BAB III PERAN AKAL MANUSIA DALAM SURAT ALI IMRAN AYAT 190 DAN 191 A. Surat Ali Imran Ayat 190 dan 191 1. Redaksi Ayat
ﺕ ِﻟﺄﹸﻭﻟِﻲ ٍ ﺎﺎ ِﺭ ﻟﹶﺂﻳﻨﻬﺍﻟﻴ ِﻞ ﻭ ﻑ ﺍﻟ ﱠﻠ ِ ﺧِﺘﻠﹶﺎ ﺍﺽ ﻭ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ِﺇ ﱠﻥ ﻓِﻲ
ﻭ ﹶﻥﺘ ﹶﻔ ﱠﻜﺮﻳﻭ ﻢ ﻮِﺑ ِﻬﺟﻨ ﻋﻠﹶﻰ ﻭ ﺍﻮﺩﻭ ﹸﻗﻌ ﺎﺎﻣﻪ ِﻗﻴ ﻭ ﹶﻥ ﺍﻟ ﱠﻠﻳ ﹾﺬ ﹸﻛﺮ ﻦ (ﺍﱠﻟﺬِﻳ190)ﺏ ِ ﺎﺍﹾﻟﹶﺄﹾﻟﺒ
ﺏ ﻋﺬﹶﺍ ﺎﻚ ﹶﻓ ِﻘﻨ ﻧﺎﺒﺤ ﺳ ﺎ ِﻃﻠﹰﺎﻫﺬﹶﺍ ﺑ ﺖ ﺧ ﹶﻠ ﹾﻘ ﺎﺎ ﻣﺑﻨﺭ ﺽ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ﻓِﻲ (191-190 :ﻋﻤﺮﺍﻥ-( )ﺍﻝ191)ﺎ ِﺭﺍﻟﻨ 2. Terjemah (190) Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (191) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imran: 190-191)1 B. Asba>b al-Nuzu>l Menurut bahasa “asba>b al-nuzu>l” berarti turunnya ayat-ayat alQur’an. Al-Qur’an diturunkan Allah SWT. kepada Muhammad saw. secara berangsur-angsur dalam masa lebih kurang 23 tahun. Al-Qur’an diturunkan untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu, dapat dikatakan bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan kehidupan manusia merupakan sebab turunnya al-Qur’an. Sedangkan asba>b al-nuzu>l menurut Shubhi al-Shalih adalah sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang 1
Soenarjo dkk., al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 109-
110.
47
48 mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.2 Definisi ini memberikan pengertian bahwa sebab turun suatu ayat adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Dalam surat Ali Imran ayat 190 dan 191 mempunyai asba>b al-nuzu>l yang berkaitan dengan pertanyaan orang kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad. Adapun asba>b al-nuzu>l surat Ali Imran 190 dan 191 adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Thabari Ibnu Abi Khatim bahwa Ibnu Abbas berkata:
( ﺍﺣﺮﺝ ﺍﻟﻄﱪﺍﱏ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﰉ ﺣﺎﰎ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ...)ﺍﻥ ﰱ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ : ﰈ ﺟﺎﺀﻛﻢ ﻣﻮﺳﻰ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺍﻵﻳﺎﺕ؟ ﻗﺎﻟﻮﺍ: ﺃﺗﺖ ﻗﺮﻳﺲ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ:ﻗﺎﻝ
ﻛﻴﻒ ﻛﺎﻥ ﻋﻴﺴﻰ؟: ﻭﺃﺗﻮﺍ ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ،ﻋﺼﺎﻩ ﻭﻳﺪﻩ ﺑﻴﻀﺎﺀ ﻟﻠﻨﺎﻇﺮﻳﻦ ﻓﺄﺗﻮﺍﺍﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ: ﻛﺎﻥ ﻳﱪﺉ ﺍﻷﻛﻤﻪ ﻭﺍﻷﺑﺮﺹ ﻭﳛﻲ ﺍﳌﻮﺗﻰ:ﻓﻘﺎﻟﻮ ﻓﱰﻟﺖ ﻫﺬﻩ، ﻓﺪﻋﺎ ﺭﺑﻪ، ﺍﺩﻉ ﻟﻨﺎ ﺭﺑﻚ ﳚﻌﻞ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﺼﻔﺎ ﺫﻫﺒﺎ:ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ
ﻭﻫﺬﺍ: ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻛﺜﲑ.( ﻓﻠﻴﺘﻔﻜﺮﻭﺍ ﻓﻴﻬﺎ... )ﺍﻥ ﰱ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ:ﺍﻷﻳﺔ 3
. ﻭﺳﺆﺍﳍﻢ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺼﻔﺎ ﺫﻫﺒﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻜﺔ، ﻓﺈﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻵﻳﺔ ﻣﺪﻧﻴﺔ،ﻣﺸﻜﻞ
“ِ Orang-orang Quraisy datang bertanya kepada orang-orang Yahudi, “Dengan tanda apakah Musa datang kepadamu?”, mereka menjawab, “Dengan tongkatnya dan tangannya yang tampak putih bagi yang melihatnya”. Kemudian mereka mendatangi orang-orang Nasrani dan bertanya apa yang dibawa oleh Nabi Isa kepada mereka. Mereka berkata bahwa Isa dapat menyembuhkan orang yang buta dan orang yang berpenyakit sopak serta dapat menghidupkan orang yang sudah mati. Maka datanglah pada akhirnya orang-orang Quraisy itu kepada Rasulullah dan berkata kepadanya, “Mintalah pada Tuhanmu menjadikan bukit Shafa ini sebuah bukit emas”. Dan berdoalah Rasulullah saw. meminta dari Tuhannya, lalu turunlah ayat-ayat ini. Maka hendaklah mereka merenungkannya”. Setelah turun ayat ini Nabi Muhammad menyuruh kaumnya untuk berfikir merenungkan ciptaan Allah dalam keadaan apapun. Mereka yang mau 2 3
Ahmad Syadaly, Ulumul Qur’an I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 90. Wahbah al-Zuhaily, Tafsir Munir, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), hlm. 205
49 memikirkan tentang kejadian langit dan bumi, pergantian siang dan malam beserta rahasia-rahasia dan manfaat-manfaat yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan pada ilmu yang sempurna, hikmah tertinggi dan kemampuan yang utuh.4 Mereka akan bertakwa kepada Allah dan menjadi orang yang beruntung dan selamat di dunia dan akhirat. Kemudian setelah Nabi Muhammad dapat wahyu al-Qur’an surat Ali Imran ayat 190-191, Nabi selalu membacanya tiap malam, sepuluh ayat akhir dari surat ini dan melakukan shalat malam. Tiap kali sesudah Nabi membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Ali Imran Nabi selalu menangis hingga air mata Nabi menetes di bumi. Dan Nabi Muhammad bersyukur kepada Allah serta berpikir tentang ciptaan alam semesta yang indah dengan melihat ke atas, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Fahrur Razi dalam kitabnya Tafsir Fahrur Razi.5 “Bahwa Nabi bersabda kepada Aisyah: Ya Aisyah, biarlah aku beribadah kepada Tuhanku”. Aisyah menjawab, “Demi Allah aku suka bahwa engkau berada di sampingku, tetapi aku juga suka bahwa engkau beribadah kepada Tuhanmu”. Usai shalat, Nabi Muhammad duduk seraya menangis tersedu-sedu sampai-sampai basah janggutnya oleh air matanya, kemudian ia bersujud dalam keadaan menangis hingga air matanya membasahi lantai, dan tatkala Bilal datang kepadanya untuk panggilan shalat Subuh. Bilal menemui Nabi masih tersedu-sedu dalam keadaan berbaring. Kemudian Bilal bertanya kepada Nabi Muhammad, “Apakah yang menyebabkan engkau menangis ya Rasulullah padahal Allah telah mengampuni segala dosamu yang lalu maupun akan datang?” Rasul menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis hai Bilal, setelah Allah menurunkan kepadaku malam ini ayat ... ﺽﻭﹾﺍ ﹶﻻﺭ ﺕ ِ ﻮﺍﺴﻤ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ﰱ ِ ِﺇ ﱠﻥ Binasalah hai Bilal orang membaca ayat ini tanpa merenungkan isinya dalam-dalam”.
