FRATERS CMM 3/10
| REGIO TIMOR LESTE DIDIRIKAN | KEMBALI PADA CINTA PERTAMA | DIPANGGIL OLEH KAUM MISKIN | MEMBACA DENGAN KACA MATA KATOLIK
1
DAFTAR ISI
KOLOM PEMIMPIN UMUM
4
SEKITAR FRATER ANDREAS
5
MAKLUMAT MISI
KOLOFON
Belaskasih terdapat di setiap waktu dan di setiap tempat.
Frater CMM, ISSN 1574-9193, adalah majalah triwulan Kongregasi Frater CMM. Langganan gratis dapat diminta pada alamat Kontak di bawah ini.
Belakasih merupakan inti setiap agama di dunia: agama Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen dan Islam. Gerakan belaskasih meninggalkan jejak dalam sejarah.
Redaksi: Rien Vissers (ketua redaksi), Frater Edward Gresnigt, Frater Ad de Kok, Frater Lawrence Obiko, Frater Ronald Randang, Frater Jan Smits, Peter van Zoest (redaktur terakhir).
Pelbagai bentuk penampilan gerakan belaskasih merupakan ungkapan masyarakat dalam mana belaskasih telah lahir, dan spiritualitas yang mendukungnya.
Rencana tata: Heldergroen www.heldergroen.nl Dicetak:
Percetakan Kanisius, Yogyakarta
Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih, berakar dalam semangat belaskasih Kristiani.
Kontak:
Frater CMM Jalan Ampel 6, Papringan Yogyakarta 55281
E-mail:
[email protected]
Webside:
www.cmmbrothers.org
Terjemahan:
Frater Pieter-Jan van Lierop, Frater Jan Koppens
Foto sampul depan: Suatu gambar mengenai Ziarah Vinsensian di Perancis (foto: Frater Ad de Kok). Foto sampul belakang:
Anak yang hilang, Rembrandt 2
Gereja ‘San Gimignano’, Toscane, Italia (foto: Frater Ad de Kok)
REGIO TIMOR LESTE DIDIRIKAN
6
BERITA PENDEK
8
KEMBALI PADA CINTA PERTAMA
10
REDAKSI MENULIS Para anggota redaksi memanfaatkan setiap kesempatan untuk meyakinkan para frater atas pentingnya komunikasi yang baik intern kongregasi. Mereka terus-menerus diingatkan akan peranan yang dapat dimainkan oleh majalah Frater CMM, yang diterbitkan dalam tiga bahasa. Pesannya jelas: saling menginformasikan apa yang terjadi di regio dan provinsi sangat memperkuat kesadaran bahwa kita adalah bagaian dari persaudaraan berbelaskasih seluas dunia, hal mana didambakan oleh kongregasi. Baru-baru ini Frater Edward Gresnigt, anggota dewan pimpinan umum, memotivasikan fraterfrater yang menyiapkan diri untuk mengikrarkan profesi seumur hidup lewat kursus di Belanda, agar melaporkan pengalaman-pengalaman mereka. Hal ini akan dilaporkan dalam edisi keempat tahun terbitan yang sedang berjalan, yang akan diterbitkan pada bulan November. Dalam jilid ini ada berita yang menggembirakan mengenai pendirian Regio Timor Leste. Dalam negara yang masih muda ini - Timor Leste menjadi merdeka pada tahun 2002 – jumlah frater berkembang dengan pesat. Jadi layak komunitas-komunitas di situ lebih berdikari dalam regio tersendiri. Pemimpin umum, Frater Broer Huitema, telah mengunjungi Timor Leste untuk menetapkan pendirian regio baru itu dan membuat rencana-rencana untuk masa mendatang dengan dewan pimpinan regio yang baru. Pendidikan profesional para frater Timor Leste yang muda dan masalah-masalah perumahan diprioritaskan. Pada tanggal 24 Juli regio dimulai secara resmi di Dili, ibukota Timur Leste. Pada kesempatan yang sama Frater Dominikus Samponu, asal Indonesia dan sudah lima tahun berkarya di sana, mengikrarkan profesi seumur hidup dalam perayaan Ekaristi pendirian Regio. Maka dua pesta sekaligus!
CUM LAUDE
MEMBACA DENGAN KACA MATA KATOLIK
DIPANGGIL OLEH KAUM MISKIN
IN MEMORIAM
12
21
BERITA PENDEK
SUMBER
14
15
18
23 3
KOLOM PEMIMPIN UMUM
Hari Senin tanggal 2 Agustus: permulaan suatu minggu kerja. Akan tetapi bukan suatu minggu yang biasa. Pada waktu pagi saya mulai suatu pekan refleksi mengenai Santo Vinsensius dan pendiri kita, Mgr. Joannes Zwijsen. Ini dilakukan bersama delapanbelas frater dan suster muda dari enam negara. Segala sesuatu merupakan persiapan untuk ziarah ke Perancis, ke tempat-tempat di mana Vinsensius hidup dan bekerja. Delapanbelas suster dan frater berasal dari Indonesia, Kenya, Filipina, Timor Leste, Namibia dan Brasil. Mereka menyiapkan diri di Belanda dan di Perancis untuk berprofesi seumur hidup. Sudah sepuluh tahun lebih kongregasi menyelenggarakan program internasional semacam itu, namun baru tahun inilah saya, untuk pertama kalinya, terlibat intensif. Hari Senin tanggal 9 Agustus, saya bergabung dengan mereka menuju ke Perancis. Tempat perhentian adalah kampung Folleville, di mana Vinsensius untuk pertama kalinya ketemu langsung dengan kaum miskin. Kemudian kita menuju Perancis Selatan, ke kampung Dax, tempat kelahirannya. Kita mengakhiri ziarah di kota Paris, di mana Vinsensius sebagian besar dari hidupnya bekerja dan di mana ia dimakamkan. Saya senang dengan perjalanan ini, yang berlangsung bersama dengan konfrater-konfrater saya yang muda. Kami bersama ingin diinspirasikan oleh Santo Vinsensius dan oleh maknanya yang besar bagi gereja dan kaum miskin. Bailah bila kita terkadang dapat meninggalkan kesibukan sehari-hari untuk menerima ilham yang baru. Berziarah merupakan cara yang sangat baik untuk itu. Cara ini sudah sangat tua. Di abad pertengahan orang-orang berjalan kaki jauh, kadangkadang selama beberapa bulan. Kami berjalan hanya 12 hari dan bukan berjalan kaki! Kami menggunakan bis untuk ziarah ini, dan sekali-sekali juga berjalan kaki. Jadi bukan seperti semestinya. Namun kami berhadap
4
agar mengalami apa yang dialami oleh para penziarah lain: mengambil jarak dan bertanya pada diri: siapakah saya sebenarnya dan apa saya mau dengan hidupku ini? Dengan mengambil jarak, kita belajar melihat lebih tajam. Dengan mencerminkan diri saya pada seorang santo seperti Vinsensius, saya mengalami bagaimana saya, sebagai manusia, dimaksudkan. Perjalanan ini membantu saya dalam proses ini, sehingga yang terbaik dalam diri saya akan bermunculan. Kedelapanbelas frater dan suster muda menghadapi saat penting dalam hidup mereka: mengikat diri seumur hidup pada kongregasi. Saya berharap agar perjalanan ini membantu mereka untuk menemukan jalan yang tepat kepada Allah dan sesama manusia. Hal ini juga berlaku bagi saya pribadi, karena setiap hari saya ditantang untuk membaharui profesi saya dan mewujudkannya.
