STUDI EFISIENSI PAKET PENGOLAHAN GREY WATER MODEL KOMBINASI ABR-ANAEROBIC FILTER Grey Water Treatment Using ABR-AF Reactor Indriani, Tika* dan Herumurti, Welly Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya *
[email protected] Abstrak
Limbah yang digunakan adalah grey water. Jenis reaktor adalah kombinasi Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Filter (AF). Reaktor I terdiri atas 4 kompartemen ABR dan 1 kompartemen AF, sementara Reaktor II terdiri atas 3 kompartemen ABR dan 1 kompartemen AF. Waktu detensi Reaktor I adalah 25,36 jam, sedangkan Reaktor II adalah 27,02 jam. Variasi konsentrasi zat organik Reaktor I adalah 20, 30, dan 35 mg/L, sedangkan Reaktor II adalah 50, 100, dan 150 mgCOD/L. Reaktor kombinasi ABR-AF menghasilkan penurunan PV tertinggi sebesar 54,54% dan 64,75% pada Reaktor I dan Reaktor II, serta penurunan COD tertinggi sebesar 68,98% pada Reaktor II. Kata kunci: Grey water, ABR, Hydraulic Loading Rate, Organic Loading Rate
Abstract
Grey water sample were used in this study. Reactors type were combination of Anaerobic Baffled Reactor (ABR) and Anaerobic Filter (AF). Reactor I consisted of 4 ABR and 1 AF compartment, while Reactor II consisted of 3 ABR and 1 AF compartment. HRT for Reactor I was 25.36 hour, while Reactor II was 27.02 hour. Organic concentrations used in this study were 20, 30, and 35 mg PV/L for Reactor I, and 50, 100, and 150 mg COD/L for Reactor II. The highest PV removal of Reactor I and Reactor II were 54.54% and 64.75%, respectively. The highest COD removal on Reactor II was 68.98%.
Key words: Grey water, ABR, Hydraulic Loading Rate, Organic Loading Rate
1
1. Pendahuluan
Saat ini, kualitas air permukaan di Indonesia mulai mendapat perhatian dari berbagai pihak, khususnya pemerintah kota Surabaya yang telah menetapkan beberapa kawasan sungai di Surabaya sebagai lokasi wisata air. Hal ini merupakan suatu usaha dari pemerintah untuk meningkatkan kesadaran semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah itu sendiri, untuk memperbaiki kualitas air permukaan yang semakin lama semakin menurun. Grey water, yaitu limbah cair hasil aktivitas dapur, pencucian pakaian, kamar mandi (selain tinja), dan lain sebagainya, yang berasal rumah, sekolah, maupun perkantoran (Eriksson et al., 2002), adalah salah satu pencemar yang paling banyak masuk ke badan air. Meskipun kandungan organik pencemar pada grey water tidak begitu tinggi, namun apabila masuk ke badan air dan terakumulasi dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang cukup berarti. ABR merupakan salah satu jenis pengolahan suspended growth yang memanfaatkan sekat (baffle) dalam pengadukan yang bertujuan memungkinkan terjadinya kontak antara air limbah dan biomass. Pengolahan ini adalah pengolahan yang murah dari segi operasional, sebab tidak diperlukan penggunaan energi listrik, dan memiliki efisiensi removal organik yang cukup baik. Namun berdasarkan penelitian Purwanto (2008), ABR memilik efisiensi removal suspended solid yang kurang baik, yaitu berkisar antara 40-70%. Zat padat dengan densitas yang mendekati densitas air dapat terbawa keluar dari kompartemen pertama dan terbawa keluar reaktor bersama dengan efluen. Oleh karena itu, kemampuan mengolah zat padat bergantung pada batas pemberian makan (feed line) atau kompartemen pertama. Hal ini dapat pula diatasi dengan penambahan unit yang dapat membantu pemisahan zat padat (Foxon et al, 2004). Sementara, meskipun memiliki kelemahan dalam segi pemeliharaan, Anaerobic Filter merupakan salah jenis pengolahan attached growth yang dapat menurunkan kadar suspended solid dengan baik.