4
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1993), hlm. 291. 5 Imam Muhammad al-Razi, Tafsir Fahrur Razi, Juz 9, (Beirut: Dar al-Fikr, t.,th.), hlm. 138.
50 Dari asbab al-nuzul di atas, kita dapat pelajaran yang menarik dari surat Ali Imran ayat 190 dan 191 bahwasanya dalam ciptaan alam semesta ini, penuh rahasia-rahasia atau rumus alam yang belum terpecahkan oleh manusia. Untuk itu kita disuruh untuk berpikir, merenung dan menelaah alam semesta ini. Kalau kita sering berpikir, merenung dan menelaah, maka kita akan mendapatkan ilmu pengetahuan baru. Di mana ilmu pengetahuan baru bila terus kita kembangkan akan bermanfaat bagi kehidupan manusia. C. Muna>sabah Ayat Secara etimologi, muna>sabah berarti al-musyakalah ( )اﻟﻤﺸﻜﻠﺔdan almugharabah ( )اﻟﻤﻐﻔﺮةyang mempunyai arti “saling menyerupai dan saling mendekati“.6 Selain itu, munasabah mempunyai arti pula “persesuaian, hubungan atau toleransi“. yaitu hubungan persesuaian antara ayat/surat yang satu dengan ayat/surat yang sebelum atau sesudahnya.7 Secara terminologis, munasabah adalah “adanya keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan“.8 Hubungan tersebut bisa berbentuk makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan/keniscayaan dalam pikiran, seperti hubungan sebab musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan. Munasabah sangat penting perannya dalam penafsiran, di antaranya karena untuk: 1.menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat/ayat-ayat dan suratsurat al-Qur’an, sehingga bagian dari al-qur’an saling berhubungan dan tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral. 2. Mempermudah pemahaman al-Qur’an. 3. Memperkuat keyakinan atas kebenaran sebagai wahyu Allah. 4. menolak tuduhan, bahwa susunan al-Qur’an kacau.9 Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah, para mufassir mengingatkan agar dalam memahami/menafsirkan ayat-ayat al6
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 91. Abdul Djalal, Ulumul Qur’an I, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000J), hlm. 154. 8 Ramli Abdul Wahid, op. cit., hlm. 91. 9 Ibid., hlm. 94-95. 7
51 qur’an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah., seseorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa al-Qur’an serta korelasi antar ayat.10 Karena seperti diketahui, penyusunan ayat-ayat al-Qura’;an tidak berdasarkan pada kronologi masa turunnya, tetapi pada korelasi makna ayatayatnya, sehingga kandungan ayat terdahulu selalu berkaitan dengan kandungan dengan kandungan ayat kemudian. Dalam surat Ali Imran ayat 190-191 itu memiliki munasah (korelasi) dengan ayat sebelum dan sesudahnya, yaitu ayat 189-192 yang berbunyi:
:ﻋﻤﺮﺍﻥ-ﻲ ٍﺀ ﹶﻗﺪِﻳﺮٌ )ﺍﻝ ﺷ ﻋﻠﹶﻰ ﹸﻛ ﱢﻞ ﺍﻟ ﱠﻠﻪﺽ ﻭ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﻚ ﺍﻟ ﻣ ﹾﻠ ﻭِﻟ ﱠﻠ ِﻪ (189 Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu (QS. Ali Imran: 189)11 Sementara itu, dalam ayat selanjutnya Allah SWT. berfirman sebagai berikut:
:ﻋﻤﺮﺍﻥ-ﺎ ٍﺭ )ﺍﻝﻧﺼﻦ ﹶﺃ ﲔ ِﻣ ﺎ ﻟِﻠﻈﱠﺎِﻟ ِﻤﻭﻣ ﺘﻪﻳﺰ ﺧ ﺪ ﹶﺃ ﺭ ﹶﻓ ﹶﻘ ﺎﺪ ِﺧ ِﻞ ﺍﻟﻨ ﻦ ﺗ ﻣ ﻚ ﻧﺎ ِﺇﺑﻨﺭ (192 Ya tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongmu (QS. Ali Imran: 192).12 Munasabah yang ada di antara dua ayat ini dijelaskan, bahwa Allah adalah dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia adalah raja yang merajai kerajaan langit dan bumi. Maka tidak ada satu perkara pun yang membuatnya lemah.
Semua
makhluk
tunduk kepadanya dan
tidak
menyalahinya. Bagi orang yang mau berfikir dan berdzikir kepada Allah tentang ciptaannya dia akan selamat dari murkanya dan sebaliknya yakni orang-orang yang tidak mau berfikir dengan ciptaan Allah dan berdzikir kepada-Nya dia akan celaka dan mendapat siksaan neraka. Tidak ada satupun 10
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peranan dalam Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 135. 11 Soenardjo dkk., op. cit., hlm. 109. 12 Ibid., hlm. 110.
