1 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
SHORT STORY DALAM PEMBELAJARAN CRITICAL WRITING DI SEKOLAH DASAR Diska Fratiwi Setiawan1, Winti Ananthia2, Yunus Abidin2 Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan writing siswa dan kurangnya pengembangan materi ajar dan pengemasan materi pembelajaran Bahasa Inggris di SD dalam bentuk media yang menarik. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk memperoleh gambaran tentang proses dan (2) hasil belajar critical writing siswa di kelas III SD dengan menggunakan short story. Subjek penelitian ini adalah siswa SDN Cijagra 2 yang terdiri dari 38 siswa. Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas model Elliott yang dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing siklusnya terdiri dari tiga tindakan. Pengumpulan data dilakukan menggunakan lembar observasi, lembar wawancara, catatan lapangan, worksheet, lembar evaluasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) proses pembelajaran critical writing siswa di kelas III SD dengan menggunakan short story dapat mengembangkan kemampuan critical writing pada indikator flexibility dan spelling. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai siswa dari siklus I yakni 58,02, pada siklus II 67,2 dan siklus III 78,3 (2) hasil belajar critical writing siswa di kelas III SD dengan menggunakan short story menunjukkan peningkatan pada kemampuan critical writing pada aspek classifying data dan pembuatan produk. Rerata hasil belajar siswa pada siklus I yakni 70,07; siklus II 71,4; siklus III 75,9. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan short story dapat meningkatkan kemampuan writing siswa sekolah dasar kelas III. Kata kunci: short story, critical writing, EFL, EYL, pembelajaran Bahasa Inggris, Sekolah Dasar.
1) 2)
Penulis Penanggung Jawab
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
2 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
SHORT STORY TO TEACHING CRITICAL WRITING IN PRIMARY SCHOOL
ABSTRACT This research is motivated by the lack of writing ability of students and the lack of development of teaching materials and packaging materials learning English in elementary school in the form of media interest. The purpose of this study were (1) to gain an overview of the process and (2) critical writing learning outcomes of students in third grade of primary school using short story. The subjects were students of SDN Cijagra 2 which consists of 38 students. This study uses classroom action research design with models of Elliott who carried out in three cycles. Each cycle consists of three acts. Data is collected using observation sheets, interviews sheets, field notes, worksheets, evaluation sheets and documentation. The results of this study indicate that (1) the learning process of critical writing in third grade using short story can develop the critical capabilities to the indicators of flexibility and spelling. It is evident from the increasing value of students from the first cycle is 58,02, in the second cycle 67,2 and the third cycle 78,3 (2) critical writing learning outcomes of students in third grade using short story showed an increase in the ability of critical writing on aspects of classifying the data and making products. Average student learning outcomes in the first cycle ie, 70,07; Cycle II 71,4; the third cycle 75,9. Based on these results, we can conclude that the use of short story writing can enhance the ability of third grade elementary school students. Keywords: short story, critical writing, EFL, EYL, pembelajaran Bahasa Inggris, Primary School.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
3 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
Pendidikan di Indonesia terus berkembang secara dinamis. Begitupun dengan perkembangan bahasa sebagai salah satu alat penyampai ide dan gagasan (Hamalik, 2011). Selain Bahasa Indonesia, bahasa asing seperti Bahasa Inggris juga penting untuk dipelajari. Hal ini dapat dilihat saat dua orang yang berlatar belakang bahasa berbeda bertemu, kemungkinan besar Bahasa Inggrislah yang digunakan untuk saling berkomunikasi. Selain itu, pentingnya mempelajari Bahasa Inggris dapat dilihat dari banyaknya ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang disampaikan menggunakan Bahasa Inggris. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa yang dikuasai oleh mayoritas masyarakat dunia (Crystal, 2003; Kitao, 1996). Dengan menguasai Bahasa Inggris, seseorang tidak berperan sebagai penonton saja, namun juga dapat berpartisipasi dalam isu-isu internasional. Pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing sangat baik untuk dikenalkan sejak dini atau pada konteks ini terhadap anak usia sekolah dasar. Pada usia tersebut, anak sangat mudah memahami dan meniru apa yang dipelajarinya (Brewster, Ellis & Girard, 2002). Dengan potensi tersebut anak dapat menguasai Bahasa Inggris secara optimal. Namun pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar di Kabupaten Bandung sebagian besar dimulai dengan pembelajaran writing melalui aktivitas copying. Akan tetapi aktivitas tersebut membuat siswa kurang memahami makna kata yang ditulis.
