彎
P 1111,71 , ︱ ,
,
BUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGD「 AN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYERTAAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN,
Menimbang
:
a.
bahwa dalam rangka meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah dan mengembangkan dunia usaha di daerah serta sebagai upaya pemerintah daerah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah, untuk meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah, pemerintah daerah melakukan penyertaan modal daerah yang dilakukan secara seksama dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyertaan Modal Daerah Mengingat
: 1.
;
Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 1950 Nomor 4ll, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Dati II Surabaya dengan mengubah Undang Undang
Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur dan Undang Undang Nomor 16 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Daerah Kabupaten Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Joglakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 3.
Undang'Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1962 Nomor 1O, Tambahan Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 2387); 4.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 35O2)
5
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2O03 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 6.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
7.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2OO4 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O04
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44O0); 8
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2OO8 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2O04 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
うん
Indonesia Tahun 2O08 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 9
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2OO4 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan lrmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
10
Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2OO7
tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2OO7 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 47241; Undang-Undang Nomor 4O Tahun 2OO7 tentang Perseroan
Terbatas (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 1O6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); 12.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2OO8 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO8 Nomor 93, Tambahan kmbaran Negara Rebublik Indonesia Nomor 4866);
13
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2}ll
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (kmbaran
Negara Republik Indonesia Tahun 20ll Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 14
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718);
15
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentalg Pembinaal dan Pengembangan Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor s74s);
16
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2OO5 tentang Dana Perimbangan (Lembaral Negara republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
3
17. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 20O5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (l,embaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 18.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2O05 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (lrmbaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 19.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 20O6 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 46091 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 20O6 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a8s5);
20. Peraturan Pemerintah Nomor Pelaporan Keuangan dan
8 Tahun
2OO6 tentang
Kinerja Instansi
Pemerintah
(l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O06 Nomor
25, Tambahan l,embaran Negara Republik
Indonesia
Nomor 4614); 21
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 20O7 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20O7 Nomor 82, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
22.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2OO7 tentang Pengelolaan Uang Negara /Daerah (kmbaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4738);
4
23.
Peraturan Pemerintah Nomor 5O Tahun 20O7 tentang Tata
Cara
Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2OO7 Nomor 112, Tambahan l,embaran Negara Nomor 4761);
24. Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 2OO8 tentang Investasi Pemerintah (lrmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O08 Nomor 14, Tambahan [,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2}ll tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 2OO8 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5261);
25. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2OOZ Pengesal'ran, Pengundangan
dan
tentang penyebarluasan
Peraturan Perundang-Undangan; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAGETAN
dan BUPATI MAGETAN
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
PERATURAN
:
DAERAH TENTANG PEDOMAN
PEI\TYERTAAN
MODAL DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan 1. Daerah adalah Kabupaten Magetan.
2. Pemerintah Daerah ada,lah Magetan
5
Pemerintah
Kabupaten
3
Bupati adalah Bupati Magetan.
4
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Ralryat Daerah Kabupaten Magetan.
5.
Sekretariat Daerah adalah Sekretariat Daerah Kabupaten Magetan.
6
7.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran / pengguna barang. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya
disingkat SKPKD adaiah perangkat daerah
pada
pemerintah daerah selaku pengguna anggaran / pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. 8
Badan Usaha adalah Badan Usaha Swasta berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Koperasi.
9.
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disingkat pT, adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2OO7 beserta peraturan pelaksanaannya. 10
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaar secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Badan Usaha Milik Daerah, yang selanjutnya disingkat BUMD, adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian
besar modalnya dimiliki oleh daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan. 12
Badan l"ayanan Umum Daerah yalg selanjutnya disingkat BLUD adalah SKpD/unit kerja pada SKPD di lingkungan
pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan
6
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efrsiensi dal prodrrktivitas. 13.
14
15.
Pihak Ketiga adalah badan usaha yang berada di luar organisasi Pemerintahan Daerah antara lain, BUMN, BUMD, Koperasi, swasta nasional atau swasta asing yang tunduk pada hukum lndonesia. Modal Daerah adalah kekayaan daera,h yang dipisahkan baik yang berwujud uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang untuk diperhitungkan sebagai modal saham daerah pada Badan Usaha Milik Negara/ Daerah atau badan hukum lainnya. Kekayaan Daerah adalah kekayaan milik daerah baik berupa uang maupun barang.
16_
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/ atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
17
Penyertaan Modal adalah bentuk investasi Pemerintah Daerah pada badan usaha dengan mendapat hak
kepemilikan termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/ atau pengambilalihan Perseroan Terbatas. 18
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
19
Kerjasama penyertaan modal daerah adalah kesepakatan antara Bupati dengan badan usaha dan/ atau Bupati dengan pihak ketiga dalam bidang penyertaan modal, yang
dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak
dan
kewajiban. 20
Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis dalam rangka penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya antara instansi pemberi kontrak dengan Badan Usaha.