Frater Broer Huitema
SEKITAR FRATER ANDREAS
BERBAKTI DALAM SEGALA HAL Dalam cerita-cerita mengenai Frater Andreas, biasanya kita terutama memperhatikan ..... Frater Andreas. Dalam banyak situasi yang telah digambarkan, ia bukan tokoh utama, melainkan ia adalah salah satu dari antara frater yang hadir. Marilah kita memperhatikan pribadi-pribadi lain. Dengan sikap demikian gambaran manakah muncul tentang Frater Andreas dan kongregasi CMM? Pada permulaan Asrama Ruwenberg di SintMichielsgestel, asrama itu sering diganggu oleh air sungai yang tinggi. Sering terjadi bahwa sungai ‘de Dommel’, yang mengalir dekat Ruwenberg, membanjiri daerah itu. Dengan segala kekuatan para frater harus memompa dan membuat bendungan sementara dengan karung-karung terisi pasir. Frater Andreas tidak cukup kuat untuk melakukan pekerjaan ini, namun ia pun bangun waktu malam. “Ia kurang mampu bekerja”, kata Frater Germanus, “namun setiap malam ia hadir untuk membawa terang lampu. Ia berprihatin atas segala sesuatu.” Kalau di musim panas para murid pulang, fraterfrater masih bekerja. Mau tidak mau, guru-guru ikut membersihkan dan memelihara gedung. Frater Andreas menerima tugas-tugas yang menjengkelkan, seperti menyapu plafon-plafon. “Ia bekerja keras
Ruangan makan di Ruwenberg, sekitar 1890.
dan melakukannya dengan sangat teliti”, kata Frater Lucianus. Barangkali frater-frater lain melakukan tugas musim panas itu dengan lebih gampang, namun mereka tak dapat meloloskan diri dari tugas itu. Pada rekreasi di siang hari, para frater di Ruwenberg wajib berbicara bahasa Perancis. Frater Andreas mengikuti peraturan ini dengan saksama. Tidak sekata bahasa Belanda pun ia ucapkan. Banyak frater kurang senang dengan peraturan itu. Mereka kurang mampu menggunakan bahasa Perancis dan lebih suka melepaskan kelelahan. Mereka mengembangkan sejenis bahasa campuran Perancis dan Belanda. Bagi para frater hari-hari kerja cukup panjang dan mereka selalu sibuk dengan bekerja, berdoa dan studi. Kehidupan mereka menuntut banyak, maka sebaiknya dikembangkan daya merelativir sesuatu. Daya ini dikembangkan oleh semua frater, hanya Frater Andreas kurang melakukannya bila dibandingkan dengan para konfraternya. Para frater sering saling mengganggu, akan tetapi Frater Andreas dalam hal ini kurang mahir. Frater Andreas menderita karena humor sering sedikit tajam. Dengan humor demikian para frater bertahan dalam kehidupan ini, yang menuntut dedikasi tinggi. Mereka semua berdedikasi, akan tetapi dalam hal ini Frater Andreas masih melebihi mereka.
Charles van Leeuwen
5
TIMOR LESTE
REGIO TIMOR LESTE DIDIRIKAN ‘Jesus Misericordioso’ (Jezus de Barmhartige), itulah nama Regio Timor Leste yang baru didirikan secara resmi pada tanggal 24 Juli. Hal ini belangsung waktu perayaan Ekaristi yang mulia di gereja paroki, di mana fraterfrater hidup dan bekerja, di ibukota Dili. Perayaan dipimpin oleh Uskup Dili, Mgr. Alberto Ricardo da Silva. Waktu perayaan itu dewan pimpinan regio yang pertama secara resmi diangkat, dan pada kesempatan yang sama Frater Dominikus Samponu mengikrarkan profesi seumur hidupnya. Dari tanggal 15 sampai 25 Juli pemimpin umum, Frater Broer Huitema, tinggal di Timor Leste untuk turut mempersiapan berdirinya regio yang baru. Dalam pidatonya waktu perayaan Ekaristi di Dili, ia mengingatkan akan persetujuan Kapitel Umum tahun 2008 untuk mendirikan regio yang baru ini. Dewan pimpinan umum telah berunding dengan DPP Indonesia yang bertanggung jawab atas komunitas-komunitas di Timur Leste. Dalam pidatonya ia mengumumkan bahwa dewan pimpinan umum telah mengangkat Frater Silvino Belo sebagai pemimpin regio yang pertama. Frater Paulus Paji Keban diangkat sebagai wakil pemimpin dan Frater Anselmus Weka Udjan sebagai sekretaris dan bendahara regio. Frater Broer Huitema menekankan pentingnya panggilan-panggilan bagi perkembangan regio baru ini. Ia mengucapkan harapannya sebagai berikut: ”agar banyak pria muda bergabung dengan kongregagasi kami, sehingga kami dapat mewujudkan tugas kami di Timor Leste dan di tempat-tempat lain.“ Frater Huitema menekankan bahwa pelayanan kongregasi tertuju pada kaum muda: “melalui pendidikan dan bentuk-bentuk bimbingan yang lain, kami ingin menolong mereka untuk mengembangkan masa depan yang baik. Dalam hal ini kami memprioritaskan kaum miskin dan mereka yang membutuhkan pertolongan. Dengan cara ini, kongregasi ingin memberi sumbangan pada perkembangan negara ini.” 6
Frater Dominikus Samponu mengikrarkan profesinya seumur hidup di hadapan pemimpin umum, Frater Broer Huitema (kiri).
Rencana-rencana Sesudah pulang ke Belanda, pemimpin umum menceritakan: “Kami berunding panjang-lebar dengan dewan pimpinan regio yang baru. Dikembangkan rencana-rencana untuk masa depan. Pada tahun-tahun mendatang, pendidikan profesional para frater Timor Leste yang muda itu akan minta banyak perhatian. Suatu prioritas yang lain merupakan pendidikan kejuruan di Gleno, yang didirikan oleh para frater dua tahun lalu. Pendidikan ini masih menggunakan suatu
Dewan pimpinan regio: (dari kiri ke kanan) Frater Anselmus Weka Udjan, Frater Silvino Belo dan Frater Paulus Paji Keban.
gedung SD, pada sore hari, maka dibutuhkan suatu gedung yang baru. Juga postulat di Dili membutuhkan suatu gedung yang baru, karena gedung sewa yang sedang digunakan harus dilepaskan tahun depan. Pada tahun 1988 frater-frater pertama menetap di Timor Leste. Mereka bekerja di sekolah menengah di Gleno. Sekarang mereka bekerja di Gleno pada suatu persekolahan kejuruan. Pada tahun 1991 dibuka komunitas yang kedua di kampung Hera, di mana frater-frater bertugas di sekolah politeknik negeri. Komunitas ini dipindahkan ke Dili pada tahun 1999. Di situ frater-frater bekerja di sekolah dasar dan dua sekolah menengah. Sekolah-sekolah itu adalah milik paroki. Sekarang ini di Timor Leste tinggal dan bekerja tigabelas frater, dibagi atas tiga komunitas. Empat frater di antaranya adalah warga negara Indonesia, fraterfrater yang lain adalah warga Timor Leste. “Kebanyakan frater Timor Leste sedang mengikuti pendidikan rohani atau profesional, terutama di Indonesia”, kata Frater Broer Huitema. “Di Timor Leste mutu akademik dan universitas belum memadai. Di Indonesia ada jauh lebih banyak pendidikan yang bermutu lebih tinggi. Jumlah anggota di kongregasi CMM yang berasal dari Timor Leste adalah kurang lebih 25 frater. Penambahan panggilan di daerah itu agak baik. Penambahan tersebut
Batu peringatan pendirian regio yang baru.
Timor Leste terletak pada bagian timur pulau Timor, di sebelah utara Australia. Sampai kemerdekaan, tahun 2002, Timor Leste selama 24 tahun diduduki Indonesia. Sebelumnya, sejak 1702, daerah itu merupakan jajahan Portugal. Para penduduk pada umumnya Katolik. Pada tahun 2006 terjadi perang saudara antara dua kelompok di Timor Leste. Karena itu banyak orang tewas dan banyak aset bangsa dan negara dirusakkan. Belum segala sesuatu dibangun kembali. Barangkali sampai tahun 2012 pasukan PBB akan hadir guna menjamin ketenteraman dan stabilitas negara itu. menunjang keputusan untuk mendirikan regio tersendiri. Hal yang lebih mempengaruhi keputusan itu adalah kenyataan bahwa Timor Leste menjadi merdeka pada tahun 2002. Maka perkembangan yang wajar adalah bahwa, dengan perspektif bahwa cukup panggilan di Timor Leste, wilayah itu lebih mandiri. Pendirian regio menggarisbawahi perkembangan itu.” Peter van Zoest
7
Berita kort pendek nieuws
Frater Lawrence Obiko dan Frater Harrie van Geene selama lokakarya.
Bruder-bruder CM mengikuti ceramah dari Frater Lawrence Obiko.
FRATER JELASKAN PADA BRUDER DI PARIS BELASKASIH DAN PERSAUDARAAN Pada tanggal 12 dan 13 April 2010, Frater Harrie van Geene dan Frater Lawrence Obiko memberikan ceramah dan lokakarya mengenai belaskasih dan persaudaraan kepada bruder-bruder CM di kota Paris. Untuk itu mereka diundang oleh ‘St. Vincent de Paul International Formation Centre’ (CIF). Pusat itu berada di ibukota Perancis dan dimanfaatkan oleh imam dan bruder CM. Dalam empat sesi kedua frater membawa tema-tema sebagai berikut: ‘Persaudaraan: suatu spiritualitas yang kaya’; ‘Belaskasih: suatu jalan Vinsensian yang ditemukan kembali’; ‘Menghayati dengan orang-orang lain Injil belaskasih dan persaudaraan’; ‘Kharisma kami: belaskasih dan persaudaraan’.
