HASIL DAN PEMBAaASAN Penelitian T a h a ~Kesatu Rataan Tem~eraturMinimum dan Maksimum
Rataan
temperatur minimum dan maksimum serta
kelem-
baban udara relatif harian selama tiga minggu penelitian berlangsung dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel
5.
Rataan Temperatur harian dan Kelembaban Udara Relatif Salama Tiga Minggu Penelitian
Rataan Temperatur Harian Minimum Maksimum
Minggu
. . . . . ...( " C ) . . . . . ..
Rataan
24.64
Kelembaban Udara Relatif
28.35
. . . . . ( % ) . .-
* .
83.36
Dari Tabel 5 terlihat bahwa rataan temperatur udara kandang harian minimum dan maksimum masing-masing adalah 24.64
O C
dan 28.35
OC
serta kelembaban udara relatif
83.36%.
Menurut Calvert
(1976)
bahwa temperatur yang optimal
untuk ayam petelur agar menghasilkan produksi yang baik berkisar antara
18-21°C
(thermcmeutral
zone),
dan akan me-
nurun produksinya di bawah atau di atas kisaran tersebut. Bila ha1 ini dikaitkan dengan temperatur pada kandang percobaan maka terlihat bahwa suasana temperatur kandang di atas zona thermonetral.
Hal ini berarti bahwa ayam
tersebut telah mengalami cekaman panas, sehingga kemungkinan ayam tidak berproduksi secara optimal. Rataan kelembaban udara relatif kandang percobaan d i lingkungan tempat percobaan (Tabel 5).
berlangsung
adalah
83.36%
Hasil yang diperoleh pada pengamatan ini me-
nunjukkan bahwa kelembaban udara relatif kandang lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban udara relatif untuk menghasilkan produksi secara optimal seperti dinyatakan oleh Rowland
(1978) yaitu kelembaban u d a r a
relatif yang
baik untuk ayam petelur berkisar antara 55 sampai 75%.
Rataan kandungan kortisol dalam plasma darah selama tiga minggu penelitian dari masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Kandungan Kortisol Dalam Plasma Darah selama Tiga Minggu Penelitian
Ulangan
Perlakuan
Rataan 0.15f0.03 0.06f0.03
07f0.06 0.05f0.04 0.06f0.03 0.06f0.02
Hasil
uji statistik seperti terlihat pada Lampiran
3
menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C nyata menurunkan (P(0.05)
kandungan kortisol dalam plasma darah dibanding-
kan dengan tanpa suplementasi vitamin C.
Uji beda nyata
terkecil seperti terlihat pada Tabel 7 menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C 100 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan suplementasi vitamin C 200 ppm,
300
ppm, 400 ppm dan 500 ppm.
Hasil yang diperoleh
pada penelitian ini sesuai dengan pendapat Scheming dan Nockels (1978) yang melaporkan mendapat
bahwa
ayam
petelur
yang
suplementasi 300 ppm total kortisol dalam tubuh
nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanpa suplementasi vitamin C. Tabel 7.
Uji Boda Nyata Terkecil Pengaruh Suplementasi Vitamin C terhadap Kandungan Kortisol (ug/lOO ml).
Suplementasi Vitamin C ( PPm
o
Rataan Kortisol (ug/100 ml) 0.1533 0.0633 0.0733 0.0500 0.0600 0.0566
100 200 3 06 400 500
a b b b
b b
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang nyata (P(0.05) Bila dikaitkan dengan teori yang diajukan oleh Selye (1956) terhadap
bahwa
fisiologi cekaman panas
(heat stress)
semakin tinggi tingkat cekaman yang terima oleh
ternak, maka tubuh akan berusaha untuk meningkatkan laju sintesis kortisol, Vitamin C mempunyai peranan untuk m e n g hambat laju produksi kortisol dengan cara menghambat aktivitas
enzim
C-21 hodroksilase dan 11- R hidroksilase
dalam tapak jalan sintesis hormon steroid
(Kitabchi,
1967).
Pen~aruhPerlakuan terhadao Kandun~anTiroksin Rataan kandungan tiroksin dalam plasma darah selama tiga minggu penelitian dari masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 8. Tabel
8.
Rataan Kandungan Tiroksin Dalam Plasma Dsrah selama Tiga Minggu penelitian
Ulangan
Perlakuan -
0
100
20 0
...................-pg/
Rataan 1.44i0.05
1.65i0.10
Hasil
1.7420.20
300 100 ml
400
500
..............
1.80i0.28
1.90i0.12
2.00f0.18
uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 5
menunjukkan bahwa suplernentasi vitamin C nyata
(P<0.05)
meningkatkan kandungan tiroksin dalam plasma darah. Selanjutnya dilakukan uji beda nyata terkecil.
Tabel 9. U j i Beda Nyata Terkecil Pengaruh Suplamentasi Vitamin C terhadap Kandungan Tiroksin (ug/ioo ml) Suplementasi Vitamin C
(PP~)
Rataan Tiroksin ( ~ g / 1 0 0ml)
o 100 200 300 400
500
1.443 1.653 1.740 1.797 1.897 2.003
a a ab b b b
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P
Suplementasi vitamin C 200
ppm tidak menimbulkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm.
Hasil yang dicapai
pada penelitian ini memberikan indikasi bahwa suplementasi vitamin C mulai 300 ppm secara fisiologis telah mampu mengembalikan aktifitas kelenjar tiroid untuk memperoduksi tiroksin lebih baik dibandingkan dengan tanpa suplementasi vitamin C yang dalam keadaan normal berkisar 1.70 pg/100 ml. Bila dikaitkan dengan temperatur lingkungan tempat penelitian yaitu minimum 24.64
OC
dan maksimum 28.35
OC
nampaknya bahwa rendahnya kandungan tiroksin dalam plasma darah pada perlakuan tanpa suplementasi vitamin C merupa-
pada penelitian
ini sesuai dengan penelitian Huston,
Edward dan Williams (1961) yang menyatakan bahwa pada temperatur lingkungan tinggi laju sekresi tiroid akan menurun. Atmomarsono (1989) memperoleh hasil pengukuran kandungan tiroksin pada ayam broiler yang dipelihara pada temperatur 28 OC yaitu 2.66 pg/dl dibandingkan dengan 1.58 pg/dl pada temperatur 31 OC.
Pengamh Perlakuan terhada~Kandun~anKolesterol
Rataan kandungan kolesterol dalam plasma darah selama tiga minggu penelitian dari masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10.
Rataan Kandungan Kolesterol Dalam Plasma Darah selama Tiga Hinggu Penelitian P e r l a k u a n
Ulangan 0
Rataan
93.8f1.6
100
200
300
400
500
86.3f17
82.45f9
75.27f4
68.92r1
70.92i11
Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kandungan kolesterol dalam
plasma darah. Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh pengaruh suplementasi vitamin C terhadap kandungan kolesterol dalam plasma darah disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Uji Beda Nyata Terlcecil Pengaruh Suplementasi Vitamin c terhadap Kandungan Kolesterol (mg/100 ml)
Suplementasi Vitamin C (PP~)
o 100 200 300 400 500
Rataan Kolesterol (mg/100 ml) 93.82 86.26 82.45 75.27 68.92 70.92
Keterangan : Huruf yang sama tidak
a a a a a a
menunjukkan perbedaan
yang nyata Hasil yang dicapai pada penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan kolesterol dalam plasma darah.
Hal ini
berarti bahwa suplementasi vitamin C sampai dengan dosis 500 ppm pada kondisi temperatur kandang penelitian belum memberikan pengaruh terhadap penurunan kandungan koleterol dalam plasma darah. Siege1 (1962) melaporkan bahwa penyuntikan ACTH sebagai stressor pada ayam menyebabkan penurunan kolesterol dalam kelenjar adrenal.
Sebaliknya Thaxton (1983) mela-
porkan bahwa kandungan kolesterol pada kelenjar adrenal pada ayam yang didedah pada temperatur 43
OC
selama 3 0
menit tidak menunjukkan
pengaruh terhadap kandungan ko-
lesterol dibandingan dengan ayam yang tidak didedah. Hasil yang dicapai pada penelitian ini nampaknya sejalan dengan hipotesis yang diajukan Sulimovichi dan Boyd (1967) bahwa vitamin C dapat menghambat sistem enzim yang
mengubah kolesterol menjadi pregnanolon.
Sedangkan fungsi
dari kolesterol adalah sebagai prekursor dari hormon steroid. Pada temperatur lingkungan yang tinggi kolesterol diproduksi lebih banyak karena digunakan sebagai prekursor hormon steroid mengantisipasi cekaman panas. Penelitian Kedua
Rataan temperatur minimum dan maksimum serta kelembaban udara relatif harian selama penelitian I 1 berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 8 dan
9.
Data pada Tabel 12 memperlihatkan rataan temperatur minimum adalah 21,64
"C
dan temperatur maksimum 3 0 , 5 5
OC.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa temperatur kandang percobaan terdapat di atas temperatur optimal bagi ayam petelur. tersebut kemungkinan telah dengan pendapat
Hal ini berarti bahwa ayam mengalami cekaman panas sesuai
NRC (1977) yang menyatakan bahwa tempera-
tur optimal untuk ayam petelur berkisar antara 16
-
24 OC.
Rataan kelembaban udara relatif kandang percobaan minimum adalah 76.15 persen dan maksimum 90.84 persen. Semakin tinggi kelembaban udara relatif disekitar kandang,
maka
semakin sulit ayam mengeluarkan beban panas melalui
evapotranspirasi. ( 1 9 7 2 ) melaporkan
Sesuai pernyataan
Card dan Nesheim
bahwa kelembaban relatif udara yang
tinggi akan menyebabkan pembuar~ganuap air yang berlebihan atau "panting" tidak berhasil dengan baik. Tabel 12. Rataan Temperatur harian dan Kelembaban Udara Relatif Belama 11 Minggu Penelitian Jam
Rataan Temperatur Harian
Kelembaban Udara Relatif
.. ... ( % ) . . - - -
......("C ) .......
Hasil yang dicapai pada penelitian ini sejalan dengan pernyataan Rowland (1978) bahwa untuk menghasilkan produksi telur yang optimal kelembaban udara relatif berkisar antara 5 5
-
7 5 persen.
Fenomena
ini
merupakan beban
yang sangat berat bagi ternak ayam untuk menghilangkan panas tubuh melalui evapotranspirasi. Bila ditelaah lebih lanjut sesuai dengan data pada Tabel 12 terlihat bahwa ayam yang dipelihara pada kandang percobaan setiap hari mengalami cekaman panas selama 8 jam
yaitu mulai dari jam 08.00
sampai dengan jam
ini didasarkan pada pendapat El Boushy
16.00.
Hal
(1978) bahwa ayam
akan mengalami cekaman panas apabila dipelihara d i atas temperatur 24 OC.
Penearuh Perlakuan terhadan Kandun~anVitamin C Dalam Plasma Damh Rataan kandungan vitamin C dalam plasma d a r a h pada ayam fase I dan fase I11 dari masing-masing
perlakuan
se-
lama ll minggu penelitian dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rataan Kandungan Vitamin C dalam Plasma Darah pada Ayam Fase I dan Fase 111 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian (mg/100 ml) Ulangan
Per lakuan
Ayam Petelur Fase I 1 0.73 2 0.82 Rataan 0.78
................... mg/100 0.99 1.05 1.02
ml
.................
1.17 1.21 1.19
1.36
1.17 1.26
1.63 1.50 1.56
1.22k0.04
1.30k0.09
1.59+0.06
Ayam Petelur Fase I11 1
0.78
2 0.71 Rataan 0.75 Rataan 0.775
0.04
1.12+0.11
Pada Tabal 13 terlihat bahwa kandungan vitamin
C da-
lam plasma darah ayam petelur fase I d a n f a s e I 1 1 yang tidak mendapat
suplementasi vitamin C lebih rendah dari
pada ayam petelur yang mendapat suplementasi vitamin C. Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran
11
menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C nyata memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan vitamin C dalam plasma.
Untuk mengetahui perbedaan akibat
tingkat suplementasi vitamin C selanjutnya dilakukan uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel 14. Tabel
14.
Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Tingkat suplementasi vitamin C terhadap Rataan Kandungan Vitamin C B a l m Plasma Darah
Suplementasi Vitamin C ..........pp m..........
Rataan Vitamin C Plasma
...... mg/100
ml.....