7
21. Pe{anjian Penyertaan Modal adalah kesepakatan tertulis dalam rangka penyediaan dana penyertaan modal antara
Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing. BAB II RUANG LINGKUP PEI{YERTAAN MODAL DAERAH
Pasal 2 Penyertaan modal daerah terdiri dari
:
a. Penyertaan modal dalam rangka pendirian
Perseroan
Terbatas;
b. Penyertaan modal dalam rangka Pengambilalihan Perseroan Terbatas;
c.
Penyertaan modal kepada badan usaha;
d. Perubahan penyertaan modal kepada badan usaha; e. Kerjasama penyertaan modal daerah. pasal 3
Pendirian Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 huruf a merupakan pendirian perseroan Terbatas yang seluruh atau sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh Pemerintah Daerah. (2)
(3)
Pengambilalihan Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 huruf b merupakan pengambilalihan Perseoran Terbatas oleh pemerintah Daerah sehingga seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Penyertaan modal kepada badan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf c merupakan penyertaan modal kepada Badan Usaha yang didalamnya belum ada kepemilikan saham Pemerinta-h Daerah.
8
(4)
Perubahan penyertaan modal kepada badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d merupakan penambahan atau pengurangan penyertaan moda-l kepada Badan Usaha yang didalamnya sudah ada kepemilikan saham Pemerintah Daerah.
(5)
Kerjasama penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e merupakan kerjasama penyertaan modal pemerintah daerah dan pihak ketiga kepada Badan Usaha yang didalamnya sudah atau belum ada kepemilikan saham Pemerintah Daerah. BAB III MAKSUD DAN TUJUAN Bagran Pertama
Maksud Penyertaan Modal Daerah Pasal 4
Penyertaan Modal Daerah dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, efesiensi, dan efektivitas pemanfaatan kekayaan
daerah dalam bentuk usaha yang dapat menghasilkan keuntungan. Bagian Kedua
I\uan
Penyertaan Modal Daerah
pasal 5 ■■
(2)
Penyertaan modal daerah bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Daerah dan/ atau menambah Pendapatan Asli Daerah. Penambahan penyertaan modal daerah bertujuan untuk
memperbaiki struktur (3)
permodalan
dan/atau
meningkatkan kapasitas usaha. Pengurangan penyertaan modal daerah bertujuan untuk mengalihkan aset perusahaan daerah pada penyertaan
9
modal daerah pada perusahaan daerah lain dan/atau Perseroan Terbatas, pendirian perusahaan daerah baru, dan/
atau dijadikan kekayaan daerah yang
tidak
dipisahkan.
(41 Kerjasama penyertaan modal daerah bertujuan untuk
:
a. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembiayaan melalui penggunaan dana bagi kepentingan pembangunan daerah;
b.
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui perluasan dan peningkatan pembangunan;
meningkatkan pendapatan daerah dengan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan oleh masyarakat;
mendorong partisipasi badan usaha dan/ atau pihak ketiga serta masyarakat dalam pembangunan daerah; dan
e. mendayagunakan aset daerah secara
optimal,
khususnya kekayaan daerah yang masih dapat ditingkatkan penggunaannya. Pasal 6
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(2)
5 ayat (l) dan ayat (2) penyertaan modal
Daerah
dilaksanakan berdasarkan prinsip ekonomi perusahaan dengan berorientasi pada keuntungan. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) pengurangan penyertaan modal daerah
dilakukan dengan tetap memperhatikan kepentingan perusahaan daerah dan perseroan Terbatas yang bersangkutan. (3)
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (3) pengurangan penyertaan modal
tidak boleh merugikan kepentingan kreditur.
10
daerah
menc*"] (4) \'r Unruk aYat (4) Pasat 5
ui"L"'*""
.I#J:"-;Iffi":Tlf i::;
dengan PrinsiP:
a' efrsiensi; b' efektivttas; c. sinergt; a "'ti'gmenguntungkan;
kt""PtXtttbersaina; itikad baik; ,an kepentinc* "t":t1--1T^
"'
;'
s. mengutarnlfl_J;;
u""tn*
Lpublikrndonesia;
wilaYah negz
kedudukan;
h' Persamaan i' transparansi; dan 5' keadilan; k' kePasdan hukurn'
BAB IV
suMBER DANA PENYERTAAN MODAL DAERAH Pasa1 7
麒狙 ■∬儀ポ :五 i稔種 種
dengan mempe轟
雄 an
Pasal 8
■■
Penyertaan modal daerah bersumber
dari
Anggaran
(2)
Pendapatan dan Belanja Daerah' pada Penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud
(3)
ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Daerah' Penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V TATA CARA PENYERTAAN MODAL DAERAH Pasal 9
Sebelum menetapkan rencana penyertaan modal daerah,
Pemerintah Daerah melakukan pengkajian mengenai kelayakan atas penyertaan modal. (2)
Pengkajian mengenai kelayakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) dilakukan oleh Tim Penilai Kelayakan Penyertaan Modal dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. (3)
Hasil pengkajian Tim Penilai Kelayalan Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi pedoman rencana penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengkajian mengenai kelayakan atas penyertaan modal diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal
1O
Rencana penyertaan modal daerah disampaikan oleh bagian
yang membidangi perekonomian pada Sekretariat Daerah dan/ atau SKPD pemrakarsa penyertaan modal daerah kepada Bupati untuk mendapat persetujuan. Pasal 11
Penyertaan modal daerah yang telah mendapat persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud datam Pasal 10, dituangkan dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah. (2)
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikoordinasikan oleh Bagian yarrg membidangi perekonomian pada Sekretariat Daerah.