Berdasarkan observasi prapenelitian pada pembelajaran Bahasa Inggris di kelas III SDN Cijagra 2, kegiatan belajar dilakukan menggunakan metode konvensional dengan teknik menerjemahkan atau grammar-translation method (GTM). Aktivitas pembelajaran writing dilakukan dengan menulis soal yang ditulis di papan tulis dan disalin pada buku tulis siswa. Aktivitas tersebut memakan waktu yang cukup lama karena tidak ada sumber belajar atau LKS yang memadai sehingga tidak banyak aktivitas lain yang bisa lakukan oleh siswa. Siswa masih melakukan kegiatan copying sehingga masih belum terlihat kemampuan spelling yang dimiliki. Kegiatan belajarpun masih belum menggunakan media pembelajaran yang menarik, sehingga siswa belum bisa mendapatkan pengalaman yang optimal dalam pembelajaran Bahasa Inggris di kelas. Selain itu, proses belajar masih belum memunculkan kemampuan critical thinking siswa. Padahal pada usia tersebut kemampuan berpikir kritis siswa sudah bisa dikembangkan. Melihat proses belajar yang dilakukan, terdapat masalah yang muncul yakni masih kurangnya pengembangan materi ajar dan pengemasan materi ajar tersebut ke dalam bentuk media yang menarik. Metode konvensional dan GTM hendaknya dikurangi dalam proses belajar karena metode ini kurang memperhatikan kemampuan komunikasi siswa (Liu & Shi, 2007). Berkaitan dengan pendapat tersebut, Trilling dan Fadel (2009) mengungkapkan bahwa keterampilan berbahasa dan berkomunikasi
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
4 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
merupakan keterampilan yang dibutuhkan di abad ke-21. Maka dari itu pembelajaran Bahasa Inggris hendaknya mendorong siswa untuk berkomukasi baik bersama guru maupun teman. Bentuk komunikasi tersebut dapat berupa tulisan yang distimulus oleh materi ajar. Selain itu pembelajaran Bahasa Inggris juga disesuaikan dengan karakteristik siswa agar dapat membantu tercapainya pemahaman siswa tentang materi yang diberikan. Pembelajaran bukan hanya berfokus pada pendekatan dan metode saja, namun yang tak kalah penting adalah materi dari pembelajaran itu sendiri. Setelah tujuan pembelajaran disusun, maka materi ajar merupakan elemen selanjutnya yang dipikirkan secara matang. Maka dari itu materi pembelajaran Bahasa Inggris disesuaikan dengan tepat karena materi ajar berpengaruh besar terhadap pengalaman belajar siswa. Salah satu materi ajar yang dapat diberikan dalam pembelajaran Bahasa Inggris yakni short story. Banyaknya manfaat yang terkandung dalam short story dapat menjadi salah satu cara memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan kaya makna. Namun media pembelajaran Bahasa Inggris yang belum tersedia membuat siswa belum dapat memaknai pembelajaran Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Siswa yang masih dalam tahap operasional konkrit membutuhkan media untuk membantunya belajar. Selama ini, media pembelajaran lebih banyak digunakan dalam pembelajaran sains. Berbeda dengan pembelajaran bahasa yang seringkali kurang mengoptimalkan penyajian
media pembelajaran terutama untuk siswa usia sekolah dasar. Padahal media pembelajaran bukan hanya dibutuhkan dalam pembelajaran sains saja namun juga dalam pembelajaran bahasa. Disamping itu, aktivitas pembelajaran masih kurang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang suka bermain dan aktif bergerak secara fisik. Oleh karena itu pembelajaran Bahasa Inggris hendaknya memungkinkan siswa dapat bermain sambil belajar. Short story dapat disampaikan melalui media pembelajaran yang beragam. Hal ini dilakukan untuk memberikan input yang baik demi meningkatkan motivasi belajar siswa. Short story yang diberikan melalui media pembelajaran juga sesuai dengan tahap belajar yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Arsyad, 2010) yakni pada tahap iconic. Pada tahap ini siswa diberi pengalaman piktorial atau belajar melalui gambar. Untuk siswa yang mempelajari Bahasa Inggris di sekolah dasar, tahap tersebut merupakan tahap yang sangat penting sebelum siswa menuju tahap belajar yang lebih abstrak. Melalui short story, siswa tidak hanya mempelajari kosakata baru, namun siswa juga dapat mengkritisi isi cerita. Dengan membaca dan memahami informasi atau masalah dalam cerita, siswa dapat mengasah daya pikirnya dengan mengemukakan ide dan pendapat. Mengasah kemampuan berpikir kritis (critical thinking) siswa dapat dilakukan melalui generating different ideas atau flexibility (Sternberg, 1986). Dalam konteks short story, siswa diberikan informasi untuk dapat lebih leluasa
