06 Paparan 46 Pengembangan 48 Esmud
Menumbuhkan Kreativitas di Tempat Kerja
Lisa Andayani Memaknai Proses Rekrutmen
21 CEO> 24 Strategi HC 26 Leadership 29 Pijakan
Theo L. Sambuaga
Memperkuat Lippo di Bisnis Properti
Bangun WBI untuk Berantas Fraud
Kepemimpinan Ala Budaya Jawa
Langkah Efektif Kurangi Kemiskinan dan Ciptakan Lapangan Kerja
32 33 Hubungan Industrial 36 Rekrutmen 38 Inspirasional 40 Kompensasi 43 Edukasi Kolom KM Merawat Komunitas
Karyawan Setia Perusahaan Pun Bangga
Strength Typology di BPPT
Stop Kebiasaan Buruk!
Tren Reward di Tiga Raksa Satria
Mewujudkan Mimpi 99 Writers in 9 Days
49 Teknologi
Antara iPad Apple, Samsung Galaxy dan Blackberry Playbook
52 Internasional 55 Kolom UKM 56 Usaha 60 Jendela 64 Resensi Buku 65 Akademia> 68 Karier 70 Rehat 72 Seleb>
China, Etos Kerja dan Ambisi untuk Memimpin Dunia
I-brand atau I-value?
Eksis Menekuni Kursus Monitor
Sekolah Master, Potensi Terpendam dari Belakang Terminal Depok
Ruang Masa Depan Bagi Siapa Pun
Ir. Hj. Asri Nugrahanti, MS, Ph.D “Leader Tidak Bisa Jalan Sendirian”
Don’t Fight Monday
Nilai Hidup di Keraton Kasepuhan Cirebon
Dewi Hughes Tumbuhkan Minat Baca Anak Lewat Dongeng
Firdanianty Pemimpin Redaksi HC Magazine
Pembaca yang budiman, Indonesia tengah berduka. Bagaimana tidak, selama Oktober 2010 Tanah Air yang kita cintai ini dihadapkan pada tiga bencana alam besar. Pertama, banjir bandang di Wasior, Papua Barat (3 Oktober). Kedua, gempa berkekuatan 7,2 SR disusul Tsunami yang meluluhlantahkan Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (25 oktober). Dan ketiga, meletusnya gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (26 Oktober). Tak terhitung penderitaan yang dialami oleh saudara-saudara kita di ketiga wilayah ini. Bukan hanya harta benda, di antara mereka ada yang kehilangan orangtua, anak, suami, istri, kerabat, juga sahabat. Berbagai situasi yang melanda negeri ini, sepantasnya kita sikapi dengan memberikan empati dan bantuan yang dapat meringankan penderitaan saudara-saudara kita yang terkena musibah. Uluran tangan Anda – apa pun bentuknya – tentu sangat berarti. Dalam konteks memberi, saya teringat sebuah buku yang pernah saya baca, 29 Gifts Keajaiban Memberi. Buku yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulisnya, Cami Walker, ini mengajari saya tentang makna di balik pemberian yang tulus. “…hadiah paling sederhana bisa sangat bermakna,” tulisnya.
2
HC Oktober - November 2010
Pembaca HC, saya ingin berbagi kasih mengenai buku yang luar biasa ini. Begini ceritanya. Cami Walker didiagnosis menderita penyakit multiple sklerosis – penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan saraf tulang belakang. Penyakit itu meruntuhkan semangatnya. Setelah bolak-balik masuk rumah sakit gara-gara kambuh dan kecanduan obat-obatan penghilang rasa nyeri, Cami akhirnya menuruti nasihat seorang penyembuh, yaitu memberikan pemberian selama 29 hari berturut-turut. Sang penyembuh, Mbali Creazzo, menjelaskan kepada Cami makna di balik sebuah pemberian yang tulus. Menurutnya, “Sewaktu saya membantu orang lain, saya mengalihkan fokus dari mementingkan diri ke tidak mementingkan diri sendiri. Dalam memberi terkandung rasa syukur secara alamiah.” Saya merenungkan kata-kata tersebut. Sungguh dalam dan terasa menyejukkan. Mbali juga mengatakan, di saat memberi sebenarnya kita memberi ruang untuk menerima. “…begitu kita menyadari bahwa kita ini adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar, jelas sekali kita punya banyak pemberian yang dapat kita bagikan kepada dunia.” Saya percaya bahwa ada banyak hikmah di balik setiap peristiwa yang terjadi di muka bumi ini. Semoga berbagai kejadian ini akan mempererat persaudaraan kita sebagai bangsa yang utuh. Dan, tentu saja, memperkukuh komitmen kita sebagai manusia yang peduli pada sesamanya. n
Pemimpin Umum N. Krisbiyanto Pemimpin Perusahaan Malla O. Latief Wakil Pemimpin Perusahaan Pangeran MR Pemimpin Redaksi Firdanianty Redaktur Pelaksana Rudi Kuswanto Redaktur Anung Prabowo Redaksi Rina Suci Handayani Desain Grafis Lina Destianti Iklan dan Pelanggan Iwan Setiawan Keuangan Kurniawati Umum Rudi Alamat Redaksi, Tata Usaha, Iklan & Promosi Kindo Building Jl. Duren Tiga Raya No. 101 Suite B 201 Jakarta - Selatan T. (021) 7944 172 F. (021) 7944 481 Bank a/n PT Bina Semesta Giartha Lestari BCA Cab. Sunrise Garden Jakarta No. Rek. 650.0306040
SURAT PEMBACA Hapus Ospek di Sekolah Dengan hormat dan sangat prihatin, kami sampaikan kepada Bapak/Ibu yang berwenang khususnya para pimpinan di Depdiknas. Mohon dengan sangat, tolong pertimbangkan kegiatan masa orientasi bagi siswa baru baik SLTA, perguruan tinggi, ikatan dinas dan pendidikan berjenjang yang mengarah ke tindak kekerasan. Tidak ada orang tua yang rela anak yang jadi harapan keluarga sejak dilahirkan sampai dewasa lalu melanjutkan ke perguruan tinggi harus menghadapi kekerasan bahkan kematian. Apakah itu tujuan mencari SDM unggulan? Jika iya, bagaimana bila terjadi pada anggota keluarga para pemimpin.
lingkungan sekitar yang bersih dan asri. Beberapa waktu lalu saya melewati daerah Lapangan Banteng, di sekitar taman Patung Pembebasan Irian Barat yang terletak di tengahtengah tampak sangat tidak menarik lagi untuk dilihat. Semenjak adanya lapangan yang digunakan untuk bermain bola, berolahraga, atau karena adanya pameran flora yang diselenggarakan beberapa waktu lalu. Jadi taman tersebut kurang menarik lagi dilihat karena banyak sampah yang berserakan di sekitarnya.
Maka kami usul dan saran, tidak perlu ada ospek dan lain-lain, karena hanya memberi kesempatan para senior “berakting”. Jadi, jelas tidak ada gunanya membentuk manusia andal.
Saya menyarankan bagi pengguna atau pengunjung taman tersebut lebih memerhatikan dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Begitu juga Dinas Tata Kota Jakarta supaya lebih memerhatikan lagi ketatanan kota tersebut. Agar taman kota Jakarta lebih diperhatikan lagi sehingga tidak akan mengakibatkan kerugian bagi sejuta umat di Jakarta seperti banjir. Apalagi saat ini sering kali hujan deras.
Terima kasih atas perhatiannya.
Terima kasih untuk perhatiannya.
