Tim Riset 1. Abdul Kadir, MM.MA 2. Syarifudin, SE 3. Dahlan 4. Sri Handayani, A. Md 5. Rusdiani, S. Sos
PENDAHULUAN Negara demokrasi Pemilu adalah salah satu bentuk demoktrasi namum dalam pelaksanaannya mengalamni beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu diantaranya adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak sah yang tinggi, gejala politik uang, misteri derajat melek politik warga, dan langkanya kesukarelaan politik. Masalah tersebut perlu didedah sedemikian rupa untuk diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya, partisipasi dalam pemilu berada pada idealitas yang diimajinasikan. Oleh karena itu, denga adanyar program riset menjadi aktivitas yang tidak terhindarkan dalam manajemen pemilu.
Melek politik atau disebut juga political literacy merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kualitas pemilu di suatu Negara. Melek politk bukan hanya sebuah keharusan bagi warga Negara (pemilih), tetapi juga bagi semua stake holder pemilu. Ada suatu pandangan yang masih perlu dibuktikan secara empirik bahwa perilaku kontestan pemilu yang memiliki pemahaman politik yang rendah akan menyebabkan melemahnya integritaspemilih.
Berbagai teori mengatakan bahwa tingkat kesadaran politik warga negara yang baik akan meningkatkan rasionalitas pemilih dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya, termasuk memilih untuk tidak memilih karena latar belakang kontestan yang berkompetisi dianggap tidak layak menurut perspektif pemilih tersebut. Fakta ini terlihat di Negara-negara maju, yang notabene kesadaran politik warga negaranya sudahbaiknamuntingkatpartisipasidipemilujustrutergolongrendah.
Di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebenarnya baik secara formal maupun non formal pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan politik sudah banyak dilakukan. Namun kualitas pemilu kita masih belum maksimal, terutama dalam hal penentuan pilihan-pilhan dari pemilih. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, salah satu faktor penyebabnya adalah belum semua stake holder pemilu menyadari arti pentingnya kualitas pemilu terhadap kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal kualitas pemilu merupakan indikator yang penting untuk mendapatkan aktor-aktor politik yang baik dan berkualitas, termasuk pemimpindiberbagaitingkatan.
Selain itu perilaku berdemokrasi juga merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai pemilu yang baik dan berkualitas, termasuk dalam hal kesadaran terhadap menerima perbedaan, baik dalam konteks pilihan politik maupun dalam konteks yang lebih luas seperti etnis, agama dan entitas politik lainnya. 2
Berdasarkan permasalahan di atas perlu dilakukan kajian yang lebih dalam terhadap pengaruh- pengaruh melek politik terhadap kedewasaan perilaku berdemokrasi yang secara lebih jauh berdampak terhadap kualitas demokrasikhususnyadiKabupaten Paser
BATASAN PENELITIAN Agar penelitian ini lebih fokus dan bermakna, batasan-batasan yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah untukmendapatkaninformasitentang:
Seberapa tinggi melek politik pemilih di Kabupaten Paser
Bagaimana cara yang efektif untuk meningkatkan melek politik warga;
Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap peningkatan melek politik masyarakat; dan
Kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk peningkatan melek politik masyarakat
KERANGKA TEORITIS Reset ini memfokuskan kepada melek politik (political literacy) dari masyarakat Kabupaten Paser yang sudah memiliki hak politik. Guna memahami, menjawab, dan menganalisis terhadap fokus penelitian sangat diperlukan kerangka teori yang menjadi landasan dalam melakukan penelitian. Dalam memahami melek politik masyarakat Kabupaten Paser harus dilihat juga pada partisipasi politiknya. Ketika partisipasi pemilih terjadi, maka kesadaran politik masyarakat yang terlibat dalam setiap momentum Pemilu bisa dilihat pada perilakunya. Untuk itu sangat penting dimasukan teori yang berhubungan dengan perilaku pemilih. Kemudian masuk ke konsep/pemahaman dari political literacy guna sebagai rambu-rambu menganalisis dan mengupas hasil penelitian. Ketiga kerangka teori yang dijadikan landasandijabarkansatupersatu.Berikutini penjelasannya.
Analisis pemilihan umum banyak pemikiran dan teori yang membahas pemilih. Hampir sebagian besar pemilih mengatakan sebagai objek yang diikut sertakan dalam kegiatan kepemiluan. Pemilih menurut pandangan umum masih terkotak pada definisi pihak yang diikut sertakan dalam keseluruhan rangkaian kepemiluan.KehadirandanpartisipasiPemilihsangatlahpentingdalamtatanan demokrasi.
Dorongan aktif itu dapat berupa mencari informasi tentang kebijakan publik di media massa, dokumen anggaran daerah, hingga profil mendalam dari calon yang maju dalam pemilu. Literasi politik dalam konteks pemilu dipahami sebagai kemampuan masyarakat untuk mendefinisikan kebutuhan mereka akan substansi politik terutama perihal pemilu. Mengetahui strategi pencarian informasi apa, siapa, dan mengapa mereka harus memilih? Memiliki kemampuan untuk mengakses informasi seputar kandidat yang akan mewakili mereka nantinya.6
Namun tentu saja tidak sebatas itu, karena pada dasarnya orang-orang harus juga mengetahui tentang pemilu baik dalam hal penyelenggaranya, teknis penyelenggaraan, atau sistem secara menyeluruh.7 Secara konseptual, tingkat melek politik yang tinggi ditandai dari pemahaman umum dalam mengetahui sistem-sistem pemilu yang cuku beragam.
Pengetahuan tentang pemilu cukup penting dipahami sebelum orang memahami kandidat-kandidat. Tanpa memahami sistem pemilu akan menghasilkan kesalahan dalam pemberian hingga pengawasan terhadap suara yang terkumpul.
4
Untuk itulah diperlukan satu pengukuran terkait tingkat melek politik warga di tiap-tiap wilayah agar penyelenggara pemilu mengetahui masalah yang ada di lingkungan pemilih sehingga kebijakan yang diambil efektifdalammenyelesaikanpersoalan.Pengukuraninipentinguntukmeningkatkanpartisipasi pemilih.
