TEKNIK PENGHILANGAN GAS KARBON DIOKSIDA DAN PENANGANAN LIMBAH KARBON DIOKSIDA DI LAPANGAN GAS Irsyaduzzaqi* Tutuka Ariadji** Abstract Along with the production of natural gas to the surface, impurity components or so-called associated gas are also produced. The production of associated gas is something that is not desirable, because of the negative effects it has on surface facilities and also decreases the quality of the produced natural gas. Therefore many methods are developed to reduce and maintain the amount associated gas produced on production. This study will discuss on how to eliminate the associated gas primarily carbon dioxide (CO2). There are different kinds of CO2 handling techniques, the selection process based on flow rate and CO2 concentration on natural gas1. This study discusses on ways of handling produced associated gas by combining absorption techniques using MDEA with the hollow fiber membrane module. By using the absorption technique we are then able to determine the correlation between the flow rate of MDEA with the flow rate of CO2.
Key words: carbon dioxide, absorption technique, MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine), membrane technique
Sari Seiring dengan diproduksikannya gas alam ke permukaan, komponen pengotor atau yang biasa disebut gas ikutan pun turut terproduksikan. Turut terproduksinya gas ikutan ini merupakan sesuatu yang tidak diinginkan, karena gas ikutan tersebut akan memberikan efek buruk bagi peralatan maupun pada kualitas gas yang diproduksikan. Oleh karenanya, berbagai macam cara dilakukan untuk menghilangkan gas ikutan tersebut dari gas alam. Studi kali ini akan membahas bagaimana cara menghilangkan gas ikutan yang berupa gas karbon dioksida (CO2). Ada berbagai macam teknik penanganan CO2, proses pemilihannya berdasarkan pada laju alir dan konsentrasi CO2 pada gas alam1. Studi kali ini membahas teknik penangan dengan cara kombinasi antara teknik absorpsi menggunakan MDEA dengan teknik membrane dengan modul hollow fiber. Dengan menggunakan teknik absorpsi, ditentukan hubungan antara laju alir MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine) dengan laju alir CO2. Kata kunci : karbon dioksida, teknik absorpsi, MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine), teknik membran
*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung **)Dosen Pembimbing, Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung
1
Irsyaduzzaqi – 12206058
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 3. Gas alam yang diproduksikan dari suatu reservoir gas mengandung berbagai macam komponen hidrokarbon dan komponen non-hidrokarbon. Komponen non-hidrokarbon atau bisa disebut komponen gas ikutan dari gas alam seperti karbon dioksida (CO2) dan hidrogen sulfida (H2S) harus dihilangkan dengan cara menurunkan konsentrasinya agar dapat diterima oleh pihak pembeli gas. Spesifikasi produk jual gas yang berlaku yakni < 4 ppm-mol H2S dan 5%-mol CO2. Komponen gas ikutan ini dikenal dengan istilah gas asam atau acid gas. Gas alam yang masih mengandung H2S, CO2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan gas alam yang sudah dihilangkan kandungan asamnya disebut sweet gas. Proses penghilangan komponen – komponen asam dari gas alam disebut proses gas sweetening. Baik H2S maupun CO2 merupakan senyawa yang tidak diinginkan berada di dalam gas alam. Hal tersebut disebabkan karena komponen gas asam tersebut bersifat korosif, dapat menurunkan kandungan panas sehingga menurunkan harga jual gas dan berdampak buruk bagi lingkungan. Sehingga, perlu pengolahan gas lebih lanjut untuk memenuhi spesifikasi produk jual gas. Dalam studi kali ini, proses gas sweetening yang digunakan adalah proses absorpsi kimiawi dengan menggunakan larutan MDEA (Methyl Di-Ethanol Amine) sebagai absorbannya yang dikombinasikan dengan teknik membrane yang menggunakan modul hollow fiber. Setelah melakukan proses gas sweetening, hal yang tidak bisa kita lupakan adalah, bagaimana proses penanganan limbah dari hasil proses gas sweetening, dalam kasus ini limbah tersebut berbentuk CO2. Beberapa metode telah dilakukan di lapangan untuk mengatasi masalah pembuangan limbah CO2. Namun, studi kali ini hanya akan membahas dua metode diantaranya, yaitu metode Carbon Capture and Storage dan metode Forestry. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dari studi ini adalah : 1. Memahami teknik penanganan CO2 yang direkomendasikan1 yang tertera pada Gambar-1. 2. Memahami pengaruh perubahan jumlah CO2 terhadap perubahan jumlah MDEA yang diperlukan, agar konsentrasi CO2 pada akhir
2
4.
proses gas sweetening sesuai dengan spesifikasi produk jual gas. Memahami efisiensi penggunaan absorber dengan solvent MDEA dan penggunaan membran dengan modul hollow fiber. Memahami metode pembuangan dan pemanfaatan limbah CO2 yang dihasilkan dari proses gas sweetening.
