TUTORIAL OBGYN 1 OLEH MASDELINA H / 210210156 1. PROSES FERTILISASI FERTILISASI Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani/sperma dengan sel telur di tuba falopii. Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/coitus), dengan ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, akan dilepaskan cairan mani yang berisi sel–sel sperma ke dalam saluran reproduksi wanita. Jika sanggama terjadi dalam sekitar masa ovulasi (disebut ”masa subur” wanita), maka ada kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi wanita akan bertemu dengan sel telur wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi. PROSES FERTILISASI Proses pembuahan ini terjadi di bagian saluran Fallopii yang paling lebar. Sebelum terjadi poses pembuahan, terjadi beberapa proses sebagai berikut.Ovum yang telah masuk akan keluar dari ovarium. Proses tersebut dinamakan ovulasi. Ovum yang telah masak tersebutakan masuk ke saluran Fallopii. Jutaan sperma harus berjalan dari vagina menuju uterus dan masuk ke saluran Fallopii. Dalam perjalanan itu, kebanyakan sperma dihancurkan oleh mukus (lendir) asa di dalam uterus dan saluran Fallopii. Di antara beberapa sel sperma yang bertahan hidup, hanya satu yang masuk menembus membran ovum. Setelah terjadi pembuahan, membran ovum segera mengeras untuk mencegah sel sperma lain masuk. 2. DIAGNOSA KEHAMILAN TANDA & GEJALA KEHAMILAN diklasifikasi menjadi 3 kelompok yaitu bukti-bukti presumtif, tanda-tanda kemungkinan, dan tanda-tanda positif kehamilan. Bukti presumtif kehamilan umumnya didasarkan pada gejal-gejala subyektif berupa : Yang termasuk tanda presumtif adalah : 1.
Terhentinya menstruasi atau amenora
2.
Perubahan pada payudara
3.
Perubahan warna mukosa vagina
4.
Meningkatnya pigmentasi kulit dan timbulnya striae abdomen
Bukti Kemungkinan Kehamilan ,mencakup : 1.
Pembesaran abdomen
2.
Perubahan bentuk, ukuran, dan konsistensi uterus
3.
Perubahan anatomis pada serviks
Tanda positif kehamilan, 3 tanda : 1.
Identifikasi kerja jantung janin yang terpisah dan tersendiri dari kerja jantung wanita hamil.
2.
Persepsi gerakan janin aktif oleh pemeriksa
3.
Pengenalan mudigah dan janin setiap saat selama kehamilan dengan teknik sonografik atau pengenalan janin yang lebih tua secara radiografis pada paruh kedua kehamilan.
3. MENENTUKAN USIA KEHAMILAN Wanita sering lupa hari pertama haid terakhimya atau terjadi kehamilan yang menumbung (belum dapat haid sudah hamil lagi). Hal ini tentu akan menyulitkan dokter untuk menghitung usia kehamilannya. Untuk itu, ada beberapa cara dalam menentukan usia kehamilan.
Detak jantung janin dapat didengar lewat stetoskop khusus atau alat yang disebut dengan instrumen Doppler. Jantung janin dapat dideteksi dengan stetoskop ketika usia kehamilan sekitar 18 - 20 minggu dan dengan instrumen Doppler pada saat usia kehamilan 12 - 14 minggu.
Pergerakan janin dapat dirasakan oleh ibu yang tengah mengandung, umumnya ketika usia kehamilan 16 - 20 minggu. Wanita yang pernah hamil sebelumnya dapat merasakan gerakan-gerakan lebih awal dibandingkan dengan yang baru pertama kali hamil.
Mendeteksi pembesaran rahim menggunakan ultrasonografi, dapat terlihat ketika usia kehamilan sekitar enam minggu. Detak jantung janin dapat terlihat ketika berusia enam minggu, meski tidak jelas. Detak itu 95% dapat terlihat jelas ketika usia kehamilannya delapan minggu.
