P U T U S A N No. 84 K/TUN/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara : PT. SUKANDA DJAYA, berkedudukan di Jalan Pasir Putih Raya Kav. I, Ancol Timur, Jakarta Utara, diwakili oleh : CHEN TSEN NAN, Direktur Utama PT. Sukanda Djaja, dalam hal ini memberi kuasa kepada : JOPIE de FRETER, General Affair PT. Sukanda Djaja, Pemohon Kasasi dahulu Tergugat II Intervensi ; melawan: 1. SAYUTIP, bertempat tinggal di Jalan Kp. Japat Rt.003, Rw.05, Kelurahan Ancol Barat, Jakarta Utara, 2. SUHAEMI, bertempat tinggal di Jalan Pademangan VIII, dahulu Rt. 08 Rw. 013, Kelurahan Pademangan Timur, Jakarta Utara, 3. RISMIDI, bertempat tinggal di Pademangan Timur IV Rt.018 Rw.01, Pademangan Timur, Jakarta Utara, 4. SOLICHIN, bertempat tinggal di Jalan Warakas II Rt.12 Rw.12, Kelurahan Warakas, Jakarta Utara, 5. YONI HARTOYO, bertempat tinggal di Jalan Cempaka Indah Rt.05 Rw. 07, Kelurahan Harapan Mulya, Jakarta Utara, 6. ABU SARI, bertempat tinggal di Jalan Budi Mulya Rt.008 Rw. 011, Kelurahan Pademangan Barat, Jakarta Utara, 7. SUPRIYANTO, bertempat tinggal di Jalan RS. Ancol Rt.01 Rw. 01 No. 59, Kelurahan Sunter Agung, Jakarta Utara, 8. EMITA, bertempat tinggal di Perumdasana Indah Blok UB IV No. 4, Kelurahan Bonang, Tangerang, Jawa Barat, 9. SUHAR, bertempat tinggal di Jalan Swasembada Timur XV Rt.06 Rw.056, Kelurahan Kebon Bawang, Jakarta Utara, 10.SUGENG PURWANTO, bertempat tinggal di Jalan Ancol Selatan, Kelurahan Sunter Agung, Jakarta Utara, 11.ANING, bertempat tinggal di Jalan Muara Bahari Rt.022 Rw.01, Kelurahan Sunter Agung, Jakarta Utara, 12.SUHANDI, bertempat tinggal di Jalan Muara Bahari Rt.022 Rw.01, Kelurahan Sunter Agung Jakarta Utara, para Termohon Kasasi dahulu para Penggugat ;
Hal. 1 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
dan: PANITIA
PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
PERBURUHAN
PUSAT (P4P), berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 51, Jakarta Selatan, turut
Termohon Kasasi dahulu
Tergugat ; Mahkamah Agung tersebut ; Membaca surat-surat yang bersangkutan ; Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang turut Termohon Kasasi dan Pemohon Kasasi
dahulu sebagai
Tergugat II Intervensi di muka persidangan
Tergugat dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara Jakarta pada pokoknya atas dalil-dalil : bahwa obyek gugatan dalam perkara ini adalah putusan Tergugat No. 1290/1705/165-3/IX/PHK/9-2005
tanggal
15
September
2005
tentang
Pemutusan Hubungan Kerja antara Tergugat II Intervensi dengan para Penggugat (Pekerja), yang amar selengkapnya sebagaimana disebutkan dalam gugatan poin 1 ; bahwa Keputusan Tergugat tersebut di atas telah memenuhi unsur sebagai Keputusan Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan UndangUndang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada pasal 1 ayat (3), yakni penetapan yang bersifat kongret, individual, final dan mempunyai akibat hukum yang merugikan kepentingan para Penggugat dan pasal 25 yakni apabila keberatan terhadap putusan Tergugat, maka dalam tenggang waktu 90 hari sejak putusan diterima dapat mengajukan gugatan kepada Pangadilan Tata Usaha Negara Jakarta karena Panitia Pusat tidak mempunyai kewenangan untuk meninjau kembali/memperbaiki putusannya ; bahwa surat Tergugat a quo pada pokoknya memutuskan untuk memberikan ijin kepada Tergugat II Intervensi untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan para Penggugat dengan memberikan hak para Penggugat (para Pekerja) secara tunai dengan perincian sebagaimana disebutkan dalam gugatan poin 3 dan nama-nama serta rincian hak Pekerja sebagaimana tersebut dalam lampiran putusan ini dan lampiran dimaksud merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan putusan ini ; bahwa oleh karena itu gugatan para Penggugat telah memenuhi ketentuan pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 hal mana keputusan Tergugat tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 13
Hal. 2 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