.
Keterangan : Huruf yang berbsda menunjukkan perbedaan yang nyata (PC 0.01). Dari tabel tersebut terlihat bahwa semakin tinggi tingkat suplementasi vitamin C,
maka semakin tinggi pula
kandungan vitamin C dalam plasma darah.
Hasil yang dica-
pai pada
sejalan
penelitian
ini nampaknya
dengan
pernyataan Thornton (1961) bahwa ayam petelur yang didedah pada
temperatur
lingkungan tinggi memiliki kapasitas
biosintesis vitamin C yang rendah. Demikian pula
Ichsan
(1990) melaporkan bahwa ayam broiler ayam didedah pada temperatur lingkungan tinggi kandungan vitamin C plasma
darah semakin rendah. Hunt dan Aitken bahwa kandungan
vitamin
(1962) melaporkan
C dalam plasma darah ayam pete-
lur yang didedah pada temperatur 35 OC nyata lebih rendah dibandingkan dengan yang dipelihara pada temperatur 21 OC. Kechik dan Sykes (1979) menyimpulkan bahwa pada kondisi cekaman panas ayam membutuhkan vitamin C dari luar karena kapasitas biosintesis di dalam tubuhnya telah mengalami gangguan. Hasil yang dicapai pada penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan vitamin C dalam plasma darah proporsional dengan meningkatnya suplementasi vitamin C. Hasil
analisis statistik seperti terlihat pada Lam-
piran 11 menunjukkan bahwa umur ayam tidak memberikan pe-
ngaruh terhadap kandungan vitamin C dalam plasma darah. Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh selanjutnya disajikan data pada Tabel 15. Tabel 15. U j i Beda Nyata Terkecil Pengaruh Umur Ayam terhadap Rataan Vitamin C Plasma Darah
Umur Ayam
Rataan Vitamin C Plasma Darah ......-...mg/100 ml... .......
Ayam Petelur Fase I Ayam Petelur Fase I11 Keterangan
: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata. Dari data tersebut terlihat bahwa baik ayam petelur fase I maupun ayam petelur fase I11 mempunyai respons yang sama terhadap kandungan
vitamin C dalam plasma darah.
Cheng et al.,
(1990) menyatakan bahwa kapasitas bio-
sintesis ayam tua sudah suplementasi dari luar.
menurun, sehingga
diperlukan
Sebaliknya pada ayam petelur muda
biosintesis vitamin C dalam tubuhnya masih berjalan dengan normal.
Apabila dikaitkan dengan temperatur tempat pene-
litian ini yaitu selama
8
jam berada di atas zona termone-
tral, maka kemungkinan suplementasi vitamin C pada ayam petelur fase I sebagian dibuang,
sedangkan suplementasi
vitamin c pada ayam petelur fase I11 seluruhnya digunakan oleh tubuhnya. Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh pengaruh suplementasi vitamin
C
dan fase produksi terhadap kandungan vi-
tamin C dalam plasma darah dapat dilihat pada Ilustrasi 3 dan 4
yang dilanjutkan dengan analisis profil.
Hasil
analisis profil seperei terlihat pada Tabel 16 menunjukkan bahwa profil suplementasi vitamin
C
tidak menunjukkan
kesejajaran dengan sumbu horizontal. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh waktu yang menimbulkan respons peningkatan kandungan vitamin C dalam plasma darah selama 1 1 minggu penelitian. Apabila dilihat dari kesejajaran dan keberhimpitan antar profil terlihat kandungan vitamin C dalam plasma darah kesejajaran
pada fase produksi ayam petelur menimbulkan garis dan tidak berhimpitan.
ti bahwa fase produksi I
Hal ini
berar-
dan fase produksi 111 memberikan
perubahan respons yang berbeda dengan pola perubahan respons yang searah selama 11 minggu penelitian.
Demikian
I l u s t r a s i 3.
Pengaruh S u p l e m e n t a s i V i t a m i n C T e r h a dap R a t a a n V i t a m i n C D a l a m P l a s m a D a r a h
Ilustrasi 4 -
P e n g a r u h Umur Ayam T e r h a d a p R a t a a n Eandungan V i t a m i n C D a l a m P l a s m a D a r a h
Tabel 16. Analisis Profil Pengaruh Suplementasi Vitamin C terhadap Kandungan Vitamin C Sumber
db2
dhl
Kesejajaran Antar Profil - Fase Produksi - suplementasi Vitamin C - Interaksi Kesejajaran Sumbu Horizontal Keberhimpitan - Fase Produksi - Suplementasi Vitamin C - Interaksi
4 16 16
4
1 4
4
7
Fhit
P
7
2.2622 1.2028 1.1063 16.2580
0.1629 0.3076 0.3817 0.0012
10 10 10
0.1122 1.8015 0.0312
0.0418 0.0001 0.2706
40 40
* ** **
Keterangan : * ) Tidak sejajar dengan sumbu horizontal **) Tidak berhimpit pula halnya tingkat suplementasi vitamin C menghasilkan kesejajaran garis dan ketidak berhimpitan.
Hal ini ber-
arti bahwa masing-masing tingkat suplementasi vitamin C memberikan perubahan r.espons yang berbeda dengan pola perubahan respons yang searah terhadap kandungan vitamin C dalam plasma darah selama 1 1 minggu penelitian
.
Sedangkan
interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dengan fase produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpit. Hal ini berarti bahwa interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dengan fase produksi memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan respons tidak berbeda terhadap kandungan vitamin C dalam plasma darah. Analisis statistik seperti dicantumkan pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara suplementasi vitamin C dengan umur ayam
.
Hal ini berarti bahwa antara
tingkat suplementasi vitamin C dengan umur ayam tidak saling mempengaruhi terhadap kandungan vitamin C dalam plasma darah. Pen~aruhPerlakuan t e r h a d a ~Kandun~anKortisol dalam Plasma Darah Rataan kandungan kortisol dalam plasma darah
ayam
fase I dan fase I11 dari masiny-masing perlakuan selama 11 minggu penelitian dapat dilihat pada Tabel 17. Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa semakin tinggi suplementasi
vitamin C maka kandungan kortisol semakin rendah. Tabel 17. Rataan Kandungan Xortisol pada Ayam Fase I dan Fase 111 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian
Perlakuan Ulangan 0
300
600
....................-.(pp .....................pg/
900
1200
..................... 100 ml ................. m)
Ayam Petelur Fase I 1 2
Rataan
0.485 0.381 0.433
0.475 0.427 0.451
0.459 0.338 0.399
0.379 0.350 0.365
0 -247 0.203 0.225
0.626 0.743 0.685
0 -658 0.450 0 -554
0.585 0.781 0.683
0.457 0.403 0.430
0.568f0.14
0.477k0.13
0.524f0.2
0.328+0.12
Ayam Petelur Fase 111 1 2
Rataan
0.732 0.745 0.738
Tot. 0.586+0.18 Rataan
Uji statistik seperti kerlihat pada menunjukkan
bahwa suplementasi vitamin
C
Lampiran
13
sangat nyata
menurunkan (P<0.01) kortisol dalam .plasma darah. Untuk mengetahui perbedaan tingkat suplementasi vitamin C terhadap kandungan kortisol dilakukan uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18. Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Tingkat Suplementasi Vitamin C terhadap Rataan Kandungan Kortisol
Suplementasi Vitamin C ..........pp
Hataan Kandungan Kortisol
m..........
.......fig/
100 ml..
......
Keterangan : Huruf yang berbedn menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P< 0.01).
Hasil yang dicapai pada penelitian ini menunjukkan bahwa
ayam yang mendapatkan sz~plementasivitamin C 0 ppm,
300 ppm, 600 ppm, 900 pprn tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata terhadap kandungan kortisol dalam plasma. Sedangkan ayam yang mendapat suplementasi vitamin C 900 ppm dan 1200 pprn
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Suplementasi vitamin C 1200 pprn sangat nyata (P<).01)
menurunkan
kandungan
kortisol
dalam plasma darah diban-
dingkan dengan ayam yang mendapatkan suplementasi vitamin C 0 ppm, 300 pprn dan 600 ppm. Itendahnya kandungan kortisol
pada ayam yang mendapatkan suplementasi vitamin C 1200 ppm diakibatkan oleh kandungan vitamin C dalam plasma darah pada ayam tersebut sangat tinggi (Tabel pernyataan Kitabchi
(1967) bahwa
14).
Sesuai dengan
vitamin C
mempunyai
peranan untuk menghambat laju produksi kortisol dengan card menghambat aktivitas enzim C-21 hidroksilase dan 11-l3 hidroksilase dalam tapak jalan sintesis hormon steroid.
Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa umur ayam sangat nyata (P
Umur Ayam
Rataan Kortisol Plasma Darah ..........pg/
100 ml
..........
Ayam Petelur Fase I Ayam Petelur Fase I11 Ketarangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (P<0.01). Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh pengaruh suplementasi vitamin C dan fase produksi terhadap kandungan kortisol dalam plasma darah dapat dilihat pada Ilustrasi 5
dan
6
yang dilanjutkan dengan analisis profil.
Hasil
analisis profil seperti terlihat pada Tabel 20 menunjukkan
300 ppm 600 ppm
900 ppm
M inggu
I l u s t r a s i 5.
Pengaruh S u p l e m e n t a s i V i t a m i n C dap K o r t i s o l D a l a m P l a s m a D a r a h 11 Hinggu P e n e l i t i a n
TerhaSelana
M ingqu
I l u s t r a s i 6.
Pengaruh U m u r A y a m T e r h a d a p K o r t i s o l Selama 11 H i n g g u P e n e l i t i a n
bahwa profil rataan kortisol menunjukkan kesejajaran dengan sumbu horizontal. Hal ini berarti bahwa ada tidak pengaruh waktu yang menimbulkan respons perubahan kandungan kortisol dalam plasma darah selama 11 minggu penelitian. Apabila dilihat dari kesejajaran dan keberhimpitan antar profil terlihat bahwa kandungan kortisol dalam plasma darah pada fase produksi ayam petelur menimbulkan kesejajaran garis dan tidak berhimpit.
Hal ini berarti
bahwa fase produksi I dan fase produksi 111 memberikan perubahan respons yang berbeda dengan pola respons yang searah selama 11 minggu penelitian.
perubahan Demikian
pula halnya tingkat suplernentasi vitamin C menghasilkan kesejajaran garis dan ketidak berhimpitan.
Hal ini be-
rarti bahwa masing-masing tingkat suplementasi vitamin C memberikan perubahan respons yang berbeda dengan pola perubahan respons yang searah terhadap kandungan kortisol dalam
plasma
darah selama 11 minqgu penelitian.
Sedangkan
interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dengan fase produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpitan.
Hal ini berarti bahwa interaksi antara tinqkat
suplementasi vitamin C dengan fase produksi memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan respons tidak berbeda terhadap kandungan kortisol dalam plasma darah. piran
Analisis statistik seperti dicantumkan pada L a m 13 menunjukkan
bahwa tidak ada interaksi antara
suplementasi vitamin C dengan umur ayam
.
Hal ini berarti
bahwa antara tingkat suplementasi vitamin C dengan umur ayam tidak saling mempengaruhi terhadap kandungan kortisol
dalam plasma darah. Tabel 20. Analisis Profil Pengaruh Suplementasi Vitatamin C terhadap Kandungan Kortisol
sumber
dbl
Kesejajaran Antar Profil Fase Produksi - Suplementasi Vitamin - Interaksi
-
C
Kesejajaran Sumbu Horizontal Keberhimpitan Fase Produksi Suplementasi Vitamin C Interaksi
---
Keterangan : * )
**)
4 16 16 4 1 4 4
db2
Fhit
P
7 40 40
1.6984 1.1355 0.6479
0.2536 0,3581 0.8247
7
2.0415
0.1927
10 10 10
35.5300 0.1859 0.0175
0.0001 0.0173 0.7542
**
**
Tidak sejajar dengan sumbu horizontal Tidak berhlmpit
Penearuh Perlakuan t e r h a d a ~Kandun~anTiroksin Rataan kandungan tir0ksi.n dalam plasma darah ayam fase I dan fase I11 dari masinq-masing perlakuan selama 11 minggu penelitian dapat dilihat pada Tabel 21. Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan tiroksin dalam plasma darah.
