I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering disebut pachouli oil. Indonesia merupakan negara produsen minyak nilam kualitas terbaik yang telah menguasai pasar dunia 80-90% dan merupakan penghasil devisa ekspor terbesar dari ekspor minyak atsiri. Ekspor minyak ini mencapai 1.276 ton setiap tahunnya. Prospek ekspor komoditi ini pada masa yang akan datang masih cukup besar, seiring dengan semakin tingginya permintaan terhadap parfum atau kosmetika dan belum berkembangnya barang subsitusi minyak esensial dalam industri parfum atau kosmetika (Ditjen Perkebunan, 2006). Minyak nilam mempunyai prospek yang cerah karena harganya yang tinggi dan sampai saat ini belum ada bentuk sintesisnya. Minyak nilam digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik, parfum, sabun dan juga pengikat (fiksasi) bagi bahan pewangi lain. Sifat minyak nilam adalah sukar tercuci dan tidak mudah menguap dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya, dapat larut dalam alkohol dan dapat dicampur dengan minyak atsiri lainnya. Nilam Aceh {Pogostemon cablin Benth^ merupakan jenis nilam yang banyak dikembangkan di Indonesia dengan daerah sentra produksi D.I Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Saat ini tanaman nilam telah berkembang ke daerah Jambi, Bengkulu, Lampung dan Jawa Tengah (Rosman dkk, 1998). Beberapa varietas nilam aceh yang dikembangkan antara lain varietas Sidikalang, varietas Aceh Merah dan varietas Tapak Tuan. Salah satu kendala pengembangan nilam adalah produktivitas dan mutu yang tidak stabil karena teknik budidaya yang kurang intensif Tanaman nilam memerlukan lapisan tanah yang dalam, subur, kaya humus, berstruktur gembur, dan drainase yang baik agar mendapatkan produktivitas yang tinggi. Rendahnya bahan organik, dominasi mineral liat aktivasi rendah, dan bereaksi masam merupakan ciri umum tanah-tanah perkebunan di Indonesia. Kondisi tersebut
2 menciptakan kehidupan mikroba tanah tertekan dan pada gilirannya dapat menghambat proses penyediaan hara. Kendala tersebut dapat diatasi melalui pemberian mikroba atau biofertilizer/pupuk hayati (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan, 1997). Pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung bahan aktif mikroba yang mampu menghasilkan senyawa yang berperan dalam proses penyediaan unsur hara dalam tanah, sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pupuk hayati juga membantu usaha mengurangi pencemaran lingkungan akibat penyebaran hara yang tidak diserap tanaman pada penggunaan pupuk anorganik. Melalui aplikasi pupuk hayati, efesiensi penyediaan hara akan meningkat sehingga penggunaan pupuk anorganik bias berkurang (Goenadi dkk, 2000). Penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati tidak bertujuan untuk menggantikan penggunaan pupuk anorganik, tetapi untuk mengurangi dosis pupuk anorganik. Sutanto (2002) mengemukakan bahwa dengan pupuk hayati sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Zeolit merupakan mineral alumina silika hidrat yang memiliki sifat-sifat spesifik, memiliki rongga-rongga kecil yang dapat menyimpan air dan mengandung kation-kation alkali dan alkali tanah seperti Ca, K, Na dan Mg. Pemberian zeolit ke tanah pertanian dapat meningkatkan kesuburan kimia tanah dengan meningkatkan retensi NH4"^, meningkatkan ketersediaan ion K"^, mengurangi fiksasi fosfor, memperbaiki pH tanah, meningkatkan KTK tanah dan efesiensi pemupukan sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman meningkat (Pino dkk, 1994, Zubaidah dan Burbey, 1994). 1.2.Perumusan Masalah Pemberian pupuk hayati yang tepat dan seimbang akan dapat memaksimalkan pertumbuhan tanaman nilam. Hal ini juga akan menjaga produktivitas lahan karena pemberian pupuk hayati yang tepat gvma sehingga, jika ditinjau dari segi ekonomisnya akan lebih menguntungkan karena pupuk yang diberikan dimanfaatkan secara optimal dan dapat meningkatkan hasil dan mutu tanaman pada tingkat biaya yang rendah melalui penghematan tenaga kerja dan pupuk kimia. Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dan tidak berimbang dapat
