ヽ
BUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN, a. bahwa dengan berlakunya Undang
-
Undang Nomor 28 Tahun 2OO9 tentang Pqiak Daeratr dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pqiak Daerah perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah
Menimbang
tentang Pajak Daerah; Mengingat
:
1.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1950
tentang
Pembentukan Daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi
Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 4ll sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 27301;
3.Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 32O9); 4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pqiak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik LK
lndonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 200O (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20O0 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987); 5.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Irmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO8 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 484a|; 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (tembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5O49); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2OIl tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2OIl Nomor 82, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 523a1;
8. Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2O05 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (kmbaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2O05 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 9. Peraturan Pemerinta-h Nomor 79 Tahun 2O05 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraarl Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O05 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 1O.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagran Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan
Daerah
LX
2
Kabupaten/ Kota (lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan l,embaran Negara Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2O1O tentang Tata
Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemrrngutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 12.
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2O10 tentang
Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut
Berdasarkan
Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib
P4lak (Lrmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 201O Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179); 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 20O6
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2l Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturaa Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
Tingkat II Magetan Nomor 5 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Magetan (Lembaran Daerah Kabupaten Magetan Tahun 1988 Nomor 8/B); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah 14. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah
Kabupaten Magetaa (Lembaran Daerah Kabupaten Magetan Tahun 2008 Nomor 4), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor g
Tahun 201O tentang Perubahan Atas peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 4 Tahun 2OOg tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Magetan (Lembaran Daerah Kabupaten Magetan Tahun 201O Nomor 8 ); 16.
Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor g Tahun 20O8 tentaag Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Magetan Tahun 2O0g Nomor 8);
し、
3
Dcngan PersetuJuan Bcrsama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAGETAN dan
BUPATI MAGttAN MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal I Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan
:
1. Daerah adalah Kabupaten Magetan.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Magetan.
3. Bupati adalah Bupati Magetan. 4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpqiakan daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
5. Kas Umum Daerah adalah kas umum Pemerintah Daerah.
6. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pqjak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undaag-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 7. Badan adalah sekumpulan oraag dan/atau modal yang
merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukaa usaha yang meliputi perseroal terbatas, persero€rn komarrditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, frrma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga
し、
dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetaP. S. Peiak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakart oleh hotel. penyedia jasa 9.Hotel adalah fasilitas penginapan / peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). 10.
PAiak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
1
1.
Restoran adalah fasilitas penyedia malarran dan/ atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga
rumah makal, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/ katering. 12.
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
13.
Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/ atau keramaian yang dinikrnati dengan dipungut bayaran.
14.
Pajak Reklame adalah pajak atas
penyelenggaraan
reklame. 15. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang
bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan
komersial
memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. 16. Peiak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak
atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkal. 17. Mineral Bukan Logam dan Batuan adatah mineral bukan
logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.
5 ′ ヽ K
18. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan
dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. 19.
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan
yang tidak bersifat sementara. 20. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan / atau pemanfaatan air tanah. 21. Afu Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah
atau batuan di bawah permukaan tanah. 22. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang
dimiliki, dikuasai, dan / atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, darr pertambangan. 23. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman. 24. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman. 25. Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang tedadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi
jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. 26. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak. 27.Waj1b Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. 28. Masa Pqiak adalah jangka
waltu
1 (satu) bulan kalender
atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yarg menjadi
6
dasar bagi Waiib Pajak untuk menghitung, menyetor, darr melaporkan Pajak yang terutang. 29. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya I (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 30. Pajak yang terutang adalah Pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. 31. Pemungr.rtan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek Pajak, penentuan besarnya Pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan
Pajak kepada Wajib Pajak serta
pengawasan
penyetorannya. 32. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya
disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan / atau pembayaran Pajak, objek Pajak dan/atau bukan objek Pajak, dal/atau harta dan kewqiiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakaa Daerah.
