al., 2009). Setiani, et al., (2013) menuturkan hasil penelitiannya dalam pembuatan bioplastik pati sukun-kitosan bahwa dengan penambahan kitosan dapat meningkatkan
nilai
ketahanan air yang dihasilkan dimana hasil ketahanan air yang terbaik yakni sebesar 212,98 %.Sarka, et al (2011) melaporkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa dengan membandingkan antara pati asli dengan pati terasetilasi dalam hal sifat ketahanan airnya, maka pati terasetilasilah yang mampu meningkatkan tingkat ketahanan air plastik dibandingkan pati asli. b. Kuat tarik (Tensile strength) Tensile strength dalam istilah umum dapat diartikan sebagai kemampuan suatu struktur dalam menahan beban tanpa mengalami kerusakan. Kerusakan dapat terjadi karena perpecahan yang disebabkan oleh tekanan yang berlebihan atau deformasi struktur. Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh film selama proses pengukuran berlangsung. Kuat tarik dipengaruhi oleh plastisizer yang ditambahkan. 9 http://repository.unimus.ac.id
Tensile strength dapat pula diartikan sebagai ketahanan suatu material tertentu terhadap tegangan atau kuat tekan. Parameter ini juga menunjukkan indikasi integrasi film pada kondisi tekanan (stress) yang terjadi selama pembentukkan film. Daya kuat yang dibutuhkan untuk memutus material dan perkiraan jumlah sebelum putus adalah hal yang penting untuk kebanyakan material dalam memperkirakan sifat material tersebut (Gedney, 2005). Telah banyak dilakukan penelitian dalam pembuatan plastik biodegradable baik dari pati onggok maupun biopolimer alami lainnya. Apriyani, et al. (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penambahan biopolimer lain berupa ekstrak lidah buaya pada pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok tidak berpengaruh nyata terhadap degradasi plastik dan sifat mekanik yang dihasilkan untuk kuat tarik serta laju uap air yaitu 3,90 MPa dan 2,40 g/m2jam. Asni, et al., (2015) menuturkan hasil penelitiannya terhadap bioplastik ampas singkong dengan polivinil asetat memperoleh nilai kuat tarik sebesar 0,1659 MPa. Darni, et al., juga menuturkan nilai kuat tarik dari bioplastik pati sorgum dan kitosan sebesar 6,9711 MPa. Hasil penelitian bioplastik yang terbuat dari pati sukun dengan penambahan kitosan oleh Setiani, et al.,(2013) mendapatkan nilai kuat tarik yakni 16,34 MPa. Sedangkan kuat tarik bioplastik dari ampas tapioka dengan penambahan asam polilaktat yang dilakukan oleh Wahyuningsih, et al.,(2015) mencapai 104,42 MPa. c. Biodegradabilitas Uji biodegradabilitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh alam terhadap plastik dalam jangka waktu tertentu, sehingga akan diperoleh persentase kerusakan. Kemudian dapat diperkirakan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh plastik untuk dapat terurai di alam secara sempurna. Anggraini (2013) melakukan penelitian dalam pembuatan plastik biodegradable dari pati biji nangka dan pengujian yang dilakukan salah satunya adalah uji biodegradabilitas dengan metode soil burial test. Hasil dari uji ini menunjukkan bahwa plastik tersebut terdegradasi secara sempurna dalam jangka waktu satu bulan yang dilihat dari persen hilangnya berat plastik (% weight loss) yang mencapai 100%. Metode ini dilakukan dengan cara penanaman sampel dalam tanah. Sampel berupa bioplastik
10 http://repository.unimus.ac.id
ditanam pada tanah dalam wadah pot dan dilakukan pengamatan dalam jangka waktu tertentu hingga terdegradasi secara sempurna, pengamatan film dilakukan secara visual. Berdasarkan standar European Union (EU) tentang biodegradasi plastik, plastik biodegradable harus terdekomposisi menjadi air, karbondioksida, dan substansi humus dalam jangka waktu maksimal 6 hingga 9 bulan (Sarka et al., 2011). Berdasarkan percobaan yang dilakukan Sarka, et al (2011) dengan membuat bioplastik menggunakan pati dari gandum, menyimpulkan bahwa semakin banyak bagian patinya, maka semakin mudah bagi plastik tersebut untuk terdegradasi.