Sarjianto Beji Permai, Tanah Baru, Beji K, Depok
[email protected]
Elizabeth Davina Jl H Ramli No 27 Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan
[email protected]
Mohon Perbaikan Jalan Kepada Bapak Gubernur DKI Jakarta dan Kapolda Metro Jaya mohon diperhatikan jalan raya dari arah terminal Pulogadung ke arah Bekasi. Jalannya sangat macet, gersang dan berdebu. Kepada Bapak Kepolisian, mohon pada jam pagi (jam 05.00-10.00) dan sore (jam 15.0022.00) disiagakan anggotanya di setiap lampu merah atau titik kemacetan. Sebaiknya minimal ada empat orang polisi di sana, karena jika hanya ada satu atau dua orang polisi belum bisa mengatasi crowded di jalan tersebut. Untuk Bapak Gubernur, mohon ditanam pohon di sepanjang jalan tersebut agar rindang dan tidak berdebu, dan sebagai saran mohon dibuat aturan agar truk yang melewati jalan tersebut jam 22.00-05.00 agar tidak traffic. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih banyak. Dody Imam Hidayat Jl Cipinang Lontar II No 10 RT 003/08, Jakarta Timur
[email protected]
Taman di Lapangan Banteng Sangat Kotor Saya sebagai pengguna jalan raya umum pasti menginginkan
Minta Gedung Mewah, Kinerja Masih Melorot Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membangun gedung baru 36 lantai. Peletakan batu pertama rencananya dilakukan pada Oktober 2010. Anggaran yang diperlukan tidak tanggungtanggung, sekitar Rp 1,8 triliun. Kabarnya, gedung itu akan dilengkapi fasilitas pendukung, seperti landasan helikopter, kafetaria, dan ruang khusus wartawan. Fasilitas tambahan lainnya adalah sarana teknologi informasi, seperti jaringan Internet. Rencana ngotot membangun gedung baru hendaknya dibarengi dengan kinerja anggota Dewan. Saya menilai kinerja anggota Dewan tiga tahun terakhir belum meningkat signifikan. Hal ini terbukti dengan minimnya produk legislasi yang dihasilkan. Percuma membangun gedung dengan dana triliunan rupiah, tapi wakil rakyat lebih banyak melakukan aktivitasnya di luar gedung. Daripada menghambur-hamburkan uang rakyat, lebih baik uang tersebut untuk membiayai sektorsektor yang lebih penting, seperti pendidikan. Fathya M. Putri Warung Buncit 145, Jakarta Selatan
HC Oktober - November 2010
3
sekilas Dunamis-Putera Sampoerna Foundation Selenggarakan Program The Leader in Me Jakarta, 12 Oktober 2010. Untuk mengembangkan leadership skill bagi siswa-siswa sekolah, Dunamis Foundation (DF) terus melakukan partnership dengan berbagai pihak. Dunamis Foundation bersama dengan Putera Sampoerna Foundation (PSF) menandatangani kerjasama untuk melakukan serangkaian training pengembangan kepemimpinan yang berdasarkan program 7 Habits of Highly Effective People. Realisasi kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Andiral Purnomo, selaku Ketua Pengurus Dunamis Foundation dan Eddy Henry selaku Education Programs Director Putera Sampoerna Foundation. DF dan PSF akan menyelenggarakan pelatihan “The 7 Habits of Highly Effective People” sebuah program pendampingan bagi Tim Value Guardian Sampoerna Academy dan juga akan diikutsertakan dalam program sertifikasi Dunamis melalui Train The Trainer untuk pelatihan “The 7 Habits of Highly Effective People®” dan “The Leader in Me (Vision & Implementation Day®”). Di mana setelah mendapatkan sertifikasi ini, Tim Value Guardian Sampoerna Academy diharapkan untuk secara berkelanjutan memberikan pelatihan kepemimpinan kepada guru, karyawan serta siswa Sampoerna Academy di SMAN Sumatera Selatan – Palembang dan SMA 10 Malang. Eddy Henry selaku Education Programs Director PSF mengatakan pihaknya dengan enganut moto Learn Today, Lead Tomorrow, Sampoerna Academy akan membentuk karakter calon pemimpin masa depan Indonesia yang kompeten, berwawasan global dan memiliki kepedulian tinggi dalam membangun komunitasnya. Sementara itu Andiral Purnomo, Ketua DF mengatakan kerjasama dengan PSF untuk mengembangkan leadership skill siswa-siswa sekolah sejalan dengan misi Dunamis untuk terus memberikan kontribusi bagi perkembangan kepemimpinan di Indonesia sehingga mampu tercetak kualitas individu yang unggul. n
Hari Cuci Tangan Pakai Sabun untuk Indonesia Lebih Sehat Jakarta, 30 September 2010. Lifebuoy kembali menggelar Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPSS) yang dirayakan setiap 15 Oktober untuk membudayakan cuci tangan pakai sabun (CTPS) di keluarga Indonesia untuk menjaga kesehatan demi turut mewujudkan Indonesia lebih sehat. Sejak pertama kali PBB meluncurkan HCTPSS pada 15 Oktober 2008, Lifebuoy telah turut merayakannya di Indonesia dengan melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya CTPS sejak 2004 melalui program Lifebuoy Berbagi Sehat. “Mengingat pentingnya budaya CTPS, Lifebuoy menjadikan perayaan HCTPSS 2010 sebagai momentum untuk makin meluaskan budaya CTPS di masyarakat sehingga akhirnya akan dapat mendorong terwujudnya Indonesia yang lebih sehat,” kata Erwin Cahaya Adi, Senior Brand Manager Lifebuoy. Sementara menurut Dik Doank selaku Brand Ambassador Lifebuoy, dari pengamatannya saat berkunjung ke berbagai daerah, baik sebagai Brand Ambassador Lifebuoy maupun public figure, budaya CTPS di anak-anak sekolah dan keluarganya masih harus terus diupayakan semua pihak. Ini terkait tingkat kesehatan dipengaruhi jugaoleh salah satu butir terpenting dalam perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), yakniCTPS. “Cuci tangan pakai sabun merupakan satu upaya penting untuk menjaga anak sekolah tetap sehatuntukmendukung proses belajar dan pendidikan anak-anak,anak yang sehat pasti akan lebih rajin sekolahnya” kata Dik Doank yang juga aktif mengelola sekolah alam. Berdasarkan kajian WHO,CTPS adalah perilaku sederhana yang berdampak luar biasa karena bisa mencegah banyak penyakit, diantaranya bisa mencegah angka kejadian diare hingga 45%. Diare merupakan penyebab nomor dua kematian Balita di dunia. Kirakirasatudarilimaanak yang terserang diare berakhir dengan kematian, sehingga kurang lebih 1,5 juta balita di dunia meninggal karena diare setiap tahunnya. Angka morbilitas diare di Indonesia cukup tinggi mencapai 423 per 1.000 penduduk. dr. Handrawan Nadesul, Pakar Kesehatan dan Penggiat PHBS juga menegaskan bahwa penyakit diare bisa dicegah dengan CTPS terutama di saat penting, antara lain saat sebelum makan.“Jika budaya CTPS dapat tumbuh di keluarga-keluarga Indonesia, tentu akan mengurangi angka kejadian diare dan penyakit-penyakit lainnya sehingga akan meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat kita,” lanjutnya. n