4. PENYEBAB KELUHAN KEHAMILAN Mual dengan atau tanpa muntah ditandai oleh gang. Sist. Pencernaan. Biasanya timbul pada pagi hari tetapi hilang dalam beberpa jam disebut morning sickness, walau kadang-kadang keluhan ini menetap dlm wktu yang lebih lama dan timbul pd wktu yang berbeda. Gejala yang mengganggu ini biasanya dimulai sekitar 6 minggu setelah HPHT dan biasanya menghilang pada spontan 6-12 minggu kemudian. Penyebab kelainan ini tidak diketahui ttp tampaknya berkaitan dengan tingginya kadar bentuk – bentuk tertentu hCG dengan C perangsangan tiroid terbesar. 5. RESIKO KEHAMILAN Resiko kehamilan adalah setiap faktor yang berhubungan dengan meningkatnya kesakitan dan kematian maternal. Resiko dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu : 2 1. Resiko rendah sama dengan keadaan normal 2. Resiko sedang Adanya faktor resiko pada ibu hamil yang tidak langsung menimbulkan kematian ibu. Kriteria sedang termasuk : o TB < 145 cm o Pendidikan ibu / keluarga rendah o Tingkat sosial ekonomi rendah o Hb rendah < 8 gr % 3. Resiko tinggi Kehamilan dengan faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya keguguran, kematian janin, persalinan prematur, kelahiran dengan berat badan rendah, penyakit janin atau bayi neonatus, atau keadaan lain yang meninmbulkan rintangan dan hambatan serta erat kaitannya dengan kematian ibu atau bayi dinamakan kehamilan resiko tinggi. a. Faktor genetik Terjadinya abnormalitas kromosom, kelainan metabolisme bawaan, retardasi mental, atau setiap penyakit familial pada anggota keluarga, meningkatkan resiko yang sama pada bayi b. Faktor ibu Angka kematian neonatal yang paling rendah terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia antara 20 – 30 tahun. Baik kehamilan remaja, maupun kehamilan yang dialami oleh wanita berusia lebih dari 35 tahun, terutama primipara, mempunyai resiko yang meningkat akan terjadinya retardasi pertumbuhan dalam kandungan , gawat janin dan intra uteri. Penyakit yang diderita ibu, kehamilan kembar, terutama kembar monokrionik dan obat – obatan tertentu meningkatkan resiko pada janin. c. Faktor obstetrik
6. CARA PEMERIKSAAN UNTUK MENENTUKAN LETAK JANIN Teknik Pemeriksaan Abdomen adalah untuk menentukan letak, presentasi dan posisi janin dengan melakukan 4 menuver. Manuver Leopold I, Palpasi fundus. menentukan tinggi fundus dan mengetahui katub janin mana, sungsang atau kepala yang terletak difundus dengan melakukan palpasi daerah fundus dengan perlahan.
Manuver Leopold II, Palpasi lateral. Tangan pemeriksa dengan lembut menggeser kesamping uterus dengan palpasi cepat Manuver Leopold III, manuver pelvik. Pemeriksa berbalik arah menghadap ke kaki pasien dan menggeser tangan nya dengan lembut pada bagian bawah uterus, dan menekan kedua sisinya Manuver Leopold IV, manuver pawlik. Manuver ini tidak selalu diperlukan dan harus diperiksa dengan lembut. 7. PERSALINAN NORMAL Persalinan (partus) adalah peristiwa keluarnya janin dari uterus. Persalinan terdiri dari dua peristiwa utama yaitu proses persalinan-kala I (labor) dan proses kelahiran-kala II (delivery). 3
Proses persalinan (labor) : proses dilatasi dan pendataran servik yang progresif akibat adanya kontraksi uterus yang berulang serta proses meneran untuk mengawali ekspulsi produk konsepsi.
Proses kelahiran (delivery) : ekspulsi janin dan plasenta.
Persalinan dan kelahiran adalah peristiwa kompleks yang melibatkan prostaglandin, cytokine dan hormon seksual steroid. Jenis persalinan didasarkan pada usia kehamilan sehingga dikenal adanya persalinan preterm yang terjadi pada kehamilan < style="font-weight: bold;">persalinan aterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan > 37 minggu. Menurut Friedman 1967, Persalinan kala I terdiri dari 2 fase :
Fase LATEN (dilatasi 0 – 3 cm)
Fase AKTIF (dilatasi 3 – 10 cm)
4
Fase aktif :
Fase akselerasi
Fase dilatasi maksimal
Fase deselerasi
Pada fase aktif, kecepatan dilatasi servik pada nulipara ± 1.2 cm dan pada multipara ± 1.5 cm. Lama kala I persalinan pada nulipara 8 jam dan pada multipara 5 jam. Evaluasi kemajuan persalinan Persalinan Kala I dinilai melalui kecepatan perubahan pendataran dan dilatasi servik serta desensus bagian terendah janin. Frekuensi dan durasi kontraksi uterus bukan tanda-tanda utuk menilai kemajuan proses persalinan pada kala I. Persalinan kala II dimulai saat pembukaan lengkap. Kemajuan persalinan kala II dinilai dari desensus - fleksi dan putar paksi dalam bagian terendah janin. PENATALAKSANAAN PERSALINAN NORMAL Faktor yang perlu dinilai dan dicatat dalam persalinan : 1.