B. Onggok Pati adalah biopolimer murah yang secara biologis dapat terdegradasi sempurna membentuk air dan karbondioksida. Secara kimia pati merupakan suatu polisakarida. Pembuatan plastik biodegradable berbahan dasar pati telah banyak dilakukan mulai dari pemanfaatan granula pati alami, pati termodifikasi hingga pati termoplastis. Salah satu bahan yang dapat dikembangkan saat ini dalam pembuatan bioplastik adalah onggok. Onggok sendiri adalah limbah padat dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. Pemanfaatan onggok saat ini hanya terbatas untuk pakan ternak atau dibuang sebagai limbah. Selain itu, onggok juga mempunyai potensi sebagai polutan karena menimbulkan bau asam dan busuk (Mulyono, 2009). Oleh karenanya onggok singkong dapat dijadikan alternatif dalam pembuatan plastik biodegradable sehingga mengurangi pencemaran lingkungan. Kandungan karbohidrat onggok yang tinggi yaitu sekitar 65,90% dengan kadar amilosa 16% dan amilopektin 84% dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan plastik biodegradable (Kurniadi, 2010). Komposisi kimia onggok dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposis onggok Komponen (%) Air Abu Serat kasar Lemak Protein Pati
Jumlah 14,32a 0,51a 21,92a 0,25a 0,80a 60,60a
2,4b 10,8b 2,2b 51,8b
Sumber: a Hasbullah (1985); b Supriyati (2009) dalam Widyasari (2010)
11 http://repository.unimus.ac.id
Gambar 1. Onggok industri tapioka (Antika, 2013) Penelitian pembuatan bioplastik yang dilakukan oleh Teixeira et al.,(2001) dengan bahan baku onggok-tapioka dan tepung ubi jalar dimana masing-masing bahan diproses dengan penambahan gliserol 15%, 20%, 30% dan 40% menunjukkan hasil bahwa onggok mempunyai daya kuat tarik yang tinggi, hal ini dimungkinkan karena kandungan serat yang tinggi namun rapuh dibandingkan dengan tepung ubi kayu dan tapioka pada konsentrasi penambahan gliserol yang sama. Penambahan gliserol pada tepung ubi kayu mengakibatkan efek antiplastisasi pada produk akhir, hal ini diduga karena adanya kandungan gula, sedangkan pada tapioka sifat modulus yang dihasilkan rendah tapi tidak terlalu rapuh dibandingkan onggok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, secara teoritis onggok dapat menghasilkan produk yang memiliki sifat modulus yang baik sedangkan sifat rapuhnya dapat diminimalisir dengan pencampuran plastisizer (gliserol) yang lebih banyak lagi (Widyasari, 2010). Telah banyak penelitian yang dilakukan terkait pembuatan plastik biodegradable dari pati onggok. Apriyani, et al. (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penambahan biopolimer lain berupa ekstrak lidah buaya pada pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok tidak berpengaruh nyata terhadap degradasi plastik dan sifat mekanik yang dihasilkan untuk kuat tarik serta laju uap air yaitu 3,90 MPa dan 2,40 g/m2jam. Sedangkan Kholish (2012) menyimpulkan bahwa dengan penambahan asam asetat pada pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok mampu meningkatkan sifat mekanik tanpa menurunkan waktu degradasi plastik .
C. Plastisizer Gliserol Plastisizer memegang peranan penting dalam pembuatan plastik. Plastisizer adalah bahan organik dengan bobot molekul yang rendah yang ditambahkan guna memperlemah kekuatan dari polimer serta meningkatkan daya fleksibiltas dan ekstensibilitas suatu polimer. Faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan plastisizer antara lain struktur molekul, 12 http://repository.unimus.ac.id
polaritas, kualitas produk yang diinginkan, sifat, biaya, dan faktor penguapan bahan yang berdampak pada keamanan proses dan stabilitas film selama penguapan (Widyasari, 2010). Mekanisme plastisizer dalam meningkatkan fleksibilitas bahan karena sifat plastisizer yang mempunyai bobot molekul yang rendah dan dapat menaikkan volume bebas polimer sehingga terbentuklah ruangan yang lebih luas guna meningkatkan gerak segmental yang panjang dari molekul-molekul polimer (Widyasari, 2010). Plastisizer berfungsi dalam meningkatkan fleksibilitas, elastisitas, dan ekstensibilitas material, mencegah material dari keretakan, serta meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air, dan zat terlarut (Mujiarto, 2005). Gliserol, sorbitol, propilen glikol, polipropilen glikol, dan sukrosa adalah plastisizer yang umum ditambahkan pada pembuatan plastik biodegradable (Embuscado, et al., 2009 dalam Apriyani, et al., 2015). Gliserol merupakan senyawa alkohol yang memiliki tiga gugus hidroksil dimana gliserol ini memiliki nama baku 1,2,3-propanatriol. CH2
OH
HC
OH
CH2
OH
Gambar 2. Struktur kimia gliserol Nama gliserol diartikan sebagai bahan kimia murni, namun dalam dunia perdagangan gliserol mempunyai nama dagang yakni gliserin. Gliserol memiliki sifat yang tidak berbau, tidak berwarna, dan berbentuk cairan kental dengan rasa manis. Gliserol larut dengan sempurna dalam air dan alkohol, dapat terlarut dalam pelarut tertentu seperti eter, etil asetat, dan dioxane, namun gliserol tidak bersifat larut dalam hidrokarbon (Widyasari, 2010).
D. Kitosan Kitosan adalah polimer alam kationik yang banyak diteliti di bidang bioteknologi dan biomedis, karena sifatnya yang non toksik, biodegradable, dan mampu membentuk gel dalam media suasana asam melalui protonasi gugus amina.
13 http://repository.unimus.ac.id
Gambar 3. Struktur Kitosan Kitosan memiliki nama kimia (1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa (Shahidi et al.,1999 dalam Murni et al., 2013). Kitosan dapat menghambat sel tumor, anti kapang, anti bakteri, antivirus, menstimulasi sistem imun, dan mempercepat germinasi tumbuhan. Kitosan termasuk dalam jenis polisakarida yang dapat digunakan sebagai pembuatan bioplastik. Pelapis polisakarida merupakan penghalang yang baik karena dapat membentuk matriks yang kuat dan kompak. Film dengan bahan kitosan memiliki sifat yang kuat, elastis, fleksibel, bersifat non toksik, biodegradable, dan sulit untuk dirobek (Murni et al., 2013).
