1. FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM PENJADWALAN EKONOMIS PADA UNIT – UNIT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD) UNTUK MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) DI KOTA KUPANG Sri Kurniati1, Sudirman2, dan Jauhari Effendi3 Email:
[email protected] dan
[email protected] dan
[email protected] Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang,
Abstrak Mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat pembangkit listrik, perlu suatu koordinasi di dalam penjadwalan pembebanan besar daya listrik yang di bangkitkan masing-masing pusat pembangkit listrik, sehingga diperoleh biaya pembangkit yang minim.Dalam suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pusat Listrik Tenaga Termal, telah diketahui bahwa biaya pembangkitan energi listrik dari pembangkit termal adalah lebih besar di bandingkan dengan biaya pembangkitan dari pembangkit hidro, untuk menghasilkan daya yang sama. Masalah pada operasi sistem tenaga listrik seperti diatas adalah dalam melayani beban listrik yang tertentu besarnya dan dalam selang waktu tertentu, dimana dibangkitkan energi listrik yang maksimum pada pusat listrik tenaga air dan optimal pada pusat listrik tenaga termal.Hal tersebut dikenal sebagai masalah optimisasi pembangkitan energi listrik. Sistem tenaga listrik yang besar yang memiliki pembangkit-pembangkit termal seperti PLTU, PLTD dan PLTG akan menghadapi permasalahan dalam hal biaya bahan bakar untuk pengoperasiannya. Hal ini disebabkan harga bahan bakar yang cenderung mengalami kenaikan dari waktu ke waktu, sementara biaya bahan bakar merupakan bagian yang terbesar dari biaya operasi pembangkitan secara keseluruhan, sehingga pengurangan biaya bahan bakar akan menghasilkan operasi pembangkitan yang lebih ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui cara mengatur penjadwalan unit-unit pembangkit PLTD Kota Kupang dan untuk mengetahui perbedaan biaya yang diperlukan setelah unit-unit pembangkit PLTD dioptimisasi dengan menggunakan metode gradient orde dua. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dan observasi lapangan, yang menekankan pada peluang penghematan penggunaan BBM sehingga diperoleh nilai harga yang lebih murah setelah dilakukan optimisasi pembangkit dan melakukan perancangan perangkat lunak dengan melakukan simulasi dengan menggunakan metode gradient orde dua dan fuzzy logic.Sedangkan pengolahan data menggunakan simulasi dengan perangkat keras komputer PC Pentium I3 dan perangkat lunak MATLAB versi 2010a. Lokasi penelitiaan dilakukan pada PLTD Tenau Kupang dengan pengambilan data penggunaan BBM, daya yang dibangkitkan serta daya terpasang dan daya mampu selama 3 bulan terakhir, yaitu bulan Desember 2012, Januari 2013 dan Pebruari 2013. Data yang digunakan adalah data – data dari pembangkit milik PLN yang terdiri dari MAK I, MAK II, MAK III, MAK IV, MIRRLEES II, MIRRLEES III, CATERPILLAR II dan SULZER 40/48 1
sebagai data sekunder pada penelitian ini.Pada PLTD Tenau Kupang yang memiliki total 8 pembangkit yang beroperasi pada 3 bulan terakhir ini dan juga beberapa mesin sewaan (rental) guna melayani kebutuhan daya beban. Pada saat beban puncak malam hari, maka semua unit diesel generator tersebut beroperasi, sedangkan diluar waktu beban puncak, maka yang memikul beban adalah dua sampai tiga unit pembangkit yang memiliki daya yang besar dan untuk kenaikan beban tertentu, maka ditambah dengan pengoperasian unit diesel ganerator yang memiliki daya yang sedikit lebih kecil untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh pada bulan Desember 2012 sebelum dioptimasi diketahui biaya beban dasar sebesar Rp75.631.727,387/jam dan beban menengah Rp75.834.518,7886/jam. Kemudian setelah dilakukan optimasi berdasarkan hasil running program metode gradient orde dua diperoleh optimasi biayabeban pembangkit sebesar Rp27.381.675,197/jam untuk beban dasar dan Rp32.936.380,89/jam untuk beban menengah. Berdasarkan hasil optimisasi ini diperoleh penghematan biaya sebesar Rp48.250.052,1893/jam untuk beban dasar dan Rp42.898.137,8986/jam untuk beban menengah. Sebelum dilakukan optimisasi jumlah pembangkit yang beroperasi untuk melayani beban dasar, yaitu 5 unit pembangkit: MAK I, MAK II, MAK IV, MIRRLEES II, MIRRLEES III dan setelah dilakukan optimisasi pembangkit yang beroperasi, tetap 5 unit pembangkit, tetapi ada perubahan pengoperasian unit pembangkit, yakni: MAK II, MAK III, MIRRLEES II, MIRRLEES III, dan CATERPILLAR II. Sedangkan untuk beban menengah pembangkit yang dioperasikan sebelum optimisasi sebanyak 6 unit pembangkit, yaitu: MAK I, MAK II, MAK III, MAK IV, MIRRLEES II dan MIRRLEES, namun setelah dilakukan optimisasi pembangkit yang dioperasikan guna melayani beban menengah, yaitu 5 unit pembangkit: MAK II, MAK III, MIRRLEES II, MIRRLEES III, dan CATERPILLAR II. Berdasarkan hasil optimisasi ini diperoleh penurunan pemakaian operasi jumlah pembangkit ,dan juga diperoleh penghematan biaya seperti yang telah diuraikan diatas. Kata Kunci: Optimisasi, Beban Menengah, Beban Dasar
2
PENGEMBANGAN DAN BUDIDAYA KEDELAI LOKAL POLA TUMPANGSARI DENGAN METODE RADIASI MULTI- GAMMA (NUKLIR) YANG TOLERAN KONDISI KEKERINGAN Bartholomeus Pasangka1, Marthen Robinson Pellokila2, Jeffry Amalo3 Dosen Fakultas Sains dan Teknik,Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang,
Abstrak Kacang kedelai merupakan tanaman polong-polongan atau legum pertama terpenting di Indonesia, yang memiliki manfaat penting karena memiliki multiguna. Kandungan gizi tinggi sebagai sumber protein nabati dan rendah kolestrol dengan harga yang dapat dijangkau oleh semua kalangan, dapat dikonsumsi langsung, dan dapat juga digunakan sebagai bahan baku agroindustri, seperti: tempe, tahu, tauco, kecap, susu kedelai, dan untuk industri pakan ternak. Kebutuhan kedelai setiap tahun semakin meningkat, sedangkan produksi kedelai secara Regional dan Nasional masih relatif rendah. Produktivitas perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan. Tanaman tersebut memiliki prospek untuk dikembangkan di NTT, karena dapat dihasilkan benih yang toleran terhadap kondisi kekeringan. Penelitian ini bertujuan mengembangkan dan membudidayakan varietas kacang kedelai lokal asal Bajawa Flores melalui pemuliaan dengan metode radiasi multigamma (nuklir) dan seleksi dengan pola tumpang sari berbasis kelompok tani mandiri anggur merah, agar diperoleh benih varietas kedelai lokal lebih unggul yang dapat meningkatkan produksivitas secara optimal, dan mengembangkan lebih lanjut benih jagung kuning manis lokal unggul agar lebih toleran terhadap kondisi kekeringan. Kegunaan hasil riset adalah dapat membantu para petani kedelai dan jagung untuk mendapatkan benih yang lebih unggul sehingga hasil produksi dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan baik regional, maupun skala Nasional. Hasil riset diharapkan dapat mendukung pemenuhan kebutuhan industri tahu dan tempe di NTT, yang merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat, yang dapat dijangkau oleh semua kalangan. Selain itu, dapat mendukung program pemerintah daerah tentang penuntasan kemiskinan melalui program petani mandiri anggur merah, serta mendukung ketahanan pangan nasional (tujuan jangka panjang). Metode utama riset adalah penerapan radiasi multigamma pada pemuliaan kacang kedelai lokal Bajawa Flores untuk menghasilkan berbagai varietas benih unggul, atau lebih unggul. Metode pendukung lainnya meliputi: observasi/survei, sampling, tumpangsari, analisis, comparative, dan interpretasi. Hasil yang ditargetkan ialah diperoleh benih kedelai lokal Bajawa Flores lebih unggul pola tumpang sari, dan benih jagung kuning unggul yang toleran terhadap kondisi kekeringan, yang dapat dibudidayakan seluas-luasnya, sehingga hasil produksi para petani kedelai dan jagung di Bajawa Flores khususnya dan di provinsi NTT pada umumnya dapat meningkat secara optimal, untuk mendukung ketahanan dan keamanan pangan nasional yang merupakan tujuan penelitian jangka panjang. Target lain adalah publikasi dalam jurnal terakreditasi, dan buku referensi dalam bentuk monograf. Kata Kunci: Tumpanssari,Radiasi,multigama
3
PEMODELAN KASUS PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) UNTUK PENGENDALIAN KASUS DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (NTT) Astri Atti1, Sintha Lisa Purimahua2 Dosen Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang,
Abstrak ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penelitian ini bertujuan mengklaster/ mengelompokkan kabupaten di NTT berdasarkan faktor risiko ISPA; mengetahui karakteristik faktor-faktor risiko ISPA di setiap kelompok kabupaten yang terbentuk; mengidentifikasi faktor penentu utama kerawanan kasus ISPA di NTT; serta menentukan tingkat prioritas dari kelompok penderita ISPA untuk strategi pengendalian kasus di NTT. Dari hasil analisis terhadap 21 kabupaten yang ada di NTT, diperoleh empat klaster yaitu 3 (tiga) kabupaten yang termasuk klaster I merupakan Prioritas ke-2 dengan faktor penentu utama kerawanan ISPA adalah tingginya persentase Pelayanan kesehatan yang rendah; Pemberian ASI yang tidak memadai; dan Rumah yang tidak sehat. 10 (sepuluh) kabupaten yang merupakan anggota klaster II masuk dalam Prioritas ke-1 dengan faktor penentu utama tingkat kerawanan ISPA adalah tingginya persentase Pemberian ASI yang tidak memadai; Rumah yang tidak sehat; Tingkat sosial ekonomi rendah; Status imunisasi yang tidak memadai; dan persentase rumah tangga yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan 2 (dua) kabupaten yang masuk dalam klaster III merupakan kabupaten Prioritas ke-4 dengan faktor penentu utamanya adalah tingginya persentase Status gizi buruk; Pelayanan kesehatan yang rendah; dan tingkat Sosial ekonomi rendah. Serta 6 (enam) kabupaten yang merupakan anggota dalam klaster IV masuk Prioritas ke3 dengan faktor penentu utama kerawanan ISPA adalah tingginya persentase BBLR; Gizi buruk; dan Rumah tangga yang tidak ber-PHBS. Dari hasil pengelompokan kabupaten, diketahui bahwa faktor yang membedakan secara nyata keempat klaster adalah faktor BBLR, Pelayanan kesehatan yang rendah, Pemberian ASI yang tidak memadai, dan Tingkat sosial ekonomi rendah. Tindakan intervensi dapat dilakukan pada faktor-faktor utama tiap daerah prioritas. Kata kunci: ISPA, Gizi buruk, Perilaku hidup bersih dan sehat