Dalam presentasi mereka ditekankan betapa penting menggali kembali akar-akar kongregasi CMM; untuk menemukan kembali dan turut menghayati inspirasi pendiri kongregasi, Mgr. Joannes Zwijsen. Dua hari itu merupakan bagian dari suatu program pendidikan Vinsensian lanjutan bagi 24 bruder asal 15 negara, yang dilangsungkan selama dua bulan. Untuk pertama kalinya program semacam ini diadakan hanya untuk bruderbruder CM. Pada tanggal 2 September 2010 Frater Benyamin Tunggu dari Indonesia dan Frater Athanasius Onyoni dari Kenya mengikuti suatu program pendidikan lanjutan selama tiga bulan di pusat pembinaan di kota Paris itu.
‘Duta-duta’ berkumpul di Namibia d Pada tanggal 5 sampai 14 Juli 2008, seratus pemuda dari Brasil, Indonesia, Kenya, Namibia dan Belanda berkumpul di Tomohon, Sulawesi, sebagai ‘duta-duta persaudaraan seluas dunia’. Mereka menyiapkan diri untuk mengikuti Hari-Hari Pemuda Sedunia Katolik di Sydney (tgl. 15-21 Juli 2008). Proyek duta-duta itu dikembangkan oleh Kongregasi CMM. Sesudah HariHari Pemuda Sedunia para duta memutuskan untuk melanjutkan hubungan antar mereka. Tahun 2010 diadakan pertemuan-pertemuan di Namibia dan di Belanda. Pada tanggal 13 Maret para duta Namibia mengadakan perjalanan dengan moto ‘Walk with Christ’. Jumlah 8
peserta 700, yang berasal dari pelbagai paroki kota Windhoek dan daerah sekitarnya. Acara ini dihadiri oleh Uskup Agung Windhoek, Mgr. Liborius Nashenda OMI, biarawan-biarawati dan para seminaris. Perjalanan dimulai dengan petunjuk-petunjuk pendek, diberikan oleh Shadu Mbala, atas nama para duta, dan doanya dipimpin oleh Frater Petrus Natangwe. Waktu perjalanan, yang berlangsung selama empat jam dalam terik matahari, para peserta memikul secara bergilir suatu salib yang besar. Perjalanan itu diakhiri dengan perayaan Ekaristi di kapel biara Klaris, dipimpin oleh Uskup Agung. Para duta Belanda berkumpul di gedung pramuka di kampung Berkel-Enschot dan di komunitas Elim. Bagian-bagian program adalah antara lain
HARI PENGARSIP 2010 Sejak tahun 1371 terdapat biara Romo Salib Suci di kampung St. Agatha yang terletak dekat kota Cuyk (Belanda). Sejak tahun 2005 di biara ini diadakan tempat bagi Pusat Warisan Hidup Membiara Belanda. Di situ dikumpulkan dan dikelola arsip-arsip biara-biara Belanda. Frater-frater CMM terlibat intensif pada pendirian pusat ini. Arsip CMM, yang sangat luas, tidak termasuk pusat ini. Namun kongregasi adalah anggota penuh Pusat Warisan tersebut. Pada tanggal 8 Juni, pengarsip arsip CMM, Rien Vissers, menghadiri hari tahunan para pengarsip dari sekian tarekat. Tema hari ini adalah: “Sumber-sumber Perang Dunia Kedua.” Pada waktu pagi ahli sejarah, Marjet Derks, dosen dan penyelidik Universitas Radbout Nijmegen, berbicara mengenai suatu studi sejarah yang sedang ia siapkan, yaitu tentang suster-suster Belanda waktu Perang Dunia Kedua. Menurut Marjet Derks, karya suster-suster dalam masa itu, yang kadang-kadang bersifat kepahlawanan, selalu kurang diangkat ke muka. Beberapa contoh menggambarkan tindakan yang berani, yang dilaksanakan oleh biara-biara tertentu, tetapi terutama oleh suster-suster pribadi. Ia memperlihatkan sebagian dari sebuah film baru, yang dibuat oleh Carine van Vugt dan Jeroen Neus. Kedua pembuat film telah menyusun filmfilm mengenai Suster SCMM dan Frater CMM. Wawancara dengan seorang suster yang tua, yang diperlihatkan, mengesankan para pengarsip. Itu menceritakan bagaimana, sebagai seorang suster yang muda, ia setiap hari membawa makanan kepada suatu pasangan Yahudi yang disembunyikan di dalam biara. Dengan melakukan hal ini, ia harus menghindari prajurit-prajurit Jerman, yang juga ditempatkan di biara ini.
Pusat Warisan Hidup Membiara Belanda di St. Agatha
dan di Belanda meditasi dengan sharing sesudahnya dan suatu lokakarya berjudul ‘Open Skies’, dengan maksud untuk merencanakan masa depan. Lokakarya itu dipimpin tanpa biaya oleh seorang anggota staf ZIN, ‘biara demi pemberian makna pada pekerjaan’ di kota Vught. Para duta membicarakan kelanjutan kelompok, kegiatankegiatan yang menurut mereka relevan serta frekwensi pertemuan. Kelompok di Belanda akan dibina oleh suatu tim pengarah, terdiri dari tiga duta dan dipimpin oleh Frater Niek Hanckmann. Pada hari Minggu 11 April para duta datang ke generalat CMM untuk merayakan Ekaristi.
Depot Pusat Warisan
9
Belanda
Frater Caspar Geertman (di bawah kiri) bersama dua rekan dan seorang pasien.
KEMBALI PADA CINTA PERTAMA Lebih satu tahun lalu, Frater Caspar Geertman, sesudah lama pegang tugas lain, kembali ke dunia kesehatan. Ia menjadi perawat di bagian geriatrik dari ‘Rumah Sakit TweeSteden’ di kota Tilburg. “Perubahan ini sangat besar”, katanya. “Sudah 23 tahun lalu saya bekerja di rumah sakit. Juga hidup saya, yang berjalan teratur, berubah menjadi sutatu pola hidup yang ditandai oleh dinas yang kurang teratur, termasuk dinas malam. Sebagai anggota DPP Belanda, sudah biasa bagi saya mengatur sendiri waktu kerjaku. Sekarang saya harus bekerja dalam suatu struktur yang ditetapkan.” Bagaimana ia melihat kembali pada ‘perubahan karier’ ini? “Kata-kata yang muncul dalam benak saya adalah ‘terima kasih’ dan ‘kepuasan’.“ Demikian reaksinya yang pertama. Hal ini berhubungan dengan karya khusus yang ia lakukan. Kata Caspar Geertman: “Bagian geriatrik tidak sama dengan suatu bagian perawatan yang biasa di rumah sakit umum, dan juga tidak dapat dibandingkan dengan bagian tertentu dalam rumah perawatan. Di bagian kami hanya diterima orang-orang jompo yang memenuhi tiga syarat. Pertama-tama pasien harus menderita satu atau lebih penyakit fisik. Di samping itu pasien yang masuk bagian kami sedikit atau sungguh
10
kacau pikirannya, maksudnya penyakit demensi atau delirium. Syarat ketiga adalah bahwa pasien tidak mampu lagi mengatur diri dengan tepat di rumahnya. Kalau ketiga faktor sekaligus ada, kami menyembutnya ‘belokan tajam dalam menjalankan hidup’, maka pasien diterima di bagian kami.”
Waktu dan perhatian Frater Caspar mengatakan bahwa ‘perawatan dan perhatian bagi pasien geriatrik’ merupakan salah satu prioritas rumah sakit ‘TweeSteden’. Bagi pasien semacam
itu tersedia anggaran ekstra, pun lebih banyak tenaga perawat tersedia. “Karena itu kami mampu untuk, di samping keluhan-keluhan fisik, juga memperhatikan kesejahteraan psikis dan sosial para pasien,” katanya. “Juga riwayat hidup seorang pasien memainkan peranan dan dapat – seharusnya – diperhatikan oleh kami. Waktu dan perhatian mempengaruhi proses penyembuhan para pasien kami. Sering kami terlalu sibuk dan kurang melakukan itu, akan tetapi kalau dilihat keseluruhannya, masih ada waktu untuk seorang pasien. Itu membuat saya lebih bergairah.” Frater Caspar menambah: “Dibandingkan dengan bagian-bagian lain dalam rumah sakit, para pasien tinggal lebih lama di bagian kami. Kenyataan ini mengundang supaya dikembangkan hubungan dengan pasien. Di zaman yang cepat dan sibuk ini, hal ini sangat menarik bagi saya dan rekan-rekan saya! Perawatan orang-orang sakit cukup rumit dan intensif. Karena itu rumah sakit berinvestasi banyak pada perkembangan tenaga-tenaga perawatan. Ada kursus lanjutan, rapat tim, malam bimbingan mengenai suatu tema dan ada kelompok-kelompok kerja. Ternyata ada dorongan cukup untuk berinisiatif pribadi.”