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
5 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
mengungkapkan pemikirannya mengenai cerita. Dengan begitu, kemampuan siswa untuk menganalisis cerita dapat terasah dan siswa dapat berpartisipasi aktif menanggapi short story yang divisualisasikan dengan baik. Selain itu, dengan bantuan short story siswa dibiasakan untuk membaca dan menuliskan ide atau pendapat yang mereka miliki melalui aktivitas writing. Aktivitas ini diharapkan dapat mengembang-kan kemampuan siswa dalam mengomunikasikan daya berpikir kritisnya kepada orang lain. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar”. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti bertujuan untuk mengetahui gambaran proses pembelajaran critical writing siswa di kelas III SD dengan menggunakan short story. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang diterima di dunia secara luas sebagai bahasa internasional (Nga, 2008; Ke, 2015; Genç & Bada, 2010; Gohil, 2013; Rohmah, 2005; TESOL, 2008; Doms, 2003; McLean, 2012; Lauder, 2008). Di Indonesia, Bahasa Inggris adalah salah satu bahasa asing yang sangat menonjol (Rini, 2014). Bahasa Inggris bukanlah bahasa pertama maupun bahasa kedua di Indonesia, namun merupakan bahasa asing atau foreign language (Pasassung, 2003; Musthafa, 2010). Bahasa ini menjadi sangat penting karena ilmu pengetahuan, informasi, dan banyak hal lainnya disebar menggunakan Bahasa Inggris. Hal tersebut tidak berdampak pada perkembangan politik dan budaya saja, namun berdampak pula pada perkembangan
pendidikan. Bukan hanya di tingkat perguruan tinggi, namun juga di tingkat sekolah dasar. Meskipun Bahasa Inggris diajarkan sejak jenjang sekolah dasar namun pembelajaran bahasa Inggris masih belum bisa menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi komunikasi berbahasa Inggris. Padahal kemampu-an komunikasi adalah salah satu kemampuan yang dibutuhkan di abad 21 (Trilling & Fadel, 2009; Burkhardt, et al., 2003). Melihat kebutuhan tersebut, pembelajaran Bahasa Inggris dalam konteks sekolah dasar hendaknya dapat menumbuhkan kemampuan komunikasi siswa. Salah satu cara untuk berkomunikasi adalah melalui tulisan (Trilling & Fadel, 2009). Meskipun kemampuan siswa dalam berkomunikasi lewat tulisan berbahasa Inggris masih rendah, namun guru tetap dapat mengoptimalkan penggunaan bahasa tersebut selama kegiatan pembelajaran (Phillips, 2008; Slattery & Willis, 2001; Moon, 2002). Akan tetapi Linse (2005) menambahkan bahwa guru dapat menggunakan bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru tidak dilarang untuk menggunakan bahasa ibu atau mother tongue, namun guru dapat melakukan recasting (Slattery & Willis, 2001; Moon, 2002). Recasting diberikan sebagai upaya pembiasaan kepada siswa untuk berusaha berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam mempelajari bahasa asing, guru tetap harus membantu siswa memahami Bahasa Inggris melalui
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
6 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
bahasa ibu dalam hal ini Bahasa Indonesia. Kemampuan berbahasa Inggris terdiri dari empat keterampilan yakni listening, speaking, reading, dan writing (Harris dalam Tarigan, 1994 hlm. 1). Keterampilan tersebut saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri. Untuk keterampilan writing akan lebih baik jika dikenalkan setelah siswa mempelajari listening dan speaking barulah setelah itu pembelajaran reading (Phillips, 2008). Menurut Tandy dan Howell (2008) menulis adalah gabungan dari berpikir, merasakan dan merefleksikan, dimana hal tersebut memakan waktu yang cukup panjang. Banyak yang beranggapan bahwa menulis adalah keterampilan yang sulit untuk dikuasai (Scott & Ytreberg, 2003; Georgiou & Pavlou, 2003; Suyanto, 2010; Adas & Bakir, 2013; Fadda, 2012), namun menulis adalah proses mental yang dapat diajarkan dan dipelajari (Hickey, 2010). Namun keterbatasan ruang dan waktu dalam pembelajaran Bahasa Inggris khususnya di sekolah dasar menjadi salah satu faktor sulitnya mengembangkan kemampuan writing siswa. Kesulitan menulis dalam Bahasa Inggris bukan hanya disebabkan oleh tata Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang cenderung berbeda namun juga dikarenakan banyak elemen yang harus dikuasai seperti mempelajari cara menulis menggunakan tanda baca (punctuation), grammar dan spelling yang tepat. Kegiatan ini membutuhkan banyak latihan sehingga siswa dapat menulis dengan baik.
