1 JUDUL
: PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENUNJANG URUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut asas desentralisasi
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan,
dengan
memberikan
kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Karena itu didalam pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas dasar besar dan kecil, dengan bentuk dan susuman pemerintahannya ditetapkan dengan Undang Undang. Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan semakin dirasakan perlunya peningkatan pembinaan di bidang pemerintahan umum tetutama upaya menciptakan kondisi ketentraman dan ketertiban yang mantap di daerah-daerah, suatu kondisi di mana pemerintah dan masyarakat dapat melakukan kegiatan secara aman, tertib, tentram, dan teratur. Karena itu tugas kepala daerah sebagai penyelenggara pemerintahan umum kepala praktis bertambah berat. Dalam kaitan itu keberadaan Polisi Pamong Praja dalam jajaran perangkat pemerintahan daerah mempunyai arti yang strategis membantu kepala daerah di bidang penyelenggaraan pemerintahan umum.
2 Pasal 120 ayat 1 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah menyebutkan bahwa : Dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta untuk menegakkan peraturan daerah dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat daerah
Dalam kaitan ini keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat wilayah mempunyai arti yang strategis dalam membentuk
kepala wilayah
dibidang penyelenggaraan pemerintahan umum, serta penegakan atas pelaksanaan Peraturan Daerah dan keputusan Kepala Daerah. Dengan demikian ketentraman dan ketertiban, dimana tindakan ini dinamakan tindakan prefentif yustisial.1 Maksudnya penegakan atas pelaksanaan peaturan daerah dan keputusan Kepala Daerah ini dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dengan cara inventarisasi penegak atas pelaksanaan peraturan daerah dan keputusan Kepala Daerah ini dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dengan cara inventarisasi tata obyek penegakan peraturan daerah. Karena hal ini akan sangat berguna dalam menentukan kebijaksanaan yang akan diambil dalam pelaksanaan operasi penegakan hukum di pemerintah daerah. Dengan bantuan unsur dari Satuan Polisi Parnong Praja dalam hal pendataan ini sangat diperlukan dan oleh karena itu pada saat ini telah dipersiapkan register-
1
Ditjen Hukum Perundang-Undangan Departemen Kehakiman, Tugas dan kewenangan PPNS Pemerintah Daerah Dengan Reformasi di Bidang Hukum,1999, hlm 2
3 register yang diperlukan bagi Polisi Pamong Praja di Kecamatan untuk membantu melakukan pendataan obyek Peraturan Daerah. Pada dasarnya Satuan Polisi Pamong Praja itu sendiri adalah pegawaipegawai yang berada di kantor-kantor Polisi Pamong Praja yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah dengan kedudukan sebagai Pegawai Negeri yang diperbantukan. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Polisi Pamong Praja dilakukan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hubungannya dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Polisi Pamong Praja hanya melakukan pelaksanaan pengawasan umum terhadap berlakunya Peraturan Daerah. Pada prinsipnva PPNS dalam rangka penyidikan tindak pidana terhadap berlakunya
peraturan
perundang-undangan
dan
atau
pengamatan
untuk
menentukan tindak pidana dalam lingkup peraturan daerah yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Dengan mempertimbangkan atas efisiensi serta tingkat penguasaan/ pengetahuan wilayah/daerah serta mempertimbangkan lnstruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 1990 tentang pembinaan Satuan Polisi Pamong Praja yang antara lain bertugas membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan umum terutama dibidang pembinaan dan ketertiban di wilayah dan mengawasi ketaatan anggota masyarakat terhadap pelaksanaan peraturan daerah yang bersifat non yustisi, maka kewenangan pengawasan umum terhadap
4 ditaatinya peraturan daerah juga dilakukan oleh anggota Satuan Polisi Pamong Praja. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor : 6 Tahun 1998 tentang Polisi Pamong Praja, pembina PPNS harus lebih cermat mengetahui mana yang merupakan tugas dan wewenang Polisi Pamong Praja dan mana yang merupakan tugas dan wewenang PPNS, karena di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa tugas Polisi Pamong Praja selain memelihara ketentraman dan ketertiban di wilayahnya juga mempunyai tugas melakukan penegakan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah dalam rangka pemeliharaan ketentraman dan ketertiban Oleh karena itu agar dalam penegakan peraturan daerah tidak terjadi duplikasi lapangan, perlu dicermati bahwa tugas dan, wewenang Polisi Pamong Praja hanya sebatas melakukan upaya bimbingan agar anggota masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat serta melakukan penertiban terhadap anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan peraturan
daerah
dan
Keputusan
Kepala
Daerah
yang
mengakibatkan
terganggunya ketentraman, dan, ketertiban masyarakat (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998). Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa:
5 "Dengan peraturan daerah dapat juga ditunjuk pegawai-pegawai daerah yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan peraturan daerah".