II. TEORI DASAR Pada saat ini ada lebih dari 30 jenis proses gas sweetening4. Namun, pada studi ini hanya dua proses yang digunakan, yaitu proses yang menggunakan teknik absorpsi dan proses yang menggunakan teknik membran. Metode pembuangan dan pemanfaatan limbah CO2 yang akan dibahas pada studi kali ini juga hanya dua metode, yaitu metode Carbon Capture and Storage dan metode Forestry. 2.1 Teknik Absorpsi Teknik absorpsi adalah proses penghilangan gas ikutan yang dapat memurnikan gas dengan tingkat kemurnian mencapai 94 – 99%. Solvent atau pelarut kimia atau fisika digunakan untuk menangkap kandungan gas ikutan di dalam aliran gas. Oleh karena itu, diperlukan sejumlah energi untuk melucuti gas ikutan dan meregenerasi solvent. Pemilihan solvent merupakan optimasi antara kapasitas absorpsi dengan energi yang dibutuhkan untuk regenerasi. Dan pada penelitian ini solvent yang digunakan adalah MDEA. Pelarut MDEA sering digunakan untuk menyingkirkan CO2, H2S, COS, dan RSH dari gas sintetik, gas alam atau gas lainnya, dengan rasio CO2 terhadap H2S yang sangat besar. Produk dari proses ini adalah gas dengan kandungan gas inert yang sangat kecil (memisahkan H2S sampai kurang dari 4 ppmv dan konsentrasi CO2 sampai 2%). Proses ini dapat menghasilkan food-grade CO2 dengan kemurnian CO2 minimal 99.9 %-v dan maksimal H2S 1 ppm v/v. Reaksi H2S dengan MDEA melibatkan perpindahan proton seperti yang terjadi pada amina lainnya. Reaksi kimia H2S dengan MDEA adalah sebagai berikut: H2S + R2NCH3 R2NCH4 + + HS- (1) Karena MDEA merupakan amina tersier dan tidak memiliki atom hidrogen, maka reaksi CO2 hanya
Irsyaduzzaqi – 12206058
dapat terjadi setelah terbentuknya ion bikarbonat. Reaksi kimia CO2 dengan air adalah sebagai berikut: CO2 + H2O HCO3-+ H+
(2)
Reaksi pembentukan bikarbonat berjalan lambat. Bikarbonat merupakan bagian dari reaksi gas asam dengan amina untuk menghasilkan reaksi CO2 keseluruhan. H2O + CO2 + R2NCH3 R2NCH4 + + HCO3-
(3)
Informasi detil mengenail MDEA dapat dilihat pada Tabel-1. 2.2 Teknik Membran Teknologi membran relatif baru digunakan dalam industri gas alam untuk menghilangkan gas CO2, sejak diketemukannya polimer sebagai bahan dasar pembuatan membran sekitar dua puluh lima tahun yang lalu. Prinsip pemisahan antar senyawa didalam gas dengan membran tidak sama prosesnya dengan teknologi penyaringan yang berupa lubang atau poripori yang ditentukan oleh ukuran (size) molekul, dimana molekul yang besar tidak dapat lolos dalam saringan dan akan tertinggal. Sedangkan, pada proses membran adalah berdasarkan kelarutan secara selektif dari senyawa gas pada bahan membran kemudian merembes atau meresap menyebar (difusi) sepanjang bahan membran dan keluar mengalir sebagai rembesan (permeat). Produktifitas membran dan daya meresap dari suatu senyawa dipengaruhi oleh faktor dari perbedaan tekanan parsial pada bahan baku gas, temperatur dan konsentrasi senyawa dalam bahan baku gas, jenis bahan (material) membran, ketebalan membran, permukaan (morphology) membran. Oleh karena itu, pemilihan membran sebaiknya disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas awal dari bahan baku gasnya serta kualitas produk gas yang diharapkan, agar tidak salah dalam memilih membran yang akan digunakan. Pada proses membran feed gas yang bertekanan dimasukkan ke dalam unit yang berisi membran, karena adanya perbedaan tekanan dari dua sisi membran dan sifat kelarutannya, maka CO2 akan melarut dan meresap melewati membran dan mengalir keluar (permeate) dengan tekanan lebih rendah terpisah dari hydrocarbon yang bertekanan lebih tinggi. Gas yang memiliki permeabilitas tinggi adalah CO2, H2, He, H2S, uap air dan gas yang lebih lambat/rendah adalah CO, N2, CH4 (metan), C2H6. Ketidakberhasilan dalam proses teknologi membran, dapat disebabkan karena tidak cermatnya dalam pemilihan jenis membran itu sendiri terhadap feed
3
gas yang akan diproses, karena setiap lapangan gas memiliki karakteristik gasnya masing-masing. Studi kali ini menggunakan teknik membran menggunakan modul hollow fiber. Hollow fiber dapat diartikan sebagai membran kapiler yang terdiri dari bagian tube dan shell, persis seperti heat exchanger. Pada membran kontaktor, absorben mengalir didalam tube sedangkan aliran gas akan mengalir di bagian shell atau bisa juga sebaliknya. Gambar-2 menunjukan bentuk dari membrane hollow fiber. Jenis membran yang digunakan bisa berupa membran porous maupun membran non-porous. Pada membran non-porous, membran berfungsi sebagai batas antara fasa gas dan fasa cairan. Sedangkan pada membran porous, terjadi proses selektif dan perpindahan partikel yang terkontrol dari fasa gas ke fasa cairan. Akan tetapi, membran porous menyebabkan transfer perpindahan massa dari gas ke cairan menjadi kecil akibat tahanan dari membran. Sehingga, membran porous lebih disukai pada aplikasi membran kontaktor. Seperti yang dijelaskan di atas, pada membran kontaktor terjadi kontak non-dispersif, yang artinya tidak terjadi kontak secara langsung antara absorben dan gas. Permukaan (interface) fluida/fluida terbentuk pada mulut pori membran, dan perpindahan massa akan terjadi melalui difusi pada permukaan fluida di dalam pori membran. Berbeda dengan jenis membran reverse osmosis ataupun nanofiltrasi yang menggunakan tekanan sebagai gaya dorong karena pada membran kontaktor gaya dorong yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi. CO2 akan berpindah dari gas yang memiliki konsentrasi CO2 tinggi menuju cairan absorben yang memiliki konsentrasi CO2 rendah. Perpindahan massa suatu komponen dari fasa gas ke dalam cairan yang mengalir di dalam membran hollow fiber terdiri dari tiga tahap, yaitu difusi solute dari fasa bulk gas ke permukaan membran, difusi melalui pori membran ke permukaan cairan, dan difusi dari permukaan cairan ke fasa bulk cairan. Gambar-3 menunjukan cara kerja dari membran hollow fiber. Keunggulan dari menggunakan teknik membran diantaranya adalah: biaya investasi rendah, mudah dalam pengoperasian, mudah dalam scale-up, mudah dalam pemasangan, ramah lingkungan, dan mudah dalam pergantian membran baru.