INN dan Antara Hadirkan Mobile Media Portal Jakarta, 12 Oktober 2010. Indonesia News Network (INN) bekerjasama dengan Kantor Berita Antara menghadirkan layanan portal media bergerak (mobile media portal) bernama INN Mobile. Melalui situs IndonesiaNewsNetwork.com dari handphone atau PDA, pengguna dapat memperoleh layanan informasi beragam. Mulai dari informasi berita terkini, artikel, ekonomi, olahraga, gaya hidup, lingkungan hidup, hiburan, hingga pendidikan. Berbeda dengan format layanan media online versi mobile, INN Mobile mengklasifikasikan berita dan informasi dalam kanal-kanal tersendiri sehingga pengguna dapat dengan mudah memilih informasi sesuai dengan minatnya. Kanal-kanal tersebut tampil di dalam halaman depan (home page) INN Mobile. Tampilan format mobile disesuaikan dengan layar handphone sehingga memudahkan pengguna dalam membaca. “Kami bekerjasama dengan Antara, dimana kami mengembangkan aplikasi dan platform mobile media, sementara Antara sebagai content partner,” ungkap Guntur Subagja Mahardika, Managing Director GMN Corporation, perusahaan media dan teknologi informasi & komunikasi (ICT) yang sedang mengembangkan jejaring media INN (Indonesia News Network). Selain Antara beberapa media lainnya juga dijajaki, salah satu media yang menyepakati adalah Republika Online. Simulasi konten Republika Online dapat diakses dalam INN Mobile. “Konsep kami adalah dalam INN Mobile akan hadir banyak media sehingga memudahkan pengguna untuk memilih media yang diminatinya, baik media nasional maupun lokal,” tambah Guntur. n
4 4
HC Oktober - November 2010 HC Oktober - November 2010
IPB Gelar Seminar Nasional Swasembada Pangan Nasional Bogor, 6 Oktober 2010. Pemerintah Indonesia mentargetkan swasembada daging dapat dicapai pada tahun 2014, sehingga percepatan peningkatan populasi ternak yang berkelanjutan menjadi keharusan untuk tercapainya swasembada daging di tanah air. Untuk mempercepat peningkatan populasi ternak, diperlukan aplikasi teknologi reproduksi termasuk optimalisasi program inseminasi buatan. Guna mencapai tujuan tersebut diatas perlu juga dicari alternatif sumber penghasilan daging selain ternak. Dengan latar belakang inilah Mayor Biologi Reproduksi Sekolah Pascasarjana IPB dan Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi FKHIPB menyelenggarakan Seminar Nasional tentang Peranan Teknologi Reproduksi Hewan dalam rangka Swasembada Pangan Nasional. Seminar ini merupakan ajang pertukaran informasi antara peminat bidang reproduksi, pemerintah, akademisi, petani/peternak dan pengusaha untuk mencari solusi pencapaian swasembada daging nasional. Seminar ini pun bertujuan untuk mengetahui perkembangan Program Swasembada Daging Nasional dan memberi masukan kepada pemerintah tentang pengembangan peternakan, menjembatani peran perguruan tinggi, lembaga penelitian, pengusaha dan peternak untuk mencari terobosan aplikasi teknologi reproduksi sebagai upaya mendukung program swasembada daging. Serta diharapkan Pembentukan Asosiasi Reproduksi Hewan untuk menghimpun dan mewadahi ide dan aspirasi peminat bidang keahlian reproduksi, meliputi para peternak, pengusaha pembibitan, feedloters, ilmuwan, staf pengajar, dan peneliti yang berkaitan dengan bidang reproduksi hewan. Peserta seminar cukup beragam mulai dari ilmuwan, staf pengajar, peneliti kebijakan di pemerintah pusat dan daerah, pengusaha, praktisi petani/peternak, mahasiswa S1 & Pascasarjana dan para peminat lainnya. n
PermataBank Luncurkan Tema Komunikasi Baru
sekilas Bank OCBC NISP dan ACA Perangi Demam Berdarah Jakarta, 29 September 2010. Bank OCBC NISP dan Asuransi Central Asia (ACA) kembali bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan produk-produk bancassurance yang berkualitas. Setelah bekerjasama menyediakan asuransi umum, kali ini Bank OCBC NISP dan Asuransi ACA mewujudkan sinergi di bidang kesehatan masyarakat dengan mempersembahkan Asuransi DB Care, perlindungan asuransi untuk nasabah dan keluarganya terhadap penyakit demam berdarah. Data Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes (P2PL), sejak Januari – Oktober 2009, Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menelan 1.013 korban jiwa dari total penderita sebanyak 121.423 orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode tahun 2008 yaitu 953 orang meninggal dari 117.830 kasus. Korban akibat DBD diperkirakan terus bertambah terutama pasca banjir dan pergantian musim. Tingginya kasus demam berdarah tersebutlah yang melatarbelakangi Bank OCBC NISP bekerja sama dengan Asuransi ACA untuk membantu masyarakat mempersiapkan diri sedini mungkin menghadapi penyakit demam berdarah. Menurut Direktur Bank OCBC NISP, Rudy Hamdani penyakit demam berdarah bisa diderita oleh siapa saja dan oleh setiap kalangan masyarakat. Untuk itulah, kami luncurkan produk Asuransi DB Care ini, dengan harapan produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan perlindungan kesehatan bagi keluarga, khususnya terhadap penyakit demam berdarah. Asuransi DB Care juga dapat dimiliki dengan mudah tanpa harus melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up). Sementara itu, Direktur Asuransi ACA, Muljadi Kusuma menambahkan bahwa ACA sangat antusias menyambut kerjasama prestigeous ini. “n
Jakarta, 29 September 2010. PermataBank memperkokoh posisinya sebagai bank untuk Anda dan Keluarga melalui tema komunikasi terkininya “Jutaan Keluarga. Satu Bank”. Beragam produk, layanan, program dan kegiatan yang diberikan senantiasa konsisten melibatkan nasabah dan keluarganya. Dari sisi produk, PermataBank memperkenalkan PermataKPR Keluarga yaitu produk KPR yang menghubungkan rekening simpanan nasabah dan keluarganya dengan fasilitas KPR untuk meringankan beban bunga KPR nasabah. Beberapa keuntungan yang dapat dinikmati nasabah dalam produk KPR ini seperti rekening anggota keluarga nasabah dapat dihubungkan hingga 5 (lima) rekening dan setiap rekening dapat menikmati POIN KELUARGA, memiliki akses penuh terhadap dana di dalam rekeningnya terhadap setiap pemegang rekening yang terhubung, dapat bertransaksi seperti biasa dan tetap menikmati bunga atas simpanan tersebut. Poin keluarga akan digunakan untuk mengurangi beban bunga KPR dan simpanan nasabah dan keluarga tetap aman karena dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai ketentuan yang berlaku. Atas produk inovatif ini yang merupakan KPR pertama di Indonesia yang menghubungkan rekening simpanan nasabah dan keluarganya dengan fasilitas KPR, Museum Rekor Indonesia (MURI) mencatat PermataKPR Keluarga sebagai prestasi tersendiri. Selain itu untuk mendukung fleksibilitas nasabah dalam bertransaksi, beberapa cabang di area perumahan, pusat perbelanjaan dan niaga memberikan layanan perbankan akhir pekan (week-end banking). Hal ini sebagai jawaban terhadap kebutuhan nasabah yang di akhir pekan tetap dapat melakukan aktifitas perbankannya, selain menggunakan layanan e-Banking yang tersedia tentunya. Lauren Sulistiawati, Direktur Retail Banking PermataBank mengatakan, “Di PermataBank kami memberikan perhatian yang sangat besar terhadap nasabah dan keluarganya karena kami memahami bahwa keluarga sangat berarti bagi nasabah. Apa yang kami lakukan saat ini menjadikan hubungan antara PermataBank dengan nasabah tidak lagi hanya sebatas hubungan transaksional belaka, namun lebih dari itu kami menginginkan hubungan yang lebih emosional. Oleh karena itu dengan menempatkan nasabah dan keluarganya di dalam pikiran, hati dan pusat kegiatan kami, kami berharap berbagai produk, layanan, dan program yang kami berikan dapat memenuhi kebutuhan nasabah dan keluarganya.” n