うι
Pasal 12
Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Moda1
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11
disampaikan oleh Bupati kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. (2)
Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setetah
ditetapkan menjadi Peraturan Daerah sebagai dasar bagi penganggaran penyertaan modal dalam ApBD. (3)
Penyertaan moda-l dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam Peraturan Daerah penyertaan
modal pada tahun-tahun sebelumnya, tidak diterbitkan Peraturan Daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada peraturan Daerah tentang penyertaan modal. (4)
Dalam hal Pemerintah Daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah penyertaan modal, dilakukan
tentang perubahan peraturan
Daerah tentang penyertaan modal yang berkenaan. Pasal 13
Setelah Peraturan Daerah penyertaan modal ditetapkan, Bupati melakukan kesepakatan dengan pihak-pihak yang
akan memperoleh penyertaan modal daerah (2)
yang
dituangkan dalam bentuk perjanjian penyertaan modal. Bupati dapat menunjuk seorang pejabat yang bertindak
untuk dan atas nama pemerintah Daerah untuk melaksanakan pery'anjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3)
Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
13
(2)
(4)
Perjanjian penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencantumkan
a. b.
:
. d. c . ■ c
identitas masing-masing pihak; tujuan penyertaan modal; jenis dan nilai penyertaan modal daerah; perbandingan sal'rarn masing-masing pihak; bidang usaha yang dijalankan;
hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3
proyeksi keuntungan dan persentase pembagian
h i ■
keuntungaa masing-masing pihak; skema pembagian resiko; jadwal dan tata cara pencairan dana;
k l
tata cara pelaporan dan pertalggungiawaban; sanksi; dan
lain-lain hal yang dianggap perlu. Pasal 14
(1)
Penyertaan modal daerah dapat dilakukan dengan cara : a. kerjasama investasi daerah antara pemerintah Daerah
dengan Badan Usaha dan/ atau BLUD dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta Qtublic piuate p
b.
artnership) ; dan
/atau
kerjasama investasi daerah antara pemerintah Daerah
dengan Badan Usaha, BLU, pemerintah Daerah Lainnya, BLUD, dan/atau badan hukum asing, dengan
selain pola kerjasama pemerintah dan swasta (non pub lic p iu ate p artne rs hip). (21 Pelaksanaan penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Pasal 15
Penyertaan modal dengan pola
public piuate
partnership sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
huruf
a
dilaksanakan dengan cara pemerintah Daerah melakukan Pe{anjian Penyertaan Modal dengan Badan Usaha dan/atau BLU berdasarkan Perjanjian Kerja Sama.
14
Pasal 16
Penyertaan Modal dengan pola non-public piuate partnership
b dilaksanakan dengan cara Pemerintah Daerah melakukan Perjanjian sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 huruf
Penyertaan Modal dengan Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing.
Pasal 17
Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan linansial dan/ atau dukungan lainnya pada penyertaan modal daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya. Pasal 18
Penyertaan modal dalam bentuk keq'asama investasi daerah
ditujukan untuk mendapatkan manfaat ekonomi,
sosial,
dan/ atau manfaat lainnya. Pasal 19
Penyertaan modal daerah dapat dilakukan masa anggaran atau lebih.
untuk satu
ka,li
Pasal 2O
Penyertaan modal daerah kepada Perseroan Terbatas dilakukan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
ξυ
BAB VI KERJASAMA PENYERIAAN MODAL DAERAH
Bagial Pertama Bentuk dan Jenis Kerjasama Penyertaan Modal Daerah Pasal
2
1
(1) Kerjasama penyertaan modal daerah dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama penyertaan modal daerah. (2) Perjanjian kerjasama penyertaurn modal daerah antara Pemerintah Daerah dengan badan usaha dan/atau pihak ketiga wajib memperhatikan prinsip kerjasama. Pasal 22
(1) Perjanjian kerjasama penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) paling sedikit memuat
a. b. c. d. e.
f. g. h. (2)
:
subyek kerjasama; obyek kerjasama;
lingkup kedasama; hak dan kewajiban para pihak; jangka waktu kerjasama; rLl€rng
pengakhirankerjasama keadaan memaksa (force majeure);dan penyelesaian perselisihan.