Adapun yang dimaksud pejabat lain didalam Pasal 74 ayat 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah pejabat PNS yang diangkat dan diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran peraturan daerah. Pejabat PNS yang diangkat dan diberi wewenang khusus ini tidak lain dan tidak bukan adalah penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang diangkat atas usul Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I dan lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II kepada Menteri Kehakiman melalui Menteri Dalam Negeri, dalam hal ini Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri (Pasal 10 Permendagri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah). Dengan pengertian ini kewenangan PPNS Pemerintah Daerah hanya dapat melakukan penyidikan atas pelanggaran pidana yang diatur dalam peraturan daerah di wilayah hukum PPNS yang bersangkutan bertugas/bekerja. Penegasan batasan kewenangan PPNS tersebut adalah agar PPNS dalam melakukan penyidikan benar-benar menguasai materi yang diatur dalam peraturan daerah tersebut.
6 Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Dalam Negeri-RI No..4 Tahun 1997 tentang Penyidikan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa : " Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerinlah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang atau melakukan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan Daerah. "
Yang dimaksud dengan PPNS itu sendiri adalah misalnya, pejabat bea cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Adapun tujuan keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembanguuan di daerah, disamping itu untuk menjaga ketertiban dan ketentraman di wilayah dalam rangka proses penegakan atas pelaksanaap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah. Oleh karena itu, dengan adanya suatu tanggung jawab yang berat, yaitu upaya untuk mencapai kondisi tentram dan tertib ini tidak semata-mata merupakan menjadi tugas dan tanggung jawab Satuan Polisi Pamong Praja, tetapi justru diharapkan peran serta seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menumbuhkan dan memelihara ketentraman dan ketertiban.
7 Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, maka dalam melaksanakan tugasnya Satuan Polisi Pamong Praja melakukan berbagai cara; seperti memberikan penyuluhan, kegiatan patroli dan penertiban terhadap pelanggaran peraturan daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang didahului dengan langkahlangkah peringatan baik lisan maupun tertulis. Dengan ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998 tentang Polisi Pamong Praja ini, maka dapat diharapkan penataan dan pembinaan terhadap Satuan Polisi Pamong Praja dapat dilakukan secara terarah dan terkoordinasi dengan baik. Bertitik tolak pada latar belakng masalah diatas maka dalam penulisan skripsi ini dengan judul Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menunjang Urusan Administrasi Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta B. Permasalahan Dari uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat oleh Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Bengkulu?
8 2. Bagaimanakah penegakan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam menunjang urusan administrasi Pemerintah Daerah Khusus Bengkulu? 3. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat tugas Polisi Pamong Praja dalam urusan administrasi Pemerintah Daerah di Kota Bengkulu?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Pemerintah Kota Bengkulu b. Untuk mengetahui bagaimana penegakan peraturan daerah dan keputusan Kepala Daerah oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam menunjang urusan administrasi Pemerintah Kota Bengkulu c. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam urusan administrasi Pemerintah Kota Bengkulu. 2. Manfaat Penelitian a. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan fungsi dan wewenang polisi pamong praja.
9 b. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi tambahan bahan referensi bagi pihak yang membutuhkan, khususnya yang berkaitan dengan fungsi dan wewenang polisi pamong praja. D. Landasan Teori 1.
Pengertian Polisi Pamong Praja Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan semakin dirasakan perlunya peningkatan pembinaan di bidang pemerintahan umum terutama upaya menciptakan kondisi ketentraman dan ketertiban yang mantap di daerah-daerah, suatu kondisi di mana pemerintah dan masyarakat dapat melakukan kegiatan secara aman, tertib, tentram, dan teratur. Karena itu tugas kepala daerah sebagai penyelenggara pemerintahan praktis bertambah berat. Dalam kaitan itu keberadaan Polisi Pamong Praja dalam jajaran perangkat pemerintah daerah mempunyai arti yang sangat strategis membantu Kepada Daerah di bidang penyelenggaraan pemerintahan umum. Pada dasarnya Satuan Polisi Pamong Praja itu sendiri adalah pegawaipegawai yang berada di kantor-kantor Polisi Pamong Praja yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah dengan kedudukan sebagai pegawai negeri yang
10 diperbantukan. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Polisi Pamong Praja dilakukan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut merupakan suatu penafsiran dari Pasal 120 (1) UU No.22 Tahun 1999, yang menyebutkan: Dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta untuk menegakkan peraturan daerah dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat Pemerintah Daerah.
