BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN PADA PENDERITA KLEPTOMANIA PERSFEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Tindak Pidana Pencurian Persfektif Hukum Islam. 1. Pencurian Menurut Hukum Islam Pencurian atau Sariqoh secara etimologis bentuk madsar atau verbal nounnya dari kata " "سرق – يسرق – سرقاyang berarti ""أخذماله خفية وجيللة mengambil harta milik seseorang secara sembunyi-sembunyi dan dengan tipu daya.1 Pencurian adalah “menganbil yang bersifat harta atau yang Lainnya secara sembunyi-sembunyi tanpa mendapat izin dari pemiliknya”, demikian Ar-Rahman. Menurut hukum syariat, sebagaimana telah dikemukakan oleh ulama-ulama hanafi, akibat dari pencurian dibedakan, apakah dari pemilik harta saja, atau mengenai kepentingan kaum muslimin pada umumnya, yang mana yang pertama dinamakan pencuri kecil (Sirqotus sughro) dan yang kedua dinamakan pencuri besar (Sirqotul kubro) yang juga dinamakan delik muharibah.2 Secara terminologi syariqoh adalah seorang akil baligh yang mengambil harta orang lain dari tempat penjagaan dengan cara melawan hukum dengan cara melawan hukum serta dilakukan secara rahasia.3
1
Hakim Muda Harahap, Ayat-ayat Korupsi, (Yogyakarta: Gema Media,2009) , hlm. 81 Ahmad Wardi Muslieh, Hukum Pidana...,hlm. 81. 3 Hakim Muda Harahap, Ayat-ayat Korupsi... , hlm. 81 2
30
31
Pencurian dalam pandangan ulama diartikan sebagai pengambilan barang atau harta orang lain secara sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh mukallaf (dewasa atau berakal) mencapai jumlah satu nisab dari tempat penyimpanannya. Orang yang mencuri tidak mempunyai hak memiliki barang yang diambil. Dalam pengertian sehari-hari pencurian berarti mengambil barang atau harta orang lain secara sembunyi-sembunyi, baik dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak dan barang tersebut tersimpan pada tempat yang wajar. Jadi pencurian atau sariqoh adalah mengambil barang atau harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi di tempat penyimpanan yang biasa digunakan untuk menyimpan barang atau harta kekayaan tersebut.4 Hukum mencuri adalah haram, dilarang oleh Islam, karena selain merugikan orang lain juga merupakan kegiatan melawan hukum dan merupakan tindakan tercela dalam masyarakat. Delik pencurian ditetapkan di dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” 4
Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, (jakarta: Badan Litbang, 1997), hlm 138.
32
Ayat ini turun untuk menjelaskan hukuman bagi seorang pencuri laki-laki dan pencuri perempuan. Ini sesuai penyebab turunnya ayat yang terkait dengan kisah seorang perempuan dari kabilah Makhzumiah yang mencuri di zaman Rasulullah. Korban pencurian melaporkan pelaku kepada Rasulullah, mereka berkata; “Inilah perempuan yang telah mencuri harta benda kami, dan keluarganya akan menebusnya”. Beliau bersabda” “Potonglah tangannya”. Keluarga pelaku menjelaskan, “Kami berani menebusnya lima ratus dinar”. Nabi saw. bersabad, “Potonglah tangannya”. Maka dipotonglah tangan kanan perempuan itu. Lalu pelaku bertanya, “Apakah tobatku masih diterima, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, engkau hari ini bersih dari dosamu seperti pada hari engkau dilahirkan oleh ibumu”. Lalu turunlah ayat berikut: “Maka barangsiapa bertobat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya” (QS. Al-Maidah 5:38).5 1.
Macam-macam Pencurian Pencurian dalam syari’at Islam ada dua macam yaitu, sebagai berikut: a.
Pencurian yang hukumannya had Pencurian yang hukumannya had terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
5
Hakim Muda Harahap, Ayat-ayat Korupsi... , hlm. 80
33
1) Pencurian ringan. Yaitu pencurian yang wajib dikenai hukum potong tangan menurut rumusan yang dikenakan oleh Abdul Qodir sudah Audhoh bahwa pencurian ringan adalah mengambil harta milik orang lain secara diam-diam, yaitu dengan jalan sembunyi-sembunyi.6 2) Pencurian berat. Yaitu
pencurian
harta
secara
merampas
dan
menentang.7 Ini disebut juga hirabah atau perampokan, tetapi bukan dalam arti yang hakiki, melainkan dalam arti majazi. Secara hakiki pencurian adalah pengambilan harta milik orang lain secara diam-diam, sedangkan pengambilan secara terang-terangan dan kekerasan disebut perampokan. Hanya saja dalam perampokan juga terdapat undur-unsur diaqmdiam atau sembunyi-sembunyi jika dinisbahkan kepada penguasa atau petugas keamanan.8 Itulah sebabnya hirabah (parampokan) diistilahkan dengan sirqoh sughro atau pencurian. Perbedaan antara pencurian ringan dan pencurian berat adalah bahwa dalam pencurian ringan, pengambilan harta itu dilakukan tanpa sepengetahuan pemiliknya dan juga
6
Ahmad Wardi Muslieh, Hukum Pidana...,hlm. 81. Syaid Sabiq, Fiqh Sunnah ..., hlm. 202. 8 Ahmad Wardi Muslieh, Hukum Pidana...,hlm. 93. 7
34
tanpa kerelaannya. Dalam istilah lain, pencurian berat ini disebut jarimah hirabah atau perampokan.9 b.
