167
Peningkatan Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas X Excellent Tentang Hukum Newton Melalui Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw Pada SMAN 1 Pitumpanua Kabupaten Wajo Tahun Pelajaran 2016/2017 1
Muhammad Tang
1
2
Nama institusipenulis pertama, Nama institusi penulis kedua (jika penulis berasal dari institusi berbeda)(Times New Roman, 9) Alamat email penulis pertamaatau corresponding author(Times New Roman, 9)
Abstrak – Berdasar hasil observasi, proses pembelajaran Fisika di kelas X Excellent SMA Negeri 1 Pitumpanua,Kabupaten Wajo, sudah terlihat berjalan bagus, akan tetapi peserta didik masih terlihat memiliki hasil belajar yang rendah.Selama ini peserta didik belum aktif bertanya atau berpendapat dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu diupayakan perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar Fisika peserta didik.Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah : 1) Guru dapat menerapkan strategi pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw sehingga mampu meningkatkan kualitas pembelajaran FISIKA 2) Melalui model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw, peserta didik mampu meningkatkan hasil belajar mata pelajaran FISIKA kelas X Excellent semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017 pada SMAN 1 Pitumpanua Kabupaten Wajo Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative learning tipe Jigsaw. Penelitian dilaksanakan dalam 3 siklus. Dalam masing-masing siklus terdapat diskusi kelompok ahli kemudian kembali menjelaskan kepada anggota kelompok asal untuk mengomunikasikan hasil yang diperoleh pada kelompok ahli. Data penelitian yang berupa hasil evaluasi setiap siklus. Pembelajaran (RPP) dan instrumen pengukuran, yaitu lembar soal tes. Analisis data yaitu dengan paparan data dan distribusi frekuensi dan penarikan kesimpulan.Berdasarkan hasil analisis data tersebut, diperoleh tiga simpulan hasil penelitian sebagai berikut. 1. Hasil Belajar peserta didik kelas X. Excellent pada siklus 1 mengalami peningkatan yang dibuktikan dengan perolehan nilai atau hasil tes peserta didik yang semakin menunjukkan kemajuan.Peserta didik yang berhasil mencapai nilai KKM sebesar 20 % dibanding sebelum tindakan dengan perolehan nilai rata-rata 65,07. 2. Hasil Belajar peserta didik kelas X Excellent SMA Negeri 1 Pitumpanua Kabupaten Wajo pada siklus II mengalami peningkatan dari hasil belajar pada siklus I yang dibuktikan dengan perolehan nilai atau hasil tes yang diperoleh pesrta didik yang berhasil mencapai KKM meningkat menjadi 21 orang atau 70,0 %, atau terdapat peningkatan sebesar 50 % dari siklus sebelumnya (siklus I).3. Hasil belajar peserta didik kelas X.Excellent SMA Negeri 1 Pitumpanua Kabupaten Wajo pada siklus III mengalami peningkatan yang sangat signifikan yakni semua peserta didik mencapai nilai KKM 100 % dengan nilai rata-rata 89,97. Ketuntasan Belajar secara Klasikal pada siklus II belum mencapai kriteria ideal,namun pada siklus III ketuntasan klasikal tercapai sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw dapat meningkatkan Hasil Belajar Peserta didik kelas X.Excellent pada matapelajaran Fisika(Hukum newton) Kata kunci:Tipe Jigsaw,peningkatan hasil belajar Fisika
I. PENDAHULUAN Pelaksanaan pembelajaran Fisika , saat ini masih mengalami banyak kendala. Baik ditinjau dari individual peserta didik yang notabene kurang berminat dalam belajar Fisika, guru yang kurang professional maupun perangkat pembelajaran yang kurang memadai, yang kesemuanya itu menyebabkan turunnya hasil belajar Fisika. Dalam upaya menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, maka guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip mengajar diantaranya menggunakan alat bantu mengajar atau alat peraga. Bahwa dalam prinsip mengajar yaitu sebagai guru, diharapkan mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik, menggunakan variasi metode mengajar; menggunakan alat bantu mengajar; melibatkan peserta didik secara aktif; menumbuhkan minat belajar peserta didik, dan menciptakan situasi belajar mengajar yang kondusif. Melihat dari kenyataan yang ada, maka mata pelajaran
FISIKA seharusnya merupakan suatu pelajaran yang ditunggu-tunggu, disenangi, menantang dan bermakna bagi peserta didik , Disisi lain sebenarnya mereka telah memiliki kemampuan dasar yang tinggi dan dengan kemajuan teknologi mereka mampu menyerap berbagai informasi yang ada, terutama sekali pemahaman konsep FISIKA , dikarenakan media pembelajaran yang cukup memadai seperti LCD Proyektor, Laboratorium , dimana mereka dapat dengan mudah mempraktekkan , dan menambah wawasan materi - materi yang diberikan oleh guru. ,Namun,kenyataan dilapangan tidaklah demikian. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi peserta didik yang telah dilaksanakan, selalu rendah. Berdasarkan data dari SMAN 1 Pitumpanua Kabupaten Wajo diperoleh gambaran bahwa , walaupun media pembelajaran cukup memadai, namun ternyata masih kurang meningkatkan hasil evaluasi FISIKA yang baik, terutama peserta didik kelas X Excellent yang masih dalam proses
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