2
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003, yang dimaksud dengan air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, dan rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Jenis air ini mengandung banyak sabun atau deterjen, dan mikroorganisme. Jumlah air buangan yang dihasilkan oleh suatu kawasan berbeda dengan kawasan yang lain, tergantung pada jumlah air bersih yang digunakan setiap harinya. Debit air buangan biasanya bervariasi antara 50 sampai 100% dari kebutuhan air bersih total (Reynold dan Richards, 1996). Berdasarkan Keputusan Menteri LH No.112 Tahun 2003, baku mutu limbah domestik adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan. Baku mutu limbah domestik di Indonesia tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Baku Mutu Limbah Domestik Parameter
Satuan
pH BOD mg/L TSS mg/L Minyak dan Lemak mg/L (KepMen LH No. 112 Tahun 2003)
Kadar Maksimum 6-9 100 100 10
Menurut McCarty dan Bachmann (1992, dalam Barber dan Stuckey, 1999), ABR adalah reaktor yang menggunakan serangkaian dinding (baffle) untuk membuat air limbah yang mengandung polutan organik untuk mengalir di bawah dan ke atas (melalui) dinding dari inlet menuju outlet. Pada dasarnya, ABR merupakan pengembangan dari reaktor upflow anaerobic sludge blanket (UASB). Kriteria desain ABR berdasarkan Sasse (1998) adalah sebagai berikut:
Up flow velocity
: < 2 m/jam
Panjang
: 50-60% dari ketinggian
Removal COD
: 65-90%
Removal BOD
: 70-95%
Organic loading
: < 3 kg COD/m3.hari 3
Hydraulic retention time : > 8 jam Barber dan Stuckey (1999) menyatakan bahwa hidrodinamika dan tingkat pengadukan pada
reaktor berpengaruh erat terhadap kontak antara substrat dan bakteri, sehingga terjadi kontrol aliran massa dan performa reaktor. Dalam penelitiannya, Garuti, Dohanyos, dan Tilche (1992, dalam Barber dan Stuckey, 1999) meneliti limbah perkotaan sebanyak 350 L dengan COD 264-906 mg/L dan loading rate 2,17 kg/m3hari. Reaktor yang digunakan dilengkapi 3 chamber dengan HRT 4,815 jam, dan suhu 18-28 oC. Reaktor tersebut berhasil menurunkan kadar COD sebesar 90%. Witthauer dan Stuckey (1982, dalam Barber dan Stuckey, 1999) menemukan COD removal yang tidak beraturan pada penelitian terhadap grey water sintetik dengan ABR pada loading rates rendah dan retention times panjang. Hal ini berhubungan dengan sludge blankets yang rendah (kandungan inokulum kurang dari 3 g VSS/L) yang terjadi akibat pengendapan biomass dalam waktu yang lama. Hasil penelitian ini tertera pada Tabel 2. Purwanto (2008) melakukan penelitian dengan menggunakan reaktor ABR untuk mengolah limbah domestik rumah susun. Reaktor tersebut terdiri atas 4 kompartemen dengan dimensi masingmasing kompartemen (15×15×27) cm3. Debit yang digunakan adalah 1 L/jam. Dengan variasi BOD/COD 0,47-0,49, diperoleh efisiensi removal zat organik sebesar 41-60% dan removal TSS sebesar 40-70%. Studi pengolahan low strength wastewater juga dilakukan oleh Krishna, Kumar, dan Kumar (2009) menggunakan sebuah ABR yang memiliki delapan kompartemen. Air limbah yang digunakan adalah soluble synthetic wastewater. Dua variasi yang dilakukan adalah 8 jam dan 10 jam dengan konsentrasi influen COD masing-masing 502±6,19 mg/L dan 501±7,19 mg/L, sedangkan removal COD masing-masing 90,0±1,05% dan 90,7±0,4%. ABR mengolah air limbah dengan OLR sebesar 1,2-1,5 g COD/Lhari. Temperatur ABR adalah mesophilic (23-31°C). Studi terhadap ABR pilot reactor lainnya dilakukan oleh Foxon et al. (2004). Selama lima bulan, performa ABR diteliti dengan HRT selama 22 jam dan konsentrasi COD influen rata-rata 564 mg/L. ABR digunakan untuk mengolah air limbah domestik pada sarana sanitasi di komunitas masyarakat
4
menengah ke bawah. Removal COD rata-rata adalah 58% dengan COD efluen rata-rata adalah 238 mg/L. Selain itu, konsentrasi TSS juga diukur dalam penelitian Foxon et al. Rata-rata konsentrasi TSS influen dan efluen masing-masing adalah 225 mg/L dan 127 mg/L.Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Langenhoff, Intrachandra, dan Stuckey (2000) dengan menggunakan empat ABR (10 L; 8 kompartemen) untuk mengolah complex dilute soluble atau limbah koloidal (500 mg COD/L). Keempat reaktor tersebut dimulai dengan HRT 80 jam (pada suhu 35oC) dan secara perlahan HRT tersebut diturunkan menjadi 6 jam. Pada seluruh HRT yang diujikan menghasilkan removal COD lebih dari 80%. Pada sebuah ABR, diujikan HRT sebesar 1,3 jam selama 2 hari dan bahkan dengan debit ini dapat diperoleh removal COD 40%. Rangkuman dari penggunaan ABR sebagai unit pengolahan low strength wastewater dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengolahan Low Strength Wastewater Menggunakan Reaktor ABR Tipe Reaktor ABR; 4 kompartemen ABR; 8 kompartemen ABR; pilot reactor ABR; 3 kompartemen ABR ABR ABR; pada suhu 25oC
