BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Tinjauan Model Pembelajaran Mastery Learning a. Belajar Aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak lepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri maupun dalam suatu kelompok tertentu. Dipahami ataupun tidak dipahami sesungguhnya sebagian besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada ruang dan waktu dimana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar, serta belajar tidak pernah dibatasi oleh usia karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti. Aunurrahman (2009: 48) menyatakan bahwa, “Belajar dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman”. Dari definisi ini mencakup tiga unsur belajar yaitu belajar adalah perubahan tingkah laku, perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena latihan atau pengalaman, dan perubahan tingkah laku relatif tetap atau permanen untuk waktu yang cukup lama. Syah (2006: 92) menyatakan bahwa, “Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya. Suatu kegiatan belajar memiliki prinsip-prinsip belajar yaitu sebagai berikut: 1) Belajar merupakan bagian dari perkembangan; 2) Belajar berlangsung seumur hidup; 8
9
3) Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan serta usaha dari individu sendiri; 4) Belajar mencakup semua aspek kehidupan; 5) Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu; 6) Belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru; 7) Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi; 8) Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang sangat kompleks; 9) Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan; 10) Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang lain (Sukmadinata, 2009: 165). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu berlangsung pada setiap waktu dan tempat yang bersifat relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. b. Teori Belajar Teori belajar dapat membantu pendidik untuk memahami bagaimana peserta didik belajar. Pemahaman tentang cara belajar dapat membantu proses belajar lebih efektif, efisien, dan produktif. Dengan teori belajar, pendidik dapat merancang dan merencanakan proses pembelajarannya. Teori belajar juga dapat menjadi panduan pendidik untuk mengelola kelas serta membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku pendidik, serta hasil belajar peserta didik yang telah dicapai. Pemahaman mengenai teori belajar akan membantu pendidik dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada peserta didik sehingga dapat mencapai prestasi maksimal. Ada tiga teori belajar yang akan dijelaskan disini yaitu teori kognitivisme, konstruktivisme, dan behaviorisme. 1) Kognitivisme Dalam
teori
kognitivisme,
pembelajaran
terjadi
dengan
mengaktifkan indera peserta didik agar memperoleh pemahaman. Pengaktifan indera dapat dilaksanakan dengan menggunakan media atau alat bantu melalui berbagai metode. Sebagaimana yang dijelaskan
10
oleh Sani (2013: 10) bahwa pendidikan menurut teori belajar kognitif adalah sebagai berikut: a) Pendidikan menghasilkan individu atau peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi; b) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik; c) Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari; d) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya; e) Pendidik hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Setiap orang telah mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar terjadi bila materi yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki. Manusia sebagai organisme yang aktif yang menjadi sumber dari semua aktivitas. Tingkah laku manusia merupakan ekspresi dan akibat dari eksistensi internal manusia yang dapat diamati. Teori belajar yang berkembang berdasarkan teori ini adalah teori perkembangan Piaget, teori kognitif Brunner, dan teori bermakna Ausubel. Sani (2013: 10-11) juga menjelaskan bahwa ciri-ciri teori kognitivisme adalah: a) b) c) d) e) f)
Mementingkan apa yang ada pada diri individu; Mementingkan keseluruhan; Mementingkan peranan fungsi kognitif; Mementingkan keseimbangan dalam diri individu; Mementingkan kondisi saat ini; Mementingkan pembentukan struktur kognitif.
