DAFTAR PUSTAKA
1.
Andrews and Graef. 1970. Wastewater Technology Fact Sheet. United States Environmental Protection Agency.
2.
Azad, Singh. 1976. Industrial Wastewater Management Handbook. Mc. Graw-Hill, Inc, USA.
3.
Barber, WP, Stuckey, DC. 1999. Effect of sulfate reduction on chemical oxygen demand removal in an anaerobic baffled reactor. WATER ENVIRON RES, 2000, Vol: 72.
4.
Bell, Joanne. 2002. Treatment of Dye Wastewaters in The Anaerobic Baffled Reactor And Characterization Of The Associated Microbial Populations. Durban : University of Natal.
5.
Benefield and Randall. Biological Proses Design for Wastewater Treatment”: Virginia Polytehnic Institute and State University.
6.
Chazanah, Nurul. 2002. Biodegradasi Surfaktan Linear Alkilbenzena Sulfonat (LAS) yang Terkandung Dalam Deterjen Pada Reaktor Batch Aerob : Tesis Magister TL-ITB, Bandung.
7.
Dama, P. et al. 2000. Pilot-scale Study of Anaerobic Baffled Reactor for The Treatment of Domestic Wastewater : Imperial College of Science, Technology and Medical.
8.
Droste, R.L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater. John Wiley & Sons.
9.
Eckenfelder. 2000. Industrial Water Pollution Control.
10.
Gaudy, A.F., Gaudy, E.T. 1981. Microbiology for Environmental Scientist and Engineer. New York : McGraw Hill Book Company.
11.
Grady, C.P.L, Lim, H.C. 1980. Biological WastewaterTreatment, Theory, and Aplication. New York : Marcel Dekker.
12.
Grobicki, A, Stuckey, DC. 1989. The Role of Formate in The Anaerobic Baffled Reactor. WATER RES, Vol: 23.
13.
Indiyani, Asri. 2005. Penyisihan Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) dalam Grey Water dengan ABR dengan Variasi Waktu Detensi, Pengenceran, dan Jumlah Sekat. Bandung : Tugas Akhir TL-ITB.
14.
Madyanova, Mutiara. 2005. Pengolahan Senyawa Organik Limbah Cair Domestik Dengan Menggunakan Anaerobic Baffled Reactor (ABR). Bandung : Tugas Akhir TL-ITB.
15.
Malina and Pohland. 1992. Desaign of Anaerobic Prosesses for The Treatment of Industrial and Municipal Wastes : Technomic Publishing Co, Lancaster, Pennsylvania.
16.
Manariotis ID, Grigopoulos SG. 2002. Low-strength Wastewater Treatment Using an Anaerbic Baffled Reactor. Water Environment Research, Vol. 74, No. 2.
17.
Manjunath, N.T, Mehrotra, I&Arthur, R.P. 2000. Treatment of wastewater from Slaughter House by DAF-UASB system : Water Research, Vol. 34.
18.
Mara, Duncan. 1975. Sewage Treatment in Hot Climate : University of Dundee, Skotlandia.
19.
Mara, Duncan. 1976. Law-cost Urban Sanitation : University of Dundee, Skotlandia.
20.
Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering Third Edition : McGraw Hill Book Co., Singapore.
21.
Metcalf & Eddy. 2003. Wastewater Engineering :
Fourth Edition :
McGraw Hill Book Co., Singapore. 22.
Nuraini, Fransisca. 2002. Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Dominan Pendegradasi Limbah Rumah Potong Hewan dalam Sequencing Batch Reaktor Aerob dengan Variasi Waktu Stabilisasi. Bandung : Tesis Magister TL-ITB.
23.
Oginawati, Katharina. 2006. Teknologi Bersih : Bahan Pengajaran, TLITB
24.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
82
Tanggal
14
Desember.
2001.
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 25.
Polprasert, C. 1996. Organic Waste Recycling 2nd Edition : John Wiley and Sons, London.
26.
Rich, Linvil G. 1978. Low Maintenance, Mechanically Simple Wastewater Treatment Systems : Clemson University.
27.
Sasse, Ludwig. (1998). DEWATS Wastewater Treatment Technology : DEWATS-BORDA.
28.
Sawyer et.al, (1994) “Chemistry for Environmental Engineering”: Mc.Graw-Hill Book Co., Singapore
29.