168 pemilihan jurusan, sehingga peran guru dalam menerapkan berbagai model pembelajaran sangat diharapkan dapat memberi angin segar bagi peningkatan kualitas dan kuantitas peserta didik untuk masuk jurusan IPA. Dari uraian di atas bahwa mata pelajaran FISIKA mempunyai nilai yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, handal, dan bermoral semenjak dini,. Hal yang menjadi hambatan selama ini dalam pembelajaran FISIKA adalah disebabkan kurang dikemasnya pembelajaran FISIKA dengan metode pembelajaran yang menarik, menantang, dan menyenangkan. Supaya pembelajaran FISIKA menjadi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM), dapat dilakukan melalui berbagai macam cara. Salah satu caranya yaitu melalui penerapan model pembelajaran Cooperativedengan tipe Jigsaw. Namun seberapa jauh keefektifitasannya model pembelajaran tersebut dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik, akan dilakukan penelitian yang salah satunya dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Adapun rumusan masalahnya adalah : a. Bagaimana perkembangan hasil belajar FISIKA peserta didik kelas X Excellent dengan menggunakan model pembelajaran koopertif tipe Jigsaw pada materi Hukum newton? b. Bagaimana keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw? c. Bagaimana tanggapan peserta didik tentang model pembelajaran FISIKA dengan metode pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw? II. LANDASAN TEORI 1.Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw Pembelajaran cooperative adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran Cooperativemerupakan strategi belajar enggan sejumlah peserta didik sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuanya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik anggota kelompok harus saling bekerja sama saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajan kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. a) Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran Cooperative adalah sebagai berikut : (Lungdren, 1994). a. Para peserta didik harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.” b. Para peserta didik harus memiliki tanggung jawab terhadap peserta didik atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. c. Para peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. d. Para peserta didik membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
e. Para peserta didik diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. f. Para peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. g. Setiap peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Menurut Thompson, et al. (1995), pembelajaran Cooperative turut menambah unsur-unsur interaksi sosial dalam pembelajaran TIK. Pembelajaran Cooperativebersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 6 orang peserta didik, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan peserta didik, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih peserta didik menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran Cooperativediajarkan keterampilanketerampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, peserta didik diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995). b) Ciri-ciri Pembelajaran Cooperative Beberapa ciri dari pembelajaran Cooperative adalah; (a) setiap anggota memiki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara peserta didik, (c) setiap angota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan intersonal kelompok, (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993). Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran Cooperativesebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. a. Penghargaan kelompok Pembelajaran Cooperative menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. b). Pertanggungjawaban individu Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. c.) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Pembelajaran Cooperativemenggunakan
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
169 metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh peserta didik dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap peserta didik baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. c) Tujuan Pembelajaran Cooperative Tujuan pembelajaran Cooperative berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran Cooperative adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhioleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994). Model pembelajaran Cooperativedikembangkan untuk mencapai setidak - tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu: a.) Hasil belajar akademik dalam belajar Cooperative meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu peserta didik. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan Cooperative telah dapat meningkatkan nilai peserta didik pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yangberhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran Cooperative dapat memberi keuntungan baik pada peserta didik kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. b.) Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model pembelajaran Cooperative adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran Cooperative memberi peluang bagi peserta didik dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan Cooperative akan belajar saling menghargai satu sama lain. c.) Pengembangan keterampilan sosial tujuan penting ketiga pembelajaran Cooperative adalah, mengajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial, penting dimiliki oleh peserta didik sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. d.) Keterampilan Cooperative Dalam pembelajaran Cooperative tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi peserta didik atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan- keterampilan khusus yang disebut keterampilan cooperative. Keterampilan Cooperative ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan. d) Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Urutan langkah-langkah prilaku guru menurut model pembelajaran Cooperativea.) Pendekatan dalam Pembelajaran Cooperative Walaupun prinsip dasar pembelajaran Cooperative tidak berubah, terdapat beberapa