33.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selaajutnya disingkat SPOP, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Paja} untuk melaporkan data subjek dan objek pajal< Bumi dan Bangunan Perdesaal dan perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangart perpajakan Daerah.
34. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau
telah dilakukan dengan cara lain ke kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. 35.
Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang
selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
L、
7
36. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
37.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang
selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar. 38. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan. 39. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok Pajak sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak. 4O.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang
selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena jumlah kredit p4jak lebih besar daripada Pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 41. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
42. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan
yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat pemberitahuan pajak Terutang, Surat Ketetapan pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan pajak Daerah Lebih Bayar,
L、
8
Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat
Keputusan
Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan. 43. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang,
Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat KetetaPan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. 44. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yarrg
diajukan oleh Wajib Pajak. 45. Pembukuan
adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan men1rusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
BAB H 」ENIS PAJAK DAERAH Pasal 2 Pajak Daerah terdiri atas
:
a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
f.
Pajak Parkir;
g. Pajak Air Tarra-L; dan h. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
9
Lヽ
BAB HI PA」 AK
HOTEL
Bagian Kcsatu
Nama,Obick dan suttek Paiak Pasal 3
Dengan nama Pajak Hotel dipungut pajak atas setiap pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran.
Pasal 4 (1) Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh
Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dart kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. (2) Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
:
a. hotel; b. motel; c. losmen; d. gubug pariwisata; e. wisma pariwisata; f. pesanggrahan; g. rumah penginapan;dan h. rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari
10
(sepuluh).
(3)Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanaa cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel. (4)
Tidak termasuk objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
a.
:
jasa tempat tinggal asrarna yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah;
b.
jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya; 10
L\
c.
jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. jasa tempat
e.
tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
Pasal 5
(f)
Subjek Pajak Hote1 adalah orang pribadi atau Badan yang
melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
(2) Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak
Pasal 6
Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel.
Pasal 7 Tarif Pajak Hotel ditetapkan sebesar
l0% (sepuluh persen ).
Pasa1 8
Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 dengan dasar pengenaar Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
1■
し、
Bagian Ketiga Wilayah Pemungutan
Pasal 9
Pajak Hotet yang terutang dipungut
di
wilayah Daerah
tempat Hotel berlokasi. Bagian KemPat Masa Pajak dan Saat Pajak Terutang Pasa1 10 (1)MaSa Pttak HOtcl yang ten■ tang adalah jangka waktu yanglamanya l(satu)bulan kalender yang nleniadi dasar
bagi Waiib Pttak untuk menghitung,membayar,dan melaporkan paiak yang terutang.
(2)Saat Paiak terutang dalarn masa paiak tettatt Sttak pembayaran terhadap penyelenggara hotel atau seiak disalnpaikan SPTPD.
BAB IV
PAJAK RESTORAN Baglan Kesatu
Nama,0可 Ck dan SubiCk Paiak Pasal
11
Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas setiap pelayanan yang disediakan oleh Restoran. Pasa1 12 (1)Obiek Paak Restoran adalah pclayanan yang diSediakan olch Restoran.
2)Restoran sebag」 mana dimaksud pada ayat(1)addah: a. restoran;
b.rumah makan; 12
c. d. e, f.
kafetaria;
kantin; warung;
g.
bar; jasa boga/katering;dan
h.
toko roti/bakery.
(3) Pelayanan
yang disediakan Restoran
sebagaimana
dima}sud pada ayat (1) meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. (3)
Tidak termasuk objek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (U adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi Rp. 1.5OO.0OO,0O (satu juta lima ratus ribu rupiah) per bulan.
Pasal 13 (1) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran. (2) Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran. Bqgian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungaa Pajak
Pasal 14 Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran.
Pasal 15
Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar
10olo (sepuluh
persen).
し 、
13
Pasal
16
Besaran pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. Bagian Kcdga Wilayah Pemungutan Pasa1 17 珂
ak Restoran yang tcrutang dipungut di宙 layah Daerah
tempat Rcstoran berlokasi.