Tahun 2003 tentang Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan demikian kepentingan para Penggugat sangat dirugikan ; bahwa alasan-alasan yang dikemukakan para Penggugat dalam gugatan ini didasarkan pada ketentuan pasal 53 ayat (2) a dan b Undang-Undang No. 9 Tahun 2004, sebagaimana fakta-fakta hukum yang akan diuraikan di bawah ini ; bahwa mengacu kepada keputusan yang telah diputuskan oleh Tergugat, tentang Pemutusan Hubungan Kerja dan hak-hak yang akan didapat para Pekerja dari Tergugat a quo pada tanggal 5 September 2005 dimana para Penggugat baru menerima putusan tersebut pada tanggal 13 Oktober 2005, maka dengan demikian gugatan ini masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana yang diisyaratkan/ditentukan dalam pasal 55 UndangUndang No. 9 Tahun 2004, oleh karenanya gugatan para Penggugat ini layak untuk diterima ; bahwa para Penggugat adalah para Pekerja pada Tergugat II Intervensi yang masing-masing mempunyai masa kerja yang bervariasi antara 3 tahun sampai 32 tahun ; bahwa pada bulan Maret 2006 Tergugat II Intervensi memberitahukan kepada para Penggugat akan melakukan mutasi terhadap beberapa Pekerjanya dari pabrik di daerah Ancol Jakarta Utara (kantor pusat) ke daerah Cibitung Jawa Barat ; bahwa pada dasarnya para Penggugat tidak keberatan atas mutasi kerja tersebut asalkan Tergugat II Intervensi memberikan kebijakan atas mutasi tersebut berupa fasilitas antara lain sebagaimana disebutkan dalam gugatan poin 8 ; bahwa pada tanggal 20 April 2005, diadakan pertemuan antara para Penggugat dengan pihak Tergugat II Intervensi guna membahas usulan dari para Penggugat tersebut, akan tetapi pihak Tergugat II Intervensi menolak semua usulan dari para Penggugat tersebut, sesuai dengan suratnya tertanggal 26 April 2005 ; bahwa dari usulan tersebut, para Penggugat mengharapkan ada kebijakan yang akan diambil oleh Tergugat II Intervensi antara lain sebagaimana disebutkan dalam gugatan poin 10 dan seharusnya hal-hal tersebut menjadi bahan pertimbangan Tergugat II Intervensi sebelum mutasi para Pekerjanya, Tergugat II Intervensi tidak hanya memikirkan dan mengejar keuntungan perusahaan saja tanpa melihat dan mempertimbangkan kebutuhan Pekerjanya. Hal ini terlihat bahwa Tergugat II Intervensi hanya memutuskan secara sepihak saja tanpa adanya pertimbangan ;
Hal. 3 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
bahwa karena permasalahan antara para Penggugat dengan Tergugat II Intervensi tidak menemukan penyelesaian yang baik, maka pada tanggal 16 Mei 2005. para Penggugat mengajukan permasalahannya kepada Pegawai Perantara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta ; bahwa ketika para Penggugat telah mengajukan permasalahannya kepada Pegawai Perantara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta dengan tiba-tiba pada tanggal 2 Juni 2005, Tergugat II Intervensi menyediakan kendaraan antar jemput bagi para Pekerjanya yang dimutasi ke Cibitung ; bahwa mengenai antar jemput inipun tidak menyelesaikan permasalahan, akan tetapi menimbulkan masalah baru antara lain kendaraan antar jemput berangkat dari Ancol pukul 5.30 WIB pagi dan apabila para Penggugat terlambat datang tidak ada lagi jemputan. Selain itu berdasarkan pengalaman dari beberapa Pekerja yang lain yang sudah melaksanakan tugas/uji coba ke Cibitung, apabila terlambat pulang dari lapangan (mengantar barang) tidak ada lagi jemputan dan Pekerja pulang sendiri dengan mengeluarkan ongkos yang cukup besar. Bahkan dari segi keamanan dan keselamatan para Penggugat pernah terjadi salah seorang Pekerja yang dimutasikan ke Cibitung mendapat kecelakaan bahkan merenggut nyawa Pekerja tersebut. Bahwa dengan situasi dan kondisi serta pengalaman yang sudah ada, maka para Penggugat belum dapat menerima kebijakan dari Tergugat II Intervensi tersebut, berakibat Tergugat II Intervensi menghentikan antar jemput tersebut ; bahwa karena Tergugat II Intervensi yang tidak menyediakan antar jemput lagi, mengakibatkan para Penggugat terlambat dalam bekerja seperti terlambat dan tidak dapat masuk kerja karena ongkos yang cukup besar menuju tempat kerja di Cibitung, akan tetapi para Penggugat tetap berangkat kerja namun ke kantor pusat (Ancol) dan tidak diberikan pekerjaan ; bahwa pihak Tergugat II Intervensi bukannya memberikan solusi atas permasalahan antar jemput tersebut akan tetapi mengajukan permohonan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap para Penggugat, sesuai dengan permohonan ijin Pemutusan Hubungan Kerja tertanggal 8 Juni 2005 yang ditujukan pada Ketua Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah Propinsi DKI Jakarta ; bahwa pada tanggal 28 Juni 2005, para Penggugat diminta untuk datang menerima kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja yang menurut Tergugat II Intervensi telah sesuai dengan pasal 168 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003,
Hal. 4 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