variasi dari model tersebut. Ada empat pendekatan pembelajaran Cooperative (Arends, 2001). Tapi disini yang akan diuraikan hanya mengenai pembelajaran tipe Jigsaw. Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Untuk melihat dengan jelas perbandingan antara keempat pendekatan pembelajaran Cooperative atau yang lebih sering disebut sebagai tipe pembelajaran. Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran Cooperative yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,1997). Model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran cooperative, dengan peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends,1997). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Peserta didik tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “peserta didik saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara Cooperative untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian peserta didik-peserta didik itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Pada model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok induk peserta didik yang beranggotakan peserta didik dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok peserta didik yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 2001). Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
170 sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran, peserta didik diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah dibahas. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap peserta didik terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan kuis dengan baik. Untuk pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw, disusun langkahlangkah pokok sebagai berikut; (1) pembagian tugas, (2) pemberian lembar ahli, (3) mengadakan diskusi, (4) mengadakan kuis. Adapun rencana pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw ini diatur secara instruksional sebagai berikut (Slavin, 1995): a. Membaca: peserta didik memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi tersebut untuk mendapatkan informasi. b. Diskusi kelompok ahli: peserta didik dengan topiktopik ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikan topik tersebut. c. Diskusi kelompok: ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan topik pada kelompoknya. d. Kuis: peserta didik memperoleh kuis individu yang mencakup semua topik. e. Penghargaan kelompok: penghitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok. Setelah kuis dilakukan, maka dilakukan perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok. Skor individu setiap kelompok memberi sumbangan pada skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh pada kuis sebelumnya dengan skor terakhir. Arends (1997) memberikan petunjuk perhitungan skor kelompok sebagaimana terlihat Pelaksanaan pembelajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: Tahap 1: Pembentukan kelompok asal (home group) Peserta didik dikelompokan ke dalam beberapa kelompok dengan jumlah anggota masing-masing kelompok 6 orang. Penyusunan kelompok memperhatikan keheterogenan peserta didik (kecerdasan, keaktifan, dan gender). Setiap peserta didik diberikan permasalahan (soal) yang berbeda. Dalam kelompok asal ini, peserta didik menyimak bahan ajar, membaca soal dengan bimbingan guru. Tahap 2: Pembentukan kelompok ahli (expert group) Setiap peserta didik yang memiliki tugas berbeda meninggalkan kelompok asal untuk bergabung ke dalam ahli yang terdiri dari peserta didik yang memiliki soal yang sama. Di dalam kelompok ahli ini, peserta didik membahas dan menyelesaikan soal bersama. Tahap 3: Kembali ke kelompok asal Setiap peserta didik kembali ke kelompok asalnya masing-masing untuk menginformasikan hasil penyelesaian soal yang dibahas di
kelompok ahli serta untuk mendengarkan penjelasan temantemannya sesuai dengan kekhususan tugas masing-masing . Tahap 4: Evaluasi Peserta didik mengerjakan beberapa soal yang mewakili keseluruhan materi yang diajarkan. Tahap 5: Penghargaan kelompok Dalam hal ini, penghargaan kelompok diambil dari nilai-nilai anggota kelompok, kemudian peserta didik-siswi pada kelompok yang memperoleh nilai tertinggi mendapatkan penghargaan yang diumumkan di depan kelas. Adapun kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw ialah: 1. Kelebihan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw: a). Peserta didik menjadi lebih aktif b). Setiap kelompok mendapat tugas yang berbeda sehingga tidak mudah untuk mencari jawaban ke kelompok lain c). Tugas guru menjadi lebih ringan d). Diskusi menjadi lebih aktif e. Peserta didik yang nilainya tinggi diberikan penghargaan yang dapat memberikan semangat belajar peserta didik. 2. Kekurangan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw; a). Peserta didik cenderung ribut, sebab peran guru sangat sedikit. b). Biasanya peserta didik merasa minder, sebab tak termasuk group ahli. c). Membutuhkan waktu yang lama d). Biasanya peserta didik mengalami kesulitan dalam menjelaskan hasil temuannya kepada temannya. Peran guru dalam pembelajaran ini ialah sebagai fasilitator, motivator, pembimbing dan evaluator, sebagai fasilitator dan motivator, guru menyediakan fasilitas/sumber belajar dan kondisi belajar yang dapat memotivasi, membantu, serta membimbing peserta didik dalam mengkonstruksikan pengetahuannya. Guru hendaknya memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan merangsang keingintahuan peserta didik serta membantu mereka dalam mengungkapkan gagasan-gagasan dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Selain itu guru mengevaluasi apakah pemikiran peserta didik jalan atau tidak. Guru membantu peserta didik dalam mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan yang diambilnya dengan mengembangkan pertanyaan kritis. Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan baik, pendekatan kepada murid mutlak diperlukan, sehingga kecanggungan untuk berinteraksi diganti oleh antusiasme terhadap belajar. 1. Hakekat Belajar Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ? Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. 2. Hakekat Hasil Belajar