52 yang dapat membelanya (ٍﺎﺭﻧﺼﻦ ﹶﺃ ﲔ ِﻣ ﺎ ﻟِﻠﻈﱠﺎِﻟ ِﻤﻭﻣ ) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim satupun di antara mereka yang menolong..13 Bentuk munasabah yang ada dalam surat Ali Imran ayat 190 dan 191 adalah berupa munasabah antar ayat, yaitu persambungan antar ayat yang satu dengan ayat yang lain yang dalam kajian ini munasabah terjadi dengan ayat sebelumnya dan ayat sesudahnya, yakni ayat 189 dan 189 dan 190 ( surat Ali Imran), sehingga ayat sebelumnya (ayat 189 surat Ali Imran) dan sesudahnya (ayat 192 surat Ali Imran) dianggap sebagai melanjutkan penjelasan dari surat Ali Imran ayat 190-191. Pada ayat 189, Allah menjelaskan bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu yang mana Allah telah menciptakan langit dan bumi, sedangkan pada ayat 192 memiliki hubungan dengan surat Ali Imran pada ayat sebelumnya, yakni menjelaskan tentang ancaman bagi hamba-Nya yang tidak mau berfikir tentang kejadian bumi dan langit serta pergantian siang dan malam. Dia akan menganianya terhadap dirinya sendiri. Dia akan dimasukkan neraka, dan tidak ada satupun yang menolongnya kecuali Allah. Di samping itu, kesesuaian kedua ayat tersebut dapat dilihat dari kandungannya, bahwa orang yang imannya teguh kepada Allah, Tuhan yang maha Kuasa atas kerajaan langit dan bumi, merasa tenang menghadapi segala perubahan keadaan, bahkan merasa bersyukur karena dia merasa tidak pernah kehilangan kehormatan di sisi Allah yang Maha Kuasa. Dan bahwa seseorang dimasukkan Tuhan ke dalam neraka, bukanlah Tuhan yang salah, melainkan manusia itu sendirilah yang telah aniaya akan dirinya, sebab dia melanggar ketentuan Tuhan yang sudah patut diketahuinya. Dan karena dia yang memiliki jalan aniaya, maka dia akan celaka. Tidak ada orang lain yang menolongnya, kalau mau selamat dari marabahaya akhirat hanyalah ditentukan oleh setiap hidup dan laku perangai insan itu sendiri saat hidup di dunia.14
13
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah dalam Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), hlm. 293. 14 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz 4, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 198.
53 D. Penjelasan dan Penafsiran Ayat Mustafa al-Maraghi dalam kitab Tafsir al-Maraghi menafsirkan Firman Allah:
ﺏ ِ ﺎﺕ ِﻟﺄﹸﻭﻟِﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﹾﻟﺒ ٍ ﺎﺎ ِﺭ ﻟﹶﺂﻳﻨﻬﺍﻟﻴ ِﻞ ﻭ ﻑ ﺍﻟ ﱠﻠ ِ ﺧِﺘﻠﹶﺎ ﺍﺽ ﻭ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ِﺇ ﱠﻥ ﻓِﻲ Bahwa sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan perkiraan dan keajaiban ciptaan-Nya juga dalam silih bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan langsung pengaruhnya pada tubuh kita dan cara berfikir kita karena pengaruh panas matahari, dinginnya malam, dan pengaruhnya yang ada pada dunia flora dan fauna, dan sebagainya merupakan tanda dan bukti yang menunjukkan keesaan Allah, kesempurnaan pengetahuan dan kekuasaan-Nya.15 Menurut Imam Fahruddin dalam kitab Tafsir Kabir menafsirkan firman Allah:
ﺏ ِ ﺎﺕ ِﻟﺄﹸﻭﻟِﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﹾﻟﺒ ٍ ﺎﺎ ِﺭ ﻟﹶﺂﻳﻨﻬﺍﻟﻴ ِﻞ ﻭ ﻑ ﺍﻟ ﱠﻠ ِ ﺧِﺘﻠﹶﺎ ﺍﺽ ﻭ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ِﺇ ﱠﻥ ﻓِﻲ Dijelaskan ketahuilah olehmu, bahwa yang dimaksud dalam kitab yang mulia ialah menjemput hati dan ruh setelah bising memperkatakan soal-soal makhluk yang dijadikan, supaya mulai tenggelam memperhatikan makrifat terhadap al-Haq (Tuhan). Karena sejak tadi sudah panjang pembicaraan tentang hukum-hukum dan menjawab beberapa keraguan yang dibawakan oleh orang yang tidak mau percaya, sekarang kembali membicarakan penerang hati dengan menyebutkan soal-soal tauhid, ketuhanan, kebesaran dan kemulaian Allah.16 Renungkanlah alam, langit dan bumi, langit yang melindungimu dan bumi yang terhampar tempat kamu hidup. Pergunakanlah pikiranmu dan tiliklah pergantian antara siang dan malam. Semuanya itu penuh dengan ayatayat, tanda-tanda kebesaran Tuhan.
15
Aِhmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 2, (Mesir: Mustofa al-Bab alHalabi, t.th.), hlm. 161. 16 Imam Fahruddin Muhammad ibn Umar Ibnu Husain Ibnu Hasan, Tafsir Kabir, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th.), hlm. 109.