Shuler, M.L., Kargi, F. 1991. Bioprocess Engineering. Prentice Hall Professional Technical Reference.
30.
Syafila, Mindriany. 1997. Proses Anaerob dalam Pengolahan Buangan Industri : Bahan Pengajaran Rekayasa Proses Biologi, TL-ITB.
31.
Tilche, A. and Vieira S.M.M. 1991. Discussion On Reactor Design Of AnAerobic Filters And Sludge Bed Reactors. Wat. Sci. Technol.
32.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997. AMDAL.
33.
Volk & Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid Satu : Penerbit Erlangga.
34.
Wahidah. 2004. Pengaruh Variasi Baffel, Jumlah Baffel Dan Waktu Detensi Terhadap Kinerja Anaerobic Baffled Reactor (ABR) Dalam Pengolahan Limbah Domestik Khusus Grey Water: Tesis TL-ITB.
35.
Wanasen, Sri-Anant. 2003. Potential of The Anaerobic Baffled Reactor as Dcentralized Wastewater Treatment System in The Tropics : AIT, Thailand.
36.
Wanasen, Sri-Anant. 2003. Upgrading Conventional Septic Tanks by Integrating In-Tank Baffles : EAWAG, Switzerland.
37.
Wisjnuprapto. 1988. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi (Nitrifikasi, Denitrifikasi) : Bahan Pengajaran, TL-ITB.
38.
Wisjnuprapto. 2004. Rekayasa Proses Biologi : Bahan Pengajaran, TLITB.
39.
Wisjnuprapto. 2007. Pengelolaan Limbah Industri : Bahan Pengajaran, TL-ITB.
40.
Yuniarti, Leila. 2007. Pengolahan Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan dan Pabrik Tahu Dengan Menggunakan Anaerob Baffled Reactor (ABR). Bandung : Tugas Akhir TL-ITB.
LAMPIRAN A
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PARAMETER
KELAS
SATUAN
KETERANGAN
I
II
III
IV
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 400
Deviasi 5 2000 400
Deviasi temperatur dari keadaan alaminya
Apabila secara alamiah diluar rentang tsb, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
FISIKA Temperatur
°C
Residu Terlarut Residu Tersuspensi
mg/l mg/l
Deviasi 3 1000 50
KIMIA ORGANIK pH BOD COD
mg/l mg/l
6-9 2 10
6-9 3 25
6-9 6 50
6-9 12 100
DO Total Fosfat sbg P NO3 sebagai N NH3-N Arsen Kobalt Barium Boron Selenium Kadmium Khrom (VI) Tembaga Besi Timbal Mangan Air Raksa Seng Klorida Sianida Fluorida Nitrit sbg N Sulfat Klorin Bebas Sulfur sbg H2S
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
6 0.2 10 0.5 0.05 0.2 1 1 0.01 0.01 0.05 0.02 0.3 0.03 0.1 0.01 0.05 600 0.02 0.5 0.06 400 0.03 0.002
4 0.2 10 1 0.2 1 0.05 0.01 0.05 0.02 0.03 0.002 0.05 0.02 1.5 0.06 0.03 0.002
3 1 20 1 0.2 1 0.05 0.01 0.05 0.002 0.03 0.002 0.05 0.02 1.5 0.06 0.03 0.002
0 5 20 1 0.5 1 0.05 0.01 0.01 0.2 1 0.005 2 -
MIKROBIOLOGI Fecal Coliform
jlh/100ml
100
1000
2000
2000
Bila pengolahan air minum secara konvensional,residu tersuspensi≤ 5000mg/l
Angka batas minimum Bagi pertanian, kandungan ammonia bebas utk ikan yg peka ≤0,02 mg/l Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu≤1mg/l Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe≤1mg/l Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb≤1mg/l Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn≤1mg/l Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2N≤1mg/l Bagi pengolahan air minum secara konvensional,S sbg H2S≤1mg/l Bagi pengolahan air minum secara
A-1
Total Coliform
jlh/100ml
1000
5000
10000
10000
RADIOAKTIVITAS Gross A Gross B
Bq/L Bq/L