Rancangan perjanjian kerjasama penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan Bupati dengan melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait dan dapat meminta saran dari pemerintah dan pemerintah provinsi.
(3)
Bupati dapat menerbitkan surat kuasa untuk menyelesaikan rancangan perjanjian kerjasama penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
16
Pasal 23
Kerjasama penyertaan modal daerah meliputi
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
:
pendirian Perseroan Terbatas (PT); kontrak manajemen; kontrak produksi; kontrak bagi keuntungan; kontrak bagi hasil usaha; kontrak bagi tempat usaha; sewa tambah dan guna (contract add and operated);
rehabilitasi guna serah (rehabilitate, operated and tran sfer); bangun serah (built an-d transfer); bangun guna serah (built operated tran sfer - BOT); bangun serah sewa (built tronsfer and rent - BTR)
bangun sewa serah {built rent and transfer - BRT); m. bangun kelola milik (built operated and otan - BOO);
n. o.
kerjasama operasi; dan
bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat Daera}r Pasal 24
Rencana kerjasama penyertaan modal daerah yang membebani daerah dan/ atau masyarakat harus mendapat
persetqjuan dari DPRD dengan ketentuan apabila biaya kerjasama belum teranggarkan dalam APBD tahun bedalan
dan/atau menggunakan dan/ atau memanfaatkan aset daerah. (2)
Kerjasama daerah yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dari satuan kerja perangkat
daerah dan biayanya sudah teranggarkan dalam APBD tahun bedalan tidak perlu mendapatkan persetujuan dari DPRD. (3)
Untuk mendapatkan persetujuan dari DPRD terhadap kerjasama penyertaan modal daerah yang membebani
17
daerah dan/atau masyarakat, Bupati menyampaikan surat
dengan melampirkan rErnc€rngan perjanjian kerjasama kepada Ketua DPRD dengan memberikan penjelasan mengenai:
a. b. c.
d. e.
tujuan kerjasama; obyek yang akan dikerjasamakan;
hak dan kewajiban, meliputi
:
1)
besarnya kontribusi APBD; dan
2)
keuntungan yang akan diperoleh berupa barang,
uang atau jasa; jangka waktu kerjasama; dan jenis pembebanan yang dibebankan pada masyarakat. Pasal 25
Rancangan perjanjian ke4'asama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (3) dinilai oleh DPRD paling lama 45
(empat puluh lima)
hari kerja sejak diterima untuk
memperoleh persetujuan. (2)
Dalam hal rancangan perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dinilai kurang memenuhi prinsip kerjasama daerah, DPRD menyampaikan pendapat dan saran kepada Bupati paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya rancangan perjanjian kerjasama.
(3)
Paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pendapat dan saran sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bupati telah menyempurnakan rancangan perjanjian kerjasama dan menyampaikan kembali kepada DPRD. (4)
Apabila dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya rancang€rn perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) DPRD belum memberikan persetujuan, mal
rancangan perjanjian kedasama tersebut.
18
BAB VH PELAKSANAAN PENYERTAAN MODAL DAERAH Pasa726 Penyertaan modal daerah dapat dilaksanakan apabila telah
tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencairan dana
penyertaan modal daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB VIII PENATAUSAHAAN PEI{YERTAAN MODAL DAERAH
Pasal 27
SKPD pemrakarsa penyertaan modal
melaporkan
penyertaan modal yang dikelolanya kepada Bupati melalui Bagian yang membidangi perekonomian pada Sekretariat Daerah. (2)
Seluruh pengelolaan penyertaan modal
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Bagian yang membidangi perekonomian pada Sekretariat Daerah kepada SKPKD untuk dilakukan penatausahaan. Pasal 28
SKPKD menyelenggarakan penatausahaan setiap penyertaan modal daerah beserta perubahannya.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasa,l 29
(1) Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan penyertaan modal daerah.
19
2 3
Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dapat didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan terhadap penyertaan modal daerah diatur
dengal Peraturan Bupatj. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 3O
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Magetan.
Ditetapkan di Magetan pada tanggal 16 ltlar
et
BUPATI MAGETAN,
ANTRI Diundangkan di Magetan pada tanggal rO
SEKRETARIS
UPATEN MAGETAN,
UL AZIS
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGD「 AN TAHUN 2012 NOMOR 7
LK
20
2ol2
PEN」 ELASAN
ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGD「 AN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYERTAAN MODAL DAERAH
I.
UMUM
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah memberikal kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut, maka Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mendorong perkembangan
perekonomian di daerah antara lain dengan cara menyediakan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Kewajiban tersebut dapat dilakukan sendiri oleh Pemerintah Daerah, baik melalui instansi yang dimiliki maupun badan usaha yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah, dan dapat pula dilakukan oleh masyarakat.
