1.1
TUJUAN PENULISAN LAPORAN P-SLHD dimaksudkan untuk mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan
kondisi lingkungan. Pelaporan yang rutin akan menjamin akses informasi lingkungan yang terkini dan akurat secara ilmiah bagi publik, masyarakat umum termasuk juga beberapa kelompok masyarakat dengan kepentingan tertentu, sekolah dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut, kelompok industri, pengambil keputusan, perencana dan pengelola sumber daya alam, media cetak dan elektronik, serta lembaga internasional. Adapun tujuan pokok penyusunan P-SLHD Kota Surabaya adalah: 1. Menyediakan referensi dan data dasar, tentang kondisi dan kecenderungan perubahan lingkungan hidup Kota Surabaya, sebagai bahan masukan dalam proses pengambilan keputusan pada semua tingkat dalam rangka mempertahankan proses ekologis serta meningkatkan kualitas kehidupan total di masa kini dan masa mendatang; 2. Meningkatkan mutu informasi lingkungan hidup sebagai bagian dari sistem pelaporan publik dan bentuk dari akuntabilitas; 3. Menyediakan media peningkatan kesadaran dan kepahaman akan kecenderungan kondisi lingkungan bagi setiap pihak, baik dari kalangan masyarakat, dunia usaha maupun pemerintah, untuk senantiasa memelihara dan menjaga kualitas lingkungan hidup Kota Surabaya serta mendukung upaya pembangunan berkelanjutan; 4. Memfasilitasi pengukuran kemajuan kinerja pengelolaan lingkungan sehingga pelaporan keadaan lingkungan yang berhasil akan dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan berikut: Secara rutin menyediakan informasi tentang kondisi lingkungan kini dan prospeknya di masa mendatang yang akurat, berkala, dan terjangkau bagi publik, pemerintah, organisasi non pemerintah, serta pengambil keputusan; Memfasilitasi pengembangan dan pelaporan himpunan indikator dan indeks lingkungan yang disepakati pada tingkat nasional; Menyediakan peringatan dini akan masalah potensial serta memungkinkan adanya evaluasi akan rencana mendatang; Melaporkan keefektifan kebijakan dan program yang dirancang untuk menjawab perubahan lingkungan, termasuk kemajuan dalam mencapai standar dan target lingkungan; Memberikan sumbangan dalam menelaah kemajuan bangsa dalam menjamin kelangsungan ekologis; Merancang mekanisme integrasi informasi lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan tujuan untuk menyediakan gambaran yang jelas tentang keadaan bangsa;
Bab I - 1
Mengidentifikasi
adanya
jeda
(gap)
pengetahuan
tentang
kondisi
dan
kecenderungan lingkungan, serta merekomendasikan strategi penelitian dan pemantauan untuk mengisi jeda tersebut; Membantu pengambil keputusan untuk membuat penilaian yang terinformasi mengenai konsekuensi luas dari kebijakan dan rencana sosial, ekonomi dan terkait lingkungan, serta untuk memenuhi kewajiban bangsa untuk pelaporan lingkungan.
1.2
ISI-ISU LINGKUNGAN HIDUP Isu lingkungan yang paling dominan sejak sepuluh tahun lalu sampai pada saat ini
(tahun 2008) tidak mengalami perubahan. Pencemaran air baik air tanah maupun air permukaan, polusi udara, perubahan penggunaan lahan, banjir, dan sampah masih menjadi isu utama. Segala cara telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya, warga kota, LSM, maupun Perguruan Tinggi, akan tetapi permasalahan tersebut masih belum tuntas teratasi. Kendala-kendala dalam mengatasi persoalan lingkungan disebabkan beberapa hal, yaitu: 1. Letak gegrafis Surabaya Letak geografis Surabaya yang berada di paling hilir DAS Brantas berdampak pada terakumulasinya beban pencemar yang bersumber dari bagian hulu (mulai dari Kabupaten Malang sampai Mojokerto dan Sidoarjo).