14 http://repository.unimus.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yang pelaksanaannya dilakukan di Laboratorium Kimia dan Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang serta Laboratorium Ilmu Pangan Universitas Khatolik Soegiyopranoto. Waktu penelitian mulai bulan Juli 2016 sampai Maret 2017 meliputi penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, uji kuat tarik (tensile strength), uji ketahanan air (water uptake), uji biodegradabilitas, pengolahan data, dan penyusunan laporan akhir.
B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan plastik biodegradable adalah onggok yang diperoleh dari Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Pati, plastisizer gliserol yang didapatkan dari PT. Multi Kimia Raya Nusantara Semarang, asam asetat 2%, kitosan (derajat deasetilisasi 85%) yang diperoleh dari Multiguna Provide High Quality Chitosan Indramayu, aquades, dan tanah dari kebun Universitas Muhammadiyah Semarang. 2. Alat Alat yang digunakan dalam pembuatan plastik biodegradable antara lain adalah peralatan gelas, timbangan analitis, desikator, termometer, dan seperangkat alat Universal testing Machine (Llyod).
C. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Plastik Biodegradable Pembuatan plastik biodegradable (edible film) berbasis onggok singkong dan kitosan ini dibuat dengan modifikasi prosedur dari Setiani, et al (2005) dan Apriyani, et al (2015). Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel yang divariasikan dan variabel terkontrol. Untuk variabel yang divariasikan yaitu 15 http://repository.unimus.ac.id
pencampuran onggok dan kitosan dengan total campuran bahan sebanyak 10 g. Adapun perbandingan massa campuran onggok-kitosan (b/b) yaitu 7:3; 7,5:2,5; 8:2; 8,5:1,5; 9:1 dan 10:0. Sedangkan untuk variabel terkontrol yaitu waktu pemanasan larutan selama 25 menit dengan suhu 80-90ºC, temperatur pengeringan dalam cabinet dryer yakni 45 ºC selama ±15 jam, aquades 100 mL, gliserol 4 mL, dan asam asetat 50 mL. Melarutkan onggok dengan variasi berat yang telah ditentukan dalam 100 mL aquades dan mengaduknya hingga homogen. Kemudian mencampurkan larutan dengan kitosan yang telah dilarutkan dalam 50 mL asam asetat 2% menggunakan pengaduk. Selanjutnya menambahkan gliserol sebanyak 4 mL serta melakukan pemanasan pada suhu 80-90ºC selama 25 menit. Setelah itu melakukan pencetakan dengan menuangkan larutan ke dalam cetakan plat kaca dengan ukuran 20 x 40 cm. Pengeringan dilakukan dengan cabinet dryer pada suhu 45 ºC selama ±12 jam. Kemudian cetakan diangkat dan didiamkan pada suhu ruang selama 48 jam dan plastik siap untuk dianalisis. Onggok [10; 9; 8,5; 8; 7,5; 7 (g)]
Kitosan [1; 1,5; 2; 2,5; 3 (g)]
Pelarutan
Pelarutan
Aquades 100 mL
Asam asetat 2% 50 mL homogenisasi
Gliserol 4 mL
Pemanasan, T= 80-90ºC; t= 25 menit
Pencetakan
Pengeringan Plastik biodegradable
Gambar 4. Diagram alir pembuatan plastik biodegradable 16 http://repository.unimus.ac.id
Modifikasi dari Setiani, et al (2005) dan Apriyani, et al (2015)
2. Sifat Fisik a. Uji kuat tarik (Tensile strength) (Riki et al., 2013) Pengujian kuat tarik plastik biodegradable berbasis onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer dilakukan dengan alat Universal Testing Machine merk Llyod. Melilitkan film plastik dengan ukuran ± 15 x 3 cm pada alat pengukur kuat tarik (tensile strength). Kemudian pengait akan menarik sampel film plastik hingga terputus. Selanjutnya kuat tarik (tensile strength) dihitung melalui instrumen sensor yang terhubung pada alat pengukur. b. Uji ketahanan air (Water uptake) (Darni et al., 2010) Melakukan penimbangan berat sampel yang akan diuji (Wo). Kemudian mengisi suatu wadah (botol/gelas/mangkuk) dengan aquades. Meletakkan sampel plastik kedalam wadah tersebut selama 10 detik kemudian mengeringkannya. Melakukan penimbangan berat sampel (W) yang telah direndam dalam wadah. Melakukan perendaman kembali sampel ke dalam wadah tersebut, pengangkatan sampel tiap 10 detik dan menimbang berat sampel. Lakukan hal yang sama hingga diperoleh berat akhir sampel yang konstan. Air yang diserap oleh sampel dihitung melalui persamaan berikut: Air (%) =
W - Wo
x 100
Wo Dimana: Wo = berat sampel kering W = berat sampel setelah dikondisikan dalam desikator. c. Uji biodegradabilitas (Pimpan et al, 2001 dalam Anggarini, 2013) Pengujian daya biodegradabilitas ini dilakukan untuk mengetahui daya urai film plastik oleh mikroorganisme dalam tanah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode Soil Burial Test, yakni dengan mengubur sampel ke dalam tanah kemudian diamati berat sampel sebelum dan sesudah dikubur. Media yang digunakan dalam pengujian ini adalah tanah, karena di dalam tanah terdapat banyak mikroorganisme sehingga akan mendukung proses degradasi yang akan dilakukan (Ray, et al., 2013). 17 http://repository.unimus.ac.id
Memotong plastik dengan ukuran 5 cm x 1 cm. Kemudian melakukan pengeringan plastik dan pengkondisian dalam desikator. Selanjutnya menimbang kembali hingga diperoleh berat konstan. Setelah itu mengubur sampel dalam tanah semi basah menggunakan tin can dengan kedalaman 5-10 cm selama 6 hari, selanjutnya mengeringkan sampel kemudian mengkondisikannya dalam desikator lagi dan menimbang sampel hingga diperoleh berat konstan. Berikut perhitungan yang dilakukan dalam pengujian biodegradabilitas : % kehilangan berat =
Keterangan: W0 adalah berat W adalah berat
x 100% (W0 – W) W0
sampel sebelum penguburan dan sampel setelah penguburan.