0.1 1
0.1 1
0.1 1
0.1 1
KIMIA ORGANIK Minyak & Lemak Detergen sbg MBAS Senyawa Fenol BHC Aldrin/Dieldrin Chlordane DDT Heptaclor Lindane Methoxyclor Endrin Toxaplan
µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l
1000 200 1 20 17 3 2 18 56 35 1 5
1000 200 1 20 2 4 -
1000 200 1 20 2 4 -
2 -
konvensional,fecal coliform≤1mg/l Bagi pengolahan air minum secara konvensional,total coliform≤1mg/l
Keterangan mg = milligram µg = milligram ml = milliliter L = liter Bq = Becquerel MBAS = Methylene Blue Active Substance Logam berat merupakan logam terlarut Nilai diatas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. Nilai DO merupakan batas minimum Arti (-) diatas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud,parameter tersebut tidak dipersyaratkan. Tanda ≤ adalah lebih kecil dan sama dengan Tanda < adalah lebih
A-2
Pengoperasian Reaktor Pada penelitian ini reaktor dioperasikan pada dua variasi laju pembebanan COD influen dan waktu detensi hidrolik. Tujuannya adalah untuk mempelajari kinerja tiap-tiap reaktor pada saat tercapai kondisi tunak (steady state) dan mengetahui kondisi pengoperasian yang memberikan kinerja optimum pada reaktor. Kondisi operasi dilangsungkan pada suhu kamar (mesophilik) dengan temperatur ambien berkisar antara 23 – 26ºC. Untuk mendapatkan variasi waktu detensi dilakukan dengan cara mengatur debit aliran yang masuk ke reaktor, yaitu sebesar 3,47 mL/menit untuk waktu detensi 3 hari dan 5,56 mL/menit untuk waktu detensi 2 hari.
pH pH merupakan salah satu parameter penunjang dalam menentukan tingkat efisiensi dan efektifitas dari tiap reaktor ABR. Sebagian besar nilai pH yang didapatkan influen berada dalam kisaran nilai pH yang diperbolehkan untuk terjadinya proses pengolahan, sehingga dapat dikatakan bahwa proses pengolahan dalam unit terjadi sesuai dengan syarat pH. Sedangkan nilai rata-rata pH efluen untuk setiap variasi berada dalam baku mutu yang berlaku yaitu sebesar 6-9 (PP no.82 tahun 2001 golongan IV). Kisaran pH yang dapat diolah didalam anaerobic baffled septic tank adalah 6-8,5 Benefield dan Randall (1980). Reaktor ABR 1 memiliki rentang kisaran pH efluen yang cukup fluktuatif, yaitu antara 5,52 – 8,2 dengan pH rata-rata sebesar 7,02. Sedangkan untuk reaktor ABR 2 nilai pH efluennya cukup stabil, yaitu antara 6,39 – 7,45 dengan pH rata-rata 6,88. Tabel A1 dan A2 berikut memperlihatkan hasil pengukuran pH pada kedua reaktor pada berbagai variasi. Tabel A1
Pengukuran pH pada reaktor ABR 1
Beban Influen
Waktu Detensi
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
3 hari 2 hari 3 hari 2 hari
Range pH Influen Efluen 4,75 – 7,73 5,52 – 7,46 5,45 – 7,73 6,91 – 7,46 4,56 – 5,45 6,91 – 8,2 4,56 – 4,75 5,52 – 8,2
Rata-rata pH Influen Efluen 7,73 7,46 5,45 6,91 4,56 8,2 4,75 5,52
A-3
Tabel A2
Pengukuran pH pada reaktor ABR 2
Beban Influen
Waktu Detensi
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
3 hari 2 hari 3 hari 2 hari
Range pH Influen Efluen 4,75 – 7,73 6,39 – 7,45 5,45 – 7,73 6,72 – 7,45 4,56 – 5,45 6,74 – 6,94 4,56 – 4,75 6,39 – 6,94
Rata-rata pH Influen Efluen 7,73 7,45 5,45 6,72 4,56 6,94 4,75 6,39
COD Tabel A3
Hasil pengukuran COD harian ABR pada beban influen rata-rata 3000 mg/L, waktu detensi 2 hari.