Untuk mengetahui gambaran selanjutnya maka
dilakukan uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada
Hasil yang dicapai pada penelitian ini menunjukkan bahwa baik ayam yang tidak mendapat suplementasi vitamin C
,
maupun yang mendapatkan suplernentasi vitamin C 600
ppm, 9 0 0 ppm
300
ppm,
dan 1 2 0 0 ppm tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap kandungan tiroksin dalam plasma.
Tabel 21. Kandungan Tiroksin pada Ayam Petelur Fasa I dan Fase I11 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian (pgr/100 ml) Ulangan
Per lakuan 0
300
600
900
.--....--....--...--(pp m) Ayam Petelur Fase I
.................
1 2
Rataan
1.409 1.375 1.392
1.403 1.458 1.430
pg/100
1.787 1.454 1.620
.
1200
..................... ml
...............--
1.558 1.669 1.613
1.591 1.588 1.589
Ayam Petelur Fase I11 1 2
Rataan
1.472 1.836 1.654
1.659 1.591 1.625
1.871 1.754 1.813
1.856 1.774 1.815
1.811 1.916 1.864
1.528+0.11
1.717k0.18
1.714+0.13
1.727k0.16
Total Rataan 1.523kO.21
Tabel 22. Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Tingkat Suplementasi Vitamin C terhadap Rataan Kandungan ~ i r o k s i n (pgr/100 ml) Suplementasi Vitamin C . . . . . . . . . . p p m.......... 0 300 600 900 1200
Rataan Kandungan Tiroksin ....pg/
100
ml..
1.523 1.528 1.716 1.714 1.726
......
a
a a a a
Keterangan : Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Hasil
yang
diperoleh pada
penelitian ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya, yaitu bahwa 300 ppm
memberikan
pengaruh
suplementasi vitamin C
yang nyata dibandxngkan de-
ngan tanpa suplementasi vitamin C terhadap kandungan tiroksin dalam plasma darah. Terjadinya perbedaan tersebut mungkin dapat dijelaskan sesuai dengan konsep adaptasi yang diajukan Selye (1956).
Seperti diketahui bahwa lama
penelitian tahap pertama adalah tiga minggu, sedangkan lama penelitian tahap kedua dilakukan selama 11 minggu. Oleh karena itu kemungkinan suplementasi vitamin C pada suasana temperatur lingkungan penelitian tahap kedua tidak memberikan respons terhadap kandungan tiroksin dibandingkan pada tahap penelitian pertama.
Oleh karena ayam telah
mampu mengadaptasikan diri terhadap temperatur lingkungan, terbukti dengan kandungan tiroksin yang tidak berbeda nyata.
Sebaliknya pada tahap penelitian pertama, suple-
mentasi vitamin C masih memberikan respons yang baik terhadap perubahan kandungan tiroksin dalam plasma darah. Ichsan (1990) melaporkan hasil yang sama pada ayam broiler, yaitu suplementasi vitamin C tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan tiroksin pada suhu penelitian 21 OC, 27 OC dan 3 1 O C .
Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa umur sangat nyata
(P<0.01) memberikan
pengaruh terhadap kandungan tiroksin dalam plasma darah. Untuk mengetahui perbedaan kandungan tiroksin selanjutnya
dilakukan analisis dengan u j i beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel 23. Tabel 23. Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Umur Ayam terhadap Rataan Tiroksin Plasma Darah
Umur Ayam
Rataan Tiroksin Plasma Darah
Ayam Petelur Fase I Ayam Petelur Fase I11
1.529 A 1.754 B
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).
Dari Tabel 23 terlihat bahwa kandungan tiroksin pada ayam petelur fase 111 sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam petelur fase I.
Clark dan Das
(1974) menyatakan aktivitas kelenjar tiroid sangat dipengaruhi oleh musim, temperatur lingkungan, umur dan kualitas ransum.
Ayam petelur fase I sangat sensitif terha-
dap perubahan temperatur lingkungan yang tinggi dibandingkan dengan ayam petelur fase 111. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ukuran tiroid menurun sejalan dengan meningkatnya
temperatur lingkungan. Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh pengaruh suplementasi vitamin C dan fase produksi terhadap kandungan tiroksin dalam plasma darah dapat dilihat pada Ilustrasi 7 dan 8 yang dilanjutkan dengan analisis profil
disajikan pada Tabel 24.
seperti
300 ppm
600 ppm 900 ppm
2
4
6
8
1 0
Minggu
I l u s t r a s i 7.
Pengaruh S u p l e n e n t a s i Vitamin C dap T i r o k s i n D a l a m P l a s m a D a r a h 11 U i n g g u P e n e l i t i a
TerhaSelama
Minggu
I l u s t r a s i 8.
P e n g a r u h Umur Ayam T e r h a d a p S e l a n a 11 k i i n g g u P e n e l i t i a n
Tiroksin
Tabel 24. Analisis Profil Pengaruh suplementasi Vitamin C terhadap Tiroksin .
Sumber
dbl
Kesejajaran Sumbu Horizontal Kesejajaran Antar Profil - Fase Produksi - Suplementasi Vitamin C - Interaksi Keberhimpitan - Fase Produksi - Suplementasi Vitamin C - Interaksi Keterangan :
*)
**)
db2
16 16 1 4
4
11.5023
0.0034
7 40 40
1.4645 0.9362 0.6745
0.3089 0.5379 0.8008
10 10 10
16.9200 3.0800 0.1000
0.0021 0.0681 0.9805
*
**
Tidak sejajar dengan sumbu horizontal Tidak berhimpit
Hasil analisis profil menunjukkan tiroksin
P
7
4 4
Fhit
bahwa profil
rataan
tidak menunjukkan kesejajaran dengan sumbu hori-
zontal. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh waktu yang menimbulkan respons perubahan kandungan tiroksin dalam plasma darah selama 11 minggu penelitian.
Apabila dilihat
dari kesejajaran dan keberhimpitan antar profil terlihat bahwa kandungan tiroksin dalam plasma darah pada
rase
produksi ayam petelur menimbulkan kesejajaran garis dan tidak berhimpit.
Hal ini berarti bahwa fase produksi I
dan fase produksi I11 masing-masing memberikan perubahan respons yang berbeda dengan pola perubahan respons yang searah selama 11 minggu penelitian. Demikian pula tingkat suplementasi vitamin C menghasilkan kesejajaran garis dan tidak berhimpit. tasi vistamin C
Hal ini berarti bahwa tinqkat suplemenmemberikan pelrubahan respons yang berbeda
dengan
pola perubahan respons yang searah
terhadap
kan-
dungan tiroksin dalam plasma darah selama 11 minggu penelitian.
Sedangkan interaksi antara tingkat suplementasi
vitamin C dengan Ease produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpitan. Hal ini berarti bahwa interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dengan fase produksi membe-rikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan respons tidak berbeda
terhadap kandungan tiroksin
dalam plasma darah. Berdasarkan analisis statistik seperti terlihat pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara
tingkat suplementasi vitamin C dengan umur ayam terhadap kandungan tiroksin dalam plasma darah.
Hasil yang dicapai
pada penelitian ini berarti bahwa tingkat suplementasi vitamin C
dan
umur tidak
saling
mempengaruhi
terhadap
kandungan tiroksin dalam plasma darah. P%naaruh Perlakuan Plasma Darah
tarhadam Kandunaan
Kolasterol
Dalam
Rataan kandungan kolesterol dalam plasma darah ayam petelur fase I dan fase I11 dari masing-masing perlakuan selama 11 minggu penelitian disajikan pada Tabel 25. Dari Tabel 25 terlihat bahwa semakin tinggi tingkat suplementasi vitamin C, maka semakin rendah kolesterol dalam plasma darah. yang
Kandungan kolesterol dalam plasma darah
paling tinggi terdapat pada ayam petelur yang
tidak
mendapat suplementasi vitamin C.
Semakin tinggi koleste-
rol dalam plasma darah memberikan indikasi bahwa ayam tersebut mengalami cekaman, oleh karena kolesterol dipergunakan sebagai prekursor hormon steroid. Tabel 25. Rataan Kolesterol Dalam Plasma Ayam PetelUr Fase I dan Fase 111 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian Ulangan 0
Perlakuan 30 0
600
...............
900
( p prn)
................
1200
..................... ~
mg/l00 m l
~
..............
Ayam P e t e l u r F a s e I 1 139.80 2 150.60 Rataan 145.20
115.20 117.80
103.20 89.40
93.80 93-40
84.40 88-20
116.50
96.30
93.60
86.50
145.20 169.60
131.80 114.00
113.20 121.60
89.80 85.80
157.40
122.90
Ayam P e t e l u r F a s e I 1 1 1 163.20 2 158.40 Rataan 160.80
T o t a l Rataan 153.0019.32 136.95+23.81
U j i
117.40
109.60f16.21
105.50i13.34
87.80
87.15+1.91
statistik seperti terlihat pada Lampiran 31 me-
nunjukkan bahwa suplementasi vitamin C memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan kolesterol dalam plasma darah.
Untuk melihat perbedaan antar perla-
kuan dapat dilihat pada Tabel
26.
Dari Tabel 26 terlihat bahwa rataan kandungan kolesterol
ayam yang mendapat suplementasi vitamin C
600 ppm,
900 ppm dan 1200 ppm memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0.01)
lebih rendah dibandingkan dengan ayam
petelur yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C. Tabel 26. Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Tingkat suplementasi Vitamin C terhadap Kandungan Kolesterol Plasma Darah Vitamin (PPm)
Kandungan Kolesterol Plasma (mq/100 ml)
C
Keterangan :
Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).
Kandungan kolesterol plasma ayam petelur yang memperoleh suplementasi vitamin
C
600
pprn
dan
900 pprn tidak me-
nunjukkan perbedaan yang nyata. Demikian pula kandungan kolesterol pada ayam yang memperoleh suplementasi vitamin C 900 ppm dan 1200 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata. Tingginya kandungan kolesterol dari ayam yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi
produksi kortisol sangat tinqgi, yaitu untuk membentuk glukosa dalam darah dalam peristiwa glukoneogenesis. Sedangkan kolesterol dibutuhkan sebagai prekursor hormon
steroid tersebut. Oleh karena itu maka kandungan kolesterol dalam plasma darah pada ayam yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C tinggi. Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 31 memperlihatkan bahwa umur ayam memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan kolesterol dalam plasma darah. Untuk mendapatkan gambaran pengaruh perlakuan terhadap kandungan kolesterol selanjutnya dilakukan uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel 27. Data pada Tabel 27 menunjukkan bahwa kandungan kolesterol ayam petelur
fase I sangat nyata
(P<0.01) lebih
rendah dibandingkan dengan ayam petelur fase 111. Tabel 27.
Umur Ayam ( PPm)
Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Umur terhadap Kandungan Kolesterol Plasma Darah Kandungan Kolesterol Plasma Darah (mg/100 ml)
Fase I Fase 111
107.6 A 129.3 B
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata ( P < O . 01)
.
Rendahnya kandungan kolesterol pada ayam petelur fase I dapat dijelaskan sesuai dengan konsep cekaman
(stres).
Seperti terlihat pada Tabel 19 bahwa kandungan kortisol pada
ayam
petelur rase I nyata lebih rendah dibandingkan
dengan ayam petelur fase 111. Kendahnya kandungan kortisol
erat kaitannya dengan status kolesterol dalam
plasma
darah. Makin banyak kortisol dibutuhkan, maka semakin banyak pula kolesterol dibutuhkan sebagai prekursor hormon kortisol dalam peristiwa glukoneogenesis.
Dalam ha1 ini
kandungan kolesterol pada ayam petelur fase I kebutuhan kolesterol adalah lebih rendah dibandingkan dengan ayam petelur fase III, oleh karena kandungan kortisol pada ayam petelur Ease I nyata lebih rendah dibandingkan dengan ayam petelur fase 111. Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh pengaruh suplementasi vitamin C dan rase produksi terhadap kandungan kolesterol dalam plasma darah dapat dilihat pada Ilustrasi 9
dan 10 yang dilanjutkan dengan analisis profil seperti
disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Analisis Profil Pengaruh Suplementasi Vitamin C terhadap Kandungan Kolesterol dalam Plasma Darah Sumber
dbl
Kesejajaran Antar Profil - Fase Produksi Suplementasi Vitamin C - Interaksi
4 16 16
Kesejajaran Sumbu Horizontal
4
-
Keberhimpitan - Fase Produksi - Suplementasi Vitamin C - Interaksi Keterangan : * )
**)
db2
7 40 40
7 1 4
4
10 10 10
Fhit
P
1.0043 0.7361 0.9072
0.4654 0.7417 0.5671
8 -3972
0.0083
*
0.0002 0.0001 0.0639
** **
34.7600 40.9900 3.1600
Tidak sejajar dengan sumbu horizontal Tidak berh~mpit
70
2
4
6
8
70
Minggu
Ilustrasi
9.