4
KAJIAN BIOMASSA ALGA TERAKTIVASI Na, K dan Ca SEBAGAI KANDIDAT BIOSORBEN BARU Yohanes Buang1, Suwari2 Dosen pada Fakultas Sains dan Teknik, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang,
Abstrak Proses bioakumulasi dan pemisahan logam berat seperti kadmium (Cd) dan merkuri (Hg) membutuhkan biomaterial baru yang banyak tersedia secara lokal dan murah untuk aplikasi teknik biosorpsi menggunakan biosorben. Biosorben terpilih diharapkan memiliki kapasitas sorpsi dan selektifitas tinggi terhadap logam berat tertentu. Penelitian diawali dengan sampling alga hijau di Pantai Tablolong dan sampling alga merah di Pantai Pulau Semau Kabupaten Kupang, selanjutnya preparasi sampel dan pembuatan biosorben dari biomassa alga teraktivasi Na, K, Ca, terprotonasi, dan biomassa tanpa aktivasi sebagai pembanding. Karakteristik biosorben terhadap kapasitas sorpsi ion Cd(II) dan Hg(II) diteliti. Parameter eksperimen yang mempengaruhi proses biosorpsi seperti waktu kontak, pH, volume kontak, konsentrasi biomassa dan konsentrasi ion Cd(II) dan Hg(II) awal dikaji. Hasil penelitian menunjukan bahwa biosorben-Ca memiliki kapasitas sorpsi tertinggi terhadap ion Cd(II) maupun Hg(II) berturutturut sebesar 15,79 – 17,44 mg Cd(II) /g biosorben dan 18,81 – 18,83 mg Hg(II) / g biosorben. Kondisi optimum hasil optimasi, proses biosorpsi ion Cd(II) menggunakan biosorben-Ca adalah waktu kontak 60 menit, pH 5, volume kontak 125 ml, konsentrasi ion Cd(II) awal 300 mg/L dan dosis biosorben-Ca 1,0 g/L. Pada kondisi ini, kapasitas sorpsi biosorben terhadap ion Cd(II) mencapai 65,41 – 73,48 mg Cd(II)/g biosorben dengan efisiensi sorpsi 94,16 – 97,93%. Sementara kondisi optimum proses biosorpsi ion Hg(II) adalah waktu kontak 90 menit, pH 4, volume kontak 125 ml, konsentrasi ion Hg(II) awal 300 mg/L dan dosis biosorben-Ca 1,5 g/L yang menghasilkan kapasitas sorpsi 58,22 - 60,48 mg Hg(II)/g biosorben-Ca dengan efisiensi sorpsi 88,48 – 92,29%. Kapasitas dan efisiensi pemisahan ion Cd(II) dari biosorben-Ca yang berasal dari biomasa alga hijau lebih tinggi dibandingkan biosorben-Ca dari biomassa alga merah dan kapasitas sorpsi kedua jenis alga terhadap ion Cd(II) lebih tinggi dibandingkan kapasitas sorpsi terhadap ion Hg(II). Proses sorpsi Cd(II) maupun Hg(II) oleh biomassa termodifikasi Ca tidak sepenuhnya mengikuti persamaan laju orde satu pseudo. Nilai kapasitas adsorpsi maksimum yang ditentukan menggunakan model Langmuir lebih tinggi dari jumlah Cd(II) maupun Hg(II) yang teradsorpsi menurut percobaan. Model Freundlich paling sesuai diterapkan pada biosorpsi Cd(II) maupun Hg(II) oleh biosorben-Ca dan mengisyaratkan bahwa ion logam Cd(II) maupun Hg(II) terserab pada permukaan heterogen dengan distribusi energi dan afinitas yang tidak seragam. Nilai RMSE model Freundlich lebih rendah dibandingkan model Langmuir. Nilai koefesien determinasi (R2) kedua model > 0,95 mengindikasikan bahwa kedua model dapat digunakan untuk mendiskripsikan proses adsorpsi kedua ion logam tersebut. Hasil analisis spektra FT-IR menunjukkan bahwa gugus fungsi amida dan –OH memiliki peranan penting dalam proses biosorpsi ion Cd(II) oleh biomassa termodifikasi Ca Kata Kunci: alga hijau, biosorben-Ca, freundlich, langmuir, spektra FT-IR
5
PENGEMBANGAN KANDIDAT BAHAN AKTIF ANTIOKSIDAN DAN ANTIKANKER DARI EKSTRAK Clathria basilana Karyawati, A.T1; Mauboy, R.S2; Manalu, W3; Suparto, I.H4 *Department of Biology, Faculty of Science and Engineering, Nusa Cendana University, Kupang, Indonesia **Department of Anatomy, Physiology and Farmacology, Faculty of Veteriner, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia ***Major of Primatology, Faculty of Multidicipline, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia
Abstrak Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan suatu produk kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker dari ekstrak spons Clathria basilana yang siap diserap oleh industri untuk dikembangkan sebagai bahan baku produk yang terkait dengan upaya kuratif ataupun preventif kanker. Penelitian dilakukan dalam 3 tahapan kegiatan penelitian, yaitu: Tahap I Penapisan Fraksi Aktif Antioksidan dan Antikanker dari Ekstrak Clathria basilana, Tahap II Karakterisasi Fraksi Aktif Antioksidan dan Antikanker dari Ekstrak Clathria basilana, Tahap III Uji Toksisitas Kandidat Bahan Aktif Antioksidan dan Antikanker. Penelitian tahap I dan II telah dilaksanakan pada tahun pertama (2013) sedangkan penelitian tahap III dilaksanakan pada tahun kedua (2014). Hasil penelitian tahun pertama menunjukan bahwa Ekstrak metanol spons Clathria basilana memperlihatkan aktivitas antioksidan dan antikanker. Konsentrasi ekstrak spons C.basilana yang memberikan respon aktivitas antioksidan dan antikanker terbaik yaitu pada konsentrasi 500 ppm. Ekstrak metanol ini, selanjutnya dipisahkan menjadi Fraksi metanolair dan n-heksan, Berdasarkan hasil uji antioksidan dan uji antikanker ini, maka fraksi ekstrak metanol-air dari spons C. Basilana menjadi kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker. Ekstrak ini berbentuk padat berwarna coklat kemerahan, mengandung Alkaloid dan Fenol. Selanjutnya, pada tahun kedua ini, ekstrak metanol-air dari spons C. Basilana ditentukan toksisitas akut dan subkroniknya. Berdasarkan hasil uji toksisitas akut dan subkronik yang telah dilakukan, belum ditemukan bukti bahwa ekstrak metanol-air dari spons C. Basilana 5 mg/Kg BB bersifat toksik. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini telah berhasil mengembangkan suatu produk kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker berupa ekstrak metanol-air dari spons C. Basilana yang selanjutnya diberi nama Basilana MA-5. Kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker ini memiliki aktivitas antioksidan berdasarkan uji DPPH dan aktif terhadap sel kanker paru-paru manusia (A-549). Kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker yang dikembangkan ini berbentuk padatan, berwarna coklat kemerahan, dan mudah larut dalam air. Hasil fitokimia test menunjukkan bahwa mengandung senyawa alkaloid dan fenol. Hasil uji toksisitas dengan menggunakan hewan coba mencit dan tikus belum menemukan bukti bahwa kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker ini memiliki toksisitas akut maupun subkronik. KataKunci: Antioksidan, antikanker, Clathria basilana
6
ESTIMASI BASIC REPRODUCTIVE RATIO BERBASIS MODEL HOST-VECTOR SIR-SI DAN SIR-ESI UNTUK WILAYAH ENDEMIK DEMAM BERDARAH DENGUE Drs. Jafaruddin, M.Si Dosen Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang
Abstrak Penentuan basic reproductive ratio R0 dari data pendrita demam berdarah telah menjadi tantangan besar di antara ahli epidemiologi internasional. Dalam tulisan ini kami mengusulkan dua model baru untuk memperkirakan R0 ini. Semua model yang dibangun berdasarkan sistem dinamis dari model host-vector sederhana transmisi demam berdarah. Semua metode didasrkan pada konsep yang diusulkan oleh Favier. Dalam estimasi oleh Favier estimasi model dibangun berdasarkan asumsi bahwa di awal epidemi yang terinfeksi meninngkat secara eksponensial dengan laju yang sama, R0F . Untuk estimasi baru pertama, kami memodifikasi model lama dengan mengasumsikan bahwa tingkat infeksi untuk nyamuk dan manusia dengan laju yang berbeda R0MF . Dalam estimasi baru yang kedua, kami memperbaiki dengan memasukkan kondisi yang lebih realistis di mana dinamika kompartemen manusia terinfeksi diintervensi oleh adanya dinamika kompartemen nyamuk yang terinfeksi, dan sebaliknya R0A. Kami menerapkan model lama dan dua model baru untuk data real dari epidemi demam berdarah di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia dari periode 2008-20012. Sebagai hasil numerik utama kami menemukan bahwa nilai estimasi R0F overestimasi jika indeks person lebih besar dari perkiraan nilai dari R0, jika tingkat infeksi populasi manusia dengue lebih tinggi daripada tingkat infeksi populasi nyamuk demam berdarah, atau jika populasi manusia lebih tinggi daripada populasi nyamuk. Jika nilai estimasiR0 model Favier lebih kecil dari dua model lainnya. Kata kunci: Estimasi Basic Reproductive Ratio, Model Host-Vector SIR-SI dan SIR-ESI Endemik, Demam Berdarah D
7
MODEL STRATEGIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN NUSA TENGGARA TIMUR (INDONESIA) DENGAN TIMOR LESTE Jauhari Effendi1, Ruslan Ramang2, Sri Kurniati A3, Sudirman S4 Dosen Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang Abstrak Akibatnya kawasan perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Tujuan jangka panjang dari penelitian ini meliputi: (1) penyusunan kebijakan, peraturan, standar minimum, dan rencana tindak pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; (2) peningkatan kerjasama antar wilayah, antar sektor, dan antar pelaku dalam pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; (3)peningkatan peran pemerintah daerah sebagai perencana dan pelaksana pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh melalui peningkatan kualitas SDM pemerintah daerah dan fasilitasi pemerintah pusat. Sedangkan target khusus yang ingin dicapai adalah (1) mengkaji potensi wilayah dalam rangka membuat model pengembangan kawasan perbatasan NTT-Timor Leste; (2) membuat suatu master plan pengembangan wilayah perbatasan sebagai rencana strategi pengelolaan wilayah perbatasan; (3) melakukan pemetaan fungsi ruang wilayah perbatasan dengan menggunakan pendekatan aspek sektoral dan aspek spasial;(4) dan menyusun Rencana Investasi Program Jangka Menengah (RPIJM).Untuk mencapai tujuan tersebut, maka digunakan metode desktriptif dan pendekatan empirik. untuk menghasilkan model teoritis pengembangan kawasan perbatasan dilakukan proses dengan membandingkan model teoritis dari beberapa kasus di negara yang telah berhasil maupun gagal dalam mengembangkan kawasan perbatasan. Analisis deskriptif dilakukan terhadap beberapa model empirik di negara lain berdasarkan potensi wilayahnya dengan beberapa asumsi, konsep dan konteks tertentu sehingga didapatkan model teoritis. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh skenario pengembangan wilayah kabupaten Belu berupa arahan pengembangan struktur ruang Wilayah Kabupaten Belu yang dibagi menjadi 4 wilayah, yakni: (1) wilayah pengembangan I yang meliputi: kecamatan kota Atambua, kecamatan pembantu Tasifeto Barat (sekarang kecamatan Kakuluk Mesak) dan kecamatan Tasifeto Timur, dengan pusat pengembangan di kota Atambua; (2) wilayah pengembangan II meliputi kecamatan Lamaknen dan kecamatan Tasifeto Timur (sekarang kecamatan Raihat), dengan pusat pengembangan di Weluli; (3)wilayah Pengembangan III meliputi kecamatan Tasifeto Barat dan kecamatan Malaka Timur (sekarang kecamatan Malaka Timur, kecamatan Laen Manen dan kecamatan Raimanuk), dengan pusat pengembangan di Halilulik; (4) wilayah pengembangan IV: meliputi kecamatan Malaka Barat (sekarang kecamatan Malaka Barat, kecamatan Wewiku dan kecamatan Weliman), kecamatan pembantu Malaka Barat (sekarang kecamatan Rinhat), kecamatan Malaka Tengah, pembantu kecamatan Malaka Tengah (sekarang kecamatan Sasita Mean), dan kecamatan Kobalima; dengan pusat pengembangan di Betun. Selanjutnya, masing-masing simpul pada Wilayah Pengembangan memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Sub Wilayah Pengembangan I (kota Atambua), berfungsi sebagai pusat pertumbuhan utama, sebagai pusat administrasi pemerintahan dan sebagai pintu gerbang perdagangan inter regional ( ke luar kabupaten Belu); (2) Sub Wilayah Pengembangan II (kota Weluli), berfungsi sebagai pusat pertumbuhan Kata Kunci: Model, Strategis Pengembangan, Kawasan Perbatasan,