Salah satu elemen dalam menulis yang dianggap penting yakni spelling. Berdasarkan Devonshire, Morris & Fluck (dalam Russo & Pike, 2014 hlm. 2), English has 1.120 spellings of 44 phonemes that are represented by only 26 letters. Latham (2002) juga menyatakan bahwa 26 alphabet dapat menghasilkan kata-kata yang tidak terbatas. Banyaknya kata-kata tersebut menjadikan pembelajaran Bahasa Inggris cukup sulit dipelajari karena cara pengucapan berbeda dengan cara penulisannya. Maka dari itu elemen ini dianggap penting karena susunan huruf yang dibentuk menjadi satu kata akan memberikan arti atau makna tertentu. Apabila satu huruf dalam satu kata salah maka maknanya pun menjadi berbeda. Menurut Heald-Taylor (dalam Wallace, 2006) kunci dalam mempelajari spelling salah satunya yakni melalui membaca. Dengan begitu siswa dapat mempelajari spelling dengan konteks yang bermakna. Hal ini sejalan dengan pernyataan Krashen (dalam Wallace, 2006) bahwa banyak orang mempelajari cara spelling melalui membaca. Dalam sebuah penelitian di sebuah sekolah, akan lebih efektif jika siswa belajar spelling dengan melihat cara siswa menulis saat diberi tugas ketimbang dengan siswa hanya mengingat-ingatnya, agar siswa tahu dengan pasti saat melakukan misspelled (Loeffler dalam Wallace, 2006). Kegiatan menulis dapat dikembangkan dan dimodifikasi oleh guru sesuai dengan kebutuhan. Dalam penelitian ini tahap menulis merupa-kan modifikasi writing stages dari Harmer dan Gebhard.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
7 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
Peneliti melakukan beberapa tahap yakni prewriting, drafting, dan final version. Tahap prewriting yakni proses siswa membaca cerita yang diberikan oleh guru, lalu tahap drafting saat siswa menulis pendapat berdasarkan cerita, dan tahap final version dilakukan melalui membaca hasil tulisan di depan kelas. Proses menulis yang dilakukan yakni berfokus pada penguasaan spelling siswa terhadap target kosakata. Bentuk aktivitas yang dilakukan adalah guided writing activity yang dikemas melalui stirring dan settling activity. Selain itu peneliti memberikan kegiatan instant writing (Harmer, 2007) dalam bentuk permainan untuk melatih kemampuan siswa menulis dengan cepat dan belajar melalui menulis kreatif (Slattery & Willis, 2001). Melatih keterampilan berbahasa sama artinya dengan melatih keterampilan berpikir (Tarigan, 1994 hlm. 1). Manusia tidak serta merta dapat langsung berbahasa dengan lancar. Sebelum mem-produksi bahasa tentunya setiap orang akan melalui tahap berpikir. Rozakis (1998, hlm. 4) menyatakan bahwa critical thinking is neither inborn nor naturally. Kemampuan seseorang dalam berpikir kritis tidaklah dilahirkan namun melalui proses yang berkelanjutan atau yang disebut oleh Tager & Rosen (2013) sebagai ongoing process. Critical thinking tidak dapat dilakukan dalam satu atau dua kali pertemuan saja namun butuh proses berkali-kali untuk melihat perkem-bangannya. Salah satu cara memunculkan ide dan pendapat yakni melalui kegiatan writing dimana kegiatan ini
membutuhkan waktu yang tidak singkat. Menurut DePorter dan Hernacki (dalam Ilmayani, 2015), writing merupakan aktivitas yang melibatkan otak kiri dan otak kanan, sehingga guru tidak bisa memaksakan siswa untuk sesegera mungkin menyelesaikan tulisannya. Sternberg (1986) yang menyebutkan bahwa generating different ideas atau flexibility merupakan salah satu indikator berpikir kritis. Begitupun dengan pendapat Rozakis (1998) bahwa penguasaan keterampilan klasifikasi dan keluwesan (flexibility) adalah salah satu keterampilan yang penting untuk dikuasai siswa. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan sebelumnya, bahwa siswa yang sedang dalam tahap concrete operational sudah mampu mengklasifikasikan benda-benda dengan ciri tertentu (Ojose, 2008; Talat, Abro, Jamali, 2013). Target vocabularies yang harus dikuasai oleh siswa dalam penulis-annya hendaknya dapat dikemas dalam bentuk materi ajar yang menarik dan tidak kaku. Salah satu materi ajar yang tidak terkesan kaku salah satunya adalah short story. Short story atau cerita pendek merupakan prosa modern yang memiliki beberapa bagian seperti tema, tokoh, latar, dan sudut pandang (Yusuf, Kimtafsirah & Nurhasanah, 2006). Keunggulan short story antara lain dapat membuat siswa terbiasa membaca, memahami dan menghargai cerita (Mead dan Tilley, 2012). Selain itu siswa juga dapat meningkatkan daya imajinasi dan belajar untuk saling menghargai (Erkaya, 2005). Selain untuk mengembangkan vocabulary (Kaya,
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
8 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
2014), short story juga menjadi bacaan yang menghibur dan berkesan bagi siswa sehingga antusias dalam menerima pelajaran. Pesan-pesan edukatif juga dapat dimuat secara efektif dalam short story untuk menghindari kesan kaku saat menyampaikan nilai karakter. Short story juga lebih mudah dipahami dan untuk dipelajari karena lebih pendek dari novel (Kaya, 2014). Keunggulan lainnya yakni short story dapat melatih kemampuan komunikasi (Thiyagarajan dalam Zahra & Farrah, 2016). Kaya (2014) yang menyatakan bahwa short story dalam kelas EFL dapat meningkatkan cognitive skill. Kebiasaan berpikir siswa menurut Meier (dalam Schmoker, 2012) hendaknya dibiasakan melalui membaca teks agar siswa dapat mengkritisi bacaan tersebut dengan memberikan pendapat atau bahkan menentang gagasan yang diberikan. Howie (dalam Erkaya, 2005) setuju jika short story diberikan untuk mengajarkan critical thinking. Maka dari itu kegiatan pembelajar-an critical writing dapat diberikan melalui short story. Teknik yang digunakan untuk menyampaikan short story dalam penelitian ini yakni melalui story reading. Teknik ini dipilih karena dapat memengaruhi perkembangan bahasa siswa dan pemahaman isi cerita (Isbell, et al., 2004). Selain itu Kaderavek & Justice (dalam Isbell, et al., 2004) juga menyata-kan bahwa story reading memberi kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi. METODE
Desain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang biasa dikenal dengan Classroom Action Research. Penelitian tindakan ini adalah jenis penelitian terapan dimana peneliti secara aktif terlibat dalam mengatasi penelitian tersebut (Rust & Clark, 2006). Kurt Lewin (dalam Abidin, 2011) menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan penelitian yang dilakukan secara berulang demi tercapainya perbaikan dan mendapatkan hasilnya. Berdasarkan model yang dibentuk Lewin, John Elliott mendesain penelitian yang dilakukan dalam beberapa siklus dimana dalam setiap siklusnya terdiri pula dari beberapa tindakan. Peneliti memilih model ini karena untuk satu tema dalam pembelajaran tidak dapat dilakukan dalam satu kali tindakan. Terutama dalam pembelajaran writing. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Cijagra 2, Kecamatan Bojong-soang, Kabupaten Bandung. Subjek penelitian adalah siswa kelas III tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah 38 orang yang terdiri dari 17 siswa dan 21 siswi. Disamping siswa, guru mata pelajaran Bahasa Inggris diikut-sertakan sebagai observer. Guru tersebut dipilih menjadi observer karena sangat memahami kondisi kelas dengan baik. PROSES DAN PEMBAHASAN Proses belajar diukur dengan indikator kemampuan spelling dan flexibility. Pada siklus I, siswa sangat antusias mengikuti kegiatan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
9 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
