1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Survei kesehatan dasar di Indonesia tahun 2007 memperlihatkan indeks DMFT nasional adalah 4,85. Komponen yang paling besar adalah hilangnya gigi yaitu sekitar 3,86 sehingga dapat dideskripsikan bahwa rata-rata orang Indonesia memiliki 4 gigi yang harus dicabut atau diindikasikan untuk dicabut. Prosentase kehilangan gigi orang Indonesia yang berumur 65 tahun atau lebih masih jauh dari target WHO tahun 2010 yaitu kurang dari 5%, sedangkan di Indonesia masih 17,6% (Maharani, 2012). Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang bersifat menyeluruh dan terpadu meliputi upaya peningkatan pencegahan, penyembuhan dan pemulihan merupakan salah satu kegiatan instansi kesehatan termasuk Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo. Terdapat berbagai macam pelayanan kesehatan gigi dan mulut, salah satunya adalah tindakan pencabutan gigi (Anonim, 2012). Indikasi pencabutan gigi yaitu apabila perawatan konservatif gagal atau bukan merupakan indikasi perawatan konservatif, karena penyakit periodontal, karies, infeksi periapeks, erosi, abrasi, atrisi, hipoplasia, atau kelainan pulpa. Pencabutan gigi dapat diindikasikan apabila gigi berubah posisi, terjadi fraktur di akar atau mahkota karena trauma. Trauma yang lebih berat dapat menyebabkan fraktur tulang rahang sehingga terkadang diperlukan pencabutan gigi yang terletak pada garis fraktur (Howe, 1999).
1
Aspek lain dari berbagai macam pencabutan gigi seperti persiapan sebelum operasi dan perawatan setelah operasi adalah hal yang kadang dilupakan (Howe, 1999). Prosedur bedah mulut minor termasuk odontektomi merupakan keadaan yang dapat membuat pasien stress baik sebelum, selama dan sesudah tindakan. Hal yang sering kurang mendapat perhatian adalah hubungan dokter bedah mulut dengan pasien, cara memberikan instruksi setelah operasi dari dokter bedah mulut kepada pasien, dan bagaimana pasien dapat memahami instruksi serta mengaplikasikannya dengan benar (Blinder et al, 2001). Instruksi tentang tindakan yang seharusnya dilakukan dan yang harus dihindari setelah operasi merupakan hal penting yang harus disampaikan dalam edukasi terhadap pasien termasuk di dalamnya instrulsi pasca odontektomi (Shuldham, 1999). Penyampaian materi edukasi ada beberapa cara yaitu secara lisan, tertulis atau kombinasi keduanya (Adebayo and Dairo, 2005). Penyampaian edukasi pada pasien yang menjalani operasi berpengaruh terhadap kesejahteraan
psikologis
pasien,
penurunan
kecemasan,
penurunan
nyeri,
pengetahuan, kepuasan pasien serta kepatuhan pasien. Kepatuhan pasien merupakan hal penting dalam kecepatan proses penyembuhannya (Shuldham, 1999). Penelitian Holden-Lund (1988) menyatakan bahwa edukasi audio visual dapat menurunkan kecemasan pasca operasi, level kortisol dan wound erythema. Ketiga hal tersebut memiliki pengaruh yang penting dalam proses penyembuhan pasien. Kepatuhan pasien dapat ditingkatkan dengan pemberian edukasi yang baik (Smith, 2013). Edukasi terhadap pasien tersebut biasanya dilakukan oleh perawat (Shuldham, 1999). 2
Perawat memiliki tanggung jawab untuk memperoleh dan mempertahankan pengetahuan dan keterampilan dengan berbagai peran dan tanggung jawab profesi. Tanggung jawab dan peran profesional perawat antara lain sebagai pemberi layanan, edukator, komunikator, manajer, dan sebagai pembela (advokat) pasien. Perawat juga memiliki kewenangan untuk melakukan intervensi keperawatan independen (Potter and Perry, 2010). Shuldham (1999) menyatakan bahwa peran perawat saat pemberian edukasi sebelum operasi yang paling penting adalah sebagai pemberi informasi kepada pasien dan fasilitator. Perawat dalam perannya sebagai edukator dapat menjelaskan konsep dan fakta kesehatan,
mendemonstrasikan
prosedur
seperti
aktivitas
perawatan
diri,
memperbaiki tingkah laku belajar dan mengevaluasi kemajuan pasien dalam belajar. Kenyamanan dan dukungan emosional, melayani dengan efektif, membuat keputusan bersama pasien dan keluarga, melindungi pasien dari ancaman terhadap kesejahteraan, mengatur pelayanan pasien, membantu rehabilitasi pasien ataupun menyediakan edukasi pasien akan sulit diberikan tanpa komunikasi yang jelas sehingga peran perawat sebagai komunikator sangat penting dalam hubungan perawat dan pasien (Potter and Perry, 2010). Metode edukasi yang digunakan untuk menjelaskan instruksi pasca odontektomi dapat menggunakan instruksi verbal/lisan, lisan dan tertulis, atau hanya tertulis saja (Adebayo and Dairo, 2005). Intruksi yang tertulis lebih baik daripada instruksi secara lisan karena pasien sering lupa apa yang disarankan oleh dokter (Jin et al, 2008).
3
Pasien yang mendapatkan edukasi secara lisan dan tertulis memiliki kepatuhan yang lebih baik daripada instruksi secara verbal saja (Schneiders et al, 1998). B. Keaslian Penelitian Penelitian tentang perbandingan antara pemberian edukasi tertulis, edukasi verbal, edukasi dengan verbal dan tertulis terhadap kepatuhan pasien pasca prosedur bedah mulut sudah pernah dilakukan. Penelitian tentang perbandingan antara pemberian edukasi tertulis dan edukasi dengan verbal dan tertulis terhadap kepatuhan pasien pasca odontektomi, sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. C. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka timbul permasalahan sebagai berikut : “Apakah pemberian edukasi secara verbal dan tertulis lebih baik terhadap kepatuhan pasien pasca odontektomi di RSGM Prof. Soedomo daripada pemberian edukasi secara tertulis” D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian edukasi secara verbal dan tertulis lebih baik daripada pemberian edukasi secara tertulis terhadap kepatuhan pasien pasca odontektomi di RSGM Prof. Soedomo. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi mengenai perbandingan antara pemberian edukasi secaran tertulis dengan pemberian edukasi secara verbal dan tertulis terhadap kepatuhan pasien pasca odontektomi di RSGM Prof. Soedomo. 4
2. Memberikan tambahan pustaka yang memberikan informasi ilmiah di bidang Ilmu Bedah Mulut tentang cara pemberian edukasi odontektomi terhadap kepatuhan pasien. 3. Sebagai dasar acuan peneliti lainnya untuk penelitian lebih lanjut.
5