8
PENGEMBANGAN MESIN PENDINGIN EVAPORATOR GANDA SINGEL STAGE SISTEM UNTUK PENGAWETAN IKAN DI KAPAL PENANGKAP IKAN TRADISIONAL Matheus M. Dwinanto1, Verdy A. Koehuan2, Yunita A. Messah3 Dosen Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak Hasil perikanan laut mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan. Untuk mewujudkan peranan tersebut, hasil perikanan harus dapat mengikuti persyaratan yang dapat menjamin mutu dan keamanan yang diinginkan oleh konsumen. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu produk perikanan adalah jarak ke pelabuhan (atau tempat pendaratan ikan). Persoalan jarak ini menjadi lebih nyata pada wilayah-wilayah tropis (seperti di laut Sawu, wilayah laut di Nusa Tenggara Timur) dibanding pada iklim yang lebih dingin. Suhu udara yang lebih panas meningkatkan tingkat penurunan kualitas, khususnya apabila hasil tangkapan ditumpuk di atas geladak dengan sedikit atau tanpa es untuk menjaganya tetap dingin. Sengatan sinar matahari dengan cepat menjadikan ikan terlalu panas dan mempercepat penurunan mutu ikan pasca penangkapan. Penanganan pasca penangkapan ikan, dan pengangkutan ikan memegang peranan penting dan merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal dalam proses pemasaran. Pengembangan mesin pendingin evaporator ganda ini dilakukan agar pasca penangkapan dan setelah ikan segar disortasi, ikan tersebut dimasukkan ke dalam kedua kotak pendingin dan pembeku berdasarkan ukurannya (ikan berukuran besar dan ikan berukuran kecil) sehingga memudahkan dalam distribusi dan pemasaran. Keberhasilan yang diharapkan akan diperoleh dari penelitian ini adalah koefisien prestasi (COP) yang tinggi dari mesin pendingin, dan mutu ikan yang mampu dipertahankan untuk tetap memiliki nilai jual yang tinggi. Hasil pengujian awal dalam penelitian ini adalah mesin refrigerasi evaporator ganda single stage system hasil rancangbangun ini telah mampu bekerja dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan temperatur ruang kedua kotak pendingin yang dapat mencapai ± -6 oC dalam waktu pengujian 60 menit. Rangka kotak pendingin yang digunakan dari bahan kayu jati dan kayu multipleks, serta isolator dari polyurethane telah mampu menekan rugi kalor dari udara sekitar kotak pendingin sebagi akibat perpindahan kalor konduksi yang terjadi pada dinding kotak pendingin selama mesin refrigerasi bekerja. Pengujian awal mesin refrigerasi ini memberikan koefisien performans (COP) sebesar 6,09 dan dengan kapasitas refrigerasi sebesar 24,39 kW. Kata kunci : Mesin pendingin, Penangkapan ikan tradisional
9
2. FAKULTAS PERTANIAN
TINGKAT KETAHANAN KLON HARAPAN UBI JALAR LOKAL ASAL TIMOR BARAT TERHADAP PENYAKIT KUDIS (Elsinoe batatas Saw.) Yosep Seran Mau1, Antonius S.S.Ndiwa2, I G.B.Adwita Arsa3 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana,2Pusat Penelitian Lahan Kering, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang, NTT 85001. Email:
[email protected].
Abstrak Penelitian laboratorium dan lapangan dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan klon-klon harapan ubi jalar asal Timor Barat, dengan tujuan mengetahui: 1) tingkat ketahanan klon-klon ubi jalar tersebut terhadap penyakit kudis, 2) konsistensi ketahanan di lapang dan di laboratorium, 3) klon-klon tahan terhadap penyakit kudis. Penelitian ini diatur dalam Rancangan Acak Lengkap di laboratorium dan Rancangan Acak Kelompok di lapangan. Perlakuan yang diberikan adalah genotipe ubi jalar yang terdiri dari 10 klon. Peubah yang dimatai adalah intensitas penyakit yang diamati pada 2, 4, 6, dan 8 MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Data intensitas penyakit selama periode pengamatan digunakan untuk membuat kurva perkembangan penyakit penyakit sedangkan data severitas pada 8 MSI digunakan untuk mengelompokkan tingkat ketahanan terhadap penyakit kudis. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi yang cukup besar antar klon yang diuji dalam hal intensitas atau tingkat keparahan penyakit kudis, baik pada pengujian di laboratorium maupun di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar klon yang diuji dikategorikan “tahan” dan “agak tahan” terhadap penyakit kudis, kecuali pembanding SLM-01 yang dikategorikan“rentan”. Ketahanan sebagian besar klon yang diuji menunjukkann konsistensi antara pengujian di laboratorium dan di lapangan. Kata kunci: ketahanan, klon, ubi jalar, penyakit kudis, Elsinoe batatas.
10
PENGEMBANGAN POTENSI BUAH LONTAR MENJADI BERBAGAI JENIS PRODUK DALAM MENUNJANG KERAGAMAN JENIS MAKANAN LOKAL DALAM MENUNJANG KEPARIWISATAAN DI KOTA KUPANG I Nyoman W. Mahayasa1, H.J.D. Lalel2, Kartiwan3, Zulianatul Hidayah4 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak Kupang adalah ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga sebagai kota utama di Timor Barat. Memiliki beberapa tempat indah sebagai obyek wisata yang cukup menarik untuk dikunjungi, seperti goha moyet, pantai manikin, pantai tablolong, dan pantai lasiana. Atau bisa juga dengan mengunjungi museum NTT dengan berbagai koleksinya. Begitu juga dengan wisata kerajinannya (sasando alat musik tradisional, dll). Namun demikian, pariwisata akan terasa tidaklah lengkap jika belum ditunjang oleh beberapa faktor pendukung lainnya, antara lain adalah makanan, jajanan, ataupun buah tangan khas (adanya wisata kuliner yang berciri khas daerah). Untuk kuliner, Kota Kupang masih sangat kurang jenis makanan khasnya, sedangkan untuk menarik wisatawan yang utama adalah obyek wisatanya dan tidak kalah penting adalah jenis kulinernya. Oleh sebab itu, maka keragaman jenis makanan perlu ditingkatkan dalam kepariwisataan di Kota Kupang. Buah lontar atau dikenal dengan nama saboak, memiliki potensi yang tidak bisa dianggap remeh untuk diolah menjadi berbagai jenis makanan. Selama ini buah lontar masih merupakan buah yang tidak memiliki harga, lebih hanya terbuang begitu saja. Kota kupang memiliki populasi pohon lontar yang cukup banyak, sehingga jika saja buah ini dimanfaatkan secara optimal, maka tentu saja akan memberikan keragaman dalam produk makanan khas yang ada di Kota Kupang. Mahayasa (2007) telah mencoba memanfaatkan buah lontar ini untuk diolah menjadi beberapa produk makanan, antara lain adalah stick lontar, dodol lontar, selei lontar, kerupuk lontar , dan beberapa produk kue lainnya. Akan tetapi suatu produk makanan untuk mendapatkan kwalitas prima, tentunya harus melalui beberapa pengujian, antara lain analisis gizinya, daya terima konsumen, komposisi bahan, dan yang sangat mengganjal selama ini adalah berasanya sepat dan pahit pada produk yang dihasilkan yang diakibatkan karena kandungan tanin dalam bahan yang cukup tinggi (Mahayasa, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan produk pulp sserabut buah lontar yang rendah tanin (rasa pahit), sehingga diperoleh makanan hasil olahan dari buah lontar dengan kualitas yang prima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari beberapa teknik yang dilakukan, antaranya dengan menggunakan PEP, penggunaan ragi tapai, dan penggunaan Natrium Karbonat, serta pencucian, maka dari percobaan yang telah dilakukan menunjukkan kalau semua perlakuan yang dilakukan memberi hasil yang signifikan dalam menurunkan kadar tanin, namun dengan pemberian Natrium Karbonat menghasilkan pulp yang berwarna coklat tua (terjadi perubahan warna) sedangkan dengan PEP dan pencucian terdapat beberapa permasalahan dalam operasionalnya. Sedangkan dengan menggunakan ragi tapai disamping harganya murah, pelaksanaannyapun lebih mudah. Dari hasil penelitian, kemudian telah dibuat produk olahan yaitu, pia, kerupuk, dodol, dan stik lontar. Hasil ini pula telah dilaksanakan (diterapkan) ke mitra kelompok Sari Lontar. Dengan demikian diharapkan mitra dapat mengolahnya untuk dijadikan salah satu produk unggulan mereka. Kata kunci: Buah lontar,makanan lokal,pulp 11