Waktu terjadinya kontraksi uterus pertama kali, frekuensi kontraksi uterus, keadaan selaput ketuban, riwayat perdarahan atau gangguan pada gerakan janin.
2.
Riwayat alergi, medikasi, saat makan terakhir.
3.
Tanda vital ibu, protein urine dan glukosa serta pola kontraksi uterus.
4.
Detik jantung janin, presentasi dan tafsiran berat badan janin.
5.
Keadaan selaput ketuban, dilatasi & pendataran servik dan derajat penurunan bagian terendah janin melalui pemeriksaan dalam (vaginal toucher) kecuali bila terdapat kontraindikasi melakukan VT (perdarahan antepartum).
Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium :
Hematokrit dan hemoglobin.
Faal pembekuan darah (waktu pembekuan dan waktu perdarahan).
Golongan darah.
PERSALINAN KALA I
Pasien diperkenankan untuk berjalan-jalan sesuai keinginannya.
Tidak perlu puasa, dapat diberikan makan dalam bentuk cair.
Bila perlu dapat diberikan cairan intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan kalori.
Nadi dan tekanan darah diperiksa setiap 2 – 4 jam.
Dilakukan pencatatan keseimbangan cairan (produksi urine dan cairan intravena atau peroral).
Dapat dipertimbangkan pemberian analgesia bila pasien memerlukan oleh karena merasa sangat nyeri dan tidak bisa hilangk dengan pemberian informasi mengenai jalannya persalinan.
Pemeriksaan kesehatan janin melalui pemantauan janin dengan kardiotokografi.
Pada kasus resiko rendah dengarkan DJJ tiap 30 menit (pada kasus resiko tinggi setiap 15 menit) segera setelah kontraksi uterus.
Pemantauan kontraksi uterus melalui palpasi dilakukan tiap 30 menit untUk menentukan frekuensi, durasi dan intensitas his. Pada fase aktif penilaian dilatasi dan desensus dengan VT dilakukan tiap 2 jam.
Tindakan amniotomi rutin tidak boleh dilakukan sebelum dilatasi servik lengkap. PERSALINAN KALA II
Pada awal kala II (dilatasi servik lengkap), terdapat reflek meneran dari ibu pada tiap kontraksi uterus.
Tekanan abdomen disertai dengan kontraksi uterus akan mendorong janin keluar dari jalan lahir.
Pada kala II, kemajuan persalinan ditentukan berdasarkan derajat desensus (gambar 12.2). Pada saat bagian terendah janin berada setinggi spina ischiadica maka dikatakan penurunan pada stasion 0.
Pada primigravida, umumnya kala II berlangsung selama ± 50 menit dan pada multigravida ± 20 menit.
PERSALINAN KALA III Persalinan kala III adalah periode persalinan antara lahirnya janin sampai lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Akibat masih adanya kontraksi uterus, ukuran plasenta dan “plasental site” mengecil sampai tersisa 25% → hematoma retroplasenta → terjadi separasi plasenta. Separasi plasenta umumnya terjadi 5 menit setelah anak lahir. Penatalaksanaan kala III : 1.
Penatalaksanaan klasik atau tradisional
2.
Penatalaksanaan aktif
Penatalaksanan fisiologik (ekspektatif)
Separasi plasenta dan selaput ketuban dibiarkan terjadi secara spontan. Tanda separasi plasenta : 1.
Darah segar keluar dari vagina.
2.
Talipusat didepan vulva menjadi bertambah panjang.
3.
Fundus uteri naik.
4.
Bentuk uterus menjadi bulat dan mengeras
Penatalaksanaan aktif Cara ini diyakini dapat menurunkan angka kejadian perdarahan pasca persalinan dari 4% menjadi 2%. 1.
Setelah janin lahir, disuntikkan methergin 0.5 ml i.m (atau oksitosin bila terdapat kontra-indikasi pemberian methergin)
2.