Pasalnya, alasan tidak memilih pada setiap orang berbeda-beda. Maka penting dalam pengukuran tersebut menanyakan apa alasan yang bersangkutan tidak menggunakan hak pilihnya ketika pemilu.10 Selanjutnya, apabila tida.k terdaftar di daftar pemilih tetap, apakah orang tersebut memiliki melek politik dengan berinisiatif mendatangi petugas untuk melaporkan. Termasuk yang paling penting adalah apakah pemilih merasa optimis penggunaan hak suaranya dapat mengubah negara atau nasib bangsa atau tidak.
Tujuan 1.
Umum: a. Mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Melek pemilu masyarakat Kabupaten Paser pada pemilu legislative tahun 2014 b. Bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya
2.
Khusus: a.
Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan
yang terkait dengan
partisipasi dalam pemilu khususnya dalam melek tingkat melek politik warga Kabupaten Paser b.
Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam pemilu
c. Melaksanakan surat KPU kabupaten Paser Nomor : 90.1/KPU-kab-021-436/VI/015 perihal Riset Partisipasi Masyarakat dan Surat Ketua STIT IbnuRusyd Nomor : B.96/STIT-IR/Sek/VI/2015 perihal pelimpahan Riset . d. Sebagai bahan refrensi untuk penelitian berikutnya yang lebih mendalam tentang kepemiluan.
Manfaat Riset
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan manfaat teoretes berupa kontribusi konsepsional berupa pemahaman multi-disipliner tentang Melek Politik yang selama ini dianggap kurangnya masyarakat berpartisipasi dalam pemilu. Dalam konteks manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi praktis bagi para penyelenggara pemilu dan sesama peneliti pemula berupaupaya-upaya meningkatkan kesadaran kritis (critical conciousness) di tengah-tengah masyarakat secara objektif terhadap respon dan peran social politik masyarakat terhadap Melek Politik
Metodoligi Survey Metode riset dapat dipilih antara kuantitatif dan kualitatif dengan melihat faktor- faktor yang seperti yang tertuang pada batasan penelitian. Sumber data yang diperlukan dalam survei ini adalah data yang dapat menggambarkan permasalahan yang ada, sehingga diperoleh gambaran mengenaiobjekyangditeliti.Jenisdata yangdiperlukandalampenelitianini,yaitu: a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek yang akan diteliti. Data ini berupa hasil survey kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan dalam bentuk FGD dan wawancara mendalam. b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung (buku-buku laporan-laporan, dokumen-dokumen dan literatur lainnya yang diperlukan dalam survei ini). Teknikpengumpulandatadalamsurveiinisebagaiberikut: a) Data primer yang berasal dari survey kuantitatif berupa kuesioner dilakukan dengan metode wawancara kepada responden. Basis populasi adalah penduduk Kota Banda Aceh yang masuk dalam kategori pemilih (yang sudah memiliki hak pilih); b) Data primer yang berasal dari survey kualitatif (FGD), berupa catatan dan rumusan yang diperoleh dari hasil FGD dengan nara sumber (responden) yang berasal dari berbagai elemen stake holder pemilu, seperti penyelenggara, tokoh masyarakat, representasi pemilih, aktifis LSM yang bergerak dibidang demokrasi, pengurusparpol dan anggota parlemen; c) Data sekunder dilakukan dengan cara dokumentasi (studi kepustakaan), yaitu peneliti 6
mengumpulkan data dengan mencari data yang diperlukan dari dokumen atau dan literatur yang meliputiarsip,buku,jurnal, penelitian terdahuluyang terkait dengan survei ini.
Populasi dalam survei kuantitatif, yaitu masyarakat umum Kabpaten Paser yang mempunyai hak pilih dengan jumlah 240 ribu Jiwa memilihan sampel menggunakan Probabilty sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah sample random sampling (sampel acak sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada pada populasi tersebut. Pengambilan sampel ini menggunakan rumus Slovin dengan nilai presisi 95% (sampling error sebesar 0,05), maka didapatkan hasil jumlah sampel sebesar 398 yang dibulatkan menjadi400sampel.
Jumlah sampel ini akan terbagi secara proporsional dengan jumlah penduduk/populasi pada 6 kecamatan di Kabupaten Paser. Y a i t u s e b a g a i b e r i k u
Tabel 1. Distribusi jumlah sampel per kecamatandi Kabupaten Paser
JUMLAH DAN JENIS PEMILIH PER DAPIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN 2014 DAPIL 1 ( SATU )
No.
Kecamatan
DPT
Kel./
No
Desa
Tps
Lk
Pr
Jumlah
Dpk
Dptb
Total
1
Long Kali
23
69
9,921
8,711
18,632
327
54
19,013
2
Long Ikis
26
100
15,24
13,80
29,048
444
294
29,786
Grand Total
49
169
25,168
22,512
47,680
771
348
48,799
DAPIL 2 ( DUA )
No.
Kecamatan
Kel./Desa
DPT
No Tps
Lk
Pr
Jumlah
Dpk
Dptb
Total
1
Kuaro
13
60
10,785
9,381
20,166
16
41
20,223
2
Batu Sopang
9
43
6,187
5,455
11,642
54
0
11,696
3
Muara Komam
13
32
4,602
4,147
8,749
26
2
8,777
4
Muara Samu
9
16
2,335
1,893
4,228
34
25
4,287
22
48
6,937
6,040
12,977
130
68
13,064
Dpk
Dptb
Total
Grand Total
DAPIL 3 ( TIGA )
No. 1
Kecamatan Tanah Grogot Grand Total
Kel./Desa
DPT
No Tps
Lk
Pr
Jumlah
16
136
24,048
22,821
46,869
242
89
47,200
16
136
24,048
22,821
46,869
242
89
47,200
Dpk
Dptb
Total
DAPIL 4 ( EMPAT )
No.