Pencemaran diperparah oleh
industri-industri di Wilayah Kabupaten Gresik yang membuang air limbahnya ke Kali Tengah. Selain kendala tersebut, posisi Surabaya yang merupakan dataran rendah dengan ketinggian 1–6 meter di atas permukaan laut merupakan pemicu terjadinya banjir di beberapa wilayah. 2. Tingginya kebutuhan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah Tuntutan mampu bersaing dengan kota lain baik dari dalam maupun luar negeri untuk dapat menarik investor dari dalam maupun luar negeri ataupun mempertahankan investor yang ada sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota. Karena tuntutan ini, Pemerintah Kota membangun dan memperbaiki infrastruktur yang ada dan berusaha menciptakan iklim berusaha yang kondusif. Hal tersebut mendorong tumbuhnya industri mulai dari home industri sampai industri besar, hotel, restoran, tempat hiburan, perdagangan, dan industri jasa. 3. Bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah penduduk merupakan faktor yang paling utama timbulnya permasalahanpermasalahan lainnya seperti kemiskinan, kekumuhan, degradasi lingkungan, dan sebagainya. Data penduduk Kota Surabaya pada tahun 2007 mencapai 2.861.728 jiwa, dimana terjadi kenaikan 11,61% dibandingkan jumlah penduduk tahun 2002. Populasi penduduk yang bersifat administratif ini berbeda dengan kondisi yang sesungguhnya. Dalam kenyataannya pada siang hari jumlah penduduk Surabaya diperkirakan bertambah sekitar 30% dari jumlah tersebut. Hal ini disebabkan kota Surabaya menjadi daerah tujuan orang-orang di sekitarnya untuk mencari kehidupan di
Bab I - 2
Surabaya, mengingat Surabaya adalah sebagai pusat perdagangan dan jasa untuk wilayah Indonesia Timur.
1.2.1
Pencemaran air Kota Surabaya yang berada di bagian hilir DAS Brantas memperoleh akumulasi
beban pencemar dari kota/kabupaten lain di bagian hulunya. Seperti halnya Kali Surabaya yang memegang peranan penting dalam pemenuhan baku mutu air bersih warga kota memiliki kualitas yang buruk (di bawah baku mutu yang ditetapkan untuk mutu air kelas II), disebabkan masukan pencemar dari hulunya dan diperparah lagi dari Kali Tengah. Pengelolaan air limbah rumah tangga yang konvensional (septick tank) berdampak pada penurunan air permukaan termasuk Kali Surabaya dimana grey water langsung dibuang ke lingkungan perairan. Air tanah di Surabaya sudah mengalami pencemaran akibat pemakaian septick tank dan sumur resapan dalam pengolahan air limbah rumah tangga. Pemakaian septick tank sebenarnya tidak menjadi persoalan apabila jarak antara septick tank yang satu dengan lainnya masih berjauhan karena tanah mempunyai kemampuan untuk self purification. Sedangkan di Surabaya kepadatan penduduk begitu tinggi sehingga air tanah di hampir seluruh wilayah Surabaya tercemar oleh Coli Tinja
1.2.2
Polusi Udara Pencemaran udara yang terjadi di Surabaya berkaitan dengan konsumsi energi,
seperti bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan batu bara (bahan bakar konvensional). Sumber-sumber energi ini dibutuhkan untuk menggerakkan kendaraan, menjalankan mesinmesin industri, dan lain-lain. Seiring dengan konsumsi sumber energi yang berlebihan, emisi polutan mempengaruhi atmosfer dalam skala yang sangat besar. Emisi karbondioksida (CO2) yang merupakan komponen utama Gas Rumah Kaca (GRK) dapat memperbesar Efek Rumah Kaca (ERK) yang pada gilirannya akan meningkatkan suhu rata-rata permukaan bumi yang dikenal juga dengan Pemanasan Global. Kemacetan lalu lintas pada jam–jam sibuk (peak hour) atau v/c ratio melebihi 1 (v/c > 1) di beberapa ruas jalan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: •
Meningkatnya rasio penduduk yang memiliki kendaraan pribadi;
•
Perkembangan jumlah kendaraan ini tidak diikuti oleh penyediaan prasarana jalan yang memadai;
•
Banyaknya pengguna jalan yang menggunakan kendaraan pribadi dalam aktivitasnya;
•
Keengganan warga Surabaya untuk menggunakan angkutan umum dikarenakan belum adanya angkutan masal yang representatif (Bis kota dan angkot) dan pergantian antar mode angkutan;
•
Kesadaran warga untuk berkendara dengan baik masih rendah;
•
Alih fungsi jalan menjadi tempat mangkal PKL menambah rumit arus lalu lintas;
Bab I - 3
Kondisi lalu lintas yang macet menyebabkan konsumsi bahan bakar meningkat sehingga konsentrasi polutan pencemar di udara juga makin tinggi. Jumlah penduduk yang makin besar ini menjadi target pemasaran yang menguntungkan bagi pelaku usaha sehingga mereka meningkatkan kapasitas produksinya, menambah variasi usaha, serta menambah outlet-outlet. Penggunaan bahan baku dan bahan bakar meningkat sehingga berdampak pada pencemaran udara.