Data ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Average Avg Steady state min max
Inlet (mg/L) 3312 5520 810 4229 2779 3054 2419 1801 3620 2632 3017,55 2617,90 810 5520
ABR 1 Outlet (mg/L) 149 166 177 101 366 547 185 138 376 235 243,89 233,48 101 547
Efisiensi (%) 95,50 97,00 78,18 97,61 86,84 82,09 92,34 92,35 89,63 91,06 90,26 91,34 78,18 97,61
Inlet (mg/L) 3312 3496 773 4229 2151 3082 1925 1841 4242 2732 2778,40 2685,09 773 4242
ABR 2 Outlet (mg/L) 50 248 127 88 434 520 195 171 462 287 258,18 278,73 50 520
Efisiensi (%) 98,50 92,89 83,57 97,92 79,83 83,13 89,88 90,71 89,12 89,48 89,50 89,80 79,83 98,50
A-4
Tabel A4
Hasil pengukuran COD harian ABR pada beban influen rata-rata 3000 mg/L, waktu detensi 3 hari.
Data ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 Average Avg Steady state min max
Tabel A5
Inlet (mg/L) 2639 3400 5632 5967 3645 4997 2850 3216 3400 3971,78 3155,33 2639,00 5967,00
ABR 1 Outlet (mg/L) 308 245 679 1036 265 605 260 243 305 438,44 269,33 243,00 1036,00
Efisiensi (%) 88,33 92,79 87,94 82,64 92,73 87,89 90,88 92,44 91,03 89,63 91,45 82,64 92,79
Inlet (mg/L) 3350 3770 5475 5648 2810 4945 2970 3103 3650 3969,00 3241,00 2810,00 5648,00
ABR 2 Outlet (mg/L) 330 525 475 706 401 729 285 323 325 455,44 311,00 285,00 729,00
Efisiensi (%) 90,15 86,07 91,32 87,50 85,73 85,26 90,40 89,59 91,10 88,57 90,36 85,26 91,32
Hasil pengukuran COD harian ABR pada beban influen rata-rata 4000 mg/L, waktu detensi 2 hari.
Data ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Average Avg Steady state min max
Inlet (mg/L) 7880 3536 6552 5696 3796 4352 4680 4096 3048 5080 4871,60 4226,00 3048 7880
ABR 1 Outlet (mg/L) 746 520 532 437 532 681 501 431 128 273 478,10 333,25 128 746
Efisiensi (%) 90,53 85,29 91,88 92,33 85,99 84,35 89,29 89,48 95,80 94,63 89,96 92,30 84,35 95,80
Inlet (mg/L) 7672 5200 7280 4784 6240 3016 3288 4344 3025 5943 5079,20 4150,00 3016 7672
ABR 2 Outlet (mg/L) 1230 489 564 551 676 515 338 426 290 488 556,70 385,50 290 1230
Efisiensi (%) 83,97 90,60 92,25 88,48 89,17 82,92 89,72 90,19 90,41 91,79 88,95 90,53 82,92 92,25
A-5
Tabel A6
Hasil pengukuran COD harian ABR pada beban influen rata-rata 4000 mg/L, waktu detensi 3 hari.
Data ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Average Avg Steady state min max
Inlet (mg/L) 3900 3250 6282 3952 4356 4023 5772 3876 4064 3200 4267,50 4228,00 3200 6282
ABR 1 Outlet (mg/L) 180 106 538 156 106 240 343 205 224 183 228,10 238,75 106 538
Efisiensi (%) 95,38 96,74 91,44 96,05 97,57 94,03 94,06 94,71 94,49 94,28 94,88 94,38 91,44 97,57
Inlet (mg/L) 3600 3500 3690 4576 4150 4163 6274 3897 4063 4682 4259,50 4729,00 3500 6274
ABR 2 Outlet (mg/L) 186 186 784 707 214 350 437 330 342 351 388,70 365,00 186 784
Efisiensi (%) 94,83 94,69 78,75 84,55 94,84 91,59 93,03 91,53 91,58 92,50 90,79 92,16 78,75 94,84
BOD Tabel A.7
Hasil Pengukuran BOD Pada Reaktor 1
Beban Influen
Waktu Detensi
Influen (mg/L)
Efluen (mg/L)
Penyisihan (%)
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
2 hari 3 hari 2 hari 3 hari
824,80 1755,68 2446,65 1731,60
44,70 95,04 131,04 86,40