1 2 3
Kecamatan Pasir Belengkong Batu Engau Tanjung Harapan Grand Total
Kel./Desa
DPT
No Tps
Lk
Pr
Jumlah
15
60
10,198
9,091
19,289
42
0
19,331
13
34
5,957
5,001
10,958
654
263
11,875
9
24
3,452
3,149
6,601
84
8
6,693
22
58
9,409
8,150
17,559
738
271
18,568
8
DAFTAR PEMILIH, PENGGUNA HAK PILIH DAN SUARA SAH DALAM PEMILU DPRD KABUPATEN PASER TAHUN 2014 Jumlah No
Dapil
Pengguna
Pemilih
Hak Pilih
DLM DPT
Suara Sah
Persentase Tidak
Partisipasi Tingkat
Sah
pemilih
Keabsanhan
Jumlah Kursi
1
Paser - 1
49.585
36.159
34.749
1.410
72.92
96.10
8
2
Paser – 2
46.937
33.438
31.996
1.442
71.24
95.69
8
3
Paser – 3
49.239
33.491
32.347
1.144
68.02
96.58
8
4
Paser - 4
38.742
27.747
26.496
1.251
71.62
95.49
6
Jumlah
184.503
130.835
125.588
5.247
70.91
95.99
30
Partisipasi pileg
185.770
116.700
115.820
880
62.82
99.35
Time Line Kerja Survey Jadwal pelaksanaan survey melek politik warga Kabupaten Paser mengacu kepada term of reference (TOR) yang dikeluarkan oleh KPU Pusat. Secara nasional penelitian dilaksanakan dalam rentang waktu dari Bulan Juni sampai dengan Juli 2015. Untuk kasus Kota Banda Aceh dilaksanakan mulai dari tanggal 5 Juli 2015 sampai dengan 25 Juli 2015
Tabel2.Jadwalkegiatansurvey No.
Kegiatan
1
Rapattim
2
Turun lapangan
3
Olahdata
4
Pembuatan laporan
5
Konferensi pershasil survei
Jumlah 5 Juni 2015 6 Juli–12 Juli 2015 13 –20Juli 2015 21–27Juli 2015 30 Juli 2015
Hasil Penelitian
Profil Responden Salah satu informasi penting yang perlu dilakukan dalam Penelitian Tingkat Melek Politik Warga Kota Kabupaten Paser adalah profil responden. Beberapa variable yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) Informasi (2) Usia responden; (3) Tingkat pendidikan responden; (. Secara lebih rinci, informasi masingmasingvariableterlihatpadapenjelasandibawahini.
Informasi, studi yang dilakukan menampilkan hubungan antar variabel, misalnya hubungan antara Media dengan tingkat pemahaman
televisi
45 % 55%
terhadap pemilu. Untuk itu sebelumnya perlu
55 %
45%
koran
dilihat rasio antara responden Televisi dan Koran. Berdasarkan hasil interprestasi data, diperoleh informasi bahwa rasio antara antara responden Televisi dan Koran
Gambar 1. Profil responden berdasarkan gender
masing-
Gambar 1. Profil responden berdasarkan gender
masing adalah 55% dan 45% sebagaimana terlihatpadagambar1.
Usia Responden, penelitian ini membagi usia responden menjadi lima kelompok, yaitu 17-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun, 56-> tahun . Berdasarkan hasil studi diperoleh bahwa jumlah responden yang berusia 17-25 tahun (3%), 26-35 tahun (40%), 36-45 tahun (32%), 46-55 tahun (14%), 56> (2%). Penelitian ini tidak secara
56> 2% 46-55 14%
17-25 3% 26-35 40%
spesifik membagi secara rata jumlah responden untuk masing-masing kelompok usia, namun responden yang terambil secara
36-45 32%
acak dan tak sengaja didominasi kelompok usia 21-40 tahun (71%). Temuan khusus
Gambar 2. Komposisi kelompok usia responden
10
terjadi pada kelompok usia 17-20 tahun. Persentase yang bersedia menjadi responden sangat rendah, karena mereka merasa tidak cukup mampu memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga cenderung memintaorangtuanyaataukakakuntukmenjadiresponden.
Tingkat Pendidikan, secara umum tingkat pendidikan warga Kota Banda Aceh yang terambil tersebar mulai dari sekolah dasar sampai master (S2) dengan komposisi yang bervariasi. Berdasarkan hasil studi diperoleh bahwa komposisi tingkat pendidikan SD (3%), SMP/MTs (6%), SMA/MA/SMK (47%), S2 4%
S1 28%
SD 3%
SMP/MTs 6%
D3/D4 (12%), S1 (28%),dan S2 (4%). Sementara itu, tidak ada
satupun
berpendidikan S3 D3/D4 12%
SMA/SMK/M A 47%
yang (doctor).
Dari temuan ini tergambar bahwa mayoritas responden atau mewakili seluruh warga Kota
Banda
Aceh
berpendidikan SMA/SMK ke Gambar 3. Komposisi tingkat pendidikan responden
atas, yaitu mencapai 91%, hanya 9% yangberpendidikan
sekolahdasarsampaiSMP/MTssebagaimanaterlihatpadagambar3.
Informasi profil responden ini dapat dihubungkan dengan beberapa variabel penting dalam penelitian ini, seperti pemahaman terhadap jenis-jenis pemilu, alasan sesorang memilih anggota legislatif dan kandidat dalam pilkada berdasarkan masing-masing perbedaan variabel profil responden.