HC Oktober - November 2010 HC Oktober - November 2010
5 5
Bangun I-brand Saat Ini Juga! paparan
I-brand atau merek diri ini sejatinya didasarkan pada nilai-nilai, kekuatan, keunikan, dan keunggulan seseorang. Dengan membangun I-brand, seseorang dapat menemukan core value-nya. Tak heran bila I-brand yang kuat dapat membuka jalan menuju peningkatan karier dan kesuksesan. Caranya? Firdanianty 6
HC Oktober - November 2010
”P
ada awalnya saya tidak terlalu menganggap penting I-brand. Baru belakangan ini saya terpikir untuk menggarap I-brand ini. Apakah untuk pembicara publik seperti saya sudah terlambat? Saya tidak tahu. Tapi saya pikir ini adalah kecenderungan yang dimiliki orang-orang yang berkompetensi tinggi,” demikian ungkap konsultan dan motivator dari ILM, Arvan Pradiansyah. Arvan berpendapat, orang-orang yang memiliki kompetensi tinggi biasanya cukup puas dengan menjadi be good saja. Kemudian berasumsi bahwa kalau sudah be good dengan sendirinya akan menjadi looks good. Padahal asumsi ini tidak selalu benar. ”Saya memiliki kecenderungan seperti ini. Saya melakukan pekerjaan saya dengan sebaik-baiknya, memuaskan semua klien saya, serta memberikan jiwa dan raga saya untuk kemajuan dan kesuksesan klien. Itulah yang membuat saya seperti sekarang,” tutur Arvan yang sudah bekerja selama 18 tahun di berbagai perusahaan dan akhirnya memutuskan membangun usaha sendiri. ”Saya sempat menjadi General Manager Human Resources di perusahaan multi nasional. Sejak 2004 saya memulai bisnis sendiri dan sejauh ini bisnis saya berkembang dengan cukup baik. Itu semua terjadi begitu saja, tanpa program branding apa pun. Semuanya terjadi secara alamiah. Jadi ini bisa membuat saya beranggapan bahwa be good saja sudah cukup, dan dengan sendirinya akan membuat saya menjadi looks good. Baru belakangan ini saya terpikir untuk merencanakan personal brand,” katanya mengakui. Demikian pula dalam karier Arvan sebagai pembicara publik. Ia sudah menulis buku sejak 2003. ”Semua buku saya best seller,” ungkapnya tanpa
paparan bermaksud untuk pamer. Ketika menulis buku-buku tersebut, ia sama sekali tidak memikirkan tentang personal branding dirinya. ”Semua ini berjalan secara alamiah. Saya memang senang menulis, jadi saya menggunakan menulis sebagai ekspresi diri dan melepaskan uneguneg. Tanpa sengaja kegiatan ini mampu menciptakan image seperti saya yang sekarang,” tambahnya.
Apa sebenarnya tujuan membangun I-brand?
seseorang
Bagi Arvan, membangun I-brand bertujuan agar seseorang kelihatan baik (looks good). ”Hanya orang yang looks good saja yang akan sukses. Bukankah kita sering kali menilai seseorang dari apa yang tampak?” Arvan balik bertanya. ”Nah, itulah yang dimaksud dengan looks good. Bahkan looks good dapat dengan
Dalam perjalanan Arvan sebagai penulis, awalnya dia menulis mengenai leadership dan management. Buku pertamanya adalah You Are A Leader yang bercerita tentang kepemimpinan. Dalam perkembangannya sebagai seorang intelektual, Arvan kemudian masuk ke topik yang lebih spiritual, yaitu happiness. ”Tanpa saya sadari, saya mengarah ke sana (happiness). Bukubuku saya berikutnya adalah Life is Beautiful (2004), Cherish Every Moment (2007), The 7 Laws of Happiness (2008) dan You Are Not Alone (2010). Personal branding saya berubah secara evolusioner menuju happiness,” ujarnya mengakui. Perkembangan Arvan di acara radio pun tak jauh berbeda. Ia merasa hal itu terjadi secara alamiah. “Perjalanan profesional saya membuat saya saat ini diposisikan sebagai “pakar” di bidang happiness. Kebetulan bidang ini belum banyak yang menggarap secara khusus. Kebanyakan pembicara berbicara mengenai success, bukan happiness,” ia menjelaskan.
HC Oktober - November 2010
7
paparan
mudah mengalahkan be good,” katanya menambahkan. Hubert K. Rampersad dalam bukunya Sukses Membangun Authentic Personal Branding mengatakan, personal branding harus didasarkan pada filosofi hidup, impian, visi, misi, nilai-nilai, peranan utama, identitas, pengetahuan diri, kepedulian diri, tanggung jawab diri, atribut positif, dan manajemen diri seseorang. ”Dengan merek pribadi yang otentik, karakteristik, atribut, nilai-nilai terkuat Anda akan memisahkan dari orang kebanyakan. Tanpa hal ini, Anda hanya akan terlihat seperti orang lain,” tulis Rampersad, konsultan di bidang perilaku organisasi dan manajemen bisnis, ini. Rampersad menegaskan, citra
8
HC Oktober - November 2010
diri mencakup kesadaran diri dan pengetahuan diri. Kesadaran diri yang ia maksud adalah, kemampuan untuk mengenali dan memahami kekuatan, kelemahan, kebutuhan, nilai, ambisi, suasana hati, emosi dan dorongan dalam diri, dan dampaknya pada orang lain. Sementara itu, citra diri adalah apa yang dikatakan orang ketika dia tidak berada di sana, demikian pendapat konsultan brand dan ethnographer dari Etnomark Consulting, Amalia E. Maulana, mengenai definisi I-brand yang paling sederhana. ”Kalau saya menjelaskan tentang diri saya, itu baru one way communication. Saya ingin dianggap seperti apa. Tapi apakah teman-teman akan punya persepsi yang sama seperti yang saya harapkan? Kalau memang sama, berarti branding saya sudah bagus,” katanya
menjelaskan. Dalam artikel berjudul The I-brand: Sebuah Dimensi Personal Branding yang dimuat di majalah Eksekutif (2007), Amalia menulis bahwa perbedaan utama antara personal brand dengan I-brand bisa dilihat dari tingkat intensitas dan cara berkomunikasi dengan target audiens. Personal branding hampir tidak mungkin dapat dilakukan tanpa bantuan media massa. Tidak demikian halnya dengan I-brand. Mengomunikasikan siapa diri kita dan memproyeksikan kemampuan, keunikan dan diferensiasi personal tidak harus melalui media formal. Di sini yang lebih berperan adalah media informal, di mana kontak langsung dengan target audiens mendominasi terciptanya citra I-brand.