membaca short story dengan menggunakan media zigzag book. Siswa bersorak saat guru menunjukkan zigzag book yang belum pernah digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Antusiasme siswa juga terlihat dari keseriusan siswa mengikuti jalannya cerita dan meminta pertemuan selanjutnya untuk membaca cerita kembali. Berdasarkan wawancara, beberapa siswa menyukai gambar-gambar dengan berbagai warna yang ada di dalam buku. Terkadang saat siswa telah selesai mengerjakan worksheet, siswa meminjam zigzag book untuk dimainkan bersama-sama di meja guru. Saat kegiatan critical writing, siswa belajar untuk bekerjasama, menghargai pendapat dalam kelompok diskusi, dan melakukan presentasi. Meskipun masih banyak siswa yang malu-malu, namun seluruh siswa sudah mau maju ke depan kelas. Ketika aktivitas board game, siswa terlibat keseruan dalam mengikutinya. Seluruh siswa berlomba-lomba menuliskan nama hewan dengan spelling yang benar. Beberapa siswa bahkan terlihat kecewa dan menggerutu karena belum mendapat giliran. Terdapat siswa yang mengaku belum terlalu memahami isi dari short story yang telah dipelajari. Berdasarkan hasil wawancara siswa tersebut menyatakan bahwa ia menyukai cerita tersebut namun masih sulit memahami maksudnya. Guru mengasumsikan bahwa siswa kurang memperhatikan saat sesi tanya jawab mengenai isi cerita terutama pada tindakan kedua. Maka dari itu guru sebisa mungkin
menggunakan gestur dan ekspresi. Selain itu bahasa tubuh juga diperlukan agar siswa mudah memahami instruksi meskipun disampaikan dalam Bahasa Inggris. Proses belajar pada siklus keduadi tindakan kedua siswa terlihat bingung dengan gambar-gambar yang ada di dalam short story. Meskipun begitu, siswa mendapatkan ilmu baru dan saat proses critical writing muncul berbagai macam negara lainnya yang dituliskan oleh siswa dalam worksheet. Pemberian worksheet secara individu lebih memudahkan guru melihat kemampuan critical writing siswa. Dalam hal ini terlihat bahwa pemberian short story dapat menambah vocabulary dan menambah pengetahuan siswa. Selanjutnya pada siklus III short story diberikan denga media mini book. Siswa menjadi tidak kondusif saat buku dibagikan, karena pada siklus-siklus sebelumnya siswa tidak menggunakan buku bacaan. Namun siswa mengajukan banyak pertanyaan saat sumber belajar berada di tangan siswa. Salah satu tokoh dalam short story terkesan kurang jelas pada tindakan 1 karena tokoh “The Boy” tidak diberi nama tokoh sehingga siswa menjadi bingung untuk menyebut nama tokoh yang dituju. Kemampuan critical writing siswa menjadi lebih baik, lebih jelas, dan logis. Siswa juga sudah mulai terbiasa dan tidak kaku dalam menyampaikan pendapat melalui tulisan. Berdasarkan proses belajar yang sudah dijelaskan diatas, rerata proses belajar siswa mengalami peningkatan pada setiap siklus.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
10 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
Nilai Siswa
Peningkatan tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
78,3 58,02
67,2
Siklus I Siklus II Siklus III
Gambar 1. Diagram Nilai Rerata Proses Belajar Siswa Berdasarkan diagram diatas, kemampuan critical writing siswa dari siklus ke siklus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan adanya perubahan secara bertahap yang terjadi pada kemampuan siswa baik dalam indikator flexibility maupun spelling. Pada indikator flexibility, peneliti menyimpulkan beberapa faktor yang menyebabkan nilai siswa mengalami peningkatan. Pertama, short story yang diberikan kepada siswa lebih logis dari siklus ke siklus. Pada siklus pertama hewan-hewan yang terdapat pada short story adalah hewan-hewan yang biasa dilihat oleh siswa, namun konten cerita cukup imajinatif. Meskipun pada satu tindakan di siklus II guru lupa untuk merahasiakan ending story, namun aspek flexibility cukup meningkat. Sedangkan pada siklus terakhir, konten cerita jauh lebih dekat dengan keseharian siswa sehingga siswa dapat memberikan ide atau gagasannya dengan lebih jelas berdasarkan pengalaman yang dimiliki.