Untuk mewujudkan kesejahteraan umum melalui badan usaha, maka Pemerintah Daerah melakukan p€nyertaan modal daerah untuk mendirikan Perusahaan Daerah. selanjutnya untuk meningkatkan serta memperluas investasi dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah, Pemerintah Daerah dapat pula melakukan Penyertaan Modal ke da,lam Perseroan Terbatas yang di dalamnya belum terdapat saham milik daerah.
Untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha Perusahaan Daerah atau Perseroan Terbatas, Pemerintah Daerah dapat pula melakukan penambahan Penyertaan Modal daerah ke dalam Perusahaan Daerah atau Perseroan Terbatas tersebut yang dananya dapat berasal dari APBD, konversi cadangan perusahaan dan sumber
lainnya, seperti keuntungan revaluasi aset dan agio saham'
Di samping melakukan penambahan penyertaan
modal'
Pemerintah Daerah juga dapat melakukan pengurangan penyertaan modal pada Perusahaan Daerah atau Perseroan Terbatas a,:itara lain dengan
21
melakukan penjualan saham pada pihak lain. Dalam rangka upaya untuk
mewujudkan tertib administrasi dan tertib hukum dalam setiap Penyertaan Modal maka perlu dilakukan penatausahaan untuk mengetahui posisi modal milik Pemerintah Daerah pada Perusahaan Daerah atau Perseroan Terbatas. Mengingat modal daerah pada Perusahaan Daerah atau Perseroan Terbatas merupalan bagian dari kekayaan daerah yang dipisahkan, maka
penatausahaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Seluruh upaya Pemerintah Daerah tersebut harus dilakukan dengan berpedoman kepada Peraturan Daerah yang mengatur mengenai tata cara penyertaan modal daerah. Tata cara penyertaan modal daerah
diatur sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terjadi dewasa ini, sehingga keberadaan peraturan Daerah tersebut mampu menjawab berbagai persoalan dalam pelaksanaan penyertaan modal daerah.
Dalam rangka melaksanakan dan mempercepat pembangunan secara menyeluruh, merata dan melibatkan seluruh masyarakat, maka diperlukan peran serta masyarakat dunia usaha secara aktif melalui pola kerjasama penyertaan modal daerah dengan semangat kemitraan yang kokoh antara Pemerintah dengan Badan Usaha dan/atau pihak Ketiga. Pola kerjasama penyertaan modal daerah antara pemerintah Daerah dan
Badang Usaha dan/ atau Pihak Ketiga dalam Peraturan Daerah ini pelaksanaannya didasarkan pada prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, asas keadilan, kepatutan, serta menerapkan pola pengelolaan kekayaan dan keuangan daerah secara tertib, taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas. Pasal 2
Cukup jelas. Pasa,l 3
Cukup jelas.
うι うる
Pasal 4
Cukup jelas. Pasal 5
Cukup jelas. Pasal 6
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat
(21
Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)
Hurufa Yang dimaksud dengan "efisiensi" adalah upaya Pemerintah
Daerah melalui kerjasama penyertaan modal daerah untuk menekan biaya guna memperoleh suatu hasil tertentu atau menggunakan biaya yang sama tetapi dapat mencapai hasil yang maksimal.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "efektivitas" adalah
upaya
pemerintah daerah melalui kerjasama penyertaan modal daerah untuk mendorong pemanfaatan sumber daya para
pihak secara optimal dan bertanggungiawab untuk kesejahteraan masyarakat.
Huruf c Yang dimaksud dengan "sinergi" adalah upaya terwujudnya
harmoni antara pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk melakukan kerjasama demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Huruf d Yang dimaksud dengan "saling menguntungkan" adalah
pelaksanaan kerjasama harus dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak dan dapat memberikan manfaat [agi masyara]at.
Huruf
e.
Yang dimaksud dengan "kesepakatan bersama" adalah persetujuan para pihak untuk melakukan kerjasama.
OJ う‘
Huruf f Yang dimaksud dengan " itikad
bailf adalah kemauan para
pihak secara sungguh-sungguh untuk
melakukan
kerjasama.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "mengutamakan
kepentingan
nasional dan keutuhan wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia" adalah seluruh pelaksanaan kerjasama daerah
harus dapat memberikan dampak positif terhadap upaya mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan masyarakat, dan memperkokoh negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hunrf h Yang dimaksud dengan "persamaan kedudukan" adalah persamaan dalam kesederajatan dan kedudukan hukum bagi para pihak yang melakukan kerjasama daerah. Huruf i
Yang dimaksud dengan "transparansi" adalah
proses
adanya proses keterbukaan dalam kerjasama daerah.