paparan Lebih jauh lagi, menurut Amalia, pemilihan bahasa verbal dan non-verbal (bahasa tubuh) yang digunakan seharihari, turut menciptakan rasa nyaman untuk setiap interaksi dengan pihak lain. Bahkan, mau atau tidak mau, pemilihan ’kemasan’ seperti busana yang dikenakan, bisa ikut mendorong terciptanya I-brand. Cara Mengukur I-brand Arvan mengakui, tantangan terbesar yang dihadapi setiap orang dalam membangun I-brand adalah menampilkan citranya sesuai dengan diri yang sebenarnya. ”Bila kita looks good saja namun tidak be good, secara jangka panjang kita akan kehilangan trust (kepercayaan),” Arvan menandaskan. Belakangan ini, Arvan mengaku terpikir untuk membuat perencanaan image yang lebih terukur. “Personal brand menurut saya sangat diperlukan untuk kesuksesan seseorang. Yang menarik, walaupun konsep I-brand tidak disadari oleh setiap orang, namun setiap orang senantiasa mengusahakannya, bahkan sejak masih kecil. Misalnya, ada orang yang ingin dilihat sebagai orang yang baik hati dan suka menolong orang lain. Ada pula yang ingin dilihat sebagai orang yang jenaka dan humoris, ingin dilihat sebagai orang yang cerdas dan kritis, atau ingin dilihat sebagai orang yang unik dan menarik. Ini sebenarnya merupakan personal branding yang dilakukan secara alamiah, bahkan bisa saja orang melakukannya tanpa menyadari,” paparnya. Kendati demikian, Arvan mengingatkan, alangkah baiknya jika langkah mencitrakan diri merupakan upaya yang dilakukan secara sadar, sistematis, terencana dan terukur. Apakah ini perlu? “Tentu saja diperlukan agar image yang ditampilkan bisa lebih konsisten dan terukur (measurable). Kalau kita tidak membuat perencanaan image secara sadar, bisa jadi perilaku yang
Kriteria Authentic Personal Branding yang Efektif 1. Keotentikan: Jadilah merek Anda sendiri. Merek Anda harus dibangun dari kepribadian sejati dan harus mencerminkan karakter, perilaku, nilai, serta visi Anda. 2. Integritas: Anda harus berpegang pada pedoman moral dan perilaku yang sudah ditetapkan oleh ambisi pribadi. 3. Konsistensi: Untuk bisa konsisten, Anda membutuhkan keberanian. 4. Spesialisasi: Fokus pada satu bidang spesialisasi. Konsentrasi pada satu bakat inti atau keterampilan unik saja. Menjadi seorang generalis tanpa satu pun keterampilan, kemampuan, atau bakat khusus akan membuat Anda tidak unik, spesial, dan berbeda. 5. Otoritas: Terlihat sebagai seorang ahli yang dikenal dalam bidang tertentu, bakat yang luar biasa, sangat berpengalaman, dan dipandang sebagai seorang pemimpin yang efektif. 6. Keberbedaan: Bedakan diri Anda berdasarkan brand Anda. Merek pribadi perlu diekspresikan secara unik dan berbeda dari pesaing serta memberi nilai tambah pada orang lain. 7. Relevan: pesan merek Anda harus terkait dengan sesuatu yang dianggap penting oleh audiens. 8. Visibilitas: pesan harus disiarkan berulang-ulang, terus-menerus, konsisten sampai tertanam di benak audiens. 9. Persistensi: Merek Anda membutuhkan waktu untuk bertumbuh. Brand Anda harus berkembang secara organik. Anda harus setia pada merek tersebut, jangan menyerah, yakin terhadap diri sendiri, dan bersabarlah. 10. Goodwill: Orang hanya mau berbisnis dengan orang yang mereka sukai. Merek pribadi Anda akan memberi hasil lebih baik dan tahan lebih lama bila Anda dipandang secara positif oleh orang lain. 11. Kinerja: Kinerja adalah elemen paling penting setelah brand Anda dikenal. Bila Anda tidak berbuat dan memperbaiki diri secara terusmenerus, personal branding hanya menjadi sesuatu yang memalukan. n
Sumber: Sukses Membangun Authentic Personal Branding (Hubert K. Rampersad, 2008)
HC Oktober - November 2010
9
paparan kita tampilkan tidak konsisten dalam mengarahkan diri kita menjadi sosok yang ingin kita tampilkan,” katanya menerangkan. Bicara soal pengukuran, Amalia mengemukakan, setidaknya ada tiga pertanyaan yang harus dijawab untuk mengukur apakah seseorang sudah menemukan core value dirinya atau belum. “Pertama, what do people value most about you? Kedua, what makes you distinctive from your “competitor”? Ketiga, what’s the thing that you do well and consistently deliver to your key?” ungkap Amalia dalam seminar “Srong I-brand: Tingkatkan Citra Diri” di hotel
Untuk mengetahui kekuatan I-brand, seseorang perlu mencoba membuat semacam brainstorming tentang pendapat orang lain mengenai dirinya saat ia tidak berada di sana. ”Kalau seseorang tidak pernah mengecek bagaimana orang lain menganggap dirinya, ia tidak akan punya strong I-brand,” tutur Amalia seraya menambahkan, strong I-brand adalah merek yang sudah sampai pada cita-cita yang diinginkan oleh masingmasing individu. Ia memberi contoh, ide yang disampaikan oleh seseorang yang I-brand-nya lemah, besar kemungkinan ide/pesannya tidak akan didengar atau dianggap sepele oleh orang lain. ”Person dan I-brand itu memiliki kedekatan.
brand atau I-brand menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.
satu
Menanggapi fenomena I-brand, Managing Partner Dunamis Organization Services, Alex Denni, berpendapat, di area human capital citra diri hanyalah konsekuensi. Menurutnya, yang perlu dibangun adalah apa yang membuat kita diposisikan pantas untuk diberikan kesempatan lebih. Ia menganggap merek bukan sesuatu yang bisa digunakan langsung dalam kinerja human capital. ”Aset kita ada pada usaha kita dalam menempatkan posisi di tempat kita bekerja,” katanya. Alex menilai, yang lebih penting adalah membangun kompetensi. Setidaknya ada 3 aspek yang menurutnya perlu dimiliki setiap orang, yaitu: skill, knowledge, dan behavior. ”Apa skill yang kita andalkan? Maukah kita berbagi knowledge dengan orang lain? Dan, behavior kita harus selalu positif dalam rangka mendukung tim untuk mencapai tujuan organisasi,” tutur Alex menjelaskan.
Ritz Carlton, Jakarta, akhir Juli lalu. Menurut Amalia, ketiga pertanyaan ini harus cepat dijawab dan bila jawaban 1, 2, dan 3 sama, bisa dikatakan orang yang bersangkutan sudah menemukan core value yang sebenarnya. Namun bila jawabannya tidak sama, lanjut Amalia, bukan berarti orang tersebut salah. Hanya saja, berarti ada kombinasi. “Dari situ bisa dilihat ranking-nya. Bila maknanya hanya satu, akan menjadi sangat simpel dan mempermudah proses komunikasi,” ujarnya.