Bagran Keempat Masa Pajak dan Saat Pajak Terutang
Pasal 18 (1) Masa Pajak Restoran yang terutang adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. (2) Saat Pajak terutang dalam masa pajak terjadi sejak pembayaran terhadap penyelenggara Restoran atau sejak disampaikan SPTPD.
BAB V PA」 AK HIBURAN B烈 頭an Kcsatu
Nama,Obiek dan suttek Paak
Pasal
19
Dengan nama Pajak Hiburan dipungut Pajak atas jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.
14
LX
Pasal 20 (1) Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran. (2) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. tontonan film; b. pagelaran keseniaa, musik, tari, dan/ atau busana; c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; d. pameran; e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f.
sirkus, akrobat, dan sulap; g. permainan bilyar, golf, boling, dan futsal; h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; i. panti pljat, refleksi, mandi uap/ spa, dan pusat kebugaran (lifness entefl; darr j. pertandingan olahraga. Pasal 21 (1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan. (2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yan g menyelen ggarakan Hiburan. Bagran Kedua
Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak
Pasal 22 (1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang
yang diterima atau yang seharusnya diterima
oleh
penyelenggara Hiburan.
(2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga dan
tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.
15
し、
Pasa1 23 (1)Tarif Pttak Hiburan ditctapkan sebagai berikut:
tontonan film b. pagelaran kesenian, musik, dan tari C. kesenian raJ
350/0
j. pacuan kuda, kendaraan bermotor,
200/0
a.
dan
permainan ketangkasan k. refleksi l. panti pijat dan mandi uap/spa m. pusat kebugaran (fthess entrel n. pertaldingan olah raga (2) Dikecualikan
250/O
15% 5% 200/0
15% 350/O 500/0 350/O
150/0
350/O 200/O
10%
dari objek Pqlak Hiburan apabila jasa
penyelenggaraan hiburan tidak dipungut bayaran.
Pasa1 24 Besaran pokok Paak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan ta直 f Paak sebagaunana dimaksud dalalln
Pasa1 23 dengan dasar pengenaan scbattana diinaksud dalarn Pasa1 22.
Bagian Ketiga Wilayah Pemungutan
Pasal 25
Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat hiburan diselenggarakan.
LK
16
Bagian Keempat Masa Pajak dan Saat Pajak Terutang
Pasal 26 (1) Masa Pajak Hiburan yang terutang adalah jangka waktu yang lamanya sanna dengan jangka waktu penyelenggaraan hiburan.
(2) Saat Pajak terutang dalam masa pajak terjadi sejak pembayaran terhadap penyelenggara Hiburan atau sejak disampaikan SPTPD. BAB VI PA」 AK
REKLAME
Bagian Kesatu
Nama,0可 ck dan SuЦ ck
Pttak
Pasal 27 Dengan nama P4jak Reklame dipungut Pajak atas setiap penyelenggaraan reklame. Pasal 28 (1) Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame.
(2) Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
meliputi: a. Reklame papan
/
billboard
/
uid.eotron
/
megatrcn dan
sejenisnya; b. Reklame kain;
c. Reklame melekat, stiker; d. Reklame selebaran;
e. Reklame bedalan, termasuk pada kendaraan; f. Reklame udara; g. Reklame apung; h, Reklame suara;
i.
Reklame
film/slidq dan
し、
17
j.
Reklame peragaan.
(3) Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah
:
a. penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan,
dal
sejenisnya;
b. label / merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya; nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut; d
e
Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah; dan penyelenggaraan Reklame yang dipergunakan untuk
keperluan amal, sosial, dan keagamaan. Pasal 29
(2)
(3)
(4)
Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Reklame.
Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau Badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan tersebut. Dalam hal Reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga,
pihak ketiga tersebut menjadi Wqiib Pajak Reklame. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Tata Cara Perhitungan Pajak
Pasal 30 (1) Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah
Nilai
Sewa
Reklame.