Pencurian yang hukumannya ta’zir Ta’zir
secara
etimologis
berarti
menolak
atau
mencegah.pengertian secara terminologis, yang dikehendaki dalam fiqh jinayah adalah seperti yang dikemukakn dibawah ini:
التعزيرهو العقوبات التى لم يرد من الشارع ببيان مقدار هاونر كئ تقدير هالو لي االمر او القاض المجاهدين Ta’zir adalah bentuk hikuman yang tidak disebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi kekuasaan waliyyul amri atau hakim.10 Pengertian ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib artinya memberikan pelajaran, dan juga dengan arrddu wal man’u yang artinya menolak dan mencegah
11
yahkni ta’zir diartikan sebagai
hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba Allah yang tidak ditentukan Al-Qurr’an dan hadist. Ta’zir berfungsi memberikan pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegah untuk tidak mengulangi perabuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah hukuman terhadap perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan hukuman had atau kafarat.
9
Ahmad Wardi Muslieh, Hukum Pidana...,hlm. 82. Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 141. 11 Ahmad Wardi Muslieh, Hukum Pidana ..., hlm. 248. 10
35
Menurut istilah, ta’zir didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut:
والتعزير تأديب على ذنوب لم تشرع فيها الحدود Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Ibrahim Uunais dan kawan-kawan memberikan definisi ta’zir menurut syara’ sebagai berikut:
تأدبب ال يبلغ الحد الشرعي: التعزير شرعا Ta’zir menurut syarat adalah hukuman pendidikan yang tidak mencapai hukuman had syar’i.12 Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas meninjau ta’zir dari segi hukum bahwa ta’zir merupakan hukuman yang tidak ditentukan syara’. Jarimah ta’zir adalah jarimah yang sebagian terbesar jarimahnya dan seluruh sanksinya ditentukan penguasa. Namun, ada sebagian kecil jarimah ta’zir yang ditentukan syara’ walaupun dalam hal hukuman diserahkan kepada kebijakan ulul amri, maka dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah ta’zir adalah: 1) Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya, hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara’ dan ada batasan minimal dan maksimal. 2) Penentuan tersebut adalah hak penguasa (ulul amri).
12
Ahmad Wardi Muslieh, Hukum Pidana ..., hlm. 249.
36
Pencuri yang harus dikenakan ta’zir adalah pencuri yang syarat-syarat penjatuhan hadnya tidak lengkap, oleh karena syarat-syarat penjatuhan hadnya belum atau tidak lengkap, maka pencurian itu tidak dikenai had, tetapi dikenai ta’zir atau sanksi. Tapi Rasulullah telah memberi putusan dengan melipat gandakan tanggungan atas orang yang mencuri barang, dimana pencurinya itu tidak dihukum potong tangan. Putusan Rasulullah SAW. Ini telah dijatuhkan atas pencuri buah-buahan yang masih tergantung pada pohon dan pada pencuri kambing yang ada ditempat gembalaan.13 Pencuri yang hukumannya ta’zir juga dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1) Semua jenis hukuman yang dikenai hukuman had, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi.14 Syarat ialah sesuatu ada tidak adanya hukum tergantung ada tidaknya sesuatu itu. Yang dimaksud dengan sesuaatu itu, ialah adanya sesuatu yang menurut syara’ dapat menimbulkan pengaruh (atsar) kepada ada tidaknya hukuman. Jadi syarat ialah sesuatu yang keluar dari hakikat yang disyariati (musyruth), yng mengakibatkan tidak adanya syarat. Tetapi adanya masyruth tidak disyaratkan wajib adanya syarat.
13 14
Sayid sabiq, fiqh Sunnah ..., hlm. 201. Ahmad Wardi Muslieh, Hukum Pidana ..., hlm. 82
37
Syarat-syarat itu menurut syara’ ialah syarat yang dapat menyempurnakan “sebab” dan menjadikan pengaruh sebab itu sebagai yang timbul dari padanya. Jadi, pencuri adalah sebab keharusan hukuman potong tangan, tetapi dengan syarat pencurian tadi dilakukan secara diam-diam, barang yang diambil berupa harta, harta tersebut milik orang lain, barang yang dicuri tersimpan ditempat simpanannya dan barang tersebut mencapai nisab pencuri.15 2) Pengambilan harta milik orang lain dengan sepengetahuan pemilik tanpa kerelaannya dan tanpa kekerasan. Contohnya seperti menjambret kalung dari leher seorang wanita, lalu penjambret itu melarikan diri dan pemilik barang tersebut melihatnnya sambil berteriak meminta bantuan.16 2.
Sifat-sifat yang dianggap sebagai pencuri Sifat-sifat yang bisa dianggap sebagai pencuri yang harus dihadd adalah: a. Orang yang mencuri itu mukallaf Pencuri tersebut orang yang dewasa dan berakal. Dengan demikian, anak kecil dan orang gila yang mencuri tidak bisa dihadd. Karena keduannya bukan orang mukallaf. Akan tetapi nak tersebut haruslah diberi pelajaran.
15 16
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah hukum Islam,(Bandung: Risalah, 1983), hlm. 4. Ahmad Wardi muslieh, Hukum Pidana ..., hlm. 82.