54 Sedangkan Abi Fida dalam tafsir al-Qur’an al-Adzim menafsirkan firman Allah ﺽ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ِﺇ ﱠﻥ ﻓِﻲdijelaskan bahwa ihwal ketinggian dan keluasan langit, kerendahan dan ketebalan bumi serta tanda-tanda kekuasaan yang besar terdapat pada keduanya, baik tanda-tanda yang bergerak maupun yang diam, lautan, hutan, pepohonan, barang tambang, serta berbagai jenis makanan, warna dan buah-buahan yang bermanfaat.17 Selanjutnya Firman Allah ﺎ ِﺭﻨﻬﺍﻟﻴ ِﻞ ﻭ ﻑ ﺍﻟ ﱠﻠ ِ ﺧِﺘﻠﹶﺎ ﺍ ﻭdijelaskan bahwa pergantian malam dan siang yang pergi dan datang serta susul-menyusul dalam hal panjang, pendek dan sedangnya, semua itu merupakan penetapan dari yang Maha perkasa lagi Maha mengetahui. ﺏ ِ ﺎﺕ ِﻟﺄﹸﻭِﻟﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﹾﻟﺒ ٍ ﺎ ﻟﹶﺂﻳdijelaskan, bahwa yang dimaksud orang yang berakal adalah:
ﻭﻟﻴﺴﻮﺍ ﻛﺎﻟﺼﻢ.ﺎﺍﻯ ﺍﻟﻌﻘﻮﻝ ﺍﻟﺘﺎﻣﺔ ﺍﻟﺰﻛﻴﺔ ﺍﻟﱴ ﺗﺪﺭﻙ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﲝﻘﺎﺋﻘﻬﺎ ﺟﻠﻴﺎ 18
. ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻗﺎﻝ ﺍﷲ ﻓﻴﻬﻢ،ﻭﺍﻟﺒﻜﻢ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻﻳﻌﻘﻠﻮﻥ
Pendapat di atas menunjukkan, bahwa orang-orang yang akalnya sempurna dan bersih yang dengannya dapat ditemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu, tidak seperti orang yang buta dan gagu yang tidak dapat berfikir. Sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam Firmannya dalam surat Yusuf ayat 105-106:
ﺎﻨﻬ ﻋ ﻢ ﻫ ﻭ ﺎﻴﻬ ﻋ ﹶﻠ ﻭ ﹶﻥﻤﺮ ﻳ ﺽ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﻭ
ﺕ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﻳ ٍﺔ ﻓِﻲ ﺍﻟﻦ ﺀَﺍ ﻦ ِﻣ ﻳﻭ ﹶﻛﹶﺄ
(106) ﺸ ِﺮﻛﹸﻮ ﹶﻥ ﻣ ﻢ ﻫ ﻭ ﻢ ﺑِﺎﻟ ﱠﻠ ِﻪ ِﺇﻟﱠﺎ ﻫ ﹶﺃ ﹾﻛﹶﺜﺮﺆ ِﻣﻦ ﺎ ﻳﻭﻣ (105)ﻮ ﹶﻥﻌ ِﺮﺿ ﻣ
(106-105 :)ﻳﻮﺳﻒ
(105) Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya. (106) Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahansembahan lain). (QS. Yusuf: 105-106)19
17
Abi al-Fida’ al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an Adzim, (Beirut: Maktabah al-Nur al-Ilmiah, 1991), hlm. 414. 18 Ibid., hlm. 414. 19 Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 365.
55 Dengan melakukan dua hal, yakni tazakkur (mengingat) dan tafakkur (berfikir) ia akan sampai kepada khikmah yang ada di balik proses mengingat dan berfikir, yaitu mengetahui, memahami dan menghayati,bahwa dibalik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya sang penciptaan. Adanya aturan-aturan yang dibuatnya serta karunia dan berbagai manfaat yang terdapat di dalamnya (alam semesta).20 Hal ini menunjukkan pada fungsi akal sebagai alat untuk mengingat dan berfikir. Muhammad Ali Shabuni dalam kitab Shafwah al-Tafasir menafsirkan Firman Allah:
ﻢ ﻮِﺑ ِﻬﺟﻨ ﻋﻠﹶﻰ ﻭ ﺍﻮﺩﻭ ﹸﻗﻌ ﺎﺎﻣﻪ ِﻗﻴ ﻭ ﹶﻥ ﺍﻟ ﱠﻠﻳ ﹾﺬ ﹸﻛﺮ ﻦ ﺍﱠﻟﺬِﻳ Muhammad Ali al-Shabuni menafsirkan ayat di atas, sebagai berikut:
ﻢ ﰱ ﲨﻴﻊ ﺍﻷﺣﻮﺍﻝ ﰲ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﻭﺍﻟﻘﻌﻮﺩﺍﻯ ﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﺍﷲ ﺑﺄﻟﺴﻨﺘﻬﻢ ﻭﻗﻠﻮ ﻢ ﻻﻃﻤﺌﻨﺎﻥ ﻗﻠﻮ,ﻢﻭﺍﻻﺿﻄﺠﺎﻉ ﻓﻼ ﻳﻐﻔﻠﻮﻥ ﻋﻨﻪ ﺗﻌﺎﱃ ﰲ ﻋﺎﻣﺔ ﺃﻭ ﻗﺎ 21
ﺑﺬﻛﺮﻩ ﻭﺍﺳﺮﺍﺋﺮﻫﻢ ﰲ ﻣﺮﺍﻗﺒﺘﻪ
Artinya: “Bahwa yang dimaksud ulul al-bab adalah orang-orang yang ingat kepada Allah dengan lisan dan hati mereka dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan berdiri, duduk dan tiduran serta mereka tidak melupakan kesempatan waktu yang diberikan oleh Allah. Mereka menenangkan hati mereka di saat berdzikir”. Allah SWT. berfirman sebagai berikut:
ﺽ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ﻭ ﹶﻥ ﻓِﻲﺘ ﹶﻔ ﱠﻜﺮﻳﻭ Berkaitan dengan ayat di atas, Muhammad Ali al-Shabuni menafsirkan sebagai berikut:
20
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, terj. Tafsir al-Ayah al-Tarbawiy, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 132. 21 Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, (Beirut: Dar al-Qalam, 1986), hlm. 252.