Pengaruh Suplementasi Vitamin C dap K o l e s t e r o l Dalam Plasma Selana 11 H i n g g u P e n e l i t i a n
TerhaDarah
300 ppm 600 ppm 900 ppm
50'
2
4
6
8
10
M inggu
~ l u s t r a s i10- P e n g a r u h U n u r Ayam Terhadap K o l e s t e r o l Selana 11 H i n g g u P e n e l i t i a n
~ a s i lanalisis profil menunjukkan bahwa profil rataan kolesterol tidak menunjukkan kesejajaran dengan horizontal.
sumbu
Hal ini berarti bahwa ada pengaruh waktu yang
menimbulkan respons perubahan kandungan kolesterol dalam plasma darah selama 11 minggu penelitian.
Apabila dilihat
dari kesejajaran dan keberhimpitan antar profil terlihat bahwa kandungan kolesterol dalam plasma darah pada
fase
produksi ayam petelur menimbulkan kesejajaran garis dan Hal ini berarti bahwa fase produksi I
tidak berhimpit.
dan fase produksi I11 masing-masing memberikan perubahan respons
yang-berbeda dengan pola perubahan
respons
yang
searah selama 11 minggu penelitian. Demikian pula tingkat suplementasi vitamin C menghasilkan kesejajaran garis dan tidak berhimpit. tasi vitamin C
Hal ini berarti bahwa tingkat suplemenmemberikan perubahan respons yang berbeda
dengan pola perubahan respons yang searah terhadap kandungan koleterol dalam plasma darah selama 11 minggu penelitian.
Sedangkan interaksi antara tingkat suplementasi
vitamin C dengan fase produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpitan. Hal ini berarti bahwa interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dengan fase produksi memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan respons tidak berbeda terhadap kandungan kolesterol dalam plasma darah. Analisis
statistik dicantumkan
pada
Lampiran
31
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara suplementasi
vitamin C dengan umur ayam terhadap kandungan kolesterol dalam plasma darah.
Hal ini berarti bahwa antara tingkat
suplementasi vitamin C dengan umur.ayam tidak saling mempenqaruhi terhadap kandungan kolesterol
dalam plasma da-
rah. Penzamh Perlakuan Terhada~ Kandunran Kolesterol Dalani K u ~ i i nTelur ~
Rataan kandungan kolesterol dalam kuninq telur ayam petelur fase I dan fase I11 dari masinq-masing perlakuan disajikan pada Tabel 29. Tabel 29.
Rataan Kolesterol Dalam Kuning Telur Ayam Petalur Fase I dan Fase I11 dari Masingmasing Perlakuan selama 11 Minggu Peneli tian Perlakuan
Ulangan
0 300 -
600
................. .................
Ayam Petelur Fase I 1 24.41 24.12 23.60 2 25.42 3 24.97 24.67 4 24.42 22.76 Rat. 24.80 23.79
900 ( p prn)
1200
.... mg/gr .......................
22.73 23.70 23.70 23-57 23.42
26.04 22.36 20.72 22.56 22.92
20.91 20.16 20.03 20.75 20.96
Ayam Petelur Faee I11 1 23.05 2 23.69 3 22.63 4 23.86 Rat.23.31 Rat a a n 23.67i0.94
-
20.10 20.84 24.09 21.21 21.56
21.61 20.53 19.72 20.68 20.64
22.86 18.86 20.79 19.67 20.55
19.01 19.65 18.50 19.88 19.26
22.68k1.74
22.03i1.60
21.74+1.89
20.11+0.81
Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran
33
menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C memberikan pengaruh yang sangat nyata (Pe0.01) terhadap kandungan kolesterol dalam kuning telur.
Untuk melihat perbedaan terse-
but dilakukan uji beda nyata terkecil seperti dicantumkan pada Tabel
30.
Tabel 30.
Vitamin (PPm)
Keterangan :
C
Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Tingkat Suplementasi Vitamin C terhadap Kandungan Kolesterol Dalam Kuning Telur
Kandungan Kolesterol Dalam Kuning Telur (mg/gr)
Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).
Dari Tabel 30 terlihat bahwa rataan kolesterol dalam kuning telur pada ayam yang mendapat suplementasi vitamin C
600 ppm,900 ppm dan 1200 ppm memperlihatkan
yang
perbedaan
sangat nyata (Pe0.01) lebih rendah dibandingkan de-
ngan ayam petelur yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C.
Kandungan kolesterol dalam kuning telur yang
memperoleh suplementasi vitamin C 300 ppm, 600 ppm dan 900 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Demikian pula kandungan kolesterol kuning telur pada ayam yang memperoleh suplementasi vitamin C 900 ppm dan 1200 ppm
tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata.
Tingginya kandungan
kolesterol dalam kuning telur dari ayam yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi produk-
si kortisol sangat tinggi, yaitu untuk membentuk glukosa dalam darah dalam peristiwa glukoneogenesis. Sedangkan kolesterol dibutuhkan sebagai prekursor hormon steroid tersebut.
Oleh karena itu maka kandungan kolesterol dalam
plasma darah pada ayam yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C tinggi. Tingginya kandungan kolesterol dalam plasma darah kemungkinan sebagian dideposit dalam kuninq telur.
Oleh karena itu maka kolesterol dalam kuning telur
dari ayam yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C tinggi. Sebaliknya kandungan kolesterol dalam kuning telur pada ayam yang mendapatkan suplemenentasi vitamin C rendah, ha1 ini menyebabkan sekresi kolesterol kedalam telur menjadi rendah pula. Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 33 memperlihatkan bahwa umur ayam memberikan pengaruh yang sangat nyata (Pe0.01) terhadap kandungan kolesterol dalam kuning telur. Untuk mendapatkan gambaran pengaruh perlakuan terhadap kandungan kolesterol selanjutnya dilakukan uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel 31.
Tabel 31.
U j i Beda Nyata Terkecil Pengaruh Umur
terhadap Kandungan Kolesterol Kuning Telur
Umur Ayam ( PPm
Kandungan Kolesterol Kuning Tizlur (mg/gr)
Fase I Fase 111 Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang nyata (Pc0.01). Data pada Tabel 31 menunjukkan bahwa kandungan kolesterol dalam kuning telur ayam
petelur fase I sangat nyata
(Pc0.01) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam petelur fase 111.
Rendahnya kandungan kolesterol kuning telur
pada ayam petelur fase I dapat dijelaskan sesuai dengan konsep cekaman (stress). Seperti terlihat pada Tabel 17 bahwa kandungan kortisol pada ayam petelur fase I nyata lebih rendah dibandingkan dengan ayam petelur fase 111. Rendahnya kandungan kortisol erat kaitannya dengan status kolesterol. Oleh karena kolesterol dibutuhkan sebagai prekursor hormon tersebut untuk mengantisipasi cekaman. Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh pengaruh suplementasi vitamin C dan fase produksi terhadap kandungan kolesterol dalam kuning telur dapat dilihat pada Ilustrasi 11 dan 12 yang dilanjutkan dengan analisis profil.
Tabel 32.
Analisis Profil Pengaruh Suplementasi Vitamin C terhadap Kandungan Kolesterol dalam Kuning Telur dbl
Sumber Kesejajaran Antar Profil Fase Produksi - Suplementasi Vitamin C Interaksi
-
Kesejajaran Sumbu Horizontal Keberhimpitan Fase Produksi - Suplementasi Vitamin C - Interaksi
-
Keterangan
-db2
Fhit
P
4
16 16 4
1 4 4
Tidak sejajar dengan sumbu horizontal Tidak berhlmpit
Hasil analisis profil seperti terlihat pada Tabel 32 menunjukkan bahwa rataan kandungan kolesterol dalam kuning telur tidak menunjukkan kesejajaran garis dengan sumbu horizontal.
Hal ini berarti bahwa ada pengarub periode wak-
tu yang menimbulkan respons perubahan kandungan kolesterol dalam kuning telur selama 11 minggu penelitian. Sedangkan dilihat dari kesejajaran antar profil seperti terlihat pada Tabel 32 bahwa kandungan kolesterol dalam kuning telur pada fase produksi telur menimbulkan ketidak sejajaran garis serta tidak berhimpitan.
Hal ini berarti bahwa rase
produksi I dan fase produksi 111 masing-masing memberikan respons yang berbeda dengan pola perubahan respons yang searah selama 11 minggu penelitian.
Sedangkan tingkat
suplementasi vitamin C menghasilkan kesejajaran garis
dan
300 ppm 600 ppm 900 ppm
Ilustrasi 1 1 - P e n g a r u h S u p l e m e n t a s i V i t a m i n C dap Kolesterol Dalan Kuning 11 Minggu P e n e l i t i a n Selama
TerhaTelur
I l u s t r a s i 12- P e n g a r u h U m u r Ayam T e r h a d a p K o l e s t e r o l D a l a n K u n i n g T e l u r S e l m a 11 ninggu Penelitian
tidak berhimpitan.
Hal ini berarti bahwa masing-masing
tingkat suplementasi vitamin C memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang searah terhadap kandungan kolesterol dalam kuning telur selama 11 minggu penelitian.
Interaksi antara suplementasi vitamin C de-
ngan fase produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpitan.
Hal ini berarti bahwa interaksi antara ting-
kat suplementasi vitamin C dengan fase produksi memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang t i dak berbeda terhadap kandungan kolesterol dalam kuning telur selama 11 minggu penelitian. Uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 31 bahwa tidak terdapat interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dan umur ayam terhadap kandungan kolesterol dalam kuning telur.
Hal ini berarti tidak ada faktor yang sa-
ling mempengaruhi antara faktor fase produksi dan tingkat suplementasi terhadap kandungan kolesterol dalam kuning telur. Pensaruh Perlakuan terhadaD Imbancran H e t e r o f i l dan Limfosit
Berdasarkan pengamatan terhadap kandungan heterofil dan limfosit seperti terlihat pada Tabel 33 bahwa suplementasi vitamin C menaikkan kandungan limfosit. Rendah kandungan limfosit dalam darah merupakan salah satu fenomena umum dari cekaman.
Hal ini berarti bahwa
ayam yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C telah
mengalami cekaman. Rendahnya kandungan limfosit dalam darah dapat dijelaskan sebagai berikut.
Sel-sel limfosit
adalah sel leukosit yang non granuler bertindak sebagai pembentuk dan mendistribusikan antibodi keseluruh tubuh. Tabel 33.
Rataan Jumlah Heterofil den Limfosit pada Ayam Patelur Fase I dan Fase I11
Suplementasi Vitamin C ( PPm
Jumlah Heterofil
Limfosit
H/L Rasio
Ayam Petelur Fase I
Ayam Petelur Fase 111
Apabila ayam mendapat cekaman maka sel-sel limfosit dibutuhkan lebih banyak lagi untuk membentuk antibodi yang digunakan untuk melawan atau mematikan mikroorganisme atau berbagai macam gangguan penyakit yang masuk kedalam tubuh atau mengeluarkan partikel yang mengganggu tubuh.
Oleh
karena itu jumlah limfosit dalam darah menjadi menurun (Hodges, 1974). Terlihat bahwa pada ayam petelur fase I
H/L ratio adalah 1.88.
Sebaliknya ayam yang mendapat
suplementasi vitamin C 1200 ppm H/L ratio 0.34.
Fenomena
yang sama terlihat pula pada ayam petelur fase I11 yaitu dari H/L 2.00 menjadi 1.13 pada ayam yang mendapatkan suplementasi vitamin
C .
Hasil yang dicapai pada penelitian
ini sejalan dengan yang dilaporkan Gross (1990) yang melakukan penelitian pada ayam petelur dengan menggunakan bunyi-bunyian sebagai sumber stressor. P e n ~ a m hPerlakuan terhada~Efisiensi Penewunaan Protein
Pada akhir penelitian dilakukan pengujian efisiensi penggunaan protein. dicantumkan pada Tabel Tabel 3 4 .