(2) Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame. 18
LX
(3) Dafam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang
digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media Reklame. (a) Dalam hal Nilai Sewa Reklams s6foagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak
wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkar
dengan
menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Cara perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah dengan menjumlahkan Nilai Strategis dan NJOP Reklame. (6) Nilai Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan klasifikasi sebagai berikut : a. klasifikasi Utama, dinilai berdasarkan sudut pandang luas/banyak dan titik strategis;
b. klasifikasi A, dinilai berdasarkaa nilai kepadatan; c. klasifikasi B, dinilai berdasarkan aspek kegiatan di bidang usaha;
d. klasifikasi C, dinilai berdasarkan
poros jalan kelas
A;dal e. klasifikasi D, dinilai selain huruf a sampai dengan huruf d. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai hasil perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (S) ditetapkan dengan Peraturaa Bupati. Pasal 31 Tarif Pajak Reklame ditetapkan sebesar 25o/o ldua puluh lima persen).
Pasal 32
Besaran pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3O.
19
し 、
Bagian Ketiga Wilayah Pemungutan
Pasal 33
Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat Reklame tersebut diselenggarakan. Bagran Keempat Masa Pajak dan Saat Pajak Terutang
Pasal 34 (1) Masa Pajak Reklame pennanen adalah jangka waktu yang lamanya I (satu) bulan kalender atau lebih yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. (2) Masa Pajak Reklame insidentil adalah jangka waktu yang lamanya kurang dari 1 (satu) bulan kalender yang
menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan psiak yang terutang.
(3) Saat Pajak Terutang dalam masa pajak terjadi sejak ditetapkan SKPD.
BAB VH PA」 AK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN Bagran Kesatu Nama, Objek dan Subjek Pajak
Pasal 35
Dengan nama Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan dipungut Pajak atas setiap kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan.
20 ヽ ヽ.
Pasal 36 (1) Objek Pqjak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan t ogam dan Batuan yang meliputi :
a. asbes; b. batu tulis; c. batu setengah Permata; d. batu kapur; e. batu apung; f. batu permata; g. bentonit; h. dolomit; i. feldspar; j. garam batu (halitel; k. graftt; l. granit/andesit; m.
grps;
n. kalsit; o. kaolin; p. leusit; q. magnesit; r. mika; s. ma.rmer; t. nitrat; u. opsidien; v. oker; w. pasir dan kerikil;
x. y. z.
pasir kuarsa; perlit; phospat;
aa. talk; bb. tanah seraP {fullers eart$; cc. tanah diatome; dd. tanah liat;
ee. tawas laluml;
IL
tras; gg. yarosif; hh. zeolit; 21
k、
ii. basal;dan ij. trakkit. (2) Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan lngam dan Batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan
b.
Batuan yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangar tiang listrik/telepon, penanamurn kabel listrik/telepon, penanarnan pipa air/gas; dan kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan
Batuan yang merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial.
Pasal 37 (1) Subjek Pajak Minera-l Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan. (2) W4iib Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak
Pasal 38
Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan I-ogam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral (2)
Bukaa l,ogam dan Batuan. Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan
(3)
dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis Mineral Bukan Logam dan Batuan. Nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat di wilayah Daerah.
に、
(a) Dalam hal nilai pasar dari hasil produksi Minera-l Bukan Logam dan Batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sulit diperoleh, digunakan harga standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Pasal 39
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan sebesar 25o/o ldlua puluh lima persen).