Vinsensius Walaupun keperawatan terorganisasi dengan baik pada tahun 2010, namun pasien-pasien geriatrik merupakan suatu kelompok rapuh karena sering mereka yang berusia tinggi sangat tergantung pada orang lain. Hal ini menghantar frater ini pada kharisma CMM. “Dalam arti tertentu, mereka dapat terhitung kaum miskin; kaum miskin di zaman kita. Kristus mengajar kita untuk memperlakukan sesama dengan cinta, terutama kaum miskin. Tahun ini kami merayakan ‘tahun Vinsensius’. Tiga setengah abad lalu Vinsen Depaul, Santo Vinsensius, pelindung karya-karya kasih kami, telah meninggal dunia. Hal ini diperhatikan di komunitaskomunitas kami. Di komunitas Elim, di mana saya tinggal, diberikan tempat yang menonjol pada gambar Vinsensius. Setiap minggu kami bersama berdoa pada Vinsensius dan ada bunga pada patungnya di kapel.” Caspar Geertman melanjutkan: “Di zamannya, Vinsensius memperhatikan orang-orang sakit dan berusia lanjut. Bedanya dengan zaman sekarang ini adalah bahwa pada waktu itu bidang kesehatan kurang terorganisasi, hampir tidak ada lembaga-lembaga di mana orang-orang sakit dan jompo diterima dan dirawat dengan cinta. Kekurangan ini menggerakkan hati Vinsensius, yang mengakibatkan bahwa ia mulai mengorganisasi perawatan ini dan mendirikan lembaga-lembaga untuk itu. Mungkin hal ini berbunyi terlalu hebat, akan tetapi hal yang mau dikatakan saja adalah bahwa, berdasarkan inspirasi Injili, orang-orang tersebut diperhatikan secara manusiawi dan dengan penuh tanggung jawab.”
Rumah Sakit Tweesteden di Tilburg.
Situasi pedih Frater Caspar Geertman dan rekan-rekannya menghadapi pasien-pasien geriatrik. Mereka sering mengalami keadaan yang menyedihkan: ‘broken home’, anak-anak yang tidak pulang ke rumah lagi, pasien yang tidak dikunjungi dan pasien yang dilanda dengan kekacauan dalam dirinya sendiri dan di dalam kehidupannya, atau menderita karena rumah pribadi harus terpaksa dilepaskan dan mutlak dipindahkan ke ‘wisma rumah perawatan’. Caspar menekankan: “Perhatian khusus dapat menyembuhkan dalam keadaan semacam ini. Syukurlah bahwa masih ada waktu bagi pasien-pasien kami. Waktu itu dibutuhkan karena mereka tak bisa berpikir cepat lagi dan beralih kepada keadaan yang lain, seperti dilakukan kaum muda. Tetapi juga karena ketidaktenangan dan rasa tergesa-gesa mereka dengan mudah mengakibatkan kekacauan pada pasien-pasien ini.”
Berterima kasih
Frater Caspar Geertman dengan gembira pergi ke tempat tugasnya dan pulang dengan rasa puas, karena ia dapat berbuat sesuatu yang khusus bagi seorang pasien, hal mana tidak termasuk tugasnya sehari-hari, misalnya: membacakan surat kabar, berdoa bersama atau mendengarkan pasien dengan polos saja. Hal ini tidak hanya memuaskannya, melainkan menimbulkan juga rasa terima kasih di hatinya. “Berterima kasih karena kongregasi memberikan kesempatan kepada saya untuk kembali pada ‘cinta pertama’ saya: dunia perawatan orang sakit dan mereka yang membutuhkan pertolongan. Berterima kasih juga karena karya ini dilakukan sebagai tim: kami saling membantu sebagai orang-orang yang sehati-sejiwa, mengambil alih tugas rekan-rekan untuk membantunya, bersama-sama merasa tanggung jawab bagi para pasien dan berusaha supaya pembicaraan di antara kami tetap terbuka. Berterima kasih, akhirnya, karena kami masih dapat melakukan tugas ini secara terhormat, walaupun pada zaman ini dialami penghematan dan kekurangan dalam jumlah personalia!” Peter van Zoest 11
Belanda
DIPANGGIL OLEH KAUM MISKIN (2) Frater Pieter-Jan van Lierop menulis dalam majalah spiritualitas “Herademing”, (Penyegaran), suatu artikel mengenai Vinsensius a Paulo. Artikel itu diterbitkan dalam edisi bulan Maret tahun ini.Artikel itu dibagi menjadi tiga bagian dan diambil alih oleh majalah “Frater CMM”. Dalam edisi ini: bagian kedua. Kita cukup tahu menenai maksud Vinsensius terhadap serikat-serikat religius yang ia dirikan dan karya-karya belaskasih. Dari dia tersimpan 30.000 surat lebih, ratusan konferensi dan khotbah. Ia selalu bersikap sebagai orang praktis, yang berefleksi dan memberikan petunjuk mengenai situasi-situasi konkret. Hal ini cukup unik dalam gereja zaman itu, dan gaya itu mengandung daya tarik yang besar. Vinsensius mampu menggabungkan kaum miskin dengan yang kaya. Ia menganggap kaum miskin sebagai sumber belaskasih dan kaum kaya sebagai alat di dalam tangan Allah untuk menyelamatkan kaum miskin. Dengan demikian berkembanglah suatu organisasi amal yang kuat dalam upaya menghadapi musibahmusibah yang besar. Terjadi bahwa dalam keadaan perang waktu itu ribuan pengungsi melarikan diri ke kota Paris. Kebanyakan orang itu ditampung oleh Vinsensius dan organisasi-organisasinya. Perawatan, karya amal dan karitas di ibukota Paris tidak dapat dibayangkan tanpa Vinsensius.
Kristus hadir dalam diri kaum miskin Vinsensius mengajar para muridnya untuk memandang kenyataan secara selektif. Walaupun di masyarakat mata orang terarah pada hal yang bersukses dan berhasil, terutama secara materiil, pandangan Vinsensius secara spontan terarah pada orang-orang yang miskin, kecil dan tersingkir. Cara memandang demikian berkembang berdasarkan keyakinan bahwa Kristus hadir dalam diri orang-orang yang miskin dan menderita. Jadi Kristus sangat nyata baginya. Dalam hidup sehari-hari ia dapat Vincent de Paul. menyentuh-Nya, memeluk-Nya dan menunjukkan cintanya kepada-Nya. Tentang itu Vinsensius mengatakan: “Kamu sekalian harus yakin bahwa tidak
12
ada rugi kalau kalian harus meninggalkan acara doa atau Misa untuk mengunjungi kaum miskin, karena kalian mengunjungi Allah jika orang-orang miskin ditolong. Kalian harus berusaha untuk memandang Allah dalam diri orang miskin. Kalau begitu kamu dapat meninggalkan Allah untuk melayani Allah.” Supaya pengikut-pengikutnya dapat mengalami kehadiran Allah dalam diri orang miskin, Vinsensius mengajak para pengikutnya untuk mengembangkan suatu relasi pribadi dengan orang miskin, suatu hubungan dari hati ke hati. Barulah bila demikian sikap kita pelayanan yang dasarnya kesombongan, dari atas ke bawah, dapat dihindari. Baru bila demikian kita dapat belajar menjadi saudara dan saudari kaum miskin, dan bisa berkembang kesempatan untuk menghayati kehadiran-Kristus-dalamdiri-kaum-miskin. Lihat di lain bagian.