Air Limbah Limbah domestik Soluble synthetic Limbah domestik Limbah perkotaan Synthetic greywater Synthetic greywater Synthetic greywater
24,3 jam
OLR (kg COD/m3.hari) 0,47-0,49
Influen (mg COD/L) 355
COD Removal 41-60%
8;10 jam
1,5; 1,2
22 jam
0,62
502±6,19; 501±7,19 564
90,0±1,05%; 90,7±0,4% 58%
4,8-15 jam
2,17
264-906
90%
84 jam
0,13
438
75%
48 jam
0,25
492
71%
84 jam
0,13
445
84%
HRT
Keterangan Purwanto, 2008 Krishna, Kumar, dan Kumar 2009 Foxon et al., 2004 Garuti, Dohanyos, dan Tilche, 1992* Witthauer dan Stuckey, 1982* Witthauer dan Stuckey, 1982* Witthauer dan Stuckey, 1982*
* dalam Barber dan Stuckey (1999)
Jenis biofilter yang digunakan pada penelitian ini adalah anaerobic filter (filter anaerobik). Menurut Saravanan dan Sreekrishnan (2006), biofilm reactor adalah suatu bioreaktor dengan biokatalis berada pada posisi menempel (tidak bergerak), baik pada suatu media yang tetap ataupun menempel satu sama lain. Anaerobic filter (AF) adalah reaktor biofilm jenis packed-bed. Biomass membentuk lapisan film di permukaan media. Proses pengolahan zat organik terjadi dengan cara
5
mengalirkan air limbah di antara media yang dilapisi biofilm tersebut. Meskipun aliran dapat disusun secara upflow maupun downflow, cara upflow adalah yang paling sering digunakan. Kriteria desain AF berdasarkan Sasse (1998) adalah sebagai berikut:
Luas permukaan media
: 90-300 m2/m3
Removal BOD
: 70-90%
Jenis media
: kerikil, batu (5-10 cm), plastik, arang (5-15 cm)
Organic loading
: 4-5 kg COD/m3.hari
Hydraulic retention time : 1,5-2 hari Dalam penelitiannya, Bodkhe (2006) melakukan pengolahan limbah perkotaan dengan
menggunakan reaktor dengan volume total 0,170 m3 dan volume efektif 0,120 m3. Reaktor ini terhubung dengan beberapa Inclined Tube Settler sebagai pengontrol SS pada influen. Jenis media yang digunakan adalah pecahan bata dengan diameter rata-rata 20 mm dan specific surface area 200 m2/m3. Total surface area yang tersedia untuk menempelnya bakteri adalah 8.685 m2. Dengan hydraulic retention time (HRT) 12 jam, reaktor ini menghasilkan efluen dengan removal efisiensi BOD dan COD sebesar 98% dan 97% tanpa adanya masalah penyumbatan, dikarenakan adanya pengolahan awal terhadap SS pada influen. Kobayashi, Strenstrom, dan Mah (1983) juga melakukan penelitian menggunakan reaktor AF skala laboratorium dengan media trickling filter sintetik untuk mengolah limbah domestik low strength dengan konsentrasi COD rata-rata 288 mg/L. Filter tersebut dioperasikan selama 60 hari setelah mencapai steady state pada 20, 25, 35oC dengan OLR 0,32 kg/m3.hari dan HRT 24 jam. Efluen BOD5 filter berkisar antara 38 mg/L yang menyebabkan efisiensi removal sebesar 79% dan efluen COD rata-rata 78 mg/L (removal 73%). Efisiensi removal meunjukkan pengaruh yang sangat kecil terhadap fluktuasi harian kualitas influen limbah. Performa reaktor pada suhu 25 dan 35 oC juga menunjukkan hal yang sama, namun removal BOD dan TSS menurun pada suhu 20 oC. Konsentrasi ammonia nitrogen dan sulfid meningkat selama pengolahan. Ini mununjukkan bahwa
6
AF adalah pengolahan yang baik untuk mengolah limbah low strength namun mungkin diperlukan pengolahan akhir untuk ammonia dan sulfid pada efluen. Pada penelitian ini, dilakukan penggabungan (kombinasi) kedua proses pengolahan tersebut, ABR dan Anaerobic Filter, untuk memperoleh hasil pengolahan yang optimum. Dengan adanya suatu paket pengolahan grey water skala komunal yang dapat menurunkan kadar zat organik secara efektif, dan efisien, dapat dilakukan pencegahan pencemaran air permukaan oleh grey water. Debit dan konsentrasi grey water yang fluktuatif sehingga dapat mempengaruhi hidrolika dan efisiensi reaktor pengolah limbah. Hydraulic Loading Rate (HLR) dan Organic Loading Rate (OLR) berpengaruh pada performa unit pengolahan biologis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu detensi aktual reaktor berdasarkan variasi HLR paket pengolahan grey water model kombinasi ABR-AF. Selain itu, dilakukan pula uji untuk menentukan pengaruh perubahan OLR terhadap efisiensi paket pengolahan grey water model kombinasi ABR-AF.