akan tetapi ditolak oleh para Penggugat karena tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku ; bahwa pada dasarnya para Penggugat bersedia diputuskan hubungan kerjanya dengan Tergugat II Intervensi asal diberikan hak-haknya sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dengan perincian sebagaimana disebutkan dalam gugatan poin 17 ; bahwa pada tanggal 2 Agustus 2005, Pegawai Perantara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta telah memberikan anjuran sebagaimana disebutkan dalam gugatan poin 18 ; bahwa atas anjuran dari Pegawai Perantara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta tersebut, para Penggugat masih keberatan karena uang pesangon hanya diberikan sebanyak 1 kali bukan 2 kali, oleh karena itu pada tanggal 3 Agustus 2005, para Penggugat melimpahkan permasalahnya pada Tergugat ; bahwa pada tanggal 5 September 2005, Tergugat telah memberikan putusan
Pemutusan
Hubungan
Kerja
para
Penggugat
yang
amarnya
sebagaimana disebutkan dalam gugatan ; bahwa atas putusan Tergugat tersebut diatas, para Penggugat merasa keberatan ; bahwa berdasarkan uraian dan bukti-bukti yang ada, jelas para Penggugat telah bekerja pada Tergugat II Intervensi dengan masa kerja yang bervariasi dan pada dasarnya tidak berkeberatan untuk dimutasi dari Ancol ke Cibitung, akan tetapi mutasi tersebut menimbulkan masalah baru serta sangat merugikan para Penggugat yang akhirnya permasalahan tersebut oleh para Penggugat diajukan ke Pegawai Perantara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta dan Tergugat II Intervensi pun akhirnya memutuskan untuk memutuskan hubungan kerja dengan para Penggugat ; bahwa Pemutusan Hubungan Kerja dari Tergugat II Intervensi kepada para Penggugat pun sangat merugikan para Penggugat, karena Tergugat II Intervensi dalam memberikan hak-hak kepda para Penggugat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam hal ini Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Jelas secara hukum kedudukan hukum para Penggugat sangat kuat ; bahwa benar para Penggugat merupakan Pekerja pada Tergugat II Intervensi dengan masa kerja yang bervariasi ; bahwa para Penggugat pada dasarnya tidak berkeberatan dimutasikan dari Ancol ke Cibitung asalkan Tergugat II Intervensi dapat memberikan kebijakan dengan memberikan 4 usulan, hal ini dilakukan para Penggugat guna
Hal. 5 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
menunjang pekerjaan para Penggugat pada khususnya dan keuntungan yang akan didapat oleh Tergugat II Intervensi pada umumnya ; bahwa usulan dari para Pekerja tersebut tanpa pertimbangan serta melihat kondisi dan situasi pada saat sekarang ini dengan tidak mengabulkan satu usulan pun dari para Pekerja ; bahwa Tergugat II Intervensi menyediakan antar jemput pun setelah para Penggugat memajukan permasalahannya pada Pegawai Perantara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta, akan tetapi antar jemput ini belum dapat diterima oleh para Penggugat karena berdasarkan pengalaman para Pekerja yang mutasi ke Cibitung dan kendala yang masih didapat dengan adanya antar jemput tersebut, dan akhirnya antar jemput tersebut ditiadakan ; bahwa para Penggugat tetap masuk kerja akan tetapi dari Tergugat II Intervensi tidak memberikan pekerjaan untuk para Penggugat, bahkan memutuskan hubungan kerjanya dengan para Penggugat ; bahwa Tergugat II Intervensi secara sepihak telah melakukan mutasi terhadap para Penggugat, oleh para Penggugat mutasi tersebut dapat diterima asalkan usulan para Penggugat dapat dipertimbangkan oleh Tergugat II Intervensi ; bahwa mutasi tersebut sebenarnya telah menyimpang dari perjanjian kerja yang telah dibuat dan ditandatangani bersama antara para Penggugat dengan pihak Tergugat II Intervensi, karena pada saat pertama kali para Penggugat akan melamar pekerjaan pada Tergugat II Intervensi, Pelamar atau para Penggugat diharuskan berdomisili di wilayah Jakarta Utara dan apabila ada Pelamar yang berdomisili di luar wilayah Jakarta Utara maka Pelamar tersebut tidak akan diterima. Hal ini membuktikan bahwa pihak Tergugat II Intervensi menginginkan dan mengkhususkan para Pelamar yang berdomisili di wilayah Jakarta Utara dengan pertimbangan tentunya untuk effisien waktu dan biaya operasional para Pelamar atau para Penggugat ; bahwa apabila akhirnya pihak Tergugat II Intervensi akan melakukan mutasi para Pekerja atau para Penggugat, maka seharusnya pihak Tergugat II Intervensi selain tidak mengurangi hak-hak Pekerja, dapat pula memberikan kenaikan gaji, hal ini sesuai dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) pasal 16 ayat (3) ; bahwa para Penggugat mengharapkan ada kebijakan yang akan diambil oleh Tergugat II Intervensi dari usulannya, antara lain sebagaimana disebutkan dalam gugatan poin 32.