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
171 Hasil belajar yang merupakan alat ukur keberhasilan proses belajar memiliki peraran yang sangat penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Moh. User Usman dan Lilis Setiawaty : “ hasil belajar memiliki pengertian perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu, serta individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”. Hasil belajar adalah “pengukuran secara keseluruhan kegiatan yang dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Hasil belajar pada hakekatnya menuju pada prestasi belajar , yaitu untuk mengukur penguasaan materi penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempertimbangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditujukan dengan nilai 3. Hakekat Fisika Mengapa kita belajar Fisika ?,Ada dua alasan, pertama adalah Fisika merupakan ilmu yang paling dasar ,dari ilmu pengethuan lainnya. Ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu memanfaatkan ide – ide dari Fisika dan Fisika juga merupakan dasar dari ilmu rekayasa dan teknologi. Fisika adalah ilmu eksperimental. Fisikawan mengamati fenomena alam dan berusaha menemukan pola dan prinsip yang menghubungkan fenomena – fenomena ini. Pola ini disebut teori Fisika atau ketika mereka sudah benar – benar terbukti dan digunakan luas, disebut hokum atau prinsip Fisika.Perkembangan teori Fisika memerlukan kreatifitas dalam setiap tahap – tahapnya.Fisikawan harus bekrtja untuk mengajukan pertanyaan yang tepat, merancang untuk mencoba menjawab pertanyaan yang tepat, merancang percobaan untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan itu, dan menarik kesimpulan yang tepat dari hasilnya. Fisika bukanlah sekedar kumpulan fakta atau prinsip. Fisika adalah proses yang membawa kita padaprinsip – prinsip umum yang mendeskripsikan bagaimana perilaku dunia fisik.Bagian terpenting dari hubungan antara teori dan percobaan adalah mempelajari bagaimana cara mengaplikasikan prinsip – prinsip Fisika pada berbagai persoalan praktis 5. Hukum Newton Hukum gerak Newton adalah tiga hukum Fisika yang menjadi dasar mekanika klasik. Hukum ini menggambarkan hubungan antara gaya yang bekerja pada suatu benda dan gerak yang disebabkannya. Hukum ini telah dituliskan dengan pembahasaan yang berbeda-beda selama hampir 3 abad dan dapat dirangkum sebagai berikut: a. Hukum Pertama: setiap benda akan memiliki kecepatan yang konstan kecuali ada gaya yang resultannya tidak nol bekerja pada benda tersebut. Berarti jika resultan gaya nol, maka pusat massa dari suatu benda tetap diam, atau bergerak dengan kecepatan konstan (tidak mengalami percepatan). b.. Hukum Kedua: sebuah benda dengan massa M mengalami gaya resultan sebesar F akan mengalami percepatan a yang arahnya sama dengan arah gaya, dan besarnya berbanding lurus terhadap F dan berbanding terbalik terhadap m. atau F= m.a. Bisa juga diartikan resultan gaya yang bekerja pada suatu benda sama dengan
turunan dari momentum linear benda tersebut terhadap waktu. c.. Hukum Ketiga: gaya aksi dan reaksi dari dua benda memiliki besar yang sama, dengan arah terbalik, dan segaris. Artinya jika ada benda A yang memberi gaya sebesar F pada benda B, maka benda B akan memberi gaya sebesar –F kepada benda A. F dan –F memiliki besar yang sama namun arahnya berbeda. Hukum ini juga terkenal sebagai hukum aksireaksi, dengan F disebut sebagai aksi dan –F adalah reaksinya. Ketiga hukum gerak ini pertama dirangkum oleh Isaac Newton dalam karyanya Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica, pertama kali diterbitkan pada 5 Juli 1687. Newton menggunakan karyanya untuk menjelaskan dan meniliti gerak dari bermacam-macam benda fisik maupun sistem. Contohnya dalam jilid tiga dari naskah tersebut, Newton menunjukkan bahwa dengan menggabungkan antara hukum gerak dengan hukum gravitasi umum, ia dapat menjelaskan hukum pergerakan planet milik Kepler. Hukum Newton diterapkan pada benda yang dianggap sebagai partikel dalam evaluasi pergerakan misalnya, panjang benda tidak dihiraukan, karena obyek yang dihitung dapat dianggap kecil, relatif terhadap jarak yang ditempuh. Perubahan bentuk (deformasi) dan rotasi dari suatu obyek juga tidak diperhitungkan dalam analisisnya. Maka sebuah planet dapat dianggap sebagai suatu titik atau partikel untuk dianalisa gerakan orbitnya mengelilingi sebuah bintang. Dalam bentuk aslinya, hukum gerak Newton tidaklah cukup untuk menghitung gerakan dari obyek yang bisa berubah bentuk (benda tidak padat). Leonard Euler pada tahun 1750 memperkenalkan generalisasi hukum gerak Newton untuk benda padat yang disebut hukum gerak Euler, yang dalam perkembangannya juga dapat digunakan untuk benda tidak padat. Jika setiap benda dapat direpresentasikan sebagai sekumpulan partikel-partikel yang berbeda, dan tiap-tiap partikel mengikuti hukum gerak Newton, maka hukumhukum Euler dapat diturunkan dari hukum-hukum Newton. Hukum Euler dapat dianggap sebagai aksioma dalam menjelaskan gerakan dari benda yang memiliki dimensi Hipotesis tindakan Dengan diterapkannya model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran FISIKA kelas X Excellent di SMAN 1 Pitumpanua Kabupaten Wajo. III. METODE PENELITIAN A. Seting Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian tindakan kelas ini direncanakan akan dilakukan di SMAN 1 Pitumpanua Kabupaten Wajo, yang beralamat di Jl. Poros Siwa Sengkang Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo, untuk mata pelajaran Fisika. Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X Excellent Tahun Pelajaran 2016/2017 dengan jumlah peserta didik sebanyak 30 orang, terdiri dari 11 peserta didik laki – laki, dan 19 peserta didik perempuan.