2. Metodologi
Ada dua reaktor yang digunakan pada penelitian, yaitu Reaktor I dan Reaktor II. Reaktor I terdiri atas 4 kompartemen ABR dan 1 kompartemen AF, sementara Reaktor II terdiri atas 3 kompartemen ABR dan 1 kompartemen AF. Dimensi untuk masing-masing reaktor dapat dilihat pada Gambar 1. Uji HLR dilakukan dengan menggunakan Reaktor II, sementara uji OLR dilakukan pada kedua reaktor dengan variasi beban organik yang berbeda. Variasi debit yang digunakan pada uji HLR adalah 64,8 L/hari, 51,84 L/hari, dan 34,56 L/hari. Pada uji OLR, reaktor dialiri grey water dengan beberapa variasi beban organik. Variasi konsentrasi zat organik untuk Reaktor I adalah 20, 30, dan 35 mg/L, sementara untuk Reaktor II adalah 50, 100, dan 150 mg COD/L. Sampel limbah yang digunakan adalah limbah domestik non-tinja (grey water) di wilayah Surabaya Timur. Pengambilan sampel (sampling) dilakukan di tiga lokasi. Pada penelitian dengan 7
Reaktor I, air sampel diambil di saluran air kawasan perumahan Kertajaya Indah dan di kawasan perumahan Wisma Permai, Mulyosari. Sedangkan untuk penelitian dengan Reaktor II, lokasi sampling adalah saluran air di wilayah Gebang ITS. Kareakteristik air limbah dari masing-masing lokasi tersebut ditampilkan pada Tabel 2.
REAKTOR II
REAKTOR I
Gambar 1. Dimensi Reaktor I dan Reaktor II Tabel 2. Karakteristik Sampel Grey Water Lokasi Sampling Kertajaya Indah Wisma Permai Gebang, ITS
Parameter PV pH PV pH COD PV TSS pH
Konsentrasi 17,03-48,92 mg/L 6,91-7,42 26,67-31,22 mg/L 7,14-7,29 41,03-160 mg/L 32,86-55,62 mg/L 2-25 mg/L 7,33-7,8
Seeding dilakukan dengan menggunakan lumpur dari Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih, yaitu dari kolam penampungan sementara return oxidation ditch. Untuk proses seeding Reaktor I, volume lumpur yang digunakan adalah 15 L untuk 56 L kapasitas ABR. Konsentrasi MLSS lumpur tersebut adalah 28.934 mg/L. Proses seeding dimulai dengan merendam 8
media AF di dalam lumpur aktif yang digunakan dan dilakukan penambahan makanan berupa air gula. Proses feeding tersebut dilakukan secara batch selama 1 minggu, kemudian dilanjutkan lagi secara kontinyu selama selama 3 minggu. Setelah itu, dilakukan aklimatisasi agar reaktor mencapai kondisi yang stabil selama 2 minggu. Ketinggian lumpur pada akhir proses ini pada kompartemen 1, 2, 3, dan 4 adalah 5 cm, 5,5 cm, 6 cm, dan 6 cm beturut-turut. Reaktor II merupakan Reaktor I yang dipotong satu kompartemen. Tidak dilakukan proses seeding ulang pada reaktor ini, melainkan penambahan lumpur aktif dan aklimatisasi dengan menggunakan konsentrasi limbah 100% selama 2 minggu. Konsentrasi MLSS lumpur yang ditambahkan adalah 36.133,33 mg/L. Ketinggian lumpur pada akhir proses ini adalah 7 cm, 7,5 cm, dan 7,5 cm untuk kompartemen 1, 2, dan 3 secara berurutan.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Uji Hydraulic Loading Rate
