12 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI MENURUT UUD 1945 Oleh : Jaini Bidaya Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram
Abstrak: Penelitian ini berjudul Kewenangan DPD dalam Sistem Ketatanegaraan RI Menurut UUD 1945. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan RI menurut UUD 1945. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normative dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif untuk mengetahui jawaban tentang permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, walaupun kedudukan DPD adalah sejajar dengan DPR dalam struktur ketatanegaraan kita, tetapi kewenangannya baik kewenangan legislasi maupun bidang pengawasan adalah sangat terbatas. Kewenangan legislasi yang dimiliki oleh DPD adalah dapat mengajukan kepada DPR dan ikut membahas rancangan UU yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Disamping itu DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Dalam bidang pengawasan, DPD melakukan pengawasan atas pelaksanaan berbagai UndangUndang yang ikut dibahas dan diberikan pertimbangan oleh DPD. Namun kewenangan pengawasan ini menjadi sangat terbatas, karena hasil pengawasan itu hanya untuk disampaikan kepada DPR untuk bahan pertimbangan dan ditindaklanjuti. Akan tetapi pada sisi lain anggota DPD ini memiliki kedudukan dan kewenangan yang sama dengan anggota DPR ketika bersidang dalam kedudukannya sebagai anggota MPR, baik dalam perubahan UUD, pemberhentian presiden maupun pemilihan Wakil Presiden. Kata Kunci : Kewenangan, DPD, dan UUD 1945. PENDAHULUAN Salah satu agenda utama reformasi yang monumental adalah amandemen UUD 1945, salah satu bentuk prubahan konstitusi dasar Negara adalah pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pembentukan lembaga ini diharapkan mampu mewakili kepentingan-kepentingan daerah serta menjaga keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan serasi. Hal ini memberikan peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Dalam kaitan dengan cheks and balances itu pula diajukan gagasan perubahan terhadap sistem parlemen dari supremasi MPR yang terdiri dari tiga unsur (DPR, utusan daerah, dan utusan golongan) menjadi parlemen sistem bicameral (dua kamar) yang terajut dalam hubungan checks and balances dengan lembaga Negara lainnya khususnya dengan lembaga eksekutif dan yudikatif. Gagasan ini menghendaki agar parlemen terdiri dari lembaga perwakilan politik yakni DPR dan lembaga perwakilan territorial yakni DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Mahfud MD, (2007 : 66).
Semula kedua lembaga ini digagas dengan fungsi seperti parlemen yang memiliki DPR dan senat yang mempunyai fungsi lagislasi dan fungsifungsi parlemen lainnya seperti fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Dalam perjalanannya, gagasan tentang parlemen bicameral yang baik itu ternyata kemudian hilang karena kompromi-kompromi dan menonjolnya kepentingan politik selama proses amandemen meskipun kedudukannya merupakan salah satu lembaga Negara yang sejajar dengan DPR, MPR, MA, MK, dan BPK, DPD yang anggota-anggotanya dipilih secara langsung melalui pemilu ternyata di dalam konstitusi hanya diberi fungsi yang sangat rumit dan nyaris tak berarti jika dibandingkan dengan biaya politik dan proses perekrutannya yang demokratis. Berbeda dengan DPR yang diatur dalam tujuh pasal (pasal 19 sampai dengan pasal 22 B) DPD hanya diatur dalam dua pasal (pasal 22 C dan pasal 22 D). Di dalam UUD 1945 hasil perubahan memang sama sekali tidak disebut istilah parlemen sehingga tidak mudah menjadikan DPR dan DPD sebagai kamar-kamar dari parlemen dua kamar, lebih dari itu jika di dalam UUD 1945 disebutkan secara tegas bahwa DPR