56
ﺬﻩ ﰲ ﺧﻠﻘﻬﻤﺎ,ﺃﻱ ﻳﺘﺪﺑﺮﻭﻥ ﰲ ﻣﻠﻜﻮﺕ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﺍﻷﺭﺽ ﺍﻷﺟﺮﺍﻡ ﺍﻟﻌﻈﺎﻡ ﻭﻣﺎ ﻓﻴﻬﻤﺎ ﻣﻦ ﻋﺠﺎﺋﺐ ﺍﳌﺼﻨﻮﻋﺎﺕ ﻭﻏﺮﺍﺋﺐ 22
ﺍﳌﺒﺘﺪﻋﺎﺕ ﻗﺎﺋﻠﲔ
Artinya: “Bahwa ulu al-albab adalah orang-orang memikirkan kerajaan langit dan bumi dalam penciptaannya dan sesuatu yang menajubkan serta sesuatu yang masih belum jelas (samar) dalam kerajaan langit dan bumi, untuk mereka membicarakan supaya mereka bisa berfikir dan mendapatkan manfaat dari pikiran mereka”. Selanjutnya Firman Allah ﺭﺑﻨﺎ ﻧﺎ ﺧﻠﻘﺖ ﻫﺬﺍ ﺑﺎﻃﻼ. Muhammad Ali alShabuni menafsirkan ayat ini: أي ﻣﺎ ﺧﻠﻘﺖ هﺬا اﻟﻜﻮن وﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻋﺒﺜ ًﺎ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺣﻜﻤﺔ. Beliau menafsirkan, bahwa Allah menciptakan alam semesta ini, semua ada hikmahnya Firman Allah ﺎ ِﺭﺏ ﺍﻟﻨ ﻋﺬﹶﺍ ﺎﻚ ﹶﻓ ِﻘﻨ ﻧﺎﺒﺤ ﺳ beliau menafsirkan:
ﺃﻱ ﻧﱰﻫﻚ ﻳﺎﺍﷲ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﺒﺚ ﻓﺄﺟﺮﻧﺎ ﻭﺍﲪﻨﺎ ﻣﻦ ﻋﺬﺍﺏ ﺟﻬﻨﻢ Artinya: “Engkau Maha Suci dari kesusahan dan kekurangan, maka berilah kami kami Rahmat dan selamatkan kami dari adzab neraka”.23 Ahmad
Mustafa
al-Maraghi
dalam
kitab
Tafsir
al-Maraghi
menafsirkan Firman Allah, ﻢ ﻮِﺑ ِﻬﺟﻨ ﻋﻠﹶﻰ ﻭ ﺍﻮﺩﻭﻗﹸﻌ ﺎﺎﻣﻪ ِﻗﻴ ﻭ ﹶﻥ ﺍﻟ ﱠﻠﻳ ﹾﺬ ﹸﻛﺮ ﻦ ﺍﱠﻟﺬِﻳbahwa ulu al-albab adalah orang-orang yang mau menggunakan pikirannya, mengambil faedah darinya, mengambil hidayah darinya, menggambarkan keagungan karunianya dalam segala sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka bisa berdiri, duduk, berjalan, berbaring dan sebagainya.24 Selanjutnya Firman Allah. ﺕ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ﻭ ﹶﻥ ﻓِﻲﺘ ﹶﻔ ﱠﻜﺮﻳﻭ Beliau menafsirkan, bahwa ulul al-bab adalah mereka yang mau memikirkan tentang kejadian langit dan bumi beserta rahasia-rahasia dan manfaat yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan pada ilmu yang sempurna, hikmah tertinggi dan kemampuan yang utuh. Selanjutnya Firman Allah ﻼ ﺎ ِﻃ ﹰﻫﺬﹶﺍ ﺑ ﺖ ﺧ ﹶﻠ ﹾﻘ ﺎﺎ ﻣﺑﻨﺭ . Beliau (Ahmad Mustofa al-Maraghi) menafsirkan orang-orang yang berdzikir lagi 22
Ibid. Ibid. 24 Ahmad Musthafa al-Maraghi, op. cit., hlm. 162. 23
57 berfikir mengatakan “Ya Tuhan kami” , tidak sekali-kali engkau menciptakan alam yang ada di atas dan yang di bumi yang kami saksikan tanpa arti, dan engkau tidak menciptakan semuanya dengan sia-sia. Selanjutnya Allah ﺎ ِﺭﺏ ﺍﻟﻨ ﻋﺬﹶﺍ ﺎﻚ ﹶﻓ ِﻘﻨ ﻧﺎﺒﺤ ﺳ , beliau menafsirkan, Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami, dari segala yang tidak berarti dan sia-sia bahkan semua ciptaan-Mu itu adalah hak, yang mengandung hikmah-hikmah yang agung dan maslahat-maslahat yang besar. Maka berilah kami taufik dengan pertolongan-Mu untuk bisa melakukan amal saleh melalui pemahaman kami tentang bukti-bukti, sehingga hal itu bisa menjadi pemelihara kami dari siksaan neraka.25 Kitab Tanwirul Maqbasi min Tafsir Ibnu Abbas memberi penjelasan dan penafsiran secara rinci bahwa surat Ali Imran ayat 190-191 yakni, ( ِﺇ ﱠﻥ ﻓِﻲ ﺽ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ), sesungguhnya di dalam penciptaan langit terdiri dari beberapa malaikat, matahari, rembulan bintang-bintang,dan beberapa awan. ﺽ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﻭdi dalam penciptaan bumi terdiri dari gunung-gunung , lautan, pepohonan dan hewan-hewan (ِﺎﺭﻨﻬﺍﻟﻴ ِﻞ ﻭ ﻑ ﺍﻟ ﱠﻠ ِ ﺧِﺘﻠﹶﺎ ﺍ )ﻭdi dalam pergantian malam dan siang (ٍﺎﺕ )ﻟﹶﺂﻳsebagai tanda-tanda ketauhidan Allah. (ِﺎﺏ)ِﻟﺄﹸﻭﻟِﻲ ﺍ ﹾﻟﹶﺄﹾﻟﺒ, yaitu manusia
yang
mempunyai
akal,
kemudian
Allah mensifati mereka
(ﻪ ﻭ ﹶﻥ ﺍﻟ ﱠﻠﻳ ﹾﺬ ﹸﻛﺮ ﻦ )ﺍﱠﻟﺬِﻳorang-orang yang shalat (beribadah) kepada Allah. (ﺎﺎﻣ ) ِﻗﻴdengan berdiri apabila mereka mampu. (ﺩﺍ ﻮﻭ ﹸﻗﻌ ) boleh dengan duduk apabila mereka tidak kuasa berdiri (ﻮِﺑ ِﻬﻢﺟﻨ ﻋﻠﹶﻰ ﻭ ), dengan berbaring apabila mereka tidak kuasa berdiri dan duduk (ِﺭﺽ ﺍﹾﻟﹶﺄﺕ ﻭ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ﻭ ﹶﻥ ﻓِﻲﺘ ﹶﻔ ﱠﻜﺮﻳﻭ ) dari sesuatu yang menakjubkan. () َر ﱠﺑﻨَﺎ, mereka berkata ya Tuhan kami (ﺎ ِﻃﻠﹰﺎﻫﺬﹶﺍ ﺑ ﺖ ﺧ ﹶﻠ ﹾﻘ ﺎ )ﻣtidak dengan sia-sia.
25
Ibid., hlm. 164.