Adapun pengertian Polisi Pamong Praja secara spesifik setelah berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemeintah Daerah belum dapat dikemukakan. Karena di dalam UU No. 22 Tahun 1999 dalam hal kaitannya dengan Polisi Pamong Praja dalam menunjang urusan administrasi pemerintah daerah adalah merupakan konsekuensi dilaksanakannya asas dekonsentrasi yaitu asas pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat atau kepala daerah atau kepada instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah. Sedangkan pengertian dari Satuan Polisi masih cenderung mengacu pada UU No. 5 Tahun 1974. Namun demikian dengan adanya Pasal 120 (1) UU No. 22 Tahun 1999, dapat ditarik suatu penafsiran tentang, Pengertian daripada Polisi Pamong Praja yaitu, suatu peraturan Pemerintah Daerah, bertugas membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan dalam hal penegakan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah guna menjaga ketentraman dan
11 ketertiban umum, Perangkat Pemerintah Daerah di sini adalah pegawaipegawai
yang berada di kantor-kantor Polisi Pamong Praja yang
berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan.
2. Kedudukan dan Peranan Satuan Polisi Pamong Praja di dalam Menunjang Urusan Administrasi Pemerintah Daerah Polisi Pamong Praja secara yuridis
formal diatur di dalam Undang
Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah Pasal 86 ayat 1 yang menyebutkan: Untuk membantu kepala wilayah dalam menyelenggarakan pemerintahan umum diadakan Satuan Polisi Pamong Praja.
Sedangkan didalam Pasal 120 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 tentang Daerah menyebutkan bahwa: Dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakan Peraturan Daerah dibentuk Sahian Polisi Pamong Praja sebagai perangkat Pernerintah Daerah. Oleh karena itu dengan mengacu Pasal 120 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dikatakan dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat
12 Pemerintah Daerah. Dengan melihat Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang menyebutkan: Dengan Peraturan Daerah dapat ditunjuk pegawai-pegawai daerah yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah.
Berdasarkan Pasal 74 ayat 2 UU No: 22 Tahun 1999 yang dimaksud pegawai-pcgawai daerah di sini adalah pegawai yang bekerja di lignkungan Pemerintah Daerah atau dengan kata lain Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran peraturan daerah. Pegawai-pegawai daerah yang diangkat dan diberi wewenang khusus tersebut tidak lain adalah PPNS yang diangkat atas usul Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk lingkungan Pernerintah Propinsi Daerah Tingkat I dan Lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Dati II kepada Menteri Kehakiman melalui Menteri Dalam Negeri dalam hal ini Direktorat Jenderal Departemen Dalam Negeri dalam Pasal 10 Pemendagri Nomor. 4 Tahun 1997 tentang PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah. Dengan pengertian ini kewenangan Polisi Pamong Praja di Pemerintah Daerah, hanya sebatas melakukan upaya bimbingan agar masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat serta melakukan penertiban terhadap anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan, Peraturan Daerah dan Keputusan
13 Kepala Daerah yang mengakibatkan terganggunya ketentraman dan ketertiban masyarakat (Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nornor 6 Tahun 1998). Di dalam Pasa1 2 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1998 tentang Polisi Pamong Praja dikatakan bahwa: Polisi Pamong Praja berkedudukan sebagai pembantu Kepala Wilayah dalam melaksanakan higas di bidang ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Sedangkan di dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Penataan Satuan Polisi Pamong Praja dikatakan bahwa: Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai kedudukan sebagai perangkat dekonsentrasi dan merupakan unsur pelaksana wilayah.
Dengan demikian berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1998 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 1990 kedudukan Satuan Polisi Pamong Praja itu sendiri adalah sebagai pembantu kepala wilayah dan perangkat dekonsentrasi dalam melaksanakan tugas di bidang, ketentraman dan ketertiban masyarakat di mana di dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada kepala wilayah melalui pimpinan unit organisasinya.
3. Tugas dan Wewenang Satuan Polisi Pamong Praja Adapun tugas yang dibebankan Satuan Polisi Pamong Praja tercantum didalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998, yaitu Polisi
14 Pamong Praja mempunyai tugas memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat di wilayahnya serta melakukan penegakan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah dalam rangka pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Menurut Instruksi menteri Dalam negeri No. 33 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Penataan Satuan Polisi Pamong Praja. Tugas dari Satuan Polisi Pamong Praja adalah : a.