Untuk menghindari inversio uteri traksi talipusat hanya dilakukan saat ada kontraksi uterus dan dengan meletakkan tangan suprasimfisis
3.
Klem talipusat dipegang dengan tangan kanan dan talipusat diregangkan.
4.
Tangan kiri melakukan masase fundus uteri, bila sudah timbul kontraksi uterus, tangan kiri dipindahkan supra-simfisis dan kemudian dilakukan tarikan talipusat secara terkendali untuk melahirkan plasenta.
5.
Jangan melakukan tarikan pada talipusat untuk melahirkan plasenta pada saat tidak ada kontraksi uterus untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
Inspeksi Plasenta dan selaput ketuban
Plasenta dan selaput ketuban diperiksa dengan jalan memegang talipusat untuk membuat plasenta dalam keadaan tergantung dan memeriksa “fetal surface” untuk melihat adanya pembuluh darah yang melewati tepi selaput ketuban.
Selaput ketuban diperiksa untuk memastikan tidak adanya selaput yang tertinggal dalam uterus.
“Maternal surface” plasenta diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kotiledon yang tertinggal dalam uterus.
Retensio Plasenta
Batasan umum yang digunakan untuk retensio plasenta adalah bila plasenta tetap berada dalam uterus selama 1 jam.
Keadaan ini sering disertai dengan perdarahan pasca persalinan.
6
Etiologi: 1.
Inkarserasi dari plasenta yang sudah lepas seluruhnya dengan ostium servik yang sudah menutup.
2.
Atonia uteri.
3.
Plasenta akreta ( melekat pada desidua dan miometrium) atau plasenta perkreta ( menembus sampai peritoneum viseralis/serosa).
Penatalaksanaan :
Bila perdarahan sangat banyak maka plasenta harus segera dilahirkan dengan cara-cara yang sudah dijelaskan atau dilakukan plasenta manual.
Plasenta akreta atau plasenta perkreta memerlukan tindakan histerektomi.
Inspeksi Jalan Lahir
Setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, perdarahan biasanya berhenti.
Bila terdapat robekan perineum atau terdapat luka akibat tindakan episiotomi maka hal tersebut memerlukan perbaikan.
Pada persalinan dengan ekstraksi cunam, inspeksi jalan lahir harus meliputi servik.
PERBAIKAN LUKA JALAN LAHIR Episiotomi Episiotomi adalah insisi pada perineum dan vagina yang sudah sangat teregang untuk mencegah agar tidak terjadi perluasan dan robekan jalan lahir tak beraturan yang akan dapat menyebabkan terjadinya prolapsus uteri kelak. Pandangan saat ini adalah bahwa tindakan episiotomi tidak boleh dilakukan secara rutin oleh karena dapat menyebabkan nyeri perineum yang berkepanjangan dan gangguan hubungan seksual sampai 6 bulan pasca episiotomi. Bila luka episiotomi meluas menjadi ruptura perinei derajat III dan IV, sfingter ani harus diperbaiki dengan baik agar tidak terjadi inkontinensia urine dan atau inkontinensia ani. Episiotomi Mediana : - Perdarahan sedikit. - Mudah meluas menjadi ruptura perinei totalis. - Tehnik perbaikan lebih mudah. - Keluhan dispareunia atau nyeri pasca persalinan minimal . Episiotomi Medio-lateral: - Perdarahan lebih banyak. - Jarang meluas menjadi ruptura perinei totalis. - Tehnik perbaikan lebih sulit. - Keluhan dispareunia dan nyeri pasca persalinan lebih sering terjadi.
Ruptura perinei Dikenal 4 derajat ruptura perinei : 1.
Derajat I : cedera pada commisura posterior, mukosa vagina dan otot dibelakangnya menjadi terbuka.
7
2.
Derajat II : cedera dinding vagina bagian posterior dan otot perineum, sfingter ani utuh.
3.
Derajat III : robekan pada sfingter ani namun mukosa rektum utuh.
4.
Derajat IV : kanalis ani terbuka dan robekan dapat meluas ke rectum.
PENATALAKSANAAN PASCA PERSALINAN Sebelum dirawat di ruang perawatan nifas, pasien pasca persalinan harus 1.
Keadaan umum baik .
2.
Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan pervaginam.
3.
Cedera perineum sudah diperbaiki.
4.
Kandung kemih kosong.