EFEKTIVITAS SPI PEMDA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH STUDI KASUS: KABUPATEN KUPANG DAN KAB TIMOR TENGAH UTARA Fredrik l. Benu1, Anthon S. Y. Kerihi2, Moni W .Muskanan3, Herly M. Oematan4, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki Sistem Pengendalian Intern (SPI) Pemerintah Daerah (PEMDA) Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).Alasan Kab. Kupang dan TTU dipilih karena kedua pemda ini telah diidentifikasi memiliki SPI terlemah dalam tata kelola pemerintahannya (LHP BPK 2011). Pelitian telah dilaksanakan selama hamper dua tahun, dengan aktivitas tahun pertama yaitu mengevaluasi sejauh mana pemahaman kedua PEMDA mengenai SPIP (knowing); mengevaluasi unsur SPIP mana yang terlemah dalam implementasi SPIP (diagnostic assessment) dengan melakukan analisa konteks dari dimensi politik,ekonomi,sosial,teknologi, lingkungan dan hukum dan penyelenggaraan unsur SPI pada tingkatan formal dan informal. Tujuan pada penelitian tahap satu yaitu untuk menganalisa unsure SPI terlemah pada kedua pemda terkait. Selanjutnya dari hasil penelitian tahun satu, pada tahun kedua tim peneliti merancang model sistem pengendalian yang dapat diterapkan oleh top management di semua level untuk memperbaiki sistem pengendalian internal pada unit-unit masing-masing. Penelitian ini bersifat deskripsi kualitatif dengan mewawancarai (one-to-one interview) 100 responden di kedua kabupaten pada tahun pertama (2013). Selanjutnya dengan menggunakan teknik SERVQUAL dan skala Linkert, data-data primer tersebut kemudian dianalisa dengan membandingkan dengan data-data sekunder dari kedua pemda terkait. Adapun temuan pada tahap pertama sbb: 1. Unsur SPI terlemah di PEMDA Kabupaten Kupang dan TTU yaitu Lingkungan Pengendalian, Kegiatan Pengendalian dan Penilaian resiko. 2. Penyebab utama lemahnya lingkungan pengendalian adalah kurangnya komitmen terhadap profesinalisme kerja baik oleh pimpinan instansi pemerintah dan bawahan. 3. Di kedua PEMDA, pemicu utama kurangnya komitmen terhadap profesinalisme kerja adalah adanya konflik kepentingan baik itu konflik kepentingan politik, ekonomi maupun sosial budaya. Selanjutnya di pemicu utama konflik kepentingan di Kabupaten Kupang adalag konflik kepentingan sosial budaya yang sangat terlihat pada sistem pengendalian SDM. Sedangkan di Kabupaten TTU konflik kepentingan yang terjadi sangat dipicu oleh faktor politik yang mempengaruhi sistem pengendalian perencanaan dan penganggaran. Pada tahun kedua, tim peneliti merancang model untuk memperbaiki SPI pada kedua kabupaten. Berdasarkan temuan tahun 1 bahwa konflik kepentingan adalah pemicu utama lemahnya implementasi SPI, maka tim peneliti merancang Model 1 yaitu model sistem pengendalian untuk meminimalisir konflik kepentingan. Model 1 adalah syarat mutlak harus dilakukan terlebih dahulu sebelum, mengimplementasikan Model 2 yang terkait dengan perbaikan unsur-unsur SPI yang paling lemah diimplementasikan. Kedua model kemudian dikomunikasikan dengan kedua pemda selaku institusi mitra dalam penelitian ini dan telah ada komitmen bersama untuk menerapkan model yang telah dirancang. Kata kunci: Efektifitas,Sistem Pengendalian Intern, Otonomi Daerah
12
3. FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
ANALISIS HASIL TANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla SP) MENGGUNAKAN BUBU TIPE KERUCUT YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN DESA OEBELO, KECAMATAN KUPANG TENGAH, KABUPATEN KUPANG Risamasu, F.J.L1, Yahyah, I2. Tallo dan Kiik G. Sine3 Dosen Perikanan dan Kelautan Faperta Undana, Jl. Adisucipto, Penfui, Kotak Pos 104, Kupang 85001-NTT; Telp/Fax . (0380-881560), Hp. 082144581773, e-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini telah dilakukan di perairan Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, mulai bulan Juli hingga September 2014. Tujuan penelitian tahun kedua yaitu mengetahui kemampuan daya tangkap bubu tipe kerucut; serta menganalisis produksi hasil tangkapan kepiting bakau baik komposisi jenis, jumlah kepiting yang tertangkap serta berat kepiting. Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan melakukan uji coba penangkapan (experimental fishing) selama dua bulan. Hasil penelitian menujukkan bahwa jenis kepiting bakau (Scylla sp) yang tertangkap selama 20 trip penangkapan di perairan hutan mangrove desa Oebelo secara keseluruhan berjumlah 4 jenis yaitu Scylla serrata, S. transquabarica, S.olivacea,dan S. paramamosain. Selanjutnya ditemukan juga 2 genus kepiting lain yaitu Portunus pelagicus dan Charybdis granulata . Jenis kepiting bakau (Scylla sp) yang tertangkap pada bubu tipe kerucut dengan jumlah dan proporsi tertinggi adalah Scylla serrata dan S. tranquebarica masing-masing sebanyak 83 individu (32,55%), kemudian diikuti oleh S.olivcea dan S. paramamosain. Selanjutnya 2 genus kepiting lain yang tertangkap dengan jumlah dan proporsi tertinggi yaitu Portunus pelagicus sebanyak 14 individu (5,49%), kemudian Charybdis granulata sebanyak 10 individu (3,92%). Nilai kelimpahan tertinggi dari seluruh trip penangkapan terdapat pada trip penangkapan pertama (ke-1) dan terendah pada trip penangkapan ke-12 dan ke-13. Jenis kepiting yang memiliki nilai kelimpahan tertinggi adalah S. transquebarica, kemudian S. serrata dan terendah Charybdis granulata. Jenis kepiting yang memiliki berat tertinggi adalah S. transquebarica, kemudian diikuti oleh S. serrata dan terendah Charybdis granulata. Nilai Catch Per Unit Effort (CPUE) untuk seluruh hasil tangkapan bubu selama 20 trip penangkapan sebesar 1,832 kg/trip, tertinggi pada trip penangkapan ke-10 dan terendah pada trip penangkapan ke-7. Dari hasil rekayasa tipe bubu ditemukan bubu tipe kerucut termasuk salah satu tipe bubu yang memiliki kemampuan daya tangkap tinggi dan telah diuji coba bersama nelayan ternyata memberikan hasil tangkapan lebih banyak sehingga bubu tipe kerucut dapat direkomendasikan untuk digunakan nelayan dalam penangkapan kepiting bakau. Kata kunci : Bubu kerucut, hasil tangkapan,kelimpahan, CPUE kepiting bakau
13
STUDI BEBERAPA ASPEK BIOLOGI DAN EKOLOGI TERIPANG (Holothuroidea) BESERTA POLA PROTEIN DI PERAIRAN SABU, KABUPATEN SABU RAIJUA Marcelien Dj Ratoe Oedjoe1, Crisca B. Eoh2, Dosen Perikanan dan Kelautan Faperta Undana, Jl. Adisucipto, Penfui-Kupang Abstrak Teripang (Holothuroidea) termasuk salah satu sumber daya perikanan yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Beberapa jenis tripang (Holothuroidea) telah dikenal, dapat dimakan dan bergizi tinggi dan memiliki nilai cita rasa yang khas, asam amino dan vitamin A serta kandungan proteinnya sebesar 43 % dari berat kering. (Aziz, 1996). Meskipun di NTT jenis teripang belum begitu popular, namun penduduk nelayan di perairan NTT telah memanfaatkannya sebagai bahan makanan bahkan telah diekspor. Perairan Hawu Mehara yang memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang cukup besar, namun sumberdaya laut khususnya teripang (Holothuroidea) belum dimanfaatkan padahal potensi dan peluang pemanfaatannya cukup besar (Diskan NTT, 2010).Tujuan jangka panjang penyusunan model pengembangana budidaya dan pengolahan yang optimum agar tidak mengancam kelestarian sumberdaya teripang (Holothuroidea) sebagai salah satu sumber protein hewan. Sedangkan target khusus yang ingin dicapai adalah untuk mendapatkan kandungan gizi yang dapat digunakan untuk pengembangan komoditi budidaya teripang dan selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pangan dan obat tradisional (Ozer et al., 2004), Metode yang digunakan: Menganalisis data-data secara kuantitatif dari aspek biologi dan ekologi serta analisis pola protein teripang (Holothuroidea) di Perairan Raijua dengan 5 (lima) stasiun pengamatan dengan metode kontigensi (asosiasi ) 2 x 2, KruskalWallis, uji Khikuadrat (Χ²) dan korelasinya. Hasil identifikasi teripang didapat 11 jenis yang termasuk dalam 3 (tiga ) famili, yaitu :Holothuridae, Stichopoditae dan famili Synaptidae. Ada 11 jenis teripang yang ditemukan di 5 (lima) lokasi penelitian perairan Sabu Raijua dengan komposisis yaitu Holothuria scabra; Holothuria nobilis; Holothuria atra; Holothuria edulis Holothuria impatiens; Holothuria Mexicana; Actinopyga lecanora dan Bahaschia argus. Kepadatan : Holothuria nobilis adalah 5,651 individu/m2; Holothuria atra 4,409 individu / m2, Holothuria scabra : 3,294 individu/m2; Holothuria edulis 3,102 individu/m2; Bahaschia argus 2,102 individu/m2; Holothuria Mexicana 2,088 individu/m2; Holothuria impatiens 2,044 individu/m2 dan Actinopyga lecanora 1,037 individu /m2. Penyebarannya teripang jenis teripang berada pada seluruh subtrat pasir, lamun/rumput laut serat karang/tubir. Pada subtrat berpasir terbanyak 17,3 % adalah Holothuria atra dan Bahaschia argus. Sedang sekitar 6 spesies terbanyak 82,7% pada substrat lamun dan karang. Koefesien korelasi spesies teripang yang banyak ditemukan di perairan Menia Sabu Raijua. H. nobilis mempunyai asosiasi yang terbesar dengan H. scabra dimana koefesien korelasi kuat 0,602 . Asosiasi yang sangat lemah terjadi antara Actinopyga lecanora dan Bahaschia argus sebesar 0,151. Sedangkan asosiasi yang cukup antara H. nobilis dan Actinopyga lecanora dengan koefesiens korelasi sebesar 0,352. Semua spesies teripang yang banyak ditemukan mempunyai asosiasi positif dan erat. Kandungan nutrisi protein teripang rata-rata 11,46 % dan kualitas air sangat layak untuk di lakukaan pengembangan budidaya teripang. Phytoplankton yang terindentifikasi adalah Bacillariophyceae, Cyanophyceae, dan Chrolophyceae serta Zooplankton dari family: Copepoda, Foraminifera, Ostracoda, dan Gastropoda Kata kunci: Teripang, Vitamin, kandungan Protein
14
PEMANFAATAN PROTEIN Per-CP MAKROALGA LAUT Halimeda opuntia SEBAGAI BAHAN ANTIVIRAL PADA KEGIATAN BUDIDAYA KOMODITAS IKAN KERAPU TIKUS (Cromileptes altivelis) Nicodemus Dahoklory1,Yudiana Jasmanindar2 Dosen Perikanan dan Kelautan Faperta Undana, Jl. Adisucipto, Penfui-Kupang Abstrak Viral Nervous Necrosis merupakan problem penting yang mengakibatkan kematian ikan kerapu di keramba jaring apung. Salah satu penentu faktor virulensi viral nervous necrosis ditentukan oleh lemahnya sistim imun pada ikan kerapu, didasarkan pada pembentukan sistim imun dengan cara uji in vivo Per-CP Halimeda opuntia pada ikan kerapu tikus. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat ekspresi sel pada organ hati dan intestine maupun ekspresi protein P56. Metode penelitian yang digunakan adalah eksplorasi laboratorium untuk mengisolasi Per-CP Halimeda opuntia, menguji in vivo Per-CP Halimeda opuntia pada ikan kerapu tikus, menguji in vivo Per-CP Halimeda opuntia yang diuji tantang dengan viral nervous necrosis.Organ target yang diisolasi adalah hati, intestine dan mata. Hasil penelitian isolat Per-CP Halimeda opuntia memiliki kisaran protein antara 9 sampai 25 μg/μl. Hasil ekspresi sel yang paling kuat pada organ hati ikan kerapu tikus tanpa pemberian PerCP adalah 91 kDa. Hasil ekspresi sel yang paling kuat pada organ hati ikan kerapu tikus yang disonde dengan Per-CP adalah 5 kDa. Hasil ekspresi sel yang paling kuat pada organ hati ikan kerapu tikus yang disonde dengan Per-CP yang diuji tantang dengan viral nervous necrosis adalah 90 kDa. Hasil SEM pada mata ikan kerapu tikus setiap perlakuan menunjukkan bahwa terjadi perubahan patologis yang bersifat ringan Kata-Kata Kunci : Ekspresi sel, kDa, Per-PC, ikan kerapu tikus.