Jadi dalam teori kognitivisme berpandangan bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah)
11
meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap belajar siswa. 2) Konstruktivisme Konstruktivisme
merupakan
landasan
berpikir
(filosofi)
pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia secara sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (Sani, 2013: 20). Individu disini menghubungkan dan mengasimilasikan pengetahuan, kecakapan, pengalaman yang telah dimilikinya
dengan
pengetahuan,
kecakapan,
pengalaman baru
sehingga terjadi perubahan atau perkembangan. Teori ini menjelaskan bahwa pengetahuan ada dalam pikiran manusia dan merupakan interpretasi manusia terhadap pengalamannya tentang
dunia,
bersifat
perspektif,
konvensional,
tentatif,
dan
evolusioner. Pengetahuan atau konsep baru dibangun secara bertahap dari waktu ke waktu dalam konteks sosial. Pembelajaran konstruktivisme menekankan pada proses belajar, bukan mengajar. Peserta didik diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman yang nyata. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekankan hasil. Peserta didik didorong untuk melakukan penyelidikan dalam upaya mengembangkan rasa ingin tahu secara alami. Jadi peserta didik aktif mengkonstruksi secara terusmenerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah. Serta peran pendidik hanya sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar. 3) Behaviorisme Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Sani (2013: 4) menyatakan bahwa, “Teori behaviorisme menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat
12
diamati, diukur dan dinilai secara konkret”. Jadi perubahan perilaku sebagai hasil belajar harus dapat diamati, diukur, dan dinilai. Teori behaviorisme ini juga menggunakan prinsip hubungan stimulus-respons. Pembelajaran dilakukan dengan memberi stimulus kepada peserta didik agar menimbulkan respons yang tepat seperti yang diinginkan. Hubungan stimulus dan respons ini jika diulang akan menjadi sebuah kebiasaan. Respons atau perilaku dapat diperoleh menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan. Jika peserta didik menemukan kesulitan atau masalah, pendidik dapat menyuruhnya untuk mencoba dan mencoba lagi sampai memperoleh hasil. Berdasarkan uraian teori belajar di atas, teori yang sesuai dengan model pembelajaran Mastery Learning adalah teori behaviorisme. Karena model pembelajaran Mastery Learning merupakan kelompok model pembelajaran
perilaku.
Kelompok
model
pembelajaran
perilaku
menekankan pada perubahan perilaku peserta didik agar konsisten dengan konsep diri yang mereka miliki. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi perilaku (behaviorisme) yang membahas tentang perilaku yang dapat diukur dan operasional. c. Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar yang diupayakan oleh seorang guru kepada siswanya. Proses pembelajaran di sekolah dibebankan oleh guru, sebab guru merupakan tenaga profesional yang dipersiapkan untuk itu. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 20 telah dijelaskan bahwa, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Di dalam konsep tersebut terkandung 5 konsep yaitu interaksi peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar. Selain itu, Ormrod (2003: 111) juga mendefinisikan bahwa, “Learning is a process that brings together cognitive, emotional, and environmental influences and experiences for acquiring, enhancing, or making changes in
13
one’s knowledge, skills, values, and world views”. Dapat diartikan bahwa pembelajaran adalah proses yang membawa secara bersama pengetahuan kognitif, emosi, dan pengaruh lingkungan serta pengalaman untuk mendapatkan, memperluas atau membuat perubahan terhadap pengetahuan, keahlian, nilai-nilai, dan pandangan terhadap dunia yang dimiliki seseorang. Jadi
berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran adalah suatu kegiatan dalam proses belajar dan mengajar antara siswa dengan guru terjadi interaksi dan komunikasi serta didukung oleh sumber belajar di dalamnya. d. Model Pembelajaran Suatu model pembelajaran selalu terkait dengan pemilihan strategi dan pembuatan struktur metode, keterampilan, dan aktivitas peserta didik. Menurut Sani (2013: 89), “Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual
berupa
pola
prosedur
sistematik
yang
dikembangkan
berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar”. Jadi model pembelajaran ini adalah suatu kerangka yang terkonsep untuk mengorganisasikan proses belajar mengajar di kelas dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut Suprihatiningrum (2013: 145), “Model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang di dalamnya menggambarkan sebuah proses pembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam mentransfer pengetahuan maupun nilai-nilai kepada siswa”. Dalam hal ini model pembelajaran yaitu rancangan pembelajaran yang menggambarkan proses pembelajaran dari awal hingga akhir oleh guru kepada siswa. Menurut Arends (Trianto, 2012: 22) bahwa model pembelajaran sebagai berikut, “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, andmanagement system”. Dapat diartikan bahwa istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