94,58 94,59 94,54 95,01
Tabel A.8
Hasil Pengukuran BOD Pada Reaktor 2
Beban Influen
Waktu Detensi
Influen (mg/L)
Efluen (mg/L)
Penyisihan (%)
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
2 hari 3 hari 2 hari 3 hari
824,80 1755,68 2446,65 1731,60
41,50 78,4 139,2 89,28
94,97 95,59 94,31 94,84
A-6
NTK (Nitrogen Total Kjeldahl) Tabel A.9 Beban Influen
Waktu Detensi
Influen (mg/L)
Efluen (mg/L)
Penyisihan (%)
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
2 hari 3 hari 2 hari 3 hari
58,80 154,09 58,80 44,80
30,80 40,62 36,4 33,60
47,62 73,64 38,10 25,00
Tabel A.10
Hasil Pengukuran NTK Pada Reaktor 1
Hasil Pengukuran NTK Pada Reaktor 2
Beban Influen
Waktu Detensi
Influen (mg/L)
Efluen (mg/L)
Penyisihan (%)
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
2 hari 3 hari 2 hari 3 hari
58,80 154,09 58,80 44,80
28,00 58,83 39,2 33,60
52,38 61,82 33,33 25,00
Total Phosphat Tabel A.11
Hasil Pengukuran TP Pada Reaktor 1
Beban Influen
Waktu Detensi
Influen (mg/L)
Efluen (mg/L)
Penyisihan (%)
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
2 hari 3 hari 2 hari 3 hari
3,40 3,3 3,1 3,47
2,98 2,65 1,68 1,43
12,40 19,70 45,81 58,79
A-7
Tabel A.12
Hasil Pengukuran TP Pada Reaktor 2
Beban Influen
Waktu Detensi
Influen (mg/L)
Efluen (mg/L)
Penyisihan (%)
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
2 hari 3 hari 2 hari 3 hari
3,40 3,3 3,1 3,47
2,92 2,78 1,66 1,00
14,17 15,76 46,45 71,18
Total Solid Tabel A.13
Hasil Pengukuran TS Pada Reaktor 1
Beban Influen
Waktu Detensi
Influen (mg/L)
Efluen (mg/L)
Penyisihan (%)
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
2 hari 3 hari 2 hari 3 hari
1606,00 6162,00 2686,00 5040
500,00 1838,00 1142,00 1744
68,87 70,17 57,48 65,40
Tabel A.14
Hasil Pengukuran TS Pada Reaktor 2
Beban Influen
Waktu Detensi
Influen (mg/L)
Efluen (mg/L)
Penyisihan (%)
3000 mg/L COD 4000 mg/L COD
2 hari 3 hari 2 hari 3 hari
1606,00 6162,00 2686,00 5040
500,00 1910,00 1298,00 1700
68,87 69,00 51,68 66,27
A-8
LAMPIRAN B
DERAJAT KEASAMAN (pH) 1. Metode : Electrode – Potensiometri 2. Prinsip Elektroda gelas mempunyai kemampuan untuk mengukur konsentrasi H+ dalam air secara potensiometri. 3. Pereaksi
Larutan buffer pH 4 10.21 gram Kalium Biftalat KHC8H4O4 dilarutkan dalam aquadest dan diencerkan sampai volumenya 1 liter.
Larutan Buffer pH 6.85 3.4 gram KH2PO4 anhidrus dan 3.55 gram NaHPO4 dilarutkan dalam aquadest, dan diencerkan sampai volumenya 1 liter.
Larutan Buffer pH 9.18 3.81 gram Natrium Borat Na2B4O7.10H2O dilarutkan dalam aquadest dan B
diencerkan sampai volumenya 1 liter. 4. Cara Kerja 4.1 Kalibrasi pH meter
Cuci elektroda dengan aquadest, dan keringkan dengan kertas penghisap. Kemudian celupkan ke dalam larutan buffer pH 4. Nyalakan pH meter dan atur pengatur suhu sesuai dengan larutan buffer.
Putar pengatur pH sehingga pembacaan menunjukkan nilai pH yang sesuai dengan larutan buffer.
Kalibrasi diteruskan dengan larutan buffer pH 7 dan pH 9.
4.2 Pengukuran pH sampel
Kira – kira 100 ml sampel air dimasukkan ke dalam gelas kimia.
Celupkan elektroda yang telah dibersihkan ke dalam sampel air.