____________________________________ Volume 6, No. 6, Desember 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 13 ………...…………………………………………….………………………………………………… mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan (pasal 20A ayat 1), maka DPD tidak mempnyai fungsi-fungsi tersebut secara penuh. Dalam bidang legislasi, DPD tidak dapat ikut menetapkan UU sebagaimana layaknya lembaga perwakilan rakyat, sebab pasal 20 ayat 1 sudah mengunci bahwa yang memegang kekuasaan memegang UU adalah DPR. Jika dipetakan maka kewenangan-kewenangan DPD sebagaimana dapat diambil dari ketentuan pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) hanyalah terbatas dalam masalah-masalah tertentu seperti dibawah ini, 1. Dapat Mengajukan Rancangan UU DPD dapat mengajukan RUU (tanpa boleh ikut menetapkan atau memutuskan) dalam bidang-bidang tertentu yaitu, otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pengembangan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah 2. Ikut Membahas Rancangan UU Tanpa boleh ikut menetapkan atau memutuskan. DPD boleh ikut membahas RUU dalam bidang: otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah. 3. Memberi Pertimbangan DPD diberi kewenangan untuk memberikan pertimbangan atas RUU yang berkaitan dengan Rancangan APBN, Pajak, Pendidikan, dan Agama serta memberikan pertimbangan (diluar RUU) dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 4. Dapat Melakukan Pengawasan. DPD juga dapat melakukan pengawasan dalam pelaksanaan bidang-bidang : Otonomi Daerah, Hubungan pusat dan Daerah, Pembentukan dan Pemekaran serta Penggabungan Daerah, Pengembangan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi lainnya, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, APBN, Pajak, Pendidikan, dan Agama Kewenangan yang sangat terbatas itu dan dapat dikatakan menyebabkan DPD hanya sebagai formalitas konstitusional belaka disebabkan oleh kompromi yang melatarbelakangi pelaksanaan amandemen. Seperti diketahui, ketika gagasan amandemen ini muncul secara kuat, muncul pula penentangan dari kelompok-kelompok tertentu sehingga ada dua arus ekstrim yang berhadapan ketika itu. Pertama, arus yang menghendaki perubahan UUD 1945 karena ia selalu menimbulkan sistem politik yang tidak demokratis. Kedua, arus yang menghendaki agar UUD 1945 dipertahankan sebagaimana adanya karena merupakan hasil karya para pendiri negara yang sudah sangat baik. Tolak
tarik antara kedua ekstrim itu akhirnya melahirkan kompromi berupa kesepakatan dasar yang menyebabkan amandemen tak dapat dilakukan secara leluasa untuk dapat disesuaikan dengan ilmu konstitusi (Mahfud MD, 2007 : 69). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan, Bagaimanakah kewenangan DPD dalam sistem ketatanegaraan RI menurut UUD 1945?, dan bagaimanakah Peran dan Kewenangan DPD kedepan dalam kaitan dengan Checks and Balances dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia?. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap zas-azas hukum, kaedah-kaedah hukum dalam arti nilai (norma) peraturan hukum konkrit dan sistem hukum (Sudikno Mertokusumo, 2004 : 29) Dalam penulisan ini pendekatan masalah yang digunakan yatu : Pendekatan perundang-undangan (statute approach), dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Pendekatan konseptual (conceptual aproach), yang mengkaji pandangan/konsep para ahli yang berkenaan dengan masalah yang dibahas. Seluruh bahan hukum yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, selanjutnya dianalisis secara deskriptif-kualitatif dengan membangun argumen berdasarkan pada logika berfikir deduktif. Dengan metode deskriptif kualitatif, peneliti akan menyajikan dan menguraikan serta menghubungkan seluruh bahan hukum yang relevan yang telah diperoleh dari penelitian kepustakaan secara sistimatis, komprehensif dan akurat. Bersamaan dengan itu penulis juga melakukan penafsiran terhadap berbagai bahan hukum (Johnny Ibrahim, Bayu Media; 306), sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan secara akurat dan komprehensif. HASIL DAN PEMBAHASAN. a.
Kewenangan dan Posisi DPD dalam Struktur Ketatanegaraan Pengaturan tentang DPD di dalam UUD 1945 diatur dalam ketentuan pasal 22C UUD 1945 sebagai berikut : (1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak labih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun .
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 6, Desember 2012
14 Media Bina Ilmiah (4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang Selanjutnya dalam ketentuan pasal 22D disebutkan bahwa : (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan suber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (2) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai ; otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dang penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah , serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai ; otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam,dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara , pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. (4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. Dibentuknya DPD merupakan salah satu solusi untuk mengatasi pasang surut hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, jadi dengan dibentuknya DPD dimaksudkan sebagai regional representation berbeda dengan DPR yang merupakan political representation karena sebelum dibentuknya DPD aspirasi daerah diperjuangkan oleh utusan daerah yang diwujudkan dalam bentuk fraksi utusan daerah di parlemen, (Maxsasai Indra, 2011: 142). DPD merupakan lembaga Negara yang memiliki kedudukan yang sama dengan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Perbedaannya pada penekanan posisi anggota DPD sebagai wakil dan representasi dari daerah (provinsi). Setiap anggota DPD selalu berfikir tentang kepentingan daerahnya tanpa terhambat oleh garis dan
ISSN No. 1978-3787 kepentingan partai politik.karena anggota DPD adalah dari perseorangan bukan wakil partai politik. Pembentukan DPD sebagai salah satu institusi yang baru adalah dalam rangka memberikan kesempatan kepada orang-orang daerah untuk ikut mengambil kebijakan dalam tingkat nasional , khususnya yang terkait dengan kepentingan daerah. Pembentukan ini diharapkan akan lebih memperkuat integrasi nasional serta semakin menguatnya perasaan sebagai sebuah bangsa yang terdiri dari daerah-daerah (Yusril Ihza Mahendra, 2004 : 9). Walaupun kedudukan DPD adalah sejajar dengan kedudukan DPR dalam struktur ketatanegaraan kita, tetapi kewenangannya, baik kewenangan bidang legidlasi, maupun bidang pengawasan adalah sangat terbatas. Kewenangan legislasi yang dimiliki oleh DPD adalah dapat mengajukan kepada DPR dan ikut membahas rancangan undang-undang yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alamdan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Disamping itu DPD memberikan kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang berkaitan pajak, penddidikan, dan agama. Dalam bidang pengawasan, DPD melakukan pengawasan atas pelaksanaan berbagai undangundang yang ikut dibahas dan diberikan pertimbangan oleh DPD. Namun kewenangan pengawasan ini menjadi sangat terbatas, karena hasil pengawasan itu hanya untuk disampaikan kepada DPR untuk bahan pertimbangan dan ditindaklanjuti. Akan tetapi pada posisi lain anggota DPD ini memiliki kedudukan dan kewenangan yang sama dengan anggota DPR , ketika bersidang dalam kedudukannya sebagai anggota MPR,baik dalam perubahan UUD , pemberhentian presiden maupun pemilihan wakil presiden. b.
Penguatan Kedudukan dan Kewenangan DPD RI. Dalam rangka menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara dan jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat agar sesuai dengan perkembangan faham demokrasi yang mengatur pembagian kekuasaan yang lebih tegas dengan membangun mekanisme checks and balances, maka perlu dilakukan perubahan UUD 1945, khususnya yang berkaitan dengan pasal mengenai DPD RI antara lain sebagai berikut: 1. Penguatan bidang legislasi dan anggaran Seharusnya wewenang membahas dan memutus suatu rancangan undang-undang ada pada DPR-RI dan DPD RI. Caranya dengan adanya pembahasan
____________________________________ Volume 6, No. 6, Desember 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 15 ………...…………………………………………….………………………………………………… terpisah. Pertama kali dibahas di DPR RI, setelah disepakati disampaikan ke DPD RI dan sebaliknya tergantung pada obyek pengaturan RUU tersebut. Dapat pula dibuat aturan khusus , misalnya jika RUU itu terkait dengan otonomi daerah, maka RUU tersebut sebaiknya dibahas di DPD RI terlebih dahulu. Jika tidak terdapat kesefahaman antar keduanya maka dapat dibentuk suatu panitia gabungan yang akan membahas RUU itu. 2. Penguatan dalam bidang pengawasan. DPD RI perlu diberi wewenang untuk memilih jabatan publik yang selama ini wewenangnya hanya dimiliki oleh DPR RI seperti Hakim Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi , Gubernur BI, dan jabatan lainnya. Posisi seorang anggota DPD RI sebenarnya adalah sangat kuat. Dalam sistem politik Amerika Serikat, wakil dari daerah ini mirip dengan istilah senator. Dibandingkan dengan DPR-RI yang umumnya tidak memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), Maka anggota DPD justru memiliki dukungan yang lebih riil dan legitimatif. Sungguh sangatlah wajar apabila konstituen menaruh harapan besar kepada para anggota DPD RI. Namun sayangnya, kedudukan institusi DPD RI dalam struktur politik nasional ternyata masih dibatasi oleh UUD dan UU. DPD RI kedudukannya masih belum setara dengan DPR RI. Jika diamati tugas dan kewenangannya, peran para wakil daerah ini tak lebih dari sekedar lembaga pertimbangan saja. Peran DPD RI yang antara lain menyangkut