Irsyaduzzaqi – 12206058
2.3 Metode Carbon capture and Storage (CCS) Ketika proses gas sweetening telah mencapai tahap akhir akan dihasilkan karbon dioksida (CO2) sebagai produk sampingan. Saat ini, emisi CO2 yang lepas ke atmosfer akan membentuk Gas Rumah kaca (Green House Gases/GHG). Carbon Capture and Storage atau CCS merupakan strategi penanganan limbah untuk karbon dioksida. Teknologi ini tidak mengurangi produksi CO2, namun dapat mengurangi dampak meningkatnya jumlah emisi CO2 di atmosfer. Proses CCS memiliki tiga element utama. Pertama, gas CO2 yang dihasilkan ditangkap dan ditekan dalam bentuk superkritis atau dalam bentuk subcooled liquid untuk penyimpanan didalam lapisan bumi. CO2 yang ditangkap ditransportasikan melalui pipeline atau kapal ke daerah penyimpangan dan diinjeksi kedalam lapisan aquifer dan reservoir minyak atau gas atau melalui proses industri yang secara permanen mengubah CO2 menjadi karbon inorganik menggunakan reaksi kimia atau industri menggunakan CO2 untuk memproduksi senyawa karbon atau kimia. 2.4 Metode Forestry Metode Forestery metode yang menggunakan tanaman untuk menyerap limbah CO2 yang merupakan hasil samping dari proses gas sweetening. Prinsip dari metode ini adalah menciptakan keseimbangan antara CO2 yang dibuang dengan CO2 yang dikurangi dengan cara penyerapan CO2 oleh tanaman hijau. Pemilihan jenis tanaman dengan kemampuan penyerapan CO2 yang tinggi merupakan kunci dari kesuksesan metode ini. Karena kemampuan pohon untuk menyerap karbon berbedabeda tergantung jenis pohon (Tabel-2). Umumnya pohon tropis di Indonesia mempunyai daya serap 125 s/d 250 kg karbon/tahun.
III. METODOLOGI PENELITIAN Studi kali ini menggunakan metodologi penelitian berupa simulasi menggunakan peranti lunak komersial. Data – data yang digunakan pada simulasi ini adalah data lapangan yang disempurnakan oleh data hipotetik. Data lapangan yang berupa komposisi fluida merupakan data komposisi hidrokarbon yang diperoleh dari Sumur X disajikan pada Tabel-2. Dari data komposisi fluida tersebut kita bisa menentukan teknik penanganan untuk menghilangkan CO2 dari gas alam. Setelah mengetahui teknik yang akan
4
digunakan, tahap selanjutnya adalah mendesain process flow diagram (PFD) pada surface facilities yang akan kita gunakan untuk melakukan studi sensitivitas. Desain PFD untuk surface facilities bisa dilihat pada Gambar-4. Sebagai batasan, perancangan surface facilities yang dilakukan hanya merupakan perancangan pada kondisi statis atau steady state. Simulasi surface facilities pada kondisi steady state dilakukan guna mengetahui tingkat keoptimalan produksi berdasarkan karakteristik hidrokarbon. Model ini dibentuk berdasarkan hukum kesetimbangan massa dan energi, serta dapat menghitung untuk skenario yang berbeda-beda. Pada studi kali ini model base case yang digunakan merupakan data lapangan dari Sumur X. Kemudian dari data base case tersebut dilakukan studi sensitivitas dengan merubah konsentrasi CO2 pada kondisi konsentrasi H2S yang dibiarkan stabil pada kondisi 4 ppm-mol. Konsentrasi H2S ditetapkan sebesar 4 ppm-mol karena sesuai dengan spesifikasi produk jual gas. Konsentrasi CO2 tersebut divariasikan antara 25 – 45%-mol, dengan kelipatan 0.5%-mol CO2. Pada akhir proses konsentrasi CO2 pada sweet gas ditetapkan sebesar 4.8%-mol. Dari grafik hasil sensitivitas bisa dibuat sebuah persamaan korelasi usulan untuk meramalkan laju alir MDEA yang bisa menangani laju alir CO2 pada keadaan tertentu. Setelah mendapatkan data akhir berupa banyaknya limbah CO2 yang dihasilkan pada setiap konsentrasi kita bisa menentukan proses pembuangan dan pemanfaatan yang tepat. Untuk metode CCS penentuan lokasi penginjeksian dan sarana transportasi bisa dilakukan setelah mendapatkan volume limbah CO2 yang dihasilkan. Dan untuk metode Forestry, penentuan jumlah dan jenis pohon yang akan ditanam menjadi kunci sukses dalam menyeimbangkan volume limbah CO2 yang dihasilkan dari proses gas sweetening dengan volume CO2 yang akan dikurangi dari proses penyerapan CO2 oleh pohon yang akan kita tanam.
IV. DATA PENELITIAN Data yang digunakan pada studi kali ini meliputi data komposisi dan laju alir fluida serta data tekanan dan temperature pada absorber dan membran.
Laju alir fluida = 30 MMSCFD
Irsyaduzzaqi – 12206058
Data Komposisi Fluida base case
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
H2S
13000 ppm
CO2
30 % mol
N2
0.94 % mol
Methane
63.5 % mol
Ethane
2 % mol
Studi kali ini dibagi menjadi dua jenis pemrosesan. Proses pertama adalah proses pemurnian gas alam dari gas ikutannya, atau yang biasa disebut gas sweetening. Proses kedua adalah proses pembuangan dan pemanfaatan limbah CO2 hasil dari gas sweetening tersebut.