15
3. FAKULTAS PETERNAKAN
STRATEGI PENINGKATAN LAJU ADOPSI TEKNOLOGI PAKAN SUPLEMEN PEDET DALAM RANGKA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI I Gusti N. Jelantik1, Tara Tiba Nikolaus2, Maria R. Deno Ratu3 Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang Abstrak Kematian pedet yang sangat tinggi dan rendahnya laju pertumbuhan pedet sapi Bali merupakan penyebab utama rendahnya produksi dan kualitas bakalan yang dihasilkan dari sistem peternakan ekstensif di NTT. Teknologi suplementasi langsung pada pedet (pasupet) yang dikembangkan selama ini terbukti secara meyakinkan mampu menekan angka kematian dan sekaligus meningkatkan pertumbuhan dan kualitas bakalan. Namun demikian adoptabilitas teknologi pasupet oleh petani peternak dirasakan masih relatif rendah. Hal ini disebabkan terutama oleh beberapa faktor antara lain bahan baku pasupet tidak tersedia di tingkat peternak, membutuhkan pengolahan serta aplikasinya yang mengharuskan pedet untuk dikandangkan sementara induknya digembalakan. Dengan demikian tujuan utama penelitian ini adalah untuk meningkatkan adoptabilitas teknologi pasupet melalui upaya menekan harga dan meningkatkan ketersediaan bahan baku di tingkat peternak, meminimalisir pengolahan, serta menyederhanakan teknik aplikasi pada sistem gembala. Kegiatan penelitian pada tahun pertama diawali dengan upaya memodifikasi formula pasupet dengan memasukkan leguminosa herba dan labu sebagai bahan baku pasupet sehingga harga pasupet dapat ditekan serendah-rendahnya dan dapat dihasilkan dan diolah di tingkat peternak. Pada tahapan selanjutnya, formula pasupet tersebut akan diuji-cobakan secara in vivo dibandingkan dengan pasupet terdahulu. Tahap akhir dari penelitian tahun I dalah upaya menyederhanakan metode pengolahan bahan baku dengan memberikan dalam bentuk segar atau dalam bentuk hay dibandingkan dengan dalam bentuk tepung. Kegiatan pada tahun II akan difokuskan untuk mengkaji strategi pemberian pasupet yang lebih sederhana sehingga lebih mudah diadopsi oleh peternak. Strategi pemberian langsung dikandang tanpa perlu memisahkan dengan induknya dengan teknik creep-feeding baik di kandang maupun di padang penggembalaan akan dibandingkan ddengan metode sebelumnya yang memisahkan pedet selama induknya menggembala. Selanjutnya pada tahun III, formula pasupet yang baru dan strategi pemberian yang baru akan diujicobakan secara luas pada kondisi on farm pada peternak di dua kabupaten masing-masing Kabupaten Kupang dan TTS. Kemanfaatan dan laju adopsi akan dievaluasi berdasarkan dampak produktivitas (biologis), ekonomis dan teknis (apiklasi). Kata kunci: Pakan,Suplemen Pedet, Produktivitas,
16
RINGKASAN EVALUASI KADAR TANIN DAN PROTEIN KASAR HIJAUAN POHON LEGUMINOSA DAN NON-LEGUMINOSA YANG DOMINAN DIMANFAATKAN PETERNAK SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN TERNAK SAPI Emma Dyelim Wie Lawa1, Edwin J.L. Lazarus2 Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak Musim kemarau yang panjang di Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya di Kabupaten Kupang mengakibatkan ketersediaan pakan bagi ternak sapi mengalami kendala baik kuantitas maupun kualitasnya.Hijauan pohon dari jenis leguminosa maupun non-leguminosa biasanya disediakan peternak sebagai pakan suplemen bagi ternak sapi yang dipeliharanya.Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi sejauhmana masyarakat peternak memanfaatkan hijauan leguminosa dan non-leguminosa pohon sebagai pakan suplemen dalam ransum sapi yang dipeliharanya.Keberadaan senyawa tanin dalam berbagai hijauan pohon khususnya yang dominan diberikan sebagai pakan suplemen dievaluasi dampak negatifnya bagi ternak, Penelitian ini mengambil sampel wilayah di kecamatan Amfoang Selatan dan Amarasi Barat.Hasil penelitian menunjukkan bahwa di kedua wilayah tersebut masyarakat telah memanfaatkan hijauan pohon sebagai suplemen dalam ransum sapi.Hijauan yang dominan diberikan adalah turi (Sesbania grandiflora), lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra callothyrsus), kapuk (Ceiba petandra) dan kabesak putih (Acacia leucophloea) dari jenis leguminosa dan hijauan timo (Timonius timon), busi (Melochia umbelata) dan mara/bafkenu (Macaranga tanarius) dari jenis non-leguminosa. Masih terdapat hijauan pohon seperti dadap (Erytrina oviliafolia) dan trembesi (Sammanea saman) dari jenis leguminosa dan waru (Hibiscus tilliaceus), beringin (Ficus benyamina) serta bidara (Zyziphus mauritania) dari jenis nonleguminosa yang diberikan dalam jumlah sedikit. Tidak nampak dampak gangguan kesehatan akibat keberadaan senyawa tanin dalam hijauan pohon terhadap ternak sapi; hal ini karena masyarakat telah mengantisipasinya dengan strategi pemberian pakan seperti, perlakuan awal terhadap hijauan dengan pelayuan dan pemberian secara campuran pakan. Kadar protein kasar dan senyawa tanin dari hijauan pohon yang dominan diberikan untuk ternak sapi adalah, kaliandra (22,56%; 6%), lamtoro (22,34%; 4%), turi (23,76%; 0%), kabesak putih (19,28%; 1,6%), kapuk (23%; 0,50%), timo (15,21%; 2,4%), mara/bafkenu (15%; 2,1%), Busi (20,31%; 2,6%), beringin (15,79%; 3,2%) dan bidara (17,84%; 1,8%). Masih diperlukan pengkajian mendalam secara ilmiah dan praktis di masyarakat terhadap jenis hijauan leguminosa dan nonleguminosa pohon yang potensial di wilayah penelitian ini sebagai pakan suplemen bagi ternak sapi untuk menanggulangi krisis pakan hijauan di musim kemarau. Kata kunci : kadar tannin, protein kasar, leguminosa, non-leguminosa pohon, suplemen,sapi
17
PENGARUH LEVEL KUNING TELUR DALAM PENGENCER AIR KELAPA TERHADAP KUALITAS SEMEN DAN ANGKA KEBUNTINGAN KUDA SANDEL DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA. Aloysius Marawali1, W. Marlene Nalley2 Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang Abstrak Suatu penelitian tentang pengaruh level kuning telur (KT) dalam pengencer air kelapa terhadap kualitas semen dan angka kebuntingan kuda sandel telah dilakukan di kabupaten Sumba Barat Daya. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap percobaan. Percobaan I daya tahan hidup spermatozoa dengan kecepatan sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit. Setelah sentrifugasi, supernatan dibuang dan pellet (spermatozoa) dilarutkan dengan pengencer air kelapa kuning telur dengan level KT 15%, 20% dan 25% dengan konsentrasi spermatozoa 200x106 per ml. Pengamatan kualitas semen cair dilakukan dengan mengevaluasi persentase spermatozoa motil dan persentase spermatozoa hidup setiap 3 jam untuk suhu ruangan dan setiap 12 jam pada suhu 50C. Percobaan II daya tahan hidup spermatozoa dengan kadar plasma semen(KPS) yang berbeda (0%, 10%, 20% dan 30%) pada pengencer air kelapa+kuning telur. Semen cair selanjutnya disimpan pada suhu 50C untuk pengamatan terhadap persentase spermatozoa motil dan persentase spermatozoa hidup setiap 24 jam. Hasil percobaan pertama untuk motilitas spermatozoa pada penyimpanan suhu ruangan dengan kecepatan sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit pada 0, 3, 6 dan 9 jam penyimpanan pada suhu ruangan pada level KT 15% adalah 60.4%, 46.8% dan 36.8%, pada level KT 20% adalah 60.4%, 51.8% dan 40.5% ; pada level KT 25% adalah 60.4%, 50.8% dan 37.8%. Daya tahan hidup spermatozoa pada penyimpanan suhu ruangan dengan kecepatan sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit pada 0, 3 dan 6 jam penyimpanan pada level KT 15% adalah 81.6%, 66.2%, 58.7% dan 48.5%; pada level KT 20% adalah 81.6%, 70.4%, 64.8%, dan 54.5%; pada level KT 25% adalah 81.6%, 67.2%, 59.7% dan 49.5%. Motilitas spermatozoa pada penyimpanan suhu 50C dengan kecepatan sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit pada 0, 12, 24, 36 dan 48 jam penyimpanan pada level KT 15% adalah 60.4%, 54.6%, 44.4%, 36.6%, dan 30.6%; pada level KT 20% adalah 60.4%, 56.6%, 50.5%, 42.4% dan 36.4%; pada level KT 25% adalah 60.4%, 55.4%, 45.8%, 37.4% dan 32.4%. Daya tahan hidup spermatozoa pada penyimpanan suhu 50C dengan kecepatan sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit pada 0, 12, 24, 36 dan 48 jam penyimpanan pada level KT 15% adalah 81.6%, 74.0%, 61.6%, 51.8% dan 40.0%; pada level KT 20% adalah 81.6%, 76.6%, 66.7%, 56.6% dan 49.2%, untuk level kuning telur 25% adalah 81.6%, 75.9%, 62.5%, 52.8% dan 41.3%. Percobaan kedua diperoleh hasil untuk motilitas spermatozoa pada penyimpanan suhu 50C dengan kadar plasma semen (KPS) 0% dengan 0, 24, dan 48 jam penyimpanan adalah 72.5%, 47.5% dan 33.3%, KPS 10% adalah 72.5%, 20.0% dan 11.7% , KPS 20% adalah 72.5%, 10.0% dan 3.3%, KPS 30% adalah 72.5%, 4.2% dan 0.8.%. Daya tahan hidup spermatozoa pada penyimpanan suhu 50C dengan KPS 0% selama 0, 24, 48 dan 72 jam penyimpanan adalah 80%, 61% dan 55.2%, 52.4%, KPS 10% selama 0, 24, 48 dan 72 jam penyimpanan adalah 80.5%, 52.9%, 47.5% dan 44.1%, selama 0, 24, 48 dan 72 jam penyimpanan dengan KPS 20% adalah 80.5% dan 51.3%, 44.5% dan 31.8% serta selama 0, 48 jam dan 72 jam penyimpanan dengan KPS 30% adalah 80.5%, 45.1%, 34.2% dan 22.8%. Pada percobaan ketiga diperoleh hasil yang terdiri atas persentase estrus 100% setelah sinkronisasi dua kali berselang 14 hari. Angka kebuntingan masing-masing 50% pada ternak kuda yang diinseminasi pada hari ketiga, hari keempat dan hari kelima onset estrus. Kata kunci :sentrifugasi, semen kuda,plasma semen, angka kebuntingan, kuning telur,air kelapa 18
