HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu Rektal dan Denyut Jantung Suhu rektal dan denyut jantung domba sebelum dan setelah pengangkutan disajikan pada Tabel 1 . Hasil penelitian ini rnenunjukkan bahwa suhu rektal dan de~lyutjantung domba setelah pengangkutam meningkat sangat nyata (P
Tabel 1. Suhu rektal dan denyut jantung domba sebelum dm setelah pengmgkutan Rataan
Peubab
Suhu rehal (@c) - Sebelum pengangkutan - Setelah pengangkutan Denyut jantung (kalihenit) - SebeIurn pengangkutan - Setelah pengangkutan
t
tw
38,85 a 39,59 b
19,71**
2,M
100,07a 133,63 b
35,17**
2,66
Keterangan : Superskip berbeda pada kolom yang sama menuyukkan beda sangat nyata w0,OI)
Suhu rektaI pada penelitim ini Iebih rendah dari hasi l penelitian Hemwan (2001), yang menyatakan bahwa suhu rektal domba setelah mengalami pengangkutan meningkat dari 39,46
OC
menjadi 39,72
k.Perbedaan hssil
ini
karena pa& penelitian Hernawan (200 1 ) penpgkutan domba dilaksanakan pa& siang hari (1 3.00- 14.00 WIB), sedang pada penelitian ini dilaksanakan pa& pagi sampai siang (07.301 1.30 WIB). Peningkatan suhu tubuh juga disebabkab oIeh suhu lingkungan yang meningkat, yaitu domba mulai diangkut pada pagi hari
(07.30 WLB) dimana rataan suhu lingkungan seksar 22,7
OC
dm sampai di
kandang penampungan pada siang hari ( I 1.30 WIB) dimana rataan suhu lingkungan sebesar 32,2
OC
dan bak mobil pengangkut terbuka sebagian. Oleh
karena itu domba mengaIami cekamm panas sehingga suhu tubuh meningkat untuk mengurangi beban panas tersebut.
Denyut jantung domba meningkat setelah mengalami pengangkutan, ymg
disebabkan oleh adanya reaksi fisiologis ternak terhadap stres yang halami setama pengangkutan. McVeigh dan Tarrant (1 981) menyatakan bahwa sapi yang
stres akan mengalami peningkatan denyut jantung dari 84 kalilmenit menjadi 135 kaWmenit, dan suhu rektal dari 38,9
OC
menjadi 40,7
'c.
Frandson (1993)
menyebutkan bahwa denyut jantung domba rata-rsta 70-80 kaldmenit. Denyut jantung sebelurn pengangkutan 100,07 kalumenit lebih tinggi dari normal, ha1 ini
disebabkan karena domba sebelum diangkut ditimbmg, diambil sarnpel darah terlebih dahulu. Perlakuan sebelum domba diangkut tersebut yang menyebabkan denyut jantung domba lebih tinggi dari normal. Dengan demikian, domba setelah mengalami pengangkutan denyut jantung semakin meningkat. Knowles et al.
(1995) menyatakm bahwa d o m b y m g mengalami pengangkutan denyut jantungnya meningkat dari 200 kalumenit menjadi I50 kali/ menit setelah 13-3
jam pertama pej a b . Setelah 9 jam perjalanan denyut jantung mengalami penurunan sampai 80 kali/menit, hal ini disebkan karma setelah 9 jam perjalanan domba sudah &pat menyesuikan diri terhadap stres pengangkutan yang dialami. Hernawan (200 1 ) menyatakan bahwa domba yang mengalami penpgkutan denyut jantung meningkat dari t 33 kalilmenit menjadi 144 kali/menit.
Penurunan b b o t Hidup Ratam penufllnan boht badan domba dapat dilihat pada Tabel 2. Penurunan bobot badan selama transportasi dan istirahat menunjukkm perkdaan ymg nyata (P
istirahat 6 jam terjadi penurunan bobot badan sebesar 7,6%,penurunan ini nyata
lebih besar dibandingkm dengan yang lama istirahat 4 jam dan 2 jam. Periode
istirahat yang lebih Iama akan terjadi urinasi dm defekasi yang lebih banyak
sehingga bobot badannya lebih banyak berkurang.
Penurunan bobot badan ymg dialami domba setelah transportasi dan istirahat disebabkan oleh pengmmgan isi saIuran pencernaan dan kantung kernih
akibat urinasi dm defekasi s e l m perjalanan dan pengurungan. Shorthose dan Wythes ( 1988) menyebutkan bahwa bobot hidup seekor ternak terdiri atas bobot jaringan tubuh ditambah dengan bobot isi d u r a n pencemaan dan kandung kemih, sehingga apabiIa terjadi penyusutan komponen-komponen tersebut mengurangi bobot hidupnya.
Tabel 2. Rataan penurunan hbot badan domba selama selama pengangkutan clan istirahat (%) Insulin
w)
Waktn Istirahat (Jam)
Rataan Rataan
Rataan
Guk (pFg bb) 0
2
6,35 4,44 a
4
6,50 b
6
7,60c
6
6,oo
Keterangan : Superskripyang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata @
Manira (1986) menyatakan bahwa bobot isi sduran pencernaan dipengaruhi oleh lama periode istirahat, yaitu pa& periode istirahat yang lebih lama h b o t isi sduran pencernaan lebih rendah dari pada periade istirahat yang lebih singkat. Menurut Sutedja ( 1 98 1) penurunan bobot badan domba yang mengalami pen&angkutan dipengaruhr oleh cam pengmgkutan, bobot brtdan dan
jarak yang ditempuh. HasiI penelitian ini Iebih kecil dari hasil penelitian Sutedja ( 1 98 1) y ang menyatakan bahwa domba yang mengalami pengangkutan sejauh 1 20
km dan 400 km dengan truk trtnpa penyekat dan tanpa air minum rata-rata penyusutan b b o t badan seksar 9,77 dan 19,57%. Pengangkutan domba dengm truk yang diberi penyekat dan tanpa air minurn mh-rata penyusutan bobot badan sebesar 9,03 dan 15,37%, dan yang rnenggunakan truk diberi penyekt clan air minum rata-rata pnyusutan bobot badan sebesar 7,2 dan 12,9%. Mantra (1986)
menyatakan bahwa kambing jantan yang mengalami penganglcutan sejauh 1 00 km
selama 2 jam, bobot badan menurun s e h y a k 3,5% dari bobot awal. Namun, hasil penelitian ini lebih besar dari h i 1 penelitian Knowles et al. (1993) yang
menyebutkan bahm selma transportasi domba mengalami p e n m bobot hidup sebesar 6,7% dan yang hanya dipuasakan saja mengalami penunrnan
sebesar 13%.