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
172 2. Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini direncanakan akan dilakukan selama dua bulan yakni pada bulan Oktober - November 2016 . 3.Siklus Penelitian PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk melihat peningkatan hasil belajar dan aktivitas peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran model Cooperative Learning Tipe Jigsaw B. Subyek Penelitian Dalam penelitian tindakan kelas ini yang menjadi subyek penelitian adalah peserta didik kelas X Excellent yang terdiri dari 30 peserta didik dengan komposisi perempuan 11 orang laki – laki, dan 19 orang peserta didik perempuan C. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas D. Prosedur Penelitian Siklus 1, Siklus pertama dalam PTK ini perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi, sebagai berikut: 1. Perencanaan a. Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada peserta didik dengan menggunakan pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw. b. Membuat rencana pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw c. Membuat lembar kerja peserta didik d. Membuat instrumen yang digunakan dalam PTK e. Menyusun alat evaluasi. 2. Pelaksanaan a. Membagi peserta didik dalam 5 kelompok dengan jumlah 6 peserta didik perkelompok. b. Menyajikan materi pembelajaran c. Diberi materi diskusi d. Dalam diskusi kelompok guru mengarahkan kelompok e. Salah satu dari kelompok diskusi, mempresentasikan 3. Pengamatan Tim peneliti (guru dan kolabor) melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran koopretif Tipe Jigsaw. 4. Refleksi Tim peneliti melakukan refleksi atau perenungan terhadap pelaksanaan siklus pertama dan menyusun rencana untuk siklus kedua. Siklus 2 Pada siklus kedua, peneliti mencoba melakukan observasi, untuk menerapkan hal yang sama. Peneliti mengarahkan peserta didik ahli untuk lebih menguasai konsep Fisika dan menerangkan ke kelompoknya dengan cara yang lebih mudah. Guru kembali mengamati aktivitas peserta didik, untuk merencanakan langkah selanjutnya. Siklus 3 Siklus ketiga merupakan putaran ketiga dari pembelajaran koopertif Tipe Jigsaw dengan tahapan yang sama seperti pada siklus pertama dan kedua. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Per-Siklus 1. Siklus I (Pertama) Setelah melaksanakan tindakan yang dirancang, dan observasi pada pengamatan dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus I (pertama) pada peserta didik kelas X.Excellent SMA Negeri 1 Pitumpanua, Kabupaten Wajo, dapat dilihat pada tabel di atas Tampak pada analisis distribusi frekuensi di atas bahwa nilai pada siklus pertama rata-rata hasil belajar peserta didik
adalah 65.07, ini artinya sebagian kecil pada siklus ke I sudah lebih meningkat dari pada sebelum adanya perbaikan pembelajaran.Meskipun demikian, peserta didik yang berkategori tuntas sebanyak 20 % dan yang belum tuntas sebesar 80. % pada siklus I sehingga dilanjutkan pada siklus ke II. Tabel 4.1Data hasil Belajar Peserta Didik pada siklus I ( pertama ) NILAI YANG DICAPAI NO
1.