Hurufj
Yang dimaksud dengan "keadilan" adalah
adanya
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan dalam melaksanakan kerj asama daerah.
Huruf k Yang dimaksud dengan "kepastian hukum" adalah bahwa ke{asama yang dilakukan dapat mengikat secara hukum bagi para pihak yang melakukan kerjasama daerah. Pasal 7
Cukup jelas. Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Cukup jelas. Pasal 10
Teknis pelaksanaan Peraturan Daerah ini sepanjang memerlukan pengaturan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Bupati dan sepanjang memerlukan penetapan maka akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
4 ^ ,ι
Pasal
1l Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13
Cukup jelas. Pasal 14
Cukup jelas. Pasal 15
Cukup jelas. Pasal 16
Cukup jelas. Pasal
l7 Cukup jelas.
Pasal 18
Manfaat ekonomi, sosial, dan/ atau manfaat lainnya meliputi halhal sebagai berikut:
a.
keuntungan berupa dividen, bunga, dan pertumbuhan nilai perusahaan yang mendapatkan penyertaan modal pemerintah daerah sejumlah tertentu da_lam jangka waktu tertentu;
b. peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi c.
d.
hasil
penyertaan modal sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu; peningkatan pemasukan pajak dan/atau retribusi bagi daerah sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari penyertaan modal bersangkutan; dan/atau peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari penyertaan modal bersangkutan.
Pasal 19
Cukup jelas. Pasal 2O
Cukup jelas. Pasal 2 1
Cukup jelas. PasaT 22
Cukup jelas.
25
Pasa,l 23
Huruf a Yang dimaksud dengan "pendirian Perseroan Terbatas (PT)" adalah Pemerintah Daerah bersama-sama dengan badan usaha dan/atau pihak ketiga mendirikan perseroan terbatas (I,I) baru di bidang usaha yang mempunyai prospek baik. Huruf b
Yang dimaksud dengan "kontrak manajemen" adalah Pemerintal'r Daerah mempunyai modal dalam bentuk barang
untuk suatu usaha yang komersil, sedang pengelolaannya dilakukan oleh mitra usaha dengan ketentuan mitra usaha akan menerima imbalan jasanya yang diperhitungkan dari hasil usaha dimaksud.
Huruf c Yang dimaksud dengan "kontrak produksi" adalah pemerintah
Daerah mempunyai modal untuk suatu usaha komersil sedangkan pengelolaannya dilakukan oleh mitra usaha dengan ketentuan antara lain
a.
:
mitra usaha harus menyediakan modal investasi dan/ atau modal kerja;
b.
mitra usaha diwqiibkan membayar sejumlah uang (rogaltgl kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan kontrak perjanjian; dan
c. untung rugi dalam berusaha menjadi
tanggung jawab mitra
usaha.
Hurufd Yang dimaksud dengan "kontrak bagi keuntungan" adalah Pemerintah Daerah mempunyai moda,l da,lam bentuk barang dan/ atau
hak atas barang untuk usaha komersil,
sedang
pengelolaannya dilakukan oleh mitra usaha dengan ketentuan
antara lain a.
:
mitra usaha harus menyediakan modal investasi dan/ atau modal keq'a;
b. kelancaran jalannya usaha menjadi tanggung jawab mitra
usaha; dan
26
c.
hasil usaha atau keuntungan dibagi antara Pemerintah Daerah dan d
Huruf
itetapkan
mitra
den gan
usaha sesuai dengan prosentase yang
perjanjian.
e
Yang dimaksud dengan "kontrak bagi hasil usaha" dalam hal
ini adalah mitra usaha menginventarisir terlebih
dahulu modal atau peralatan dan lain-lain sarana yang diperlukan sehingga usaha dilakukan oleh Pemerintah Daerah, hasil usaha berupa barang-barang produksi dibagi antara
Pemerintah Daerah dengan mitra usaha sesuai dengan prosentase yang ditetapkan dalam pe{anjian. Huruf f Yang dimaksud dengan 'kontrak bagi tempat usaha" dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah mempunyai sebidang tanah yang berstatus hak pengelolaan (HPL) atau lainnya dan memungkinkan untuk mendirikan tempat usaha sedang untuk membangunnya diserahkan ke mitra usaha dengan persya-ratan yang saling menguntungkan antara lain : a. semua biaya penyelesaian bangunan tempat usaha dimaksud menjadi tanggung jawab mitra usaha; b.
sebagian dari tempat usaha yang sudah dibangun dimanfaatkan dan/ atau ditentukan statusnya oleh Pemerintah Daerah;
c. atas bangunan yang dibangun oleh
mitra usaha tersebut
diberikan sertifrkat Hak Guna Usaha (HGB); d. bangunan yang dibangun tersebut masuk dalam inventaris barang;
mitra usaha diberikan wewenang penuh untuk mengelola bagian gedung tersebut seumur hak guna
e. kepada
bangunan yang diberikan ;dan
f. seluruh bangunan tersebut menjadi milik daerah setelah berakhirnya hak guna bangunan yang bersangkutan.