38
b. Perbuatan mencuri itu atas dasar kehendaknya sendiri. Apabila ia dipaksa untuk mencuri, maka ia tidak bisa dikategorikan sebagai pencuri yang harus dihadd. Karena paksaan itu menghilangkan kehendaknya sendiri yang berarti juga menghilangkan taklif. c. Pencuri itu tidak ada hak syubahat terhadap barang yang dicurinya. Apabila ia punya hak syubahat terhadap barang yang dicurinya, maka ia tidak bisa dipotong tangannya. Dengan demikian, maka orang tua yang mencuri harta anaknya tidak bisa dijatuhi hukuman potong tangan. d. Pencuri mengambil harta dari tempat yang semestinya, sesuai dengan harta yang dicurinya. Bahwa seperti halnya orang yang mencuri buah pohon yang tidak dipagar tidak memenuhi syarat hukum potong tangan, orang yang mencuri cicin emas yang terletak diatas meja makan tidak dapat dihukumi had potong tangan. Namun, apabila pencuri sapi di kandang diluar rumah memenuhi syarat dijaatuhi hukuman hadd potong tangan sebab sapi tidak pernah dukandang di dalam rumah. e. Harta yang dicuri mencapai nisab. Nisab harta curian yan dapat mengakibatkan hukuman had potong tangan ialah seperempat dinar (seharga emas 1,62 gram). Dengan demikian, pencurian harta yang tidak mencapai nisab hanya dapat dijatuhi hukuman ta’zir. Nisab harta curian itu dapat
39
dipikirkan kembali, sesuai dengan keadaan ekonomi suatu waktu tempat. 2. Landasan Hukum Pencurian Ajaran islam bukan materialisme, melainkan Islam mengajarkan kepada umat Islam untuk berusaha sekuat tenaga sesuai kemampuan untuk mencari harta. Syariat Islam yang ditetapkan oleh Allah SWT, dan Muhammad Rasulullah SAW. Memuat seperangkat aturan dalam hal memperoleh harta. Mengambil berarti merugikan sepihak. Ketentuan potong tangan bagi para pencuri, menunjukan bahwa pencuri yang dikenai sanksi hukuman potong tangan adalah pencuri yang propesional atau pencuri karena keterpaksaan.17 Sudah jelas bahwa perbuatan mencuri telah dilakukan oleh seorang, maka wajiblah hadd ditegakan atasnya. Maka itu harus dipotong tangan kanannya. Karena ada firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 38:
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
17
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta, Sinar Grafika, 2009 ), hlm. 67
40
Hukuman potong tangan tersebut tidak boleh diganti dengan hukuman lain yang lebih ringan, begitu pula hukuman tersebut tidak boleh ditunda.18 Nilai filosofisnya hukum potong tangan bagi pencuri antara lain untuk mengingatkan manusia akan nikmat Allah SWT. Berupa tangan sehingga manusia mensyukurinya dengan mempergunakan tanga tersebut untuk berbuat baik dan bukan berbuat kejahatan. Tangan merupakan anugrah Allah SWT. Yang sangat berguna dalam menjalani kehidupan dunia. Dengan tangan, manusia bisa melakukan banyak perkara yang bermanfaat baginya. Namun dengan tangan pula manusia dapat menzalimi hak-hak orang lain. Oleh karena itu, pencuri yang menggunakan tangannya itu mengambil harta orang lain untuk dengan zalim memang baik untuk dihukumi supaya ia jera dan masyarakat umum aman dari perbuatan jahatnya. Dan hukum yang setimpal untuk pencuri adalahpotong tangan.19 Selain hukum pencurian yang bersumber dari Al-qur’an didalam hadis juga di ungkapkan yaitu:
عن عائشة رضي هللا عنها قالت كان رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص يقطع السارق في ربع دينار فصاعدا Diriwayatkan dari syadinatina Aisyah ra, katanya: Rasulullah saw. Memotomg tangan seorang yang mencuri harta yang senilai satu perempat dinar ke atas.
18 19
Sayid sabiq, fiqh Sunnah ..., hlm. 236 Muhammad Ichsan dan M.Edrio Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif, hlm. 139.
41
Garis hukum yang dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an dan hadist diatas adalah sebagai berikut: 1. Sanksi hukum bagi laki-laki perempuan yang mencuri adalah hukum potong tangan sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. 2. Umat-umat
terdahulu
kalau
ada
yang
mencuri,
mereka
membiarkannya, tetapi apabila mereka dapati yang lemah diantara mereka yang mencuri, mereka akan dijatuhi hukuman ke atasnya demi Allah sekiranya sayyidina Fatimah binti Muhammad yang mencuri, niscaya aku yang akan memotong tangannya. 3. Seorang pencuri tidak akan mencuri jika dia berada dalam keimanan yaitu iman yang sempurna. 4. Rasulullah SAW memotong tangan seorang yang mencuri harta senilai satu perempat dinar keatas. 5. Rasulullah SAW pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah persai yang bernilai sebanyak tiga dirham .20 Salah satu yang di banggakan manusia adalah harta. Syariat Islam yang telah ditetapkan Allah SWT dan Muhammad SAW memuat seperangkat aturan dalam hal memperoleh harta. Memperoleh harta dengan cara yang haram seperti berbuat curang merugikan orang lain, mencari keuntungan yang berlebihan, dan lain-lain harus dihindari oleh umat Islam. 20
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 1996),cet. 4, hlm. 87.
42
Mengambil hak orang lain sepihak berarti merugikan sepihak. Ketentuan potong tangan bagi pencuri, menunjukan bahwa pencuri yang dikenai sanksi hukum potong tangan adalah pencuri yang profesional, bukan pencuri iseng, atau bukan karena keterpaksaan. Sanksi potong tangan atas hukuman bapencuri bertujuan antara lain sebagai berikut: 1. Tindakan preventif yaitu menakut-nakuti, agar tidak terjadi pencurian, mengingat hukuman yang berat. 2. Membuat pencuri timbul rasa jera, sehingga ia tidak melakukan untuk berikutnya. 3. Menumbuhkan rasa kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil jerih payah orang lain. 4. Menumbuhkan semangat produkativitas melalui persaingan sehat. 5. Tidak berlaku hukum potong tangan terhadap pencuri yang melakuakan tindak pidana pada musim paceklik, memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi massyarakat, sehingga tidak hanya mementingkan diri sendiri.21 3. Sanksi Pencurian Menurut Hukum Islam Tindak pidana didalam Islam disebut jarimah, jarimah jika ditinjau dari segi hukumnya, menurut Islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : jarimah hudud, jarimah Qisas dan jarimah ta’zir.
21
Prof. Dr. H. Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta, Sinar Grafika, 2009 ), hlm. 68.