Berdasarkan proses diatas, catatan lapangan dan hasil wawancara dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan critical writing dipengaruhi oleh short story, baik dalam isi cerita maupun cara menstimulus siswa pada proses bercerita dan juga rancangan worksheet yang sesuai dengan short story yang diberikan. Faktor utama tersebut menjadikan kemampuan critical writing siswa meningkat secara bertahap. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ilmayani (2015) bahwa penggunaan story dapat meningkat-kan kemampuan writing siswa SD dan membantu siswa mempelajari vocabulary dan spelling. KESIMPULAN Proses pembelajaran critical writing siswa di kelas III SD dengan menggunakan short story dilakukan dalam empat tahap, yakni prewriting, drafting, revising, dan final version. Proses belajar menggunakan short story lebih efektif saat guru memahami karakteristik siswa SD, dapat menguasai classroom management, meliputi giving instructions, classroom language, time management, dan seating arrangement. Pada penelitian ini short story dapat mengembangkan kemampuan critical writing pada indikator flexibility dan spelling siswa dalam proses belajar. Siswa bersemangat dan secara bertahap mampu menuliskan pendapat mengenai cerita. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai proses siswa dari siklus I yakni 58,02, pada siklus II 67,2 dan siklus III 78,3.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
11 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
context. Asian EFL Journal, 8, 1738-1460.
REFERENSI Abidin, Y. (2011). Penelitian pendidikan dalam gamitan pendidikan dasar dan paud. Bandung : Rizqi Press. Adas, D., Bakir, A. (2013). Writing Difficulties and New Solutions: Blended Learning as an Approach to Improve Writing Abilities. International Journal of Humanities and Social Science, 3(9), 254-266. Arsyad, A. (2013). pembelajaran. Rajawali Pers.
Media Jakarta:
Brewster, J., Ellis, Girard. (2002). The primary english teacher's guide. England: Penguin English Guide. Burkhardt, G., et.al. (2003). enGauge 21st Century Skills: Literacy in the Digital Age. North Central Regional Educational Laboratory and the Metiri Group. Crystal, D. (2003). English as global language. Cambridge: The Press Syndicate of The University of Cambridge. Doms, D. (2003). Roles and Impact of English as A Global Language. DISSERTATION. University of Birmingham: unpublished. Erkaya, O. R. (2005). Benefits of using short story in the efl
Fadda, H.A. (2012). Difficulties in Academic Writing: From the Perspective of King Saud University Postgraduate Students. Canadian Center of Science and Education, 5(3), 123-130. Genç, B., Bada, E. (2010). English as a World Language in Academic Writing. The Reading Matrix, 10(2), 142151. Georgiou, S. I., Pavlou, P. (2003). Assessing young learners. Oxford: Oxford University Press. Gohil, P. P. (2013). English as a Global Language. RET Academy for International Journals of Multidisciplinary Research (RAIJMR), 2(2), 713. Hamalik, O. (2011). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Harmer, J. (2007). How to teach writing. UK: Pearson Education Limited. Hickey, R. (2010). 33 Ways to help with writing. Oxon: Routledge. Ilmayani, W. (2011). Picture Story Book untuk meningkatkan kemampuan writing dalam pembelajaran Bahasa Inggris di kelas IV SD. SKRIPSI. Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
12 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
Isbell, R, et al. (2004). The Effect of storytelling and story reading on the oral language complexity and story comprehension of young children. Early childhood education journal, 32(3), 1570163. Kaya, S.U. (2014). Using Short Stories in ELT/EFL Classes. Bașkent University, Journal Of Education, 1(1), 41-47. Ke, I. (2015). English as a Global Language Education (EaGLE). Foreign Language Center, National Cheng Kung University & Airiti Press, 1(1), 65-87. Kitao, K. (1996). Why do we teach English? The Internet TESL Journal, 2(4). Lauder, A. (2008). The status and function of english in indonesia: a review of key factors. Department of Linguistics, University of Indonesia, 12(1), 9-20. Linse, C.T. (2005). Pratical english language teaching young learner. New York : McGraw Hill. Liu, Q., Shi, J. (2007). An analysis of language teaching approaches and methods — effectiveness and weakness. US-China Education Review, 4(1).