1.1.1
Perubahan Penggunaan Lahan Upaya Pemerintah Kota untuk menciptakan ruang yang nyaman, produktif, dan
berkelanjutan dirasakan masih menghadapi tantangan yang berat. Hal ini ditunjukkan oleh masih banyaknya permasalahan yang mencerminkan bahwa kualitas ruang kehidupan kita masih jauh dari cita-cita tersebut meskipun kota Surabaya telah memiliki arahan dalam pemanfaatan ruang wilayah yaitu Perda Kota Surabaya No. 3 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya. RTRW Kota Surabaya tersebut telah dijabarkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang terbagi dalam 11 unit Pengembangan dan sampai tahun 2008 baru tersusun 7 (tujuh) unit pengembangan, tetapi belum diperdakan. Sehubungan dengan hal tersebut, arahan pemanfaatan ruang belum berdampak terhadap tidak terkendalinya aktivitas pembangunan kota.
1.1.2
Genangan Kondisi lingkungan yang kurang memadai seperti terbatasnya luas ruang terbuka
hijau berbagai lahan resapan air dan daerah konservasi merupakan faktor utama timbulnya genangan. Selain itu faktor penyebab timbulnya genangan adalah: • Adanya penumpukan sampah dan endapan sedimen yang menghambat fungsi saluran tersier, sekunder, dan primer; • Banyak saluran yang semula berfungsi sebagai saluran irigasi tetapi belum dikonversi menjadi saluran pematusan juga; • Posisi geografis Kota Surabaya yang sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 1–6 m di atas permukaan laut; • Banyaknya bangunan liar yang berada di sepanjang bantaran sungai, sehingga mengganggu kelancaran aliran dan pemeliharaan sungai; • Sistem pematusan belum terwujud dan terintegrasi, yaitu banyak saluran tersier belum terhubung dengan saluran sekunder secara baik dan terintegrasi sehingga genangan air di daerah tangkapan saluran tersier tidak dapat mengalir ke saluran sekunder.
1.1.3
Sampah
Pengelolaan sampah Kota Surabaya tidaklah mudah, karena: •
Keberhasilan penurunan sampah pada sumbernya dengan program sampah mandiri (program 3R dan komposting), ataupun peran pemulung hanya sekitar 5,449%;
Bab I - 4
•
Kelurahan yang tidak terlayani LPS mencapai 44 (empat puluh empat) sehingga masih banyak sampah yang dibuang di lahan terbuka atau dibakar;
•
Kompleksnya karakteristik sampah termasuk limbah B3 yang bersumber dari rumah sakit maupun rumah tangga (seperti baterai, kemasan bahan kimia, dsb) dengan persentase 0,03%. Sampah jenis ini mengganggu proses dekomposisi sampah organik;
•
Persentase sampah organik hanya 54,59% sedangkan sampah anorganik mencapai 45,41%. Keadaan ini apabila hanya mengandalkan pengolahan akhir dengan controlling landfill tidaklah efektif;
•
Umur operasional TPA Benowo dengan beban 1.200 ton per hari akan mampu dioperasionalkan hingga 4 (empat) tahun mendatang.