Majikan kita Vinsensius mengatakan bahwa kaum miskin adalah majikan kita. Hal ini berbunyi agak berlebih-lebihan, akan tetapi Vinsensius sungguh mengalami bahwa melayani kaum miskin dapat dialami sebagai sesuatu yang menghina. Sering kaum miskin yang dilayani dipandang sebagai obyek, dan diharapkan bahwa mereka terus-menerus berterima kasih dan bersikap rendah hati. Mereka terutama harus diam. Vinsensius sungguh mau menghindari hal semacam itu. Ia menasehati pengikutnya agar selalu memperhatikan hati orang yang dilayani. Bahkan ia mengajak untuk melihat sesama seperti Allah memandang mereka: Siapakah orang itu sebenarnya? Jalan apa yang harus ia tempuh untuk menjadi bahagia. Apa yang harus terjadi sekarang ini, supaya orang ini dibebaskan dari penderitaannya? “Memandang-
Mimbar di Gereja Folleville, di mana Vinsensius a Paulo membawa khotbah misinya yang pertama, pada tahun 1617.
orang-seperti-Allah” merupakan cara Vinsensian dalam pergaulan dengan kaum miskin yang sulit terpahami. Vinsensius belajar cara memandang demikian dari Injil. Dalam Injil ia membaca cara bagaimana Yesus memandang sesama dan bergaul dengan mereka. Terus-menerus Vinsensius mengajak para pengikutnya memeditasikan Injil. Berdasarkan cerita-cerita Injil, relasi dengan sesama bisa diremajakan dan ditinjau kembali, khususnya relasi kita dengan kaum miskin. Biar bagaimana pun juga, bukan maksudnya untuk memanjakan kaum miskin dan menyesuaikan diri dengan canda-canda mereka. Maksudnya adalah bahwa kita mengenal kaum miskin secara pribadi, bergaul dengan mereka sebagai saudara dan saudari, dan bersama mereka mencari jalan agar kebutuhan mereka yang terdalam terpenuhi. Vinsensius berulang kali mengatakan: “Ingatlah bahwa hal terpenting, yang diminta Allah dari dirimu, adalah melayani kaum miskin. Merekalah majikan kita. Karena itu kalian harus bergaul dengan mereka secara ramah dan dengan penuh perhatian. Berperilakulah dengan sopan dan bersikaplah lemahlembut dalam pergaulan dengan kaum miskin. Kalian tahu bahwa merekalah majikan kita. Kita harus mencintai mereka, memperlakukan mereka dengan cintakasih dan menghormati mereka. Tidak cukup kita terima pandangan itu. Cinta dan sikapmu yang lemah-lembut harus menjadi nyata.” Frater Pieter-Jan van Lierop
13
INDONESIA
FRATER ALFONS SERAN LULUS DENGAN “CUM LAUDE” Pada tanggal 8 April 2010 di Generalat CMM menerima berita bahwa Frater Alfons Seran telah menyelesaikan studinya di bidang ‘Teologi Hidup Bakti’ dengan ‘cum laude’. Frater Alfons telah berstudi pada ‘Saint Anthony Mary Claret College’ di Manilla di bidang studi: spiritualitas. Skripsi akhir berjudul: “Gambaran kharisma dan spiritualitas Suster Cinta Kasih dan Frater Santa Maria, Bunda yang Berbelaskasih.” Dua tahun terakhir, orang yang lulus ini telah memberikan hari-hari renungan dan lokakarya kepada religius-religius dari pelbagai kongregasi. Alasan Frater Alfons untuk menulis skripsi akhir mengenai kedua kongregasi yang didirikan oleh Joannes Zwijsen adalah bahwa ia ingin para suster dan konfraternya di Indonesia diresapi oleh inspirasi asli dari masa pendirian, supaya mereka diteguhkan oleh itu dan lebih baik disiapkan untuk menghadapi tantangan-tantangan zaman modern. Ia menjelaskan: “Studi ini mau secara meyakinkan dan dengan nada ilmiah dan berdasarkan data-data fakta, meneguhkan keharusan untuk menemukan kembali kharisma SCMM dan CMM di Indonesia.”
Kembali ke sumber yang asli
Skripsi akhir dari Frater Alfons Seran
14
Dalam studi ini digambarkan kekeliruan-kekeliruan mengenai kharisma dan spiritualitas kongregsikongregasi, yang mengakibatkan kemutlakan untuk menggali kembali sumber asli. Kemudian ia menguraikan, berdasarkan dokumen-dokumen kongregasi serta pandangan-pandangan Kitab Suci dan gerejani, bagaimana identitas kongregasi dibentuk oleh kharisma dan spiritualitas sang pendiri, dalam mana dihayati peranan penting Maria dan Vinsensius. Berdasarkan pandangan-pandangan teologis ditekankan keharusan bagi kedua kongregasi di Indonesia menggali kembali sumber yang asli mereka, dan diberikan petunjukpetunjuk bagaimana hal ini paling baik diwujudkan. “Secara ringkas”, demikian Frater Alfons Seran, “studi ini diadakan untuk memberikan fakta dan informasi yang dapat menjadi dasar kuat bagi penggalian sumber asli bagi SCMM dan CMM.”
BELANDA
‘MEMBACA DENGAN KACA MATA KATOLIK’ Bapak Bram Noot bekerja, sampai pensiunnya, sebagai guru bahasa Belanda. Sesudah itu ia mendalami sejarah sastra Katolik di Belanda. Pada tanggal 11 Juni 2010 ia meraih gelar doktor berdasarkan tema itu di Universitas Amsterdam. Judul disertasinya adalah: “Membaca dengan kaca mata Katolik: pendapat-pendapat mengenai pendidikan sastra di sekolah-sekolah Katolik tahun 1868-1924”. Dalam bagian pendahuluan disertasinya ia menulis: “Saya mengucapkan terima kasih kepada pengarsip Frater Jan Heerkens dan penggantinya Rien Vissers, yang sungguh membantu saya dalam upaya mencari dalam arsip CMM dokumen-dokumen yang tua dan menguning namun bernilai tingggi di bidang sejarah.” “Tidak ada bidang studi yang memberikan lebih banyak kesempatan untuk membimbing orang di bidang rohani dan moral daripada bidang membaca.” Hal ini ditulis pada tahun 1907 oleh Bapak Vincent dan Verbeten, guru-guru di sekolah guru di Propinsi Limburg, dalam buku mereka, berjudul: ‘Mengajar dan Mendidik’. Buku ini merupakan pedoman pendidikan pertama bagi sekolah-sekolah Katolik. Sebelumnya, dalam abad kesembilanbelas, hampir tidak dikembangkan ilmu pendidikan yang khas Katolik. Bagi para guru Katolik hanya tersedia nasehat-nasehat di bidang pendidikan yang ditulis oleh beberapa pastor dan kepala sekolah. Dalam tulisan-tulisan itu pendidikan sesuai ajaran Katolik sering dianggap lebih penting daripada menyampaikan pengetahuan.
Undang dasar yang baru Cita-cita pendidikan, yang berasal dari bagian pertama abad ke-19, sebenarnya merupakan suatu reaksi atas pendidikan yang dikehendaki oleh Pemerintah, yang empunyai undag-undang tahun 1806 sebagai dasarnya. Pemerintah menunjang kesatuan negara yang baru. Waktu itu Kerajaan Belanda dipimpin oleh raja Lodewijk Napoleon. Pemerintah menuntut suatu pendidikan yang bersifat kristiani umum, yang tidak bernada dogmatis. Dalam prakteknya pendidikan semacam itu dengan jelas bersifat Protestan. Orang-orang Katolik berpendapat bahwa di sekolah negeri, dengan pandangan protestan yang modern itu, pendidikan Katolik tak ditunjang. Mereka harus tungguh sampai tahun 1848, ketika undang-undang dasar yang baru diterima. Dalam undang itu perpisahan
15
BELANDA
Frater Tharcisio Horsten (1879-1952), ahli bahasa Belanda dan pemimpin umum yang ke-6 (1926-1938)
Frater Tarcisio Horsten adalah ahli karya penyair Joost van den Vondel.
antara gereja dan negara ditetapkan secara definitif. Umat Katolik dan Protestan-ortodoks dapat kesempatan untuk, tanpa izin pemerintah setempat atau nasional, membuka sekolah-sekolah sesuai agama mereka. Sekolah-sekolah itu memang dibuka, karena uskup Joannes Zwijsen mendirikan kongregasi Suster SCMM dan Frater CMM, yang tidak hanya melakukan karya amal, melainkan mereka juga aktif di bidang pendidikan. Pada permulaan para frater melayani anak-anak yatim-piatu dan tidak lama sesudahnya mulai melayani di dunia perguruan. Mereka mendirikan sekolahsekolah, pada permulaan di kota Tilburg dan kemudian di tempat-tempat lain di Brabant dan di luar propinsi itu. Mereka terutama memperhatikan kaum muda yang ketinggalan.
akibat-akibat yang merusak di sekolah tanpa agama. Dokumen ini, yang berasal dari tahun 1868 dan dikarang oleh seorang pater CMM, Bernardinus Ghijben, dinamai ‘Mandemen para uskup mengenai pendidikan’ dan dianggap, sampai jauh di abad ke-20, sebagai undangundang dasar pendidikan Katolik. Pesan terpenting Mandemen itu adalah bahwa di setiap bidang studi asas-asas agama harus menjadi nyata. Ghijben tidak mengembangkan bagaimana asas-asas itu menjadi nyata dalam praktek pendidikan. Hal ini diserahkan kepada praktek pelajaran sehari-hari para frater. Untuk belajar membaca, mereka sering menggunakan syair-syair dan cerita-cerita yang diambil dari ‘De Katholieke Illustratie’ (majalah Katolik bergambar), suatu majalah mingguan terkenal yang didirikan pada tahun 1867 untuk keluargakeluarga Katolik. Cerita-cerita ini sering berhubungan dengan hidup Katolik sehari-hari, seperti Doa Rosario, Piala Misa dan Berziarah ke Roma. Para frater yakin bahwa bidang membaca perlu diperhatikan secara khusus. Dengan pendapat ini mereka tidak sendirian, karena ahliahli pendidikan yakin bahwa, walaupun semua bidang studi berperan dalam pendidikan moral, namun bidang membaca paling baik mempengaruhi pendidikan ini.