Setelah didapatkan persentase kehilangan berat maka dihitung perkiraan lamanya terdegradasi secara keseluruhan (100 %) dengan perhitungan sebagai berikut:
Perkiraan waktu degradasi
100% % kehilangan berat
=
x waktu uji
Keterangan: waktu yang digunakan dalam pengujian biodegradabilitas ini adalah 6 hari. Laju
degradabilitas dihitung menggunakan
rumus berikut:
W0 – W mg Degradabilitas =
6 hari
Keterangan:
Wo = berat sampel sebelum dikubur W = berat sampel setelah dikubur. mg = miligram D. Rancangan Penelitian Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktor tunggal (monofactor), dengan perlakuan sebanyak 5 perlakuan dan 1 18 http://repository.unimus.ac.id
kontrol. Variabel dependent yaitu jumlah variasi perbandingan onggok-kitosan yang digunakan dalam pembuatan plastik bodegradable berbasis onggok-kitosan, sedangkan variabel independent yaitu analisis ketahanan air (water uptake), kuat tarik (tensile strength) serta uji biodegradabilitas. Masing-masing percobaan dilakukan ulangan sebanyak 4 kali, sehingga diperoleh satuan (unit) percobaan sebanyak 24 unit percobaan. Untuk rancangan penelitian disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Pendenahan Rancangan Penelitian Rasio Perbandingan onggok: kitosan (b/b) 10 : 0 9:1 8,5 : 1,5 8:2 7,5 : 2,5 7:3
U 1
2
3
4
M0.U1 M10.U1 M20.U1 M30.U1 M40.U1 M50.U1
M0.U2 M10.U2 M20.U2 M30.U2 M40.U2 M50.U2
M0.U3 M10.U3 M20.U3 M30.U3 M40.U3 M50.U3
M0.U4 M10.U4 M20.U4 M30.U4 M40.U4 M50.U4
Keterangan: M : Rasio perbandingan onggok-kitosan (7:3; 7,5:2,5; 8:2; 8,5:1,5; 9:1 dan 10:0) U : Ulangan
E. Analisis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang langsung didapat dari uji ketahanan air (water uptake) dan kuat tarik (tensile strength). Data hasil pengukuran ketahanan air (water uptake) dan kuat tarik (tensile strength) yang diperoleh ditabulasi kemudian dianalisa kenormalan dan kehomogenitasnya menggunakan uji Kolmogorof, apabila normal dan homogen maka dilakukan uji statistik ANOVA (Analysis Of Varian) dengan bantuan software SPSS 16.0, jika ada pengaruh dimana p-value <0,05 maka diuji lanjut posthoc atau uji beda dengan menggunakan LSD sedangkan bila data tidak normal maka diteruskan ke uji non parametrik . Berikut persamaan statistik ANOVA 1 faktor:
Yij i eij Keterangan: Yij = variabel yang akan diasumsikan berdistribusi normal µ = efek rata-rata yang sebenarnya 19 http://repository.unimus.ac.id
ai = efek yang sebenarnya dari perlakuan i eij = efek sebenarnya dari unit eksperimen ke-j dari perlakuan ke-i Dari data hasil pengukuran ketahanan air (water uptake) dan kuat tarik (tensile strength) yang diperoleh, dipilih perlakuan terbaik untuk selanjutnya dilakukan analisis terhadap sifat biodegradabilitasnya.