43
Didalam hukum pidana Islam yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist terdapat beberapa bentuk sanksi atau hukuman terhadap seseorang yang melakukan jinayat, diantaranya: a. Hukuman Hudud Hukuman hudud adalah hukuman yang ditentukan dan ditetapkan Allah SWT di dalam Al Qur’an dan Al Hadist.22 Hukuman hudud ini adalah hak Allah yang bukan saja tidak boleh diganti hukumannya atau diubah, tetapi juga tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun di dunia. Bagi yang melanggar ketetapan hukuman hukum Allah yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah termasuk dalam golongan orang zalim. Firman Allah SWT dalam Qur’an surat Al-Baqarah ayat 229 yaitu:
22
Masrun, jinayah, (Yogyakarta: Universitas Indonesia Press, 1987), hlm. 24.
44
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.23 b. Hukuman Qishas Hukum qishas sama dengan hukuman Hudud juga, yaitu hukuman yang telah ditentukan Allah di dalam Al-Qur’an dan Al Hadist. Hukuman qishas adalah kesalahan yang dikenakan hukuman balas.24 Membunuh dibalas dengan dibunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukai dibalas dengan melukai, menciderai dibalas dengan menciderai. c. Hukuman Diyat Hukuman diyat adalah harta yang harus dibayar dan diberikan oleh pelaku jinayat kepada wali atau ahli warisnya sebagai ganti rugi atas jinayat yang telah dilakukan kepada korbannya. Hukuman diyat diberikan pada orang yang melakukan
kesalahan qishas dan ini
merupakan sebagai gati rugi atas kesalahan-kesalahan yang berupa penganiayaan atau melukai anggota badan.25 d. Hukuman Ta’zir
23
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1995), hlm. 52 24 Masrun, Jinayat,....hlm. 25. 25 Masrun, Jinayat,....hlm. 26.
45
Hukuman ta’zir adalah jinayat yang tidak di jatuhkan hukumn hudud atau qishas. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan kadar dan bentuk hukuman dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist, hukuman ta’zir dapat berupa celaan, kurungan, diasingkan, dera, dan ganti kerugian.26 Jenis, kadar dan bentuk hukuman ta’zir tergantung kepada kearifan hakim untuk menentukan dan memilih hukuman yang patut dikenakan atas pelaku jinayat itu karena hukuman ta’zir bertujuan untuk mencegah pelaku jinayat mengulangi kembali kejahatan yang mereka lakukan dan bukan untuk menyiksa mereka. Dengan kata lain ta’zir ialah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan hakim atas pelaku jinayat atau perbuatan ma’siat yang hukumannya belum ditentukan dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Dalam Islam tindak pidana sirqah atau pencurian, dan pencurian masuk dalam jarimah hudud, dimana sanksi atas kemaksiatan yang macam kasus dan sanksinya telah ditetapkan oleh syari’ah. Islam hanya membolehkan umatnya untuk mengambil dan mengkonsumsi sesuatu yang halal dan baik dari rejeki yang diberikan oleh Allah kepadanya, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 88:
26
Ahmad Azhar Basyir, Ikhtiar Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Press, 2006), hlm. 56.
46
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. Pengertian halal dalam ayat diatas adalah dalam cara mendapatkannya, sesangkan pengertian baik adalah daari segi zat dan materinya. Hal ini mengandung arti tidak boleh memakan sesuatu yang tidak baik materinnya dalam arti dapaat mendatngkan bahaya, dan tidak halal mendapatkannya. Mengambil dan memakan sesuatu dengan cara tidak halal itulah yang secara umum disebut mencuri.27 Dalam surat Al-Maidah ayat 88, lebih tegas lagi dinyatakan Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 29: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Mencuri dalam segala bentuknya adalah perbuatan yang dilarang Allah dan hukumannya adalah haram, karena perbuatan tersebut termasuk pelanggaran terhadap harta yang dimiliki orang. Hukum haram tersebut dipertegas dengan ancaman hukum dunia yang 27
Amir Syarifudin, Garis-Garis besar Fiqh, (Bogor,: Pernada Media, 2003), hlm. 297
47
diberikan pencuri, yaitu potong tangan. Ancaman hukum ini termasuk kedalam wilayah hudud, karena pelanggaran terhadap hak umum, yang pelakunya dituntut oleh penuntut umum, baik diadukan oleh yang menjadi korban pencuria atau tidak.28 Berdasarkan ayat Al-qur’an secara tegas mengungkapkan sanksi terhadap pelanggaran pidana pencurian, yaitu potong tangan dengan syarat sebagai berikut: 1. Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai satu nisab, yaitu kadar harta tertentu yang diterapkan sesuai dengan undang-undang. 2. Barang curian dapat diperjual belikan. 3. Barang atau uang yang dicuri bukan milik baitul mal. 4. Pencuri usianya sudah dewasa. 5. Perbuatan dilakukan atas kehendak sendiri bukan atas paksaan orang lain. 6. Tidak dalam kondisi dilanda krisis ekonomi. 7. Pencuri
melakukan
perbuatannya
bukan
karena
memenuhi
kebutuhan pokok. 8. Korban pencurian bukan orang tua, dan bukan pula keluara dekatnya (muhrim). 9. Pencuri bukan pembantu korbannya. Jika pembantu rumah tangga mencuri perhiasannya.