Propane
0.6 % mol
i-Butane
0.16 % mol
n-Butane
0.18 % mol
i-Pentane
0.08 % mol
n-Pentane
0.07 % mol
n-Hexane
0.1 % mol
C7+
0.96%
H2O
0
M-Mercaptan
60 ppm
O2
0
S_Rhombic
0
5.1 Proses Gas Sweetening
Data Kondisi di Absorber T inlet sour gas
119.8
F
48.77
C
P inlet sour gas
710
psia
T inlet MDEA
127
F
52.78
C
P inlet MDEA
700
psia
T absorber
122
F
50
C
700
psia
P absorber
127.7
F
53.16
C
P out sweet gas
698.7
psia
T out rich amine
186.6
F
85.87
C
T out sweet gas
P out rich amine
710
psia
Data Kondisi di Membran P inlet
690
psia
P out sweet gas
680
psia
P out acid gas
19.7
psia
5
Proses pemilihan jenis gas sweetening yang akan digunakan pada studi kali ini berdasarkan pada Gambar-2. Baker menjelaskan bahwa pemilihan teknik penanganan CO2 bisa ditentukan berdasarkan hubungan antara laju alir dari CO2 dengan konsentrasi CO2 pada gas alam1. Berdasarkan data yang digunakan, yaitu pada laju alir gas alam sebesar 30 MMSCFD dan konsentrasi CO2 berada pada rentang 25-45%-mol, teknik penanganan yang akan digunakan adalah kombinasi dari teknik absorpsi yang menggunakan absorber berupa MDEA dan teknik membrane menggunakan modul hollow fiber. Setelah menentukan teknik penanganan yang akan digunakan, tahap selanjutnya adalah membuat process flow diagram (PFD). Dari desain PFD yang kita miliki seperti yang ditunjukan pada Gambar-4, bisa dilakukan sensitivitas antara laju alir CO2 dengan laju alir MDEA. Dari hasil sensitivitas bisa dilihat hubungan antara perubahan laju alir CO2 terhadap perubahan laju alir MDEA yang dibutuhkan untuk mereduksi CO2 yang terdapat pada sour gas. Laju alir yang dibandingkan adalah besarnya laju alir CO2 yang masuk dari bottom stage inlet di absorber dengan laju alir MDEA yang masuk dari top stage inlet di absorber pada tekanan absorber sebesar 700 psia. Gambar-3 menunjukan bahwa penambahan laju alir CO2 yang masuk ke bottom stage inlet membuat kebutuhan MDEA yang masuk dari top stage inlet pun meningkat. Hal tersebut diakibatkan meningkatnya laju alir CO2 maka dibutuhkan MDEA yang lebih banyak untuk mengikat CO2 tersebut agar konsentrasi CO2 diakhir proses gas sweetening sesuai dengan spesifikasi jual gas. Dari grafik yang dihasilkan pada Gambar-3, bisa dilihat pada beberapa titik terjadi ketidaksinambungan data yang dihasilkan dari studi kali ini, hal tersebut dikarenakan terjadinya perubahan temperature saat laju alir MDEA ditingkatkan.
Irsyaduzzaqi – 12206058
Dari hubungan antara laju alir MDEA dengan laju alir CO2, dapat dibuat suatu korelasi, yaitu : Q1 = 12100.16240312 - 1.46814820947243 (Q2) + 6.66023000636483 x 105 x (Q2)2 dimana Q1 = laju alir MDEA (10^3 bbl/d) Q2 = laju alir CO2 (mscfd) Gambar-5 memberikan gambaran mengenai hubungan pengaruh penambahan laju alir MDEA terhadap persentase pengurangan laju alir CO2 setelah melewati proses absorpsi. Hasil yang dihasilkan adalah,semakin bertambahnya laju alir dari MDEA mengakibatkan proses penghilangan CO2 pada tahap ini mengalami peningkatan. Faktor tersebut diakibatkan karena MDEA pada jumlah yang lebih banyak cenderung mengikat CO2 terlebih dahulu dibandingkan dengan gas ikutan lain. Oleh karena itu, CO2 yang direduksi pun lebih banyak, sehingga terlihat bahwa persentase pengurangan CO2 semakin tinggi walaupun jumlah CO2 yang masuk pun turut meningkat. Pengaruh membran dalam proses ini bisa dilihat pada Gambar-6. Gambar tersebut menunjukan bahwa selisih dari laju alir CO2 sebelum masuk membran dan setelah melewati membran jika dibandingkan dengan laju alir CO2 masuk kedalam membran relatif stabil. Persentase tersebut bisa ditingkatkan dengan cara memperluas area difusi dari membran yang dimiliki pada desain kali ini, secara desain hal tersebut bisa dilakukan dengan cara menambah ketebalan membran ataupun dengan penambahan luas permukaan membran tersebut. 5.2 Proses Pembuangan Limbah CO2
dan
Pemanfaatan
Studi kali ini membahas dua metode dalam proses pembuangan dan pemanfaatan limbah CO2 yang menjadi produk buangan dari proses gas sweetening. Metode pertama adalah metode Carbon Capture and Storage. Metode ini memiliki tiga element utama. Pertama, gas CO2 yang dihasilkan ditangkap dan ditekan dalam bentuk superkritis atau dalam bentuk sub-cooled liquid untuk penyimpanan didalam lapisan bumi. CO2 yang ditangkap ditransportasikan melalui pipeline atau kapal ke daerah penyimpangan dan diinjeksi kedalam lapisan aquifer dan reservoir minyak atau gas atau melalui proses industri yang secara permanen mengubah CO2 menjadi karbon inorganik menggunakan reaksi kimia atau industri menggunakan CO2 untuk memproduksi senyawa karbon atau kimia.