NAMA
AHMADASHAR IDRIS
KET NILAI SEBELUM TINDAKAN 67
NILAI SIKLUS I 87
40
60
67
73
53
87
Tidak tuntas Tidak tuntas Tuntas
40
87
Tuntas
60
73
60
73
67
73
Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas
53
53
47
47
47 53
93 60
60
60
60
73
60
60
40
60
60
60
47 33
93 20
60
60
47
67
53
73
53
53
47
47
2. 3 4 5 6 7 8
9
AISYA SUKMA ANDI BAU DEWA SURYA ANDI IRMA YUNIAR ARNISYA JULIASTARI AURELLIA TIFANI AYU ANITA SARI BASO ALIF BATARA AGUNG DEVITA REZKY RAMADANI
10 11 12 13
DWI CINDY EKA SAPUTRI ELMA NUGRA AMALIA AKO EPI NURUL SAPHIRA
14 FITRIANI 15 HAMZAH 16 HASBY 17 18 19 20
HASLIANA IIN SAFIRA INDRIANI MUH.ASFAR WIJAYA
21 MULAWARMAN 22 23 24
NASRULLAH NUR AULIYAH RESKI RAIHANA
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
Tuntas
Tidak tuntas Tidak tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak
173 25 26 27
SALSABILA .A RIKA HARTINA BAHAR RISNAWATI SANDI RISALDHI NOOR
28 29
WARDA YUSRIL RAMADHAN
30 SHANDY Jumlah
47
47
60 47
100 47
47
47
60
47
47
40
1582 52,73
tuntas Tidak tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas
65,07
KKM =80
Rata-rata
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tabel 4.2Tabel Distribusi frekuensi hasil tes siklus I No
Skor(s)
Xi
1
20-33
26,5
2
34-47
3
14 15 16 17 18 19 20
Prosentase(%)
xi X f
1
3,3
26,5
40,5
7
23,3
283,5
48-61
54,5
9
30
490,5
4
62-75
68,5
7
23.3
479,5
5
76- 89
82,5
3
10
247,5
6
90-103
96,5
3
10
424,5
21 22 23
30
99,9
1952
24
Jumlah
FreK
Rata-rata
65,07
Frekuensi
25 26 27
Distribusi Frekuensi Siklus I
28 29
10 0 20-33 34-47 48-61 62-75 76- 89 90-103
30
Skor Gambar 4.1 Histogram distribusi frekuensi siklus I 2. Siklus II (dua) Setelah melaksanakan tindakan yang dirancang, dan diobservasi pada pengamatan dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus II (kedua) pada peserta didik kelas X .Excellent SMA Negeri 1 Pitumpanua, Kabupaten Wajo, dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.3Data hasil Belajar Peserta didik pada siklus II NO
NAMA
NILAI YANG DICAPAI
1. 2.
AHMADASHAR IDRIS AISYA SUKMA
KETERANGAN Tuntas
80
Tidak Tuntas
93
Tuntas
100
Tuntas
87
Tuntas
93 87 87
Tuntas Tuntas Tuntas
87
Tuntas
73 93 80
Tidak tuntas Tuntas Tuntas
87
Tuntas
93 87 73 60 93 80 60
Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas
87 73 53
Tuntas Tidaktuntas Tidak tuntas
93
Tuntas
47
Tidak tuntas
100 47
Tuntas Tidak tuntas
93 47
Tuntas Tidak tuntas
93
Tuntas
78,77
KKM=80
Tabel 4.4Tabel Distribusi frekuensi hasil tes siklus II NO
SKOR(S)
xi
(f)
(%)
Xi x f
1
20-33
26,5
-
-
-
2
34-47
40,5
3
10,0
121,5
3
48-61
54,5
3
10.0
163,5
4
62-75
68,5
3
10.0
205,5
5
76- 89
82,5
11
36.7
907,5
6
90-103
96,5
10
33,3
965
-
-
2363
30
100
78,77
7 NILAI 87
ANDI BAU DEWA SURYA ANDI IRMA YUNIAR ARNISYA JULIASTARI AURELLIA TIFANI AYU ANITA SARI BASO ALIF BATARA AGUNG DEVITA REZKY RAMADANI DWI CINDY EKA SAPUTRI ELMA NUGRA AMALIA AKO EPI NURUL SAPHIRA FITRIANI HAMZAH HASBY HASLIANA IIN SAFIRA INDRIANI MUH.ASFAR WIJAYA MULAWARMAN NASRULLAH NUR AULIYAH RESKI RAIHANA SALSABILA .A RIKA HARTINA BAHAR RISNAWATI SANDI RISALDHI NOOR WARDA YUSRIL RAMADHAN SHANDY Jumlah Rata-rata
Jumlah Rata-rata
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
174 24 25 26 27
Gambar 4.2 Histogram distribusi frekuensi siklus 2 Dari Tabel analisis distribusi frekuensi di atas tanpak bahwa nilai rata- rata pada siklus II hasil belajar peserta didik adalah 78.77 hal ini menunjukkan bahwa pada siklus ke II sudah mengalami peningkatan hasil belajar dari pada sebelumadanya perbaikan pembelajaran.(siklus I). Meskipun demikian, siswa yang berkategori tuntas sebanyak 70% dan yang belum tuntas sebesar 30% pada siklusII sehingga perbaikan pembelajaran dilanjutkan ke siklus III karena masih ada peserta didik yang tidak tuntas sebesar 30 %. 2. Siklus III Setelah melaksanakan tindakan yang dirancang, dan diobservasi pada pengamatan dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus III pada peserta didik kelas X .Excellent SMA Negeri 1 Pitumpanua, Kabupaten Wajo, dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.5Data hasil Belajar Peserta didik pada siklus III NO
NAMA
1.