Huruf g Yang dimaksud dengan "sewa tambah dan guna lcontract ad.d and operate - COA) " adalah pihak swasta menyewa suatu
barang milik pemerintah daerah dan diberi hak untuk meningkatkan kualitas barang tersebut melalui penambahan-
27
penambahan
dan penyempurnaan, dimana selanjutnya
swasta yang bersangkutan diberi hak untuk mengelola barang
yang telah disempurnakannya tersebut. Dalam perjanjian dapat ditentukan bahwa unsur - unsur tambahan dapat dialihkan ke Pemerintah Daerah atau diambil kembali oleh swasta yang bersangkutan.
Hurufh Yang dimaksud dengan "rehabilitasi guna serah (Relnbilitate,
" adalah Pemerintah telah mempunyai suatu fasilitas namun dengan kondisi yang memerlukan penyempurnaan, untuk itu dilakukan kerjasama dengan swasta untuk melakukan rehabilitasi atas fasilitas-fasilitas dimaksud. Sebagai imbalan swasta tersebut berhak untuk mendayagunakan dan mendirikan penghasilan dari usaha tersebut. Pada akhir perjanjian, semua fasilitas yang Operate and Tran sfer)
direhabilitasi swasta menjadi milik Pemerintah Daerah.
Huruf i Yang dimaksud dengan "bangun serah (built and transfer) " ada-lah pihak swasta akan melakukan pembangunan atas
biayanya sendiri
dan mengalihkan hasil
pembangunan
tersebut ke Pemerintah Daerah, selanjutnya akan melakukan pembayaran biaya-biaya pembangunan berdasarkan jadwal
yang telah ditentukan. Besarnya pembayaran tersebut juga dengan memperhitungkan biaya bunga. Bentuk ini diadakan pada proyek-proyek yang mempunyai
nilai strategi bagi Daerah atau demi kepentingan keamanan sehingga pengelolaan lebih lanjut harus dilakukan sendiri oleh Pemerintah Daerah.
Hurufj Yang dimaksud dengan "bangun guna serah (Built Operate and Transfer - BOT| adalah bentuk kerjasama yang umumnya dikenali pada transaksi - transaksi yang obyeknya berupa tanah. Kekayaan daerah yang berupa tanah dan fasilitas-fasilitas yang ada di atasnya yang memiliki potensi nilai ekonomis yang tinggi dialihkan pemanfaatannya kepada
pihak swasta, dengan cara pihak swasta tersebut
28
atas
biayanya sendiri membangun bangunan beserta fasilitas tersebut untuk suatu jangka tertentu. Semua hasil pengelolaan akan menjadi hak swasta, namun pada akhir jangka waktu dimaksud bangunan dan fasilitas komersilnya dilakukan kepemilikannya kepada Pemerintah Daerah dalam keadaannya sebagaimana adanya saat itu. Guna melindungi kepentingan Pemerintah Daerah untuk menerima bangunan dan fasilitas dimaksud dalam kondisi baik dan masih memiliki nilai komersil maka selama masa pengelolaan oleh swasta bersangkutan selain berkewajiban untuk melakukan pemeliharaan juga diwajibkan menutup asuransi kemusnahan.
Pada awal kerjasama, Pemerintah Daerah akan menerima kompensasi berupa uang dari pihak swasta dan mempunyai hak untuk memanfaatkan suatu area dari bangunan tersebut tanpa pembayaran apapun ke pihak swasta. Selama masa perjanjian, segala resiko yang terjadi atas bangunan dan fasilitas yang dibangun swasta akan merupakan tanggungan
pihak swasta karena secara hukum kepemilikan bangunan dan fasilitas tersebut masih ada pada swasta.