6
Proses pertama adalah proses penangkapan CO2. Teknologi penangkapan CO2 adalah post-combustion dan pre-combustion processes. Cara konvensional dalam post-combustion, CO2 yang dihasilkan dari gas alam ditangkap. Sedangkan cara pre-combustion digunakan pada saat hidrogen dan CO2 masih dalam kandungan gas alam. Hidrogen digunakan untuk memproduksi listrik (dengan produk sampingan berupa air) atau pada proses industri lain seperti bitumen refining. CO2 yang dihasilkan dari proses Pre & Post combustion process dapat ditangkap dan dikompres untuk dikirim ke lokasi. Teknik penangkapan ketiga adalah oxyfuel combustion. Seperti post-combustion, minyak dibakar dengan oksigen murni sehingga menghasilkan CO2 murni daripada dibakar dengan udara. Setelah CO2 ditangkap dan dikompres, CO2 dikirim ke lokasi penyimpanan melalui perpipaan atau fasilitas transportasi lain (truk, kapal, kereta). Menggunakan pipeline merupakan cara yang paling feasibel. Transportasi CO2 menggunakan kapal sama dengan transportasi LNG. Tahap akhir proses CCS adalah penyimpanan CO2. Penyimpanan ini bersifat permanen. Artinya, CO2 tidak boleh bocor atau kembali ke permukaan bumi dalam kurun waktu ratusan tahun. Agar hal ini terjadi, injeksi CO2 harus dilakukan pada kedalaman lebih dari 800 meter sehingga geological cap-rock dan segala mekanisme perangkap geochemical dapat mengatasi kembalinya gas ke permukaan. Formasi geologi dapat berupa onshore atau offshore di berbagai lokasi di dunia. Lapisan dalam aquifer, atau reservoir minyak dan gas umumnya paling cocok untuk penyimpanan CO2 dalam waktu yang lama. CO2 dapat diinjeksi kedalam kolom air agar larut atau diinjeksi melalui pipa ke permukaan bawah laut. CO2 di bawah laut akan membentuk 'danau" cairan CO2 karena densitasnya lebih berat dari pada air laut5. Pilihan penyimpanan lainnya adalah dengan memanfaatkan CO2 sebagai bagian dari upaya peningkatan produksi sumber energi fosil. Gambar-7 menunjukan berbagai macam cara penyimpanan CO2 yang bisa berguna untuk peningkatan produksi minyak, gas, dan Coal Bed Methane. Metode kedua dalam proses pembuangan dan pemanfaatan limbah CO2 adalah metode Forestry. Penanaman tumbuhan menjadi solusi alternatif bagi proses ini jika lahan yang dimiliki sangat luas, karena biaya untuk penanaman pohon relatif lebih murah jika dibandingkan dengan biaya pengendalian CO2 dengan metode lain. Namun prosesnya harus dimulai dalam waktu yang cukup lama, yaitu saat mulai membuka lapangan baru maka kita harus menyiapkan
Irsyaduzzaqi – 12206058
lahan khusus untuk penanaman pohon tersebut dengan mempertimbangkan berapa besar limbah CO2 yang dihasilkan dengan membandingkannya dengan jumlah pohon yang harus ditanam dengan kemampuan penyerapan yang maksimum untuk menyerap CO2 yang nantinya akan dilepaskan. Saat ini pohon yang sedang menjadi primadona dalam kemampuannya menyerap karbon adalah pohon Trembesi (Samanea saman). Pohon Trembesi yang ditunjukan pada Gambar-8 merupakan pohon yang dicanangkan oleh Presiden Indonesia untuk gerakan 100 juta pohon setiap tahun dimana 10 juta pohon diantaranya adalah pohon Trembesi. Pohon Trembesi menimbulkan pro dan kontra. Menurut Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Mochammad Na'im, pohon Trembesi merupakan pohon dengan evaporasi atau penguapan tinggi sehingga berpotensi mengeringkan sumber air. Sedangkan menurut dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Endes N dahlan, pohon Trembesi tumbuh di daerah yang sedikit air seperti di Gurun Pasir Peru, Brasil, dan Meksiko. Hasil penelitian menunjukkan pohon Trembesi dengan diameter tajuk 10-15 meter menunjukkan, pohon Trembesi menyerap karbon dioksida 28, 5 ton/tahun. Diketahui pula, Trembesi memiliki sistem perakaran yang mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium untuk mengikat nitrogen dari udara. Kandungan 78 % nitrogen di udara memungkinkan Trembesi bisa hidup di lahan-lahan marginal, juga lahan-lahan kritis seperti bekas tambang, bahkan mampu bertahan pada keasaman tanah yang tinggi. Selain tahan kekeringan, juga tahan terhadap genangan.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
dimana Q1 = laju alir MDEA (10^3 bbl/d) Q2 = laju alir CO2 (mscfd) Efisiensi absorpsi menggunakan MDEA akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya laju alir CO2. Efisiensi membran relatif stabil pada laju alir CO2 berapapun. Besarnya nilai efisiensi tersebut berada dikisaran 35%. Dengan menggunakan Metode CCS kita bisa memanfaatkan limbah CO2 untuk hal yang bermanfaat di dunia perminyakan. Metode Forestry akan berlangsung baik apabila pemilihan jumlah pohon sesuai dengan keadaan di lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. Studi ini juga memperkirakan jumlah pohon yang harus ditanam untuk mengatasi limbah CO2. Banyaknya jumlah pohon akan berbeda disetiap konsentrasi CO2 dan pada jenis pohon yang berbeda. Tabel-3 akan menyajikan tabel hasil perhitungan jumlah pohon yang harus ditanam pada contoh kasus konsentrasi CO2 pada gas alam sebesar 45%, 35%, dan 25%. Kemudian jenis pohon yang ditanam adalah pohon Trembesi, pohon Jati, dan pohon Angsana. Hasilnya terbukti bahwa pohon dengan nilai penyerapan tinggi akan membutuhkan jumlah pohon yang harus ditanam untuk menangani jumlah limbah CO2 yang jumlahnya sama.