1.2
KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pembangunan Kota Surabaya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan menuju peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik dengan menempatkan manusia sebagai pelaku sekaligus bagian dari proses perubahan melalui pemanfaatan teknologi dan sumber daya secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penyelenggaraan pembangunan Kota Surabaya dilaksanakan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Surabaya 2006–2010 yang mengacu pada RPJM Nasional dan RPJMD Propinsi Jatim. RPJM Kota Surabaya 2006–2010 dimaksudkan sebagai dokumen perencanaan pembangunan yang memberikan arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program pembangunan daerah serta sasaran-sasaran strategis yang ingin dicapai selama 5 (lima) tahun. Dengan demikian RPJM Kota Surabaya menjadi landasan bagi semua dokumen perencanaan baik rencana pembangunan tahunan pemerintah daerah maupun dokumen perencanaan Satuan Kerja Pemerintah Daerah Kota Surabaya. Tujuan penyusunan RPJM Kota Surabaya 2006–2010 adalah untuk menjabarkan visi, misi, dan program kepala daerah. Dalam hal pengelolaan lingkungan hidup, kebijakan di sektor lingkungan bersifat multisektoral yang meliputi: 1. Kebijakan Penataan Ruang 2. Kebijakan Pengelolaan Jalan dan Jembatan 3. Kebijakan Pengembangan Transportasi 4. Kebijakan Pengendalian Pelestarian Lingkungan Hidup 5. Kebijakan Ruang Terbuka Hijau dan Pertamanan Kota 6. Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai 7. Kebijakan Pengelolaan Kebersihan Kota 8. Perumahan Dan Pemukiman
Bab I - 5
1.3.1
Kebijakan Penataan Ruang Untuk menanggulangi tantangan perkembangan pembangunan kota dan wilayah
yang pesat, serta kencenderungan terjadinya konsentrasi kegiatan dan aktifitas di pusat kota akan berdampak terhadap kawasan perbatasan dan wilayah lain, maka diperlukan penataan dan strategi pembangunan terpadu dan berimbang dalam suatu kebijakan pembangunan sebagai berikut : 1. Penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang kota yang aplikatif dan terpadu; 2. Peningkatan partisipasi masyarakat dan kerjasama antar stage holder dan antar wilayah dalam penataan ruang; 3. Pengendalian pemanfaatan lahan dan pelaksanaan pembangunan secara intensif melalui peningkatan kualitas perijinan dan penegakan hukum. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui fungsi lingkungan hidup yang didukung oleh program-program pembangunan yaitu Program Penataan Ruang.
1.3.2
Kebijakan Pengelolaan Jalan dan Jembatan Perkembangan jumlah kendaraan yang pesat memerlukan suatu kegiatan
penambahan jaringan jalan yang terpadu dengan prasarana utilitas, serta pemecahan jaringan jalan menjadi akses timur barat dan akses utara selatan. Akan tetapi penambahan jaringan jalan juga menemukan banyak kendala, yaitu biaya pembebasan lahan untuk kepentingan umum (jalan) yang sangat mahal dan kurangnya partisipasi warga Surabaya. Selain itu kemacetan lalu lintas juga dipicu oleh perkembangan daerah sub urban di sekitar Surabaya (Greater Surabaya) sehingga diperlukan sinkronisasi dan strategi pembangunan yang terpadu dan berimbang. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas sebagai berikut: 1. Penyusunan dan evaluasi rencana pengelolaan jalan dan jembatan yang terpadu; 2. Peningkatan partisipasi dan peran aktif masyarakat dalam mendukung pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan; 3. Pengendalian dalam pembangunan secara kontinyu melalui peningkatan pengawasan lapangan. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui fungsi ekonomi yang didukung oleh programprogram pembangunan, yaitu Pogram Pengelolaan dan Pembangunan Jalan dan Jembatan.
1.3.3
Kebijakan Pengembangan Transportasi Selain pengelolaan jalan dan jembatan, untuk meningkatkan waktu tempuh
kendaraan dan kenyamanan pengguna jalan diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam perubahan perilaku penggunaan kendaran pribadi dan ketertiban berlalu lintas. Pengoptimalan fungsi jalan dengan melakukan rekayasa lalu lintas atau traffic demand management meningkatkan pengendalian dan pengawasan fungsi terminal dan pengujian kendaraan bermotor, peningkatan atau penggantian baru angkutan massal ( bis kota ).
Bab I - 6
Kebijakan pembangunan yang ditetapkan adalah: 1. Penyusunan dan evaluasi rencana pengembangan transportasi yang terpadu; 2. Peningkatan partisipasi dan peran aktif masyarakat dalam perubahan perilaku penggunaan angkutan masal dan mendukung tertib lalu lintas; 3. Pengendalian dalam pembangunan secara kontinyu melalui peningkatan pengawasan lapangan. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui fungsi ekonomi yang didukung oleh programprogram pembangunan, yaitu Program Pengembangan Transportasi.