Membantu kepala wilayah dalam meyelenggarakan pemerintahan umum terutama dibidang pembinaan ketentraman dan ketertiban di wilayah.
b.
Mengawasi ketaatan anggota masyarakat terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan keputusan kepala wilayah/daerah serta perundangan lainnya yang menjadi tugas kepala wilayah.
c.
Melakukan koordinasi dengan aparat-aparat ABRI dan POLISI serta aparat ketertiban lainnya di wilayah masing-masing apabila dipandang perlu.
d.
Melakukan tugas-tugas lain yang ditugaskan oleh kepala wilayah sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Sedangkan didalam keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 330/KPTS/1992 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata
15 Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Daerah Khsusus Ibukota Jakarta, tugas Polisi Pamong Praja adalah sebagai berikut : a. Membantu Gubernur dalam menyelenggarakan Pemerintahan Umum terutama di bidang pembinaan ketentraman di wilayah. b. Mengawasi ketaatan anggota masyarakat terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan keputusan Gubernur serta peraturan perundangan lainnya yang menjadi tugas Gubernur. c. Melakukan koordinasi dengan aparat-aparat ABRI/POLISI dan aparat ketertiban lainnya di wilayah masing-masing apabila dipandang perlu.
Adapun kegiatan-kegialan yang barus dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam tugas pengawasan umum ditaatinya peraturan daerah antara lain adalah: a.
Membuat daftar nominatif anggota Satuan Polisi Pamong Praja di tingkat kewilayahannya masing-masing.
b.
Menghimpun dan menyusun daftar peraturan daerah tingkat I, dan atau tingkat II yang mengandung sangsi pidana dan modal dasar hukum kewenangan PPNS dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan umum terhadap ditaatinya Peraturan Daerah
16 c.
Menyampaikan butir a dan b diatas kepada Biro/Bagian Hukum dan Biro Tata
Pemerintahan/Bagian
Pemerintahan/Ketertiban/Ketataprajaan
Setwilda yang bersangkutan. d.
Menghimpun, menginventarisasi, dan mengolah data semua obyek peraturan
daerah
bersangkutan
yang
sudah
memenuhi
kewajiban/ketentuan peraturan daerah maupun yang belum memenuhi kewajiban/ketentuan peraturan daerah untuk selanjutnya disampaikan kepada dinas/instansi yang bersangkutan dengan tembusan:
Biro/Bagian Hukum Setwilda yang bersangkutan
Biro
Tata
Pemerintahan/Ketertiban/Ketataprajaan
Pemerintahan/Bagian Setwilda
yang
bersangkutan. Satu kali dalam setahun selambat-lambatnya bulan Oktober tahun yang bersangkutan. Inventarisasi data yang dimaksud adalah diperlukam dalam rangka persiapan kegiatan perencanaan umum operasi oleh PPNS dari dinasi/insiansi yang bersangkutan. e.
Menyusun rencana kegiatan operasional dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan umum ditaatinya Peraturan Daerah.
f.
Menyampaikan Laporan Kejadian Pelanggaran Peraturan Daerah (LKPPD) dengan memperggunakan bentuk/model formulir yang telah
17 ditentukan dalam hal terjadi pelanggaran terhadap berlakunya suatu Peraturan Daerah kepada PPNS dari dinas/instansi yang bersangkuttan selambat-lambatnya 7(tujuh) hari setelah ditandataganinya LKPPD dimaksud dengan tembusan kepada :
Biro hukum/bagian hukum yang bersangkutan.
Biro
Tata
Pemerintahan/Bagian
Pemerintahan/Ketertiban,
Ketataprajaan Set.wilda yang bersangikutan.
Kepala Kepolisian Wilayah Jakarta/Kapolres up. Kabag/Kasat Serse yang bersaingkutan.
g.