B-1
pH meter dinyalakan, kemudian putar pengatur suhu sesuai dengan suhu sampel lumpur. pH meter akan menunjukkan nilai pH sampel air.
CHEMICAL OXYGEN DEMAND 1. Metoda : Close Reflux Method 2. Prinsip Senyawa organik dalam air dioksidasi oleh larutan Kalium dikromat dalam suasana asam sulfat pada temperatur 15oC. Kelebihan Kalium dikromat dititrasi oleh larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) dengan indikator ferroin. 3. Pereaksi
Larutan Standar Kalium dikromat 0.25 N 12.259 gram K2Cr2O7 p.a yang telah dipanaskan pada temperatur 105 oC selama 1 jam ditimbang dengan teliti dan diencerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat 1 liter.
Pereaksi Asam Sulfat – Perak Sulfat (Asam COD) 5.5 gram Ag2SO4 dimasukkan ke dalam 1 kg H2SO4 pekat dan dibiarkan selama 1 atau 2 hari untuk melarutkan serbuk tersebut.
Larutan indikator ferroin 1.485 gram 1,1 O-phenantrolin monohidrat dan 695 mg FeSO4.7H2O dilarutkan dalam aquadest dan diencerkan hingga volumenya 100 ml. Indikator ini harus dibuat baru.
Larutan Ferro Ammonium Sulfat 0.25 N 98 gram Fe(NH4)2(SO4).6H2O pekat dan encerkan hingga volumenya 1 liter.
Merkuri Sulfat Digunakan serbuk HgSO4 p.a.
B-2
4. Cara Kerja
Dua ml sampel air dimasukkan ke dalam tabung COD, tambahkan 0.07 gr HgSO4, 2 ml K2Cr2O7 dan 3 ml asam COD. Tutup dengan erat tabung tersebut dan panaskan selama 2 jam pada suhu 150 °C. .
Setelah pemanasan, didinginkan hingga temperature kamar dan titrasi dengan larutan FAS dengan indikator ferroin sebanyak 1-2 tetes.
5. Perhitungan COD (mg/l ) = (ml FAS blanko- ml FAS sampel) x N FAS x 8 x 1000 x Faktor pengencer ml sampel
BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND 1. Metoda : Metode titrasi Winkler 2. Prinsip Pengukuran BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu 200C dan pengukuran oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi.
Penurunan
oksigen
terlarut
selama
inkubasi
menunjukkan
banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh sampel air. Oksigen terlarut dianalisa dengan menggunakan metode titrasi winkler. 3. Pereaksi
Larutan Buffer Fosfat 8,5 gram KH7PO4, 21,75 gram K2PO4, 33,4 gram Na2HPO4.7H2O dan MgSO4 serta 1,7 gram NH4Cl dilarutkan dalam 500 ml akuades dan diencerkan hingga volumenya 1 liter dan pH larutan harus 7,2.
Pereaksi Magnesium Sulfat 22,5 gram MgSO4.7H2O dilarutkan dan diencerkan dengan akuades hingga volumenya 1 liter.
Larutan Kalsium Klorida
B-3
22,5 gram CaCl2 dilarutkan dan diencerkan dengan akuades hingga volumenya 1 liter.
Larutan Ferri Klorida 27,5 gram FeCl3 dilarutkan dan diencerkan dengan akuades hingga volumenya 1 liter.
Bibit air kotor Air limbah domestik yang banyak mengandung mikroorganisme dan telah diaklimatisasi.
Pembuatan Air Pengenceran (AP) 1 ml bibit air kotor, 1ml larutan buffer fosfat, 1 ml larutan FeCl3, 1 ml larutan CaCl2, dan 1 ml larutan MgSO4 ditambahkan kedalam 1 liter akuades. Lalu diaerasi selama 30 menit agar air pengencer jenuh dengan oksigen.
4. Cara Kerja Tahapan dalam pemeriksaan BOD terdiri dari :
Membuat larutan pengencer yang jenuh oksigen.