Pasal 40
Besaran pokok Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dengan dasar pengenaErn Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38. Bagian Ketiga Wilayah Pemungutan
Pasal 41
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Bagian Keempat Masa Pajak dan Saat Pajak Terutang
Pasal 42
Masa Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bular kalender yang
menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. (2)
Saat Pajak terutang dalam masa pqiak terjadi sejak pengambilan mineral bukan logam dan batuan atau sejak
disampaikan SPTPD. 23
し 、
BAB VHI PA」 AK PARKIR Bttan Kesatu Nama,Obick dan suttek Paiak Pasal 43
Dengan nama Pajak Parkir dipungut pajak
atas
penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Pasal 44 (1) Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar Badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaaa tempat penitipan kendaraan bermotor. (2) Penyelenggaraan tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. b. c.
halaman areal parkir atau gedung parkir; tempat penitipan kendaraaa;dan
garasi kendaraan bermotor yang difungsikan sebagai tempat parkir dengan dipungut biaya. (3) Tidak termasuk objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. penyelenggaraan
b, c.
tempat Parkir oleh pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah; penyelengqaraan tempat Parkir oleh perkantoraa yang hanya digunakan untuk karyawaanya sendiri; dan penyelenggaraan parkir pada tempat-tempat ibadah.
Pasal 45
(1) Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor.
し K
24
(2) wajib Pajak Parkir adatah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan tempat Parkir.
Bagtan Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dart Cara Penghitungan Pajal<
Pasal 46
Dasar pengen.ran Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat Parkir. (2)
Jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga Parkir dan Parkir cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Parkir. Pasal 47
Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar
3oo/o (tiga puluh
persen). Pasal 48
Besaran pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46. Bagran Ketiga
Wilayah Pemungutan
Pasal 49
Pajak Parkir yang terutang dipungut
di wilayah Daerah
tempat Parkir berlokasi.
LX
25
Bagran Keempat Masa Pajak dan Saat Pajak Terutang Pasal 50
(2)
Masa Pajak Parkir yang terutang adalah jangka waktu yang lamanya sarna dengan jangka waktu penyelen ggaraan parkir. Saat P4iak terutang dalam masa pajak terjadi sejak pembayaran terhadap penyelenggara parkir atau sejak disampaikan SPTPD. BAB IX
PAJAK AIR TANAH Ba」 an Kcsatu Nallna,0可 ek dan suЦ ck Pttak
Pasal 51 Dengan nama Pajak Air Tanah dipungut pajak atas setiap kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Pasal 52 (1) Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. (2) Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah ada.lah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk keperluan dasar rumah tarigga, pengairan pertanian dan perikanan ralqrat, serta peribadatan. Pasal 53
(1) Subjek Pajak Air Taaah adalah orang pribadi atau Badaa yang melakukan pengambilan dan/ atau pemanfaatan Air Tanah.
L K
26
(2) Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/ atau pemanfaatan Air Tanah. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan P4iak
Pasal 54 (1) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah. (2) Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-falrtor berikut : a. jenis sumber air; b. lokasi sumber air;
c. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air; d. volume air yang diambil dan /atau dimanfaatkan; e. kualitas air; dan
f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/ atau pemanfaatan air.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Besarnya Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
'(l)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 55 Tarif Pqiak Air Tanah ditetapkan sebesar
2O%o
(dua puluh
persen). Pasal 56
Besaran pokok Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54.
LX
27
Baglan Kctiga Wilay」 l Pcmungutan
Pasa1 57 Pttak Air Tanah yang terutang dipungut di p宙 layah Daerah tempat air diambil.
Bagian Keempat Masa Pajak dan Saat Pajak Terutang Pasal 58 Masa Pajak Air Tanah adalah jangka waktu yang lamanya
1 (satu) bulan kalender yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. (2)
Saat Pajak Terutang dalam masa pajak terjadi sejak ditetapkan SKPD. BAB X PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN
DAN PERKOTAAN
Bagian Kesatu Nama, Objek dan Subjek Pajak
Pasal 59 Dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dipungut Pajak atas setiap pemanfaatan bumi dan/ atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/ atau dimanfaatkan oleh orang pribadi/Badan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
28
Pasal 60
Objek Pajak Bumi dan Bangr.rnan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/ atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiataa usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. (2)
Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah:
a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks
b.
bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengaa kompleks Bangu.nan tersebut; jalan tol;
c. kolam renang; d. pagar mewah; e. tempat olahraga; f. taman mewah; g. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, h. (3)
pipa minyak; dan menara.