Bila kita bandingkan temuan-temuan dalam studi ini dengan data kependudukan yang dikeluarkan BPS untuk beberapa variable memiliki korelasi yang cukup kuat. Misalnya dalam hal rasio jumlah penduduk laki-laki dan perempuan, terlihat bahwa laki-laki 51,51% dan perempuan 48,49%. Dari tingkat pendidikan dapat dibandingkan
dengan indeks pembangunan manusia 201 3
(IPM) dan angka melek huruf umur 15+
data BPS terlihat sebagaimana gambar 4
T 201 a 2
disamping. Dengan demikian hasil studi
201 h 1
penduduk Kabupaten Paser Berdasarkan
terkait dengan profil responden dapat diproyeksikan menjadi informasi yang linear
201 u 0 n 0
dengan profil warga Kabupaten Paser
2 0
4 6 8 0 0penduduk 0 (%) Persentase
10 0
Angka Melek Huruf Usia 15+ Tahun Indeks Pembangunan Manusia -
Gambar 4. Trend IPM dan Melek Huruf Tahun 2010-2013
Bila dilihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemahaman tentang Pemilu, ternyata tidak serta merta tingkat pendidikan berpengaruh langsung terhadap pemahaman Pemilu. Pengetahuan pemilih ternyata lebih dipengaruhi oleh sumber informasi seputar pemilu yang di dapat (gambar 9). Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa informasi dari surat kabar, internet dan televisi sangat dominan berpengaruh terhadap informasi tentang Pemilu (gambar 10). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silverblatt (2005) yang menyatakan bahwa kemampuan mengamalkan (karakter) media literasi seseorang dapat memandang secara kritis semua yang dia lihat dan dengar dalam media komunikasi baik itu suratkabar, majalah, televisi, film hingga konten media siber. Selain itu juga termasuk kemampuan dalam mengkomunikasikan pesan dengan berbagai media komunikasi dengan bijak. 120.0%
90.0% 80.0%
100.0%
70.0% 60.0% 50.0%
80.0% 60.0% 40.0% 20.0%
3.8%
2.1%
0.0%
Ya
Tidak
1.8%
6.3%
40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
Satu
Dua
Tiga
Empat
Gambar 5. Hubungan antara lama tingkat pendidikan dengan (A) mengetahui tentang Pemilu, dan (B) Mengetahui ada berapa jenis Pemilu saat ini
12
Pemilu dan Sumber Informasi
Pada penelitian ini diperoleh bahwa 98% responden mengetahui apa itu Pemilu. Hanya 2% yang menjawab tidak mengetahui. Setelah ditelusuri lebih lanjut, bahwa yang tidak mengetahui apakah berasal dari kalangan berpendidikan atau tidak mendapatkan pendidikan yang cukup. Ternyata mereka berasal dari kalangan berpendidkan (1,8% dari kalangan berpendidikan S1 dan 6,3% dari lulusan S2). Dalam hal ini dianggap outlier, karena secara normal tidak ada alasan yang kuat bahwa lulusan S1 dan S2 tidak mengetahu sama sekali tentang Pemilu.
Menurut Hanta Yuda (2014)12, dalam data hasil survei yang merangkum fakta pada bulan Oktober 2013, (74%) menyatakan bahwa media mempengaruhi pilihan politik mereka, sementara sisanya, (8%) menyatakan tidak berpengaruh, dan (18%) menyatakan tidak tahu/tidak menjawab. Pada periode survei kedua, yakni bulan Desember 2013, data hasil survei menunjukan peningkatan pengaruh media terhadap pilihan politik masyarakat. Sebanyak (75%) responden menyatakan berpengaruh, sementara (8%) menyatakan tidak berpengaruh, dan (17%) tidak tahu/tidak menjawab. Menelisik fakta lain, data hasil survei ini juga menunjukan, media juga memegang peranan sebagai sumber informasi publik terhadap Parpol. Sedangkan data hasil survey periode Oktober 2013, menunjukan fakta bahwa, sebanyak (46,91%) responden menyatakan, menjadikan pemberitaan media massa sebagai sumber informasi mereka akan Parpol. Sementara (23,01%)menyatakan, iklan Parpol di media massa menjadi sumber informasi lain bagi masyarakat. Sementara itu, Sosialisasi tatap muka Parpolhanyamenempati urutan
kelima dengan
(2,77%) suara responden, diikuti dengan ketokohan Parpol di peringkat enam dengan (1,78%) suara responden. Mengacu kepada hasil penelitian Sebelum, pada studi tingkat melek politik warga K a b u p a t e n P a s e r ini ditemukan bahwa pada Pemilu terakhir, Tahun 2014, sumber informasi yang paling dominan diperoleh oleh warga adalah dari surat kabar, internet dan televisi yang mencapai 64%, kemudian dari sosialisasi KIP/baliho sebesar 19%, lain-lain 8%, dari parpol/caleg/tim kampanye sebesar 7% Untuk menguji apakah informasi yang diterima dianggap layak atau tidak, dengan menggunakan skala likert, apakah seluruh sumber informasi pemilu yang diterima dianggap sangat layak, layak, sedang, tidak layak dan sangat tidak layak. Ternyata dari hasil studi ini diperoleh bahwa yang mengatakan sangat layak hanya 2%, layak 59%, sedang 30%, tidaklayak 7% dan sangat tidak layak hanya 2%.
Parpol/Cale g/Tim 7 SekolKampanye % ah 2 Sosialisas % i KIP dan Spanduk/Ba liho 19%
Lainlain 8%
. Komposisi sumber informasi Pemilu
Sangat layak 2% Surat Kabar, internet dan televi si 64%
Sangat tidak laya k 2%
Tidak layak 7%
Laya k 59 %
Sedan g 30%
Bagaimana penilaian terhadap informasi tentang Pemilu yang diterima
Hal yang unik dari hasil studi ini adalah 98% responden yang diwawancarai menyatakan pernah memberikan hak suara pada Pemilu. Namun setelah ditanya lebih lanjut, narasumber menyatakan bahwa sejak Pemilu era reformasi tahun 1999, tidak semua pemilu termasuk Pemilihan Kepala Daerah pernah diikuti. Hal ini memberikan sebuah informasi berharga bahwa walapun sebagian besar warga Kota Banda Aceh memiliki kesadaran politik yang tinggi, namun kondisi ini tidak linear dengan tingkat partisipasi pemilih (Voter turn out). Berdasarkan laporan KIP Kota Banda Aceh, tingkat partisipasi pemilih di Banda Aceh sangat fluktuatif sejak Pemilu Tahun 1999. Kasus yang terakhir terlihat pada Pilpres 2014, hanya 53,26% dari DPT yang menggunakan hak pilihnya atau berpartisipasi dalam Pemilu, sedangkan 47% memilih Golput. Hasil ini menurun sebanyak 10% dibandingkan Pemilu Legislatif di 2014, dimana tingkat partisipasi pemilih sebesar 63%. Demikian juga yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Pada bagian selanjutnya juga dilihat apakah ada pengaruh informasi yang diterima terhadap partisipasi mereka dalam Pemilu, ternyata 53% menyatakan tidak memberi pengaruh, dan 47% yang menyatakan berpengaruh. Temuan menarik ini bisa dijadikan argumen terhadap rendahnya partisipasi warga Kabupaten Paser Berdasarkanserangkaianwawancara dengannarasumber,mendapatkaninformasi bahwa masyarakat Kota Banda Aceh sangat memahami Pemilu, namun hanya sebatas tata caranya bukan pada subtansi nilai-nilai kepemiluan itu sendiri. Seharusnya mampu membangun pemahaman bahwa tujuan Pemilu bukan sekedar seremonial tetapi mewujudkan kesejahteraan bagi warga/masyarakat. Kondisi itu tidak ditemukan pada saat wawancara mendalam dengan narasumber.