Vitamin C ( PPm Fase I 0 300 600 900 1200
Fase I11 0 300 600 900 1200
Hasil yang dicapai pada penelitian 34.
Pengaruh Perlakuan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein Efisiensi Penggunaan Protein
(a)
Hasil yang dicapai pada penelitian ini menunjukkan bahwa baik ayam petelur fase I maupun ayam petelur fase 111 yang mendapat suplementasi vitamin C meningkatkan efi-
siensi penggunaan protein. Sernakin tinggi efisiensi penggunaan protein, berarti semakin baik ayam tersebut menggunakan protein untuk tujuan produksi telur. capai pada penelitian
ini menunjukkan
Hasil yang di-
bahwa efisiensi
penggunaan protein pada ayam petelur fase I dan fase I11 yang mendapat suplementasi vitamin C sing adalah
57.9%
dan 58.45%
.
1200
ppm masing-ma-
Sebaliknya nilai ef isiensi
penggunaan protein ayam petelur fase I dan fase I 1 1 yang tidak mendapat suplementasi vitamin C masing-masing adalah 53,76%
dan 5 3 , 2 5 % .
taan Scott et al.
Bila dikaitkan dengan dengan pernya(1982) bahwa efisiensi penggunaan pro-
tein pada ayam petelur berkisar 5 5 % , ternyata bahwa nilai efisiensi penggunaan protein pada ayam petelur yang tidak mendapat
suplementasi vitamin
C
lebih rendah sehingga
mengakibatkan rendahnya produksi telur (Tabel 36).
Pen~aruh Perlakuan terhadao Produksi Telur "Hen Dav Rataan produksi telur "hen day" ayam fase I dan fase 111 dari masing-masing perlakuan selama 11 minggu peneli-
tian dapat dilihat pada Tabel 35. Dari Tabel 35 terlihat bahwa ayam petelur yang tidak mendapatkan
suplementasi
vitamin C
menghasilkan
rataan
produksi telur lebih rendah dibandingkan dengan ayam petelur yang mendapat suplementasi vitamin C. Tabel 35.
Rataan Produksi Telur "Hen Day" Ayam Fase I dan Fase I11 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian ( % I
Perlakuan Ulangan 0
300
600
................(pp
900
1200
m) .........................
Ayam Petelur Fase I 1 2 3 4
Rat.
72,93 76,79 64,78 71,73 71,55
66,97 83,93 77,34 76,98 76,30
77,08 72,91 66,96 85,71 75,67
76,39 72,64 78,17 72,02 74,81
80,95 82,74 85,12 69,84 79,66
69,94 74,40 7.3,81 78,87 74,26
75.30 77,98 80,06 75,89 77,31
77,97
Ayam Petelur Fase I11 1 2 3 4
63,39 76.49 75.00 59.82 68,67
Rat.
73.81 69,65 76,79 77,68 74,48
81,25 80,65 77,38 79,31
Total Rataan 70,11+6.54
75,39+5.25
74,96+5.74
76,06f2.75
79,48&4.61
Hasil analisis statistik pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C memberikan perbedaan yang nyata (P<0.05) terhadap rataan produksi telur "hen dayu. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilakukan uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel 36. Dari Tabel 36
.
dapat dilihat bahwa ayam yang mempe-
roleh suplementasi vitamin C mulai dari 300 ppm, 600 ppm,
9 0 0 ppm
dan 1 2 0 0 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata terhadap rataan produksi telur "hen daym*. Ayam yang memperoleh suplementasi vitamin C 9 0 0 ppm dan
1200
ppm
nyata (P
Suplementasi Vitamin C
Rataan Produksi Telur
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0.05)
.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini apabila dikaitkan dengan rataan temperatur kandang percobaan dilakukan yaitu minimum
24,64
OC dan maksimum 30,55
OC
ternyata
bahwa temperatur tersebut berada di atas temperatur termonetral.
Apabila dikaitkan dengan lamanya ayam menerima
beban panas setiap hari seperti terlihat pada T a b e l 12 bahwa setiap hari ayam menerima beban panas selama 10 jam dimulai jam 8.00 sampai jam 16.00.
Beban panas ini yang
merupakan penyebab cekaman yang berkepanjangan pada ayam
petelur yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C , tercermin dari kandungan kortisol dalam plasma darah yang tinggi (Tabel 18) sehingga menyebabkan rataan produksi telur
"hen day" yang
(P<0.05) lebih rendah diban-
nyata
dingkan dengan ayam yang menerima suplementasi vitamin 900 ppm dan 1200 ppm.
C
Sebaliknya ayam yang mendapatkan
suplementasi vitamin C telah mampu mengatasi cekaman panas, tercermin dari kandungan kortisol yang lebih rendah. Apabila dikaitkan dengan
efisiensi penggunaan protein se-
perti dicantumkan pada Tabel
34
terlihat bahwa ayam yang
mendapatkan suplementasi vitamin C menjadi naik.
Itulah
sebabnya ayam yang mendapatkan suplementasi vitamin C 900 ppm dan 1200 ppm menghasilkan rataan produksi telur "hen day
"
yang nyata lebih tinggi (Pc0.05) dibandingkan dengan
tanpa suplementasi Vitamin C.
Hasil ini sejalan dengan
pernyataan oluyemi dan Ade Banja
(1979) yang melaporkan
bahwa suplementasi vitamin C pada dosis tinggi (2000 ppm) mampu menghilangkan cekaman panas sehingga produksi telur meningkat sekitar 6,5 persen dibandingkan dengan ayam tanpa suplementasi vitamin C.
Sebaliknya ayam yang tidak
mendapat suplementasi vitamin C menghasilkan rataan produksi telur "hen day" yang sangat rendah.
Hal ini dapat
dipahami, oleh karena ayam tersebut telah mengalami cekaman panas yang membawa implikasi terhadap naiknya temperatur tubuh.
Hal ini ditandai dengan usaha ayam untuk meng-
hilangkan panas tubuh yang berlebihan dengan merentangkan
sayap atau melakukan evapotranspirasi.
Usaha lain adalah
dengan cara mengurangi aktifitas makan.
Adapun ransum
yang dikonsumsi sebagian besar digunakan untuk tujuan hidup pokok yaitu untuk memelihara agar temperatur tubuh tetap konstan.
Itulah sebabnya pada ayam yang tidak menda-
patkan suplementasi vitamin C ditandai dengan produksi yang rendah karena sebagian besar ransum digunakan untuk tujuan mempertahankan teperatur tubuh agar temperatur tubuh tetap normal, sehingga hanya sebagian kecil digunakan untuk produksi.
Payne (1966) nenyatakan bahwa antara tem-
peratur lingkungan 21"
-
30
"C
terjadi penurunan konsurnsi
ransum sebesar 1,5 persen setiap peningkatan antara temperatur lingkungan 32"
-
1°C dan
38 OC terjadi penurunan
konsumsi ransum sebesar 4,6 persen setiap kenaikan 1 "C. Tabel 37.
Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Umur Ayam terhadap Rataan Produksi Talur "Hen Daya1
Umur Ayam
Rataan Produksi 'Hen Day'
Ayam Muda (Fase I) Ayam Tua (Fase 111) Keterangan
: Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang nyata (P
Hasil uji statistik seperti pada Lampiran 17 terlihat bahwa
fase produksi memberikan pengaruh yang
nyata
(P<0.05) terhadap rataan produksi telur "hen day".
Untuk
mengetahui perbedaan pengaruh fase produksi terhadap rataan produksi telur "hen day" dilakukan dengan uji beda nyata terkecil dapat dilihat pada Tabel
37.
Dari tabel tersebut d i atas terlihat bahwa produksi telur ayam petelur fase produksi I nyata P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan ayam petelur fase 111. Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh pengaruh suplementasi vitamin C dan fase produksi terhadap rataan produksi telur "hen day" dapat dilihat pada Ilustrasi 13 dan 14 yang dilanjutkan dengan analisis profil.
Hasil analisis profil seperti terlihat pada Tabel 38 menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C tidak menunjukkan kesejajaran garis dengan sumbu horizontal.
Hal ini ber-
arti bahwa ada pengaruh periode waktu yang menimbulkan respons perubahan rataan produksi telur "hen day" selama 11 minggu penelitian.
Sedangkan dilihat dari kesejajaran
antar profil seperti terlihat pada T a b e l 38 bahwa fase produksi telur menimbulkan ketidak sejajaran garis serta tidak berhimpitan terhadap rataan produksi
telur
"hen
day". Hal ini berarti bahwa fase produksi I dan fase produksi 111 masing-masing memberikan respons
yang berbeda
dengan pola perubahan respons yang berbeda minggu penelitian.
selama
11
Sedangkan tingkat suplementasi vitamin
C menghasilkan kesejajaran garis dan tidak berhimpitan.
Hal ini berarti bahwa masing-masing tingkat suplementasi vitamin C memberikan respons yang tidak berbeda dengan
.
pola perubahan yang searah terhadap rataan produksi telur "hen dayw selama 11 minggu penelitian. Interaksi antara suplementasi vitamin C dengan fase produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpitan. bahwa
Hal
ini berarti
interaksi antara tingkat suplementasi vitamin
C
dengan fase produksi memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang tidak berbeda terhadap rataan "produksi telur hen day" selama 11 minggu penelitian. Tabel 38. Analisis Profil Pengaruh suplementasi Vitamin C terhadap Produksi Telur "Hen Day8*
Sumber
dbl
db2
Kesejajaran Antar Profil Fase Produksi - Suplementasi Vitamin C Interaksi
10 40 40
21 96
Kesejajaran Sumbu Horizontal
-
Keberhimpitan - Fase Produksi Suplementasi Vitamin C Interaksi
--
Keterangan : * ) **)
Fhit
P
0.0014 0.6656 0.8810
*
96
4.6851 0.8823 0.7167
10
21
3.6291
0.0062
*
1
30 30 30
4.4900 3.4100 0.1800
0.0425 0.0206 0.9493
**
4 4
**
Tidak sejajar dengan sumbu horizontal Tidak berhlmpit
Uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 17 bahwa tidak terdapat interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dan umur ayam terhadap rataan produksi telur "hen day".
Hal ini berarti tidak ada faktor yang saling
mempengaruhi antara faktor fase produksi dan tingkat suplementasi terhadap rataan produksi telur "hen day"
selama
I l u s t r a s i 13- Pengaruh S u p l e m e n t a s i Vitamin C dap Produksi T e l u r "Hen D a y " 11 Winggu P e n e l i t i a n
Ilustrasi 14.
TerhaSelana
P e n g a r u h Umur Ayam T e r h a d a p P r o d u k s i T e l u r " H e n day*'
11
minggu penelitian. Untuk mendapatkan gambaran lebih lanjut apakah dosis
vitamin C yang diberikan pada ayam petelur fase produksi I dan I11 telah memberikan hasil yang optimal terhadap produksi telur "hen day" selanjutnya dilakukan analisis regresi seperti dicantumkan pada Tabel 39. Tabel 39. Uji Regresi Pengaruh Suplementasi Vitamin C terhadap Rataan Produksi Telur **hendayw Ayam Petelur Fase I Fase X I 1
Variabel
db
Parameter Estimasi
Standar Error
Fase I Intersep Linear
1 1
75.3674 0 -0054
1.4198 0.0019
1 1
70.6488 0.0075
0.8202 0 -0011
Probabilitas
Fase I11 Intersep Linear
Berdasarkan data tersebut di atas dibuat suatu persamaan garis penduga pengaruh tingkat suplementasi vitamin C terhadap rataan produksi telur "hen dayw pada adalah sebagai berikut : Y
=
75.3674
+
0.0054
X
fase I
sedangkan
untuk fase I11 mengikuti persamaan garis linear sebagai berikut, yaitu
Y
=
70.6488
+
0.0075
X.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci pengaruh tingkat suplementasi vitamin C terhadap rataan produksi
telur
Ishen dayu dari fase produksi
I
dan
I11
86
85 84
83 82
a1
52
-
-
:
80
I-
78 -
UI
77
U
-
g a
79
76
-
75 74
-
73 72
-
71
-
70
I
I
I
I
I
o
300
mo
goo
*eon
SURLRENTASI VITAMIN C C P R O
F
I l u s t r a s i 15
e
I
+
FE€ I l l
Pendugaan P e n g a r u h T i n g k a t S u p l e m e n t a s i Vitamin C t e r h a d a p P r o d u k s i T e l u r pada Uasing-nasing Fase Produksi
dibuat garis ekstrapolasi seperti terlihat pada Ilustrasi
1s.