20 http://repository.unimus.ac.id
F. Kerangka Penelitian Penyusunan Proposal
Variabel yang dikontrol: -
Gliserol 4 mL Aquades 100 ml Asam asetat 50 mL Suhu dan waktu pengeringan, 45ºC selama 12 jam - Suhu pengadukan (suhu kamar) - Suhu dan waktu pemanasan, 80-90ºC selama 25 menit
Persiapan alat dan bahan Variabel yang divariasikan: - Rasio pati onggok dan kitosan (7:3; 7,5:2,5; 8:2; 8,5:1,5; 9:1 dan 10:0)
Homogenisasi onggok dan kitosan (sudah dalam bentuk tepung)
Pembuatan plastik biodegradable
Uji Kuat Tarik
Uji Ketahanan Air
Uji Biodegradabilitas (perlakuan terbaik)
Pengolahan Data
Penyusunan Laporan Penelitian
Gambar 5. Diagram Alir Kerangka Penelitian
21 http://repository.unimus.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Plastik biodegradable dalam penelitian ini merupakan bioplastik yang terbuat dari onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer-nya, dimana dari pembuatan plastik ini menghasilkan film plastik yang berwarna coklat kekuningan. Berdasarkan pada pengamatan secara visual, film plastik ini memiliki homoginetas yang baik dimana mempunyai ketebalan yang rata-rata hampir sama yakni sebesar 0,02 mm. Film plastik yang dihasilkan memiliki tekstur yang halus. Sedangkan aroma film plastik onggok-kitosan ini didominasi oleh aroma asam asetat. Penggunaan onggok dalam pembuatan plastik biodegradable merupakan salah satu cara untuk mengurangi limbah onggok dari industri tepung tapioka yang selama ini pemanfaatannya hanya terbatas pada pakan ternak atau dibuang begitu saja. Di samping itu, onggok merupakan limbah dari hasil industri tepung tapioka ini masih mengandung pati kurang lebih 51,8 % (Supriyati, 2009 dalam Widyasari, 2010). Adapun sifat fisik yang akan dianalisa antara lain kuat tarik (tensile strenght), ketahanan terhadap air (water uptake), dan daya biodegradabilitas. Berikut hasil pengujian sifat fisik dari plastik biodegradable onggok singkong dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer-nya.
A. Kuat Tarik (Tensile strenght) Hasil pengujian kuat tarik (tensile strenght) plastik biodegradable yang diuji di Laboratorium Ilmu Pangan Universitas Khatolik Soegiyopranoto ditampilkan dalam Gambar 6. Pengujian kuat tarik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu struktur dalam menahan beban tanpa mengalami kerusakan.
22 http://repository.unimus.ac.id
Kuat Tarik Bioplastik Nilai Kuat Tarik (MPa)
1.4 1.2
y = -0.0316x + 1.2097 R² = 0.1864
1.32
1 0.8
1.2175 0.9825
1.0225
1.0075
1.045
D
E
0.6 0.4 0.2 0
K
A
B
C
Penambahan Kitosan (g)
Keterangan :
A : Penambahan kitosan 0 g B : Penambahan kitosan 1 g C : Penambahan kitosan 1,5 g D : Penambahan kitosan 2 g E : Penambahan kitosan 2,5 g F : Penambahan kitosan 3 g
Gambar 6. Nilai kuat tarik (tensile strenght) plastik biodegradable berbasis onggok dan kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer. Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan maka nilai kuat tarik (tensile strenght) yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan persamaan linieritas (Y= -0,0316x+1,2097) dengan nilai gradient (m) negatif, yang mana variabel Y merupakan nilai kuat tarik dan variabel X adalah penambahan kitosan. Tanda negatif menunjukkan bahwa pergerakan nilai dari varibel X dan Y adalah tidak searah, sehingga semakin tinggi konsentrasi penambahan kitosan, maka nilai kuat tarik cenderung menurun. Begitupun pada uji Anova yang dilakukan menunjukkan hasil p (0,207) > 0,05, hal ini dapat diartikan bahwa penambahan kitosan dalam
pembuatan plastik
biodegradable berbasis onggok dan gliserol tidak berpengaruh pada nilai kuat tarik yang dihasilkan. Hasil kuat tarik terbaik pada pembuatan plastik biodegradable onggok-kitosan pada Gambar 6 adalah pada formulasi onggok-kitosan 8:2 dan kemudian mengalami penurunan pada formulasi onggok-kitosan 7,5:2,5. Pada rasio perbandingan onggok-kitosan 8,5:1,5 (b/b), interaksi antara onggok, kitosan dan gliserol belum maksimum sehingga memberikan pengaruh terhadap kuat tarik yang dihasilkan. Sedangkan pada formulasi onggok-kitosan 8:2 (b/b), telah terjadi interaksi yang maksimum sehingga cukup kuat untuk menahan beban 23 http://repository.unimus.ac.id