14
hak-hak politik yang melekat di dirinya sendiri. Menurutnya yang diketahui sebatas memilih Caleg dan partai politik, kepala daerah, dan presiden. Jawaban sama dikatakan para responden lainnya. Mereka yakni “masyarakat Kabupaten Paser” terjebak pada seremonial prosedur yang rutin dilakukan pemerintah melalui Pemilu. Kelemahan pemahaman akan hak-hak politik mereka lebih menitikberatkan kepada kegiatan sosialisasi dan pendampingan yang masih kurang intensif dilakukan oleh pemerintah maupun badan penyelenggara.
Dampak dirasakan jika sosialisasi dari badan penyelenggara Pemilu masih kurang masif maka partisipasi pemilih semakin berkurang. Terbukti pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2014 yakni pemilihan legislatif 9 April 2014 mencapai 63 persen dari 240 ribu lebih jumlah pemilih. Sedangkan partisipasi di pemilihan presiden hanya 53 persen dari 240 ribu lebih jumlah pemilih. Jadi mengalami penurunan sebesar 6 persen, bahkan bisa disimpulkan bahwa partisipasi pemilih di Kabupaten masih sangat rendah dari target awal Komisi Pemilihan Umum sebesar 74 persen (sumber KIP Kabupaten Paser, 2015).
Berbicara partisipasi dalam Pemilu hampir bisa dikatakan seluruh masyarakat Kabupaten Paser pernah mengikuti pesta demokrasi melalui Pemilu (Pilkada, Pileg, dan Pilpres). Sangat minim menjawab dari seluruh responden menjawab tidak pernah. h.
Temuan lainnya tentang penyerapan informasi sehubungan jenis Pemilu masih tidak seragam menjawabnya. kuantitatif hanya 2% yang tidak mengetahui tentang Pemilu, selebihnya 98% mengetahui tentang Pemilu. Faktor menyebabkan ketidakikutsertaan (partisipasi) warga Kabupaten Paser di Pemilu, disebabkan tidak terdata sebagai Pemilih karena tidak memiliki KTP, apatis dengan sistem Pemilu yang berlaku di Indonesia, dan tidak peduli dengan Pemilu karena kesibukan rutinitas kerja. Mengatasi masalah tersebut sangat diperlukan pendidikan politik bagi mereka yang tidak peduli dengan keterlibatan di Pemilu. Faktanya dengan pertanyaan peran partai politik dalam menyebarkan informasi dan pendidikan politik hanya mendapatkan sebesar 7%. Ini dapat disimpulkan bahwa peran-peran pendidikan politik yang seharusnya menjadi tanggung jawab partai kepada konstituennya tidak berjalan. Dengan demikian pengelolaan manajemen kepartaian kurang peduli terhadap urusan pendidikan politik bagi konstituennya.
Memberikan penyadaran agar warga Kabupaten Paser melek politik perlu dimaksimalkan keberadaan Pangkalan Ojek selain sosialisasi yang dilakukan KPU dan Pemerintah Kabupaten Paser. Walaupun Kabupaten Paser lebih berpengaruh penyebaran informasi kepemiluan dan pendidikan politik melalui penggunaan surat
kabar, internet, dan televisi begitulah hasil survey Jaringan Survey Inisiatif. Akan tetapi memiliki korelasi keberadaan Pangkalan Ojek dan internet. Menurut sejumlah responden yang ditanyakan di Pangkalan Ojek mengatakan mereka menyerap informasi dari internet ketika penyediaan akses internet diberikan oleh pemilik Pangkalan Ojek
Kecenderungan yang sama terjadi pada kelompok pemilih pemula, ternyata kelompok usia sangat muda (1720 tahun), alasan memilih kandidat calon kepala daerah hanya disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu kandidat yang bagus visi misinya (85,7%) dan kandidat yang bagus rekam jejaknya (14,3) (gambar 19. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendrastomo dkk (2014) menunjukkan bahwa beberapa hal yang mempengaruhi sosialisasi politik bagi pemilih pemula adalah kebiasaan, aktivitas sosial, lingkungan sosial, relasi sosial, media sosial. Pandangan pemilih terhadap partai politik melihat pada pentingnya identitas kepartaian partai politik sebagai dasar pertimbangan pemilihan, melemahnya kepercayaan terhadap partai politik menjadi sebuah indikasi bahwa partai tidak lagi memiliki kekuasaan mengikat orientasi politik masyarakat, strategi money politic dalam sosialisasi partai menjadi hal yang mempengaruhi pemilih pemula untuk tidak memilih partai tersebut. Dasar pertimbangan pemilih menentukan pilihan berdasarkan sosok caleg disebabkan oleh beberapa hal yakni ideologi, prestasi, track record atau latar belakang caleg, metode sosialisasi. Alasan pemilih lebih memilih sosok calon anggota legislatif daripada partai politik menempatkan rasionalitaspemilih pemula yang lebih melihat pada track record calon pemimpin dan melemahnya kepercayaan terhadap partai politik,dan tidakdisepakatinyasistemmoneypolitic21.