1.3.4
Kebijakan Pengendalian Pelestarian Lingkungan Hidup Pengendalian pelestarian lingkungan hidup sangat mutlak diperlukan karena daya
dukung dan daya tampung lingkungan sangat terbatas sedangkan di sisi lain pemerintah membuka luas kesempatan berinvestasi di Surabaya serta mendorong perkembangan usaha makro. Usaha-usaha yang tumbuh ini mendorong penduduk daerah lain bekerja di Surabaya sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk pada siang hari yang signifikan untuk bekerja di Surabaya dan berdampak pada peningkatan beban baik air limbah, limbah padat, dan udara. Selain itu letak geografis Surabaya yang berada di hilir DAS Berantas merupakan tantangan utama. Untuk itu diperlukan kebijakan pembangunan sebagai berikut: 1. Peningkatan mutu (kualitas) udara, air dan tanah kota, dan 2. Penataan areal di sekitar Kali Mas dan kawasan pantai. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui fungsi lingkungan hidup yang didukung oleh program-program pembangunan, yaitu Program Pengendalian dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
1.3.5
Kebijakan Ruang Terbuka Hijau dan Pertamanan Kota Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan kota salah satu upaya yang
dilakukan adalah penyediaan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau ialah lahan atau kawasan ruang terbuka untuk tempat tumbuhnya kelompok tanaman/vegetasi yang berfungsi sebagai pengatur iklim mikro, daerah resapan air dan estetika kota. Adapun kebijakan pembangunan yang ditetapkan adalah : 1. Pembebasan atau penyediaan lahan untuk memperluas RTH di Kota Surabaya; 2. Penataan dan revitalisasi RTH dalam rangka optimalisasi fungsi RTH di Kota Surabaya; 3. Penyediaan lahan untuk fasilitas makam dan peningkatan kualitas pengelolaan makam; 4. Pengendalian pelaksanaan pembangunan dengan memperhatikan ketersediaan lahan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial khususnya RTH dan makam; 5. Sosialisasi dalam rangka peningkatan partisipasi atau peran masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan RTH dan makam.
Bab I - 7
Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui fungsi lingkungan hidup yang didukung oleh program-program pembangunan, yaitu Program Ruang Terbuka Hijau dan Pertamanan Kota.
1.3.6
Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Menurut RPJM Kota Surabaya Tahun 2006–2010, pada tahun 2005 genangan di
beberapa tempat dengan luasan 3.130 ha, tinggi genangan rata-rata dari 40–60 dan lama genangan rata-rata dari 4–6 jam harus segera diatasi karena menimbulkan kerugian material maupun immaterial. Kebijakan pembangunan yang ditetapkan adalah: 1. Perencanaan ulang pola sistem pematusan; 2. Melaksanakan pemeliharaan, rehabilitasi, pembangunan sarana dan prasarana pematusan; 3. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sistem pematusan; 4. Melaksanakan koordinasi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan instansi terkait dalam menyelesaikan masalah banjir di Kota Surabaya. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui fungsi lingkungan hidup yang didukung oleh program-program pembangunan, yaitu Program Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai.
1.3.7
Kebijakan Pengelolaan Kebersihan Kota Keterbatasan lahan pembuangan akhir membuat kinerja pengelolaan kebersihan
terhambat. Terutama pengelolaan sampah di sumber-sumber sampah untuk dapat direduksi, sehingga mempermudah dalam menerapkan manajemen pengangkutan dan meningkatkan kualitas higienis warga kota serta tidak membebani satu-satunya tempat pembuangan akhir (TPA) di Surabaya yaitu TPA Benowo. Kebijakan pembangunan yang ditetapkan adalah : 1. Pengelolaan sampah mandiri dan pengolahan sampah di tempat pembuangan sementara (TPS) zero waste; 2. Penyediaan TPA baru untuk mengantisipasi keterbatasan TPA eksisting; 3. Pengendalian limbah air tinja perkotaan. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui fungsi lingkungan hidup yang didukung oleh program-program pembangunan, yaitu Program Pengelolaan Kebersihan Kota.
1.3.8
Perumahan Dan Pemukiman Pertumbuhan penduduk di Surabaya yang terus meningkat berdampak pula pada
menurunnya kualitas lingkungan pada kawasan perumahan dan pemukiman apabila tidak disertai dengan penataan perumahan dan permukiman. Tetapi hal ini agak sulit teratasi karena belum terbentuknya SKPD yang memiliki tugas dan tanggung jawab khusus untuk menangani Pemukiman. Sampai saat ini beberapa SKPD yang menangani yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Tata Kota dan Pemukiman serta Badan Pengendalian Lingkungan Hidup.