ketika pengujian kuat tarik dilakukan. Kemudian pada formulasi onggok-kitosan 7,5:2,5 (b/b) kitosan dalam larutan menjadi berlebih atau excess sehingga membuat ikatan hidrogen terputus dan memperlemah struktur kimia bioplastik. Ikatan hidrogen yang terbentuk antara kitosan dengan gliserol pada formulasi onggokkitosan (b/b) 8,5:1,5 belum sebanyak ikatan hidrogen yang terjadi pada formulasi onggokkitosan (b/b) 8:2 sehingga menyebabkan kenaikan kuat tarik dari 1,0225 MPa menjadi 1,2175 MPa. Sedangkan penurunan nilai kuat tarik pada formulasi onggok-kitosan (b/b) 7,5:2,5 yakni sebesar 1,0075 MPa dikarenakan gugus OH dari kitosan yang berlebihan sehingga menyebabkan ikatan hidrogen yang terbentuk menjadi putus karena tersisipi molekul gliserol. Selain itu, menurut Buzarovska, et al.,(2008) menyebutkan bahwa penurunan hasil nilai kuat tarik disebabkan pula oleh distribusi yang tidak sempurna dari masing-masing komponen penyusun pada film plastik. Telah banyak penelitian yang dilakukan terkait pembuatan plastik biodegradable dari pati onggok. Apriyani, et al. (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penambahan biopolimer lain berupa ekstrak lidah buaya pada pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok tidak berpengaruh nyata terhadap degradasi plastik dan sifat mekanik yang dihasilkan untuk kuat tarik serta laju uap air yaitu 3,90 MPa dan 2,40 g/m2jam. Asni, et al., (2015) menuturkan hasil penelitiannya terhadap bioplastik ampas singkong dengan polivinil asetat memperoleh nilai kuat tarik sebesar 0,1659 MPa. Darni, et al., juga menuturkan nilai kuat tarik dari bioplastik pati sorgum dan kitosan sebesar 6,9711 MPa. Hasil penelitian bioplastik yang terbuat dari pati sukun dengan penambahan kitosan oleh Setiani, et al.,(2013) mendapatkan nilai kuat tarik yakni 16,34 MPa. Sedangkan kuat tarik bioplastik dari ampas tapioka dengan penambahan asam polilaktat yang dilakukan oleh Wahyuningsih, et al.,(2015) mencapai 104,42 MPa. Kholish (2012) menyimpulkan bahwa dengan penambahan asam asetat pada pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok mampu meningkatkan sifat mekanik tanpa menurunkan waktu degradasi plastik. Hasil penelitian pada bioplastik berbasis onggok dan kitosan ini diperoleh nilai kuat tarik (tensile strenght) tertinggi sebesar 1,2175 MPa pada perlakuan rasio perbandingan onggokkitosan 8:2 (b/b). Sedangkan nilai kuat tarik (tensile strenght) terendah yaitu sebesar 0,9825 MPa pada perlakuan rasio perbandingan onggok-kitosan 9:1 (b/b). Hasil tersebut
24 http://repository.unimus.ac.id
menunjukkan bahwa bioplastik dari penelitian ini belum dapat memenuhi sifat mekanik golongan Moderate Properties. Kriteria nilai kuat tarik (tensile strenght) golongan Moderate Properties yaitu 10-100 MPa (Purwanti, 2010). Sedangkan menurut standar SNI kuat tarik untuk plastik adalah 24,7 – 302 MPa. Dengan demikian, apabila dilihat dari nilai kuat tariknya, bioplastik yang dihasilkan dalam penelitian ini masih belum dikategorikan sebagai plastik dengan sifat mekanik yang moderat serta belum sesuai dengan nilai kuat tarik berdasarkan standar SNI.
B. Ketahanan terhadap Air (Water uptake) Pengujian ketahanan air dilakukan untuk mengetahui sifat bioplastik yang dibuat apakah sudah mendekati sifat plastik sintetik atau belum, karena konsumen memilih plastik dengan sifat yang sesuai dengan keinginan, salah satunya yaitu tahan terhadap air. Hasil ketahanan air yang baik adalah bioplastik yang dapat menyerap air lebih sedikit yang ditandai dengan nilai prosentase ketahanan air (water uptake) yang lebih kecil. Nilai ketahanan air (water uptake) ditampilkan dengan Gambar 7. Ketahanan Air (Water uptake) 100
d
Water Upateke (%)
90
d c
80 70 60
b
b
a
50 y = -1.338x + 67.77 R² = 0.0304
40 30
20 10 0 A
10:00B
9:01C
8,5:1,5D
8:02 E
7,5:2,5F
Penambahan Kitosan
Keterangan: Jenis perlakuan A : Penambahan kitosan 0 g B : Penambahan kitosan 1 g C : Penambahan kitosan 1,5 g D : Penambahan kitosan 2 g E : Penambahan kitosan 2,5 g F : Penambahan kitosan 3 g
25 http://repository.unimus.ac.id
7:03
Gambar 7. Nilai ketahan air (water uptake) plastik biodegradable berbasis onggok-kitosan dengan plastisizer gliserol Ket: huruf berbeda pada setiap bar menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
Berdasarkan Gambar 7. dapat diketahui hubungan variasi kitosan terhadap water uptake yang dihasilkan. Penambahan kitosan pada formulasi tertentu cenderung meningkatkan ketahanan air. Nilai ketahanan air yang dihasilkan berbanding lurus dengan penambahan kitosan yang dilakukan. Semakin banyak konsentrasi kitosan yang ditambahkan maka nilai ketahanan airnya semakin meningkat, yang ditandai dengan nilai gradient (m) pada persamaan Y=-1.338x + 67,77 adalah negatif. Persamaan linieritas yang tertera pada Gambar 7, variabel Y merupakan nilai ketahanan air (water uptake) bioplastik dan variabel X adalah penambahan kitosan. Berbeda dengan tanda negatif pada persamaan linieritas kuat tarik yang menunjukkan pergerakan tidak searah. Tanda negatif pada ketahanan air ini
menunjukkan bahwa