Surat para uskup Pada permulaan mutu pendidikan frater-frater, juga mutu sekolah-sekolah mereka, belum baik. Kadang-kadang orangtua Katolik tergoda untuk mengirim anak-anak mereka ke suatu sekolah negeri yang bermutu walaupun bersifat netral. Pimpinan gereja, yang merasa prihatin atas perkembangan itu, memutuskan untuk memperingati para orangtua melalui suatu surat para uskup atas 16
‘Pendidikan Katolik di Sekolah Katolik’ Sebenarnya peranan penting di bidang membaca perlu didukung oleh buku-buku membaca Katolik demi Sekolah Dasar dan buku-buku pegangan sastra bagi pendidikan lajutan. Di masa ‘Mandemen’ buku-buku ini hampir tidak ada. Penebitannya mulai pada tahun 1868. Pada tahun ini diterbitkan buku pegangan sastra Katolik berjudul: ‘Sejarah Sastra Belanda.’ Pengarang W. Everts adalah kepala seminari menengah di Rolduc. Pada akhir abad ke-19 jumlah siswa-siswi Katolik masih begitu rendah, sehingga penerbit belum menggunakan kata Katolik dalam judul buku itu, dengan harapan bahwa penyebaran buku ini menjadi lebih luas. Hal ini berubah pada tahun 1900. Pada tahun itu diterbitkan ‘Perpustakaan Sastra bagi para Katolik’ (1903-1905), dikarang oleh pater M.R. de Brouwer dan C.Vromans, keduanya dari kongregasi CMM dan guru di ´Gymnasium Katolik’ yang pertama di Propinsi Brabant Utara di kota Tilburg. Pada tahun 1917 gymnasium itu berkembang menjadi ´Lyceum St. Odulphus´ yang masih berjalan sampai sekarang ini. Murid-murid dari masa permulaan gymnasium itu harus mengenal pengarang-pengarang generasi termuda. Buku-buku pegangan, dalam mana diberikan keterangan mengenai karya-karya sastra modern berdasarkan pandangan Katolik, belum ada. Karena itu para guru menulis suatu seri buku, berjumlah 23 jilid, dengan keterangan mengenai pengarang-pengarang dan penyairpenyair modern.
Buku pegangan sastra
Dalam perkembangan abad ke-20, prinsip-prinsip Katolik di dunia pendidikan semakin diwujudkan dan bahan pelajaran semakin dikembangkan sesuai asasasas Katolik. Buku pegangan sastra karangan Frater Tharcisio Horsten ´Stemmen van ver en dichtbij´ (19141920) merupakan suatu contoh jelas perkembangan itu. Dalam bagian pendahuluan jilid kelima Frater Horsten menjelaskan tujuan pendidikan sastra: “Di Sekolah-Sekolah Pendidikan Guru, Sekolah-Sekolah Menengah dan Seminari-Seminari pendidikan sastra harus terutama memberikan keterangan mengenai pengarang-pengarang Katolik yang terkenal, baru kemudian pengarang-pengarang yang bukan Katolik, hal ini sesuai semboyan: ‘Pendidikan Katolik di Sekolah Katolik.’Dalam uraian sastra modern, Horsten
Buku pegangan sastra, karangan Frater Tarcisio Horsten, terbitan ke-5 1943. bergumul dengan masalah penyesuaian pandangan modern dan pandangan Katolik. Juga ahli-ahli sastra Katolik, dalam majalah ‘De Katholiek’, ‘Van Onzen Tijd’ dan ‘De Beiaard’, sedang mencari hakikat seni Katolik. Mereka ingin menunjuk jalan bagaimana angkatan baru penyair-penyair Katolik, yang dijiwai oleh agama, dapat menerapkan pendapat-pendapat modern mengenai sastra dalam karya mereka. Menurut Horsten, seni Katolik hanya dapat bertahan, bila para seniman berusaha menciptakan seni demi umat. Pada permulaan abad ke-20 masyarakat Katolik, dengan norma dan nilainya, masih kuat. Tidak ada keraguraguan. Bagi Frater Horsten tidak terdapat pandangan atas kehidupan yang lebih sempurna daripada pandangan Katolik. Ciri-ciri khas kesenian Katolik harus dicari dalam seni demi umat, sintese, etika dan mistik. Horsten yakin bahwa kekatolikan dapat menggemilangkan sastra secara ekstra. Bram Noot
Buku ´Lezen met een Roomse bril´ dapat dipesan melalui redaksi Frater CMM. 17
BERITA PENDEK
PIMPINAN ORDO DAN KONGREGASI BERGABUNG DI ROMA Bersama 131 pimpinan ordo, kongregasi dan lembaga religius, pemimpin umum CMM, Frater Broer Huitema, menghadiri pertemuan ke-75 ‘Unione Superiori Generali’ (USG), Konferensi Pimpinan Ordo dan Kongregasi Pria. Tema pertemuan adalah: “Eropa menantang hidup religius. Situasi dan akibatnya”. Dari satu segi Eropa mengalami suatu proses sekularisasi yang dahsyat, dengan akibat penuaan dan penurunan jumlah religius. Dari segi lain ada kebutuhan besar atas spiritualitas makna hidup, ada gerakan-gerakan rohani
baru yang berkembang, ada penambahan orang-orang berasosiasi yang ingin menghayati spiritualitas dan kharisma kongregasi-kongregasi tradisional serta bekerja sama dalam perutusan mereka. Para pimpinan mencari kemungkinan dan sarana untuk menghadapi tantangan-tantangan itu serta membuat rencanarencana buat masa depan. Tema ini sudah dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya dan akan dibicarakan kembali pada pertemuan bulan November.
Para atasan dalam rapat paripurna di Roma
PERTUKARAN FRATER MUDA Di kongregasi sudah sekian lama diadakan pertukaran frater-frater Indonesia dan Kenya. Tahun ini Regio Namibia turut serta dalam program ini. Frater-frater Indonesia berpartisipasi dalam program penukaran ini dalam tahun novisiat yang kedua. Frater-frater Kenya dan Namibia berpartisipasi juga sesudah pengikraran kaul-kaul pertama. Program pertukaran terdiri atas masa stage selama tiga bulan, dalam mana fraterfrater Indonesia, Kenya dan Namibia berpartisipasi pada hidup berkomunitas di provinsi yang lain. Mereka diikutsertakan sejauh mungkin dalam karya para frater dan, sejauh mungkin, diberikan tugas di sekolah dan di bidang pastoral. Dari tanggal 4 Januari sampai 3 April
18
frater-frater asal Indonesia Dominikus Atty dan Isidorus Abi tinggal di pelbagai komunitas Kenya, antara lain di novisiat di Sigona dan provinsialat di Rhapta Road, Nairobi. Sekarang mereka sudah pulang ke novisiat Pematang Siantar. Pada tanggal 25 Mei, frater-frater yang berprofesi sementara, Alijah Osena Agilo dan Nicodemus Orang’i Otundo berangkat dari Kenya ke Indonesia untuk berpartisipasi dalam kegiatankegiatan komunitas Manado. Di Manado juga tinggal Frater Gerard Mopeli Sehlabo dan Jason Lipumbu Syanyengandje dari Namibia. Sebelum frater-frater itu berstage di Indonesia, mereka mengikuti kursus bahasa. Pada tanggal 19 Agustus mereka pulang ke negara asal.