58 (ﻧﻚﺎﺒﺤ ﺳ ), mereka mensucikan Allah (ﻨﺎ ِﺭﺏ ﺍﻟ ﻋﺬﹶﺍ ﺎ) ﹶﻓ ِﻘﻨ, ya Allah jauhkanlah kami dari siksa neraka.26 Para mufasir telah menafsirkan ayat di atas dengan berbagai penafsiran, sebagai manusia yang disuruh mengabdi pada Allah seyogyanya harus banyak-banyak berfikir (bertafakkur) kepada Tuhannya. Berfikir tentang Allah, bila kita dekat pada sang Ilahi, tentu sang Ilahi akan mempermudah jalan hidup kita dan memberikan rahman dan rahimnya. Dari penafsiran ayat 190-191 surat Ali Imran dapat ditarik kesimpulan, bahwa orang-orang yang tidak melalaikan Allah SWT., dalam sebagian besar waktunya.27 Mereka merasa tenang dengan mengingat Allah dan tenggelam dalam kesibukan mengoreksi diri secara sadar, bahwa Allah selalu mengawasi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Keberuntungan dan keselamatan hanya dapat dicapai melalui mengingat Allah dan memikirkan makhluk-makhluknya dari segi yang menunjukkan adanya sang pencipta yang Esa, yang maha mengetahui dan kuasa atas segala sesuatu. Kemudian orang yang mau menggunakan akal/pikirannya adalah orang yang beruntung. Dia akan mudah untuk menentukan sebuah pendidikan yang akan ditempuh dan sesuai dengan kemampuannya. Orang yang menggunakan akal pikirannya akan selalu menghadapkan kepada Allah dengan pujian doa dan ibtihal.28Dia akan mempunyai pengetahuan yang luas, sehingga dia mempunyai “hablun minallah dan hablun minannas” yang tinggi. Dalam ayat di atas mengandung pelajaran untuk orang-orang yang beriman, bagaimana mereka berbicara dengan Tuhan ketika mereka telah mendapatkan hidayah tentang sesuatu yang terkait dengan pengertianpengertian kebajikan dan keanekaragaman makhluk Allah. Bagaimana dia mendapatkan pendidikan sempurna dan akhlak-akhlak yang indah yang harus diterapkan dalam tatanan masyarakat.
26
Ibnu Abbas, Tanwir al-Maqhasi min Tafsir Ibn Abbas, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1992), hlm. 164. 27 Ahmad Musthafa al-Maraghi, op. cit., hlm. 290. 28 Ibid., hlm. 292.
59 Melalui pemahaman yang dilakukan para mufassir terhadap ayat Allah tersebut di atas, akan dapat dijumpai peran dan fungsi akal secara lebih luas. Objek-objek yang dipikirkan akal dalam ayat tersebut adalah al-Khalq yang berarti batasan dan ketentuan yang menunjukkan adanya keteraturan dan ketelitian, as-samawat,yaitu segala sesuatu yang ada di atas kita dan terlihat dengan mata kepala, al-Ardl, yaitu tempat di mana kehidupan berlangsung di atasnya, ikhtilaf al-lail wa nahar, artinya pergantian siang dan malam secara beraturan, al-ayah artinya dalil-dalil yang menunjukkan adanya Allah dan kekuasaannya.29 Semua itu menjadi objek atau sasaran di mana akal memikirkan dan mengingatnya. Tegasnya bahwa di dalam penciptaan langit dan bumi serta keindahan ketentuan dan keistimewaan penciptaannya serta adanya pergantian siang dan malam serta berjalannya waktu detik demi detik sepanjang tahun, yang pengaruhnya tampak pada perubahan fisik dan kecerdasan yang disebabkan pengaruh pada binatang dan tumbuhan-tumbuhan dan sebagainya adalah menunjukkan bukti kebesaran Allah dan kesempurnaan ilmu-ilmu Allah. Hal ini perlu dikaji oleh manusia, melalui upaya inilah manusia dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup.30 Pada penggalan ayat di atas ada kata ulu al-albab yaitu orang-orang yang mempunyai akal dan selalu berfikir, berdzikir dalam keadaan apapun. Penggalan kata ini mempunyai arti yang sangat mendalam bagi kita. Seakanakan Allah ingin mengajak kita untuk berinteraksi dengan-Nya. Seakan-akan pada Allah ingin mengatakan kepada kita bahwa kunci kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya, salah satunya adalah selalu berfikir tentang Allah, lewat ayat-ayatnya yang terserak di seluruh penjuru alam ini. Nabi Ibrahim melakukan itu (berfikir) sepanjang hayatnya, nabi Musa juga. Demikian pula nabi Muhammad sejak beliau di Gua Hira’ sampai akhir hayatnya.
29
Ibid., hlm. 160. Abuddin Nata, op. cit., hlm. 133.
30
60 Berfikir adalah salah satu kunci kedekatan kita dengan Allah.31 Berfikir telah menyiapkan manusia untuk kebahagian dan kesulitan yang dialaminya. Apa yang diperoleh manusia hari ini adalah hasil akumulasi pikiran yang telah dipikirkannya dahulu.32 Ini menunjukkan bahwa Allah sangat menghargai pikiran kita. Orang yang tidak berpikir dan tidak menggunakan akalnya, termasuk golongan yang dimurkai Allah. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Yunus ayat 100 sebagai berikut:
ﻌ ِﻘﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻳ ﻦ ﻟﹶﺎ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺲ ﺟ ﺮ ﻌﻞﹸ ﺍﻟ ﺠ ﻳﻭ ﻦ ِﺇﻟﱠﺎ ِﺑِﺈ ﹾﺫ ِﻥ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ ﺆ ِﻣ ﺲ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺗ ٍ ﻨ ﹾﻔﺎ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ِﻟﻭﻣ (100 :)ﻳﻮﻧﺲ Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (QS. Yunus: 100)33 Kita juga mengerti, bahwa agama ini memang diperuntukan bagi makhluk yang berakal. Sebagai contoh tumbuhan dan binatang, yang tidak barakal.tidak dikenai kewajiban beragama. Demikian pula, manusia yang keadaan pinsan, mabuk, gila atau mati suri di mana akalnya tidak jalan juga tidak dikenai kewajiban beragama. Sangat jelas bahwa agama hanya cocok untuk makhluk yang berakal. Secara tersurat maupun tersirat Allah menegaskan bahwa kita harus berpikir untuk menjalankan agama. Kata albab barasal dari kata I-b-b, yang membentuk kata al-lubb yang artinya “otak” atau “pikiran” (intellect)34 Kata albab adalah bentuk jamak dari kata al-lubb, al-bab di sini bukan mengandung arti otak/pikiran beberapa orang, melainkan hanya dimiliki oleh seseorang. Ulul al-bab disebut dalam enam belas kali dalam al-Qur’an, yakni Qs. II: 179, 197, 269; III: 7, 190; V: 100; XII: 111; XIII: 19; XIV: 25; XXXVII:
31