pergerakan nilai dari varibel X dan Y justru searah, karena ketahanan air yang baik adalah nilai prosentasenya kecil. Sehingga semakin tinggi konsentrasi penambahan kitosan, maka nilai ketahanan air (water uptake) bioplastik semakin meningkat. Hal ini karena sifat kitosan yang hidrofobik (tidak suka terhadap air). Menurut Darni et al. (2010) menuturkan bahwa, hasil ketahanan air yang baik adalah bioplastik dapat menyerap air lebih sedikit yaitu nilai prosentase ketahanan air yang lebih kecil. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan, bahwa nilai p (0,00) < 0,05 hal ini dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh penambahan kitosan dalam pembuatan bioplastik onggok terhadap nilai ketahanan air (water uptake) yang dihasilkan. Hasil uji lanjut HSD menunjukkan, bahwa perlakuan tanpa penambahan kitosan (kontrol) berbeda nyata dengan perlakuan penambahan kitosan. Sedangkan perlakuan penambahan kitosan sebanyak 3 g tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan 2,5 g kitosan. Demikian halnya pada perlakuan penambahan kitosan sebanyak 2 g ada beda yang nyata dengan perlakuan lainnya. Kemudian pada perlakuan penambahan 1 g kitosan tidak ada beda nyata dengan penambahan 1,5 g kitosan, namun dua perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan maka nilai ketahanan airnya semakin meningkat. Setiani, et al., (2013) menuturkan hasil penelitiannya dalam pembuatan bioplastik pati sukun-kitosan bahwa dengan penambahan kitosan dapat meningkatkan nilai ketahanan air yang dihasilkan dimana hasil ketahanan air yang terbaik yakni sebesar 212,98 26 http://repository.unimus.ac.id
%. Berbeda dengan nilai ketahanan air dari bioplastik pati limbah kulit singkong oleh Sanjaya, et al., (2011) yang mencapai 194,1 %. Kemudian Darni, et al., (2010) dalam penelitian bioplastik pati sorgum dan kitosan menyampaikan nilai ketahanan air yang dihasilkan sebesar 36,8 %. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk jenis plastik konvensional yakni polipropilen memiliki nilai ketahanan air hanya 0,01 %. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya pada bioplastik berbasis onggok dan kitosan ini memperoleh nilai ketahanan air sebesar 53,7 % yang mana hasil ini masih cukup jauh dari sifat mekanik plastik sesuai SNI. Secara keseluruhan hasil terbaik untuk nilai ketahanan air dalam penelitian ini adalah pada perlakuan onggok dan gliserol tanpa penambahan kitosan (kontrol) yakni 44,95 %, sedangkan pada perlakuan dengan penambahan kitosan, nilai water uptake terbaik yakni pada perlakuan onggok:kitosan 7:3 (g) sebesar 53,7 %. Lebih rendahnya nilai water uptake pada perlakuan kontrol dibandingkan perlakuan dengan penambahan kitosan dikarenakan pada perlakuan tanpa penambahan kitosan (kontrol) bioplastik yang dihasilkan mempunyai kerapataan yang baik dengan ditandai bentuk yang halus serta penyebaran onggok yang merata. Sedangkan bentuk dari bioplastik dengan penambahan kitosan terdapat pinhole di dalam lapisan yang menyebabkan kitosan tidak terdistribusi secara merata dan terciptalah ruang kosong antar molekul sehingga lapisan mudah terdeformasi (rusak) dan menyerap air lebih banyak. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa onggok sendiri memiliki sifat hidrofobik yang mana hal ini turut mempengaruhi ketahanan air yang dihasilkan. Menurut Coniwati (2014) adanya gliserol yang memiliki sifat hidrofilik (menyukai air) dapat meningkatkan ruang kosong antar molekul sehingga menurunkan sifat penghambat terhadap airnya. Pinhole ini berasal dari gelembung-gelembung udara pada kitosan akibat pengadukan yang tidak merata. Selain itu ketebalan film juga mempengaruhi nilai water uptake yang dihasilkan, karena ketebalan film berbanding lurus dengan water uptakenya. Semakin tinggi ketebalan film maka daya serap terhadap air semakin besar (Setiani, et al., 2013).
C. Penentuan Perlakuan Terbaik Hasil yang diperoleh dari perlakuan yang diteliti digunakan dalam penentuan perlakuan terbaik melalui penentuan nilai terbaik setiap variabel yang digunakan, antara lain: nilai kuat 27 http://repository.unimus.ac.id
tarik (tensile strenght) dan nilai ketahanan air (water uptake) yang selanjutnya perlakuan terbaik ini digunakan untuk pengujian daya biodegradabilitas bioplastik yang dihasilkan. Data perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata Setiap Variabel Rasio Perbandingan Onggok:Kitosan (b/b) 10:0 9:1 8,5:1,5 8:2 7,5:2,5 7:3
Nilai Kuat Tarik (tensile strenght) (MPa) 1,3200 0,9825 1,0225 1,2175 1,0075 1,0450
*Nilai Ketahanan Air (water uptake) (%) 44,95 81,575 77,025 66,325 54,948 53,7
Ket *: Nilai yang paling baik yaitu memiliki prosentase yang kecil
Berdasarkan Tabel 6 perlakuan rasio perbandingan onggok:kitosan (7:3) dan (8:2) merupakan hasil terbaik dari penelitian ini. Hal ini dlihat dari nilai kuat tarik (tensile strenght) dan ketahanan air (water uptake) yang diperoleh berturut-turut yakni sebesar 1,045 MPa; 1,2175 MPa; 53,7% dan 66,325 % dimana hasil ini merupakan hasil paling baik diantara perlakuan yang lain.