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN ANAK SAPI BALI MELALUI SUPLEMENTASI PAKAN LOKAL DAN OBAT CACING UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING NASIONAL Pellokila, Marthen R2, Sukawaty Fattah2, Yohanis U. L. Sobang2, Marthen Yunus2 Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang Abstrak Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan untuk 1) meningkatkan produktivitas induk sapi Bali melalui suplementasi pakan lokal dan obat cacing, 2) meningkatkan produktivitas dan menurunkan angka kematian pedet sapi Bali melalui suplementasi pakan lokal dan obat cacing, 3) menemukan model inovasi pengembangan sapi Bali berbasis partisipasi peternak. Metode yang digunakan adalah pada tahun 1 menggunakan metode eksperimen pola rancangan acak kelompok dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah P0 = pakan hijuan (kontrol), P1 = R0 + pakan konsentrat mengandung tepung daun gamal dan daun singkong 16 %, P2 = P1 + obat cacing. Dimana perlakuan diaplikasi pada induk bunting dan dan induk laktasi Parameter yang diukur dalam penelitian tahun 1, yaitu konsumsi ransum (bahan segar dan bahan kering), bobot lahir anak, skor tubuh induk, perubahan berat badan induk pasca 2 bulan melahirkan, produksi susu induk, pertambahan berat badan harian anak, jumlah telur cacing dalam feses. Analisis data pada penelitian ini ditabulasi dan dilakukan analisis sesuai prosedur ANOVA dengan menggunakan program SAS (Cody and Smith, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan knsumsi bahan segar yaitu P2 18,35±0.22 kg/hari, P1 18,10±0.18 kg/hari, dan P0 16,10±0.49 kg/hari, .konsumsi bahan kering ransum yaitu P2 6.35± 0.13 kg/hari, P1 6.22± 0.30 kg/hari, dan P0 5.50± 0.30 kg/hari, rataan bobot lahir anak yaitu P2 15,5±0.5 kg, P1 14,5±0.5 kg, dan P0 13±0.5 kg, rataan produksi susu induk yaitu P2 1.3± 0.10 kg/hari, P1 1.2± 0.10 kg/hari, dan P0 0.93± 0.15 kg/hari, rataan pertambahan berat badan anak yaitu P2 0.24±0.03 kg/hari, P1 0.22±0.04 kg/hari, dan 0.15±0.01 kg/hari, rataan skor tubuh induk pasca 2 bulan melahirkan yaitu P2 3,67±0.29, P1 3,33±0.29, dan P0 2,83±0.29, rataan pertabahan bobot badan pasca 2 bulan melahirkan yaitu P2 16,83±0.15 kg, P1 16,17±0.06 kg, dan P0 10,67±1.01 kg, dan rataan jumlah telur cacing dalam feses yaitu P0 sebesar 67±4.36/gr feses, P1 sebesar 62±6.00/gr feses, dan P2 sebesar 26±5.29/gr feses Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1) suplementasi bahan pakan lokal dan pemberian obat cacing pada induk laktasi sapi Bali memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap konsumsi bahan segar, konsumsi bahan kering, bobot lahir anak, skor tubuh induk, pertambahan bobot badan induk pasca melahirkan, pertambahan bobot badan anak sapi Bali, dan jumlah telur cacing dalam feses, sedangkan suplementasi bahan pakan lokal dan pemberian obat cacing pada induk laktasi sapi Bali memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0.05) terhadap produksi susu induk sapi Bali dan 2) pemberian obat cacing pada induk sapi Bali yang mendapatkan pakan konsentrat memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0.05) konsumsi bahan segar, konsumsi bahan kering, bobot lahir anak, skor tubuh induk, produksi susu induk, pertambahan bobot badan induk pasca melahirkan, pertambahan bobot badan anak sapi Bali, dan jumlah telur cacing dalam feses. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan untuk 1) tepung daun gamal dan tepung daun singkong dapat dijadikan bahan penyusun pakan konsentrat sumber protein untuk meningkatkan produktivitas anak sapi Bali dan memperbaiki produksi susu induk Sapi Bali dan 2) untuk mengeliminasi pengaruh parasit cacing pada sapi Bali dapat diberikan obat cacing, sehingga dapat meningkatkan efsisensi penggunaan pakan Kata Kunci : suplementasi, induk sapi Bali, anak sapi Bali, pakan lokal, obat cacing 19
KAJIAN EKONOMI RUMAH TANGGA PETERNAK PENGGEMUKAN SAPI POTANG DIWILAYAH HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI/DAS BENAIN NOELMINA,TIMUR BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Agus A. Nalle1, Melkianus Tiro2 Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang Abstrak Keberadaan kawasan hulu DAS Benain-Noelmina di Timor Barat memegang peran strategis tidak saja dalam menjaga tata air di Timor Barat, akan tetapi cukup potensial dalam menunjang pengembangan sektor pertanian umumnya, dan khususnya pengembangan ternak sapi potong. Ketergantungan rumah tangga peternak pada kawasan ini serta situasi sosial ekonomi rumah tangga telah mendeterminasi pilihannya dalam menerapkan sistem pemeliharaan ternak sapi potong baik dengan cara lepas (ekstensif) maupun cara ikat (intensif). Demikian juga pilihan usahatani tanaman dan usaha non-pertanian lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam memberikan kontribusi bagi kesejahteraan peternak dan rumah tangganya. Hasil analisis diperoleh bahwa potensi kinerja hasil produksi yang dapat diraih, serta alasan yang menjustifikasi pilihan peternak untuk menerapkan sistem pemeliharaan ternak sapi potong, maka lebih rasional dan lebih baik dengan menerapkan sistem ikat akibat minimnya resiko baik dari aspek ekonomi maupun fisik lingkungan. Selanjutnya bahwa usaha ternak sapi potong pada peternak di kawasan hulu DAS Benain-Noelmina merupakan usaha yang memberikan kontribusi terbesar bagi penghasilan rumah tangga dibanding jenis usaha lainnya. Ketergantungan yang dominan terhadap anggota rumahtangga produktif sebagai sumber tenaga kerja utama, kebutuhan biaya produksi, tingkat konsumsi rumah tangga dan juga berbagai aktivitas non-pertanian lainnya merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja ekonomi rumah tangga peternak sapi potong pada kawasan hulu DAS Benain-Noelmina. Berdasarkan hasil yanga ada, maka rekomendasi yang diajukan : 1) Perlunya upaya advokasi dan penyuluhan yang intensif sehingga kepada para peternak sapi potong di kawasan hulu DAS Benain-Noelmina, dalam hal ini berkenaan dengan berbagai resiko baik ditinjau dari aspek sosial ekonomi maupun fisik lingkungan ketika mereka terus memutuskan untuk menerapkan sistem lepas dari ternak sapi potong yang diusahakannya; 2) Mendorong peningkatan kinerja dan produktivitas usaha ternak sapi potong secara intensif, dengan mengembangkan dan menyediakan alternatif usaha ekonomi produktif lainnya merupakan sumber penghasilan tambahan penting bagi peningkatan kesejahteraan petani peternak, dan 3) Perlu pengkajian lanjutan dan lebih bersifat komprehensif dalam rangka pengembangan usaha tani tanaman, usaha ternak sapi potong dan usaha non pertanian lainnya secara integratif di tingkat rumah tangga petani peternak di kawasan hulu DAS Benain-Noelmina. Kata Kunci : Sapi Potong, Hulu DAS dan Ekonomi Rumah Tangga
20
EFEK PEMBERIAN PAKAN KOMPLIT PLUS SELAMA BUNTING AKHIR, LAKTASI DAN PENYAPIHAN DINI TERHADADAP EFISIENSI REPRODUKSI INDUK SAPI BALI YANG DIPELIHARA SEMI INTENSIF Erna Hartati1, Franky M. S. Telupere2, Ahmad Saleh3 Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak Tujuan jangka panjang penelitian adalah mempercepat peningkatan produktivitas (produksi dan populasi) sapi melalui inovasi teknologi Pakan Komplit-Plus (PK-Plus) berbasis pakan lokal mengandung 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan 2% Zn-Cu isoleusinat /kg BK ransum untuk memenuhi kecukupan kebutuhan konsumsi daging nasional dan pada gilirannya ketahanan dan kemanan pangan dapat terwujud. Target penelitian mengoptimalkan peningkatan pertambahan berat badan induk dan fetus, berat lahir dan berat pedet serta meningkatkan efisiensi reproduksi dan pada gilirannya terjadi peningkatan populasi sapi yang berkualitas. Untuk mencapai peningkatan populasi telah dilaksanakan penelitian selama 2 tahun yaitu pada tahun I adalah percobaan terhadap induk sapi Bali bunting akhir yang dipelihara semi intensif dengan mengiplementasikan perlakuan yang memperoleh respons terbaik pada sapi Bali jantan muda dan sapi bibit (Hartati, dkk., 2010 dan 2011). Penelitian dilanjutkan pada tahun II dengan perlakuan yang sama disertai penyapihan dini terhadap pedet. Luaran tahun I menghasilkan pertambahan berat badan induk dan fetus dan berat lahir tertinggi pada perlakuan 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan 2% Zn-Cu isoleusinat /kg BK ransum sementara pada tahun II ingin dihasilkan berat sapih tertinggi, siklus birahi post partum dan interval kelahiran lebih pendek dibandingkan dengan sapi yang tanpa pemberian pakan tambahan.. Metode yang digunakan adalah percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 3 perlakuan dan 9 ulangan. Tiga macam perlakuan adalah: R0: induk sapi Bali bunting akhir dilepas di padang siang hari, sore di kandangkan; R1: R0 + daun legum pohon (daun gamal); R2: R0 + 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat + 2 % Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum. Parameter yang diamati konsumsi dan kecernaan, kinetika rumen, status Zn dan Cu, retensi N dan energi, berat sapih pedet, lama birahi, siklus birahi post partum dan calving interval sebagai indikator tingkat efisiensi reproduksi induk sapi Bali. .Data dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan paket SPSS Relase 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan baik hijauan legum maupun konsentrat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap peningkatan pertambahan berat sapih, lama birahi dan siklus birahi induk post partum. Peningkatan berat sapih tertinggi (P<0,05) pada induk sapi yang diberi tambahan konsentrat, sementara lama birahi dan siklus birahi induk post partum pada induk yang diberi tambahan pakan lebih cepat (P<0,05) dibandingkan dengan tanpa penambahan, akan tetapi antara pemberian hijauan legum dan konsentrat tidak berbeda nyata. Kata kunci: Zn-Cu Isoleusinat;ZnSO4, berat sapih, interval kelahiran; sapi Bali
21