Fernandez eb al. (1996) menyatakan bahwa seIama pengangkutan mengalami penurunm bobot hidup sebesar 3,64%. Perkdam mtara hasil
peneiitian ini dengan peneli tian-penelitian sebelumnya disebabkan karena penurunan b b o t badan pada penelitian ini rnerupakan penurunan bobot badan
selarna pengangkutan sampai sebelum dipotong, juga adanya perbedaan kondisi jalan yang ditempuh. Pada jar& tempuh yang sama tetapi kondisi jalan berbeda,
maka waktu ternpub berbeda sehingga stres yang diltlami temak juga berbeda. Hasil penelitian ini rnenunjukkan bahwa penunman b o b t badan selarna transportasi dan istirahat l mya dipen-
oleh lama istirahat (P<0,0 1 ),
sedangkan pemberian gula dan insdin tidak mempengmhi penurum bobot
badan domba. Shorthose dan Wythes (1988) menyatakan bahwa susut bobt
hidup dan bobot k a r h dipengaruhi oleh lamanya periode pemuasaan dalam perjalanan (tanpa diberi air minum dan atau pakan).
Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa bobot karkas nyata (P<0,05) dipengaruhi oIeh lama istirahat (lihat Lsmpiran 2). Pada Tabel 3 terIihat bahwa persentase bobot karkas tertinggi dicapai oleh domba yang lama istirahat 6 jam yaitu sebesar 47,32%, kemudian diikuti lama istirahat 4 jam (44,04%) dan lama istirahat 2 jam (43,15%). Tabel 3. Rataan persentase bobot karkas domba selama penelitian (%) Insulin
Waktu Istirahat
45,30 45.15 43,18 a 44,M b 47,32 c
6 Rataan
2
Rataan
4
6 Ketwsngan : Supersknp yang M
G d a (gkg bb)
Rirtaan
47,03 44.54
a pada kolom y m g sama rnenunjukkan beda nyata (P<0,05).
Pada lama istirahat 6 jam bobot badan mengalami susut yang paling banyak, sehingga sebagai unsur pembagi menjadi Iebi h kecil dibanding yang 4 jam maupun 2 jam dan hasilnya persentasenya menjadi lebih besar. Aryogi (2000) menyatakan bahwa selarna te&
mengalami stres h e m pengangkutan,
akan terjadi perubahan fisiologis tubuh seperti peningkatan respirasi, pengeluaran urin dan feses. Dengan dernikian &an menyebabkan penyusutan bobot badan dan
akan krpengaruh pada persentase karkas. Hasil persentase karhs ini sesuai dengan hasil penurunan bobot badan, di mana pa& lama istirahat 6 jam
penurunan bobot badannya Iebi h besar, sehingga menghasilkan persentase karkas
yang lebih tinggi, dm ha1 ini sesuai dengan pendapat Berg dan Butterfield (1976) yang menyatakan bahwa persentas karkas dipen*
oleh bobot potong dan
b b o t karkas. Kadar Glukosa Darah
Hasi 1 penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa tejadi peningkatan
glukosa setelah domba ditransportasi dan kembaIi turun selama istirahat (P<0,05). Tabel 4. Rataan kadar glukosa darah domba s e b peneIitian (mg/di) Waktu Sebelum Pengangkutan Setelah Pengangkutan Sebelum Pernotongan
Kadar Glukosa Darab (mddl) 50,5 1 a
68,94 c 57,76 b
Keterangan : Supership yang berbeda pada kolom yang sam menunjukkan beda nyata (P
Kadar gIukosa setelah transportasi (68,94 mgdl) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan d e n p kadar glukosa sebelum transprtasi (50,5 1 mg/dl)
dan sebelum dipotong (57,76 rngldl). Peningkatan kadar glukosa darah setelah
transportasi tejadi karena kondisi stres yang M a m i domba selama perjstlanan. Stres sefama perjalanan membuat domba bemaha mernpertahankan kondisi
fisiologisnya untuk mengatasi stres tersebut. Akrle et al. (2001) menyebutk. bahwa penyesuaian &lam rnetabolisrne yang tejadi s l a m periode c e h a n dibantu dengan pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin dari medulla
adrenal. Knowles et aI. ( 1995) menyatakan bahwa glukosa darah meningkat setelah domba mengalami pengangkutan selama 4 jam pertama dan menurun
kembali setelah pengangkutan selarna 9 jam. Glukosa darah meningkat sebagai
akibat dari proses glikogenolisis yang dirangsang oleh katekolamin. Peningkatan glukosa tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi selama ternak mengalami stres di perjalanan. Proses gli kogenolisis menyebabkan pembentukan glukosa
dalarn hati dan pembentukan laktat dalam otot (Mayes 1 999). Glukosa merupakan bahan bakar utama yang kaya energi dm dapat dengan cepat diperoleh dari cadangan glikogen jika sei sewaktu-wakhr
memerlukan energi (Lehninger 1994a). Selain itu, glukosa berasal dan hasil pencemaan makanan, yaitu karbohidrat makanan yang diubah menjadi asarn asetat, asam butirat d
m asam propionat. Asam propionat diabsorbsi dari rumen ke
sirkulasi portal dan dibawa ke hati yang mengubahnya menjadi glukosa dan
menjadi bagan cadangan glikogen hati maupun glikogen otot (Tillman et al. 1982). Pada kondisi stres, otot berkontraksi lebih cepat sehingga memerIukan laju
aliran darah yang meningkat di dalam otot. Penyesmian sirkulasi ini didasarkan
pada pemzintaan akan nutrisi dan oksigen untuk berkontraksi serta regulasi temperatur. Keadaan ini menyebabkan peningkatan mobilisasi glukosa balk dari
hasil pencemaan karbohidrat, maupun dari asam amino glukogenik, asam propionat, asarn laktat dan gliserol melalui proses glukoneogenesis.