28
Ibid, hlm.298
48
10. Ketentuan potong tangan, yaitu sebelah kiri. Jika ia masih melakukan untuk yang kedua kali yang harus dipotong adalah kaki kanannya, dan seterusnya.29
Dalam Islam apabila seorang pencuri mempuyani penyakit seperti tidak berakal/adanya gangguan jiwa (hilang ingatan), maka Allah akan mengampuni kesalahannya. Dosa seseorang akan berlaku bagi mereka yang bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Mereka yang menyadari dan mengetahui bahwa tindakan mencuri merupakan tindakan buruk dan merugikan orang lain, namun tetap melakukan hal tersebut, maka jelas ia telah melanggar larangan Allah dan Allah tidak menyukai perbuatannya. Namun pada penderita kleptomania, pada saat melakukan tindakan tersebut, hilangnya kesadaran mereka untuk dapat mengontrol diri dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dalam surat Ar-Ra’d ayat 28
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram.” Salah satu penyebab tindakan klepto adalah timbulnya gangguan kecemasan dan hati yang tidak tenang. Maka Allah telah 29
Zinudin Ali, Hukum Islam Pengantar Hukum Islam di Indonesia, ...hlm. 118
49
menurunkan firman-Nya seperti diatas. Bahwa dengan mengingat Allah (berdzikir) akan menghindarkan seseorang dari berbagai gangguan jiwa seperti kleptomania. Seorang muslim seharusnya mempercayai bahwa jika ia mengingat Allah dalam setiap keadaan, maka itu dapat menjadi penyembuh dari berbagai penyakit hati dan gangguan jiwa. Sehingga hidup pun menjadi lebih tentram dan damai serta terhindar dari berbagai penyakit.30 Pencurian keptomania tidak dapat dikenakan pidana sesuai dengan tindak pindana pencurian, karena kleptomania di qiyaskan seperti halnya orang yang hilang ingatan.
B. Tindak Pidana Pencurian Persfektif Hukum Positif. 1. Pengertian Pencurian Menurut Hukum Positif Tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang hampir dalam setiap daerah di Indonesia. Oleh karenanya sangat logis apabila jenis tindak pidana menempati urutan teratas diantara tindak pidana yang lain. Hal ini dapat dilihat banyaknya terdakwa dalam tindak pidana pencurian yang dijauhkan ke sidang pengadilan. Kata “curi” artinya
mengambil
dengan
diam-diam,
sembunyi-sembunyi
tanpa
diketahui orang lain. Mencuri berarti mengambil milik orang lain secara tidak sah. Orang yan mencuri milik orang lain disebut pencuri.31 30
http://fathifaza.wordpress.com/2011/06/18/kaitan-kleptomania-dengan-pendekatan-psikologisosial-dan-spiritual 31 Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 97.
50
Di dalam ketentuan KUHP Indonesia, yang disebut pencuri itu ialah “ Barang siapa mengambil sesuatu yang seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp. 900,00 (sembilan ratus rupiah).
2. Landasan Hukum Pencurian Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tindak pidan pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan. Berikut akan dikaji secara mendalam tindak pidana pencurian beserta unsur-unsurnya yang diatur dalam KUHP. a) Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHP) Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam pasal 362 KUHP yang menyatakan : “Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,- (sembilan ratus rupiah)”32 Berdasarkan rumusa pasal 362 KUHP diatas, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut: a. Unsur obyektif a.1 Unsur mengambil ialah dapat dikatakan “mengambil” apabila pelaku baru menyentuh atau memegang barangnya dan kemudian melepasnya kembali karena kemudian ketahuan oleh
32
Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia,...hlm. 97
51
pemiliknya. Untuk melihat adanya perluasan pengertian “mengambil”, dibawah ini diberikan contoh perbuatan yang bermakna “mengambil”. Menampung minyak kedalam kaleng atau botol yang mengalir dari drum minyak yang besar merupakan perbuatan “mengambil” minyak. Mengalirkan arus listrik sebelum “meteran” dengan menggunakan kawat dinyatakan sebagai “mengambil tau mencuri listrik. Melihat contoh diatas tampak bahwa perkataan “mengambil” telah ditafsirkan secara dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat. a.2 Suatu barang atau benda. Sebagaimana pengertian mengambil, pengertian “barang” dalam pasal 362 KUHP juga mengalami perkembangan makna. Pengertian “barang” dalam pasal 362 KUHP ini pada awalnya menunjuk pada pengertian barang atau benda bergerak dan berwujud, termasuk binatang. Benda bergerak dan berwujud tersebut misalnya, radio, televise, uang dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya pengertian “barang” atau “benda” tidak hanya terbatas pada benda/ barang berwujud dan bergerak tetapi termasuk dalam pengertian barang/benda adalah “barang/benda tidak berwujud dan tidak bergerak”. Benda yang dikategorikan sebagai benda tidak berwujud dan tidak bergerak tersebut antara lain halaman
52
dengan segala sesuatu yang dibangun diatasnya, pohon-pohon dan tanamanyang tertanam dengan akarnya didalam tanah, buah-buahan yang belum dipetik dan sebagainya. a.3 Benda tersebut seluruhnya atau sebagaian milik orang lain. Unsur ini mengandung suatu pengertian, bahwa benda yang diambil itu haruslaha barang/benda yang dimiliki baik seluruhnya atau sebahagian oleh orang lain. Jadi harus ada pemiliknya,
sebab
sebagaimana
di
atas
disinggung,
barang/benda yang tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi objek pencurian. Dengan demikian dalam tindak pidanan pencurian, tidak dipersyaratkan barang/benda yang diambil atau dicuri itu milik orang lain secara keseluruhan. Pencurian tetap ada, sekalipun barang tersbut hanya sebagian saja yang dimiliki oleh orang lain dan sebagian yang dimiliki oleh pelaku sendiri. Berikut ini akan dibicarakan unsur pencurian selanjutnya yaitu unsure subjektif.33 b. Unsur Subyektif. b.1 Dengan maksud ialah sebagaimana telah dikemukakan, bahwa unsur kesengajaan dalam, rumusan tindak pidana dirumuskan dengan berbagai istilah, termasuk didalamnya adalah istilah “dengan maksud”. Dengan demikian, unsur “dengan maksud” 33
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1994), hlm. 250.