Hal. 6 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
Hal-hal tersebut seharusnya dapat menjadi bahan pertimbangan Tergugat II Intervensi sebelum melakukan mutasi para Pekerjanya, Tergugat II Intervensi tidak hanya memikirkan keuntungan yang akan didapat saja tanpa melihat dan mempertimbangkan kebutuhan dan kesejahteraan para Pekerjanya. Hal ini terlihat bahwa Tergugat II Intervensi hanya memutuskan secara sepihak saja tanpa adanya pertimbangan dan kebijakan ; bahwa ternyata mutasi ini menimbulkan masalah antara para Penggugat dengan Tergugat II Intervensi yang akhirnya para Penggugat mengajukan masalah ini kepada Pegawai Perantara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta ; bahwa dengan tiba-tiba disediakannya antar jemput oleh pihak Tergugat II Intervensi, menimbulkan ketidakpastian bagi para Penggugat, apa sebenarnya keinginan dari Tergugat II Intervensi, sebab setelah diadakan pertemuan antara para Penggugat dengan Tergugat II Intervensi, Tergugat II Intervensi menolak semua usulan dari para Penggugat. Hal ini menunjukkan bahwa kesalahan para Penggugat sebenarnya masih kabur dan belum jelas, seolah-olah hanya mencari-cari kesalahan para Penggugat saja. Dengan tidak jelasnya kesalahan para Penggugat, maka putusan yang diterbitkan oleh Tergugat adalah tidak sah dan cacat hukum ; bahwa pada dasarnya para Penggugat tidak keberatan untuk diadakan Pemutusan Hubungan Kerja dengan Tergugat II Intervensi asalkan diberikan hak-haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku ; bahwa para Penggugat keberatan atas putusan Tergugat tersebut, karena Tergugat hanya mempertimbangkan keterangan dari Tergugat II Intervensi tanpa mempertimbangkan keterangan dari para Penggugat dan ketentuan hukum yang berlaku, padahal seharusnya Tergugat dapat memanggil kedua belah pihak yang berperkara (para Penggugat dan Tergugat II Intervensi) untuk didengar keterangannya agar permasalahannya menjadi lebih jelas. Akan tetapi hal ini tidak dilakukan oleh Tergugat, sehingga keterangan dari Tergugat II Intervensi di Pegawai Perantara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta yang dijadikan sebagai dasar dari keputusan Tergugat ; Dan yang lebih tidak bijaksana lagi Tergugat beranggapan bahwa mangkir dianggap sebagai kesalahan berat, padahal mangkir tidak termasuk dalam kesalahan berat (vide pasal 158 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2005 dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Bab XIV tentang Pelanggaran) ;
Hal. 7 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
Tata tertib yang dapat mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja pasal 62, Tergugat juga tidak mempertimbangkan upah berjalan yang selama ini tidak diberikan kepada para Penggugat dari Tergugat II Intervensi, karena selama masalah antara para Penggugat dan Tergugat II Intervensi belum mempunyai kekuatan hukum tetap, para Penggugat tidak dipekerjakan dan tidak bekerja di tempat lain ; bahwa para Penggugat tidak menolak untuk dimutasi asalkan pihak Tergugat II Intervensi dapat memberikan kebijakan akibat dari mutasi tersebut, jadi alasan Tergugat yang menyatakan bahwa para Penggugat menolak untuk dimutasi adalah salah besar dan keliru ; bahwa walaupun salah satu usulan para Penggugat yaitu disediakan kendaraan antar jemput oleh Tergugat II Intervensi, namun hal tersebut hanya semata-mata menutupi kesalahan Tergugat II Intervensi karena antar jemput tersebut
mulai
permasalahannya
disediakan pada
setelah
Pegawai
para
Perantara
Penggugat Dinas
Tenaga
mengajukan Kerja
dan
Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta. Dan antar jemput tersebut sangat tidak efektif bagi para Penggugat yang bekerja di lapangan sebagai pengantar barang yang pulang tidak sesuai dengan jam pulang antar jemput, sehingga para Penggugat selalu tertinggal kendaraan antar jemput. Kondisi yang demikian tiadk dipertimbangkan oleh pihak Tergugat II Intervensi maupun Tergugat ; bahwa
para
Penggugat
menolak
putusan
Tergugat
yang
tidak
mempertimbangkan dan memutus upah berjalan, karena upah berjalan adalah hak yang harus didapat para Penggugat selama proses Pemutusan Hubungan Kerja terhadap para Penggugat berlangsung sampai perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap ; bahwa dengan demikian putusan yang telah diputus oleh Tergugat mempunyai cacat yuridis, karena tidak didasari atas kesalahan para Penggugat secara jelas, melainnya karena adanya pengaduan atau laporan sepihak yang belum jelas kebenarannya. Oleh karena itu surat keputusan Tergugat adalah tidak sah atau batal demi hukum ; bahwa Tergugat dalam putusannya mendalilkan mangkir adalah kesalahan berat yang dapat berakibat Pemutusan Hubungan Kerja tanpa syarat pembayaran uang pesangon sebagaimana diatur dalam pasal 168 UndangUndang No. 13 Tahun 2003 dan Pekerja hanya berhak atas uang pengganti hak sesuai pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah tidak berdasar dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, karena mangkir tidak
Hal. 8 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
merupakan kesalahan berat (vide Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 pasal 158 ayat (1) ; bahwa lebih anehnya lagi Tergugat lebih mempertimbangkan keterangan pihak Tergugat II Intervensi yang memberikan uang pisah hanya 50 % dan uang pengganti hak hanya 15 %, hal ini tidak sangat mengada-ada dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Karena Tergugat II Intervensi merupakan perusahaan besar dan masih berjalan dengan baik jadi tidak ada alasan untuk tidak memberikan hak-hak yang harus didapat oleh para Penggugat sesuai dengan peraturan yang berlaku ; bahwa alasan mangkir tersebut tidak berdasar dan ada alasan yang jelas dari para Penggugat terhadap Tergugat II Intervensi, sehingga mangkir tersebut masih dalam toleransi yang wajar. Sedangkan surat keputusan Tergugat yang menyinggung kesalahan para Penggugat hanya dalam segi teknis padahal dalam segi teknis masih dalam taraf kewajaran. Dengan demikian Tergugat dalam mengeluarkan keputusannya tidak cermat dan kabur dalam dalilnya, karena para Penggugat secara teknis ternyata masih dalam batas kewajaran. Dengan demikian tindakan Tergugat mengeluarkan putusan tanpa adanya suatu dasar kesalahan yang jelas dari para Penggugat adalah merupakan penyalahgunaan wewenang dan jabatan untuk tujuan lain (Detournement de pouvoir) vide pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 ; bahwa apabila Tergugat ingin menegakkan peraturan, seharusnya Teruggat mempertimbangkan keterangan dari para Penggugat juga dan melihat situasi kondisi sekarang ini serta keadaan Tergugat II Intervensi yang masih berproduksi sampai sekarang ini. Apabila pihak Tergugat II Intervensi melaporkan tidak sesuai peraturan yang berlaku, maka seharusnya pihak Tergugat juga harus mengeluarkan putusan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini untuk menjaga citra dan wibawa Pemerintah untuk dapat berlaku adil, tidak ada diskriminasi hukum dalam menegakkan peraturan. Tindakan Tergugat mengeluarkan putusan tersebut seharusnya dapat memenuhi rasa keadilan yang tertanam dalam kesadaran hukum masyarakat, tetapi yang terjadi bahkan sebaliknya. Kenyataannya tindakan ini hanya dilakukan oleh Tergugat kepada Tergugat II Intervensi, dengan demikian tindakan Tergugat mengeluarkan putusan tersebut sangat bertentangan dengan Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik.