berkisar antara 25 – 45%-mol adalah teknik absorpsi yang dikombinasikan dengan teknik membran. Hubungan antara laju alir MDEA dengan laju alir CO2 berbanding lurus, dimana semakin tinggi laju alir CO2 maka laju alir MDEA yang dibutuhkan pun semakin banyak. Persamaan korelasi usulan untuk meramalkan laju alir MDEA yang dibutuhkan untuk mengurangi laju alir CO2 pada Lapangan X adalah sebagai berikut : Q1 = 12100.16240312 - 1.46814820947243 (Q2) + 6.66023000636483 x 105 x (Q2)2
3.
4. 5. 6.
Baker, W. Richard and Kaaeid Lokhandwala., 2008. Natural Gas Processing with Membranes : An Overview. Membrane Technology and Research, Inc., : California. Kunal, Mehta: “Impact of Changing MDEA Parameters on Absorption of H2S and CO2 and its Implication”, SPE 129101, Presented at the SPE Oil and Gas India Conference and Exhibition held in Mumbai, India, 20-22 January 2010 Sudarwoto, Rinaldi: Kajian Terpadu Kinerja Reservoir, Perancangan Fasilitas Permukaan, dan Keekonomian Lapangan Gas X yang Memproduksikan Gas Ikutan CO2 dan H2S, Tesis, 2009 Buku dari mas adji www.wikipedia.com www.kompas.com
VI. KESIMPULAN 1.
7
Teknik penanggulangan CO2 yang cocok pada laju alir 30 MMSCFD dan konsentrsi CO2
Irsyaduzzaqi – 12206058
LAMPIRAN
Aplikasi
Tabel 1. Sistem MDEA Informasi Detil Pelarut MDEA sering digunakan untuk menyingkirkan CO2, H2S, COS, dan RSH dari gas sintetik, gas alam atau gas lainnya, dengan rasio CO2 terhadap H2S yang sangat besar.
Produk
Produk dari proses ini adalah gas dengan kandungan gas inert yang sangat kecil (memisahkan H2S sampai kurang dari 4 ppmv dan konsentrasi CO2 sampai 2%). Proses ini dapat menghasilkan food-grade CO2 dengan kemurnian CO2 minimal 99.9 %-v dan maksimal H2S 1 ppm v/v.
Ilmu Kimia Proses
Reaksi H2S dengan MDEA melibatkan perpindahan proton seperti yang terjadi pada amina lainnya. Reaksi kimia H2S dengan MDEA adalah sebagai berikut: H2S + R2NCH3 R2NCH4 + + HS- (1) Karena MDEA merupakan amina tersier dan tidak memiliki atom hidrogen, maka reaksi CO2 hanya dapat terjadi setelah terbentuknya ion bikarbonat. Reaksi kimia CO2 dengan air adalah sebagai berikut: CO2 + H2O HCO3-+ H+ (2) Reaksi pembentukan bikarbonat berjalan lambat. Bikarbonat merupakan bagian dari reaksi gas asam dengan amina untuk menghasilkan reaksi CO2 keseluruhan. H2O + CO2 + R2NCH3 R2NCH4 + +HCO3- (3)
Akselerator
Laju absorpsi CO2 oleh MDEA dapat meningkat secara signifikan dengan menambahkan amina primer atau sekunder pada konsentrasi yang kecil sebagai sebuah aktivator. Akselator umum yang digunakan adalah DEDA (Di-Ethylene-Di-Amine) atau piperazin, senyawa diamine yang berbentuk cincin. Reaksi akselerasi proses MDEA menggunakan piperazin adalah sebagai berikut: veryfast fast CO2 + Acc AccCOO-H+ + MDEA AccCOO- + MDEAH+ (4) fast AccCOO- + H2O Acc + HCO3(5) Akselerator hanya berpengaruh sebagian pada beban yang lebih besar. Reaksi yang sangat cepat pada beban yang rendah di bagian atas kolom dapat lebih membagi untuk reaksi yang lebih lambat pada bagian bawah kolom dengan beban yang besar. Akselerator dapat mengurangi kebutuhan jumlah tahap kesetimbangan pada beban pelarut yang sama. Selain DEDA, akselerator lain yang digunakan adalah MEA, MMEA, dan sebagainya. Dari hasil simulasi, akselerator MEA adalah yang terbaik dan dapat mengurangi jumlah tray sampai dua kalinya. Kinerja MMEA dan DGA relatif baik, sedangkan kinerja AMP tidak berpengaruh pada kebutuhan kolom. Akselerator dibutuhkan dalam jumlah yang kecil. Penambahan 1 %-mol MEA ke dalam larutan MDEA dapat mengurangi kebutuhan tray dari 40 sampai 29 tray, sedangkan 2.5 %-mol MEA dapat mengurangi kebutuhan tray dari 40 sampai 25 tray. Proses akselerasi hanya dapat tercapai pada tekanan parsial CO2 sekitar 4-5 bar. Temperatur hanya akan berpengaruh pada tray dimana reaksi kimia dan absorpsi terjadi. Peningkatan temperatur terjadi karena adanya entalpi dari reaksi eksotermik dan endotermik.