Objek Pqiak yang tidak dikenakan P4iak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek Pajak yang:
a.
digunakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraal pemerintahaa;
b.
digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan darr kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; dan
c. d.
merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
L X
29
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp IO.OOO.OOO,OO (sepuluh juta
(4) Besarnya Nilai
rupiah) untuk setiap Wqiib Pajak. Pasal 61
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/ atau
memperoleh manfaat atas Bumi, dan / atau memiliki,
menguasai, dan/ atau memperoleh manfaat atas Bangunan. (2)
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan
Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/ atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan /atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Baagunan. Bagran Kedua
Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak
Pasal 62
(2)
(3)
Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP. Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek Paja-k tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
30 L K
Pasal 63
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan sebagai berikut : a. untuk NJOP kurang dari Rp. 5O0.O0O.0OO,OO (lima ratus juta rupiah) ditetapkan sebesar 0,15% (nol koma lima belas persen).
b. untuk NJOP lebih besar dari atau sama
dengan
(lima ratus juta rupiah) ditetapkan sebesar O,25o/o (nol koma dua puluh lima persen). Rp.
5OO.OOO.OO0,OO
Pasal 64 Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud da,lam Pasal 62 setelah dikurangi Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6O ayat (4).
Bagian Ketiga Wilayah Pemungutan Pasal 65
Tempat Pajak yang terutang adalah di wilayah Daerah yang
meliputi letak objek Pajak. Bagian Keempat Masa Pajak dan Saat Paja} Terutang
Pasal 66 (1)
Tahun Paja} adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
(2) Saat yang menentukan Pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek Pajak pada tanggal 1 Januari. (3) Masa Pajak dimulai tanegal 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember pada tahun berkenaan.
し 、
31
Bagian Kelima Penetapan Pajak
Pasal 67 (1) Pendataan dilakukan dengan menggunakan SPOP. (2) SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Bupati meliputi letak objek
Pajak, selambat-lambatnya 3O (tiga puluh) hari ke{a setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak.
Pasal 68 (1) Berdasarkan SPOP, Bupati atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan SPPT. (2) Bupati dapat mengeluarkan SKPD dalam hal-haf sebagai
berikut
a.
:
SPOP sebagaimana dirnaksud dalam Pasal
66 ayat
(21
tidak disampaikan dan setelah Wajib Pajak ditegur
b.
secara terh-rlis oleh Bupati sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; dan/ atau berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain temyata jumlah Pajak yang terutang lebih besar dari jumlah Pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak. BAB XI PEMUNGUTAN PAJAK
Bagran Kesatu
Tata Cara Pemungutan Pasal 69
(1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan. (2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan Pajak atau dibayar sendiri
32
しく
oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundangundangan perpajalal. (3) Wajib Pqlak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Bupati dibayar dengan menggunakan SPP[, SKPD, atau dokumen lain yang dipersamalan adalah jenis Pajak Reklame, Pajak Air Tanah, dan Pqiak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
(4)
Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimalsud pada ayat (3) berupa karcis dan nota perhitungan.
(5)
Wajib P4lak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT adalah jenis Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pasal 70
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya Pajak, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan:
a.
SKPDKB dalam hal:
1)
jika berdasarkan hasil pemeriksaan
atau
keterangan lain, Pajak yang terutang tidak atau kuraag dibayar;
2) jika SPIPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waltunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
3) jika kewajiban mengisi
SPTPD
tidak dipenuhi,
Pajak yang terutang dihitung secara jabatan.
b.
SKPDKBT
jika ditemukaa data baru dan/atau data
yalg
semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah Pajak yang terutang.
c.
SKPDN
jika jumlah Pajak yang terutang
sama
besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak. 33 ︱し 、
(2)
(3)
Jumlah kekurangan Pqjak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2o/o (dua persen) sebulan dihitung dari Pqlak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lana 24 (dua puluh empat) bulaa dihitung sejak saat terutangnya Pajak.