Hal. 9 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
Apalagi dalam era reformasi ini harus ditegakkan adanya supremsi hukum, agar terbentuk untuk pemerintahan yang baik ; bahwa dengan demikian Putusan Tergugat No. 1290/1705/165-3/IX/PHK/ 9-2005 tertanggal 5 September 2005 yang hanya mempertimbangkan keterangan dari Tergugat II Intervensi saja (sepihak), adalah cacat hukum dan oleh karenanya batal demi hukum ; bahwa selain itu putusan Tergugat bukan berdasarkan penegakan peraturan dan undang-undang melainkan berdasarkan laporan sepihak, padahal menurut hukum semua orang kedudukannya sama di muka hukum. Bahwa putusan Tergugat tersebut dirasa sangat tidak adil oleh para Penggugat. Seharusnya pihak Tergugat melindungi para Penggugat dari pihak Tergugat II Intervensi, karena pihak Tergugat telah mengeluarkan putusan kepada para Penggugat, yang seharusnya pihak Tergugat lebih mempertimbangkan anjuran dari Pegawai Perantara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta yang merupakan dasar pertimbangan untuk mengambil keputusannya, yaitu mengenai Pemutusan Hubungan Kerja bukannya menyalahkan para Penggugat. Dengan keputusan Tergugat tersebut, Tergugat sudah tidak menghormati produk hukum jajarannya sendiri dan mengakui adanya kelemahan aparatnya atau tingkat yang dibawahnya yang tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik sebagai social control dalam masyarakat ; bahwa dengan demikian putusan yang hanya melihat dari aspek teknis dan tidak mempertimbangkan aspek hukum, aspek politis dan aspek social/ekonomis maka tindakan Tergugat tersebut tidak mencerminkan AzasAzas Umum Pemerintah yang Baik ; bahwa
berdasarkan
surat
dari
Departemen
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi RI Kepaniteraan Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) Jakarta tertanggal 26 Oktober 2005 pada poin 5 dinyatakan “Bahwa sesuai dengan Ketentuan pasal 55 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, apabila Saudara keberatan terhadap putusan Panitia Pusat, maka dalam tenggang waktu 90 hari sejak putusan diterima Saudara dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta karena Panitia Pusat tidak mempunyai kewenangan untuk meninjau kembali/memperbaiki putusannya”. Oleh karena itu Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat memperbaiki atau setidak-tidaknya memutus sesuai dengan gugatan para Penggugat ;
Hal. 10 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
bahwa
berdasarkan hal-hal tersebut diatas para Penggugat mohon
kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta memberikan putusan sebagai berikut : 1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya ; 2. Menghukum PT. Sukanda Djaya untuk memberikan hak-hak para Penggugat atas Pemutusan Hubungan Kerjanya berupa : 1. Uang pesangon 2 x pasal 156 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ; 2. Uang penghargaan masa kerja sesuai pasal 156 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ; 3. Ganti kerugian sesuai pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ; 4. Upah berjalan sampai gugatan ini mempunyai kekuatan hukum tetap ; 3. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 1290/1705/165-3/IX/PHK/ 9-2005 tertanggal 10 Juni 1999, 5 September 2005 ; 4. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut keputusannya tersebut di atas ; 5. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara ini ; Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat II Intervensi mengajukan jawaban yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut : bahwa putusan Tergugat No. 1290/1705/165-3/IX/PHK/9-2005 tanggal 5 September 2005 yang dijadikan obyek gugatan oleh Penggugat tersebut sudah benar dan sah atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (bukti T.I-1) ; bahwa Tergugat II Intervensi menolak dengan tegas seluruh dalil gugatan Penggugat tanggal 9 Januari 2006, kecuali diakui secara tegas oleh Tergugat II Intervensi ; bahwa terhadap gugatan para Penggugat tertanggal 9 Januari 2006 tersebut Tergugat II Intervensi tanggapi sebagai berikut : a. Bahwa para Penggugat didalam dalil gugatannya menerangkan para Penggugat tidak keberatan dimutasikan oleh Tergugat II Intervensi dari Ancol ke Cicbitung asal diberikan kebijakan/menuntut atas mutasi tersebut berupa : - Upah/gaji dinaikkan dari Rp. 700.000,- menjadi Rp. 2.000.000,-, - Perumahan untuk tempat tinggal keluarga para Penggugat, - Antar jemput pergi pulang setiap hari, - Biaya pindah sekolah anak-anak para Penggugat,
Hal. 11 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
Namun demikian tuntutan para Penggugat tersebut tidak mempunyai dasar hukum yang kuat, oleh karena itu Tergugat II Intervensi menolaknya ; b. Bahwa
Tergugat
II
Intervensi
memutasikan
para
Penggugat
tidak
mengurangi hak-haknya seperti tertuang dalam surat Tergugat II Intervensi No. Ref.126/VI/05 tanggal 2 Juni 2005, yang berbunyi sebagaimana disebutkan dalam jawaban Tergugat II Intervensi poin b ; c. Bahwa terhitung sejak tanggal 3 Juni 2005 selama 24 (dua puluh empat) hari kerja Pekerja tidak melaksanakan maka sesuai dengan ketentuan pasal 168 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Pekerja dapat diklarifikasikan mengundurkan diri (bukti T.I-13) ; d. Bahwa oleh karena itu Pekerja dapat diputus hubungan kerjanya tanpa pesangon, tetapi berhak atas uang penggantian hak dan uang pisah sesuai pasal 168 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ; e. Bahwa