AHMADASHAR IDRIS AISYA SUKMA ANDI BAU DEWA SURYA ANDI IRMA YUNIAR ARNISYA JULIASTARI AURELLIA TIFANI AYU ANITA SARI BASO ALIF BATARA AGUNG DEVITA REZKY RAMADANI DWI CINDY EKA SAPUTRI ELMA NUGRA AMALIA AKO EPI NURUL SAPHIRA FITRIANI HAMZAH HASBY HASLIANA IIN SAFIRA INDRIANI MUH.ASFAR WIJAYA MULAWARMAN NASRULLAH NUR AULIYAH RESKI
2. 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
28 29 30
RAIHANA SALSABILA .A RIKA HARTINA BAHAR RISNAWATI SANDI RISALDHI NOOR WARDA YUSRIL RAMADHAN SHANDY Jumlah Rata-rata
93
Tuntas
80
Tuntas
100 87
Tuntas Tuntas
93 100 93
Tuntas Tuntas Tuntas
78,77
KKM=80
Tabel 4.6 Tabel Distribusi frekuensi hasil tes siklus III NO
SKOR(S)
xi
1
20-33
26,5
2
34-47
3
(%)
Xi x f
0
0
-
40,5
0
0
-
48-61
54,5
0
0
-
4
62-75
68,5
0
0
-
5
76- 89
82,5
14
46.7
1155
6
90-103
96,5
16
53,3
1544
-
-
2699
30
100
89,97
7
(f)
Jumlah Rata-rata
NILAI YANG DICAPAI NILAI 87
KETERANGAN Tuntas
80 93
Tuntas Tuntas
100 87 93 87 87
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
87
Tuntas
93 93 80
Tuntas Tuntas Tuntas
87 93 87 100 100 93 80 93 87 93 80
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
Gambar 4.3 Histogram distribusi frekuensi siklus III Dari Tabel analisis distribusi frekuensi di atas tanpak bahwa nilai rata- rata pada siklus ketiga hasil belajar peserta didik adalah 89.97 hal ini menunjukkan bahwa pada siklus ke III sudah mengalami peningkatan hasil belajar dari pada sebelum adanya perbaikan pembelajaran.(siklus II). Meskipun demikian, peserta didik yang berkategori tuntas sebanyak 100 % sehingga perbaikan pembelajaran dihentikan. B. Temuan dan Refleksi Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat, pembelajaran yang sudah dilaksanakan sudah ada kemajuan. Adapun temuan dan refleksi dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1). Siklus I
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
175 Telah terjadi peningkatan hasil belajar dari evaluasi sebelumnya, hal ini terbukti dengan hasil evaluasi dengan rincian sebagai berikut : Nilai 20-33 : 1 orang peserta didik Nilai 34-47 : 7 orang peserta didik Nilai 48-61 : 9 orang peserta didik Nilai 62-757 : 7 orang peserta didik Nilai 76- 89 : 3 orang peserta didik Nilai 90-103 : 3 orang peserta didik Dengan demikian terlihat pada tahapan siklus I yang menunjukan bahwa kenaikan hasil evaluasi peserta didik belum terlalu terlihat signifikan, tetapi apabila dibandingkan pada sebelum ada perbaikan masih dapat dikategorikan lebih baik dari sebelumnya karena pada siklus I terdapat 6 orang peserta didik yang tuntas. Dengan demikian menunjukan bahwa perbaikan pembelajaran belum signifikan tetapi sudah menunjukan sedikit perubahan kearah yang lebih baik dengan nilai rata-rata pada siklus pertama 65,07 (analisis soal siklus 1 terlampir) sehingga penulis mencoba pada tahapan selanjutnya yaitu di tahap siklus II 2). Siklus II Telah terjadi peningkatan hasil belajar, hal ini terbukti dengan hasil evaluasi dengan rincian sebagai berikut : Nilai 20-33 : Tidak ada Nilai 34-47 : 3 orang peserta didik Nilai 48-61 : 3 orang peserta didik Nilai 62-75 : 3 orang peserta didik Nilai 76- 89 : 11 orang peserta didik - Nilai 90-103 : 10 orang peserta didik Pada temuan siklus II terjadi perubahan yang sangat signifikan dimana terdapat hasil evaluasi yang nilai rata-rata peserta didik 78,77 (analisis soal siklus II terlampir). dan nilai terendah 47. serta tidak ada lagi peserta didik yang memperoleh nilai 20 seperti pada siklus 1, hal ini menunjukkan bahwa penelitian sudah dapat dikatakan berhasil pada siklus II namun belum maksimal sehingga masih dilanjutkan pada siklus III, 2). Siklus III Telah terjadi peningkatan hasil belajar yang maksimal, hal ini terbukti dengan hasil evaluasi pada siklus III ,dengan rincian sebagai berikut : Nilai 20-33 : Tidak ada Nilai 34-47 : Tidak ada Nilai 48-61 : Tidak ada Nilai 62-75 : Tidak ada Nilai 76- 89 : 14 orang peserta didik - Nilai 90-103 : 16 orang peserta didik Pada temuan siklus III terjadi perubahan yang sangat signifikan dimana terdapat hasil evaluasi yang nilai rata-rata peserta didik 89,97 (analisis soal siklus III terlampir). dan nilai terendah 80. serta tidak ada lagi peserta didik yang memperoleh nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM= 80), hal ini menunjukkan bahwa penelitian sudah dapat dikatakan berhasil secara maksimal pada siklus III dengan ketuntasan 100 % ,.