Hasil uji homogenitas garis regresi (Lampiran
34)
menunjukkan bahwa ayam petelur fase I11 memberikan respons yang nyata lebih tinggi terhadap suplementasi vitamin C dibandingkan dengan ayam petelur fase I.
Terlihat bahwa
rataan produksi telur Iqhen day" ayam fase I 1 1 adalah 74,81
persen. Seperti diketahui bahwa rataan produksi
telur pada ayam berumur 8 6 minggu biasanya berkisar 65 persen
(Scott et a1 .,
1969)
-
Dari Ilustrasi 15 terlihat pula bahwa suplementasi vitamin C sebanyak 1200 ppm belum merupakan dosis yang maksimal untuk menghasilkan produksi optimal.
Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum
per ekor per hari ayam fase I
dan fase 111 dari masing-masing perlakuan selama 11 minggu penelitian dapat dilihat pada Tabel Pada Tabel
40
40.
terlihat bahwa rataan konsumsi ransum
paling tinggi terdapat pada ayarn petelur yang mendapat suplementasi vitamin C 1200 ppm, sebaliknya rataan konsumsi ransum ayam petelur yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C adalah rendah. Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 19 menunjukkan bahwa tingkat suplementasi vitamin C tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap
rataan
konsumsi
ransum per ekor per hari.
.
Uji selanjutnya dilakukan
dengan menggunkanan uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel 41. Tabel 40. Rataan Konsumsi Per Ekor Per Hari Ransum Ayam Fase I dan Fase I11 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian Perlakuan Ulangan 300
0
600
900
..................... ( p p m ) .....-.......
-
Ayam
Petelur F a s e I
Ayam
Petelur Fase 1 1 1
Total Rataan 115,74*7.45
118,49*7.41
116.52+4.78
1200
117,42*7-25 121,54+7.96
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa ayam
yang memperoleh suplementasi vitamin C
0 ppm,
300 ppm, 600 ppm dan 1200 ppm tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata.
Hasil yang diperoleh pada
berbeda dengan pendapat Ahmed et al.
penelitian
ini
(1967) dan Lyle dan
Moreng (1968), yang menyatakan bahwa suplementasi vitamin
Tabel 41. Uji Bed& Nyata Terkecil Pengaruh Tingkat suplementasi Vitamin c terhadap Rataan Konsumsi Ransum
Suplementasi Vitamin C ..........ppm......-...
Rataan Konsumsi Ransum
- . . . - -.gr - ...........
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata.
C pada ayam petelur dapat menurunkan temperatur tubuh, se-
hingga tidak ada beban panas yang diderita oleh ayam sebagai akibat cekaman panas, oleh karena itu konsumsi ransum menjadi lebih tinggi.
Terjadinya perbedaan tersebut ke-
mungkinan disebabkan oleh perbedaan stressor yang diterima oleh ayam petelur, sehingga rataan konsumsi ransum secara keseluruhan baik pada ayam yang
tidak mendapatkan suple-
mentasi vitamin C maupun yang mendapatkan suplementasi vitamin C tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil uji statistik pada Lampiran 19 memperlihatkan bahwa umur ayam memberikan (P<0.01)
pengaruh yang sangat nyata
terhadap konsumsi ransum.
Rataan konsumsi
ransum selama 11 minggu penelitian dapat dilihat pada Tabel 42.
Tabel 42. Pengaruh Umur ayam Terhadap Rataan Konsumsi Ransum
Rataan Konsumsi Ransum ;...gram.. ........
Umur Ayam
....
Fase I Fase I11 Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (PcO.01). Pada Tabel 42 terlihat bahwa rataan konsumsi ransum ayam petelur fase I11 sangat nyata (P<0.01) lebih tinqgi dibandingkan dengan ayam petelur fase I. Hasil yang diperoleh pada penelitian dengan
ini sejalan
pendapat Ivy dan Gleaves (1976) bahwa pada tingkat
produksi
70.5
persen,
gram/ekor/hari.
ayam akan mengkonsumsi ransum 128
Demikian pula Wahju
(1992) menyatakan
bahwa konsumsi ransum ayam petelur fase I11 lebih tinggi dibandingkan
dengan
ayam
petelur
fase I.
Hal ini
dapat dipahami, oleh karena ayam petelur fase I11 mempunyai berat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam petelur
f a s e I.
Oleh karena i t u w a j a r a p a b i l a r a n s u m
yang dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan hidup pada ayam fase I11 lebih tinggi dibandingkan dengan ayam fase I. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci pengaruh tingkat suplementasi vitamin C dan fase produksi terhadap
konsumsi ransum selama 11 minggu penelitian
dapat dilihat pada I l u s t r a s i
16 dan
17 dan dilakukan
analisis profil seperti terlihat pada Tabel 43.
Ilustrasi 16. Pengaruh Suplementasi Vitamin C Terha dap Rataan Konsumsi Ransum Selama 11 Minggu Penelitian
Ilustrasi 17. Pengaruh Umur Ayam Terhadap ~ o n s u m s i Ransum Selama 11 Minggu Penelitian
Hasil analisis profil seperti terlihat pada Tabel
43
menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum tidak menunjukkan kesejajaran garis dengan sumbu horLzontal.
Hal ini berar-
ti bahwa ada pengaruh periode waktu yang menimbulkan respons perubahan rataan konsumsi ransum selama 11 minggu Sedangkan dilihat dari kesejajaran antar pro-
penelitian.
fil seperti terlihat pada Tabel
43
bahwa fase produksi te-
lur menimbulkan kesejajaran garis serta tidak berhimpitan terhadap rataan konsumsi ransum.
Hal ini berarti bahwa
fase produksi I dan fase produksi I11 masing-masing memberikan respons yang berbeda dengan pola perubahan respons yang berbeda selama 11 minggu penelitian. Tabel
43.
Analisis Profil Pengaruh Suplementasi Vitamin C terhadap Konsumsi Ransum
Sumber
dbl
db2
Fhit
P
Kesejajaran Antar Profil - Fase Produksi Suplementasi Vitamin C - Interaksi
10 40 40
21 96 96
4.7841 1.4301 0.9635
0.0012 0.0799 0.5407
Kesejajaran Sumbu Horizontal
10
21
23.1314
0.0001
*
1 4 4
30 30 30
60.7500 2.1700 0.5400
0.0001 0.0961 0.7066
**
-
Keberhimpitan Fase Produksi Suplementasi Vitamin c Interaksi
--
Keterangan : * ) **)
Tidak sejajar dengan sumbu horizontal Tidak berhxmpit
Sedangkan tingkat suplementasi vitamin C rnenghasilkan kesejajaran garis dan tidak berhimpitan.
Hal ini berarti
bahwa masinq-masinq tingkat suplementasi vitamin C memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang searah terhadap rataan konsumsi ransum selama 11 minggu penelitian. Interaksi antara suplementasi vitamin C dengan fase produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpitan.
Hal ini berarti bahwa interaksi antara tingkat
suplementasi vitamin C dengan fase produksi memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang tidak berbeda terhadap rataan konsumsi ransum selama 11 minggu penelitian. Uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 19 bahwa tidak terdapat interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dan umur ayam terhadap rataan konsumsi ransum.
Hal
ini berarti tidak ada faktor yanq saling mempengaruhi antara faktor fase produksi dan tingkat suplementasi terhadap rataan konsumsi ransum selama 11 minggu penelitian.
Pen~aruh Perlakuan t e r h a d a ~Berat Telur Rataan berat telur ayam fase I dan fase I 1 1 dari masing-masing perlakuan selama 11 minggu penelitian dapat diperlihatkan pada Tabel
44,
dimana rataan berat telur
yang paling kecil adalah pada ayam yang mendapatkan suplementasi vitamin C 1200 ppm. Untuk mengetahui pengaruh
suplementasi vitamin C
terhadap rataan berat telur dilakukan uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 21.
Hasil uji statistik seperti
terlihat pada Lampiran 21 ternayata bahwa suplementasi vitamin C tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan berat telur. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci pengaruh tingkat suplementasi viatamin C terhadap berat telur disajikan pada Tabel 45. Tabel
44.
Rataan Berat Telur Ayam Fase I dan Fase 1 x 1 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian
Ulangan
Perlakuan 0
300
600
900
1200
...................... (pprn).... ................ ................... gr .................... Ayam P e t e l u r F a s e I
Ayam Petelur F a s e I11
1 2 3 4 Rat.
64,13 65,31 61-42 65,35 64,05
64,73 69,22 67.13 65,05 66,53
Rataan 57.87 3 6 - 9 5 5 9 , 4 8 3 7 . 6 9
64,98 63,06 63.35 62.94 63.58
67,47 63,51 60.69 64.49 64-04
58.76 63.31 62.81 65,03 62 - 4 8
57.52f6.64
57.8756.89
56.8
f5.92
Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) berat telur dipengaruhi oleh l a j u produksi dan genetik, artinya bahwa semakin tinggi laju produksi maka semakin rendah berat telur yang dicapai.
Tabel 45. Pengaruh Tingkat Suplemantasi Vitamin terhadap Berat Telur
suplementasi Vitamin C ..........pp
Keterangan
C
Rataan Berat Telur
m..........
........g r
...........
: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata. Apabila dikaitkan dengan hasil yang dicapai pada penelitian ini, yaitu semakin tinggi produksi trelur "hen dayw sebagai akibat dari suplementasi vitamin C ternyata rataan berat telur ayang dihasilkan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan ayam petelur yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin
C.
Hasil yang dicapai pada peneli-
tian ini membuktikan bahwa ayam yang mendapat suplementasi vitamin C tidak mengalami cekaman panas, sehingga metabolisme zat-zat makanan di dalam tubuh berjalan secara normal termasuk proses pembentukan telur
(Nockels et d l . ,
1984).
Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 21 menunjukkan bahwa rase produksi (umur) memberikan pengaruh yang sanagat nyata (P<0.01) terhadap rataan berat telur. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci selanjutnya disajikan pada Tabel 46.
Tabal
Pengaruh Umur Ayam Terhadap Rataan Berat Telur
46.
Umur Ayam
Rataan Berat Telur .....g ram.........
Fase I Fase I11
51.69 64.14
A B
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (P<0.01). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa rataan berat telur dari ayam petelur fase I11 sangat nyata
( P . < O - 01)
lebih tinggi dibandingkan denagan ayam
petelur fase I. Sesuai dengan pendapat Romanoff danm Romanoff
(1963)
bahwa umur ayam sangat nyata memberikan pengaruh terhadap rataan berat telur.
~ n t u kmendapatkan gambaran yang lebih
terperinci dapat dilihat pada Ilustrasi 18 dan Ilustrasi 19
yang dilanjutkan dengan analisis profil. Tabel
47.
Analisis Profil Pengaruh Suplemantasi Vitamin C terhadap Berat Telur
Sumber
d l
db2
Fhit
P
Kesejajaran Antar Profil Fase Produksi Suplementasi Vitamin C Interaksi
10 40 40
21 96 96
26.8742 1.2429 1.0646
0.0001 0.1944 0.3928
Kesejajaran Sumbu Horizontal
10
21
7.7886
0.0001
*
30 448.2500 30 83.9496 30 24.2573
0.0001 0.1278 0.6910
**
--
Keberhimpitan - Fase Produksi - Suplementasi Vitamin C - Interaksi Keterangan : * )
**)
1 4 4
Tidak sejajar dengan sumbu horizontal Tidak berhlmpit
*
Periode Pengomatan (Minggu)
I l u s t r a s i 18. P e n g a r u h S u p l e n e n t a s i V i t a m i n C dap Berat Telur Selana 11 Penelitian
TerhaHiI-kggu
r l u s t r a s i 19- P e n g a r u h Umur Ayam T e r h a d a p B e r a t Telur S e l a n a 11 H i n g g u P e n e l i t i a n
Hasil analisis profil seperti terlihat pada Tabel
47
menunjukkan bahwa rataan berat telur tidak menunjukkan kesejajaran garis dengan sumbu horizontal.
Hal ini ber-
arti bahwa ada pengaruh periode waktu yang menimbulkan respons perubahan rataan berat telur selama 11 minggu penelitian.