10
HC Oktober - November 2010
Lebih ilmiahnya, brand adalah transfer of benefit. Dan benefit adalah value,” ujar wanita yang juga menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi, ini menjelaskan. I-brand di Tempat Kerja Di era media sosial, penilaian terhadap citra seseorang bisa dilakukan dengan sangat mudah. Dengan gampang kita bisa menilai karakter orang melalui statusnya di Facebook atau ucapan-ucapannya di Twitter. Tak dimungkiri lagi, personal
Menurut Alex, saat seseorang membangun kompetensinya, lingkungan di sekitarnya akan melihat dan memerhatikan orang tersebut. ”Sebenarnya tanpa sadar orang human capital (HC) juga menciptakan brand melalui produk yang reliable,” ujarnya. Produk yang dimaksud Alex tak lain adalah person yang mempunyai skill, knowledge, dan behavior yang positif. ”Kalau dia (praktisi HC) memiliki ketiga hal itu, dia akan reliable sebagai orang yang bisa diandalkan. Itulah brand dia sebagai seorang profesional,” paparnya. Alex mengakui, seseorang banyak mendapat kesempatan – di antaranya – karena mempunyai citra diri yang positif. “Kalau dibilang penting atau tidak, menurut saya sangat penting. Kalau personal brand-nya positif, kita akan mendapat banyak kesempatan. Sebaliknya, kalau labelnya negatif kita akan kehilangan banyak kesempatan,”
paparan ujarnya. Ketiga hal tadi – skill, knowledge, dan behavior – berperan besar dalam membentuk jati diri seseorang. “Orang baik nggak perlu mengumpet. Orang lain pasti akan mencarinya,” katanya yakin. Berkaitan dengan persepsi praktisi HC yang berbeda-beda – ada yang menganggap I-brand itu penting, ada pula yang menilai tidak penting – Alex berpendapat, hal itu lantaran persepsi yang dibangun seseorang. Ia melihat, ada praktisi HC yang beranggapan bahwa sudah sepantasnya seseorang melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain dan bisa diandalkan. ”Citra yang dibangun itu ditunjukkan melalui tugas-tugas yang dapat dia selesaikan,
bukan semata-mata pencitraan personal saja,” katanya menerangkan. Alex mencontohkan, bila seseorang diajak bicara mengenai pekerjaannya dan bisa menunjukan pengetahuannya mengenai hal itu, dan bila dihadapkan pada situasi tertentu tidak mudah putus asa, berarti ia memiliki citra diri yang positif. Di tempat terpisah, Managing Partner Red Piramid (konsultan sumber daya manusia), Steve Sudjatmiko, berpendapat bahwa I-brand bisa dihubungkan dengan aktivitas karyawan di perusahaan. ”Personal brand penting dalam upaya menguatkan image seorang karyawan di mata atasannya,” ungkap Steve. Di matanya, karyawan perlu
memiliki I-brand yang positif karena hal ini akan menentukan jenjang kariernya di perusahaan tempat ia bekerja. ”Kalau diperhatikan, promosi terjadi pada orang-orang yang itu-itu saja walaupun perusahaan punya ribuan karyawan,” katanya. Steve mengatakan, ada karyawan yang hanya diingat bila sudah absen lebih dari 3 hari. ”Keberadaanya di perusahaan bahkan tidak terlihat,” ujarnya bergurau. Kalau hal seperti itu yang terjadi, Steve berani menyimpulkan, ”Orang ini tidak punya personal branding, dia tidak punya image. Nah, orang-orang seperti ini, mohon maaf, akan sulit maju.” Selain perkembangan karier yang cenderung
lama, Steve melanjutkan, karyawan yang tidak punya brand akan mudah tergeser posisinya dengan orang lain. ”Karyawan tersebut jadi kurang diprioritaskan oleh perusahaan,” katanya. Bagaimana memiliki brand yang bagus di tempat kerja? Menurut Steve, banyak kesempatan yang bisa diperoleh untuk lebih menonjol dari karyawan yang lain. Ia yakin setiap perusahaan pasti punya masalah. Selama masalah itu ada, kesempatan untuk menciptakan I-brand yang positif terbuka lebar. Misalnya, ia menerangkan, karyawan yang pada saat meeting hanya menjadi pendengar, lalu pulang dan main games
di rumah, wajar bila atasannya cepat lupa dengannya. Namun bila karyawan yang bersangkutan melalukan sesuatu – seperti mengeluarkan ide atau solusi untuk perusahaan – dengan sendirinya personal branding akan tercipta. Steve menyarankan, I-brand perlu dibangun sejak di bangku sekolah. “Kalau bisa jangan pada waktu kita butuh,” ujarnya. Penguatan brand bisa dimulai dari hal-hal yang sudah ada dan kuat di diri kita. ”Bila kita senang bergaul, pelajarilah ilmu psikologi dan antropologi. Sehingga, ketika orang mengenal kita, ia akan mengetahui bahwa kita expert di bidang itu. Kapan memulainya? Sebaiknya secepat mungkin,” tutur Steve mantap.
Bagaimanapun, citra diri adalah sebuah persepsi yang disimpan dalam pikiran orang lain. ”Membangun merek pribadi merupakan suatu proses evolusi dan organik, dan sebuah perjalanan menuju kesuksesan hidup,” kata Rampersad. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa merek pribadi harus muncul dari pencarian identitas dan makna hidup seseorang. ”Ini berarti Anda harus jelas memahami yang Anda inginkan, menanamkannya dalam pikiran, mengerahkan seluruh energi positif, mengerjakan yang Anda sukai dan mengembangkan diri secara berkesinambungan,” tutur Rampersad menyarankan. Selamat membangun I-brand Anda, sekarang juga! n
HC Oktober - November 2010
11
paparan
Peranan I-brand dalam Pengembangan
Corporate Brand Kesadaran perusahaan terhadap pentingnya I-brand karyawan sudah cukup tinggi. Tetapi masih banyak eksekutif perusahaan yang beranggapan bahwa pengembangan I-brand bukan tanggung jawab perusahaan. Peranan I-brand sebagai ‘booster’ peningkatan corporate brand masih diperdebatkan. Amalia E. Maulana, Ph.D.
I-brand vs Personal brand Bila kegiatan branding pada umumnya lebih lekat pada kegiatan pengembangan brand/reputasi di dalam produk perusahaan, maka I-brand dan personal brand fokus pada pengembangan pribadi dan reputasi seseorang.
Padahal personal branding tidak sedangkal itu. Boleh saja seseorang punya cita-cita untuk terkenal, tetapi tidak berarti setiap orang yang membina personal branding-nya selalu harus menjadi terkenal. Keberhasilan personal brand diukur dari tujuan yang dipilihnya. Ini yang membedakan arah yang harus ditempuh dalam pembinaan personal brand.
Mengapa perlu dibedakan istilah I-branding dari induknya yaitu personal branding? Bermula dari masih banyaknya individu yang punya mispersepsi. Mendengar kata personal brand, langsung menutup diri, merasa bahwa personal branding sarat dengan sifat dan perilaku narsisme yang berlebihan, dan menjadi sangat tidak nyaman.
Personal branding dimengerti masyarakat luas sebagai kegiatan ‘pencitraan’ yang berarti mencakup pribadi seorang artis, tokoh masyarakat, tokoh politik, dan lain-lain. Proses pencitraan tersebut sedemikian rupa sudah diartikan dengan proses menjadi popular, terkenal dan dengan segala polesanpolesannya. Untuk memisahkan antara pencitraan yang
12
HC Oktober - November 2010
paparan Apabila cita-cita seseorang memang ingin menjadi terkenal, ingin menjadi artis, selebriti atau tokoh, berarti keberhasilannya akan diukur dari tingkat ketenarannya. Sebaliknya, bila seseorang hanya ingin menjadi seorang ibu rumah tangga yang bersinar di tengah keluarga dan teman arisannya, keberhasilannya akan diukur dari sepositif apa lingkungan tadi memandangnya. Menjadi siapa di mata stakeholdersnya? Menjadi seorang ibu rumah tangga dengan keahlian menata rumah yang sedemikian indah-kah? Atau menjadi seorang Ibu yang sangat perhatian pada pendidikan anak-anaknya sehingga prestasinya menjulang di sekolah? Apa pun pilihannya, I-brand ibu rumah tangga tersebut menjadi tinggi nilainya bila sudah sesuai dengan pilihan yang secara sadar ditetapkannya. Tidak selalu harus menjadi ibu rumah tangga yang sukses berbisnis untuk mempunyai I-brand yang menjulang. I-brand bagi karyawan perusahaan
berhubungan dengan tokoh/artis dan individu biasa, muncullah istilah I-brand. Gary C. Sain memperkenalkan istilah “The I-brand”, atau branding “Aku” atau “Diriku”. I-brand ini lebih difokuskan pada seorang individu biasa saja dalam kesehariannya, yang ingin menjadi lebih baik, tanpa harus punya beban ‘bling bling’. Kecemerlangan dari I-brand punya jangkauan yang relatif terbatas. Cemerlang di karier, cemerlang di rumah tangga, di kehidupan bertetangga, dan lingkup kehidupan bermasyarakat lainnya. Tidak harus ‘ngetop’ dan menjadi glamour. Cita-cita I-brand adalah sebatas menjadi bersinar dalam kawasan lingkungan yang dipilihnya sendiri.