Kadar gIukosa d
d domba hasil penelitian ini (Tabel 5 ) nyata
dipengaruhi oleh lama istirahat (P<0,05), di mana kadar glukosa darah turun setelah istirahat 4 jam. Pada lama istirahat 4 jam kadar glukosa darah (56,45
mgldI) tidak berbeda dengan lama istirahat 6 jam (54,80 mghil). Pada lama istirahat 2 jam (62,OI rng/dl), kondisi stres yang dialami domba tersebut belum pulih sehingga mobilisasi glukosa masih terus berlangsung. Lama istirahat 2 jam
masih belurn cukup untuk memulihkan kondisi domba, sehingga kadar glukosa darahnya relatif masih tinggi. Sedangkan dengan lama istirahat 4 dan 6 jam kadar glukusa darah su& menurun, yang dapt disebabkan karena pada saat it u kondisi domba sudah berangsur-angsur pulih. Setelah domba diistirahatkan, terjadi penurunan glukosa darah. P A kondisi istirahat asam laktat yang berakumulasi
diangkut keIuar otot me1alui aliran darah, dan dikonversi lagi menjadi glukosa di dalam hati. Glukosa diangkut oleh sistem sirkulasi darah menuju hati untuk disimpan sebagai glikogen atau menuju otot tempat glukosa dimetabolisme untuk menghasilkan energi atau disimpan sebagai glikogen (Akrle et al. 200 1). Tabel 5 . Rataan kadar glukosa darah domba sebelurn dipotong (mgldl)
Insutin
(m) 0
03
Rataan
Waktu Istirahat (Jam) 2
4 6 2 4 6
4
6
Gula (#kg bb) 0
68,Ol 60,66 58,64 53,95 57,78 53-55
6 69,28 53,16
Rataan
61,20 a
57,48 60,6 1
56,26 55-06
56,19 b
56,45 d 54,80 d
Keterangan : Supership yang berbeda pada kolorn yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05).
Kadar glukosa darah domba has11 penelitian ini juga nyata dipengaruhi oIeh pemberian insulin. Kelompk domba ymg tidak diberi insulin mempunyai kadar glukosa darah sebesar 6 1,20 mgldl yang nyata lebih tinggi (P<0,05)dari p d a kelompok domba yang diberi insulin (56,19 mgldl dan 55,86 mgdl).
Namun, kadar glukosa darah kelompok domba yang disuntik insulin 0,3 TU tidak
berbeda dengan yang disuntik 0,6 IU.Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh
pankreas, yang memudahkan pemakaiam glukosa oleh sel
dan mencegah
pemecahan glikogen hati dan otot secara berlebihan. Domba yang diberi suntikan insulin mempunyai kadar glukosa darah yang lebih rendah, karena aktivitas insulin mernudahkan glukosa masuk ke dalam set dan disimpan dalam bentuk glikogen melalui proses glikogenesis. Menurut Genuth (19881, hormon insulin
akan m e n i n g k a h masuknya glukosa darah ke dalam set otot, yang mengakibatkan rnenurunnya kadar glukosa darah. McCam dan Reimers ( 1985)
menyatakan bahwa pemberian insulin pada sapi dara gemuk dm kurus,
mengakibatkan glukosa darah mengalami penurunan sebesar 20 mgldl seteIah 40 menit dari pernberian insulin. Setelah lebih kurang 60 menit dari pemberian
insdin, glukosa darah akan meningkat kembali (Gambar 12). Pa& penelitian ini pemben'an insulin h y a menusunkan glukosa darah sebesar 5 mg/dl, bahkan peningkatan dosis insulin tidak memberikan pengaruh ymg nyata. Rendahnya penurunan kadar glukosa daraH dapat disebabkan karena pengambifan sampel
darah dilakukan 2, 4 clan 6 jam setelah pmberiam insulin, sehingga pengaruh insulin sudah tidak terlalu m p a k karena efek kerja insulin mulai menurun. Oleh karena itu pengaruh interaksipun ti& berbeda nyata.
Pemberian gula 6 g/kg bb tidak memberikan pengaruh yang nyata pada gIukosa darah. Pada ternak ruminansia, gula yang lberikan meialui mulut setelah masuk ke dalam rumen mengalami perubahan menjadi asam Iemak volatiI yaitu asarn =tat,
asam butirat
dan asam propionat, kemudian asam propionat yang
diabsorbsi clan masuk ke dalarn aliran darah rnenuju hati yang kemudian
dikonversi menjadi glukosa. OIeh karena itu glukosa darah tidak berbeda nyata dengan adanya pemberian gula pada domba. Berbeda dengan ternak
n o m i n a n s i a yaitu pada babi, pemberian larutan gda dapat meningkatkan
glukosa darah. Hat ini disebabkan karena pa& ternak nonruminansirt hasil akhir pencemaan W h i d r a t rtdalah glukosa, yang kemudian diserap ke dalam darah portal dan dibawa ke hati (Tillman et d. 1983; M m l u 1999). Sedangkan pa& temak ruminansia, sebagian karbohidrat dirombak &lam m e n menjadi asam
asetat, propionat dm butirat. Asam propionat diserap dari rumen ke dalam darah portal dan dibawa ke hati yang kemudian akan diubah rnenjadi glukosa dalam
hati dan akan bergabung dengan pol glukosa hati. Kadar Glikogeo Daging
Kadar glikogen daging hasil penelitian ini nyata dipengaruhi oleh pemberian guIa e l a h penganglatan (P
diberi gula sebanyak 6 fig bb ternyata mempunyai kadar glikogen dagng yang
lebih tinggi (Tabel 6). TabeI 6 . Rataan kadar glikogen daging dornba (%)
insulin
{m)
Waktn Istirahat (Jam) 2
6
Rataan 2
Gula 0 0,689
0,884 0,811 c 0,845
(e bb)
Rataaa 6
0,849
1,142 0,962 d
4 0,882 6 0,933 Ketmngan : Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkm beda mgat nyata (P<0,01) Rataan
dm kolom yang sama menunjukkan beda nyata (F<0,05).
Kadar glikogen dagng domba ymg diberi gula adalah sebesar 0,962% dan
yang tidak diberi gula adalah sebesar 0,81 I%. Domba yang diberi guIa dapt
rnemproduksi asam propionat lebih banyak, yang kemudan di &lam hati diubah menjad glukosa dan akan disimpan sebagai glikogen di ddam hati dan otot. Glikogen mempakan bentuk simpanan karbohidrat yang utama dalam tubuh
ternak dm dijumpai terutama di dalam hati dan otot. Glikogen disintesis d m glukosa dan prekursor lainnya rneIalui lintasan glikogenesis dan glukoneogenesis (Mayes 1999). G d a atau sukrosa di dalam rumen oleh sukrase jasad renik diuraikan menjadi fiuktosa dan glukosa. Melalui jalur glikolisis, fiuktosa clan glukosa yang terbentuk diubah menjadi asarn piruvat. Asarn pinivat ini dubah menjadi asam Iemak volatil yaitu asam asetat, asam
butirat dan asam propionat. Asam propionat diabsohi dari m e n ke sirkdasi darah yaitu vena porta heptiua dan dibawa ke hati (Tillman et al. 1989;
Lehninger 1994a; Parrakasi 1999). Hati akan mengkonversi asam propionat
rnenjadi glukosa dm kemudian d i s i m p dalam bentuk glukosa cadmgm yaitu glikogen hati, atau menuju otot tempat glukosa dimetabolisrne untuk menghasilkan energi atau disimpan dahm bentuk glikogen otot (Aberle et a/. 200 1).