14
lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Dalam model pembelajaran ini mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu. Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2000: 6), “Model of teaching are really models of learning. As we help students acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn”. Dapat diartikan yaitu pengajaran sebenarnya adalah model pembelajaran. Seperti kita membantu muridmurid memperoleh informasi, ide-ide, keahlian, nilai-nilai, cara berpikir, dan sarana mengekspresikan diri, kita juga mengajari mereka bagaimana cara belajar. Selain itu, Joyce, Weil, dan Calhoun (2000: 13) juga berpendapat bahwa: A model of teaching is a description of a learning environment. The descriptions have many uses, ranging from planning curriculums, courses, units, and lessons to designing instructional materials-books and workbooks, multimedia programs, and computer-assisted learning programs”. Dapat diartikan bahwa sebuah model pengajaran adalah deskripsi dari lingkungan belajar. Deskripsi memiliki banyak kegunaan, mulai dari perencanaan kurikulum, program, unit, pelajaran untuk merancang buku pembelajaran dan buku kerja, program multimedia, dan program belajar dengan bantuan komputer. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh pendidik. Dengan kata lain bahwa model pembelajaran adalah suatu bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna lebih luas daripada strategi, metode, dan prosedur. Suprihatiningrum (2013: 143) menjelaskan bahwa suatu model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi ataupun prosedur tertentu lainnya yaitu rasional teoritik yang disusun oleh para penciptanya atau pengembangnya, landasan pemikiran tentang apa dan
15
bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai), tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, serta lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Suprihatiningrum (2013: 144) juga menjelaskan bahwa sesuatu dapat dijadikan model pembelajaran jika mengandung unsur-unsur penting, diantaranya: 1) 2) 3) 4) 5)
Memiliki nama; Merupakan landasan filosofis pelaksanaan pembelajaran; Melandaskan pada teori belajar dan teori pembelajaran; Mempunyai tujuan atau maksud tertentu; Memiliki pola langkah kegiatan belajar mengajar (sintaks) yang jelas; 6) Mengandung komponen-komponen seperti guru, siswa, interaksi guru dan siswa, dan alat untuk menyampaikan model. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rancangan atau desain untuk merencanakan pembelajaran di kelas, mengembangkan pembelajaran di kelas sesuai dengan langkah-langkah untuk mencapai tujuan pembelajaran. e. Model Mastery Learning Model pembelajaran Mastery Learning atau lebih dikenal dengan model belajar tuntas merupakan salah satu model yang diambil dari kelompok model pembelajaran perilaku. Kelompok model pembelajaran perilaku ini menekankan pada perubahan perilaku peserta didik agar konsisten dengan konsep diri yang mereka miliki. Model pembelajaran perilaku ini cocok untuk diterapkan dalam penguasaan kompetensi dasar yang berbasis perilaku. Guskey dan Gates (1986: 73) menyatakan bahwa “The mastery learning model, on the other hand, is typically a group-based, teacherpaced approach to instruction in which students learn, for the most part, in cooperation with their classmates”. Dapat diartikan bahwa model Mastery Learning di sisi lain biasanya merupakan sebuah pendekatan guru yang serba berbasis kelompok instruksi, dimana siswa belajar untuk sebagian
16
besar bekerja sama dengan teman sekelas mereka. Jadi model pembelajaran Mastery Learning ini pada dasarnya menunjuk ke siswa secara individual dalam menguasai materi, namun perlu bekerja sama dengan teman sekelas mereka dalam hal belajar untuk membantu penguasaan materi yang akan dicapai. Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2000: 323), “Mastery Learning provides a compact and interesting way of increasing the likelihood that more students will attain a satisfactory level of performance in school subject”. Dapat diartikan model belajar tuntas menyediakan cara yang kompak dan menarik yang meningkatkan kemungkinan bahwa lebih banyak siswa akan memperoleh tingkat yang memuaskan dari kinerja dalam pelajaran sekolah. Wena (2014: 184) menjelaskan bahwa “Model belajar tuntas (Mastery Learning) menyajikan suatu cara yang menarik dan ringkas untuk meningkatkan unjuk kerja siswa ke tingkat pencapaian suatu pokok bahasan yang lebih memuaskan”. Sukmadinata (2009: 190) juga menjelaskan bahwa, “Belajar tuntas (Mastery Learning) adalah model yang mengupayakan suatu belajar dimana siswa dituntut menguasai hampir seluruh bahan ajaran”. Sehingga dalam model pembelajaran ini siswa harus bisa menguasai seluruh bahan ajaran yang diterimanya. Adapun tujuan pembelajaran dari model pembelajaran Mastery Learning sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Sani (2013: 101) meliputi ketuntasan keterampilan akademik dan materi. Materi atau tugas pembelajaran dibagi dalam unit-unit kecil agar peserta didik mudah mempelajari keterampilan secara tuntas. Menurut Sukmadinata (2009: 190-191), model Mastery Learning (belajar tuntas) mendasarkan pengembangan pengajaran pada prinsipprinsip sebagai berikut: 1) Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan;
17
2) Guru menyusun strategi pengajaran tuntas mulai dengan merumuskan tujuan-tujuan khusus yang hendaknya dikuasai oleh siswa; 3) Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus tersebut guru merinci bahan ajaran menjadi satuan-satuan bahan ajaran yang kecil yang mendukung pencapaian sekelompok tujuan khusus tersebut; 4) Selain disediakan bahan ajaran untuk kegiatan belajar utama, juga disusun bahan ajaran untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan; 5) Penilaian hasil belajar tidak menggunakan acuan norma, tetapi menggunakan acuan patokan; 6) Konsep belajar tuntas juga memperhatikan adanya perbedaanperbedaan individual. Berdasarkan uraian prinsip di atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran model pembelajaran Mastery Learning siswa dituntut telah menguasai minimal sebagian seluruh bahan ajaran atau materi sebelum menerapkan model tersebut. Sehingga guru juga perlu untuk merumuskan dan merinci tujuan-tujuan pembelajaran menjadi unit-unit kecil untuk memudahkan siswa menguasai seluruh bahan ajar dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Namun, konsep model pembelajaran ini juga memperhatikan perbedaan kemampuan masing-masing individu. Wena (2014: 184-185) juga menjelaskan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan model Mastery Learning memiliki beberapa tahapan atau langkah-langkah sebagai berikut: 1) Orientasi, guru menjelaskan tujuan pembelajaran; tugas-tugas yang akan dikerjakan; dan mengembangkan tanggung jawab siswa; 2) Penyajian, guru menjelaskan konsep-konsep atau keterampilan baru disertai dengan contoh-contoh; 3) Latihan terstruktur, guru memberi siswa contoh praktik penyelesaian masalah berupa langkah-langkah penting secara bertahap dalam penyelesaian suatu masalah/tugas; 4) Latihan terbimbing, guru memberi kesempatan pada siswa untuk latihan menyelesaikan suatu permasalahan tetapi masih di bawah bimbingan; 5) Latihan mandiri, tanpa bimbingan dan umpan balik dari guru.
18
Penerapan model pembelajaran Mastery Learning ini terdapat beberapa keuntungan yaitu: 1) Siswa dengan mudah dapat menguasai isi pembelajaran. 2) Meningkatkan motivasi belajar siswa. 3) Meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah secara mandiri. 4) Meningkatkan kepercayaan diri siswa. Selain itu, model Mastery Learning juga memiliki kekurangan, sebagaimana dijelaskan oleh Kazu dan Ozdemir (2005: 235) bahwa: 1) Not all students will progress at same pace, this requires students who have demonstrated mastery to wait for those who have not or to individualize instruction. 2) Must have a variety of materials for remediation. 3) Must have several tests for each unit. 4) If only objective tests are used can lead to memorizing and learning specifics rather than higher levels of learning Dapat diartikan bahwa (1) tidak semua siswa akan maju pada kecepatan yang sama, ini membutuhkan siswa yang telah menunjukkan penguasaan dalam suatu materi; (2) harus memiliki berbagai bahan untuk remediasi; (3) harus memiliki beberapa tes untuk setiap unit; (4) jika hanya tes objektif yang digunakan dapat menyebabkan hanya menghafal dan belajar spesifik daripada tingkat yang lebih tinggi dari pengetahuan. Jadi dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Mastery Learning
perlu
menerapkan
lima
langkah-langkah
dalam
proses
pembelajaran. Pertama, pada tahap orientasi yaitu guru menetapkan isi pembelajaran, meninjau ulang pembelajaran sebelumnya, menetapkan tujuan pembelajaran, dan menetapkan langkah-langkah pembelajaran. Kedua, pada tahap penyajian yaitu guru menjelaskan materi dengan menggunakan media visual atau audiovisual kemudian mengevaluasi tingkat unjuk kerja siswa. Ketiga, pada tahap latihan terstruktur yaitu guru memberikan
contoh
langkah-langkah
dalam
penyelesaian
tugas,
memberikan pertanyaan pada siswa, lalu guru memberikan umpan balik yang bersifat korektif. Tugas disini berupa permasalahan terkait dengan materi dan dituntut untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut.