McLean, N. (2012). English: the birth of a global language. HONORS THESIS. Texas State University-San Marcos: unpublished. Mead, S., Tilley, A. (2012). Networking-using short stories in the english classroom. Short story module in hongkong schools, Hongkong. Moon, J. (2002). Children learning English. Oxford: MacMillan Heinemann. Musthafa, B. (2010).Teaching English to Young Learners in Indonesia: Essential Requirements, Indonesia University of Education. EDUCATIONIST, 4(2), 120125. Nga, N.T. (2008). English a global language and its implications for students, VNU Journal of Science, Foreign Languages, Faculty of English, Hanoi University of Education, 24, 260-266. Pasassung, N. (2003). Teaching English In An "AcquisitionPoor Environment": An Ethnographic Example Of A Remote Indonesian EFL Classroom. DISSERTATION. Department of Linguistics University of Sydney: unpublished. Phillips, S. (2008). Young learners. New York: Oxford University Press.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
13 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
Ojose, B. (2008). Applying Piaget’s Theory of Cognitive Development to Mathematics Instruction. The Mathematics Educator, 18(1), 26–30.
Sternberg, R. T. (1986). Critical thinking: its nature, measurement, and, improvement. USA: Yale University.
Rini,
Suyanto, K.K.E. (2010). English for young learners. Jakarta: Bumi Aksara
J.E. (2014). English in Indonesia: Its Position Among Other Languages in Indonesia. Petra Christian University, Vol.2, No.2, pp. 20-40.
Rohmah, Z. (2005). English as a global language: Its historical past and its future, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 33(1), 106117. Rozakis, L. (1998). 81 fresh & fun critical-thinking activities (engaging activities and reproducibles to develop kids’ higher-level thinking skills. New York: Scholastic Professional Books. Rust, F., Clark. C. (2006). How to do action research in your classroom (Booklet). Lessons from the Teachers Network Leadership Institute. Schmoker, M. 2012. Menjadi guru yang efektif. Jakarta: Penerbit Erlangga Scott, W., Ytreberg, L. (2003). Teaching english to children. New York: Longman. Slattery, M., Willis, J. (2001). English for primary teachers-A handbook of activities and classroom language. New York: Oxford University Press.
Talat, E., Abro, A., Jamali, M.Y. (2013). Analysis of cognitive development of learners at concrete operational stage in Pakistan. INTERDISCIPLINARY JOURNAL OF CONTEMPORARY RESEARCH IN BUSINESS, 5(3), 35-52. Tandy, M., Howell, J. (2008). Creating writers in the primary classroom. New York: Routledge Taylor & Francis Group. Tager, M., Rosen, Y. (2013). Evidence-Centered Concept Map as a Thinking Tool in Critical Thinking Computerbased Assessment. PEARSON, Research Report. TESOL (Teacher of English to Speakers of Other Language), Inc. (2008). Position Statement on English as a Global Language. Trilling, B., Fadel, C. (2009). 21st century skills-learning for life in our time. San Fransisco: Jossey-Bass.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
14 Diska Fratiwi Setiawan, Winti Ananthia, Yunus Abidin Short Story dalam Pembelajaran Critical Writing di Sekolah Dasar
Wallace, R.R. (2006). Characteristics of Effective Spelling Instruction. Reading horizon, Missouri State University, 46(4), 267-278. Yusuf, I., Kiemtafsirah, Nurhasanah. (2006). Bahan belajar mandiri bahasa inggris. Bandung: UPI PRESS Zahra, N. A., Farrah, M. A. (2016). Using Short Story in The EFL Classroom. Hebron University Palestine: unpublished.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.