Membuat Buku/Daftar Register LKPPD Adapun didalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 1999 pada butir E terdapat pembagian tugas sebagai berikut: 1. Tugas Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Daerah Tingkat I adalah : a) Kepala Sahran Polisi Pamong Praja memimpin Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Tingkat I b) Membina Satuan Polisi Pamong Praja. c) Melakukan koordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja yang berada di Kabupaten/Kotamadya/Wilayah Kota, Kota Administratif, dan Kecamatan serta dengan instansi lain yang erat
18 hubungannya dengan pelaksanaan tugasnya terutama dalam membina ketentraman dan ketertiban di Tingkat Propinsi Dati I. d) Menyusun rencana pelaksanaan di bidang ketentraman dan ketertiban wilayah sesuai dengan petunjuk Gubernur Kepala Dati I. e) Melaksanakan nindakan penertiban di lapaggan bersama-sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kotamadya Dati II, kota Administratif dan Kecamatan sesuai dengan sistem lapis kumampuan dengan tetap memperhatikan hirarki pemerintahan. f)
Melaksanakan patroli wilayah dalam rangka mencegah ganguanganguuan ketentraman dan ketertiban.
g) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pengamanan kantor dan rumah jabatan Gubernur serta pejabat lainnya yang dianggap perlu. h) Melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur menurut hirarki yang berlaku. 2. Tugas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kotamadya Dati.II Walikotamadya/Wilayah Kota Administratif adalah: a. Kepala Satuan Polisi pamong Praja Kabupaten/Kotamadya Dati II, Kotamadya Wilayah Kota, Kota Administratif memimpin Satuan
19 Polisi
Pamong
Praja
Kabupaten/Kotamadya
Dati
II,
Kotamadya/Wilayah Kota, Kota Administratif. b. Membina Satuan Polisi Pamong Praja Dati II. c. Melakukan koordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja yang berada di Kabupateri/Kotamadya/Wilayah Kota, Kota Administratif, dan Kecamatan serta dengan instansi lain yang erat hubungannya dengan pelaksanaan tugasnya terutama dalam membina ketentraman dan ketertiban di Tingkat Propinsi Dati I. d. Menyusun rencana pelaksanaan di bidang ketentraman dan ketertiban wilayah sesuai dengan petunjuk Gubernur Kepala Dati I. e. Melaksanakan tindakan penertiban di lapangan bersama-sama dengan Satan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kotamadya Dati II, Kota. Administratif dan Kecamatan sesuai dengan sistem lapis kemampuan dengan memperhatikan hirarki pemerintahan. f. Melaksanakan patroli wilayah dalam rangka mencegah gangguangangguan ketentraman dan ketertiban. g. Melaksanakan dan mengkoordinasikan pengamanan kantor dan rumah jabatan Gubenur serta pejabat lainnya yang dianggap perlu.
20 h. Melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur menurut herarki yang berlaku. 3. Tugas Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan a.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan memimpin Satuan Polisi Pamong Praja di Kecamatan.
b.
Membina Satuan Polisi Pamong Praja di wilayahnya
c.
Melakukan koordinasi dengan instansi lain di tingkat kecamatan yang erat hubungannya dengan pelaksanaan tugasnya terutama dalam membina ketentraman, dan keamanan di wilayah tugasnya.
d.
Menyusun rencana pelaksanaan tugas di bidang ketentraman dan ketertiban wilayah sesuai dengarr petunjuk camat.
e.
Melaksanakan
tindakan-tindakan kerertiban di lapangan baik
preventif dan represif non yustisial. f.
Melaksanakan patroli wilayah dalam rangka mencegah timbulnya gangguan ketentraman dan ketertiban.
g.
Melaksanakan dan mengkoordinasikan pengamanan kantor/rumah jabatan camat.
h.
Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada camat menurut hirarki yang berlaku.
i.
Melakukan tugas lain yang diberikan oleh camat.
21 Sedangkan wewenang Satuan Polisi Pamong Praja tercantum didalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, Polisi Pamong Praja mempunyai wewenang sebagai berikut : a. Melakukan upaya bimbingan agar anggota masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat. b. Melakukan penertiban terhadap anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dati Keputusan Kepala Daerah yang mengakibatkan terrganggunya ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 1990, tentang Pembinaan dan Penataan Satuan Polisi Pamong Praja menyebutkan bahwa wewenang Satuan Polisi Pamong Praja adalah sebagai berikut : a. Melaksanakan tindakan penertiban terhadap perbuatan-perbuatan warga masyarakat yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah. b. Melakukan tindakan represif non yustisial terhadap anggota masyarakat yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku. Didalam Pasal 9 Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor : 330/KPTS/1992 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satu Polisi Pamong Praja Daerah Khusus Ibukota Jakarta menyebutkan bahwa :
22 Untuk melaksanakan tugas dan fungsi, Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai wewenang, sebagai berikut : a. Melaksanakan tindakan penertiban terhadap perbuatan-perbuatan warga masayrakat yang tidak melaksankan ketentuan dalam Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur serta Peraturan Perundasngan lainnya. b. Melakukan tindakan represif non yustisial terhadap anggota masyarakat yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku.