19
Keempat, pada tahap latihan terbimbing yaitu guru memberikan tugas berupa permasalahan dengan semi bimbingan, mengawasi semua siswa secara merata, dan memberikan umpan balik. Kelima, pada tahap latihan mandiri yaitu guru memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan secara mandiri tanpa bimbingan guru dan jika perlu guru memberikan umpan balik atas hasil kerja siswa. Model pembelajaran Mastery Learning ini termasuk civic skills (keterampilan kewarganegaraan). Karena tujuan dari model pembelajaran ini yaitu ketuntasan keterampilan akademik dan materi. Materi atau tugas pembelajaran dari model pembelajaran Mastery Learning ini dibagi dalam unit-unit kecil agar peserta didik mudah mempelajari keterampilan secara tuntas. Sehingga dengan adanya penerapan model pembelajaran Mastery Learning
pada
materi
berjenis
ranah
keterampilan,
maka
tujuan
pembelajaran yang mengarah pada pencapaian civic skills siswa dapat tercapai. f. Definisi Konseptual Model Pembelajaran Mastery Learning Model pembelajaran Mastery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa dalam menguasai hampir seluruh bahan ajaran dengan tahapan orientasi, penyajian, latihan terstruktur, latihan terbimbing, dan latihan mandiri untuk meningkatkan hasil kerja siswa agar mencapai ke tingkat pencapaian pokok bahasan yang memuaskan. g. Definisi Operasional Model Pembelajaran Mastery Learning Definisi operasional model pembelajaran mastery learning (belajar tuntas) yaitu: 1) Orientasi; 2) Penyajian; 3) Latihan terstruktur; 4) Latihan terbimbing; 5) Latihan mandiri.
20
2. Tinjauan
Penguasaan
Kompetensi
Dasar
Mengaktualisasikan
Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Bertanggung jawab a. Pengertian Mengaktualisasikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktual adalah betul-betul terjadi. Hal ini betul-betul terjadi merujuk pada suatu peristiwa atau sesuatu yang terjadi sesungguhnya. Setelah mendapat imbuhan me-, -sasi, dan –kan, kata aktual menjadi mengaktualisasikan yang berarti menjadikan aktual. Yang dimaksud menjadikan aktual disini adalah membuat suatu peristiwa secara nyata. Jadi mengaktualisasikan berketerampilan atau memiliki keterampilan untuk membuat peristiwa menjadi nyata. Wibowo (2012: 9) menjelaskan bahwa, “Aktualisasi diri merupakan pemanfaatan
potensi
diri
yang
meliputi
penggalian
potensi
diri,
pemberdayaan diri, dan pengembangan diri”. Yang dimaksud aktualisasi disini adalah pemanfaatan potensi yang dimiliki. Setelah mendapat imbuhan me- dan –kan, kata aktualisasi menjadi mengaktualisasikan berarti berketerampilan dalam memanfaatkan potensi diri. Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
mengaktualisasikan
adalah
berketerampilan dalam memanfaatkan potensi diri secara nyata. b. Pengertian Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Bertanggung Jawab 1) Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat Kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah kebebasan untuk menyampaikan ide, gagasan, atau pendapat. Kebebasan berpendapat dijamin secara konstitusional dalam UUD 1945 dan secara terperinci diatur
dalam
Undang-Undang
Nomor
9
Tahun
1998
tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Kemerdekaan mengemukakan pendapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 yang berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
21
Kemudian dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28E ayat (3) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Dari kedua pasal tersebut telah dijelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mengeluarkan atau mengemukakan pendapat. Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1998 pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa, “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Kemudian dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1998 pasal 3 Bab II mengenai asas dan tujuan mengemukakan pendapat juga akan dijelaskan sebagai berikut. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada: a) b) c) d) e)
Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban; Asas musyawarah dan mufakat; Asas kepastian hukum dan keadilan; Asas proporsionalitas; dan Asas manfaat.
Adapun penjelasan dari keempat asas diatas adalah sebagai berikut: a) Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban Asas yang melandasi bahwa mengemukakan pendapat harus diimbangi dengan kewajiban menghormati hak orang lain serta menaati aturan yang berlaku. b) Asas musyawarah dan mufakat Asas yang melandasi bahwa dalam mengemukakan pendapat dilakukan secara musyawarah mufakat dalam menyelesaikan bersama dan hendaknya memperhatikan kemanfaatan dari suatu pendapat yang disampaikan bagi masyarakat secara umum.