8. OEDEMA A.
DEFINISI Edema menurut Arthur C. Guyton adalah gelembung cairan dari beberapa organ atau jaringan yang merupakan terkumpulnya kelebihan cairan limfe, tanpa peningkatan jumlah sel dalam mempengaruhi jaringan. Edema bisa terkumpul pada beberapa lokasi pada tubuh, tetapi biasanya terdapat pada kaki dan pergelangan kaki. Edema menurut Ida Bagus Gede Manuaba adalah peningkatan cairan interstisil dalam beberapa organ. Umumnya jumlah cairan interstisil, yaitu keseimbangan homeostatis. Peningkatan sekresi cairan ke dalam interstisium atau kerusakan pembersihan cairan ini juga dapat menyebabkan edema.
B.
GAMBARAN KLINIS
Edema menurut Arthur C.Guyton menunjukkan adanya cairan berlebihan pada jaringan tubuh. Pada banyak keadaan, edema terutama terjadi pda kompartemen cairan estraselular, tapi juga dapat melibatkan cairan intracelular. (Mnrut buku ajar fisiologi kedokteran). 1)
8
Edema Intraseluler Terjadinya pembengkakan intraseluler, karena dua kondisi, yaitu :
1.
Depresi sistem metabolik jaringan
2.
Tidak adanya nutrisi sel yang adekuat Bila aliran darah ke jaringan menurun, pengiriman oksigen dan nutrisi berkurang. Jika aliran darah menjadi sangat rendah untuk mempertahankan metabolisme jaringan normal, maka pompa ion membran sel menjadi tertekan. Bila ini terjadi, ion natrium yang biasanya masuk ke dalam sel tidak dapat lagi di pompa keluar dari sel, dan kelebihan natrium dalam sel menimbulkan osmosis air dalam sel, sehingga edema dapat terjadi pada jaringan yang meradang.
2)
Edema Ekstraseluler Edema ini terjadi bila ada akumulasi cairan yang berlebihan dalam ekstraseluler. Terjadinya pembengkakan ekstraseluler, karena dua kondisi yaitu :
1.
Kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan melintasi kapiler.
2.
Kegagalan limpatik untuk mengembalikan cairan dari interstisiuim ke dalam darah. Penyebab klinis akumulasi cairan interstisial yang paling sering adalah filtrasi cairan kapiler yang berlebihan. Ketika terjadinya edema pada jaringan subkutan yang berdekatan dengan rongga potensial, cairan edema biasanya juga akan terkumpul di rongga potensial, yang disebut efusi. Rongga abdominal merupakan tempat paling mudah untuk terjadinya penggumpalan cairan efusi, dan pada keadaan ini, efusi disebut ASITES. Rongga potensial lainnya, seperti rongga pleura, rongga
perikardial, dan rongga sendi, dapat sangat membengkok bila ada edema bersifat negatif sama seperti yang dijumpai pada jaringan subkutan jarang yang juga bersifat negatif (subatmosferik). Contoh, tekanan hidrostatik cairan interstisial besar 7-8 mmHg dalam rongga pleura, 3-5 mmHg dalam rongga sendi, dan 5-6 mmHg dalam rongga perikardial (menurut www. Google.co.id). Selain pada edema perifer, edema dapat terjadi pada organ-organ tertentu, yaitu antara lain : 1.
Edema pada otak
Salah satu komplikasi yang paling serius dari abdormalitas hemodinamika serebral dan dinamika cairan adalah terbentuknya edema otak. Karena otak berada di dalam ruang yang padat, maka akumulasi cairan edema akan mengkompresi pembuluh darah, seringkali secara serius menyebabkan penurunan aliran darah dan kerusakan jaringan otak. Edema otak menurut Arthur C. Guyton disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler yang hebat dan kerusakan dinding kapiler. Salah satu penyebab meningkatnya tekanan kapiler adalah peningkatan tekanan darah arteri serebral secara tiba-tiba hingga mencapai nilai yang terlalu tinggi. 2.
Edema pada paru
Edema paru menurut Arthur C. Guyton terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja dalam tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan tekanan cairan interstisial paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif akan menyebabkan pengisian mendadak pada ruang interstisial paru dan alveolus dengan sejumlah besar cairan bebas. Pada kasus edema paru yang paling ringan, cairan edema selalu memasuki alveoli, jika edema ini menjadi cukup berat, dapat menyebabkan kematian karena mati lemas (Sufokasi). (Dikutip dari Buku Ajar Fisiologi Kedokteran) 3. Edema pada vulva Edema pada daerah ini berhubungan dengan varises vena vulva dan edema ini apabila tidak segera diatasi akan menyebabkan kesulitan dalam persalinan. Edema ini lebih sering dijumpai pad pre eklamsi. Apabila terdapat edema pada satu labium, maka permukaan dalam perlu diperiksa untuk mengesampingkan adanya syangkroid sifilitikum (ulkus durum). (Dikutip dari buku obstetri fisiologi) C.