Dengan demikian dari uraian-uraian mengenai tugas, fungsi, dan kewenangan Satuan polisi Pamong Praja dapat disimpulkan bahwa tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja adalah : melakukan penyuluhan dan penertiban penegakan, peraturan perundang-undangan, terutama peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. Sedangkan wewenang Satuan Polisi Pamong Praja adalah hanya sebatas melakukan upaya bimbingan agar anggota masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban serta melakukan penertiban terhadap anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran dan ketentuan Peraturan Daerah dan keputusan Kepala Daerah.
4. Hak dan Kewajiban Satuan Polisi Pamong Praja
23 Adapun hak yang diberikan kepada Satuan Polisi Pamong Praja tercantum didalam Pasa1 5 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa : Anggota Polisi Pamong Praja mempunyai hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil
Sedangkan kewajiban Satuan Polisi Pamong Praja tercantum didalam Pasal 66 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 yang menyebutkan bahwa : Dalam menyelenggarakan tugasnya, Polisi Pamnong Praja mempunyai kewajiban : a. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, dan norma-norma sosial lainnya serta hak asasi manusia. b. Melaksanakan koordinasi dengan Kepolisian RI dan dalam hal-hal tertentu dengan aparat pemerintah lainnya.
Pasa1 10 Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 330/KPTS/1992 menyebutkan bahwa : Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa : Dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai kewajiban : a. Bertanggungjawab kepada Gubernur b. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, dan norma-norma sosial lainnya serta hak asasi manusia c. Menyerahkan penangananya kepada penyidik yang berwenang apabila didapati suatu peristiwa yang diduga merupakan perbuatan tindak pidana. Sedangkan dalam Pasal 11 Keputusan Gubernur DKI Jakarta 330/KPTS/1992 menyebutkan bahwa :
Nomor.
24 Dalam menyelenggarakan tugasnya Satuan Polisi Pamnong Praja mempunyai hak : a. Kepegawaian sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. b. Mendapatkan uang saku, perlengkapan kerja dan sarana lainnya c. Hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
5. Syarat-syarat Untuk Dapat Diangkat Mejadi Polisi Pamong Praja Didalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998, syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Polisi Pamong Praja adalah sebagai berikut : a. b. c. d. e. f.
Pegawai Negeri Sipil Berijazah sekurang-kurangnya SLTA/SMU Tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm untuk laki-laki dan 155 cm untuk wanita. Umur sekurang-kurangnya 21 tahun Sehat jasmani dan rohani Lulus pendidikan dan pelatihan dasar Polisi Pamong Praja.
Pasal 17 Keputusan Gurbernur DKI Jakarta Nomor 3301/KPTS/1992, syaratsyarat untuk dapat menjadi Polisi Pamong Praja adalah : a. b. c. d. e. f.
Sekurang-kurangnya berijazah SLTA/sederajat atau Golongan II a. Sehat jasmani dan rohani menurut keterangan dokter. Tinggi badan minimal 160 cm bagi pria dan 155 cm untuk wanita Berkelakuan baik Umur minimal 20 tahun Lulus tes masuk Satuan Polisi Pamong Praja
6. Peranan Polisi Pamong Praja Dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
25 Dalam kaitannya dengan peranan Polisi Pamong Praja menunjang urusan Adminitrasi di Pemerintah DKI Jakarta merupakan suatu perangkat daerah yang mempunyai
arti
sirategis
dalam
membantu
Kepala
Daerah
di
bidang
penyelenggaraan pemerintahan umum serta penegakkan atas pelaksanaan Peraturan Daerah dan keputusan Kepala Daerah. Dengan demikian dapat dikatakan peranan Polisi Pamong Praja adalah melakukan suatu tindakan prefentif yustisial. Maksudnya, penegakan atas pelaksanaan pertaturan daerah dan keputusan kepala daerah dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dengan inventarisasi tata obyek penegakan peraturan daerah. Oleh karena itu peranan Satuan Polisi Pamong Praja tidak lain adalah membantu
meningkatkan
kelancaran,
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan di daerah, disamping itu untuk menjaga ketertiban dan ketentraman di wilayah dalam rangka proses penegakan atas pelasanaan, Peraturan Daerah. Dengan adanya satuan tanggung jawab yagg berat, yaitu upaya untuk mencapai kondisi tentram dan tertib ini tidak semata-mata merupakan menjadi tugas dan tanggung jawab Polisi Pamong Praja saja, tetapi justru diharapkan peran serta seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menumbuhkan dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila akhir-akhir ini hampir semua wilayah daerah mengajukan permintaan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dapat diberikan tambahan jatah Personil Polisi Pamong Praja serta