8
Irsyaduzzaqi – 12206058
Penambahan sejumlah kecil akselerator dapat berpengaruh besar pada peningkatan transfer massa akibat reaksi kimia. Faktor peningkatan ini didefinisikan sebagai perbandingan antara molar fluks dengan reaksi kimia dan molar fluks tanpa reaksi kimia (hanya difusi). Pada bagian bawah kolom, faktor peningkatan sama untuk semua kasus (keseluruhan jumlah akselerator yang bereaksi). Pada bagian atas kolom, hanya sejumlah kecil CO2 yang terpisahkan. Deskripsi Proses
Rich amine yang keluar dari absorber diregenerasi secara flash dan/atau strip melalui satu atau lebih tahap regenerasi. Lean amine dari bagian bawah kolom stripper dipompakan melalui amine-amine heat exchanger dan water/air-cooled exchanger, sebelum dimasukkan ke bagian atas kontaktor. Amine dan sour gas di dalam kontaktor bergerak secara berlawanan arah. Sebagian gas asam akan di keluarkan dari rich amine pada tray bagian atas stripper. Rich amine mengalir berlawanan arah dengan vapor (kukus) di dalam stripper. Kukus ini mengambil gas asam yang terdapat di dalam rich amine dan kemudian keluar dari bagian atas stripper dan masuk ke dalam kondensor, dimana sebagian kukus terkondensasi. Gas asam dipisahkan di dalam separator dan kemudian dikirimkan ke bagian flare atau proses selanjutnya. Kukus yang terkondensasi dimasukkan kembali ke bagian atas stripper sebagai refluks.
Peralatan
Peralatan utama yang digunakan dalam proses ini adalah: - kontaktor - kolom stripper - associated piping - penukar panas - peralatan pemisahan
Kondisi Operasi
Kapasitas gas umpan : 3,000 - 810,000 Nm3/hr (2.7 MMscfd-725.6 MMscfd) Temperatur Absorber : 30°C to 90°C, Tekanan absorber : Tekanan atmosfer sampai 120 bar Komposisi gas umpan: 0.5 - 25 vol.% CO2 and 0 to 15 vol.% H2S
Rumus Struktur dari Pelarut
HO
H2 C
H2 C N
HO Rumus Struktur dari Akselerator
H2 C
CH3
CH2
1. (DEDA) HN NH
1,4-Diazacyclohexane 2. Monomethylethanolamine (MMEA)
9
Irsyaduzzaqi – 12206058
Sifat-Sifat Fisik dari MDEA
Formula Molecular Wt
119.16
Titik didih @ 760 mm Hg, °C
247
Titik beku, °C
-23
Massa jenis, kg/m3
1040
Densitas relatif 20°C/20°C
1.0418
Kalor jenis @ 15.6°C, kJ/(kg · °C)
2.24
Panas laten penguapan, kJ/kg
476
Konduktivitas panas W/(m · °C) @ 20°C
0.275
Viscositas, mPa ·
1.3 x 10-6 m2/s @ 10°C, 0.68 10-6 m2/s @ 38°C 0.28 x 10-6 m2/s @ 100°C
Titik api, COC, °C
Sifat-Sifat Fisik dari Akselerator
Keuntungan Dibandingkan dengan Proses Alkanolamina yang lain
10
129.4
Accelerator : Piperazine Anhydrous (PIP-A) Sinonim : 1,4-Diazacyclohexane, Diethylenediamine (DEDA) Hexahydropyrazine M.F. : C4H10N2 M.W. : 86.1 Struktur kimia CH2-CH2HN NH CH2-CH2 Properti Fisik : Titik lebur oC : 108 - 112 Ttitik didih oC : 146 - 148 Titik api oC : 66 ( PMCC ) Densitas saat 20 oC : 1.11 g / cc Densitas saat 120 oC : 0.88 g / cc Kelarutan : larut dalam air , Methanol dan Ethanol. Sedikit larut dalam Diethylether. Terdapat beberapa keuntungan penggunaan MDEA sebagai pelarut dalam proses alkanolamine dibandingkan pelarut alkanolamine yang lain (MEA dan DEA), di antaranya: - MDEA dapat digunakan dalam konsentrasi hingga 60%-massa dalam larutan air tanpa kehilangan akibat evaporasi yang berarti karena MDEA mempunyai tekanan uap yang rendah - Laju alir larutan dapat dikurangi karena memiliki loading terhadap gas asam yang lebih tinggi - Karena konsentrasi larutan MDEA lebih tinggi daripada MEA, maka larutan ini dapat digunakan pada unit regenerasi amine yang lebih kecil - Konsentrasi H2S yang lebih tinggi dalam gas asam menghasilkan pengurangan permasalahan dalam unit sulfur recovery, dengan demikian menurunkan investasi untuk pabrik sulfur dan memperbaiki operabilitas pabrik sulfur - Karena MDEA tidak membentuk produk degradasi yang tidak dapat diregenerasi dalam jumlah yang signifikan, reclaimer tidak diperlukan - Co-absorpsi hidrokarbon sangat rendah - Tidak korosif (peralatan yang bermaterial utama carbon steel dapat digunakan) - Kecenderungan foaming rendah - Pelarut ini tidak beracun dan biodegradable.
Irsyaduzzaqi – 12206058
Ekonomi
Proses ini memiliki efisiensi energi yang tinggi karena pelarut dapat menangani peningkatan beban gas asam; hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan laju sirkulasi yang kecil dan mengurangi konsumsi energi, atau dengan mengurangi ukuran peralatan. Konsumsi energi listrik untuk penyingkiran CO2 dari gas amonia sintetik : 1 kWh/kmol CO2 dan 32 MJ/kmol CO2. Konsumsi energi panas untuk pengolahan gas alam: 15–20 MJ/kmol CO2 dan H2S yang tersingkirkan (flash regeneration).