Menentukan angka pengenceran sampel dengan menentukan kandungan zat organik dalam sampel tersebut dengan metode permanganometri (angka permanganat). Contoh menentukan angka pengenceran : Jika sampel air mengandung angka permanganat 150 mg/l, maka air pengencernya adalah :
-
P1 = 150/3 = 50x , (10 ml sampel air + 635 ml AP)
-
P2 = 150/5 = 50x , (22 ml sampel air + 638 ml AP)
-
P3 = 150/7 = 50x , (33 ml sampel air + 627 ml AP)
Melakukan pengenceran
B-4
Setelah diketahui angka pengenceran dari sampel tersebut, maka dilakukan pengenceran sampel air dengan air pengencer yang telah disediakan. Banyaknya air pengencer yang ditambahkan tergantung pada angka pengenceran tersebut. Setelah diencerkan, masukan campuran kedalam 2 buah botol BOD yang telah dikalibrasi volumenya. Salah satu botol BOD tersebut disimpan dalam inkubator 200C selama 5 hari, sedangkan botol BOD lainnya diperiksa kandungan oksigennya dengan metode titrasi winkler. Untuk percobaan blanko disiapkan 6 botol BOD. Masing-masing botol diisi dengan air pengencer. Tiga botol pertama diinkubasikan selama 5 hari pada temperatur 200C. Sedangkan tiga botol lainnya ditentukan kandungan oksigennya (DO).
Pemeriksaan oksigen terlarut dengan menggunakan metode titrasi winkler (metode pemeriksaan DO).
5. Perhitungan BOD 5 hari, 200C (mg/l) = {(D1 – D2) - {(B1 – B2)f}xP f=
volume seeding dalam sampel volume seeding dalam blanko
Keterangan : D1 = DO 0 hari sampel (mg/l)
B2 = DO 5 hari blanko (mg/L) B
D2 = DO 5 hari sampel (mg/l)
f = koreksi untuk seeding
B1 = DO 0 hari blanko (mg/l)
P = angka pengenceran
B
NITROGEN TOTAL KJELDAHL 1. Metoda : Nitrogen Kjeldahl 2. Prinsip Zat organis yang mengandung nitrogen diubah menjadi amoniak, kemudian amoniak tersebut dianalisa melalui analisa N-Ammoniak. Nitrogen amoniak
B-5
dalam zat organis akan menjadi ammonium sulfat (NH4)2SO4 setelah pemanasan sampel di dalam larutan asam sulfat yang mengandung K2SO4 dan HgSO4. 3. Pereaksi NaOH 40 % Ditimbang 40 gram NaOH dan diencerkan dalam 100 ml aquadest. Garam Kjeldahl Ditimbang 60 gram K2SO4 dan tambahkan sebanyak 20 gram CuSO4 lalu digerus sampai halus. Larutan Asam Borat Jenuh Ditimbang 20 gram H3BO3 lalu dilarutkan dalam 1 liter aquadest. Larutan HCl 1 N Encerkan 36 ml HCl pekat menjadi 360 ml dengan air suling. Larutan Natrium tetraborat 0.1 N Ditimbang secara teliti 19.0710 gram Natriumtetraborat (Na2B4O7.10H2O). B
Kemudian larutkan dengan aquadest sampai volumenya 1 liter. Larutan Metil Orange 0.1 % 0.1 gram metil orange dalam 100 ml etil alkohol. Larutan Metil Merah 0.1 % 0.1 gram metil merah dalam 100 ml etil alkohol. 0.2 Larutan Metil Biru 0.1 % 0.1 gram metil biru dalam 100 ml etil alkohol. 4. Standarisasi larutan HCl 1 N Dipipet 25 ml natrium tetra borat 0.1 N, ke dalam labu erlenmeyer, ditambah 3 tetes indikator metil orange 0.1 %, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 1 N sampai cairan berubah warna dari kuning menjadi jingga.