26 meminta petunjuk untuk dapat lebih meningkatkan pembinaannya secara berdaya guna dan berhasil guna. Kaitannya dengan Polisi Pamong Praja dalam menunjang urusan
administrasi
Pemerintah
Daerah
adalah
merupakan
konsekuensi
dilaksanakan asas dekonsentrasi yaitu asas pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat atan Kepala Daerah vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah. Berdasarkan Pasal 120 UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dikatakan bahwa dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta untuk menegakkan peraturan daerah dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat daerah. Dengan demikian jelas diketahui status/kedudukan Polisi Pamong Praja dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tersebut beralih dari aparat pusat (dekonsentrasi) menjadi aparat daerah (desentralisasi) Perubahan ledudukan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat Pemerintah Sdaerah Otonom, tidak akan mengurangi pembinaan dari Pemerintah Pusat, hal ini mengingkat keberadaan polisi Pamong Praja memiliki kekhususan sevagai aparat penertiban yang mengandung aspek keseragaman pola tindak antar daerah atau dengan perkataan lain memiliki aspek perekat negara kesatuan. Penampilan sosok dan kinerja Polisi Pamong Praja seyogyannya diwujudkan dalam kerangka aparat ketertiban yang berwawasan nasioanl, bukan bersiat kedaerahan. Shingga tanpa mengurangi arti pemberian otonomi daerah, maka pemerintah pusat senantiasa
27 memiliki kewajiban untuk memberikan pembinaan Polisi Pamong Praja yang berkaitan dengan pedoman kerja, bimbingan pelatihan, arahan dan supervisi guna meningkatkan kinerja Polisi Pamong Praja. Tugas pokok Polisi Pamong Praja adalah melakukan penyuluhan dan penertiban penegakkan peraturan perundang-undangan terutama Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah serta tugas-tugas lain dibidang ketentraman dan ketertiban daerah yang ditentukan oleh kepala daerah. Tugas Polisi pamong Praja menjadi penting dan strategis karena memiliki dampak yang luas terhadap penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pembinaan masyarakat, sehingga membutuhkan perhatian yang mengarah pada upaya pemberdayaan kinerja Polisi Pamong Praja baik oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Selanjutnya kewajiban masyarakat memenuhi ketentuan peraturan daeralr yang berkaitan dengan retribusi dan pajak daerah sangat mempengaruhi tingkat penerimaan pendapatan asli daerah, sehingga cuknp strategis untuk dijaga proses administrasi pemungutan, penerimaan, dan penyetoran. Berkenaan dengan ditetapkan Undang-undang Nomor : 22 Tahunn 2006 tentag Pemerintahan Daerah, beberapa permasalahan mendasar segera mendapat perioritas untuk penanganannya, antara lain: 1. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan pembinaan Polisi Pamong Praja memerlukan perubahan dan penataan sebagai akibat alih fungsi Polisi Pamong Praja dari perangkat wilayah menjadi perangkat Pemerintah Daerah
28 2. Belum mantapnya kinerja Polisi Pamong Praja sehingga memerlukan pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dasar Polisi Pamong Praja. 3. Belum diperolehnya pedoman penyusunan program kerja pembinaan Polisi Pamong Praja.2 Seiring dengan perkembangan yang terjadi saat ini, tugas Polisi Pamong Praja harus diorientasikan kepada pendekatan yang berbeda dengan pendekatan Polisi Negara (POLRI) dalam kiprahnya di lapangan dalam artian lebih aspiraiif, responsif menghindari kekerasan, berwibawa serta mampu menciptakan kesadarran masyarakat dalam mematuhi peraturan perundang-undangan. Lingkup tugas dan fungsi Polisi Pamong Praja dalam pembinaan ketentraman pada dasar cukup luas sehingga dituntut kesiapan aparat baik jumlah dan status anggota kualitas personil termasuk kualitas manajemen operasional. Walaupun ada beberapa pembalasan atas keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja ini, tidaklah mengurangi peranan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai alat bantu kepala Daerah untuk menciptakan suasana aman, tertib, tentram, dan teratur di dalam administrasi pemerintah umum di lingkungan Pemerintah Kota Bengkulu.