EKSPANSI STEM CELLS PARTENOGENETIK DALAM MEDIUM SELULER TERKONDISIKAN DAN PENGARAHANNYA MENJADI BERBAGAI TIPE SEL SEBAGAI MODEL UNTUK TERAPI PENYAKIT DEGENERATIF Thomas Mata Hine1, Arnol Elyazar Manu2, Kirenius Uly3 Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah menemukan media tumbuh stem cells alternatif yang murah dan mudah diperoleh dan mampu menunjang proliferasi stem cells partenogenetik selama kultur in vitro, sehingga dapat dijadikan sebagai model bahan baku terapi sel dalam upaya menyembuhkan berbagai penyakit degeneratif. Target khususnya adalah optimalisasi produksi stem cells partenogenetik mencit pada medium seluler terkondisikan yakni medium terkondisikan pada sel kumulus (MTK), medium terkondisikan pada sel fibroblas (MTF), dan medium terkondisikan pada sel endometrium (MTE). Hasil penelitian pada tahun pertama menunjukkan bahwa TCM-199 lebih baik dalam mendukung pertumbuhan sel kumulus, fibroblas, dan endometrium. Untuk kultur embrio partenogenetik, MTF lebih superior dari MTK dan MTE. Pada tahun kedua, kegiatan penelitian difokuskan untuk produksi stem cells partenogenetik pada MTK, MTF, dan MTE; yang diawali dengan kegiatan isolasi inner cell mass blastosis menggunakan rabbit anti mouse anti serum dan guinea pig complement, selanjutnya dikultur dalam MTK, MTF, dan MTE dalam inkubator CO2 5%, 37oC. Pasase dan perbanyakan stem cells dilakukan secara enzimatik, dan selanjutnya dilakukan uji pluripotensi. Stem cells selanjutnya diarahkan menjadi sel syaraf dengan cara menempatkan stem cells dalam medium yang telah dikondisikan dengan beberapa agens diferensiasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MTF, MTK, dan MTE mampu menunjang pembentukan koloni stem cell yang lebih baik daripada yang dikultur tanpa medium terkondisikan; dengan hasil terbaik dihasilkan oleh MTF. Kata Kunci : Media Tumbuh, Model, Terapi Penyakit Degeneratif
22
4. FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UJI COBA MODEL PEMBERDAYAAN PERAN PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN KUPANG DAN KABUPATEN TIMOR TENGAHN UTARA Mien Ratoe Oedjoe1,Reny Masu2, Orpa G Manuain3, Thelma S.M.Kadja4 Dosen FKIP Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak Model Pemberdayaan Peran Perempuan dalam menghadapi dampak perubahan iklim di Kabupaten Kupang merupakan hasil penelitian yang ditemukan pada pnelitian tahap pertama, yang perlu diujicobakan kembali untuk mendapatkan input bagi revisi model demi memperoleh model yang diharapkan memberikan kontribusi dalam upaya pemberdayaan peran perempuan menghadapi masalah bencana alam di Kabupaten Kupang. Uji coba model ini di Kabupaten Kupang dan di perbandingkan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Untuk itu maka masalah yang dikemukakan adalah Uji Coba Rancangan Model, Potensi yang dimiliki dalam penerapan Rancangan Model; Hambatan yang dihadapi;Solusi yang diambil; Input terkait dengan penyempurnaan model yang lebih efektif. Metode yang dipergunakann adalah deskriptif kualitatif dengan alat analisis Gender Pathway (GAP). Komponen acuan/wilayah kunci Uji Coba Model adalah: Komitmen/ (Good Will) yang tampak dalam peraturan perundangundangan;Sumberdaya Manusia/Satgas; Dana tanggap darurat; Fasilitas/ Sarpras; Koordinasi antara pemerintah, swasta dan masyarakat; Pemberdayaan Masyaraka t(masyarakat harus mandiri dalam menghadapi CC; Peta Lokasi dan Penanggungjawab Sektor;Rambu-rambu lokasi bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pemberdayaan peran perempuan yang diujikan pada Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTU, dengan latar belakang penganut budaya Timor Dawan, berpandangan bahwa peran perempuan adalah di ranah domestik dimana pada saat terjadi bencana perempuan yang banyak berbeban dalam mengatasi berbagai masalah rumah tangga. Dengan demikian maka perempuan dapat mempergunakan warisan kearifan lokal untuk menghadapi berbagai permasalahan dalam rumah tangga. Pemerintah Kabupaten Kupang maupun TTU melalui Badan Penaggulangan bencana daerah (BPBD) cq. Setiap bidang baik Bidang pencegahan dan kesiap siagaan, Kedaruratan dan Logistik, Rehabilitasi dan Rekonstruksi melibatkan perempuan dalam membantu menyediakan konsumsi bagi korban bencana dan evakuasi anak . Input terkait model pemberdayaan peran perempuan adalah Model yang bersifat Integratif dimana BPBD dan stake holders mengintegrasikan 9 komponen kunci dengan pengalaman, masalah dan kearifan lokal yang dimiliki perempuan menghadapi bencana alam; kesimpulan yang diambil bahwa pendekatan integarif dalam upaya memberdayakan peran perempuan dinilai lebih efektif yang dapat menjawab kepetingan perempuan dan anak. Sehingga disarankan agar perlu penguatan kapasitas perempuan dan stake holders kebencanaan melalui pelatihan dan sosialisasi; Menginventarisir Masalah, Kebutuhan, Kearifan Lokal dan Potensi Perempuan dalam bentuk Profil Peran Perempuan dalam menghadapi dampak perubahan Iklim; meningkatkan koordinasi antara Semua Stake Holder kebencanaan Pentingnya Desa Pilot Model Penanganan bencana berbasis ”Model Integrasi Pemberdayaan Peran Perempuan” Kata kunci: Model, Pemberdyaan, peran perempuan, dampak Perubahan Iklim 23
RESISTENSI MASYARAKAT LOTAS DAN PERAN PEMIMPIN LOKAL DI WILAYAH PERBATASAN BELU DAN SOE Anderias Ande1,Reny Masu2, Orpa G Manuain3, Thelma S.M.Kadja4 Dosen FKIP Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang Abstrak Riset ini bertujuan untuk menemukan suatu model yang tepat melalui data dan informasi tentang berbagai sub-etnik dan lokasi kediamannya yang jelas untuk dijadikan dasar bagi pengambilan kebijakan yang dapat meredusir kemungkinan hubungan yang tidak harmonis di antara berbagai sub-etnik tersebut. Salah satu bentuk konkritnya ialah menjadikan hunian kompleks perbatasan baru dan sejenis lebih heterogen, membuka isolasi pemukiman daerah konflik dan menghindari konsentrasi hunian dari sub-etnik tertentu sehingga mengeliminir kemungkinan munculnya ethnosentrisme yang sempit. Riset ini akan didisain dalam tiga tahap. Tahap pertama, akan dilakukan identifikasi terhadap kognisi, afeksi dan psikomotorik mereka tentang etnisitas dan kekerasan dalam kehidupan bermasyarakat. Cara untuk mencermatinya yaitu dengan melalui pengamatan dalam kancah dan wawancara mendalam. Pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah pendekatan interdisipliner dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Tahap kedua adalah tahap intervensi, di mana data hasil pengamatan dalam kancah dan hasil wawancara mendalam serta hasil studi kepustakaan dibuatkan pemetaan terhadap etnisitas daerah perbatasan dalam bingkai kekerasan sebagai upaya resolusi terhadap tindakan kekerasan. Bertolak dari pemetaan tersebut kemudian diberikan pelayanan sosial berupa konseling keluarga baik dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Tahap ketiga, dilakukan try-out dan simulasi untuk menguji tingkat efisiensi dan efektivitas resolusi yang dicanangkan. Konflik anarkisme antar wilayah perbatasan yang terjadi di Pulau Timor sendiri pada dasarnya merupakan embrio dari ketidakadilan dan marjinalisasi suatu kelompok terentu selama bertahun-tahun. Adapun ethnisitas yang selama ini disematkan dalam membaca dan menganalisis konflik wilayah perbatasan di Pulau Timor. Ia dapat dikatakan sebagai faktor pendukung sekaligus sebagai pemicu konflik kekerasan karena pada hakekatnya konflik lebih mengarah pada perebutan sumber daya politik, budaya, ekonomi, dan hukum. Dalam kerangka sejarah konflik kekerasan wilayah perbatasan antar kabupaten/kota diwarnai dengan praktikpraktik dominasi maupun subordinasi semenjak zaman kerajaan hingga masa Republik ini terutama era otonomi daerah yang berimplikasi pada semakin bertumbunya potensi konflik laten. Konflik kekerasan selama ini terjadi rupanya belum efektif diselesaikan jika diselesaikan melalui pendekatan hukum positif. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa rekonsiliasi konflik kekerasan wilayah perbatasan di Pulau Timor yang cukup efektif melalui pendekatan kearifan lokal. Kearifan lokal pada tataran ini sebenarnya memiliki tingkat keefektifan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan pendekatan hukum formal. Karena kearifan lokal memiliki potensi dalam merajut kembali dan merekatkan kohesivitas masyarakat menuju proses rekonsialisasi. Dan juga turut dipertimbangkan seperti faktor agama, jabatan birokrasi dan kepentingankepentingan lain sejenisnya di wilayah perbatasan. Hasil temuan lapangan juga telah menunjukkan bahwa harmonisasi dalam hidup dan kehidupan di wilayah perbatasan merupakan cara rekonsiliasi yang efektif dalam tataran elite dalam konteks menjaga perdamaian. Situasi dan kondisi seperti ini dijaga dalam kerangka mereduksi segala bentuk etnosentrisme yang seringkali mengkonstruksi konflik kekerasan di wilayah perbatasan. Kata Kunci: Ethnisitas; Konflik; Perbatasan 24
5. FAKULTAS HUKUM INPLEMENTASI HUKUM KEBIJAKAN PERIKANAN DAN EFEKTIFITAS HUKUMNYA DALAM MENUNJANG SISTEM PERIKANAN LAUT DAERAH SECARA BERKELANJUTAN Dr.Jimmy Pello Dosen Fakultas HUKUM Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang Abstrak Pertentangan azas-azas hukum pembagian wewenang pengelolaan perikanan daerah yang melandasi UU Perikanan Nomor 31 Thn 2004 (dekonsentrasi), UU No. 45 Tahun 2009 (Tugas pembantuan) dan UU Pemda (desentralisasi) mengacaukan konsistensi logika hukum. Melandasi persoalan tersebut secara teoretis hierarki perundang-undangan bahwa hukum terendah mengikuti hukum yang tertinggi. Dengan demikian apakah kelompok hukum perikanan mengikuti kehendaki ketentuan Pasal 33 (3) UUD 1945 dan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 ? Tujuan jangka panjang berkontribusi bagi terwujudnya sistem pengelolaan perikanan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat, dan untuk meningkatkan mutu pendidikan hukum khususnya menghasilkan pilihan azas-azas hukum dan konsep-konsep hukum kebijakan perikanan berkelanjutan. Hal ini dilaksanakan melibatkan mahasiswa, menghassilkan, bahan penulisan buku, berpeluang dijadikan materi jurnal terakreditasi, materi bahan ajar, materi di perguruan tinggi serta sebagai informasi tambahan bagi calon peneliti selanjutnya. Metode yang digunakan dalam mencapai tujuan: Metode penelitian hukum normatif (tahun pertana dan kedua. Tahun ketiga menggunakan metode penelitian hukum empirik dan bersifat kualitatif dan deskriptif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat sistem konsep yang terkandung dalam prinsip konservasi versi konstitusi Indonesia dan harus menyatu antara “konsep dikuasai negara “ dengan “konsep dikuasai daerah” rumuskan hukum perikanan bergagasan eksploitasi dan budidaya serta sedikit mengemukakan konsep konservasi di perikanan laut atas dasar prinsip dekonsentrasi karena kuat dugaan pembentuk hukum menafsirkan isi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tidak secara utuh. Dengan demikian UU Perikanan No.31 Thn 2004 (Pasal 60) inkonstitusional. Selanjutnya UU No. 45 Tahun 2009 perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, khususnya ketentuan Pasal 60 pemerintah daerah menerapkan prinsip mandate dalam arti ketiadaan kewenangan pada pemerintah daerah . kehendak uu ini menonjolkan konsep konservasi dan perlindungannya namun kewenangan berada di pusat. Dengan demikian uu ini inkonstitusional pula, kecuali UU Pemda No. 32 Tahun 2004 berkesesuaian dengan UUD 1945 berdasarkan rumusan ketentuan Pasal 18 mengedepankan pemikiran pembagian wilayah pengelolaan wilayah perikanan menonjolkan gagasan Pasal 33 ayat (3) tentang wewenang pusat dan daerah dipadukan dengan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 dan sangat mempertimbangkan prinsip konservasi pada Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dalam Pasal 18 ayat (3) UU Pemda. Gagasan tentang otonomi perikanan terlihat dalam hal bersama mengatur, melindungi dan mengelola perikanan berdasarkan wewenang yang dimiliki dan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai digariskan dlm UU organik (perikanan nasional oleh Pemerintah, Perikanan daerah oleh Pemda (DKP). Rekomendasi hasil penelitian perlu amandemen ketentuan Pasal 60 pada kedua uu perikanan diseleraskan dengan ide dasar desentralisasi dan konservasi menurut ketentuan Pasal 33 ayat (3), (4) serta Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 serta Pasal 18 UU Pemda demi pengelolaan perikanan nasional dan daerah secara berkelanjutan. 25