53
dalam Pasal 362 KUHP menunjuk adanya unsur kesengajaan dalam tindak pidana pencurian. apakah pelaku mempunyai maksud atau tidak untuk menguasai barang tersebut untuk dirinya sendiri secara melawan hukum haruslah dibuktikan. b.2 Memilki untuk dirinya sendiri ialah unsur “memiliki” untuk dirinya sendiri dalam rumusan Pasal 362 KUHP merupakan terjemahan dari kata zich toeeigenen. Istilah zich toeeigenen sebenarnya mempunyai makna yang lebih luas dari sekedar “memilki”. Dengan demikian, orang yang mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk dimilki sendiri secara otomatis masuk dalam pengertian pencurian, sebab unsur “memiliki” juga terkandung dalam pengertian zich toeeigenen. Sementara itu menurut MvT, yang dimaksud dengan zich toeeigenen adalah mengusai suatu barang/benda seolah-olah ia adalah pemilik dari benda tersebut. b.3 Secara Melawan Hukum ialah unsur “melawan hukum” dalam tindak pidana pencurian ini erat dengan unsure menguasai untuk dirinya sendiri (zich toeeigenen). Unsur “melawan hukum” ini akan memeberikan warna pada perbuatan “menguasai”, agar perbuatan “menguasai” itu menjadi perbuatan yang dapat dipidana.34 b) Pencurian Dengan Pemberatan Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP 34
Wirjono Projodikoro, SH. DR, Tindak-Tindak Pidana tertentu di Indonesia, (Bandung,: Eresco,1986), hlm.13
54
Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan antara lain: Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHP. Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dirumuskan sebagai berikut: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: Ke-1 : pencuri ternak Ke-2 : pencurian pada waktu kebakaran, letusan, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus kapal karam, terdampar, kecelakaan kereta api, huruhara, pemberontakan atau bahaya perang. Ke-3 : pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang adanya disitun tidak diketahui atautidak dikehendakioleh yang berhak. Ke-4 : pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersukutu. Ke-5 : pencurian untukmasuk ketempat melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan untuk merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (2) Pencurian yang diterangakan dalam ke-3 desertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pdana paling lama sembilan tahun.35 Unsur-unsur yang memberatkan, dalam Pasal 363 ayat (1) KUHP yang meliputi : a.1 Pencurian Ternak (Pasal 363 ayat (1) ke-I KUHP). Dalam Pasal 363 ayat (1) ke-I KUHP unsur yang memberatkan pencurian adalah unsur “ternak”. Berdasarkan ketentuan Pasal 101 KUHP, “ternak” diartikan sebagai
35
Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia,...hlm. 98
55
Hewan memamah biak, misalnya kerbau, sapi, kambing, dan sebagainya. (Pasal 363 ayat (1) ke-2 KUHP). Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang (Pasal 363 ayat (1) ke-2 KUHP). Untuk berlakunya ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-2 tentag kapal dapat kita lihat Pasal 95 KUHP . (Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP). Pencurian diwaktu malam kita lihat pasal 98 KUHP .36(Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP) unsur-unsurnya antara lain: a. Unsur malam ialah berdasarkan Pasal 98 KUHP yang dimaksud dengan “malam” adalah waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit. Pengertian yang diberikan oleh Pasal 98 KUHP tersebut bersifat sangat fleksibel karena tidak menyebutkan secara definitive jam berapa. Pengertian “malam”dalam Pasal 98 KUHP mengitkuti tempat di mana tindak pidana itu terjadi. b. Unsur dalam sebuah rumah ialah istilah “rumah” atau tempat kediaman diartikan sebagai “setiap bangunan yang dipergunakan sebagai tempat kediaman”. Jadi di dalamnya 36
SuhartoRM, Hukum Pidana Materiil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), cet.2, hlm. 73
56
termasuk gubug-gubug yang terbuat dari kardus yang banyak dihuni oleh gelandangan. Bahkan termasuk dalam pengertian “rumah” adalah gerbong kereta api, perahu atau setiap
bangunan
yang
diperuntukkan
untuktempat
kediaman. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa istilah “rumah” mengandung arti setiap tempat tinggal. c. Unsur pekarangan tertutup yang ada rumahnya ialah dengan pekarangan tertutup dimaksudkan adalah sebidang tanah yang mempunyai tanda-tanda batas yang nyata, tandatanda mana dapat secara jelas membedakan tanah itu dengan tanah di sekelilingnya. (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP).Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. Istilah yang sering digunakan oleh pakar hukum berkaitan dengan pencurian yang diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP adalah Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Dikatakan ada pencurian oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama apabila dua oaring atau lebih itu bertindak sebagai turut serta melakukan sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 55 KUHP, sedang yang lain hanya sebagai pembantu (pasal 56 KUHP). 37
37
SuhartoRM, Hukum Pidana Materiil,(Jakarta: Sinar Grafika, 2002), cet.2, hlm. 74
57
(Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP). Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada
barang
yang
diambilnya,
dilakukan
dengan
membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak kunci palsu, dengan perintah palsu, atau pakaian jabatan (seragam) palsu. Beberapa unsur-unsur tersebut telah dijelaskan di muka. Oleh karena pengertian unsur-unsur tersebut juga sama, maka tidak akan dibahasa kembali. b.1 Unsur yang memberatkan, dalam Pasal 363 ayat (2) KUHP yang meliputi: Di dalam ketentuan Pasal 363 ayat (2) KUHP dinyatakan: jika pencurian yang diterangkan dalam Pasal 363 ayat (1) KUHP, maka dikenakan pidana paling lama sembilan tahun. Berdasarkan ketentuan Pasal 363 ayat (2) KUHP di atas, maka pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama ataupun yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yangh diambilnya, dilakukan dengan membongkar,
merusak
atau
memanjat
atau
dengan
menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu, diancam dengan pidana yang lebih berat yaitu sembilan tahun.