Kandungan glikogen otot hasil penelitian juga nyata dipengaruhi oIeh pernberian insulin (P<0,05).Insulin akan mempercepat masuknya glukosa ke otot (Turner-Bagnara 1 976 dan Genuth 1 988). Dengan demikian kelompok domba yang diberi insulin akan lebih &pat rnemanfaatkrtn gISosa hasil pencernaan dan
hati melalui aliran darah memasuki otot. Glukosa yang masuk diubah menjadi
glikogen meMui
proses glikogenesis, yaitu
glukosa
diubah menjadi
glukosa4-fosfat dan kemudian menjadi gl ukosa- 1-fosfat (Lehninger 1994a). Dengan adanya glukosa-l -fosfat uridiltransferase maka glukosa- l -fosfat diubah
menjadi uridin difosfat glukosa (UDP-glukosa). Oleh kerja glikogen sintase, UDP-glukosa diubah menjadi glikogen. Tarrant dan Lacourt (1984) menyatakan bahwa sapi jantan yang stres diikuti pemberian larutan glukosa mempunyai glikogen otot yang lebih tinggi dari pada sapi jantan stres yang ti& transprtasi
diberi larutan glukosa. Pemberian insulin setelah
meningkatkan h d u n g a n
glikogen
otot. Hormon
insulin
mempercepat pemasukan glukosa darah ke otot, sehingga domba yang diberi
insulin rnempunyai kandungan glikogen yang lebih tin=
dari yang tidak diberi
insdin.
Kadar glikogen daging tidak dipen-
oleh lama istirahat maupun
interaksi antar perlakuan, meskipun perlakuan gula dan insuIin memberikan pengaruh yang nyata. Pengaruh pernberian insulin sudah kurang efektif lagi
setelah 1 jam dari pemberian, sehingga lama istirahat tidak mempengaruhi glikogen otot. Interaksi antara perlakuan pemberian gula clan insulin tidak nyata. Kadar Asam h b t Daging
Kadar asam laktat dagrng hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 7
menunjukkan bahwa secara nyata dipengaruhi oleh pernberian gula (P<0,0 1) dan pemberian insulin (P<0,05),sedangkan perlakuan lama istirahat dan interaksinya
tidak nyata mempengaruhi kadar asam laktat daging. Pemberian gula 6 glkg bb secara sangat nyata (P<0,01) meningkatkan
kadar asam laktat daging. Kadar asam laktat daging dipengaruhi oleh jumIah
cadangan gl ikogen daging @a
sartt
pernotongan. Stres pengangkutan pada
domba menyebabkan penurunan jumlah cadangan glikogen, karena glikogen yang tersimpan di dalarn otot digunakan untuk memelilm suplai energi yang diperlukan untuk mengatasi stres ymg didami selama pengangkutan. Narnun, cadangan glikogen tersebut &pat dipulihk. apabila domba setelah mengalami
penpgkutan diistirahatkan clan atau diberikan perlakuan se1ama di dalarn
kandang penarnpungan sebeIum dipotong. Tabel 7.Rataan kadar asam laktat daging domba (pmoVg)
Gula (&
Rataan
bb)
Insulin
Waktu Istimbat
(m)
(Jam)
0
6
2
52,25
0
4
4 1,29 38,%
6 2
09
4
Rataan 2
Rataan
4 6
44,99
58,25 63,54
48,80 43,53
62,42 68,98
42,78 a 52,06 52,043
63,30 b
49,89 a
55,28 b
54,97
Keterangan : Supership be&& pada baris yang sarna menunjukkan beda sangat nyata (F
Pemberian guia 6 g/kg bb dalam penelitian ini meningkatkan kadar
glikogen daging, karena kadar g1ikogen daging meningkat rnaka kadar asam Iaktat juga meningkat. Asam l a h t dagng dihasifkan dan proses glikogenolisis clan
gIikolisis post-mortem yang berlangsung s
m anaerobik. Aberlee et al. (200 1)
menyatakan bahwa ternak setelah diptong, pasokan oksigen yang tersirnpan di
&lam otot akan habis setelah eksanguinasi sehingga metabolisme energi berlangsung secara anaerob.
Pada kondisi anaerobik konversi piruvat rnenjadi asam laktat akan
mensuplai NAD+ untuk berlangsungnya glikogenolisis dan glikolisis anaerobik di
dahm sitosol. Penirnbunan asam 1aL.tat akan berhenti seteiah cadangm glikogen otot habis a&u setelah pH cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzirnenzim glikolitik di dalam proses glikolisis anaerob.
Dalam penelitian ini domba yang diberi gula sebanyak 6 g k g bb mempunyai kadar asam lsktat yang lebih tinggi daripda yang tidak diberi gula,
karena kadar glikogen daging juga lebih tinggi. mil ini didukung oleh
Chrystall et al.(1981) dan Warriss et a/. (19841, yang menyatakan bahwa jumlah c h g a n glikogen yang tinggi akan rnenghasilkan asam lakbt daging yang tinggi
juga. Leheska et d.(2003) mcnyakkan bahwa jumlah glikogen, glukosa dan
glukosa-6-fosfat yang rendah, asarn laktat daging j uga rendah.
Kadar asam laktat daging juga dipenganrhi oleh pemberian insulin
(P<0,05).Pernberian insulin sebanyak 0,3 W nyata meningkatkan kadar asam laktat daging, sedangkan pemberian insulin sebanyak 0,6 IU kadar asarn laktat daging berbeda tidak nyata dengan yang tanpa diberi insulin.
pH Dtlging Nilai pH dqgrtg domba hasil penelitian yang disajikan pda Tabel 8,
dipengaruhi secara nyah oleh pemberian gula (P
pH daging domba yang tidak diberi gula (6,l).