Walaupun awareness sudah mulai baik, masih belum banyak karyawan yang memikirkan bagaimana mengembangkan brand ‘diri’-nya, sama seriusnya seperti mengembangkan brand perusahaan. Sebagian masih merasa gamang jika diajak berbicara seputar personal branding dirinya. Seolah setelah itu, harus tampil menjadi orang yang berbeda. Sebenarnya seni dalam I-branding adalah proses memilih tujuan yang paling feasible untuk konteks diri sendiri. Tidak perlu memaksakan diri mencapai cita-cita orang lain. Semakin tekun menemukan kekuatan diri, mencari ruang yang masih belum penuh sesak, posisi brand menjadi lebih solid. Barangkali salah satu barrier adalah tradisi alam ketimuran yang tidak ingin menonjolkan diri sendiri, maka seorang
karyawan dalam perusahaan berusaha untuk menjadi bagus tetapi tidak harus tampil. Terutama untuk karyawan yang bekerja bukan di divisi pemasaran dan penjualan, agak ragu untuk ‘menjual diri’nya bersamaan dengan ‘menjual produk/ jasa perusahaan’ dalam pertemuanpertemuan internal maupun eksternal. I-brand, cemerlang di dalam (internal) dan di luar (eksternal) I-brand yang bagus tentunya tidak hanya bersinar di kalangan luar perusahaan dan di kalangan stakeholder eksternal perusahaan, tetapi juga di dalam perusahaan. I-brand bukan monopoli divisi pemasaran, penjualan, komunikasi maupun public relations. I-brand relevan untuk siapa saja di divisi mana saja. Secara internal bersinarnya brand individu berarti dia mempunyai banyak teman yang berguna untuk aliansi dalam pekerjaannya. Ini bertentangan dengan kebiasaan sebagian karyawan yang membina network internalnya dengan cara memilih-milih teman, atau dengan kata lain ‘nge-genk’ berkelompok secara eksklusif. Di dalam dunia pekerjaan, kita tidak pernah tahu kapan akan membutuhkan teman dari divisi lain sampai ada pekerjaan yang menyangkut organisasi dengan tataran lintas divisi. Sudah terlambat bagi seseorang yang biasa eksklusif, untuk membaur dan mengharapkan orang-orang di luar lingkarannya untuk membantu pekerjaannya I-brand dan Perusahaan
Peranannya
Bagi
Apakah itu personal branding, seberapa penting untuk para profesional, sudah banyak yang membahasnya. Awareness topik ini di kalangan profesional juga sudah cukup tinggi. Sudah banyak profesional yang mulai berpikir mengembangkan dirinya, walaupun belum mengerti bagaimana cara yang efektif dan baik.
HC Oktober - November 2010
13
paparan Yang masih jarang diungkapkan dalam pembahasan di media adalah bagaimana pendapat eksekutif perusahaan terutama yang mengelola sumber daya manusia terhadap fenomena terbaru ini. Apakah perusahaan mendukung usaha para profesionalnya untuk meningkatkan personal branding-nya? Ataukah justru menghambatnya ? Dengan perspektif dan alasan apa mereka berpendapat? Bagaimana perspektif mereka terhadap sinergi antara corporate brand dengan brand individu? Sejauh mana brand yang satu menunjang keberadaan lainnya? Dalam rangka mengeksplorasi jawaban dari pertanyaan di atas, ETNOMARK Consulting bekerja sama dengan majalah Human Capital menyelenggarakan sebuah studi dengan menggunakan tiga tahapan teknik. Tahap pertama, teknik eksplorasi interview yang diajukan pada saat penawaran seminar “The I-Brand: Tingkatkan Citra Diri” kepada calon peserta. Teknik kedua, melalui studi netnography, yang mengeksplorasi pendapat para professional dalam dan luar negeri, di milis, di blog dan forumforum di Internet. Ketiga, dengan menanyakan pertanyaan kunci kepada 10 orang senior eksekutif di 10 perusahaan. Hasil esktraksi temuan dari tiga tipe eksplorasi di atas menjelaskan bahwa masih terdapat perbedaan sikap di antara mereka terhadap I-brand karyawannya.
Walaupun secara umum pemahaman akan pentingnya I-brand terhadap karier seseorang sudah tidak diragukan lagi, ternyata yang menjadi hambatan adalah kurangnya pemahaman terhadap pengaruh positif I-brand bagi pengembangan image perusahaan (corporate brand). Pentingnya I-brand masih dimonopoli pada persepsi berguna bagi diri sendiri saja, bukan untuk kepentingan perusahaan. Hasil Studi Pada umumnya, profesional terutama profesional muda sangat antusias dengan topik seminar tentang I-brand dan menyatakan ketertarikannya secara langsung. Sebagian dari mereka langsung mendaftar, tetapi sebagian lagi menunggu persetujuan dari kantor di mana mereka bekerja. - Pandangan positif dan dukungan terhadap I-brand karyawan Ada beberapa perusahaan yang sangat mendukung karyawannya, bahkan mengirimkan satu tim yang terdiri dari beberapa orang. Beberapa orang peserta adalah pengambil keputusan di perusahaan, yang justru secara sadar ingin mendapatkan pelajaran yang akan dibaginya ke dalam perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini tergolong mengerti dan mencari manfaat dari pengembangan personal brand.
Salah satu peserta, yaitu seorang Sales Director, menceritakan bahwa motivasi kehadirannya adalah untuk belajar dan nantinya membagi pengetahuan personal branding ini kepada jajaran salesmannya. Ia yakin, seorang salesman akan lebih mudah menjual produk perusahaan apabila dirinya sudah dikemas dengan baik. Pendapat positif lainnya disampaikan oleh salah seorang pengambil keputusan di perusahaan yang mengirimkan empat orang karyawannya ke seminar I-brand. Dengan percaya diri ia menyatakan: “Kalau saya sih, percaya dia tidak akan meninggalkan perusahaan begitu saja. Dari segi kenyamanan bekerja, di sini termasuk the best lho. Coba lihat, karyawan kami pada umumnya lebih dari 5 tahun, dan cukup loyal. Personal branding ini penting, agar dia ‘nggak malu-maluin’ perusahaan”. Beberapa responden menyatakan ketertarikan pada topik, tetapi beranggapan bahwa mungkin saja seminar I-brand yang diberikan secara publik tersebut, tidak tepat untuk konteks perusahaan, sehingga menginginkan dibuatkan inhouse, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Pernyataannya seperti berikut ini: “Jika perlu perusahaan
dan memungkinkan menyarankan atau
I-brand terhadap karier seseorang sudah tidak diragukan lagi,
ternyata yang menjadi hambatan adalah kurangnya pemahaman terhadap pengaruh positif I-brand bagi pengembangan image perusahaan (corporate brand).