V. KESIMPULAN Penelitian Tindakan Kelas tentang Penggunaan metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik telah dilaksanakan dalam 3 siklus kegiatan dapat penulis simpulkan sebagai berikut: Hasil Belajar peserta didik kelas X. Excellent pada siklus 1 mengalami peningkatan yang dibuktikan dengan perolehan nilai atau hasil tes peserta didik yang semakin menunjukkan kemajuan.Peserta didik yang berhasil mencapai nilai KKM sebesar 20 % dibanding sebelum tindakan dengan perolehan nilai rata-rata 65,07. Hasil Belajar peserta didik kelas X Excellent SMA Negeri 1 Pitumpanua Kabupaten Wajo pada siklus II mengalami peningkatan dari hasil belajar pada siklus I yang dibuktikan dengan perolehan nilai atau hasil tes yang diperoleh pesrta didik yang berhasil mencapai KKM meningkat menjadi 21 orang atau 70,0 %, atau terdapat peningkatan sebesar 50 % dari siklus sebelumnya (siklus I). Hasil belajar peserta didik kelas X.Excellent SMA Negeri 1 Pitumpanua Kabupaten Wajo pada siklus III mengalami peningkatan yang sangat signifikan yakni semua peserta didik mencapai nilai KKM 100 % dengan nilai rata-rata 89,97. Ketuntasan Belajar secara Klasikal pada siklus II belum mencapai kriteria ideal,namun pada siklus III ketuntasan klasikal tercapai sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw dapat meningkatkan Hasil Belajar Peserta didik kelas X.Excellent pada matapelajaran Fisika(Hukum newton) Bagi peserta didik yang akan mengikuti pembelajaran harus lebih semangat lagi dan mempersiapkan diri dengan mempelajarai materi terlebih dahulu di rumah dan memperhatikan petunjuk serta arahan yang disampaikan oleh guru tentang metode Jigsaw. Bagi rekan guru yang akan menggunakan metode Jigsaw dalam pembelajaran agar: 1. Menggunakan waktu seefektif mungkin dari setiap langkahnya 2. Membagi materi menjadi sub – sub materi sesuai dengan jumlah anggota dalam kelompok. 3. Membimbing dan mengawasi terus peserta didik saat pembelajaran. Bagi Kepala Sekolah agar memberi dukungan dengan menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh guru, baik berupa media pembelajaran, sumber belajar maupun sarana prasarana lainnya dan memberi keleluasaan bagi guru untuk mengikuti pelatihan khususnya tentang sosialisasi berbagai metode pembelajaran. PUSTAKA [1]
[2] [3]
Allyn and Bacon. 20 Thompson, M., McLaughlin,C.W.,& Smith,R.G. (1995). Merril Physical Science Teacher. Wraparound Edition, New York: Glencoe McGraw-Hill Arends, Richard I.1997. Classroom instructional and management. New York : Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-teori Belajar. Bandung :
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
176 [4] [5] [6]
[7] [8]
Erlangga. Hamalik, O. (2002). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo Ibrahim, H. Muslimin, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : University Press. Lie, Anita 2002. Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative learning di ruang-ruang kelas. Jakarta : PT. Grasindo. Lundgren, Linda. 1994. Cooperative learning in the science classroom. Glencoe McGraw-Hill Carin, A.1993. Teaching Modern Science. New York : Macmillan Publishing Company.
[9]
MacMillan/McGraw-Hill. Mawani Sri, Rahmiati. (2011). Modul FISIKA. Jakarta: PLPG Rayon 137 Universitas Muhammadiyah [10] Prof.DR.Hamka Muhammad, N. (1996). Pembelajaran Cooperativedalam Kelas IPA. Surabaya: IKIP. Statistik untuk Penelitian. Bandung: [11] Permadi. Ruseeffendi, E.T. (1988). Pengajaran Modern untuk Orang tua Murid, Guru, dan SPG. Edisi Kelima. Bandung : [12] Tarsito. Slavin, Robert E. 2000. Educational psychology : Theory and practice. Sixth Edition. Boston
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017