Uji hydraulic loading rate (HLR) ini dilakukan dengan menggunakan dimensi Reaktor II dengan variasi debit 64,8 L/hari, 51,84 L/hari, dan 34,56 L/hari. Berdasarkan perhitungan, HLR yang terjadi akibat masing-masing debit pada kompartemen ABR adalah 1,620, 1,296, dan 0,864 m³/m².hari, serta 3,546, 2,837, dan 1,891 m³/m².hari untuk kompartemen AF secara berturut-turut. Waktu detensi pada rangkaian reaktor adalah 18,483, 23,104, dan 34,656 jam secara berturut-turut untuk masing-masing variasi debit. Hasil uji HLR dengan menggunakan larutan fluorescent ditampilkan pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 3. Uji HLR yang pertama menggunakan debit 64,8 L/hari dengan asumsi waktu detensi 18,483 jam. Uji dilakukan selama 22,75 jam dan diketahui bahwa konsentrasi warna efluen mencapai 90% dari konsentrasi awal (32,348 mg/L) dalam waktu 20,25 jam. Ini berarti, larutan warna memerlukan waktu 1,767 jam lebih lama dibanding waktu detensi hasil perhitungan. Pada uji kedua, debit yang digunakan adalah 51,84 L/hari dengan HLR, 1,296 m³/m².hari pada kompartemen ABR, dan 2,837 9
m³/m².hari pada kompartemen AF. Waktu detensi rangkaian reaktor berdasarkan perhitungan adalah 23,104 jam. Konsentrasi awal flourescent yang digunakan sebesar 34,409 mg/L. Konsentrasi warna efluen mencapai 30,909 mg/L dalam waktu 33 jam, yaitu 9,896 jam lebih lama dibanding waktu perhitungan. Pada uji ketiga, debit yang digunakan adalah sebesar 34,56 L/hari dengan waktu detensi hasil perhitungan sebesar 34,656 jam. Debit tersebut mengakibatkan HLR pada kompartemen ABR sebesar 0,864 m³/m².hari dan pada kompartemen AF sebesar 1,891 m³/m².hari. Dari uji HLR yang dilakukan selama 55 jam, konsentrasi warna efluen mencapai 29,603 mg/L dalam waktu 54,5 jam. Waktu ini lebih lama 19,844 jam dibanding waktu yang diperkirakan. Dari seluruh uji tersebut diketahui bahwa semakin kecil HLR yang terjadi maka semakin panjang pula waktu yang diperlukan oleh sampel untuk mencapai outlet reaktor. Waktu detensi aktual reaktor juga semakin meningkat dengan adanya penurunan HLR ini, yang mana tentunya akan mempengaruhi dalam penentuan waktu sampling efluen reaktor. Pergeseran waktu detensi ini terjadi akibat kecilnya kecepatan aliran ke atas yang menyebabkan larutan sampel semakin lama menyebar di dalam reaktor, terutama pada saat melewati media filter. Dari hasil uji ini diketahui bahwa dengan penurunan HLR sebanyak 20% terjadi kenaikan waktu detensi aktual sebanyak 63%. Penambahan waktu detensi akibat variasi debit pertama, kedua, dan ketiga adalah sebesar 9,5%, 42,8%, dan 57,3% secara berturut-turut. 35
35
Konsentrasi Warna (mg/L)
Konsentrasi Warna (mg/L)
40
30 25 20 15 10 5 0 -5 0
30 25 20 15 10 5 0
5
10
15
20
25
Waktu (jam)
Gambar 2. Uji HLR dengan Debit 64,8 L/hari
0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu (jam)
Gambar 3. Uji HLR dengan Debit 51,84 L/hari
10
35
Konsentrasi Warna (mg/L)
30 25 20 15 10 5 0 0
10
20
30
40
50
60
Waktu (jam)
Gambar 4. Uji HLR dengan Debit 34,56 L/hari
3.2. Uji Organic Loading Rate Reaktor
Dari Gambar 5, tampak bahwa perubahan removal zat organik berbanding lurus terhadap beban zat organik yang diberikan. Semakin tinggi konsentrasi zat organik yang masuk, maka degradasi zat organik yang terjadi juga semakin besar. Nilai efisiensi removal tertinggi diperoleh pada OLR 0,035 kg/m3.hari, yaitu sebesar 54,54%, sementara nilai removal PV terendah diperoleh pada OLR 0,031 kg/m3.hari, yaitu sebesar 21,61%. Pada pengamatan selama 40 hari terhadap Reaktor II, diperoleh data efisiensi removal yang cukup fluktuatif. Perubahan removal COD sebanding dengan removal PV, yang mana keduanya semakin meningkat seiring dengan