Perbaikan-perbaikan
Pertimbangan Utama
Untuk meningkatkan selektivitas MDEA terhadap H2S dapat dilakukan dengan menurunkan temperatur absorber sehingga akan mengurangi absorpsi CO2 dan meningkatkan absorpsi H2S. -
-
Permasalahan
Akselerator proses MDEA tidak selalu lebih efisien ketika temperatur gas umpan rendah dan jumlah CO2 yang harus dipisahkan kecil. Hal ini dikarenakan akselerator membutuhkan temperatur yang lebih tinggi agar lebih efektif bila dibandingkan dengan akselerasi oleh physical solvent, Sulfolane dalam Sulfinol-D MDEA dapat terdegradasi menjadi beberapa produk yang dapat menyebabkan korosi dan pembusaan, yaitu : ethylene glycol EG hydroxymethyl piperzine HMP diethanolamine DEA triethanolamine TEA bis hydroxyethyl piperzine BHEP
Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi pada proses ini antara lain : 1. Pembusaan (foaming) pada kontaktor, dapat dikarekan : - Terbawanya hidrokarbon cair ke dalam kontaktor - Terdapatnya partikel padatan dalam Lean solution - Lean solution mengandung produk degradasi 2. Pembusaan (foaming) di dalam stripper, dapat dikarenakan oleh peningkatan level pada refluks akumulator. 3. Kandungan gas asam yang tinggi dalam treated gas, dapat dikarenakan : - Pembusaan di dalam kontaktor - Laju sirkulasi amine yang rendah - Tingginya kandungan gas asam sisa di dalam lean amine - Konsentrasi amine yang rendah di dalam larutan lean amine akibat laju make up air yang besar 4. Tingginya input panas ke dalam reboiler stripper, dapat dikarenakan : - Reboiler dilapisi oleh dengan endapan atau produk korosi - Level lean amine di bawah tubing di dalam reboiler
Instalasi
Lebih dari 200 pabrik yang sedang beroperasi dan lebih dari 30 unit yang sedang dalam perencanaan, untuk mengolah gas sintesis, gas alam, dan aliran hidrogen.
Lisensi
BASF AG
11
Irsyaduzzaqi – 12206058
Tabel 2. Daftar Pohon dan Potensi Daya Serap Karbon Dioksida No
12
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Daya serap CO2 (kg/pohon/tahun)
1
Trembesi
Samanea saman
28.488,39
2
Cassia
Cassia sp.
5.295,47
3
Kenanga
Canagium odoratum
756,59
4
Pingku
Dysoxylum excelsum
720,49
5
Beringin
Ficus benyamina
535,90
6
Kirai payung
Fellicum decipiens
404,83
7
Matoa
Pometia pinnata
329,76
8
Mahoni
Swettiana mahagoni
295,73
9
Saga
Adenanthera pavoniana
221,18
10
Bungur
Lagerstroemia speciosa
160,14
11
Jati
Tectona grandis
135,27
12
Nangka
Arthocarpus heterophyllus
126,51
13
Johar
Cassia grandis
116,25
14
Sirsak
Annona muricata
75,29
15
Puspa
Schima wallichi
63,31
16
Akasia
Acacia aunculiformis
48,68
17
Flaboyan
Delonix regia
42,20
18
Sawo keok
Manilkara kauki
36,19
19
Tanjung
Mimusops elengi
34,29
20
Bunga merak
Caesalpinia pulcherrina
30,95
21
Sempur
Dilenia retusa
24,24
22
Khaya
Khaya anthotheca
21,90
23
Merbau pantai
Intsia bijuga
19,25
24
Akasia
Acacia mangium
15,19
25
Angsana
Pterocarpus indicus
11,12
26
Asam kranji
Pithecelobirum dulce
8,48
Irsyaduzzaqi – 12206058
27
Saputangan
Manitoa grandiflora
8,26
28
Dadap merah
Erythrina cristagalli
4,55
29
Rambutan
Npehelium lappaceum
2,19
30
Asam
Tamarindus indica
1,49
31
Kempas
Coompasia excelsa
0,2
Tabel 3. Banyaknya jumlah pohon yang harus ditanam pada contoh kasus tertentu Konsentrasi CO2 (%-mol)
Limbah CO2 (kg/h)
0,45
27815,01245
0,35
Jenis Pohon trembesi
Daya serap CO2 (kg/pohon/tahun)
Banyaknya Pohon yang Harus Ditanam
28.488,39
8553
20933,84028
28.488,39
6438
0,25
14779,72548
28.488,39
4545
0,45
27815,01245
135,27
1801283
0,35
20933,84028
135,27
1355663
0,25
14779,72548
135,27
957126
0,45
27815,01245
11,12
21911827
0,35
20933,84028
11,12
16491047
0,25
14779,72548
11,12
11643022
jati
angsana
Gambar 1. . Grafik hubungan konsentrasi CO2, laju alir gas dan teknik penanganan yang direkomendasikan (Baker. 2008)
13
Irsyaduzzaqi – 12206058
Gambar 2. Membran Hollow Fiber
Gambar 3. Kontak Non-Dispersif pada Membran Kontaktor
Gambar 4. Process Flow Diagram Acid Gas Removal Unit
14
Irsyaduzzaqi – 12206058
16000 Laju Alir MDEA (BBL/D)
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000 26000 Laju Alir CO2 (MSCFD) Gambar 5. Grafik hubungan antara laju alir MDEA dengan laju alir CO2
Persentase pengurangan CO2 di absorber (%)
94 92 90 88 86 84 82 80 78 76 0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
Laju Alir MDEA (kg/h) Gambar 6. Grafik hubungan antara efisiensi absorber dengan laju alir MDEA
15
Irsyaduzzaqi – 12206058
Gambar 7. Berbagai pilihan untuk proses penyimpanan CO2
Gambar 8. Pohon Trembesi
16
Irsyaduzzaqi – 12206058