D. Biodegradabilitas Pengujian daya biodegradabilitas ini dilakukan untuk mengetahui daya urai film plastik oleh mikroorganisme dalam tanah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode Soil Burial Test, yakni dengan mengubur sampel ke dalam tanah kemudian diamati berat sampel sebelum dan sesudah dikubur. Media yang digunakan dalam pengujian ini adalah tanah, karena di dalam tanah terdapat banyak mikroorganisme sehingga akan mendukung proses degradasi yang akan dilakukan (Ray, et al., 2013). Jamur Aspergillus niger yang terdapat dalam tanah sangat berperan dalam proses degradasi plastik karena Aspergillus niger mengandung enzim α-amilase yang dapat memecah ikatan glikosidik pada pati menjadi polimer yang lebih pendek (glukosa) (Merry, et al., 2015). Hasil uji daya biodegradabilitas dapat dilihat pada Gambar 8.
28 http://repository.unimus.ac.id
Nilai biodegradasi (mg/hari)
Daya Biodegradabilitas 7
6 5 4 3 2 1 0 PP
BK
BP1
BP2
Jenis Film Plastik
Gambar 8. Nilai daya biodegradabilitas film plastik Ket: PP (film plastik konvensional), BK(film plastik kontrol), BP1 (onggok:kitosan-8:2), BP2 (onggok:kitosan-7:3)
Analisis kuat tarik (tensile strenght) dan ketahanan air (water uptake) diambil hasil terbaik yang kemudian digunakan untuk pengujian daya biodegradabilitas. Selain perlakuan terbaik sampel yang diujikan antara lain plastik konvensional jenis PP (poli propilen) dan bioplastik kontrol (tanpa penambahan kitosan). Berdasarkan hasil analisa yang ditunjukkan pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa daya biodegradabilitas tertinggi yaitu pada perlakuan dengan formulasi onggok:kitosan 7:3 (g) sebesar 5,85 mg/hari. Nilai biodegradabilitas terendah ada pada film plastik konvensional jenis PP yakni 0,16 mg/hari, hal ini mengartikan bahwa film plastik konvensioanl membutuhkan waktu yang lama untuk terdegradasi dalam tanah dibandingkan film bioplastik berbasis onggok-kitosan. Selain itu dari hasil tersebut menunjukkan bahwa, adanya penambahan kitosan yang dilakukan dalam pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok mempercepat proses degradasi dalam tanah. Mudahnya film bioplastik berbasis onggok-kitosan terdegradasi ini dikarenakan sifat dari bahan penyusunnya. Kitosan termasuk jenis polisakarida yang memiliki sifat non-toksik dan mudah mengalami degradasi secara biologis, sehingga membuat film bioplastik pada penelitian ini mudah terdegradasi. Arief, et al. (2013) menuturkan, bahwa menurut standar Internasional (ASTM 5336) lamanya film plastik terdegradasi 100% untuk plastik PLA dari Jepang dan PCL dari Inggris membutuhkan waktu 60 hari untuk dapat terurai. Berdasarkan hasil perhitungan perkiraan daya urai film plastik, dalam kurun waktu 30 hari bioplastik berbasis onggok-kitosan dan
29 http://repository.unimus.ac.id
gliserol ini dapat terdegradasi secara keseluruhan (100%). Hal ini membuktikan bahwa hasil penelitian ini memenuhi kriteria degradasi dalam film plastik.
30 http://repository.unimus.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Tidak terdapat pengaruh penambahan kitosan terhadap kuat tarik bioplastik. Berdasarkan golongan Moderate Properties (10-100 MPa), hasil pengujian kuat tarik (tensile strenght) pada penelitian ini belum dapat dikategorikan sebagai plastik dengan sifat mekanik yang moderat. 2. Terdapat pengaruh penambahan kitosan pada pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok-kitosan dan gliserol terhadap ketahanan air (water uptake). Semakin tinggi konsentrasi penambahan kitosan, nilai ketahanan air (water uptake) semakin baik. 3. Penambahan kitosan pada pembuatan bioplastik berbasis onggok mempercepat daya biodegradabilitas dalam tanah. 4. Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah pada rasio perbandingan onggok:kitosan (7:3) dan (8:2) dengan nilai kuat tarik (tensile strenght) dan ketahanan air (water uptake) berturut-turut sebesar 1,0450 MPa; 53,7 % dan 1,2175 MPa; 66,3 % serta daya biodegradasi sebesar 5,85 mg/hari dan 5,60 mg/hari.
B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan bioplastik berbasis onggok pada formulasi onggok:kitosan (7:3 dan 8:2) dengan penambahan bahan baku lainnya seperti asam polilaktat guna memperbaiki sifat mekanik dalam bioplastik. 2. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui keamanan film plastik sebagai edible film.
31 http://repository.unimus.ac.id