F. Metodologi Penelitian 1. Metode Pendekatan
2
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Bengkulu, ibid, hlm 15
29 Metode pendekatan pada penulisan skripsi ini dengan menpergunakan metode pendekatan secara yuridis.
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bengkulu. 3. Populasi Populasi adalah sejumlah atau unit yang mempunyai ciri-ciri karakteristik yang sama.3 Dalam pengertian lain populasi adalah kumpulan lengkap dari seluruh elemen
yang sejenis akan tetapi dapat dibedakan karena
karakteristiknya.4 Dari pengertian di atas, maka populasi dalam penelitian ini meliputi : Anggota Polisi Pamong Praja Kota Bengkulu.
4. Sampel Sampel yaitu setiap manusia atau unit dalam populasi yang mendapat kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai unsur dalam sampel atau mewakili populasi yang akan diteliti.5 Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah: ”Pemilihan elemen sampel dengan sengaja.”6 3
Soejono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 172. J. Supranto, 2003, Metodelogi Penelitian Hukum dan Statistik, PT. Bhineka Cipta Jakarta, hlm. 23. 5 Soejono Soekanto, Loc. Cit., hlm 172. 4
30 Sehingga dalam penelitian ini sampel dipilih berdasarkan penelitian dan kriteria yang dapat mewakili seluruh populasi yang diterapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah; pibak-pihak yang bersangkutan, yaitu: Para aparat Polisi Pamong Praja di lingkungan Pemerintah Kota Bengkulu.
5. Tekhnik pengumpulan data Adapun sumber data dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Data yang diperoleh dari laporan melalui wawancara dengau responden dan pihak-pihak yang bersangkutan, yaitu para aparat Polisi Pamong Praja yang berada di liugkungan Pemerintah Kota Bengkulu b. Data Sekunder Data yang diambil dari buku-buku literatur, peraturan perundangundangan, dan dokumen yang membahas tentang kedudukan tugas dan fungsi Polisi Pamong Praja.
6. Tekhnik pengolahan data
6
Ibid.
31 Pengolahan data dalam penulisan ini dilakukan dengan tahap kegiatan sebagai berikut : a.
Editting data Editing yaitu: ”Memeriksa atau meneliti data yang diperoleh untuk menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.”7
b.
Coding data Coding yaitu: ”Mengkategorisasikan data dengan cara pemberian kode-kode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan pada daftar pertanyaan-pertanyaannya sendiri dengan maksud untuk dapat ditabulasikan.”8
7. Analisa Data Data diperoleh secara deskriptif dan dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan yuridis sehingga diperoleh uraian yang bersifaf deskriptif kualitatif, yaitu analisis data yang tidak merupakan perhitungan
an
pengujian
angka-angka,
tetapi
dideskripsikan
dengan
menggunakan kata-kata yang menggunakan kerangka berfikir induktif yaitu 7
Hanitijo Soemitri, Ronny, 1982, Metodologi Penelitian Hukum Ghalia Indonesia Jakarta, Halaman 80. 8 Ibid.
32 dengan cara menarik kesimpulan dari data-data yang bersifat umum ke dalam data yang bersifat khusus. Setelah data dianalisis satu persatu selanjutnya disusun secara sistematis, sehingga dapat menjawab permasalahan yang disajikan dalam bentuk skripsi.
33
DAFTAR PUSTAKA
Biro Hukum Departemen Dalam Negeri, Kedudukan Dan Keberadaaan PPNS Pemerinlah Deerah, Disampaikan pada Rakontek Pembinaan PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah tanggal 25-26 November 2000, Jakarta.. Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Pembinaan Polisi Pamong Praja. Kepala Kesatuan Polisi Pamong Praja Bengkulu, Tugas dan Fungsi Polisi Pamong Praja Sebagai Perangkat Daerah, Disajikan pada Rapat Kerja Nasional Polisi Pamong Praja, Jakarta, 2006 Subekti dan R. Tjiptosoedibio, Kamus Hukun, Pradya Paramita, Jakarta, 2003. Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, jakarta, 1986 J. Supranto, Metodologi Penelitian Hukum & Statistik, PT. Bhineka Cipta, Jakarta, 2003 Hanitijo Soemitri dan Ronny, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982
Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1974 Tentang Pokok pokok Pemerintahan di daerah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Peraturan Pemerintah Tentang Pmerintahan Daerah . Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor : 4 Tahun 1997 Tentang PPNS di Lingkungan Pemerintah Daerah.