Jumlah kekurangan Pajak yang terutang SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat
dalam
(l) huruf
b
dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 1OO% (seratus persen) dari jumlah kekurangan Pajak tersebut. (4)
(5)
Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
Jumlah Pajak yang terutang dalam
SKPDKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3)
dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25o/o (dlua puluh lima persen) dari pokok Pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2o/o (dtua persen) sebulan dihitung dari P4iak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya Pajak.
Pasal 1■
(2)
7l
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan, SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Bupati. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan
penyampaian SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan, SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) dan ayat (5)
diatur dengan Peraturan Bupati.
34
Lヽ
Bagian Kedua Surat Tagihan Pajak
Pasal 72 (f
) Bupati dapat menerbitkan STPD jika a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang :
dibayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda. (2)
Jumlah kekurangan P4iak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2o/o (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya Pajak.
(3)
SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesx 2o/o (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD. Bagian Ketiga Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
Pasal 73
Bupati menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran Pajak yang terutang paling lama 3O (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya Pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. (2)
SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD,
SUTAT
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah Pajak yang
harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan Pqiak dan harus dilunasi dalam jangka waltu paling lama
I
(satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. 35
▼く
(3) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persya-ratan yang ditentukaa dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengargsur atau
menunda pembayaran Pajak, dengan dikenalan bunga sebesar
2o/o (d:ua
persen) sebulan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran Pajak diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 74 Pqlak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPDKB,
(2)
SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajalc pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. Penagihan Pajak dengan Surat Palsa dilalsanakan berdasarkan peraturan perundang-undangal. Bagran Keempat
Keberatan dan Banding Pasal 75
Wajib Pajak dapat mengqiukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas suatu :
A.
SPPT;
b. c. d. e. f. g.
SKPD; SKPDKB; SKPDKBT; SKPDLB;
SKPDN; dan
atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundangPemotongan
undangan perpajakan Daerah. (2)
Keberatan diajukan secara tertulis datam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
36
し ヽ
(3)
waltu paling lama 3 (tiga) bulaa sejak tanggal surat, tanggal Keberatan harus diajukan dalam jangka
pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (4)
Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.
(5)
Keberatan yang tidak memenuhi
persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. (6)
Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan'
Pasal 76 (1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan' (2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa
menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Pajak yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu
keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 77
Wajib Pajak dapat mengqjukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yalg ditetapkan oleh Bupati' (2)
Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa lndonesia,
dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu
3
(tiga) 37
ヽ\
bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut. (3)
Pengajuan permohonan banding
menangguhkan
kewajiban membayar Pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 78
Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah
つ4
imbalan bunga sebesar 2o/o (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Imbalan bunga sebagaimana dimalsud pada ayat (1)
dihitung sejak bulan pelunasan sampai (3)
dengan
diterbitkannya SKPDLB. Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebes ar 5Oo/o (lima puluh persen) dari jumlah Pajak berdasarkan keputusan keberatan
dikurangi dengan Pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. (4)
(5)
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan
banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 50%o (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 1O0"/o (seratus persen) dari jumlah
Pajak berdasarkan Putusaa Banding dikurangi dengan
pembayaran Pajak
yang telah dibayar
sebelum
mengajukan keberatan.
38
L、
Bagran Kelima
Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi
Pasal 79 (1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya,
Bupati dapat membetulkan SPPI, SKPD,
SKPDKB,
SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/ atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-
undangan perpajakan Daerah.
(2) Bupati dapat
:
a. mengurangkan atau menghapuskan
sanksi
administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan Pajak yang terutang menurut peraturan perundangundangan perpqiakan Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
c. d.
mengurarlgkan atau membatalkan STPD; membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan Pajak
yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak
e.
sesuai
dengan tata cara yang ditentukan; dan mengurangkan ketetapan Pajak terutang berdasarkan
pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek Pajak. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
39
しヽ
BAB XH PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasa1 80 1■
Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat
04
mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati' Bupati dalam jangka waktu paling lama L2 (duabelas) bulan, sejak diterimanya Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran
PAiak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB' (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati
memberikan imbalan bunga sebesar 2"/o (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Pajak.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati'
40
ヽ\
BAB XHI
KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 81
Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waldu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak kecuali apabila Wajib Pajak melal
Keda-luwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l) tertangguh apabila: a. diterbitkan Surat Teguran dan/ atau Surat Paksa; atau b.