Huruf k Yang dimalsud dengan "bangun serah sewa (built transfer and
rent
-
adalah kedasama yang dapat digunakan apabila hasil dari pengelolaan suatu kekayaan Pemerintah Daerah dalam jumlah besar melebihi nil,ai investasi pembangunan di BTR1"
atas kekayaan Pemerintah Daerah tersebut. Mitra usaha akan melakukan pembangunan atas biayanya sendiri dan setelah
selesai seluruh hasil pembangunan otomatis menjadi milik Pemerintah Daerah, dengan ketentuan bahwa pihak swasta bersangkutan diberi hak terlebih dahulu (hak preferen) untuk menggunakannya dalam jangka waktu tertentu atas dasar
pembayaran sewa ke Pemerintah Daerah. Berhubung kepemilikan bangunan dan segala kebendaan di atas tanah telah beralih ke Pemerintah Daerah, maka resiko barang tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah. Namun berhubung kemanfaatan aktual barang tersebut ada
29
pada pihak swasta bersangkutan dan wajib menutup asuransi
kerugian atas biayanya sendiri. Huruf I
Yang dimaksud dengan "bangun sewa serah (Built Rent Transfer- BRT)" adalah bentuk kerjasama berupa kombinasi antara bangun guna serah dan bangun serah sewa, dimana komponen kompensasi Pemerintah Daerah yang biasanya dibayar sekaligus pada awa_l pedanjian diubah sebagai uang sewa atas penggunaan tanah
milik Pemerintah Daerah dengan
pembayaran secara periodik selama masa perjanjian, hak atas
seluruh bangunan dan fasilitas yang dibangun
swasta
tersebut berakhir ke Pemerintah Daerah. Sewa dengan bangun guna serah dengan bangun sewa serah selama pemanfaatan tanah, bangunan dan fasilitas komersil yang ada diatas tanah dilakukan oleh pihak swasta perlu juga
ditentukan dalam perjanjian kerjasama bangun sewa serah bahwa pihak swasta diwajibkan untuk menutup asuransi atas barang-barang tersebut.
Huruf m Yang dimaksud dengan "bangun kelola milik (built operate and. oun - BOO)" adalah bentuk kerjasama dimana pihak swasta
atas biayanya sendiri akan membangun sarana dan segala fasilitas yang diperlukan atas tanah milik pemerintah Daerah. Selama jangka waktu tertentu, pengelolatrn sarana tersebut dilakukan oleh pihak swasta dimana seluruh hasil yang diperoleh akan menjadi milik pemerintah Daerah. Dapat pula ditentukan berdasarkan pertimbangan komersil bahwa untuk jasa pengelolaan swasta akan menerima suatu manajemen fee dari Pemerintah Daerah. pada akhir kerjasama, hak milik atas tanah dan sarana yang dibangun tersebut akan beralih ke swasta.
Berhubung secara hukum hak milik atas tanah dan bangunan serta segala sesuatu yang ada diatasnya masih milik Pemerintah Daerah dan pihak swasta hanya sebagai pengelola hingga akhir masa perjanjian, maka segala resiko pada prinsipnya merupakan tanggung jawab pemerintah Daerah.
30
Kerusakan-kerusakan
kecil yang masih dalam
konteks
pemeliharaan merupakan tanggung jawab pihak swasta yang
bersangkutan sebagai pengelola yang juga bertanggung jawab atas pemeliharaan aset yang bersangkutan.
Untuk mengatasi resiko yang harus ditanggung
oleh
Pemerintah Daerah, bangunan dan segala yang ada diatasnya sebaiknya diasuransikan dimana preminya dapat ditanggung
oleh pihak swasta sebagai bagian dari unsur pembangunan gedung. Perlu juga diperhatikan bahwa awal perjanjian BOT, BRT, atau
BOO, Pemerintah Daerah belum memiliki tanah dimaksud,
tapi belum memiliki cukup dana atau akses ke sumber dana guna membebaskan tanah dimaksud. Oleh karena itu dapat juga ditentukan dalam perjanjian bahwa Pemerintah Daerah akan memiliki tanggung jawab pembebasan tanah tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh mitra swastanya. Huruf n Yang dimaksud dengan "kerjasama operasi" adalah bentuk kerjasama yang juga diterapkan konsep BO?, bedanya pada kerjasama operasi ini yang menjadi obyek kerjasama adalah benda bergerak aset Pemerintah Daerah berupa benda bergerak diserahkan pengelolaannya kepada swasta atas biayanya sendiri yang akan melakukan peningkatan kualitas dan pemeliharaan barang dan pengelolaan selanjutnya tentang pemasukan ke Pemerintah Daerah dapat didasarkan atas salah satu konsep - konsep berikut ini : a. losse and profit sharing: Pemerintah Daerah dan swasta akan secara bersama-sama
menanggung kerugian atau mendapatkan keuntungan
berdasarkan prosentase yang disepakati bersama sebelumnya.
b. profit sharing : Pemerintah Daerah hanya mendapatkan pemasukan apabila kegiatan usaha tersebut mendapat keuntungan.
う0
c.
royalty.'
I
untung atau rugi menjadi tanggung jawab swasta, sehingga Pemerintah Daerah secara teratur akan menerima pemasukan dari swasta dalam jumlah tetap.
Huruf o Cukup jelas. Pasal 24
Ayat (1)
a.Yang dimaksud dengan "membebani daerah" adalah biaya
kedasama berasal dari APBD dan/atau menggunakan dan/ atau memanfaatkan aset daerah.
b. Yang dimaksud dengan "membebani masyarakat, adalah akibat dilakukannya kerjasama, masyarakat dikenai kewajiban untuk membayar sejumlah uang atau dalam bentuk lain. Ayat
(21
Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 25
Cukup jelas. Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal27 Cukup jelas. Pasal 28
Cukup jelas Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 3O
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 18
32