Agus Mustafa, Pusaran Energi Ka’bah, (Sidoarjo: Padma Press, 2004), hlm. 51. Taufik Pasiak, Revolusi IQ/ EQ/SQ antara Neurosains dan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 50. 33 Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 326. 34 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 557. 32
61 29; 43; XXXIX: 9, 18, 21; XL: 44; LXV: 10 (al-Baqi: 644).35 Menurut alQur’an, ulu al-albab adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Di antara keistimewaannya ialah mereka diberi hikmah, kebijaksanaan,dan pengetahuan di samping pengetahuan yang diperoleh mereka secara empiris.36 Kata lain yang relevaan dengan kata ulu al-albab adalah ulu alilmi,Ulu al-abshar,Ulu al-amri dan Uli al-Nuha. Ulu al-ilmi mempunyai arti orang yang memiliki ilmu atau memiliki pengetahuan. Maksudnya orang yang memiliki ilmu dan berdiri di atas keadilan. Orang yang berilmu mampu/cenderung untuk bersikap adil.37 Sikap adil itu bisa diperoleh jika orang itu memiliki ilmu. Jika orang berilmu dan bersikap tidak adil, maka keilmuannya itu diragukan. Ulu al-abshar artinya orang memiliki penglihatan dengan indranya. Maksudnya dengan penglihatannya dia dapat berpikir mempelajari fenomena-fenomena alam. Ulu al-amri artinya orang yang memiliki urusan atau kekuasaan. Maksudnya dengan kekuasaan mereka tidak durjana dan malainkan melaksanakan dengan jujur dan adil. Uli al-Nuha artinya orang yang mempunyai akal. Dan dengan akal mereka mencegah orang untuk melakukan apa-apa yang tidak pantas dilakukan.38 Ada beberapa istilah lain dalam bahasa Indonesia di mana istilah tersebut hampir mempunyai persamaan arti dengan ulu al-bab. Namun tidak bisa disamakan dengan ulu al-bab. Istilah tersebut, yaitu sarjana, ilmuwan, intelektual dan cendekiawan. Sarjana diartikan sebagai orang yang lulus di perguruan tinggi dengan membaca gelar. Jumlahnya banyak, karena tiap tahun universitas memproduksi sarjana Ilmuwan ialah orang yang mendalami ilmunya, kemudian mengembangkan ilmunya, baik dengan pengamatan
35 Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim, (Lebanon: Dar al-Fikr, 1981), hlm. 644. 36 Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif; Ceramah-ceramah di Kampus, (Bandung: Mizan, 1991), hlm. 211. 37 Dawam Raharja, op. cit., hlm. 553. 38 Yusuf Qarhawi, al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 38.
62 maupun dengan analisisnya sendiri.39 Di antara sekian banyak sarjana, beberapa orang sajalah yang kemudian berkembang menjadi ilmuwan. Sebagian besar terbenam dalam kegiatan rutin, dan menjadi tukang-tukang professional. Cendekiawan berasal dari cerdik dan cendekia, diambil kata cendekia dan ditambah “wan”. Barangkali kata cerdik dihindari, karena cerdik perasaan belum tentu jujur dan benar. Walaupun ini hanya kesan saja. Karena cerdik juga bisa berarti positif Cendekiawan adalah orang yang berpendidikan dan bergelar sarjana.40 Kata intelektual berasal dari bahasa Inggris intelektual yang menurut Indomatic and Syntactic English Dictionary beraarti having or showing good mental powers and Understanding (memiliki atau menunjukkan kekuatankekuatan mental dan pemahaman yang batil), sedangkan kata intellect diartikan sebagai the power of the mind by which we know, reason an think (kekuatan pikiran yang dengannya kita mengetahui, menalar dan berfikir), juga berarti sebagai seorang yang mempunyai potensi tersebut secara actual. Kata intelektual sudah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia yang diartikan sebagai pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan menganalisis terhadap masalah-masalah tertentu.41 Kaum intelektual bukanlah sarjana yang hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana. Mereka bukan sekedar ilmuwan yang mendalami dan mengambangkan ilmu dengan penalaran dan penelitian. Kaum intelektual adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskan dalam bahasa yang dapat
dipahami.
Setiap
orang
pemecahannya.42
39
Jalaluddin Rahmat, op. cit., hlm. 212. M. Dawam Raharjo, op. cit., hlm. 558. 41 M. Quraish Shihab, op. cit., hlm. 389. 42 Jalaluddin Rahmat, loc. cit. 40
menawarkan
strategi
dan
alternatif
63 Dari pengertian intelektual di atas, al-Qur’an sebelumnya mempunyai istilah khusus, yakni ulu al-albab. Maka dalam istilah bahasa Indonesia disebut intelektual muslim. Di mana di antara ulu al-albab dan intelektual sama-sama mempunyai kemampuan yang berfikir dan menggunakan nalar tinggi serta menguasai suatu
pengetahuan tertentu. Kata intelektual yang
artinya sama dan sebanding dengan ulu al-albab adalah orang yang memiliki dan menggunakan daya intelektual (pikirnya) untuk bekerja atau melakukan kegiatan. Untuk mengatasi adanya kesalahpahaman dalam memaknai atau memahami kata ulu al-albab dengan yang lain (sarjana, ilmuwan, cendekiawan, intelektual dan ulama’), dalam hal ini Jalaluddin Rahmat memberi tanda ulu al- albab sebagai berikut:43 1. Bersungguh-sungguh mencari ilmu, termasuk di dalamnya yaitu kesenangan mentafakkuri ciptaan Allah di langit dan di bumi. 2. Mampu memisahkan yang jelek dan yang baik, kemudian dia pilih yang baik, walaupun dia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh sekian banyak orang. 3. Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai-pandai menimbangnimbang ucapan, teori, preposisi atau dalil yang dikemukakan oleh orang lain. 4. Bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakatnya, bersedia memberikan peringatan kepada masyarakat, dan terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidakberesan di tengah-tengah masyarakat. 5. Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Seorang ulu al-albab rajin bangun tengah malam untuk bersujud dan ruku’ di hadapan Allah. 6. Seorang ulu al-albab selalu merintih pada waktu dini hari, mengajukan segala derita dan segala permohonan ampunan kepada Allah SWT., semata-mata hanya mengharap rahmat-Nya. Tanda yang lain disebut
43
Ibid., hlm. 312-215.