POLA PEMBINAAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN YANG RESPONSIVE TERHADAP PENGARUSUTAMAAN HAK ANAK DI LAPAS ANAK KELAS IIA KUPANG Reny R Masu1 , Mien Ratoe Oedjoe2,Orpa G. Manuain3 Dosen Fakultas HUKUM Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIa Kupang melaksanakan pembinaan kepada Narapidana Anak didasarkan kepada UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pelaksanaan Pembinaan didasarkan Kepada Peraturan Menteri Kehakiman, peraturan perundangan tersebut bersifat umum melintasi jenis kelamin dan usia, menganut asas hukum pidana “ geenstraft zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan), pendekatan security disampinbg kesejahteraan anak; Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA) dipergunakan sebagai strategi untuk melindungi hak anak perlu mendapat perhatian dari berbagai komnponen bangsa termasuk Lapas Anak Kelas IIa Kupang. Diperlukan kajian untuk mengetahui masalah diseputar implementasi PUHA di Lapas Anak Kelas IIa Kupang. Masalah yang dikemukakan adalah Bagaimana upaya yang telah diambil dalam pembinaan dan pendidikan anak didik pemasyarakatan; Apakah yang menjadi factor penghambat dalam upaya membangun pola pembinaan yang responsive PUHA; Apakah solusi yang diambil mengatasi hambatan dalam menerapkan pola pembinaan yang responsive PUHA; Bagaimana Model pembinaan anak didik pemasyarakatan yang responsive PUHA Metode pendekatan deskriptif kualitatif, dengan mempergunakan alat analisis Problem Based Approach (Proba) diperoleh jawaban atas masalah bahwa Telah terdapat upaya yang telah dilakukan Lapas Anak kelas IIa Kupang dalam memberikan pembinaan demi perlindungan akan hak Anak melalui kegiatan kepribadian, ketarmpilan dan pengetahuan, pendampingan dan konsultasi masalah anak, keterbukaan menerima program dan kegiatan stake holders bidang perlindungan anak; masalah yang dihadapi berhubungan dengan perundang-undangan yang berlaku umum diterapkan pada masalah anak, perbedaan pandangan mengenai pendekatan pembinaan, mengenai PUHA, Kapasitas Sumberdaya manusia dan Anggaran yang terbatas, data terpilah belum optimal di terapkan, kelembagaan PUHA belum tampak; mutasi pejabat yang bersifat umum. Solusi yang diambil menyamakan persepsi tentang peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dalam pelaksanaannya biasanya diadakan sharing antara para petugas, terutama pada saat Rapat Team pemgamat Pemasyarakatan (TPP); Peningkatan kapasitas petugas melalui sosialisasi, menjadi anggota Lembaga Perlindungan Anak, terbuka terhadap program dan kegiatan yang di samapaikan oleh LSM, PT maupun stake holders lainnya; tingkatkan koordinasi dengan stake holdes KemenHukHAM, dinas pendidikan Kota untuk mengatasi masalah anggaran; Komunikasi dengan anak; Petugas membuka diri; Memberikan kebebasan kepada Bapas untuk mengadakan penelitian tentang anak; ditemukan model pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan yaitu Model system Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan yang meningtegrasikan Roh PUHA kedalam Pola Pembinaan yang selama ini dianut. Kata kunci: Pola, Pembinaan, Lapas Anak, Pengarusutamaam Hak Anak
26
6. FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PENDIDIKAN
ANALISIS KEBIJAKAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN PARIWISATA DI NUSA TENGGARA TIMUR (STUDI KASUS DI KABUPATEN RAIJUA DAN SUMBA BARAT DAYA) Apriana H.J.Fanggidae1, Catrin Adam dan Jeny Eoh2 Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang Abstrak Koperasi berkualitas adalah badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya dengan berlandaskan pada gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian nasional. Potensi atraksi alam, pantai, budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam memberikan peluang bagi daerah khususnya SBD dan Sabu Raijua meningkatkan pendapatan daerah melalui pengembangan pariwisata. Hasil penelitian ini mendorong peneliti melakukan penelitian lanjutan untuk tahun kedua dengan tujuan kegiatan yaitu Studi Kelayakan Model Kemitraan Pemerintah Swasta dan Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Koperasi dan Pariwisata di NTT. Dari penelitian ini diharapkan menghasilkan luaran berupa Model Kelayakan kemitraan Pemerintah, Swasta, dan PT dalam pengembangan koperasi dan Pariwisata di NTT dan Publikasi Ilmiah serta Bahan Ajar. Populasi dalam penelitian ini adalah mereka yang terlibat dalam pengembangan koperasi dan pariwisata. Pengambilan sampel diambil sesuai kebutuhan/kepentingan penelitian di Kabupaten Sabu Raijua dan SBD. Hasil penelitian menujukkan bahwa produk pariwisata yang menjadi unggulan dan layak dikembangkan adalah 1) Sabu Raijua: Lontar, jagung, sorgum, rumput laut, atraksi budaya, atraksi laut/pantai dan atraksi tenun ikat. 2) Sumba Barat Daya: jagung, pisang, kuda, kerbau, tebu, kakao, jambu mete, atraksi budaya, atraksi alam pegunungan, atraksi laut/pantai dan atraksi tenun ikat. Dan koperasi yang layak dipercayakan untuk mengembangkan potensi pariwisata adalah: 1) Sabu Raijua: Koperasi Mira Kaddi Hari, KSU Habba Rae dap KSU Saliko. 2) Sumba Barat Daya: KSP Iya Teki, KSP Eta Dabba, Kopwan Analalo, Hotel “Newa Resort”, Kopwan Wali Ate dan Koperasi Tamera. Pengembangan sektor kepariwisataan perlu memperhatian kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan, pasar, legalitas, keuangan, dan sosial ekonomi serta lingkungan hidup mengingat salah satu unsur wisata adalah sumber daya alam yang merupakan bagian dari lingkungan hidup. Model kelayakan pengembangan koperasi dan pariwisata akan terpadu dan bersinergi melalui kekuatan masyarakat, pemerintah, LSM, pengelola pariwisata, akademisi, media masa dan pelaku kepariwisataan lainnya serta Pemerintah dituntut untuk bersikap tegas yakni tidak akan menggunakan lagi sistem proteksi dalam pengembangan dunia usaha tetapi lebih banyak berperan sebagai penyedia fasilitas, pembuat dan penegak peraturan dan pemberi bantuan perkuatan bagi yang lemah. Kata Kunci: Kelayakan, kemitraan, pemerintah, Akademisi, koperasi dan pariwisata
27
PENGARUH TATAKELOLA KORPORASI UKURAN, TERHADAP LEVERAGE,BIAYA AGENSI,TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI DAN DAMPAKNYA PADA NILAI KORPORASI Oktovianus Nawa Pau Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa apakah telah terjadi peningkatan nilai ukuran korporasi, leverage, biaya agensi dan tanggung jawab sosial korporasi yang berpengaruh pada peningkatan nilai saham di pasar modal Indonesia sebagai dampak dari penerapan tata kelola korporasi yang baik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory survey dengan metode General Least Ssquare(GLS). Penelitian ini menggunakan data sampel 19 korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan mengikuti program riset penerapan tata kelola yang baik dan tanggung jawab sosial korporasi dengan periode pengamatan tahun 2007 sampai tahun 2013. Hasil penelitian ini secara keseluruhan menunjukan bahwa penerapan tata kelola korporasi yang baik dapat meningkatkan nilai ukuran korporasi serta berkontribusi pada peningkatan nilai saham korporasi di pasar modal secara signifikan. Ditunjukkan oleh koefisien R-square = 0.95 dan koefisien β = 0.2583 artinya 25.83 persen kontribusi berasal dari variabel dalam model(terdiri dari tata kelola β = -0.01858, ukuran korporasi β = +0.4435; leverage β = -0.01699; biaya agensi β = +0.0032; dan tanggung jawab sosial β = +0.01699). Secara parsial hasil penelitian disertasi ini menemukan bahwa: 1) tata kelola berpengaruh positif dan signifikan terhadap ukuran korporasi dengan koefisien β = 0.2686; 2) tata kelola berpengaruh positif dan signifikan terhadap leverage korporasi dengan koefisien β = 0.2674; 3) tata kelola berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya agensi dengan koefisien β = 0.0972; 4) tata kelola berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tanggung jawab sosial dengan koefisien β = -2.163; 5) tata kelola berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai saham dengan kofisien β = 0.0918; 6) ukuran korporasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan nilai saham korporasi dengan koefisien β = 0.5238. 7) Leverage korporasi berpengaruh negatif signifikan terhadap peningkatan nilai saham dengan koefisien β = -0.01664. 8) Biaya agensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai saham dengan koefisien β = 0.0151; 9) tanggung jawab sosial korporasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai saham korporasi dengan koefisien β = 0.000261. Kata kunci: Tata kelola korporasi, Nilai saham, Tanggung jawab sosial, Ukuran, Leverage, dan Biaya agensi.
28