Sama seperti yang terjadi pada kelompok perempuan, pada pemilu legislatif, kecenderungan pemilih pemula dalam menentukan pilihannya juga didasarkan kepada alasan-alasan yang rasional dan positif, dimana 57,1% memilih parpol/caleg yang bagus programnya, 42,9% memilih karena alasan parpol/calegyangbersih
Pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang-orang tua pada umumnya. Pemilih pemula cenderung kritis, mandiri, independen serta tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya. Karakteristrik itu cukup kondusif untuk membangun komunitas pemilih cerdas dalam pemilu yakni pemilih yang memiliki pertimbangan rasional dalam menentukan pilihannya. Misalnya karena integritas tokoh yang dicalonkan partai politik, track record atau program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman memilih dalam pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami berbagai hal yang terkait dengan pemilu. Misalnya untuk apa pemilu diselenggarakan, apa saja tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta dalam pemilu, bagaimana tata cara menggunakanhakpilihdalampemiludansebagainya.
16
Pengetahuan politik pemilih pemula sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kelompok pemilih lainnya. Perilaku pemilih masih erat dengan faktor sosiologis dan psikologis dalam menjatuhkan pilihan politiknya jika ditinjau dari studi voting behaviors. Namun yang membedakan pemilih pemula dan kelompok lainnya adalah soal pengalaman politik dalam menghadapi pemilu. Preferensi yang dijadikan sandaran dalam melakukan pemilihan cenderung tidak stabil atau mudah berubah-rubah sesuai dengan informasi atau preferensi yang melingkarinya. Faktor yang sangat penting adalah bagaimana pemilih pemula tak menjatuhkan pilihan politiknya karena faktor popularitas belaka. Kecenderungan pemilih pemula akan menaruh simpati kepada kandidat atau caleg dari kalangan selebriti dibandingkan dengan kandidat/caleg non selebriti. Oleh karena itu, segenap komponen atau orang yang memiliki otoritas wajib meliterasi (politik) pemilih pemula supaya menjadi pemilih yang kritis dan rasional (critical and rational voters). Artinya dalam menjatuhkan pilihannya bukan karena faktor popularitas, karena faktor rekam jejak, visi misi, kredibilitas dan pengalaman birokrasi. Upaya tersebut adalah bagian dari political empowerment bagi warga negara terutama perilaku pemilih pemula dan karena melihatpotensisuarapemilihpemulayangsignifikanpadaPemilu2014.
PartisipasiPemilih Partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk memepengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalm kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung ,mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy) (Budiarjo: 1982).
Kegiatan tersebut mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum,menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. Menurut Samuel P. Huntington & Joan M Nelson, Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidakefektif(Huntington:1994). Berdasarkan hasil interpretasi data penelitian Tingkat Melek Politik Warga Kabupaten Paser ditemukan bahwa secarapsikologismasyarakat memiliki animoyangtinggi untukberpartisipasi dalampemilu.Hal
ini terlihat dari respon responden ketika ditanya apakah Saudara pernah memilih. 97% menyatakan pernah, namun ketika dilakukan wawancara lebih jauh, partisipasi mereka dalam pemilu tidak berlangsung secara kontinyu dan konsisten. Artinya ada kalanya mereka berpartisipasi ada kalanya tidak. Ketika ditanya alasannya jawaban
yang
dominan
Siapapun terpilih tidak Tidakmau berpengaruh memilih terhadapsaya 28% (tanpa alasan) 3%
Merasa tidak ada calon yang layak 34%
Sibuk dan tidak Penyelengg ada ara Tidak wakt tidak terdaftar u ke fair sebagai TPS 3% pemili 20% Gambar 21. Alasan responden tidak berpartisipasi h5% dalam Keterbatasan Pemilu fisik 7%
disebabkan karena merasa tidak ada calon yang layak (34%), selanjutnya siapapun terpilih tidak berpengaruh terhadap saya (28%), dan karena sibuk dan tidak ada waktu ke TPS (20%). Data lengkap terlihat pada gambar 21. Fenomena ini memberikan gambaran ada 3 hal pokok yang menjadi salah satu penyebab menurunnyapersentasepartisipasipemilihdaripemilukepemilusejakTahun1999: a. Ada sebuah harapan besar warga Negara Indonesia ketika Pemilu reformasi dilakukan Tahun 1999. Pada saat itu rakyat Indonesia menginginkan lahirnya anggota parlemen yang memiliki komitmen yang kuat dalam membangun Indonesa di berbagai tingkatan, mulai dari DPRK sampai DPRRI. Namun yang terjadi justru sebaliknya, rakyat hanya menjadi objek politik ketika tidak ada perubahan yang signifikan yang dirasakan. Gejala ini kemudian menimbukan apatisme yang semakin lama semakin dalam bagi rakyat, sehingga berimbas ke semangat dalam memberikan suaranya dalampemilu; b. Terjadinya sebuah persepsi permanen bahwa sejauh ini baik secara individu maupun kolektif belum ada yang mampu mendorong lahirnya dampak langsung terhadap proses pemilu, apalagi ditambah dengan terbukanya peluang yang besar bagi kontestan dan penyelenggara untuk melakukan kecurangan yang mencederai nilai-nilai demokrasi tanpa pernah ada sebuah penegakan hukum yang setimpal dengan tingkatpelanggaranyangdilakukan; c. Belum ada regulasi permanen yang memberikan ruang bagi pemilih untuk dapat menyalurkan hak pilihnya secara lebih mudah dan sederhana, bahkan bagi kalangan tertentu yang memiliki rutinitas yang padat tidak ada satupun media yang dapat membantu mereka agar tetap dapat berpartisipasi;
18
Dalam konteks ini terlihat seolah-olah ada hubungan yang linear antara peningkatan wawasan dan pendidikan suatu bangsa dengan penurunan partisipasi pemilih dalam pemilu. Beberapa potensi yang mungkin terjadi dengan peningkatan kesadaran politik warga adalah meningkatnya daya kritis dan penolakan terhadap prilakuprilaku yang lari dari nilai-nilai kebenaran. Kehadiran media massa yang lebih massif dalam menghadirkan informasi seputar pemimpin, anggota parlemen, prilaku anggota dewan saat sidang di parlemen akan semakin memperjelas kinerja dan aspek moral dari orang-orang yang sebelumnya dipercaya mengemban amanah. Asumsi ini dudukung oleh temuan dalam penelitian ini yang melihat apakah informasi tentang pemilu berpengaruh terhadap partisipasi di pemilu
PendidikanPemilih Dalam setiap pemilu, pemilih dan pendidikan merupakan hal yang diperlukan untuk memastikan bahwa semua pemilih baik laki-laki dan perempuan sama-sama memahami hak-hak mereka, sistem politik mereka, kontestan yang akan mereka pilih, dan mekanisme pemilihan yang ditetapkan. Agar pemilu berlangsung sukses dan demokratis, pemilih harus memahami hak dan tanggung jawab mereka, dan harus cukup memahami informasi tatacara pemberian suara yang sah secara hukum yang berlaku. Hal ini menjadi salah satu media untuk meningkatkan partisipasi pemilih. pendidikan pemilih dan pendidikan kewarganegaraan bahkan lebih penting, di mana situasi politik yang belum terlalu stabil agar terbuka peluang yang lebih besar untuk kemajuan wilayah tersebut.