Sedangkan dilihat dari kesejajaran
profil seperti terlihat pada Tabal
47
antar
bahwa fase produksi
telur tidak menimbulkan kesejajaran garis serta tidak berhimpitan terhadap rataan berat telur.
Hal i n i berarti
bahwa fase produksi I dan fase produksi I11 masing-masing memberikan
respons yang berbeda dengan pola
perubahan
respons yang berbeda selama 11 minggu penelitian. Sedangkan tingkat suplementasi vitamin C menghasilkan kesejajaran garis dan berhimpitan.
Hal ini berarti bahwa masing-
masing tingkat suplementasi vitamin C memberikan respons. yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang searah terhadap rataan berat selama 11 minggu penelitian.
Interaksi
antara suplementasi vitamin C dengan fase produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpitan.
Hal ini ber-
arti bahwa interaksi antara tingkat suplementasi vitamin c dengan fase produksi memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang tidak berbeda terhadap rataan berat telur selama 11 minggu penelitian. Uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 21 bahwa tidak terdapat interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dan umur ayam terhadap rataan berat telur.
Hal ini
berarti tidak ada faktor yang saling mempengaruhi antara faktor fase produksi dan tingkat suplementasi terhadap rataan berat telur selama 11 minggu penelitian.
Perlakuan terhada~Konversi Ransum Rataan konversi ransum ayam petelur fase I dan fase 111 dari masing-masing
perlakuan selama 11 minggu disaji-
kan pada Tabel 4 8 . Tabel
48.
Rataan Konversi Ransum Ayam Fase I dan Fase I11 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian
Ulangan
Per lakuan
...................
gr
.....................
Ayam Petelur Fase I 3,38 3,30 3,26 2,89 4 Rat. 3,21 1 2 3
3,lO 2,60 2,84 2,94 2,87
2,88 2,81 3,22 2,58 2,87
2,95 2,80 3,04 2,95 2,93
2,74 2,54 2,33 3,13 2,69
2,58 2,65 2,47 2,56 2,56
2,65 2,53 2,48 2,50 2.54
2,40 2.54 2.50 2,51 2.49
2,68 2,44 2,33 2,50 2,49
2,69+0,22
2,71f0,25
2,71?0.25
2,59t0,26
Ayam Petelur Fase 111 1 2 3 4
Rat.
2,87 2,53 2,60 2,99 2,75
Rataan 2,98+0,32
Dari Tabel tasi vitamin
48
terlihat bahwa semakin tinggi suplemen-
C, semakin rendah
nilai konversi ransum.
Nilai konversi ransum yang paling kecil dterdapat pada aayam petelur yang mendapat suplementasia viatamin C 1200 PP'"
Hasil analisis statistik seperti terlihat pada Lam-
piran 23 m~nunjukkanbahwa suplementasi vitamin C memberi-
kan
pengaruh yang sangat nyata (Pc0.01) terhadap konversi
ransurn. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel Tabel
49.
49.
Pengaruh Tingkat Suplementasi Vitamin terhadap Konversi Ransum
Suplementasi Vitamin C
0 300 600 900 1200
C
Rataan Konversi Ransum
2,997
A
2,717 2,711 2,706 2,586
AB
B B B
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). nyata.
Berdasarkan hasil uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel
49
bahwa semakin tinggi tingkat suple-
mentasi vitamin C, semakin rendah nilai konversi ransum Dari Tabel
49
terlihat bahwa nilai konversi ransum pada
ayam petelur ayang mendapat suplementasi vitamin C 300 ppm tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dibandingkan
denagan ayam petelur yang tidak mendapatkan suplemenatasi vitamin C.
Rataan konversi ransum yang dihasilkan oleh
ayam petelur yang memperoleh suplementasi vitamin C 600 ppm, 9 0 0 pprn dan 1 2 0 0 ppm menunjukkan sangat nyata
(P<0.01)
perbedaan yang
lebih rendah dibandingkan dengan
ayam petelur ayang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C.
Sedangkan ayam yang mewndapatkan suplementasi vitamin
C 6 0 0 ppm, 9 0 0 ppm dan 1200 ppm tidak menunjukkan perbe-
daan yang nyata terhadap rataan konversi ransum. Terjadinya perbedaan rataan konversi ransum dapat dijelaskan sebagai berikut.
Seperti terlihat pada Lampiran
19 bahwa rataan konsumsi ransum tidak dipengaruhi oleh
tingkat suplementasi vitamin C. Apabila dikaitkan dengan rataan produksi telur "hen dayw seperti terlihat pada Lampiran
17, terlihat dengan
jelas bahwa semakin tinggi
tingkat suplementasi vitamin C maka semakin tinggi pula rataan produksi telur.
Oleh karena itu wajar apabila ra-
taan konversi ransum semakin rendah. Sebaliknya pada ayam yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin
C,
ternyata
bahwa rataan produksi telur "hen dayw adalah rendah, sehingga dapat dipahami pula bahwa rataan konversi ransum yang dicapai tinggi. Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 23 memperlihatkan bahwa Ease produksi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap rataan konversi ransum.
Tabal 50. Pengaruh Umur Ayam Terhadap Rataan Konversi Ransum
Umur Ayam
Rataan Konversi Ransum
Fase I Fase I11 Katerangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (P<0.01). Untuk melihat tingkat perbedaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel 50, bahwa rataan konversi ransum pada ayam fase produksi I sangat nyata (PcO.01) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam petelur fase produksi 111. Tabel 51. Analisis Profil Pengaruh Suplementasi Vitamin C terhadap Konversi Ransum
Sumber
dbl
db2
Fhit
P
Kesejajaran Antar Profil - Fase Produksi Suplementasi Vitamin C Interaksi
10 40 40
21 96 96
3.8678 1.1790 0.6548
0.0043* 0.2548 0.9331
Kesejajaran Sumbu Horizontal
10
21
5.1372
0.0008
*
1 4
30 30
33.0700 4.4900
0.0001 0.0058
**
--
Keberhimpitan Fase Produksi - Suvlementasi Vitamin C
-
Katarangan : * )
**)
**
Tidak sejajar dengan sumbu horizontal Tidak berhlmpit
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci dapat dilihat pada Ilustrasi 20 ctan Ilustrasi 21 yang dilanjutkan dengan analisis profil.
Ilustrasi 20.
Ilustrasi 21.
Pengaruh Suplementasi Vitamin C Terhadap Konversi Ransum selama 11 Minggu Penelitian
Pengaruh Umur Ayam Terhadap Konversi Ransum Belama 11 Minggu Penelitian
Hasil analisis profil seperti terlihat pada Tabel 51 menunjukkan bahwa konversi ransum tidak menunjukkan kesejajaran garis dengan sumbu
horizontal.
Hal
ini
berarti
bahwa ada pengaruh periode waktu yang menimbulkan respons perubahan
rataan konversi ransum selama 11 minggu
nelitian.
Sedangkan dilihat dari kesejajaran antar profil
pe-
seperti terlihat pada Tabel 51 bahwa fase produksi telur tidak menimbulkan kesejajaran garis serta tidak berhimpitan terhadap rataan konversi ransum.
Hal ini berarti bah-
wa fase produksi I dan fase produksi I11 masing-masing memberikan respons yang berbeda dengan pola perubahan respons yang berbeda selama 11 minggu penelitian. Sedangkan tingkat suplementasi vitamin C menghasilkan kesejajaran garis dan berhimpitan.
Hal ini berarti bahwa masing-ma-
sing tingkat suplementasi vitamin C memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang
searah
terhadap rataan konversi ransum selama 11 minggu penelitian.
Interaksi antara suplementasi vitamin C dengan fase
produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpitan.
Hal ini berarti bahwa interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dengan rase produksi memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang tidak berbeda terhadap rataan konversi ransum selama 11 minggu penelitian.
Uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 23 bahwa tidak terdapat interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dan umur ayam terhadap rataan konversi ransum.
Hal
ini berarti tidak ada faktor yang saling mempengaruhi antara faktor fase produksi dan tingkat suplementasi terhadap rataan konversi ransum selama
11
minggu penelitian.
P e n ~ a r u h Perlakuan t e r h a d a ~Nilai H a u ~ hUnit Rataan nilai Haugh Unit ayam petelur fase I dan fase I11 dari masing-masing perlakuan selama 11 minggu peneli-
tian dapat dilihat pada Tabel 52. Tabel 52. Rataan Haugh Unit Ayam Fase I dan Fase I11 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian
Perlakuan
Ulangan
Ayam Petelur Fase I
Ayam Petelur Fase I11
Total Rataan 88.32k6.39
91.87k3.69
94.30+3.90
93.94k3.15
94.74k1.87
Nilai Haugh Unit
yang paling tinggi pada ayam pete-
lur yang mendapat suplementasi vitamin C 1200 ppm. Hasil analisis statistik seperti terlihat pada Lampiran 2 5 menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C memberi-
kan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap rataan nilai Haugh Unit.
Untuk melihat perbedaan antar perlakuan
dapat dilihat pada Tabel Tabel 5 3 .
Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Tingkat suplementasi Vitamin C terhadap Nilai H a u g h Unit
Vitamin C ( PPm
Keterangan :
53.
Rataan Nilai Haugh Unit
Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).
Dari Tabel
53
terlihat bahwa nilai Haugh Unit ayam
petelur yang tidak mendapat suplementasi vitamin
C
memper-
lihatkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan dengan ayam petelur yang mendapatkan suplementasi vitamin C 600 ppm, 900 pprn dan 1200 ppm.
Nilai
Haugh Unit ayam petelur yang memperoleh suplementasi vitamin C 300 ppm, 600 ppm, 900 pprn dan 1200 pprn tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. yang
memperoleh
suplementasi
Demikian pula ayam petelur vitamin
C
300
pprn tidak
Tabel 5 4 .
U j i Beda Nyata Terkecil Pengaruh umur terhadap Rataan Nilai liaugh Unit
Umur Ayam
Rataan Nilai Haugh Unit
Fase I Fase I11 Katerangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
.
yang nyata (Pc0.01)
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan ayam petelur yang tidak memperoleh suplementasi.
Terjadinya peningkatan ni-
lai Haugh Unit sebagai akibat suplementasi vitamin C disebabkan oleh protein putih telur yaitu ovalbumen yang merupakan gugus sulfihidril sangat reaktif terhadap perubahan protein. Perubahan albumen sebagai akibat suplementasi vitamin C mengakibatkan perubahan reaksi dari gugus sulfihidril yang bebas (Nockels, 1984). Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran
25
mernperlihatkan bahwa umur ayam memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap nilai Haugh Unit. Data pada Tabel 54 terlihat bahwa rataan nilai Haugh Unit ayam petelur fase I sangat nyata
(Pc0.01) lebih tinggi
dibandingkan dengan ayam petelur fase 111.
Nockels (1984)
menyatakan bahwa nilai Haugh Unit dipengaruhi oleh umur dan berat telur.
Semakin tua umur ayam maka Haugh Unit
semakin rendah.
Selanjutnya dinyatakan bahwa
semakin
berat telur, maka semakin rendah nilai Haugh Unit.
Bila
dikaitkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini,
nampaknya hasilnya
sejalan dengan pernyataan
Nockels
(1984).
Nilai Haugh Unit merupakan ukuran kualitas albumen yang diperoleh dari hubungan antara berat telur dalam gram dengan tinggi albumen dalam milimeter.
Semakin tinggi ni-
lai Haugh Unit maka semakin baik kualitas albumen.
Keken-
talan albumen dipengaruhi oleh kualitas protein dan ditentukan oleh gugus sulfhidril yang bebas dalam ovalbumen. Semakin banyak gugus sulfhidril yang bebas maka semakin encer albumen.
Vitamin C ternyata mempunyai kemampuan un-
tuk mengikat gugus sulfihidril yang bebas menjadi bentuk yang terikat, sehingga albumen menjadi kental. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci dapat dilihat pada Ilustrasi 22 dan Ilustrasi 23 yang dilanjutkan dengan analisis profil. Tabel 55. Analisis Profil Pengaruh Suplementasi Vitamin C terhadap Nilai Haugh Unit
Sumber
dbl
Kesejajaran Antar Profil - Fase Produksi - Suplementasi Vitamin c - Interaksi
db2
4
27
4 16
27
Kesejajaran Sumbu Horizontal Keberhimpitan - Fase Produksi - Suplementasi Vitamin C - Interaksi Keterangan : * ) **)
Fhit
P
120
1.6878 1.6878 1.4545
0.1819 0.1819 0.1284
4
27
12.3212
0.0001
*
1 4
30 30 30
22.0100 9.4200 0.8500
0.0001 0.0001 0.5056
** **
4
Tidak sejajar dengan sumbu horizontal Tidak berh~mpit
Hasil analisis profil seperti terlihat pada Tabel
55
menunjukkan bahwa rataan nilai Haugh Unit tidak menunjukkan kesejajaran garis dengan sumbu horizontal.