Aryogi (2000) menyebutkan bahwa niIai pH daging sapi Bali yang mengalami stres pengangkutan (6,O1) berbeda tidak nyata d e w sapi ymg diberi
gula aren 5 f i g berat badan seteiah peqpngkutm (5,961, tetapi pada daging sapi yang tidak diberi gula aren lebih mudah diturnbuhi bakteri sehingga lebih cepat
busuk. h f yang s a w juga dikemukakan oleh Crystall et al. (1981), yang menyebutkan bahwa nilai pH akhir daging domba (6,38) yang mengalami
pengangkutan tanpa diistirahatkan lebih tinggi daripada pH daging domba (5,901 yang diisticahatkan seIama 4 jam setelah dornba mengalami pengangkutan. Stres yang rneningkat menyebabkan penurunan cadangan glikogen sehingga produksi
asarn laktat rendah. Tabel 8. Rataan nilai pH dagng domba Insulin {IUI
Waktu Istirahat (Jam1
Rataan
2
Rataan
Guk (gkg bb) 0
6,10 a 5,88
Rataan 6
5,81 b
4
5,99 5,98 Keterangan : Superskrip yang k k d a pacia baris yang sama menunjukkan beda nyata P<0,05).
6
Schaefer et al. (1990) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa sapi
potong yang dikri rninum glukosa 5% sebeIum dipotong mernpunyai nilai pH 48 jam sebesar 5,8 1 . Shorthose dan Wythes ( 1988) menyebutkan bahwa domba
yang mengalami pengangkutan selama 4 jam akan mengalami pengurasan glikogen otot yang cukup untuk meningkatkan nilai pH akhir. Menurut Schaefer
el al. (1990) stres akibat tratlsprtasi clapat d i k m g
melahi pemberian Iarutan
glukosa, sehingga akan mendapatkan hasil dagng yang berkualitas baik. Larutan gula yang diberikan sebesar 6 g k g bb &lam penelitian ini
rnenghasilkan nilai pH akhir dagmg yang lebih rendah daripada domba yang tidak diberi tarutm gula. Menurut Tillman eb ul. (1983) larutan gula (sukrosa) yang
diberikan pada ternak ruminansia akan mengalami fmentasi di dalam rumen d m
menghasilkan asam l e d volatil (volatile fatty acids
=
VFA), terutarna asam
propionat yang diserap ke dalam darah. Asam propionat di &lam hati dioksidasi
menjadi glukosa, kemudian glukosa akan disimpan dalam kntuk gIikogen hati atau
glikogen otot (Tillman ef a/.1983; Arrora 1989; Lehninger 1994a). Oleh
karena itu, glikogen otot pada domba yang diberi Iarutan gula lebih tinggi,
sehingga gIikolisis post-mortem berjalan sernpuma dan rnenghasilkan nilai pH daging yang lebih rendah dibanding domba yang tidak diberi larutan gula. Selain
itu, menurut Aryogi (2000), daya simpan daging dari sapi yang dibcri gula aren
setelah penganghtan lebih lam, yang ditunjukkan dengan nilai Eber yang lebih rendah daripada daging dari sapi yang tidak diberi gula men. Hal ini berhubungan d e w jumlah rnikroba pada 24 jam post-mortem, dirnana dagng dari sapi yang
diberi gula aren mempunyai nilai pH akhir yang lebih rendah dan jumlah rnikroba lebih &kit
daripada dagng dari sapi yang tidak diberi @la aren.
Daya Mengikat Air Rataan persentase air bebas daging domba hasil penelitian &pat dilihat
pada Tabel 9. Hasil analisis stastistik persentax air bebas daging dornba menunjukkan bahwa tidak a& pengaruh perlakuan terhadap persentase air bebas.
Persentase air bebas yang rendah menunjukkan nilai daya mengikat air daging
oleh protein daging yang tinggi, begitu pula sebdiknya apbila persentase air bebas yang tinggi menunjukkan bahwa nilai daya mengikat airnya rendah (Babiker dan Bello 1986). Daya mengikat air oleh protein daging nyata
d i p e n m i oleh lama pelayuan dan macam otot (Soepamo 1994; Dewi 19981,
dan j u g dipen@
01th pH, pemasakan, s p i e s , umur, jenis keiamin,
clan lemak intramuskuIar (Soeparno 1994). Selain itu daya mergikat air menurun secara nyata pada penyirnpanan beku selama 0-2 bulan (Jarnhari 1999). Pada
penelitian ini digunakan otot yang sarna, umur yang reIatif sama dan jenis kelamin yang sama, sehingga daya mengikat airnya tidak berbeda nyata. StIain itu, semua
karkas dilayukan pa& suhu dan l a m pelayuan yang sama. Tabel 9. Rataan kadar air W a s daging domba (%)
(m)
Waktu Isticabat (Jam)
0
4
Gula (gkg bb) 0 6 34,OO 33,37 32,57 28,83
2
31,723 30,3 8
Insulin
2
Rataan
Rataan
4
30,37
6
33.17
Rataan 33,03
30,84
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Aryogi (2000), bahwa daya mengikat air daging tidak nyata dipengaruhi oleh kondisi stres yang dialami ternak saat diptong. Sapi yang dipotong fangsung setelah pengangkutan dan sapi yang diberi larutan gula aren setelah pengangkutan mempunyai nilai daya
rnengkat air yang berbeda tidak nyata.
Keem pukan Dsging Nilai shear force daging domba hasil penelitian &pat dilihat pa&
Tabel 10. h i 1 anaiisis statistik rnenunjukkan bahwa keempukan daging domba
hasil penelitian berkda tidak nyata. Dengan dernikian keempukan dagng domba
pada penelitian ini tidak dipenganthi oleh perlakuan pemberian larutan gula, insulin mupun lama istirahat.
Tabel 10. Rataan nilai shear force daging domba (kgicm2) Insulin
(w 0
Waktu Istirahat
(Jam)
Rataan 6
6,38
4
5,56 6,02
6,OO 5,95
6,56
2
2
Rntaan Rataan
GuIa (glkg bb) 0
4
6
6,03
6-44
6,34 6.55
Nihi shear ftlm daging rnenunjukkan nihi kecrnpukan secara obyektif. Niiai sheurfbrce yang tinggi menunjukkan bahwa daging tersebut alot dan bila
Ililainya rendah maka daging tersebut ernpuk. Keempukan daging dipenganh antara Iain oleh spesies, umur, jenis kelarnin, pelayuan, pembekuan, 1-
dan
suhu penyimpanan dan macam otot (Soeparno 1994). Wil penelitian ini be&& dengan Aryogi (20001, yang menyatakan bahwa sapi yang mengalami stres
pengangkutan tangsung dipotong akan mernpunyai daging yang lebih alot daripada sapi yang diistirahatkan lebih dulu sebelum lpotong d m lberi larutan
gula aren.