58
Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365 KUHP. Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP. sebagai berikut : (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun : Ke-1 : jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tretutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. Ke-2 : jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara be Ke-3 : jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. Ke-4 : jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. (3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3.38 Unsur-unsur yang ada dalam ketentuan Pasal 365 KHUP. a.1 Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 365 ayat (1) KUHP adalah apabila unsur kekerasan atau ancaman kekerasan di atas dihubungkan dengan unsur lain dalam Pasal 365 KUHP, yaitu unsur “luka berat atau mati”, maka dapat disimpulkan bahwa
38
SuhartoRM, Hukum Pidana Materiil,(Jakarta: Sinar Grafika, 2002), cet.2, hlm. 38
59
yang dimaksudkan dengan “kekerasan atau ancaman kekerasan” dalam Pasal 365 KUHP adalah “kekerasan dalam arti fisik”. Termasuk dalam pengertian kekerasan adalah mengikat orang yang punya rumah, menutup di dalam kamar dan sebagainya. b.2 Unsur-unsur Pasal 365 ayat (2) KUHP. b.2.1 Unsur –unsur Pasal 365 ayat (2) ke-1 KUHP adalah: a. waktu malam b. dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya. c. di jalan umum. d. dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. b.2.2 Unsur-unsur Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP ialah unsur yang terdapat dalam pasal tersebut
adalah unsur
“dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersamasama”. Terhadap unsur ini sudah dijelasakan di muka, sehingga tidak memerlukan penjelasan lagi.39 b.2.3 Unsur-unsur Pasal 365 ayat (2) ke-3 KUHP ialah sebagaimana unsur-unsur dalam pasal sebelumnya, unsurunsur dalam Pasal 365 ayat (2) ke-3 juga sudah secara panjang lebar dijelaskan di muka. Dalam ketentuan Pasal 365 ayat (2) ke-3 ini diatur pencurian yang didahului, disertai atau diikuti kekerasan atau ancaman kekerasan
39
Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia,...hlm. 99.
60
dengan maksud untuk mempersiapkan dan sebagainya dimana masuknya ke tempat melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambilnya dilakukan dengan jalan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anaka kunci palsu, perintah palsu atau seragam palsu b.2.4 Unsur-unsur Pasal 365 ayat (2) ke-4 KUHP ialah unsur pasal
365
ayat
(2)
ke-4
KUHP
adalah
unusr
“mengakibatkan luka berat”. Tentang pengertian luka berat ini sudah diatur dalam ketentuan Pasal 90 KUHP. b.3. Unsur-unsur Pasal 365 ayat (3) KUHP ialah unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan Pasal 365 ayat ke (3) KUHP kiranya sudah cukup jelas adanya. Pencurian yang didahului, disertai atau diikuti oleh kekerasan atau ancaman kekerasan dan sebagainya apbila mengkibatkan kematian, maka terhadap pelakunya diancam dengan pidana yang lebih berat, yaitu berupa pidana penjara paling lima belas tahun. b.4. Unsur-unsur Pasal 365 ayat (4) KUHP ialah unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan Pasal 365 ayat (4) KUHP ini juga sudah dibahas dalam bagian sebelumnya, sehingga tidak perlu lagi dibahas kembali. Dalam ketentuan ini ditegaskan, bahwa apabila pencurian yang diatur dalam Pasal 365 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mengakibatkan luka atau mati dan dilakukan oleh dua
61
orang atau lebih secara bersama-sama juga disertai salah satu hal yang dimaksud dalam ketentuan No. 1 dan 3, ancaman pidananya berupa pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. 40
c) Pencurian Ringan Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi diperingan. Pencurian ringan di dalam KUHP diatur dalam ketentuan Pasal 364. termasuk dalam pengertian pencurian ringan ini adalah pencurian dalam keluarga. Rasi. Pencurian dalam keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP. Dengan demikian terdapat dua bentuk pencurian yang diatur dalam Pasal 364 dan 367 KUHP 1. Pencurian Ringan Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHP yang menyatakan: “Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 KUHP ke4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika haraga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah (cetak miring dari penulis),dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.41
40
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)..., hal. 254.
41
R. Sugandhi, KUHP Dengan penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm. 381.
62
Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP diatas, maka unsur-unsur dalam pencurian ringanadalah: 1. Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP); 2. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau leboh secara bersama-sama (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KHUP); 3. Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak kunci, perintah palsu atau seragam palsu; 4. Tidak dilakukan dalam sebuah rumah; 5. Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya; dan apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah. 2. Pencurian dalam keluarga Pencurian dalam keluarga diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHP yang menyatakan: a. Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (isteri) orang yang kena kejahatan itu, yang tidak bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta benda, maka pembuat atau pembantu itu tidak dapat dituntut hukuman. b. Jika ia suaminya (isterinya) yang sudah diceraikan meja makan, tempat tidur, atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam keturunan yang lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat yang kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dri orang yang dikenakan kejahatan itu. c. Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapak dilakuakn oleh orang lain dari bapak kandung, maka ketentuan dalam ayat kedua berlaku juga bagi orang itu.42 42
Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia,...hlm. 100.
63
Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHP ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHP akan terjadi, apabila seorang suami atau isteri melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda istri atau suaminya. Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) KUHP apabila suami-istri tersebut masih dalam ikatan perkwinan yang utuh, tidak terpisah meja atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayaannya, maka pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan.43 3. Konsep “Kemampuan Bertanggungjawab” dalam KUHP Dalam masalah kemampuan bertanggungjawab
dapat dilihat
dalam pasal 44 KUHP yang menyatakan: (1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganngu karena suatu penyakit tidak dipidana. (2) Jika ternyata perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukan kedalam rumah sakit jiwa, paling lama 1 tahun sebagai waktu pecobaan.44 Berdasarkan rumusan Pasal 44 KUHP tersebut diatas terlihat, bahwa dalam KUHP tidak dirumuskan apa yang dimaksud kemampuan
43 44
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).., hal.249 Jan Remelink, Hukum Pidana, (Jakarta: PT Gramedia Utama, 2003), hlm. 210.
64
bertanggungjawab, tetapi hanya merumuskan apa yang dimaksud kapan seseorang dianggap tidak mampu bertanggung jawab. Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 44 KUHP yang menyatakan : a.