ETIOLOGI Penyebab edema pada ibu bersalin yaitu sebagai berikut :
1.
Disebabkan oleh gagal jantung
9
Pada gagal jantung, jantung gagal memompa darah secara normal dari vena ke dalam arteri. Hal ini meningkatkan tekanan kapiler, menyebabkan filtrasi kapiler makin bertambah. Apabila gagal jantung yang tidak diobati, semua faktor bekerja sama membentuk edema ekstraseluler generalisata yang hebat. Ibu hamil dengan gagal jantung kanan yang bermakna, normalnya darah dipompa ke paru-paru oleh jantung kanan tetapi darah tidak dapat keluar dengan mudah dari vena pulmonalis ke jantung kiri karena bagian kiri karena bagian ini sangat lemah sehingga menyebabkan ibu mengalami edema paru berat. (dikutip dari Buku Ajar Fisiologi Kedokteran) 2.
Disebabkan oleh refensi garam dan air oleh ginjal Tekanan arteri cenderung turun, menyebabkan penurunan ekskresi garam dan air oleh ginjal yang meningkatkan tekanan hidrostastik kapiler sehingga edema makin bertambah. Kebanyakan garam dan air, bocor dari darah masuk ke rongga interstisial, tapi sebagian masih tetap dalam darah. Efek utama kejadian ini adalah menyebabkan peningkatan volume cairan interstisial yang luas (edema ekstraseluler) dan hipertensi akibat peningkatan volume darah. Ibu hamil yang menderita glomerulonefritis, dimana glomerulus ginjal cedera karena gagal untuk menyaring cairan dalam jumlah cukup, juga akan mengalami edema cairan ekstraseluler yang serius di seluruh tubuh bersamaan dengan edema, ibu tersebut biasanya menderita hipertensi berat. (Dikutip dari Buku Ajar Fisiologi Kedokteran)
3.
Disebabkan oelh penurunan protein plasma Penurunan konsentrasi protein plasma akibat kegagalan untuk menghasilkan protein dalam jumlah yang cukup maupun karena kebocoran protein yang menimbulkan penurunan tekanan osmotik koloid plasma. Apabila ibu hamil mengalami penurunan
konsentrasi protein akan mengakibatkan peningkatan kapiler di seluruh tubuh sehingga terjadi, edema ekstraseluler dan dapat mengakibatkan malnutrisi protein. (Dikutip dari Buku Ajar Fisiologi Kedokteran) 4.
Disebabkan oleh tekanan dari rahim Tekanan ini yang membesar pada vena-vena panggul, pada wanita hamil, vena pelvis tertekan oleh berat badan yang semakin membesar, sehingga ekstrinitas bawah menopang berat badan tersebut. (Dikutip dari Buku Obstetri Fisiologi)
5.
Disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler
a.
Peningkatan reaksi imun yang menyebabkan pelepasan histamin dan produk imun lainnya.
b.
Toksin
c.
Infeksi bakteri
d.
Difisiensi vitamin, khususnya vitamin C
e.
Iskemia yang lama. D.
PENCEGAHAN / PENATALAKSANAAN
Edema pada persalinan menurut Ida Bagus Gede Manuaba dapat dicegah atau diobati, yaitu sebagai berikut : 1.
Istirahat yang cukup : Pada saat istirahat/tidur, kaki ditinggikan
2.
Diit : Penggunaan garam dikurangi
3.
Dapat diberikan sedativa atau obat-obat antihypertensif (apabila oedema terus berlanjut).
Faktor lain yang dapat mencegah edema menurut Arthur C. Guyton yaitu sebagai berikut : 1.
Faktor yang dihasilkan oleh compliance jaringan yang rendah pada tekanan negatif besarnya sekitar 3 mmHg.
2.
Faktor yang dihasilkan oleh peningkatan aliran limfe ialah sekitar 7 mmHg.
3.
Faktor yang disebabkan oleh bersihan protein dari ruang interstisial adalah 7 mmHg. 10