Sasut Masak
Nilai rataan smut masak daging domba hasil penelitian dapat dilihat pada
Takl 1 1. h i 1 analisis statistik menunjukkan bahwa nilai susut rnasak daging dipengaruhi oleh pmberian larutan gula (P<0,05). Domba yang diberi larutan guIa mempunyai susut masak yang lebih rendah (26,19%) daripada domba yang
tidak diberi larutan gula (29,76%). Sedangkan pemberian insulin dan lama istirahat tidak menunjukkan perkhan yang nyata. h i 1 penelitian ini berbeda
dengm hasil penelitian Aryogi (2000) yang rnenyatakan bahwa niIai smut masak daging sapi yang stres tidak berbeda nyata dengan sapi yang diberi larutan gula aren dan diistimhatkan.
Tabel 1 1. Rataan nilai susut rnasak daging domba (%)
(Iu)
Waktu btirrthsrt (Jam) 2
0
4
Insulin
6
03 096
2 4
33,56
6 2
28,75
2
29,92 3 1,87 26,62 30-25 29,76 a 29,83
4
26,M
6
27-43
4
6
Rataan Rataan
GuL (gkg bb) 0 6 33,ll 28,11 27,38 22,74 26,37 24,44 24,33 27,76 25,96 2 7,99 26,73
Rataan 27,03
28,38
28,52
27.63 26,19 b
Ketemgm : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyllta (P<0,05).
Menurut Soepamo ( 1994) besarnya susut masak bervariasi antara
dan 40%. Daging dengan susut
mas& yang Iebih rendah mempunyai
1 5%
kualitas
yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut rnasak yang lebih tinggi, karena kehihgan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Dengan demikian dagng domba yang diberi h t m gula mernpunyai kualitas yang lebih baik
karena smut masak lebih rendah yaitu 26,19%, danpada daging domba yang
tidak diberi larutan gula dengan susut masak 29,76%.
Warna daging domba hasil penelitian meliputi nilai kecerahan (L), nilai kernerahan (a) dan nilai kekuningan (b). Wama daging adalah hasil gabungan kberapa faktor, dirnana setiap warm tertentu memiliki tiga ciri yaitu hue (corak warn), chroma (intensitas warna) dan value (niIai suatu kecermelangan warna)
(Aberle et d. 2001). Warna daging dipen-
oIeh perbedaan spesies, bmgsa,
jenis kelamin, umur, jenis urat daging dan Iatihan (Lawrie 19951, palcan, stres, pH
dan oksigen (Soeparno 1994). Tabel 1 2. Rataan nilai L warna dagng domba insulin lTUl
Waktu lstirahat (Jam1
Gula (g/kg blo) 0 6
Rirtaan
Nilai rataan kecerahan ( L ) daging domba hasil penelitian &pat diIihat
pada Tabei 12. k i l analisis statistik menunjukLan bahwa nilai L tidak dipengaruhi perlakuan pemberian guIa, insulin maupun lama istirahat.
Pada babi yang mengdarni stres yang lebih berat daging yang dihasilkan mempunyai pH yang lebih tinggi dan wama daging yang lebih gelap dengan nilai L yang rendah, dibanding babi yang mengalami stres yang lebih ringan
(Martmcia et u2. 1995; Leheska er u2.2003). Wulf el al. (2002) yang menyatakan bahwa &@rig sapi ymg mernpunyai pH akhir tinggi mempunyai warm yang
lebih gelap dengan nilai L yang lebih rendah dibanding daging sapi normal yang mempunyai nilai L yang Iebih tinggi atau Iebih cerah.
Schaefer eb uf. (1 990) menyatakan bahwa pemberian elektrolit dan glukosa
tamp& memberikan pengaruh positif p d a koordinat hornatisitas warna yaitu
lebih kernerah-merahan, namun berpengamh kecil pa& kecerahn. Pada penelitian ini tidak terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan pada kscerahan
daging. Meskipun pengaruh pembtrian gula
6 g k g bb
rnenmmkan pH akhir
dagng, tetapi tidak sampai mernpenganh kecerahan warna daging. Nilai kemerahan (a) daging dornba h i l penelitian &pat diliht pa&
Tabel 13. h i 1 analisis statistik menunjukkan W w a tidak ada pengaruh
perlakuan pada nilai kemerahan (a) daging. Warm permukaan dagng disebabkan oleh status kimia molekul mioglobin (Aberle d al. 200 1 ; Soeparno 1994; Lawrie 1995). Bentuk kimia warna dagng segar yang di inginkan oleh konsurnen adalah merah terang (oksimioglobin).
Warm daging merah terang lebih disukai oleh konsumen, karena warm rnerah
terang r n e n u n j h n bahwa daghg masih dalam keadaan segar, baru dan beium mengalami kerusakan. Damwan (2002) rnenyatakan bahwa konsurnen iebih
suka memilih daging warm merah cerah yaitu warn merah agak terang sampai warm merah gelap.
Tabel 13. Rataan nilai a warn daging dornba insulin
Rataan
Waktu btirahat
Gula
2
11,91
4
12,49
bb)
Rataan
Nilai kekuningan (b) daging domba hasiI penelltian &pat dilihat pada
Tabel 14. k i I a d i s i s statistik menunjukkan bahwa nilai kekuningan (b) daging
tidak dipengaruh oleh pernberian gula, insulin rnaupun lama istitahat. Tabel t 4. Rataan nilai b warna dstging domba
Insulin
Wmrktu Istirahat
6
Rataan 2
Ratawn
Gula (glkg bb)
3,96 3.97 4,40 4,04 4,08
Rataan
4,OO
4.38
4 6 Nilai kekuningan cIaging disebabh lemak marbling (Soepamo 1994). Dornba
yang digunakan &lam penelitim ini rnasih berurnur 10-12 bulan sehingga belum
Berdas&h h d @i orgaankpkik d
Wodik m h h p WMW I
d q p g dapt &hat
m me*
cIji &or@
G ~ ~ 22 I d xm T&d
ujj
is. Uji
sk;oring m d a i w m u &gbgdari skor I = warmi memh ha, d m 2 =merah, &or3 =me&cmh,
&or4 = m ~ m ~ d . ~ 5 = p r rUji&M. n i k
penerimaan panelis terhadap wma daging domba dan penelitian ini tidak ada
perbedam yang nyata, arhnya panelis agak menyukai warna daging yang rnerah sampai merah cerah.