pertambahan OLR. Removal COD tertinggi (Gambar 6) diperoleh pada hari pengamatan 25 dengan OLR 0,134 kg/m3.hari pada variasi OLR ketiga, yaitu sebesar 68,98%. Sementara, efisiensi removal yang terendah diperoleh pada hari pengamatan keenam, yaitu sebesar 10,9%. Sementara, removal PV terendah diperoleh pada waktu pengamatan 19, yaitu sebesar 14,3% (Gambar 7). Perubahan efisiensi removal yang cukup fluktuatif dapat disebabkan oleh perbedaan waktu pengambilan sampel (waktu detensi perkiraan) dengan waktu keluarnya efluen akibat perubahan (fluktuasi) debit aliran. Selain itu, perubahan efisiensi removal juga dapat disebabkan karena fluktuasi influen zat organik yang masuk ke dalam reaktor.
11
0.040
Removal PV (%)
80
0.030
60 0.020 40 0.010
20 0
OLR (kg/m3.hari)
100
0.000 0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu Sampling
Removal PV untuk OLR 1 Removal PV untuk OLR 3 OLR 2 (0,028 kg/m3.hari)
Removal PV untuk OLR 2 OLR 1 (0,019 kg/m3.hari) OLR 3 (0,033 kg/m3.hari)
100
0,16
80
0,12
60
0,08
40
0,04
20
0,00
0
OLR (kg COD/m3.hari)
Removal COD (%)
Gambar 5. Removal PV pada Reaktor I
-0,04 0
5
10
15
20 25 Waktu Sam pling
Removal COD untuk OLR 1 Removal COD untuk OLR 3 OLR 2 (0,089 kg COD/m3.hari)
30
35
40
45
Removal COD untuk OLR 2 OLR 1 (0,044 kg COD/m3.hari) OLR 3 (0,133 kg COD/m3.hari)
100
0,16
80
0,12
60
0,08
40
0,04
20
0,00
0
OLR (kg COD/m3.hari)
Removal PV (%)
Gambar 6. Removal COD pada Reaktor II
-0,04 0
10
20 30 Waktu Sampling
Removal PV untuk OLR 1 Removal PV untuk OLR 3 OLR 2 (0,089 kg COD/m3.hari)
40
Removal PV untuk OLR 2 OLR 1 (0,044 kg COD/m3.hari) OLR 3 (0,133 kg COD/m3.hari)
Gambar 7. Removal PV pada Reaktor II Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa dengan desain reaktor yang ada, nilai OLR yang dihasilkan masih terlalu rendah dan menyebabkan efisiensi removal yang kurang optimal pada reaktor. Dengan kosentrasi rata-rata tertinggi 139 mg COD/L, paket pengolahan yang diteliti hanya dapat mencapai efisiensi removal maksimal 68,98%. Sementara berdasarkan data literatur (Tabel 2), pada pengolahan limbah low strength, konsentrasi influen limbah antara 264 sampai 906 mg
12
COD/L yang diolah dengan ABR menghasilkan efisiensi removal antara 41%-90%. Hal tersebut disebabkan oleh konsentrasi limbah yang cukup rendah; 41,03-160 mg/L. Berdasarkan data literatur tersebut, nilai efisiensi yang optimal (>80%) baru dapat dicapai bila OLR yang digunakan lebih dari 1 kg COD/m3.hari. Sasse (1998) juga menyebutkan bahwa desain ABR yang baik harus memiliki OLR kurang dari 3 kg COD/m3.hari. Sementara, dengan OLR maksimal 0,123 kg COD/m3.hari yang ada pada grey water yang diteliti, kondisi optimal tersebut sulit dicapai. Peningkatan nilai OLR akan sulit dilakukan tanpa penambahan influen limbah lain yang lebih tinggi konsentrasinya. Contoh dari usaha peningkatan OLR yang dapat dilakukan adalah penggabungan black water dan grey water sebagai influen yang akan diolah oleh reaktor. Dengan menggunakan jenis influen yang sama (grey water), nilai OLR dapat ditingkatkan dengan memperbesar debit yang masuk dan/atau memperkecil volume reaktor. Apabila debit influen diperbesar, upflow velocity harus memenuhi Vup <2 m/jam (Sasse, 1998). Namun, perlu diperhatikan bahwa volume reaktor yang diperlukan pada