PERAYAAN PERINGATAN FRATER ANTHONY KONING Pada tanggal 24 April, lima tahun lalu, Frater Anthony Koning meninggal dunia di Kenya. Para frater, sahabat dan kenalan Frater Anthony memperingati dia dalam suatu perayaan Ekaristi. Waktu perayaan itu dipresentasikan sebuah buku mengenai dia, berjudul: A Discipline of the Merciful One in a Worldwide Brotherhood: Bro. Anthony Koning, CMM: 1939-2005 (Seorang murid dari Yang Belaskasih dalam Persaudaraan seluas Dunia: Frater Anthony Koning, CMM: 1939-2005). Pengarang, Frater Andrea Sifuna, pemimpin provinsi CMM di Kenya, menggambarkan secara ringkas riwayat hidup Frater Koning. Riwayat hidupnya dan sejarah CMM di Kenya digabung dengan kesaksian-kesaksian pribadi, syair-syair, foto-foto dan doa-doa. Buku ini menunjukkan bahwa Spiritualitas CMM mengenai belaskasih dan persaudaraan merupakan dasar perjuangannya sebagai guru, pembimbing, kepala sekolah, pengarang bahan yang praktis bagi frater-frater muda, pemimpin provinsi dan pendiri Oyugis Integrated Proyek demi orang yang kena penyakit aids.
HARI PROVINSI DI WISMA ORANG LANSIA JOANNES ZWIJSEN Pada tanggal 7 Mei di Wisma Orang Lansia Joannes Zwijsen di Tilburg telah dilangsungkan ‘hari Provinsi’, dengan maksud untuk memperkuat persaudaraan antara frater dan anggota berasosiasi di Belanda. Tema hari ini adalah ´Panggilan´. Lex van der Poel, anggota asosiasi dalam kongregasi CMM, membawa renungan mengenai tema ini. Ia menggarisbawahi apa yang dikatakan oleh Kapitel Umum 2008 dalam laporannya. Hal yang ditekankan adalah: ‘berani memanggil’, ‘tahu cara memanggil’, dan ‘berani memanggil’. Lex van der Poel memberikan contoh cerita-cerita panggilan dari Kitab Suci (Abraham, Musa dan wanita Samaria), pun dari zaman modern (Dag Hammarskjöld dan Joris Obdam). Ia mengakhiri dengan riwayat panggilannya sendiri.Supaya tetap setia pada panggilannya yang asli, ia mencari jawaban-jawaban tepat pada pertanyaan yang muncul dalam hidupnya. Ia berusaha untuk hidup dekat dengan orang dan menjadi aktif di bidang pastoral. Melalui hubungannya dengan Komunitas Eleousa ia menemukan bahwa, sebagai anggota asosiasi dalam CMM, ia dapat mendalami panggilannya. Hal ini ditetapkan secara formal, ketika ia mengucapkan keinginannya untuk seumur hidup bergabung dengan CMM sebagai anggota asosiasi. 19
BERITA PENDEK
ARSIP CMM BELGIA KE TILBURG
Arsip CMM Belgia dalam rak-rak arsip generalat di Tilburg.
Di kompleks frater di Zonhoven, Belgia, dengan segera akan dibangun wisma ornag lansia frater-frater. Hal ini dilakukan oleh Yayasan Perawatan Santa Catharina. Pada waktu pembangunan itu selesai, frater-frater akan meninggalkan rumah mereka untuk masuk dalam rumah yang baru di kompleks yang sama. Berhubungan dengan perpindahan ini, Regio Belgia dan dewan umum memutuskan agar arsipnya pindah ke arsip CMM di Generalat Tilburg. Dari permulaan Provinsi Belgia, tahun 1967, arsip ditanggani oleh Frater Gilbert Monten, sampai 1984. Kemudian ia dibantu oleh Frater Julien Ketelslegers. Pada tahun 1984 arsip pindah ke Zonhoven di mana
kedua frater masih menanggani arsip sampai tahun 1997. Pada tahun ini Frater Ketelslegers meninggal dunia dan tanggung jawab atas arsip itu dialihkan kepada Frater Valerius Ceresa. Dengan menyerahkan kunci arsip kepada Frater Edward Gresnigt dan Frater Frans van Pinxteren pada tanggal 14 Mei 2010, perpindahan arsip CMM Belgia ke Generalat menjadi nyata. Pada hari itu arsip yang memanjang 35 meter, dibawa ke generalat dengan truk kecil. Atas permohonan pimimpin umum dan dalam perundingen dengan pemimpin arsip, Rien Vissers, Frater Frans van Pinxteren akan menyatukan arsip Belgia dalam arsip generalat.
ZIARAH VINSENSIAN Dari 5 sampai 17 Juni diadakan ziarah tahunan ke tempat-tempat di Perancis, di mana Vinsen Depaul hidup dan bekerja. Kelompok penziarah terdiri atas 34 orang. Para peserta berasal dari kongregasi Frater CMM, Suster SCMM, Suster PMY, Suster KYM dan Romo Lazaris (CM). Ada pun seorang anggota asosiasi MSC, seorang asosiasi PMY dan seorang anggota penopang komunitas CMM Vuurhaard di Udenhout. Pemimpin ziarah adalah Frater Ad de Kok, dibantu oleh Suster Renée Geurts SCMM dan Suster Netty Daamen SCMM. Kata Frater Ad de Kok: “Yang mengambil inisiatif untuk ziarah tahunan ini, yang dimulai pada tahun 1998, adalah Frater Gérard Verstijnen dan Suster Marie Thérèse Brinkmann SCMM. Ziarah ini dimaksudkan bagi peserta-peserta Belanda dan Belgia. Setiap tahun ada juga ziarah bagi frater dan suster asal Indonesia. Tahun ini ziarah itu diperluas dengan peserta-peserta Tanzania, Kenya dan Brasil. Pada tahun 2011 ziarah ini akan berlangsung dari tanggal 26 Agustus sampai 7 September. Di samping anggotaanggota kongregasi Vinsensian akan diundang juga orang yang bekerja di dunia pastoral dan diakonal.” Bagaimana pemimpin ziarah memandang kembali
20
pada perjalanan tahun ini? “Ya boleh dianggap suatu mukjizat bahwa orang bisa mengadakan ziarah bersama dengan suster, bruder, frater, pater dan orang Vinsensian. Sesudah beberapa jam sudah terasa: betapa sedap tinggal bersama sekelompok orang yang mempunyai inspirasi yang sama. Para penziarah berkembang menjadi satu kelompok yang kompak dalam perjalanan menuju Vinsen Depaul, Luise de Marillac dan Fréderic Ozanam. Inspirasi ditimba di tempat-tempat dimana mereka berlangkah kepada kaum miskin. Sungguh baiknya ziarah itu!”
in memoriam
Frater
Frater
Desiderius (J.H.) Coopmans Roger (J.J.M.) Willems Frater Desiderius lahir di Ottersum, Belanda, pada tanggal 1 Februari 1923 dan masuk Kongregasi CMM pada tanggal 29 Agustus 1940. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup tanggal 15 Agustus 1945 dan meninggal dunia di Wisma Orang Lansia Joannes Zwijsen pada tanggal 11 April dan dimakamkan di kompleks ‘Huize Steenwijk’ di kota Vught. Sebagai frater mudah, Frater Desiderius selama beberapa tahun bekerja di SD yang berlokasi di desa Deurne. Pada tahun 1952 ia berangkat ke pulau Curaçao (Amerika Tengah). Di situ ia bekerja di dunia pendidikan. Pada tahun 1958 ia pindah ke pulau Bonaire dan bekerja sebagai guru di SD dan SMP. Masanya yang paling jaya mulai ketika ia memperoleh sebuah mesin stensil. Sejak itu ia berkembang sebagai pencetak. Percetakannya, yang dimulai di frateran, menjadi perusahaan terkenal yang dibanjiri oleh banyak pesan, juga dari pihak pemerintah. Pada tanggal 30 April 1986 jasanya dihargai dengan penerimaan bintang kehormatan Kerajaan Belanda. Pada tahun 1995, dimana Regio Antila Belanda dibubarkan, ia kembali ke Belanda. Rumahnya adalah frateran St. Denis di Kruisvaardersstraat di Tilburg, sampai kesehatannya memaksa dia untuk pindah ke frateran Joannes Zwijsen. Di situlah ia melewati tahun-tahun terakhir hidupnya dengan penuh dedikasi. Semoga Tuhan segala kehidupan menerima dia dalam kemuliaan, yang Ia telah siapkan melalui wafat dan kebangkitan Putera-Nya Jesus Kristus.