14
HC Oktober - November 2010
paparan membuat sendiri kegiatan ini untuk karyawannya karena kegiatan ini adalah investasi, tapi tetap melihat kemungkinan secara bujet”. - Pandangan negatif terhadap I-brand karyawan Beberapa calon peserta dengan menyesal menyatakan bahwa perusahaannya tidak mendukung keinginannya ikut dalam seminar, dengan alasan: (1) ini wilayah pribadi, sehingga bukan tugas perusahaan untuk membayar pengembangan diri yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan, (2) perusahaan akan bermasalah apabila karyawannya menjadi cemerlang, karena akan memperbesar kemungkinan ‘dibajak’ oleh pesaingnya. Tindakan nyata dari perusahaan yang tidak mendukung selain tidak memberikan support dalam bentuk
peranan I-brand sebagai salah satu titik penting corporate brand, belumlah sampai kepada tingkat pemahaman yang utuh. Berikut ini adalah jawaban salah seorang senior eksekutif tersebut: “Saya akan menyarankan untuk mengambil cuti untuk ikut seminar, tetapi tidak memberikan persetujuan untuk dibayar perusahaan. Personal branding lebih bermanfaat bagi individu dibandingkan bagi perusahaan. Mengapa? Karena begitu seseorang menjadi brand, kemanapun dia pergi, brand itu akan melekat pada dirinya bukan pada perusahaan. Jadi jika ingin mengembangkan diri dan membuat personal branding dengan mengikuti seminar, diizinkan atau tidak, dibayarkan atau tidak, sebaiknya tetap mengikuti seminar tersebut.”
Faktor Diri Sendiri (self factor)
1. I-brand awareness 2. Willingness to change 3. Social influences
Faktor Perusahaan (company factor)
1. Role of I-brand in corporate brand - awareness 2. Trust 3. Training budget
pembayaran uang seminar, juga tidak memberikan cuti sehari yang diminta oleh karyawannya sehubungan dengan diselenggarakannya acara seminar pada hari kerja. Bukti lainnya adalah jumlah calon peserta yang meminta penyelenggaraan seminar di hari Sabtu (bukan hari kerja) cukup signifikan. Pada hari liburnya, mereka tidak harus meminta persetujuan atasan atau HRD di perusahaan.
Faktor Pendukung Keberhasilan I-brand Karyawan
Jawaban lain dari salah satu responden interview cukup kontras antara pemahamannya bahwa I-brand itu penting, tetapi tidak mau mendukung biaya training seminar karyawannya. Dari jawaban berikut ini, terbukti bahwa
Tiga variabel yang penting dalam self factor di antaranya adalah awareness terhadap pentingnya I-brand (awareness), kemauan diri sendiri untuk berubah (willingness to change), dan pengaruh sosial dari lingkungan
Analisa hasil eksplorasi dalam studi ini sangat menarik. Ditemukan adanya dua kelompok faktor yang mendukung keberhasilan I-brand karyawan perusahaan. Yang pertama adalah faktor diri sendiri (self factor), dan yang kedua adalah faktor perusahaan (company factor).
yaitu dari sisi teman dan atasannya (social influence). Dari sisi company factor, ada tiga variabel penting – sepintas sama seperti self factor – yaitu kesadaran dan pemahaman terhadap konsep I-brand. Tetapi di sini, bukan pemahaman terhadap konsep I-brand yang menjadi titik kunci, tetapi pemahaman terhadap ‘peranan I-brand’ pada pengembangan corporate brand. Variabel kedua adalah besarnya trust/ kepercayaan bahwa dengan memberikan dukungan terhadap I-brand karyawan, seseorang tidak begitu saja akan meninggalkan perusahaan. Yang ketiga adalah besarnya bujet perusahaan untuk dialokasikan dalam pembinaan. Dari hasil interview, ternyata tidak ada kaitannya antara besar kecilnya perusahaan dengan dukungan perusahaan terhadap I-brand. Salah satu eksekutif dari perusahaan perminyakan yang dikenal sangat tinggi bujet training karyawannya, termasuk yang enggan mengirimkan karyawan pada seminar I-brand. Bujet perusahaan bukanlah faktor utama. Lebih utama adalah pemahaman terhadap bagaimana I-brand bisa menjadi booster terhadap corporate brand itu sendiri. Ini adalah wilayah perbatasan atau bahkan overlapping antara pemasaran dengan HRD. Perlu kerja sama yang solid antara HRD dan Marketing untuk bisa menjalankan total booster bagi peningkatan corporate brand melalui program internal branding. Di dalam internal branding inilah, pengembangan diri sebagai elemen terdepan dari perusahaan, yaitu I-branding bisa diselipkan dan menjadi RELEVAN bagi perusahaan. _________________________ Amalia E. Maulana, Ph.D. Brand Consultant & Ethnographer Etnomark Consulting www.amaliamaulana.com
HC Oktober - November 2010
15
paparan
Profil
I-brand Praktisi SDM
Kekayaan sejati Anda tidak diukur berdasarkan harta yang Anda miliki, melainkan berdasarkan siapa diri Anda. Kata-kata populer ini diungkapkan Napoleon Hill, seorang pemikir dan tokoh terkemuka di bidang motivasi yang mampu melahirkan orang-orang sukses. Pesan yang disampaikan Hill di balik kata-kata itu bisa diartikan bahwa seseorang dilihat karena kepribadiannya. Itu sebabnya, I-brand perlu dibangun agar dapat menampilkan sisi terbaik dari seseorang. Membangun I-brand yang sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki seseorang tentu tak mudah. Dua praktisi HR di bawah ini, Achirina dan Andre Wenas, berbagi pengalaman mereka mengenai upayanya membangun I-brand. Achirina berpendapat, I-brand bisa dibentuk dengan mengembangkan kompetensi diri. Sedangkan menurut Andre, I-brand harus otentik. Jadi bukan sekadar meniru dari orang lain. Semoga Anda bisa belajar dari dua pengalaman di bawah ini. Dan, selamat merencanakan I-brand yang tepat untuk diri Anda kini dan mendatang.
Achirina, EVP Human Capital & Corporate Services PT Garuda Indonesia
Dari sisi penampilan, perempuan yang satu ini cukup mengikuti tren fashion terkini. Itu terlihat dari style pakaian kerja yang kerap ia kenakan – cukup terbilang modis. Meski berada di lingkungan perusahaan BUMN – yang umumnya karyawan mengenakan pakaian formal sehingga terkesan kaku, EVP Human Capital and Corporate Services PT Garuda Indonesia, Achirina, tidak terlihat demikian. Ia terkesan luwes dan rapi. Ternyata, itu merupakan bagian dari I-Brand yang ia bangun selama ini. “Secara fashion, sebagai pemimpin, saya selalu ingin tampil rapi,” ujarnya ketika di temui HC di hotel JW Marriot, akhir September lalu.
Membangun I-brand Melalui Penampilan dan Kompetensi
Rina – sapaan akrabnya – menyatakan, gaya pakaiannya saat ini sudah menjadi karakternya sejak dulu. Kendati demikian, ia menekankan, yang terpenting dalam bekerja adalah mengembangkan kompetensi pribadi. “Di manapun saya bekerja, saya ingin bekerja yang terbaik dan selalu memberikan values di tempat saya bekerja,” katanya menandaskan. Sebagai pemimpin, ia ingin meninggalkan sesuatu yang bermanfaat di lingkungan kerjanya. Tentunya dengan memberikan kinerja, inovasi, dan perbaikan yang maksimal. Mengenai upayanya membentuk I-brand yang mampu memberikan manfaat bagi perusahaan, perempuan kelahiran Bandung, 17 Desember 1957, ini mengaku harus menunjukkan kinerja yang unggul. Dalam pengabdiannya terhadap pekerjaan, Rina mengatakan, ia ingin selalu membuat perubahan dan penyempurnaan. “Jadi saya pelajari dulu, terutama tanggung jawab yang diberikan kepada saya. Kemudian saya cari disiplin ilmunya. Dari proses pembelajaran itu, saya jadi bisa melakukan penyempurnaan,” papar Rina. Nilai penting yang tidak bisa ditawar bagi dirinya adalah integritas, fokus, dan disiplin. Sayangnya, dalam menerapkan kedisiplinan di lingkungan kerja, Rina terkadang dicap “galak” oleh karyawan. “Karena cara saya berbicara tegas, jadi kesannya galak.
16
HC Oktober - November 2010