64 dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 191 sebagaimana telah dijelaskan penulis di atas. Dengan menunjukkan kepada tanda-tanda ulu al-albab di atas, siapa saja baik itu sarjana, ulama, kiai, ilmuwan, cendekiwan dan intelektual dapat dikategorikan sebagai ulu al-albab manakala telah memiliki tanda-tanda tersebut. Seorang ulu al-albab adalah seorang yang sadar akan ruang dan waktu. artinya mereka ini adalah seorang yang mampu mengadakan inovasi serta ekplorasi, mampu menduniakan ruang dan waktu, seraya tetap konsisten terhadap Allah, dengan sikap mereka yang berkesadaran zikir terhadap Allah. Ulil Albab memiliki ketajaman instuisi dan intelektual dalam berhadapan dengan dunianya, karena mereka telah memiliki sebuah potensi yang sangat langka, yaitu hikmah dari Allah.44 Seorang ulu al-albab adalah seorang yang mengetahui pokok-pokok kandungan al-Qur’an serta mereka senantiasa patuh tanpa reserve (membantah kepada Allah). Dia juga menjadikan hukum Allah sebagai sikap serta pelajaran yang paling fundamental dalam hidupnya. Ulu al-albab adalah sosok manusia yang bijak (the man of wisdom). Ulu al-albab adalah gelar yang diberikan kepada seorang hamba Allah yang dikendalikan-Nya. E. Peran Akal Manusia dalam Surat Ali Imran ayat 190-191 Akal adalah makluk yang paling dicintai Allah, karena ia merupakan salah satu makhluk yang membentuk manusia menjadi sempurna. Manusia akan menjadi sempurna kalau dia menggunakan akalnya. Sebaliknya manusia akan mengalami kehancuran apabila meniadakan/mengabaikan makhluk yang paling dicintai Allah.45 Hal ini sebagaimana sabda nabi Muhammad saw.yang dikutip dalam ihya’ulumuddin:
44
Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 122. 45 Husain al-Habsyi, Akal dalam Hadits-hadits al-Kafi, (Bangil: Yayasan Pesantren Islam, 1994), hlm. 44.
65
ﻣﺎﺧﻠﻖ ﺍﷲ ﺧﻠﻘﺎ ﺍﻛﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻘﻞ Allah tidak menjadikan makhluk yang lebih mulia daripada akal46 Karena itu menurut pandangan Allah, meluruskan akal kepadanya (ke jalan lurus) adalah perkerjaan yang utama dan seutama-utamanya pekerjaan.47 Pernahkah kita berfikir bahwa langit dan bumi ini tunduk terhadap akal orang yang beriman dan berilmu? Pernahkah kita berfikir bahwa mereka berhenti bekerja ketika orang yang beriman lagi berakal datang berkunjung? Mengapa? Karena degradasi eksistensi Allah banyak padanya, walaupun hadirnya lemah menurut pandangan Allah, tapi besar bagi makhluk. Kadang manusia punya niat yang terlintas dalam akal untuk melakukan hal yang buruk (ke arah negatif), terlintas pula ingin melakukan ke arah yang positif, di mana dalam diri akal manusia terjadi kontra aksi antara ke arah negatif ataupun positif. Walaupun hanya sekedar lintasan akal, yaitu berniat ke arah positif dan negatif. Sinyalnya akal ditangkap oleh Allah. Hal ini menunjukkan, bahwa akal manusia masih dapat digoda oleh setan, maka akal itu bukanlah akal yang sempurna. Kesempurnaan akal manusia adalah jika akal itu sudah tidak dapat dicapai oleh setan atau tidak dapat digoda. Akal semacam ini adalah akal anbiya’ dan ausyiya’ dan a’imah yang suci.48 Akal tersebut gaib, sedangkan otak terlihat nyata oleh pandangan besar nabi. Akal tersebut halus, karena sangat halus, maka akal mudah menjelajah kemanapun dan dialah sarana manusia untuk berhubungan Allah. Tentu saja juga terdapat persyaratan lain, yaitu rohani yang bersih dan berpakaian.49 Akal manusia tidak pernah berhenti bekerja, baik siang maupun malam, baik di kala bangun maupun di kala tidur. Pada waktu tidur akal bekerja secara perlahan, sehingga ada kalanya bila kita berbicara dengan orang yang tidur, dia secara tiba-tiba menjawab pertanyaan kita walaupun tidak jelas 46
HR. Turmudzi al-Hakim dalam Nawadiru al-Usul Kitab Ihya’ Ulum al-Din, Juz 3, (Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, 1991), hlm. 18, dengan sanad yang dhaif. 47 Azhari Aziz Samudra, Hakekat akal Jasmani dan Rohani I, (Bekasi: Yayasan Majlis Ta’lim HDH, 2004), hlm. 132. 48 Husain al-Habsyi, op. cit., hlm. 77.. 49 Azhari Aziz Samudra, op. cit., hlm. 133.
66 ke mana arah pembicaraannya, atau mimpi tentang sesuatu ketika tidur, setelah bangun kita ingat apa yang baru diimpikannya. Ini menunjukkan, bahwa akal tidak diam, tetapi terus beraktivitas. Dalam al-Qur’an sendiri, kebanyakan ayat-ayatnya ditempatkan dalam bentuk dhanny al-dilalah (ayatayat yang untuk memahami dan mengaplikasikannya sangat menuntut kerja akal) dan qath’y al-dilalah (ayat-ayat yang untuk memahami dan mengaplikasikannya tidak banyak kerja akal).50 Merujuk pada surat Ali Imran ayat 190-191, bahwa peran akal manusia sebagai dzikir (dalam keadaan apapun) dan berfikir (dengan akal). Keduanya akan bermuara pada ilmu. Karena ilmu untuk kecerdasan akal manusia. Dan manusia yang berilmu tidak pernah menyerah, mereka dapat menerima pendapat orang lain. Bila salah mereka wajib memperbaiki. Itu dimaksudkan menuju kesempurnaan akal. Inilah yang dimaksud dengan istilah kecerdasan spiritual (spiritual quotient).51 Karena itu orang yang beriman dan berilmulah yang diangkat derajatnya oleh Allah melebihi para malaikat. Kecerdasan spiritual tidak semudah seperti yang dibanyangkan. Pencariannya adalah sepanjang hidup dengan selalu membersihkan akal dan hati. Jadi, pemahaman surat Ali Imran ayat 190-191. Sesungguhnya adalah modal utama untuk memperoleh kecerdasan spiritual. Kenapa peran manusia dalam dalam surat Ali Imran ayat 190-191 sebagai dzikir dan pikir, serta lebih mengedepankan dzikir atau pikir? Karena dengan dzikir mengingat Allah dan menyebut keagungan-Nya, hati akan menjadi tenang. Dengan ketenangan, pikiran akan menjadi cerah bahkan siap untuk memperoleh limpahan ilham dan bimbingan ilahi.52 Semakin banyak hasil yang diperoleh dari dzikir dan pikir, dan semakin luas pengetahuan tentang alam raya, akan semakin dalam pula rasa takut kepada Allah.
50
Isamail SM dkk. (ed.), Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 317. 51 Azhari Aziz Samudra, op. cit., hlm. 140. 52 M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah, op. cit., hlm. 294.