Frater Roger lahir di Zonhoven, Belgia, pada tanggal 4 April 1923 dan masuk Kongregasi CMM di Tilburg pada 29 Agustus 1945. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup pada tanggal 15 Agustus 1950 dan meninggal dunia di Rumah Sakit Virga Jesse di Hasselt pada tanggal 15 April 2010, kemudian dikebumikan di kuburan ‘Zonhoven Centrum’ pada tanggal 21 April 2010. Frater Roger menikmati burung-burung yang ia pelihara. Sesudah mengurus burung-burung itu, ia dapat duduk berjam-jam lamanya sambil memandang kandang burung itu dan mengamati serta mengagumi burung-burung itu. Orang sudah lupa bahwa Frater Roger pernah tukang kebun yang pandai. Kebun sayurnya yang ia urus dengan baik sekali tidak dapat dilupakan oleh para frater. Hal yang juga tidak dapat dilupakan adalah Frater Roger sebagai perawat, dalam jas yang putih. Lebih 45 tahun ia, dengan dedikasi dan kepandaian yang besar, merawat orang-orang sakit. Dahulu anak-anak bisu tuli di Maaseik dan Hasselt, kemudian di Zonhoven di mana ia merawat konfraterkonfrater yang sakit dan frater yang membutukan pertolongan. Ia lakukan itu sampai tahun 1996. Dari tahun 1967 sampai 1984, Frater Roger berfungsi sebagai pemimpin komunitas dengan perhatian dan berpilu hati. Hubungannya dengan familinya sungguh erat, terutama pada akhir hidupnya. Kedekatan familinya meneguhkan dan menghibur hatinya pada hari-hari terakhir hidupnya. Dengan rasa terima kasih kita mengingat akan konfrater yang sederhana, belaskasih dan rela melayani. Kita percaya bahwa ia hidup dalam keterlindungan Jesus, Saudaranya yang berbelaskasih.
21
in memoriam
Frater
Frater
Kees (C.) Verspeek
Ad (A.J.M.) Mommers
Frater Kees Frater lahir di Udenhout, Belanda, pada tanggal 29 Oktober 1927 dan masuk Kongregasi CMM pada tanggal 29 Agustus 1945. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup tanggal 15 Agustus 1950 dan meninggal dunia di Wisma Orang Lansia Joannes Zwijsen pada tanggal 31 Mei 2010, kemudian dikuburkan di kompleks ‘Huize Steenwijk’ di kota Vught.
Frater Ad lahir di Tilburg pada tanggal 24 Juli 1925 dan masuk Kongregasi CMM pada tanggal 29 Agustus 1942. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup tanggal 15 Agustus 1947 dan meninggal dunia di komunitas Eleousa di kota Vught pada tanggal 8 Juli 2010 dan dikuburkan di kompleks ‘Huize Steenwijk’ di Vught.
Selama 35 tahun Frater Kees berkerja di dunia pendidikan: delapan tahun di SD di ’s-Hertogenbosch, kemudian di sekolah teknik dan SMP di kota Den Haag. Ia berstudi di bidang keterampilan dan matematika. Sayangnya Frater Kees semakin menjadi tuli. Puncak hidupnya ia alami di ‘Kelompok Jacob Maris’ di Den Haag, suatu kelompok yang terdiri atas anggota-anggota asal sekian kongregasi. Letaknya dalam suatu bagian kota yang miskin. Duapuluh tahun terakhir dalam hidupnya, ketika ia tinggal di Tilburg dan di Udenhout, adalah sangat sulit bagi Frater Kees, karena ketuliannya yang total. Sampai akhir hidupnya, ia membuat permainan anak-anak. Ia menikmati bengkel kayunya di generalat. Tahun-tahun terakhir, ketika ia tinggal di Wisma Orang Lansia Joannes Zwijsen, ia harus melepaskan banyak hal. Ketuliannya yang total, kesepiannya serta penyakit gulanya merupakan salib yang berat baginya. Kees menuntut banyak, namun hatinya juga halus. Ia berkontak baik dengan familinya dan sahabat-sahabatnya. Frater Kees sungguh beriman, ia tak kenal keragu-raguan. Sakramen orang sakit meneguhkan dia untuk menempuh langkah-langkah hidupnya yang terakhir. Kita percaya bahwa Frater Kees pulang di rumah Allah, di mana ia diterima dalam cinta-Nya.
22
Belaskasih dan persaudaraan telah mewarnai hidup Frater Ad secara khusus. Selama 10 tahun ia bekerja di dunia pendidikan di Belanda. Kemudian ia bekerja selama 17 tahun dalam situasi yang serba sulit di Republik Kongo. Pada tahun 1975 ia memimpin lembaga anak-anak bisutuli dan buta di Kenya dan mengembangkan lembaga itu. Ia bertanggung jawab atas para frater di Kenya sebagai pemimpin komunitas dan anggota dewan pimpinan regio dan provinsi Kenya. Ia sangat berarti bagi frater-frater muda di Kenya. Lebih sepuluh tahun lalu Frater Ad memilih untuk, sesudah 42 tahun di benua Afrika, kembali ke Belanda. Ia turut mendirikan komunitas Eleousa, dekat pusat pembinaan CMM di Vught yang dikenal dengan nama ‘ZIN’. Pemeliharaan binatang, kumpulan kaktus dan tumbuhantumbuhan lain di frateran membuktikan cintanya yang besar bagi alam. Ia berfungsi sebagai pusat ketenangan, tetapi juga sebagai tuan rumah di komunitas. Hubungan dengan keluarganya bersifat erat. Persahabatan dengan bekas murid di Belanda dan dengan rekan-rekan dari dulu serta tamu-tamu dari ‘Zin’ memperkaya hidupnya. Ia dicintai oleh banyak orang, dan sekarang mereka merasakan kehilangan. Dengan setia ia melakukan tugasnya yang juga dilakukan oleh Yesus: melayani, meringankan, mengucapkan kata yang membebaskan, dan membantu orang yang memerlukan pertolongan. Begitulah ia menjadi seseorang menurut gambaran Yesus.
sumber
‘MENINGGALKAN ALLAH DEMI ALLAH’ Petunjuk spiritual, diambil alih dari Vinsen Depaul. Di mana orang dapat bertemu dengan Allah? Di banyak tempat yang berbeda. Misalnya di alam atau dalam ketenangan hati. Akan tetapi juga di tengah-tengah masyarakat, dalam perayaan Ekaristi. Vinsen Depaul menyoroti suatu tempat kehadiran Allah yang sangat khusus: Allah dapat ditemukan terutama dalam orang miskin dan terlukai; dalam orang yang hidupnya cacad. Dalam diri orang kecil, kita harus melayani Allah. Allah harus dicari di mana orang-orang menderita. Pandangan Vinsensius ini sangat menyentuh Zwijsen. Kata Vinsensius: ‘Berikanlah kepadaku orang yang ingin bermeditasi’. Memang, ia mendesak para pengikutnya supaya setiap hari mereka bermeditasi. Akan tetapi berulang kali ia mengatakan kepada mereka: ‘Kadang-kadang, kalau kamu melayani di masyarakat, kamu akan mengalami bahwa harus meninggalkan Allah demi Allah.’ Hal ini dikatakan juga oleh Zwijsen. Terkadang suster dan frater Zwijsen harus meninggalkan Allah (yang ditemukan dalam perayaan Ekaristi di komunitas atau waktu doa bersama), untuk bertemu dengan Allah dalam sesama yang mengalami malapetaka dan membutuhkan pertolongan dengan segera. Namun demikian, meditasi harian tidak boleh diabaikan.
dilaksanakan tanpa refleksi. Bagi Vinsen dan Zwijsen kerasulan adalah suatu tempat perjumpaan dengan Allah! Pelayanan bukan soal etik sosial, melainkan soal spiritual: terikat pada Allah dan berbakti kepada sesama. Frater Harrie van Geene
Semoga jelas bahwa bagi Vinsen Depaul dan Zwijsen kerasulan bukan sama dengan melakukan suatu karya amal. Orang tidak diajak untuk menganggap pelayanan sebagai suatu keharusan yang mutlak
23
YESUS KRISTUS TELAH DATANG UNTUK MERUNTUHKAN TEMBOK-TEMBOK PEMISAH ANTAR MANUSIA. KENYATAAN INI KITA HAYATI DALAM PERSEKUTUAN FRATER DI MANA PERBEDAAN ASAL-USUL, ADAT-ISTIADAT, CITA RASA, SIFAT DAN WATAK, PEKERJAAN SERTA KEDUDUKAN DALAM MASYARAKAT TIDAK BOLEH MENGAKIBATKAN PERPECAHAN. (Konst. I, 80-81)
Majalah Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih. 24