B-6
Normalitas HCl =
( 25 ml x N Natrium Tetra Borat ml HCl
5. Cara Kerja Masukkan 300 ml sampel air ke dalam labu kjeldahl. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat dan 5 gram garam Kjeldahl. Lalu didihkan sampai jernih dan dinginkan. Tambahkan 140 ml aquadest, 35 ml NaOH jenuh dan 3 butir Zn, kemudian lakukan destilasi, test dengan lakmus apakah sudah basa atau belum. Destilat ditampung ke dalam beaker glass yang berisi 25 ml larutan asam borat jenuh dan beberapa tetes indikator metil merah (1 tetes) – metilen biru (3 tetes). Proses destilasi dihentikan setelah semua nitrogen tertampung dalam asam borat dengan cara (cek dengan lakmus, jika lakmus merah berubah menjadi biru berarti proses destilasi belum selesai, dan jika lakmus merah tidak berubah maka proses destilasi dapat dihentikan). Titrasi destilat yang diperoleh dengan HCl. 6. Perhitungan NTK (mg/l) = (1000/ ml sampel) x ml titrasi x 0,1 x 14
TOTAL PHOSFAT 1. Metoda : Stannous Chlorida – Spektrofotometri 2. Prinsip Fosfat dengan Ammonium Molibdat membentuk senyawa kompleks berwarna kuning. Dengan penambahan reduktor SnCl2 akan tereduksi membentuk senyawa kompleks berwarna biru. Intensitas warna biru yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. 3. Pereaksi Larutan Ammonium Molibdat
B-7
25 gram ammonium molibdat (NH4)2Mo7O4.4H2O dilarutkan dalam 175 ml aquadest. Tambahkan larutan H2SO4 (280 ml dalam 400 ml). Setelah dingin, encerkan dengan aquadest shingga tepat 1 liter. Larutan SnCl2 2.5 gram SnCl2 dilarutkan dalam 100 ml glycerol. Larutan Standar Fosfat 100 mg/l 0.1425 gram KH2PO4 yang telah ditimbang dengan teliti dilarutkan dalam aquadest hingga tepat 1 liter. 4. Cara Kerja Tambahkan 1 ml larutan ammonium molibdat dan 0.0125 ml SnCl2 ke dalam 25 ml supernatan sampel. Kocok, dan bairkan selama 10 menit. Ukur intensitas warna biru yang terjadi pada panjang gelombang 660 nm.
TS (TOTAL SOLID) 1. Metode : Gravimetri 2. Prinsip Sampel dikeringkan pada 103-105
o
C sampai mencapai berat konstan.
Perbedaan berat antara cawan berisi padatan menunjukkan jumlah total solid. 3. Cara Kerja Timbang cawan (a gr). Masukkan 15 mL sampel ke dalam cawan. Panaskan cawan tersebut dalam oven 105 oC sampai kandungan airnya telah menguap. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator untuk menstabilkan berat dan temperaturnya. Timbang cawan tersebut (b gr). 4. Perhitungan Total Solid (mg/l) = 1000/ml sampel x (B-A) x 1000
B-8
VSS (VOLATILE SUSPENDED SOLID) 1. Metode : Gravimetri 2. Prinsip Residu dari penyaringan sampel dikeringkan pada 103-105
o
C sampai
mencapai berat konstan. Perbedaan berat antara cawan berisi padatan menunjukkan jumlah total suspended solid (padatan tersuspensi). Kemudian residu yang ada pada cawan pijar dipanaskan pada 600 oC. Perbedaan berat sebelum dan sesudah pemanasan menujukkan jumlah padatan tersuspensi volatil (VSS). 3. Cara Kerja Sentrifugasi 15 ml sampel dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Padatan yang mengendap pada bagian bawah tabung dipindahkan seluruhnya ke cawan pijar. Lakukan pembilasan dengan aquades sampai padatan benarbenar bersih dari tabung senrifugasi. Panaskan cawan tersebut dalam oven 105 o
C sampai kandungan airnya telah menguap. Kemudian cawan didinginkan
dalam desikator untuk menstabilkan berat dan temperaturnya. Timbang cawan tersebut (a gr). Selanjutnya panaskan cawan dalam oven 600 oC selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang (b gr). 4. Perhitungan VSS (mg/l) = ((a-b) x 106)/Volume sampel (ml))
B-9
LAMPIRAN C
Gambar C.1 COD mikro
Gambar C.2 Proses Destilasi NTK
C-1
Gambar C.3 Oven
Gambar C.4 Neraca analitis
C-2
Gambar C.5 Rangkaian reaktor ABR
Gambar C.6 Tabung gas nitrogen
C-3
Gambar C.7 Limbah Influen dan pengaduk
Gambar C.8 Spektrofotometer
C-4
Gambar C.9 Tempat pembuangan limbah RPH dan tahu
Gambar C.10 Media Filter Batu Apung
C-5
Gambar C.11 Media Filter Batok Kelapa
C-6