pengolahan limbah low strength lebih ditentukan oleh HLR (dalam hal ini pengaruhnya terhadap waktu detensi) dibandingkan OLR (Letingga dan Hulshoff, 1991, dalam Langenhoff, Intrachandra, dan Stuckey, 2000). Rendahnya waktu detensi pada reaktor dapat menyebabkan kurang optimalnya kontak antara sel biomass dengan zat organik dan tidak menutup kemungkinan menyebabkan lumpur keluar dari reaktor bersama dengan efluen. OLR ditingkatkan dengan memperbesar debit dan/atau memperkecil volume reaktor. Alternatif yang paling baik adalah dengan menggunakan konsentrasi organik influen yang lebih tinggi. Hal ini sulit dilakukan dengan menggunakan sampel grey water di lapangan saja, tetapi dapat dilakukan dengan memasukkan black water sebagai bagian dari influen. Beberapa penelitian menggunakan ABR untuk mengolah limbah high strength (>1000 mg COD/L) menunjukkan perolehan removal organik yang tinggi. Boopathy, Larsen, dan Senior (1988, dalam Barber dan Stuckey, 1999) melakukan penelitian dengan ABR untuk mengolah limbah penyulingan pabrik whisky dengan influen COD yang limbah sebesar 51.000 mg COD/L. Volume
13
reaktor yang digunakan adalah 6,3 L dengan temperatur 30oC. Waktu detensi reaktor adalah 360 jam. Pada penelitian tersebut, diperoleh efisiensi removal lebih dari 90%. Nilai OLR yang digunakan adalah 2,2-3,46 kg COD/m3.hari. Nilai removal organik yang tinggi juga diperoleh oleh Boopathy dan Tilche (1991) dalam penelitian menggunakan molase hasil penyulingan alkohol (molasses alcohol stillage). Reaktor yang digunakan adalah Hybrid Anaerobic Baffled Reactor (HABR) terbuat dari plexiglass. Reaktor tersebut terdiri atas 3 kompartemen dan sebuah bak pengendap akhir. Volume efektif reaktor HABR adalah 150 L. Temperatur pada penelitian ini adalah 37oC dengan waktu detensi selama 138-636 jam. Konsentrasi organik influen adalah 115.800 mg COD/L, sementara nilai OLR adalah 4,3-20 kg COD/m3.hari. Pada penelitian, nilai removal COD yang diperoleh adalah 70-80%. Kenaikan persen removal yang terjadi berbanding terbalik terhadap nilai OLR yang ada. Hal ini dikarenakan peningkatan nilai OLR yang ada melebihi dari kriteria desain yang dianjurkan, yaitu <3 kg COD/m3.hari. Hal ini menyebabkan penurunan waktu detensi yang cukup berarti yang membuat waktu kontak biomass dengan zat organik menjadi lebih singkat. Dari hasil pembahasan, dapat diketahui bahwa limbah grey water tidak sesuai bila diolah dengan menggunakan ABR. Ini dikarenakan konsentrasi zat organik grey water yang dihasilkan masyarakat tidak cukup tinggi untuk mencapai nilai OLR yang sesuai (1-3 kg COD/m3.hari). Sementara, nilai OLR tesebut juga tidak dapat dicapai dengan mengubah debit maupun volume reaktor karena justru akan menurunkan efisiensi removal yang ada karena adanya perubahan waktu detensi reaktor. Jenis pengolahan ini lebih sesuai untuk limbah dengan konsentrasi organik tinggi (high strength) karena dengan volume reaktor yang hampir sama dapat diperoleh efisiensi removal yang lebih tinggi (> 90%). Sementara, untuk limbah berkonsentrasi rendah seperti grey water, alternatif pengolahan yang dapat dipilih adalah wetland atau fitoremidiasi, karena jenis pengolahan ini dapat bekerja secara optimal dengan nilai OLR yang rendah yaitu 7,5-8 g BOD/m2.hari (Wood, 1993).