Pendidikan pemilih Istilah umumnya digunakan untuk menggambarkan penyebaran informasi, bahan dan program yang dirancang untuk menginformasikan kepada pemilih tentang perihal spesifik dan mekanisme proses pemungutan suara untuk pemilihan tertentu. Pendidikan pemilih juga melibatkan pemberian informasi tentang siapa yang berhak untuk memilih dan dipilih; di mana dan bagaimana cara mendaftar; bagaimana pemilih dapat mengakses daftar pemilih untuk memastikan mereka telah terdaftar; dan bagaimana mengajukan keluhan.
Peran Partai Politik dalam Pendidikan Politik, hampir di semua negara di dunia, dalam sistem ketatanegaraan peran parpol dituntut untuk berperan dalam memberikan pendidikan politik bagi warga negara. Bahkan Indonesia memberikan alokasi dana tertentu bagi parpol untuk melakukan pendidikan politikbagi warga negara yang sudah berhak memilih, termasuk pemilih pemula. Namun sejauh ini peran itu belum dijalankan dengan baik oleh parpol. Indikasi sederhana yang memperkuat pernyataan tersebut diantaranya adalah pihak parpol belum berhasil menunjukkan korelasi antara jumlah kartu anggota parpol dengan perolehan suara pada saat pemilu. Selain itu setiap parpol berkewajiban memastikan konstituennya terdaftar sebagai pemilih
yang dibuktikan dengan nama yang tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Padahal persoalan DPT termasuk salah satu faktor penentu sukses tidaknya suatu pemilu. Munculnya dugaan penggelembungan suara yang disinyalir oleh parpol/kandidat terjadi karena tidak adanya fungsi kontrol parpol terhadap DPT yang dikeluarkan oleh pihak penyelenggara pemilu. Asumsi ini diperkuat dengan temuan dalam penelitian bahwa 89% responden menyatakan parpol belum menjalankan perannya dalam pendidikan politik, hanya 11% responden yang menyatakan parpol sudah melakukan pendidikan politik (gambar 27). Selain itu, sebagian responden (36,3%) juga tidak mengetahui bahwa parpol punya tanggungjawab dalam memberikan pendidikan politik bagi warga negara. Menariknya ada 63,7% yang mengetahui bahwa parpol ikut bertanggungjawab terhadap pendidikan politik (gambar 28). Dengan informasi ini tergambarkan bahwa pemilih khususnya di Kota Banda Aceh berada pada posisi menunggu sikap pro aktif dari parpol untuk meningkatkan melek politik warga, termasuk dalam hal ini adalah untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Dengan Undang-undang Parpol yang terbaru yaitu UU No 8 Tahun 2015, maka setiap parpol akan diaudit penggunaan dana subsidi pemerintah untuk tujuan pendidikan politik digunakan dengan seharusnya atau tidak.
Pengukuran Intensitas Melek Politik Dalam sejarah pemilu di Indonesia, belum pernah dilakukan proses pengukuran intensitas melek politik (political literacy) warga negara. Namun dengan adanya fakta yang terus berlanjut tentang menurunnya partisipasi pemilih, menyebabkan KPU menggagas studi untuk mencari benang merah antara berbagai permasalahan seputar pemilu dengan partisipasi pemilih. Khusus untuk penelitian Tingkat Melek Politik Warga Kabupaten Paser ini, dicoba diformulasikan suatu indeks yang diharapkan mendekati kebenaran dalam hal pengukuran intensitas melek politik. Tentu saja formula ini asih perlu dikaji lebih lanjut apakah memang dapat dijadikan sebagai alat untuk pengukuran intensitas melek politik. Meskipun penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan kualitatif, namun pada alat ukur penelitian yang bersifat kuantitatif di berikan suatu skala pengukuran dalam bentuk label Melek Politik Tinggi (MT), Melek Politik Sedang (MS) dan Melek Politik Rendah (MR) berdasarkan pilihan jawaban dari responden. Dari keseluruhan pertanyaan yang diajukan (10) pertanyaan, selanjutnya masing-masingkategoriMT,MS,danMRdiakumulasikanpermasing-masingbagian.