Tabel 15. Rataan nilai warm daging hasil uji skoring dan uji hedonik Gula bb)
Insulin (iu)
0
0,o
0 0 6 6 6
0,3
I
0,6 0,o 0,3 0-6
Nilai rataan warna Uji skoring Uji Hedonik 2,74 bc 324 2,98 abc 3,28 3,59 3,22 ab 3,56 a 3,43 3,28 ab 3,27 3,13 2,29 c
Wama
1
Merah Merah cerah Merah cerah Merah muda Merah cerah Merah
Keterangan : Su perskrip yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05).
Pembahasan Umum
Penanganan ternak sebelum pemotongan menrpakan faktor yang cukup penting &lam menghasilkan dapng dengan kualitas ymg baik, sehingga ternak yang dihasilkan dari proses penggemukan yang baik tidak sia-sia. Pemganan
ternak sebelum pemotongan rneliputi pengangkutan dari tempat penggemukan ke
RPH clan penanganan selama di kandang penampungan WH. Pengangkutan temak m e r u w n faktor penyebab stres yang potensial karena selama
pengmgkutan ternak mengalami kelelahan, ketakutan dan pemuasaan. lntensitas stres dipenganzhi oleh jarak dan lama perjalanan, tingkah laku temak, bentuk
pengangkutan, tingkat kepiatan ternak waktu pengangkutan, keadaan iklim, penanganan stlma perjalanan, keefektifan istirahat dan sifat kcrentanan terbadap stres (Lawrie 1 995). Stres pengangkutan ~engalubatksnp e n m a n bobot badan,
persentase krtrkas, luka memar, kekurmgan oksigen dan perturunan kadar
glikogen otot. Kadar glikogen otot akan mempengaruhi produksi asam laktat dan pH daging, yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan kualitas daging.
Di negara yang mempunyai industi daging yang sudah maju
penyimpangan kualitas dagmg rnerupakan masalah yang penting, karena
merugikan dari segi ekonorninya &ngan penurunan harga antara 25 dan 30% dari harga daging normal. Di lndonesia belum ada data tentang kejadian
penyimpangan kualitas daging. Kejadian penyimpangan kualitas dagmg dapat
lebi h tin= daripada di negara yang mtmpunyai industn daging yang sudah rnaju, karena kondisi iklim tropis dan cara pengangkutan ternak yang kurang memenuhi syarat untuk kesejahtemn ternak.
Proses pernuatan dan perjalanan penuh
stres,
yang diperlihatkan oleh
meningkatnya denyut jantung dan suhu rektal. Kadar gIukosa darah meningkat
setelah pengangkutan dapat disebabkan oleh glikogenolisis yang dirangsang oleh katekolamin. Bobot hidup domba mengalami penyusutan setelah pengangkutan
dan istirahat di kandang penarnpungan. Susut bobot hidup dapat disebabkan oleh susut isi saluran pencemaan dm kandung kemih. Knowles et al. (1995)
menyatakan bahwa pada 3 jam pertama pengangkutan terjadi peningkatan kadar glukosa darah, denyut jantung dan Fnyusutan bobot hidup.
Penanpan ternak setelah pengangkutan dildukan untuk memberi kesempatan pada ternak untuk memulihkan cadangan glikogen otot. Penangamn
ternak setelah pengan-n
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memberi
gula dm insulin serta mengistirahatkan temak sebelurn dipotong. DaIam
penelitian ini ternyata pemberian gda sebanyak 0,6% dari bobot badan dapat meningkatkan kadar glikogen daging dan kadar asam lstktat daging, rnenunznkan
nilai pH akhir dan susut rnasak. Pemberian insulin sebanyak 0,3 dan 0,6 IU menurunkan kadar gIukosa darah, meningkatkan kadar glikogen dan asarn Iaktat
dagmg. Sedang periode lama istimhat men&
kadar glukosa darah.
Kadar glikogen daging meningkat karena pemberian gula 0,6% clan
insulin. Peningkatan kadar glikogen daging diduga disebabkan karena adanya
proses glukoneogenesis dari hasil pencemaan yaitu asam propionat, asarn laktat maupun asam amino glukogenik d m gliserol. Kadar glikogen a h mempengaruhi
kadar asam laktat daging yang dibilkan selama proses konversi otot menjadi daging. Pearson dan Young (1989) menyatakan bahwa peran utama glikogen daIam otot post-mortem adalah m e l e p k a n glukosa, yang dapat dipakai untuk
mengisi senyawa fosfat energi tinggi (ATP). Glikogen dirombak secara besar-
besaran dan sagat bertanggung jawab dalam pembentukan asam laktat dagng, yang menimbulkan penurunan pH ymg tejadi daIarn otot post-mortem. Oleh
karena itu glikogen pada akhirnya bertanggung jawab terhadap perubahan-
perubahan dalam sifat-sifat daging yang menyerfai penurunan pH dengan berhnjutnya glikolisis. Pztda penelitim ini kadar glikogen otot ymg tinggi akan
menghmilkan asam laktat yang tinggi pula, yang terbukti bahwa terdapat korelasi yang nyata antara glikogen dan asam laktat dengan koefisien korelasi sebesar 0,69
(Gambar 23).
Gambar 23. Hubungan antara kadar glikogen dan asarn laktat daging domba Pada gambar 23, nampak bahwa kadar mam laktat dagng mempunyai
korelasi yang erat dengan k i h r glikogen dagng, dengan nilai koefisien korelasi (r)
=
0,69. Persamaan Y = 65,09X - 4,69 menunjukkan bahwa dengan
meningkatnya kadar glikogen daging sebesar 1 %, maka kadm asam laktat
meningkat sebesar 65,09 pnoVg. Waniss et uZ. (I 984) rnenyatakan bahwa pada otot longissirnus dorsi
dari sapi yang mempunyai kadar glikogen otot yang lebih
tinggi, maka kadar asam laktat juga tinggi. Selain itu, kadar glikogen daging juga mempengwuhi nilai pH akhir ciaging yang dihasilkan. Pada peneIitian ini antara k d a r g1ikogen dm pH daging terdapat korelasi yang nyata dengan koefisien korelasi sebesar 4 5 7 dengm pemmaan Y=-0,8 1X+6,67 (Garnbar 24). Koefisien
korelasi yang negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar gl ikogen maka semalun rendah pH dagingnya, dan dengan rneningkatnya kadar glikogen daging sebesar 1% maka pH t u r n sebesar 0,s1 p i n . Sanz et al. (1 996) menyatakan bahwa daging sapi dengan kadar glikogen yang tinggi maka nilai pH akhir
dibawah 6,0, sedang dagmg yang mempunyai kadar glikogen rendah maka nilai pH akhir di atas 6,O.