14
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Reaktor kombinasi ABR-AF dapat menurunkan kandungan organik grey water dengan penurunan PV tertinggi sebesar 54,54% dan 64,75% pada Reaktor I dan Reaktor II, serta penurunan COD tertinggi sebesar 68,98% pada Reaktor II. 2. Waktu detensi aktual reaktor berbeda dengan waktu detensi yang diperoleh melalui perhitungan hidrolik. Berdasarkan hasil uji hydraulic loading rate, diketahui bahwa untuk debit 64 L/hari, 51,84 L/hari, dan 34,56 L/hari, waktu detensi aktual reaktor bertambah sebanyak 9,5%, 42,8%, dan 57,3% dari waktu detensi hasil perhitungan, secara berturut-turut. 3. Penambahan beban organik (OLR) pada reaktor mengakibatkan peningkatan efisiensi removal zat organik, baik pada Reaktor I maupun Reaktor II. Untuk Reaktor I, penambahan beban zat organik (OLR) dari 0,018 sampai 0,033 kg/m3.hari menyebabkan penambahan removal PV ratarata dari 24,95% menjadi 40,47%. Sedangkan, untuk Reaktor II, efisiensi removal rata-rata PV dan COD bertambah dari 21,65% menjadi 52,60% dan 18,94% menjadi 57,75%, secara berurutan, akibat penambahan OLR dari 0,044 kg COD/m3.hari menjadi 0,123 kg COD/m3.hari. Tidak ada pengaruh penambahan bahan organik pada perubahan removal TSS yang berfluktuasi. Paket pengolahan model kombinasi ABR-AF kurang sesuai untuk pengolahan grey water karena beban organik grey water yang terlalu kecil menyebabkan efisiensi reaktor yang kurang optimal.
Daftar Pustaka
Anonim, (2003). “Baku Mutu Air Limbah Domestik”. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Thn. 2003.
15
Barber, W. P., Stuckey, D.C., (1999). “The Use of The Anaerobic Baffled Reactor (ABR) for Wastewater Treatment: A Review”. Water Research Vol. 33, No. 7, hal. 1559-1578. Bodkhe, S., (2006). “Development of An Improved Anaerobic Filter for Municipal Wastewater Treatment”. Bioresource Technology 99 (2008) hal. 222-226. Boopathy, R. dan Tilche, A., (1991). “Anaerobic Digestion of High Strength Molasses Wastewater Using Hybrid Anaerobic Baffled Reactor”. Wat. Res. Vol 25, No. 7, hal. 785-790. Eriksson, E., Auffarth, K., Henze, M., Ledin, A., (2002). “Characteristics of Grey Wastewater”. Urban Water 4 (2002), hal. 85-104. Foxon, K.M., Pillay, S., Lalbahadur, T., Rodda, N., Holder, F., Buckley, C.A., (2004). “The Anaerobic Baffled Reactor (ABR): An Appropriate Technology for On-Site Sanitation”. Water SA Vol 30, No. 5, hal. 44-50. Kobayashi, H. A., Stenstrom, M. K., Mah, R. A., (1983). “Treatment of Low Strength Wastewater Using The Anaerobic Filter”. Water Resource Vol 17, No. 8, hal 903-909. Krishna, G.V.T.G., Kumar, P., Kumar, P., (2009). “Treatment of Low-Strength Soluble Wastewater Using An Anaerobic Baffled Reactor (ABR)”. Journal of Environmental Management, 90 (2009), hal. 166-176. Langenhoff A. A. M., Intrachandra N., Stuckey D. C., (2000). “Treatment of Dilute Soluble dan Colloidal Wastewater Using Anaerobic Baffled Reactor: Influence of Hydraulic Retention Time”. Water Resource Vol 34, No. 4, hal. 1307-1317. Purwanto, E., (2008). Studi Anaerobic Baffled Reactor (ABR) untuk Mengolah Air Limbah Domestik dari Rumah Susun. Tugas Akhir, Teknik Lingkungan ITS. Reynold, T. D. dan Richards, P.A., (1996). Unit Operations and Process in Environmental Engineering, Second Edition. Singapore: PWS Publishing Company. Saravanan, V., dan Sreekrishnan, T. R., (2006). “Modelling Anaerobic Biofilm Reactors: A Review”. Journal of Enviromental Management 81/2008, hal 1-18.
16
Sasse, L., (1998). DEWATS; Decentralised Wastewater Treatment in Developing Countries. Delhi: BORDA Wood, A., (1993). Constructed Wetland for Wastewater Treatment Engineering and Design Consideration. Cooper, P. F. and Findlater, B. C. (eds.). UK: Pergamon Press.
17