22
c) Asas kepastian hukum dan keadilan Asas yang melandasi bahwa dalam mengemukakan pendapat harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan mengedepankan nilainilai keadilan. d) Asas proporsionalitas (keseimbangan) Asas yang meletakkan segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan oleh warga negara, institusi, maupun aparatur pemerintah yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika internasional. e) Asas manfaat Asas
yang
melandasi
bahwa
mengemukakan
pendapat
itu
memberikan kemanfaatan yang besar bagi kehidupan masyarakat. 2) Bebas dalam Mengemukakan Pendapat Bebas dapat diartikan merdeka. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bebas artinya lepas sama sekali dalam arti tidak terhalang, tidak terganggu, dan leluasa. Bebas dalam mengemukakan pendapat berarti dalam mengemukakan atau menyampaikan pendapat dapat dilakukan dengan berbagai bentuk dan cara baik secara lisan maupun tertulis dengan menggunakan media apa saja. Serta dalam penyampaian pendapat tanpa adanya gangguan atau hambatan dari pihak manapun. 3) Bertanggung Jawab dalam Mengemukakan Pendapat Bertanggung jawab berasal dari kata tanggung jawab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa tanggung jawab artinya keadaan wajib menanggung segala sesuatunya atau menerima konsekuensi, sedangkan bertanggung jawab artinya berkewajiban menanggung atau memikul tanggung jawab. Bertanggung jawab dalam mengemukakan pendapat
berarti
dalam
mengemukakan
pendapat
harus
dapat
menunjukkan tanggung jawab, menerima konsekuensi yang ada, serta pendapat yang dikemukakan harus baik dan benar secara keilmuan. Sehingga pendapat tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
23
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab adalah suatu kebebasan untuk menyampaikan pendapat dengan berbagai bentuk dan cara baik secara lisan maupun tertulis melalui media apa saja tanpa adanya gangguan dari pihak manapun, serta dalam mengemukakan pendapat dapat menunjukkan tanggung jawabnya; menerima konsekuensi yang ada; dan pendapat yang dikemukakan harus baik dan benar secara keilmuan sehingga apa yang dikemukakan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. c. Tujuan Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Bertanggung Jawab Tujuan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 pasal 4 sebagai berikut: 1) Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 2) Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat; 3) Mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi; 4) Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tanpa menagabaikan kepentingan perorangan atau kelompok. Kemerdekaan mengemukakan pendapat dapat tercapai sebagaimana tujuan yang dikemukakan diatas jika kegiatan mengemukakan pendapat dilatih sejak dini. Latihan tersebut dapat dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Sehingga dalam pencapaian tujuan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang direncanakan dan diharapkan.
24
d. Kompetensi Dasar Mengaktualisasikan Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Bertanggung Jawab Kurikulum 2006 tingkat SMP kelas VII semester 2 pada Standar Kompetensi 4 akan dijabarkan sebagai berikut: Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
4.Menampilkan perilaku 4.1 Menjelaskan hakekat kemerdekaan kemerdekaan
mengemukakan pendapat.
mengemukakan pendapat
4.2 Menguraikan pentingnya kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. 4.3
Mengaktualisasikan
kemerdekaan
mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Tabel 1. Kompetensi Dasar dalam Standar Kompetensi 4 Pada uraian kompetensi dasar yang berada di atas, maka peneliti memilih pada kompetensi dasar yaitu: 4.3 Mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Alasan peneliti memilih kompetensi dasar tersebut yaitu dikarenakan kompetensi dasar tersebut berkaitan dengan permasalahan yang ada di SMP Negeri 14 Surakarta yaitu berkaitan dengan kemampuan mengemukakan pendapat. Sehingga dengan pemilihan kompetensi dasar tersebut siswa diharapkan dapat terampil dalam mengemukakan pendapat. Adapun indikator yang akan digunakan adalah sebagai berikut: a) Menjelaskan hakikat kemerdekaan mengemukakan pendapat; b) Menguraikan hak dalam mengemukakan pendapat; c) Mengidentifikasi bentuk dan tata cara mengemukakan pendapat; d) Menunjukkan tanggung jawab dalam mengemukakan pendapat; e) Menerima konsekuensi dalam mengemukakan pendapat; f) Mempraktikkan pendapat dengan baik dan benar secara keilmuan dalam rangka penyaluran aspirasi siswa melalui Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).