urusan desentralisasi, keterlibatan dalam pembahasan RUU (khususnya pajak, pendidikan dan agama), APBN dan sebagian fungsi pengawasan lainnya yang juga selanjutnya melaporkan hasilnya kepada DPR RI, hanya dijadikan bahan pertimbangan saja untuk ditindaklanjuti (Jimly Asshiddiqie, 2006 : 188-189). Dalam ketentuan UUD 1945 terlihat jelas bahwa DPD tidaklah mempunyai kewenangan dalam membentuk undang-undang, kedudukannya hanya bersifat penunjang atau auxiliary terhadap fungsi DPR dibidang legislasi, sehingga DPD paling jauh hanya disebut sebagai co-legislator, dari pada legislator yang sepenuhnya. Sedangkan dibidang pengawasan meskipun terbatas hanya berkenaan dengan kepentingan daerah dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang tertentu, DPD dapat dikatakan mempunyai kewenangan penuh untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintahan. Kedudukan DPD perlu diperkuat sehingga dapat ikut menyetujui RUU yang menjadi bidang kerjanya, dan tidak hanya ikut serta membahasnya. Dengan demikian DPD tidak hanya memberikan usulan bagi substansi RUU, tapi juga ikut dalam
proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan bidang kerjanya. Dalam lampiran keputusan MPR, NO 4 MPR/2004 tentang laporan Badan Pekerja MPR RI mengenai hasil kajian Komisi Konstitusi tentang perubahan UUD 1945, menegaskan bahwa keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia antara lain dimaksudkan untuk memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerahdaerah, meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan dan daerah-daerah, dan mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerahdaerah secara serasi dan seimbang. Peran DPD dalam sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia salah satunya yaitu mengembangkan mekanisme checks and balances antara lembaga Negara. Pembentukan DPD semua dimaksudkan dalam rangka mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bicameral) yang terdiri atas DPR dan DPD, yang memungkinkan representasi kepentingan seluruh rakyat secara relative dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas. Kehadiran DPD RI dalam konteks lain adalah sebuah jawaban atas persoalan tentang minimnya kontrol politik masyarakat yang dulu hanya dilakukan oleh DPR RI. Saat ini institusi DPD RI diharapkan bisa menjadi alternatif baru yang mampu membawa perubahan politik nasional. Oleh sebab itulah maka penguatan DPD RI perlu mendapat dukungan dari DPR RI sebagai mitra kerja dalam satu kamar serta berbagai kelompok strategis seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi lokal, institusi pendidikan, dan sebagainya. Dengan demikian, masa depan demokrasi bisa lebih menjanjikan. PENUTUP Dari hasil pembahasan tentang kewenangan DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dapat Mengajukan Rancangan UU. DPD dapat mengajukan RUU (tanpa boleh ikut menetapkan atau memutuskan) dalam bidangbidang tertentu yaitu : Otonomi daerah, Hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengembangan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah 2. Ikut membahas Rancangan UU. Tanpa boleh ikut menetapkan atau memutuskan, DPD boleh ikut membahas RUU dalam bidang : otonomi
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 6, Desember 2012
16 Media Bina Ilmiah
3.
4.
5.
Daerah, Hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan Sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah. Memberi pertimbangan. DPD diberi kewenangan untuk memberikan pertimbangan atas RUU yang berkaitan dengan rancangan APBN, pajak, pendidikan dan agama serta memberikan pertmbangan (diluar RUU) dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Dapat melakukan pengawasan. DPD juga dapat melakukan pengawasan dalam pelaksanaan bidang-bidang: otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengembangan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah, APBN, pajak, pendidikan dan agama. Kekuasaan DPD perlu diperkuat sehingga dapat ikut menyetujui RUU yang menjadi bidang kerjanya, dan tidak hanya ikut serta membahasnya. Dengan demikian DPD tidak hanya memberikan usulan bagi substansi RUU tapi juga ikut dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan bidang kerjanya, demikian pula dalam bidang pengawasan, DPD perlu diberikan kewenangan yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
ISSN No. 1978-3787 Asshiddiqie Jimly, 2006. Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. Konstitusi Press. Yogyakarta. Ibrahim, Johny. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normative. Malang: Bayu Media Publishing. Indra Maxsasai, 2011. Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Refika Aditama. Mahendra, Ihza, Yusril. 2004. Paradigma LembagaLembaga Politik. MD, Mahfud. Perdebatan Hukum Tatanegara, Pasca Amademen Konstitusi. 2007. LP3ES. Mertokusumo, Sudikno, 2004. Hukum.Yogyakarta LIBERTY.
Penemuan
Manan Bagir. 2005. DPR, DPD , dan MPR dalam UUD 1945. Yogyakarta : UII Press. Piliang, Indra. J dan Bivitri Susanti. Untuk Apa DPD RI. Jakarta. Kelompok DPD di MPR. Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2003. Tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Undang-Undang RI NO 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Asshiddqie Jimly, 1994. Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta : Ichtiar Baru-Van Hoeve.
____________________________________ Volume 6, No. 6, Desember 2012
http://www.lpsdimataram.com