BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Rokok memang sangat identik dengan pria. Tetapi tidak menutup
kemungkinan seorang wanita bisa saja merokok. Jika seorang wanita merokok, khusus seorang gadis, sebuah stereotipe negatif akan melekat padanya. Tetapi beberapa penelitian di Eropa dan Amerika menunjukkan bahwa, wanita yang biasanya merokok adalah wanita-wanita karir yang sukses. Jadi, mungkin stereotipe budaya timur tidak cocok untuk menilai seorang gadis yang merokok di Barat dinilai dari etika. Rokok dan pria memang identik. Dimana ada rokok, berarti rokok tersebut adalah milik pria (jika dilihat dari etika ketimuran), tetapi tidak semua pria adalah perokok. Rokok adalah sebuah lambang maskulinitas, kata seorang perokok. Pernyataan inilah yang banyak menjerat remaja jatuh menjadi pecandu rokok diawal masa perkembangannya. Kita tahu bahwa, remaja adalah usia mencari sebuah identitas, khususnya identitas seorang laki-laki bagi remaja laki-laki, dan rokok adalah lambang kelaki-lakian itu (maskulinitas), sehingga seolah-olah menjadi hal yang lumrah ketika seorang pelajar pria akhirnya menjadi seorang perokok aktif dikarenakan sudah memulainya dari remaja, untuk mencapai pandangan masyarakat yang juga merokok, bahwa dengan merokok, remaja pria tersebut akan menjadi pria sejati.
!
"! http://digilib.mercubuana.ac.id/
!
#!
Benarkah rokok menjadi lambang maskulinitas? Seperti pada beberapa penelitian yang diadakan di Eropa, justru perempuan karir yang sukses cenderung merokok. Ini artinyanya bahwa, tidak ada perbedaan gender dalam merokok, kecenderungan ataupun yang lainnya. Yang menilai negatif atau positif adalah etika ketimuran. Jadi, siapa saja bisa merokok, baik-laki-laki maupun perempuan. Dibeberapa negara maju, seorang perokok biasanya dijadikan sebagai warga negara kelas dua, dimana mereka dipersulit untuk mendapatkan rokok, dan dibatasi tempat yang diperbolehkan untuk merokok. Sebuah pengalaman nyata, beberapa teman kantor yang berasal dari Singapura yang merokok, biasanya membeli persediaan rokoknya di Indonesia, karena harga rokok disana sangat mahal. Sebuah fenomena tentang rokok saat ini adalah, pecandu rokok, kebanyakan dari golongan menengah – kebawah. Jika dilihat dari usia, kebanyakan adalah usia remaja. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa, seorang perokok identik dengan gaya hidup yang kurang sehat, dan bagi remaja adalah soal pencarian jati diri yang belum matang. Tidak ada hubungan antara maskulitas dengan rokok, yang ada adalah pecandu rokok kebetulan kebanyakan laki-laki. Perkembangan iklan rokok telah mengalami perubahan apabila ditinjau dari bahasa visual yang digunakan. Sebelum diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pembatasan iklan rokok, visualisasi iklan rokok jelas secara frontal menampilkan rokok sebagai komoditas utama, baik batang rokok, kemasan serta praktek merokok. Namun dewasa ini, iklan rokok cenderung sama sekali tidak mengangkat komoditas rokok sebagai komoditas utama yang
! http://digilib.mercubuana.ac.id/
!
$!
diperdagangkan, melainkan mengangkat alam, kebudayaan dan juga sisi maskulinitas dari seorang laki-laki.1 Hal ini ditujukan untuk membangun sebuah persepsi bahwa merokok identik dengan maskulinitas yang memiliki tujuan meningkatkan penjualan produk rokok yang ada di Indonesia. Pada abad ke 19, rokok atau tembakau awalnya hanya diperuntukkan untuk pria dan tidak diperbolehkan untuk wanita. Sekitar tahun 1920, ketika emansipasi wanita dan persamaan gender mulai digembar-gemborkan, wanita perlahan ikut merokok. Meski demikian, dari sudut pandang secara psikologis, ada
efek
yang
berbeda
ketika
pria
atau
wanita
merokok.
Dalam hal ini, tak sedikit pria yang merasa lebih maskulin ketika merokok. Anggapan ini berkembang dikalangan mereka para pria, yang kemudian menjadikan stigma bahwa pria yang tidak merokok itu tidak keren. Jika ditelisik lebih dalam, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku merokok berkaitan dengan tingkat kepercayaan diri. Berdasarkan hasil survei independen yang dilakukan CNNIndonesia.com2 secara acak melalui sosial media dari 20-26 Mei 2015, diungkapkan bahwa 23 persen responden merokok karena adanya ledekan teman, selain ajakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa merokok masih dapat diasosiasikan dengan maskulinitas dari hasil riset tersebut.
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 1
#
Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012
!http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160531041657-277-134591/krisis-percaya-dirimasih-jadi-alasan-orang-merokok/!
! http://digilib.mercubuana.ac.id/
!
%!
Dari hal-hal di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa, pengiklan harus membuat suatu hal yang lebih kreatif, yang bertujuan untuk menyampaikan sebuah pesan yang tepat kepada khalayak yang tepat, tanpa munculnya simbolsimbol yang erat kaitannya dengan rokok, seperti aktifitas orang merokok, batang rokok dan lain-lain. Maka hal tersebutlah yang sudah dianalisa oleh Peirce sebagai salah satu pakar semiotika yang cerdas, untuk memaknai sebuah tanda sebagai sebuah pesan iklan, yang nantinya diharapkan akan dapat diterima dipikiran dan bahkan di hati khalayak, agar sebuah produk dapat selalu diingat oleh target audience sasaran pengiklan.
1.2
Fokus Penelitian
Dalam komunikasi periklanan, tidak hanya bahasa yang digunakan sebagai alat, alat komunikasi lainnya seperti gambar, warna, dan bunyi/suara. Iklan merupakan sebuah proses komunikasi dan gejala semiotika, sehingga berfungsi sebagai alat pemasaran dan sekaligus pembentukan citra. Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, bisa dikaji lewat tanda yang terdapat dalam lambang, baik yang nonverbal maupun ikon. Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dalam proposal ini sebagai berikut: 1.2.1 Pesan iklan seperti apa yang coba dikonstruksi pada iklan Djarum Super Versi My Great Adventure Continues?
! http://digilib.mercubuana.ac.id/
!
1.3
&!
Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan dan masalah di atas, maka tujuan penulisan proposal
ini adalah: 1.3.1
Bagaimana Konstruksi Maskulinitas terkait dengan pesan iklan pada iklan Djarum Super Versi My Great Adventure Continues.
1.4
Manfaat Penulisan
1.4.1
Manfaat Teoritis 1. Penulisan proposal ini diharapkan agar dapat memberikan kontribusi dalam bidang linguistik khususnya semiotika. 2. Penulisan proposal ini dapat memberikan pengetahuan mengenai analisis semiotika iklan rokok.
1.4.2
Manfaat Praktis 1. Penulisan proposal ini diharapkan dapat dijadikan referensi mengenai analisis semiotika iklan rokok. 2. Penulisan proposal ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada para pembaca terkait dengan analisis semiotika iklan rokok.
! http://digilib.mercubuana.ac.id/