3 mengakibatkan menurunnya kesuburan biologis tanah, perkembangan patogen yang pesat, keracunan unsur hara tertentu pada tanaman serta menurunnya ketegaran tanaman terhadap hama dan penyakit, sehingga diperlukan suatu paket teknologi pemupukan yang ramah lingkungan dan meningkatkan produktivitas tanah. Tanaman nilam merupakan tanaman yang memerlukan unsur hara yang tinggi. Pemberian pupuk hayati mampu menghasilkan senyawa yang berperan dalam proses penyediaan unsur hara dalam tanah. Dengan adanya zeolit maka diharapkan hara-hara yang diberikan melalui pemupukan diikat dan tidak mudah hilang sebelum dimanfaatkan oleh tanaman, sehingga diharapkan dengan diberi kadua perlakuan tersebut dapat mendorong pertumbuhan tanaman nilam dan meningkatkan produksi kualitas minyak nilam. Mengingat tanaman nilam merupakan tanaman penghasil minyak, maka diperlukan dukungan teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam upaya mendukung pengembangannya, yang tentunya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam. Bertitik tolak dari pemiasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Peran Pupuk Hayati dan Pemberian Zeolit Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Atsiri Tanaman Nilam {Pogostemon caW/n Benth)". 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui peran pupuk hayati dan pemberian zeolit terhadap pertumbuhan dan kadar atsiri tanaman nilam {Pogostemon cablin Benth). 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan bermanfaat: 1. Bagi para petani nilam untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi serta pendapatan petani nilam. 2. Bagi para petani nilam untuk peningkatan dan perbaikan teknik budidaya yang menunjang peningkatan kualitas dan kuantitas hasil atsiri nilam.
4 1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman nilam. 5. Terdapat interaksi antara dosis pemberian zeolit dengan konsentrasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman nilam.
6 masing-masing. Tapak Tuan unggul dalam produksi dan kadar patchouli alkohol. Lhoksemawe kadar minyaknya tinggi sedangkan Sidikalang toleran terhadap penyakit layu bakteri dan nematode (Nuryani dkk, 1999). 2.2. Syarat Tumbuh Nilam merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dan berkembang di dataran rendah sampai pada dataran tinggi yang mempunyai ketinggian 1.200 m diatas permukaan laut. Akan tetapi, nilam akan tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada ketinggian tempat antara 50 - 400 m dpi. Pada dataran rendah kadar minyak lebih tinggi tetapi kadar patchouli alkohol lebih rendah, sebaliknya pada dataran tinggi kadar minyak rendah, kadar patchouli alkohol (Pa) tinggi. Tanaman ini membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Curah hujan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman nilam berkisar antara 2.000 - 2.500 mm/th dengan penyebaran merata sepanjang tahun, suhu optimum untuk tanaman ini adalah 24 - 28°C dengan kelembaban lebih dari 75%. Nilam yang ditanam di bawah naungan akan tumbuh lebih subur, daun lebih lebar dan tipis serta hijau. Tanaman nilam yang ditanam di tempat terbuka, pertumbuhan tanaman kurang rimbun, batang tanaman lebih kecil, daun agak kecil dan tebal, daun berwama kekuningan dan sedikit merah (Nuryani dkk, 2005). Tanaman nilam dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, namun pertumbuhan optimum pada tanah yang gembur, kaya bahan organik, mempunyai daya menahan air dan drainase yang baik. Meskipun nilam membutuhkan banyak air tetapi tidak tahan genangan air. Tanah yang aerasinya kurang baik akan mendorong tanaman terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Tanah yang gembur, kaya akan humus dan tidak tergenang, merupakan tanah yang sangat sesuai untuk tanaman nilam. Jenis tanah yang paling sesuai adalah mempunyai struktur remah, seperti Andosol atau Latosol (Nuryani dkk, 2005). 2.3 Pupuk Hayati (EM4) Pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung bahan aktif mikroba yang mampu menghasilkan senyawa yang berperan dalam proses penyediaan unsur hara dalam tanah, sehingga dapat diserap oleh tanaman. Ketersediaan unsur hara