25
Berdasarkan indikator di atas menunjukkan bahwa indikator pengetahuan kemerdekaan mengemukakan pendapat tersirat pada poin (a). Kemudian indikator kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas tersirat pada poin (b) dan (c). Serta indikator kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bertanggung jawab tersirat pada poin (d), (e), dan (f). Pada indikator di atas, materi dari kompetensi dasar tersebut meliputi hakikat kemerdekaan mengemukakan pendapat, hak dalam mengemukakan pendapat, bentuk dan tata cara mengemukakan pendapat, tanggung jawab dalam mengemukakan pendapat, konsekuensi dalam mengemukakan pendapat, dan pendapat dengan baik dan benar secara keilmuan dalam rangka penyaluran aspirasi siswa melalui OSIS. e. Definisi Konseptual Mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab adalah berketerampilan dalam memanfaatkan potensi diri untuk bebas menyampaikan suatu pendapat dengan berbagai bentuk dan cara baik secara lisan maupun tertulis melalui media apa saja tanpa adanya gangguan dari pihak manapun, serta dalam mengemukakan pendapat dapat menunjukkan tanggung jawabnya; menerima konsekuensi yang ada; dan pendapat yang dikemukakan harus baik dan benar secara keilmuan sehingga apa yang dikemukakan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. f. Definisi Operasional Definisi
operasional
kompetensi
dasar
mengaktualisasikan
kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab adalah: 1. Menjelaskan hakikat kemerdekaan mengemukakan pendapat; 2. Menguraikan hak dalam mengemukakan pendapat; 3. Mengidentifikasi bentuk dan tata cara mengemukakan pendapat; 4. Menunjukkan tanggung jawab dalam mengemukakan pendapat; 5. Menerima konsekuensi dalam mengemukakan pendapat;
26
6. Mempraktikkan pendapat dengan baik dan benar secara keilmuan dalam rangka penyaluran aspirasi siswa melalui Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). g. Pengaruh Model Pembelajaran Mastery Learning terhadap Penguasaan Kompetensi Dasar Mengaktualisasikan Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat Secara Bebas dan Bertanggung Jawab Model pembelajaran Mastery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa dalam menguasai hampir seluruh bahan ajaran dengan tahapan orientasi, penyajian, latihan terstruktur, latihan terbimbing, dan latihan mandiri untuk meningkatkan hasil kerja siswa agar mencapai ke tingkat pencapaian pokok bahasan yang memuaskan. Penguasaan kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab menuntut siswa untuk berketerampilan dalam menyampaikan ide, pendapat, atau gagasan baik secara lisan maupun tertulis melalui media apa saja tanpa adanya gangguan dari pihak manapun. Kompetensi dasar ini akan tercapai bila siswa dapat terampil dalam mengemukakan pendapat saat proses pembelajaran berlangsung secara lugas dan bertanggung jawab, yaitu semua pernyataan yang disampaikan berdasarkan sumber data dan fakta yang valid. Adapun teori yang menghubungkan model pembelajaran Mastery Learning terhadap penguasaan kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab adalah teori behaviorisme. Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Sani (2013: 4) menjelaskan, “Teori behaviorisme berpandangan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai
secara
konkret”.
Perilaku
yang
dimaksud
disini
adalah
mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Untuk dapat mengamati, mengukur, dan menilai perilaku tersebut dibutuhkan suatu model pembelajaran perilaku. Salah satu
27
model pembelajaran perilaku yaitu Mastery Learning. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun (2000: 323) bahwa model pembelajaran Mastery Learning merupakan kelompok model pembelajaran perilaku. Teori behaviorisme ini juga menggunakan prinsip hubungan stimulusrespons. Pembelajaran dilakukan dengan memberi stimulus kepada peserta didik agar menimbulkan respons yang tepat seperti yang diinginkan. Untuk mendapatkan
respons
berupa
penguasaan
kompetensi
dasar
mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab, maka dibutuhkan suatu stimulus yang dapat merangsang terbentuknya respons. Stimulus yang diberikan disini yaitu berwujud tugas-tugas. Karena dalam penerapan model pembelajaran Mastery
menggunakan
Learning
tugas-tugas
sebagai
kegiatan
pembelajarannya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sani (2013: 8) bahwa, “Implementasi proses belajar mengajar menggunakan teori behaviorisme adalah memberikan stimulus berupa: pertanyaan, tes, latihan, tugas-tugas”. Jadi dengan adanya stimulus berupa tugas-tugas dapat menimbulkan respon yang diinginkan berupa penguasaan kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Dengan demikian model pembelajaran Mastery Learning akan berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. h. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini dan dijadikan acuan oleh peneliti yaitu: a. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Puji Hastuti, Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS pada tahun 2010 dengan judul, Kontribusi Kemampuan Matematika terhadap Ketuntasan Belajar Fisika pada Sistem Belajar Mengajar Mastery Learning Siswa SMA Tahun Ajaran 2009/2010.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