Hal ini
berarti bahwa ada pengaruh periode waktu yang menimbulkan respons perubahan rataan nilai Haugh Unit selama 11 minggu penelitian.
Sedangkan dilihat dari kesejajaran antar pro-
fil seperti terlihat pada Tabel
55
bahwa fase produksi te-
lur menimbulkan kesejajaran garis serta tidak berhimpitan terhadap rataan nilai Hauqh Unit.
Hal ini berarti bahwa
fase produksi I dan fase produksi I11 masing-masinq memberikan respons yang tidak berbeda dengan p'ola perubahan respons yang berbeda selama 11 minggu penelitian. Demikian pula tingkat supiementasi vitamin C menghasilkan kesejajaran garis dan tidak berhimpitan.
Hal ini berarti bahwa
masing-masing tingkat suplementasi vitamin C membexikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan
yang
berbeda terhadap rataan nilai Haugh Unit selama 11 minggu penelitian.
Interaksi antara suplementasi vitamin C de-
ngan rase produksi menunjukkan kesejajaran garis dan keberhimpitan.
Hal ini berarti bahwa
interaksi antara
tingkat suplementasi vitamin C dengan fase produksi memberikan respons yang tidak berbeda dengan pola perubahan yang tidak berbeda terhadap rataan konversi ransum selama 11 minggu penelitian.
Uji statistik seperti terlihat pada Lampiran
25
bahwa
tidak terdapat interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dan umur ayam terhadap Nilai Haugh Unit. Hal ini berarti tidak ada faktor yang saling mempengaruhi antara faktor fase produksi dan tingkat suplementasi terhadap rataan Haugh Unit selama 11 minggu penelitian. Penzaruh Perlakuan terhada~Warna kuninz Telur
Rataan index warna kuning telur ayam
petelur fase I
dan fase I11 dari masing-masing perlakuan selama 11 minggu penelitian dapat dilihat pada Tabel
56.
Tabel 56. Rataan Index Warna Kuning Telur Ayam P e t e lur Fase I dan Fase I11 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian
Perlakuan Ulangan 0
3 00
600
900
1200
Ayam P e t e l u r Fase I 1 2
8.60 9.20
3
9.00
4 8.60 8.85 Rataan A y a m P e t e l u r Fase I11 9.60 1 2 9.20 9.40 3 9.60 4 Rataan 9.45
Total Rataan 9.15i0.39
9.93i0.70
9.88e0.57
10.00+0.71
10.53+0.47
Dari Tabel 56 terlihat bahwa semakin tinggi tingkat suplementasi vitamin C, maka semakin tinggi index warna kuning telur yang dihasilkan.
Index warna kuning telur
yang paling tinggi pada ayam petelur yang mendapat suplementasi vitamin C 1200 ppm.
Sernakin tinggi index warna
kuning telur berarti bahwa semakin baik kualitas tersebut. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C memberikan pengaruh yang sangat nyata (Pc0.01) terhadap index warna kuning telur.
Untuk melihat
perbedaan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 57. Tabel 57.
Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Tingkat Suplementasi Vitamin C tarhadap Index Warna kuning Telur
Vitamin C ( PPm
Keterangan
:
Index Warna Kuning Telur
Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (Pc0.01). Dari Tabel 57 terlihat bahwa index warna kuning telur dari ayam yang mendapat suplementasi vitamin C memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata (Pc0.01) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam petelur yang tidak mendapatkan suplementasi vitamin C.
Index warna kuning telur dihasil-
kan oleh ayam petelur yang memperoleh suplementasi vitamin
C
300
ppm, 600 ppm, 9 0 0 ppm dan 1200 ppm tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata.
~ingginyaindex warna kuning telur
dari ayam yang mendapatkan suplementasi vitamin C dapat dijelaskan sebagai berikut.
Warna kuning telur dihasilkan
oleh oxykarotinoid atau umumnya dikenal sebagai pigmen xantofil yaitu diperoleh ayam dari ransum. Struktur molekul dari xantofil menentukan warna dari kuning telur terutama dipengaruhi oleh warna kuning atau warna merah dari oxykarotinoid.
Absorpsi dan deposisi oxyakarotinoid dalam
kuning telur sangat dipengaruhi oleh keseimbangan lemak dalam kuning telur. Oksidasi dari asam lemak mengakibatkan tingginya tingkat peroksida yang menyebabkan turunnya warna kuning telur (Karunajeewa, 1984).
~ i l adikaitkan de-
ngan ayam yang memperoleh suplementasi vitamin C yaitu index kuning telur sangat nyata lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan dengan tanpa suplementasi vitamin C, kemungkinan terganggunya keseimbangan asam lemak dalam kuning telur menyebabkan warna kuning telur pada ayam yang mendapatkan suplementasi vitamin C menjadi lebih tinggi. Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran
27
memperlihatkan bahwa umur ayam memberikan pengaruh yang sangat nyata (Pe0.01) terhadap index warna kuning telur. Untuk mendapatkan gambaran pengaruh perlakuan terhadap index warna kuning telur selanjutnya dilakukan uji beda nyata terkecil seperti terlihat pada Tabel 58.
Tabel 5 6 .
Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Umur .terhadap Index Warna Kuning Telur
Umur Ayam
Index Warna Kuninq Telur
Fase I Fase 111
9.56 A
10.56 B
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yanq nyata (P
Dari Tabel
58
.
terlihat bahwa rataan index warna ku-
ning telur ayam petelur fase I11 lebih tinggi dibandingkan dengan ayam petelur fase I. Index warna kuning telur ayam petelur fase I11 sangat
nyata lebih tinggi (P-zO.01) dibandingkan dengan ayam petelur fase I.
Hasil yang dicapai pada penelitian ini seja-
lan dengan pernyataan
Nockels (1984) bahwa index warna
kuning telur dipengaruhi oleh umur.
Semakin tua umur ayam
maka index warna kuning telur semakin tinggi. Menurut Karunajeewa (1984) bahwa terganggunya keseimbangan lemak dalam kuning telur akan menyebabkan perubahan warna kuning telur. Hasil uji statistik seperti terlihat pada Lampiran 27 menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dengan umur ayam terhadap rataan index warna kuning telur. Hal ini berarti bahwa baik faktor tingkat suplementasi vitamin C maupun umur ayam tidak saling mempengaruhi terhadap rataan kuning telur.
index warna
Pengaruh Perlakuan t-
Tebal Keraban~ Telur
Rataan tebal kerabang
telur ayam
petelur f a s e I dan
fase I11 dari masing-masing perlakuan selama 11 minggu penelitian dapat dilihat pada Tabel 59. Dari Tabel 59 terlihat bahwa semakin tinggi tingkat suplementasi vitamin C
tebal kerabang tidak memperlihat-
kan peningkatan. Tabel 59. Rataan Tebal Kerabang Telur Ayam Petelur Fase I dan Fase I11 dari Masing-masing Perlakuan selama 11 Minggu Penelitian Ulangan
Perlakuan
0
300
...............
600
(ppm)
900
.....................
1200
- - * . *
A y a m Petelur F a s e
1 2 3
0,3033 0,2933 0,3117 4 0,3000 Rataan 0,3021 A y a m Petelur Fase 1 2 3
4 Rataan
0,3025 0,2892 0,3025 0,2992 0,2984
Total Rataan 0,3003*0.7
0,3183 0,3000 0,2992 0,3158 0,3083
0,3008 0,2917 0,2942 0,3158 0,3004
0,3044*1.4
0,3043f1.0
0,2950 0,3267 0,2958 0,3000 0,3044
0,3111f1.3
0,3100 0,3058 0,3092 0,3017 0,3067
0,3078f0.9
Hasil analisis statistik terlihat pada Lampiran 33 menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tebal kerabang telur.
Untuk melihat perbedaan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 60. Dari Tabel 60 terlihat bahwa tebal kerabang telur dari ayam yang mendapat suplementasi vitamin C tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan yang dicapai oleh Arscott et al.
(1962) yang menyata-
kan bahwa suplementasi vitamin C tidak memberikan penqaruh terhadap kualitas telur.
Berbeda halnya dengan penelitian
Perek dan Kendler (1962) dan Nockels (1973) yang menyatakan bahwa suplementasi vitamin C nyata meningkatkan tebal kerabang telur. Tabel 60. Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Tingkat Suplementasi Vitamin C terhadap Tebal Kerabang Telur
Vitamin C (PPm)
Tebal Kerabang Telur (mm) 0,3002 0,3046 0,3044 0,3110 0,3078
0
300 600 900
1200 Keterangan :
a a a a a
Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.
Terjadinya perbedaan
ini kemungkinan karena perbedaan
stressor yang diterima oleh ternak. Hasil uji statistik terlihat pada Lampiran 33 memperlihatkan bahwa umur ayam tidak memberikan pengaruh terhadap tebal kerabang telur seperti terlihat pada Tabel 61.
Tabel 61. Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Umur terhadap Tebal Kerabang Telur
Umur Ayam
Tebal Kerabang Telur (mm)
Fase I Fase I11 Keterangan : Huruf yang sama tidak
menunjukkan perbedaan
yang nyata. Sesuai dengan pendapat Nockels (1984) yang menyatakan bahwa tebal kerabang tidak dipengaruhi oleh umur.
Berbeda
halnya dengan pendapat Perek dan Kendler (1962) yang menyatakan bahwa semakin meningkat umur maka semakin tipis kerabang telur.
Fenomena yang diperoleh pada penelitian
ini membuktikan bahwa suplementasi vitamin C mempunyai pengaruh terhadap tebal kerabang terbukti dari tebal kerabang pada ayam petelur muda tidak menunjukkan perbedaan dengan tebal kerabang pada ayam tua. Hasil uji statistik seperti terlihat pada L a m p i r a n 33 menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara tingkat suplementasi vitamin C dengan umur ayam terhadap rataan tebal kerabang teiur.
Hal ini berarti bahwa baik faktor
tingkat suplementasi vitamin C maupun umur ayam tidak saling mempengaruhi terhadap rataan tebal kerabang telur.
Analisis Ekonomi
Yang dimaksud dengan analisis ekonomi dalam penelitian ini suatu perhitungan sederhana yaitu perhitungan tambahan biaya akibat penambahan vitamin C k e dalam ransum input ransum (Lampiran 35)
.
Berdasarkan perhitungan pada data produksi, konsumsi ransum, berat telur, harga vitamin C diperoleh
dan harga ransum
persentase tingkat keuntungan pengaruh
masing-masing perlakuan seperti terlihat pada Tabel Tabel
62.
dari
62.
Persentase Tingkat Keuntungan d a r i Masing masing Perlakuan Sebagai Akibat Suplementatasi Vitamin C
Perlakuan (PPn')
Tingkat Keuntungan (%)
*
Fase I 0 300 600 900 1200
0 5.3 5,4 7,9
10,52
Fase I11 0
0
Keterangan :
Hasil
*)
dihitung
yang
dicapai
pada penelitian ini menunjukkan
bahwa suplementasi vitamin C pada ayam petelur fase I meningkatkan keuntungan masing-masing 5.38, 5 , 4 % ,
7,9% dan
10,52% dibandingkan tanpa suplementasi vitamin C , sedang-
kan pada ayam petelur fase produksi I11 suplementasi vitamin C akan meningkatkan keuntungan masing-masing 9,1%,
12,3%,
13,0%
vitamin C. 1200
dan 13,6% dibandingkan tanpa suplementasi
Hal ini berarti bahwa suplementasi vitamin C
ppm baik ayam petelur fase produksi I maupun pada
ayam petelur fase 111 menunjukkan tingkat keuntungan yang paling tinggi. Dari Tabel 62 terlihat bahwa pada tingkat suplementa-
si vitamin C 1200 ppm ayam petelur fase produksi telur I 1 1 menghasilkan tingkat keuntungan yang paling tinggi VS -
10,52%)
dibandingkan dengan ayam petelur fase I.
(13,6%