para
Penggugat
didalam
dalil
gugatannya
menerangkan
………bahwa kesalahan para Penggugat masih kabur belum jelas, seolaholah mencari-cari kesalahan para Penggugat saja adalah keterangan yang tidak benar karena secara fakta seperti tersebut di atas para Penggugat tidak melaksanakan perintah Tergugat II Intervensi selama 24 (dua puluh empat) hari kerja, maka perbuatan para Penggugat sudah dapat dikatagorikan sebagai pengunduran diri sesuai pasal 168 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ; f. Bahwa terhadap perbuatan para Penggugat tersebut di atas sudah jelas para Penggugat telah melakukan suatu kesalahan dan apabila perbuatan para Penggugat tidak diberikan sanksi yang keras yaitu Pemutusan Hubungan Kerja, maka akan menjadi contoh kepada Pekerja yang lainnya ; g. Bahwa oleh karena Tergugat II Intervensi telah mengajukan permohonan ijin kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) Propinsi DKI Jakarta untuk memutus hubungan kerja para Penggugat sesuai pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 1964 (bukti T.I-5) ; h. Bahwa para Penggugat didalam dalil gugatannya menuntut uang pesangon sebesar 2 x pasal 156 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan hakhak lainnya dan berdasarkan fakta serta bukti-bukti tersebut di atas para Penggugat tersebut tidak mempunyai dasar hukum yang kuat, oleh karena itu tuntutan para Penggugat tersebut ditolak ; i.
Bahwa para Penggugat didalam dalil gugatannya menuntut dibayarkan upahnya selama proses tuntutan yang tidak mempunyai dasar hukum yang kuat, karena berdasarkan pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981,
Hal. 12 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
para Penggugat tidak berhak atas upah, oleh karena itu tuntutan para Penggugat tersebut perlu ditolak atau dikesampingkan (bukti T.I-6) ; j.
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, para Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa Tergugat a quo telah melanggar peraturan perundangundangan yang berlaku ; Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara Jakarta telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 17/G/2006/ PT.TUN.JKT. tanggal 19 Juli 2006 yang amarnya sebagai berikut : - Mengabulkan gugatan para Penggugat ; - Menyatakan batal putusan Tergugat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) No. 1290/1706/165-3/IX/PHK/9-2005 tanggal 5 September 2005 ; - Memerintahkan Tergugat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) atau Pejabat lain yang ditunjuk/mengambil alih kewenangan Tergugat untuk menerbitkan Keputusan Baru yang isinya sebagai berikut : 1. Memberi izin kepada Pengusaha PT. Sukanda Djaya Jalan Pasir Putih Raya Kav. 1 Ancol Timur Jakarta Utara, untuk memutuskan hubungan kerja dengan para Penggugat : Sayuti dkk. (12 orang) yang dalam hal ini diwakili oleh Kuasa Hukumnya Dian Hardianti Wulandari, SH. cs. dari Yayasan Amal Pelayanan Hukum, Jalan Senopati No. 44 B Jakarta 12190, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2005 ; 2. Mewajibkan kepada Pengusaha PT. Sukanda Djaya tersebut dalam amar putusan di atas untuk membayar secara tunai tanpa mencicil (hak-hak para Penggugat, Sayuti dkk (12 orang) sebagai berikut : a. Uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2) UndangUndang No. 13 Tahun 2003 ; b. Uang penghargaan masa kerja sesuai pasal 156 ayat (3) UndangUndang No. 13 Tahun 2003 ; c. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sesuai pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ; d. Upah berjalan yang belum diterima para Penggugat sampai dengan putusan ini berkekuatan hukum tetap ; 3. Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sejumlah Rp. 173.000,- (Seratus tujuh puluh tiga ribu rupiah) ; Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diterima oleh Tergugat II Intervensi pada tanggal 20 Juli 2006 kemudian terhadapnya oleh Tergugat II
Hal. 13 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
Intervensi dengan perantaraan kuasa mereka, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 5 Juni 2006 diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 1 Agustus 2006 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi No. 188/K/ 2006/PT.TUN.JKT. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, permohonan kasasi mana diikuti dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut pada tanggal 15 Agustus 2006 ; bahwa setelah itu oleh Penggugat yang pada tanggal 16 Agustus 2006 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Tergugat II Intervensi diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 5 September 2006 ; Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ; Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/ Tergugat II Intervensi dalam memori kasasinya tersebut masing-masing pada pokoknya ialah : 1. Bahwa pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/2006/PT.TUN.JKT. tanggal 19 Juli 2006 tersebut di atas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan tidak mempertimbangkan buktibukti Pemohon Kasasi/Tergugat II Intervensi ; 2. Bahwa alasan Pemohon Kasasi/Tergugat II Intervensi tersebut di atas jelas didasarkan atas pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/2006/PT.TUN.JKT tanggal 19 Juli 2006, yang mana dalam pertimbangan hukum yang dikutip oleh Pemohon Kasasi/ Tergugat II Intervensi pada halaman 20 dan 21 ; 3. Bahwa pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/2006/PT.TUN.JKT tanggal 19 Juli 2006 menyatakan “bahwa sudah diteliti secara seksama putusan Tergugat ini lebih terutama pertimbangan pada halaman 7 alinea 2 dan 3 Tergugat berpendapat bahwa dikatakan Pekerja yang tidak melakukan sesuai dengan kerja selama ± 24 hari, terhadap hal tersebut Tergugat berpendapat para Pekerja (para Penggugat) telah melakukan kesalahan berat yang dapat berakibat Pemutusan Hubungan Kerja tanpa syarat pembayaran uang pesangon sebagaimana diatur pasal 168 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan
Hal. 14 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
Pekerja hanya berhak atas uang pengobatan sesuai pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003” adalah pertimbangan yang keliru karena pasal 168 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 berbunyi : “Pekerja/ buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputuskan hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri (bukti TI.3)”. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Majelis Hakim telah salah dan keliru menafsirkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memutarbalikan fakta karena yang dijadikan permasalahan adalah para Termohon Kasasi/para Penggugat tidak masuk kerja selama 5 hari berturutturut tanpa keterangan yang sah, tetapi Majelis Hakim berpendapat Pekerja/para Termohon Kasasi/para Penggugat tidak melakukan kesalahan berat, sehingga putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/2006/PT.TUN.JKT. tanggal 19 Juli 2006 cacat hukum dan perlu dibatalkan ; 4. Bahwa Majelis Hakim didalam pertimbangan hukumnya menyatakan “bahwa pertimbangan Tergugat yang menyatakan para Termohon Kasasi/para Penggugat telah melakukan kesalahan berat yang dapat berakibat Pemutusan Hubungan Kerja tanpa uang pesangon sebagaimana diatur pasal 168 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah keliru karena tentang apa yang dimaksud dengan kesalahan berat telah diatur secara limitatif dalam pasal 158 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003” adalah pertimbangan hukum yang keliru dan salah karena seharusnya Majelis Hakim meluruskan pertimbangan
turut
Termohon
Kasasi/Tergugat
yang
keliru
dengan
menempatkan pada permasalahannya yaitu ketidak hadiran para Termohon Kasasi/para Penggugat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bukannya menerbitkan putusan yang salah pula, oleh karena itu putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta a quo tersebut perlu dibatalkan ; 5. Bahwa Majelis Hakim tidak mempertimbangkan bukti T.I-2 dari Pemohon Kasasi/Tergugat II Intervensi yaitu Surat Pengusaha No. Ref.126/VI/05 tanggal
2
Juni
2005
merupakan
panggilan
untuk
melaksanakan
kewajibannya mengisi absensi dan absensi merupakan tanda bahwa yang bersangkutan masuk kerja, namun demikian para Termohon Kasasi/para Penggugat
tidak mau untuk melakukannya, sehingga Pemohon Kasasi/
Hal. 15 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
Tergugat II Intervensi menganggap para Termohon Kasasi/para Penggugat dianggap mengundurkan diri ; 6. Bahwa dengan tidak dipertimbangkan Surat Pemohon Kasasi/Tergugat II Intervensi No. Ref.126/VI/05 tanggal 2 Juni 2005, sehingga Majelis Hakim telah salah pula menafsirkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 pasal 168 ayat (1), oleh karena itu putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/2006/PT.TUN.JKT. tanggal 19 Juli 2006 perlu dibatalkan ; Bahwa pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/2006/PT.TUN.JKT. tanggal 19 Juli 2006 menyatakan “bahwa tuntutan para Penggugat yang tidak mengisi absensi kehadiran ditempat kerja menurut Majelis Hakim juga tidak bisa langsung disimpulkan bahwa hal itu juga berarti mereka tidak ketempat kerja di Cibitung karena ada beberapa fakta yang belum terungkap secara jelas dalam pertimbangan Tergugat dari persidangan antara lain terungkap Pekerja datang ketempat kerja, tetapi datang tersebut terlambat waktunya karena belum tuntasnya perundingan tentang masalah transportasi Pekerja yang dimutasi dari Ancol ke Cibitung tersebut, bahwa juga terungkap fakta Pekerja datang ke Ancol tempat dimana mobil angkutan stanby untuk membawa Pekerja ke Cibitung, tapi para Penggugat dihalangi oleh Security Perusahaan yang berakibat mereka tidak bisa ikut berangkat ke cibitung dan tidak bisa mengisi absensi kehadirannya sebagaimana yang dipermasalahkan oleh Perusahaan” adalah pertimbangan hukum yang keliru karena para Termohon Kasasi/para Penggugat sudah bersalah tidak melaksanakan kewajibannya dan tidak masuk kerja tanpa alasan yang kuat dan datang terlambat sehingga mobil jemputan
berangkat
menganggap
para
sesuai
dengan
Termohon
jadwal,
Kasasi/para
tetapi
Majelis
Penggugat
Hakim
memberikan
pertimbangannya hanya mendengar keterangan para Termohon Kasasi/ para Penggugat yang menerangkan dihalangi oleh Security Perusahaan sehingga tidak dapat mengisi absensi, namun keterangan tersebut tidak didukung dengan bukti, sehingga pertimbangan hukum Majelis Hakim telah salah menerapkan undang-undang khususnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, oleh karena itu putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta a quo tersebut perlu dibatalkan (bukti T.I2 dan bukti Tambahan T.I-7) ; 7. Bahwa didalam putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/2006/PT.TUN.JKT.