Pada bagian pertama: Informasi umum diberi bobot yang paling rendah, yaitu 20% dari skor total, bagian kedua: Pemilu dan sumber informasi diberi bobot 35% dari skor total, dan pada bagian ketiga: Pendidikan politik dan partai politik diberi bobot paling tinggi, yaitu 45%. Selanjutnya nilai masing- masing kategori dihitungberdasarkanpersamaandibawahini:
20
dimana: n= frequensi hasilobservasi At=PertanyaankelompokAyangmasukkategoritinggi As = Pertanyaan kelompok A yang masuk kategori sedang Ar = Pertanyaan kelompok A yang masuk kategori rendah Bt= PertanyaankelompokByangmasukkategoritinggi Bs = Pertanyaan kelompok B yang masuk kategori sedang Br = Pertanyaan kelompok B yang masuk kategori rendah Ct = Pertanyaan kelompok C yang masuk kategori tinggi Cs = Pertanyaan kelompok C yang masukkategori sedang Ct = Pertanyaan kelompok C yang masuk kategori rendah IMPT = indeksmelekpolitikkategori tinggi IMPS = indeks melekpolitikkategori sedang IMPR = indeksmelekpolitikkategori rendah
Selanjutnya dibandingkan antara nilai akhir masing-masing kategori, MT: MS: MR. Bila MT lebih besar dari MS dan MR maka secara umum dinyatakan sebagai melek politik berkategori tinggi; bila MS lebih tinggi dibandingkan dengan MT dan MR maka secara umum dinyatakan sebagai melek politik berkategori sedang; dan bila MR lebih tinggi dibandingkan dengan MT dan MS maka secara umum dinyatakan sebagai melekpolitikberkategorirendah. Berdasarkan hasil pengukuran untuk studi di Kota Banda Aceh diperoleh hasil sebagai berikut: Skor MT = 1008, 73; skor MS = 212,90; dan skor MR = 108,68. Dengan demikian warga Kota Banda Aceh dinyakan berada pada tingkatan melek politik tinggi. Hasil ini juga dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva simulasi yang
menunjukkan posisi garis dari kurva yang terbentuk. Dari kurva akan terlihat garis yang dominan dari setiap pertanyaan pada questioner. Kurva hasil simulasi terlihat pada gambar 31 di bawah ini.
Kesimpulan dan Saran
Tingkat melek politik (political literacy) warga Kabupaten Paser tergolong tinggi, dibuktikan dengan beberapa indikator, seperti kesadaran politik terhadap penentuan pilihan parpol/caleg yang bersaing dalam pemilu;
Tingkat pendidikan warga tidak terlalu signifikan berpengaruh terhadap tingkat melek politik warga Kabupaten Paser, namun yang lebih dominan berpengaruh terhadap tingkat melek politik adalah media yang digunakan untuk mendesiminasi informasi yang terkait dengan Pemilu;
Jenis media yang paling berpengaruh terhadap peningkatan political literacy adalah surat kabar, internet dan televisi, sedangkan parpol dan tim kampanye kandidat belum mampu menjalankan peran dengan baik dalam melakukan pendidikan politik bagi masyarakat, khususnya pemilih;
Perempuan dan pemilih pemula di Kabupaten Paser lebih rasional dalam penentuan pilihan parpol/caleg atau kandidat kepala daerah dalam pemilu, dimana yang menjadi alasan utama dalam memilih adalah disebabkan oleh faktor program kerja caleg serta faktor rekam jejak partpol/caleg
Rekomendasidansarandaripenelitianiniadalah:
Tingat melek politik warga Kabupaten Paser yang sudah baik ini perlu terus dipelihara dan ditingkatkan melalui peningkatan frekuensi diseminasi informasi pemilu melalui media surat kabar, internet dan televisi dengan program-program yang inovatif;
Diperlukan upaya serius dari seluruh stake holder pemilu, khususnya kontestan yang bersaing dalam pemilu untuk mengeksplorasi metode-metode yang dapat meningkatkan partisipasi pemilih;
Peran parpol sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam memberikan pendidikan politik bagi warga Negara harus sangat maksimal, apalagi Negara sudah memberikan kompensasi kepada parpol untuk melakukan pendidikan politik bagi warga negara.
22
Daftar Pustaka
Surbakti, Ramlan, 1992, Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widya Sarana, Jakarta.
Mar’at, 1992, Perubahan serta Pengukurannya, Gramedia Widya Sarana, Jakarta.
Asfar, M, 2004, Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004, Pustaka Utama,
Marbun, B.N, 2007,Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Budiarjo, Miriam, 1982, Partisipasi dan Partai Politik, PT. Gramedia, Jakarta.
Huntington, Samuel, 1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta.
LAMPIRAN I Quisioner Kualitatif
24
LEMBAR KOESIONAR KEPEMILUAN RESPON MASYARAKAT TERHADAP MELEEK POLITIK DI KABUPATEN PASER PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 Petunjuk pengisian 1.
Kosioner ini semata-mata untuk keperluan pendidikan pemilih, mohon dijawab dengan jujur
2.
Baca dan jawablah semua pertanyaan dengan teliti tanpa ada yang terlewatkan
3.
Berikan tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda tepat
4.
Silahkan memberikan jawaban jika pilih jawaban tidak terdapat dalam kosioner
5.
Jawaban boleh lebih dari satu
6.
Coret ( === ) yang tidak perlu
Data Responden Nama
: ………………………………………………
Alamat
: ………………………………………………
Jenis Kelamin : ………………………………………………
Kosioner / Pertanyaan 1.
2.
3.
4.
5.
Apakah Pendidikan terakhir anda? a.
Tidak tamat SD
b.
Tamat SD
c.
Tamat SMP sederajat
d.
Tamat SMA Sederajat
e.
Diploma
f.
Tamat Sarjana
Berapak Usian Anda? a.
17 – 25
b.
26 – 35
c.
36 – 45
d.
45 – 55
e.
………
Apakah adnda menggunakan hak pilih pada Pileg Tahun 2014? a.
Ya
b.
Tidak
Apakah anda pernah terlibat sebagai penyelenggara pemilu? a.
Pernah
b.
Tidak Pernah
Darimanakah anda mengenali calon anda ? a.
Koran
b.
Majalah
c.
Baleho /Spanduk
d.
TV
e.
…………………………….
6.
7.
8.
9.
Apakah anda Sering Menonton Televisi ? a.
Kadang-kadang
b.
Sering
c.
Sering kali
d.
……………………….
Acara televise apa yang anda senangi ? a.
Berita Politik
b.
Berita criminal
c.
Berita Sosial
d.
………………………….
Apakah anda suka membaca ? a.
Tidak Suka
b.
Suka
c.
Sangat Suka
d.
…………………
Jenis bacaan apa yang anda senangi? a.
Buku
b.
Koran
c.
Majalah
d.
……………….
10. Apakah anda suka membaca sekmen Politik ? a.
Tidak Suka
b.
Suka
c.
Sangat Suka
d.
…………………
26