Gambar 24. Hubungan antara kadar glikogen dan pH daging domba. Asam laktat daging sangat rnempengamhi nilai pH @ng,
dimana daging
dengan asam Iakbt yang tinggi mempunyai pH yang rendah. Pada Gmbar 25, nampak bahwa nilai pH berbanding terbalik dengan kadar asam iaktat daging
domba, dengan koefisien komlasi (r) --4,83 clan persamaan garis Y 4 , O 1X+6,63 Koefisien korelasi yang negatif menunjukkan bahwa jika bdar asam laktat
daging tinggi maka nilai pH akhir daging rendah, dimana apabila kadar asam laktat meningkat sebesar 1 prnollg maka pH turun sebesar 0,01 p i n . ChrystalI ef a[. (1 98 1 ) menyatakan bahwa dombadomba yang diistirahatkan merniliki nilai
pH akhir yang rendah dan kandungan asam laktat yang tinggi yang mencerminkan
cadangan awaI glikogen yang tin&. Warriss el al. ( 1 984) menyatakan bahw pH daging dipengaruhi oleh kadar glikogen dan kadar asam laktat daging, dirnana j ika
kadar glikogen tinggi maka kadar asam laktat juga tinggi sehingga pH akhir dagng rendah.
Gambar 25. Hubungan antara kadar asam laktat daging dan pH dag ng domba
Penurunan nilai pH daging dtentukan oleh kadar gllkogen dan kadar asam laktat daging. Setelah hewan dipotong maka selama konversi otot rnenjadi daging
akan berlangsung proses glikolisis dalm keadam anaerob. Pada proses glikolisis anaerob, akan terjadi perombakan glikogen menjadi asam laktat untuk
menghasilkan energi yang dibutuhkan dengan cepat. Proses ini akan berlangsung
tern sampai cadangan glikogen otot habis atau sampai pH cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim glikolitik. Apabila cadangan glikogen
banyak maka asarn laktat yang dihasilkan dari proses glikolisis anaerob juga banyak, sehingga cukup untuk menurunkan pH sampai mencapai titik isoelektrik
pada pH 5,4 - 5,6. Nilai pH akhir daging juga krhubungm dengan smut masak daging, dirnana pula pH daging yang rendah mernpunyai susut masak yang rendah.
Meski pun korelasinya tidak begitu besar dengan koefisien korelasi sebesar r 0,35. Pada Gambar 26, nampak
=
bahwa nilai susut mas& d m pH menunjukkan
adanya hubungan Iinier, dengan persamaan garis Y
=
5,87 X - 7,00 dan nilai
kmfisien korelasi 0,35. Peningkatan nilai pH daging 1 poin akan meningkatkan susut masak sebesar 5,87%. Wahyuni ( 1 998) rnenyatakan bahwa dagng dari
sapi yang tidak diistimhatkan setelah transportasi cenderung rnempunyai nilai pH Iebih tinggi dan susut m a d yang lebih tinm juga.
i
5.6
i
I
5.8
6.0
6.2
PH
I
-- 6m4 Gambar 26. Hubungan antara pH dan susut rnasak daging domba .,
.-....
.. . . .
..
Lama periode istirahat mempengamhi penurunan bobot badan, persentase karkas yang dihasilkan dan kadar glukosa darah sebelum pernotongan. Dari hasil
peneIitian ini berarti bahwa lama periode istirahat dapat dipersingkat waktunya
karena adanya perlakuan yang diberikan dalam penanganan ternak setelah pengangkutan. Apabila penangamn term& setelah pengangkutan baik, maka
kondisi ternak akan segera pulih dan menghasilkan kualitas daging yang baik. Namun, apabiia penanganan selama istimhat sebelum pernotongan kurang bai k, maka dengan memperpanjang periode istinhat akan semakin rnenrgikan karena
ternak semakin stres. Puolanne clan Aalto (198 1) menyatakan bahwa pada sapi jantrtn periode istirahat lebih dari 8 jam sekIurn dipotong akan rneningkatkan
frekuensi DFD. Augustini ( 198 1) menyatakan bahwa perpanjangan periode istirahat akan menurunkan persentase daging normal. Periode istirahat setelah 5
sampai S jam hanya 60% dagng yang mempunyai pH < 5,9 dan 3 7% daging yang mempunyai pH < 5,6. Wythes (1981) menyatakan bahwa sapi yang telah
mengalami pengangkutan dapat menorrnalkan kernbali kondisi tubuhnya dengan
istirahat selama 24 - 48 jam diserbi pemberian rnakan dan minum yang cukup. Perpanjangan waktu istirahat dapat berakibat sejelek istirahat singkat, karena
selama istirahat t e d klum tentu dapat tenang dan m u makan dengan baik. Fabianson et al. (1 984) mengernukakan bahwa larnanya istirahat tergantung dari
keadaan lingkungan dan kondisi ternak saat diistirahah. Dari hasil penelitian ini &pat diperoleh gambaran penanganan ternak setelah pengangkutan, bahwa pemberian gula 0,6% dari bobot badan dapat
menurunkan pH akhir daging. Pemberian insulin sebanyak 0,3 ZU dapat
memperbaiki kadar glikogen daging. Lama periode istirahat 2 jam setelah domba mengalami pengangkutan selama 4 jam &pat diterapkan. Istirahat selamrt 2 jam
dengan pemberian gula 0,6% baik dengan insulin maupun tidak, pH dagingnya
paling rendah yaitu 5,72 (Tabel 8.). Meskipun interaksinya tidak nyata, tetapi pH
daging pada kombinasi perlakuan pemberian gula 0,6%dan 2 jam istirahat paling
rendah di antara kornbinasi perlakuan. Pada lama istirahat 4 dm 6 jam cenderung lebih tinm, berarti penarnbahan waktu istirahat ti& menguntungkan.
memberikan efek yang