Barangsiapa
melakukan
perbuatan
yang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena suatu penyakit, tidak dipidana. b.
Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, maka Hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.45 Ketentuan Pasal 44 (1) KUHP tersebut hakikatnya hanya
memuat suatu alasan-yang terdapat pada diri seorang pelaku tindak pidana-yang menjadi dasar untuk menyatakan, bahwa perbuatan yang dilakukannya itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Alasan yang digunakan untuk menyatakan, bahwa seseorang itu dianggap (secara hukum) “tidak” mampu bertanggungjawab adalah jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau jiwanya terganggu karena penyakit. Bahwa masalah “kemampuan bertanggungjawab” merupakan masalah yuridis sedang masalah keadaan “jiwa” – yang cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit – merupakan masalah medis. 45
Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, cet. II (Malang: UMM Press, 2009), h. 230
65
Oleh karena itu juga perlu dipahami, bahwa pihak yang berkompeten untuk menentukan apakah keadaan jiwa seorang pelaku tindak pidana itu “cacat dalam tumbuhnya” atau “terganggu karena penyakit” adalah dokter ahli jiwa atau psichiater, sedangkan yang menentukan apakah seorang pelaku tindak pidana itu dianggap mampu bertanggung jawab atau tidak adalah hakim.46 Berkaitan dengan masalah “kemampuan bertanggungjawab” selain adanya keadaan jiwa sebagaimana secara eksplisit dirumuskan dalam Pasal 44 (1) KUHP yang menjadi alasan untuk terdapat dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atas perbuatannya, juga terdapat beberapa keadaan jiwa yang tidak diatur dalam KUHP-yang di dalam praktek
hukum-juga
berhubungan
dengan
masalah
“kemampuan
bertanggungjawab”. Beberapa keadaan jiwa tersebut antara lain : a. Tidak mampu bertanggungjawab untuk sebagian. Di dalam praktek sehari-hari terdapat beberapa keadaan jiwa yang juga bisa dikualifikasi sebagai penyakit jiwa dimana terhadap penderitanya bisa dianggap tidak mampu bertanggungjawab untuk sebagian. Artinya, dalam keadaan-keadaan tertentu (yaitu ketika penyakit jiwanya datang) seseorang yang mengidap jenis penyakit ini dapat dikualifikasi sebagai orang yang tidak mampu bertanggung jawab, dengan satu pengertian, bahwa “perbuatan pidana” yang dilakukannya itu betul-betul disebabkan karena penyakit jiwa yang
46
Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan…., h. 231
66
dideritanya itu. Artinya, antara tindak pidana yang terjadi dengan jenis penyakit jiwa yang dideritanya itu ada hubungan. Beberapa penyakit jiwa yang dimaksud antara lain : 1. Kleptomanie, yaitu penyakit jiwa yang berujud dorongan yang kuat dan tak tertahan untuk mengambil barang orang lain, tetapi tidak sadar, bahwa perbuatan yang dilakukannya itu merupakan perbuatan yang terlarang. Biasanya barang yang diambil itu merupakan barang yang tidak ada nilainya baginya. Dalam keadaan biasa, biasanya keadaan jiwa orang ini adalah sehat. 2. Pyromanie, yaitu penyakit jiwa yang berujud kesukaan untuk melakukan pembakaran tanpa alasan yang jelas. 3. Claustrophobie, yaitu penyakit jiwa yang berupa ketakutan untuk berada di ruang yang sempit. Penderita jenis penyakit ini apabila berada
dalam
ruangan
yang
demikian
dapat
melakukan
pengrusakan, misalnya memecah kaca, dan sebagainya. 4. Penyakit yang berupa perasaan senantiasa dikejar-kejar oleh musuh-musuhnya.47 b. Kurang mampu bertanggungjawab Seseorang yang dinyatakan – oleh dokter jiwa/ahli jiwa – “kurang mampu bertanggungjawab” dalam konteks hukum pidana hakikatnya “tetap” dianggap “mampu bertanggungjawab”. Namun demikian, keadaan jiwa “kurang mampu bertanggungjawab-nya” itu 47
Erdiyanto Efendi, Hukum Pidana Indonesia, cet. I (Bandung: PT. Grafika Aditama, 2011), h. 261
67
dapat digunakan sebagai hal yang dapat “meringankan” dirinya dalam pemidanaan. Jadi, keadaan jiwa yang demikian hanya dianggap sebagai faktor yang dapat meringankan pidana bagi penderitanya. c. Keadaan “mabuk” (intexication, dronkenschap) Patut kiranya dikemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan pengaruh “mabuk” terhadap “keadaan jiwa” seseorang. Seseorang yang “mabuk” (dalam pengertian yang seluas-luasnya, pen.) biasanya disebabkan karena berbagai hal misalnya, minuman beralkohol, penggunaan zat-zat adiktif secara tidak terukur seperti morfen, ganja, kokain, dan sebagainya. Penggunaan zat-zat tersebut dapat
membahayakan
pemakainya.
Alkohol,
misalnya,
dapat
menyebabkan intoksikasi (keracunan/kebiusan) dari otak. Penggunaan minuman beralkohol dapat menimbulkan “psycoseaout” dengan tanda-tanda antar alain “perasaan hebat, perasaan gembira (euphorie), kehilangan kontrol moral, kurang kontrol terhadap diri sendiri, konsentrasi berkurang/hilang, merasa dirinya hebat, memandang sepele terhadap bahaya”. Jadi dampak penggunaan minuman beralkohol
dapat
mengarah
pada
“ketidakmampuan
bertanggungjawab” atau “kekurang-mampuan bertanggungjawab”. 48 Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tindak pidana pencurian pada penderita kleptomania
itu
dikategorikan
sebagai
penyakit
jiwa
yang
dipersamakan dalam pandangan hukum, baik menurut fiqh jinayah
48
Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan…., h. 235
68
maupun hukum positif yaitu, lebih menitik beratkan pada aspek kejiwaannya.