tanggal
19
Juli
2006
menyatakan
“bahwa
disamping itu juga tidak jelas pertimbangan pasal 16 ayat (3) dari
Hal. 16 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang mengatur bahwa dalam hal terjadi mutasi masa perusahaan dapat menaikan gaji para Pekerja” adalah pertimbangan tidak pada pokok perkara, oleh karena itu pertimbangan tersebut perlu dikesampingkan; 8. Bahwa didalam putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/2006/PT.TUN.JKT. tanggal 19 Juli 2006 menyatakan “bahwa pasal 168 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang dijadikan dasar untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap para Penggugat Pekerja ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja hanya diizinkan, apabila kepada Pekerja telah melakukan panggilan oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis, terbukti dipersidangan hal ini tidak pernah dilakukan oleh Pengusaha” adalah pertimbangan yang salah karena Majelis Hakim tidak mempertimbangkan Surat Pemohon Kasasi/ Tergugat II Intervensi/Pengusaha No. Ref.126/VI/05 tanggal 2 Juni 2005 (bukti T.I-2) yaitu merupakan panggilan untuk melaksanakan kewajibannya mengisi absensi dan absensi merupakan tanda bahwa yang bersangkutan masuk kerja, namun demikian para Termohon Kasasi/para Penggugat tidak mau untuk melakukannya, sehingga Pemohon Kasasi/Tergugat II Intervensi menganggap
para
Termohon
Kasasi/para
Penggugat
dianggap
mengundurkan diri, sehingga Majelis Hakim telah salah menerapkan hukum, oleh karena itu putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/2006/PT.TUN.JKT. tanggal 19 Juli 2006 tersebut perlu dibatalkan ; 9. Bahwa putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 17/G/ 2006/PT.TUN.JKT. tanggal 19 Juli 2006 amar putusannya angka 2 (dua) huruf (d) mewajibkan Pemohon Kasasi/Tergugat II Intervensi untuk membayar upah berjalan yang belum diterima adalah amar putusan yang tidak konsisten karena membayar upah berjalan yang belum diterima adalah amar putusan yang tidak konsisten karena membayar upah berjalan tersebut tidak dipertimbangkan didalam pertimbangan hukum putusan tersebut dan Majelis Hakim tidak mempertimbangkan bukti Pemohon Kasasi/Tergugat II Intervensi (bukti T.I-5), oleh karena putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta a quo cacat hukum dan perlu dibatalkan ; 10. Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta didalam mengambil putusannya salah dalam penerapan hukum dan tidak mempertimbangkan bukti-bukti serta keterangan Pemohon Kasasi/Tergugat II Intervensi, sehingga putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta peraturan
Hal. 17 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 pasal 168 ayat (1) dan bukti-bukti yang ada ; Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat : Mengenai alasan-alasan ke 1 s/d 10 : Bahwa alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena hal ini mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi tidak
dilaksanakan
atau
ada
kesalahan
hanya berkenaan dengan dalam
penerapan
atau
pelanggaran hukum yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 Undang-Undang No. 14 tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta
dalam perkara
ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : PT. Sukanda Djaya tersebut harus ditolak ; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, maka Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 14 tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No 5 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 5 tahun 1986 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ; MENGADILI : Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi
: PT. SUKANDA
DJAYA, tersebut ; Menghukum
Pemohon Kasasi/Tergugat II Intervensi untuk membayar
biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) ; Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung
pada hari Kamis tanggal 30 Agustus 2007 oleh Prof.Dr. Paulus E.
Lotulung, SH. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung
Hal. 18 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07
sebagai Ketua Majelis, Prof.Dr. H. Ahmad Sukardja, SH. dan Widayatno Sastrohardjono, SH.,MSc. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu
oleh Matheus
Samiaji, SH.,MH. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ; Hakim – Hakim Anggota : ttd. Prof.Dr. H. Ahmad Sukardja, SH. ttd. Widayatno Sastrohardjono, SH.,MSc.
Ketua : ttd. Prof.Dr. Paulus E. Lotulung, SH.
Biaya-Biaya :
Panitera Pengganti :
1. Meterai --------------- Rp.
6.000,-
2. Redaksi -------------- Rp.
1.000,-
ttd. Matheus Samiaji, SH.,MH.
3. Administrasi ---------Rp. 493.000,Jumlah =
Rp. 500.000,-
Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG R.I. a.n. Panitera Panitera Muda Tata Usaha Negara,
ASHADI, SH. NIP. 220000754
Hal. 19 dari 19 hal. Put. No.84 K/TUN/07