Bab I - 8
Pada saat RPJM disusun (tahun 2006) terdata 9000 ha merupakan kawasan kumuh yang harus diperbaiki fasilitas umum social, sarana dan prasarana lingkungan sehingga kualitas lingkungan perumahan meningkat pula. Kebijakan pembangunan yang ditetapkan adalah: 1. Pembentukan SKPD dan penetapan tugas pokok dan fungsi untuk pembangunan perumahan dan pemukiman secara terpadu mulai proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian; 2. Penataan dan revitalisasi kawasan perumahan terutama pada perkampungan atau kawasan kumuh dan sangat padat; 3. Pembangunan dan penyediaan prasarana lingkungan, utililitas umum dan fasilitas sosial perumahan; 4. Pembangunan dan penyediaan perumahan yang layak bagi masyarakat menengah ke bawah. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui fungsi perumahan dan fasilitas umum yang didukung oleh program pembangunan, yaitu Program Perumahan dan Pemukiman.
1.4
AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
1.4.1
Program Penataan Ruang Program ini dimaksudkan untuk mengatur dan merencanakan pemanfaatan ruang
kota sehingga dapat dijadikan acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dengan kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Penyusunan , pengesahan/legalisasi, sosialisasi RDTRK/RTRK; 2. Penyusunan/evaluasi RTRK; 3. Pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan secara terpadu; 4. Pendataan bangunan.
1.4.2
Program Pengembangan Transportasi Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengelolaan sistem transportasi yaitu
lalu lintas, pengaturan terminal, parkir, dan angkutan umum. Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Pengembangan prasarana pendukung (terminal, fasilitas rambu, marka jalan, halte, shelter) peningkatan APILL, sistem transportasi kota, Perda di bidang transportasi; 2. Pengembangan dukungan sarana KA Komuter; 3. Pengembangan dukungan pelaksanaan sistem Angkutan Massal (LRT); 4. Peningkatan ketersediaan bus; 5. Penyusunan perda di bidang transportasi; 6. Pengembangan jalur khusus bagi kendaraan tidak bermotor.
Bab I - 9
1.4.3
Program Pengendalian dan Pelestarian Lingkungan Hidup Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan
sehingga menjadi lebih sehat dan lebih nyaman untuk dihuni. Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Peningkatan mutu (kualitas) lingkungan kota; 2. Penataan kawasan sempadan sungai dan kawasan pantai.
1.4.4
Program Ruang Terbuka Hijau dan Pertamanan Kota Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan keindahan lingkungan kota dan
sekaligus mendukung pelestarian lingkungan kota, dengan kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Penambahan hutan kota dan lahan hijau kota; 2. Perluasan areal pemakaman; 3. Penataan dan normalisasi fungsi trotoar.
1.4.5
Program Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Program ini dimaksudkan untuk mencegah dan mengatisipasi adanya ancaman
bahaya banjir serta menanggulangi banjir di perkotaan, dengan kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Pembangunan saluran pematusan dan bozem; 2. Rehabilitasi/peningkatan saluran pematusan dan bozem; 3. Pemeliharaan dan saluran pematusan dan bozem; 4. Pengadaan pompa, rumah pompa, rumah jaga, generator set dan pintu air beserta kelengkapannya; 5. Pemeliharaan sarana dan prasarana pematusan; 6. Perencanaan dan pengawasan pembangkit, peningkatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pematusan; 7. Operasional petugas dan prasarana pematusan; 8. Pembebasan tanah untuk saluran dan bozem.
1.4.6
Program Pengelolaan Kebersihan Kota Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan
lingkungan kota agar sampah dapat dikelola dengan baik diantara masyarakat dan pemerintah, dengan kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengolahan sampah mandiri; 2. Penyapuan jalan kota dan pengangkutan sampah; 3. Pengelolaan sampah di TPS dan TPA; 4. Perencanaan dan pembangunan TPA baru.
Bab I - 10
1.4.7
Program Pengelolaan Jalan dan Jembatan Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemantapan
fisik pembangunan jalan dan jembatan serta penambahan kapasitas jalan sehingga meningkatkan kelancaran lalu lintas, dengan kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas dan kemantapan infrastruktur jalan dan jembatan; 2. Pemeliharaan jalan dan jembatan.
1.4.8
Program Perumahan dan Pemukiman Program ini dimaksudkan untuk penataan perumahan dan pemukiman di perkotaan,
dan untuk mengurangi kekumuhan di kawasan berpenduduk padat , dengan kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Penataan dan perbaikan kawasan kumuh; 2. Penyediaan MCK bagi warga miskin; 3. Pemberian bantuan prasarana dan sarana sanitasi.
Bab I - 11