ada
kontribusi
28
kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika pada sistem belajar mengajar Mastery Learning siswa SMA tahun ajaran 2009/2010. Kemampuan matematika memberikan kontribusi sebesar 40,2% terhadap ketuntasan belajar Fisika. Hasil penelitian ini menginformasikan bahwa kemampuan
menghitung,
menelaah
bentuk
yang
abstrak
dan
menghubungkannya, menalar, memahami persamaan serta menafsirkan data sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah (soal-soal Fisika) sehingga dapat mewujudkan pencapaian nilai yang maksimal. b. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Diantari, Made Putra, dan I.G.A Agung Sri Asri, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja pada tahun 2014 dengan judul, Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) Berbantuan Media Powerpoint terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 2 Tibubeneng Kuta Utara-Badung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran tuntas (mastery learning) berbantuan media powerpoint berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar IPS Siswa kelas V SD Negeri 2 Tibubeneng Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal ini ditunjukkan bahwa hasil analisis uji hipotesis terhadap hasil belajar IPS diperoleh bahwa thitung = 4,54 dengan ttabel(α=0,05,69)= 2,000. Dengan membandingkan nilai thitung dan nilai ttabel didapat bahwa thitung > ttabel (4,54 > 2,000), maka Ho ditolak. Kedua penelitian relevan di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Adapun persamaan dengan kedua penelitian diatas adalah sama-sama menguji model pembelajaran Mastery Learning. Adapun perbedaan dengan penelitian Dian dan Ni Luh dkk yaitu subjek dan objeknya. Pada penelitian Dian yang menjadi subjek adalah siswa SMA kelas X SMA Negeri 1 Sambungmacan dan penelitian Ni Luh dkk yang menjadi subjek adalah siswa kelas V SD Negeri 2 Tibubeneng. Sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah siswa kelas VII SMP Negeri 14 Surakarta. Selanjutnya penelitian Dian yang menjadi objek penelitian yaitu kemampuan matematika siswa dilihat dari nilai pelajaran Matematika semester I dan ketuntasan belajar Fisika dilihat dari kemampuan kognitif siswa, dan penelitian
29
Ni Luh dkk yang menjadi objek penelitian yaitu hasil belajar IPS. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini yaitu penguasaan kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Selain itu, penelitian ini berfokus pada kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapatnya saat proses pembelajaran berlangsung di kelas berdasarkan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut siswa memiliki keterampilan dalam mengemukakan pendapat dari penerapan model pembelajaran Mastery Learning sehingga dapat dijadikan solusi dari masalah yang dihadapi di SMP Negeri 14 Surakarta.
B. Kerangka Berpikir Permasalahan yang ditemukan oleh peneliti di lapangan yaitu kemampuan mengemukakan pendapat yang masih rendah. Hal ini terbukti saat pembelajaran PKn berlangsung yaitu beberapa siswa tidak mengemukakan pendapat dengan jelas karena tidak sesuai dengan inti materi, memiliki keraguan dalam menyampaikan pendapatnya, tidak tegas dalam menyampaikan pendapat, dan sulit untuk memberikan contoh dan fakta terkait materi. Sebagaimana yang tertera dalam
salah
satu
kompetensi
dasar
pada
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan kelas VII dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006, bahwa siswa dituntut untuk dapat mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Hal ini siswa dituntut untuk bisa terampil dalam mengemukakan pendapat. Untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut, peneliti menggunakan model pembelajaran Mastery Learning yang merupakan kelompok model pembelajaran perilaku agar siswa dapat mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Berikut merupakan gambaran dari kerangka berpikir dari penelitian ini:
30
Permasalahan : kemampuan mengemukakan pendapat masih rendah
Penerapan model pembelajaran Mastery Learning
Siswa dapat mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir
C. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Ada pengaruh model pembelajaran Mastery Learning terhadap penguasaan kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab pada kelas VII SMP Negeri 14 Surakarta”.