(3)
ada pengakuan utang Pajak dari Wajib Pajak baik
langsung maupun tidak langsung. Dalam hal diterbitkan Surat Teguran atau Surat Paksa
pada ayat (21 huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal sebagaimana dimaksud
penyampaian Surat Paksa tersebut. (4)
Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib P4lak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5)
Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak. Pasal 82
(2)
Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
tX
41
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XIV
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 83
Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp. 30O.O00.000,O0 (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. (2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara pembukuan
atau pencatalan 5qlagaimana dimaksud pada ayat
(1)
diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 84
(1)
Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
daerah dalam rangka melaksanakan
peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. {2) Wajib Pajak yang diperiksa wajib : a. memperlihatkan dan/atau meminjarnkan buku atau
catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan
b.
dokumen lain yang berhubungan dengan objek Pajak yang terutang; memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang diaaggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaraa pemeriksaan; dan/atau
c.
memberikan keteraagan yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih laajut mengenai tata cara pemeriksaan Pajak diatur dengan Peraturan Bupati.
42
し、
BAB XV INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 85 1■
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan pemungutan Pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2)
Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3)
Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVI
KmENTUAN KHUSUS Pasal 86
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat {1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati
untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan ayat(2) adalah: a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.
して
43
(4) Untuk kepentingan Daerah, Bupati berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (U dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (21, agil memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk. (5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Bupati dapat memberi izrn tertulis kepada pejabat ssfagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2l1, untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan narna tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara
pidana atau perdata yang bersangkutan
dengan
keterangan yang diminta.
BAB XVH KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 87
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara pidana. (2)
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (l) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak LX
44
pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan
atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap
dan
jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keteralgan mengenai orarlg pribadi atau Badan tentang c. d.
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengaa tindak pidana perpqiakan Daerah; meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakar Daerah; memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tinda-k pidana di bidang perpajakaa Daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk
mendapatkan
bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam
rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;
g. menyuruh berhenti
atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaaa sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan /atau dokumen yang dan/
dibawa;
h. i.
memotret seseorang yarrg berkaitan dengan tindak pidana perpaj akan daerah; memanggil oraag untuk didengar keterangalnya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; menghentikan penyidikaa; dan/atau
j. k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundan g-undangan.
しχ
45
(a)
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA
Pasal 88 (1)
Wajib pajak yang karena kealpaanya tidak
menyampaikal SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau lidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. (2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Pasal 89
Tindak pidana dibidang perpajalan Daerah tidat dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Bagian Tahun pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutar.
ヽ 、
46
Pasal 90
(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasa-l 86 ayat (1) dan ayat (21 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 4.OOO.O00,0O (empat juta rupiah). (2) Pejabat atau tenaga ahli yarlg ditunjuk oleh Bupati yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dan ayat (21 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.O0O.OO0,O0 (sepuluh juta rupiah). (3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat l2l hanya dilakukan atas pengaduan or€rng yang kerahasiaannya dilanggar.
BAB XIX
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 91
ini berlaku, pajak yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah yang telah ada Pada saat Peraturan Daerah
masih dapat ditagih selama jangka waktu terhitung sejak saat terutang.
5
(lima) tahun
BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 92 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku
1.
:
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Magetan Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pqiak pengambilan dal Pengolahan Bahan Gatian Golongan C (Lembaran Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat
II Magetan Tahun l99g
L 、
47
Nomor 2/A Seri A) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 3 Tahun 2OO1 (Lrmbaran Daerah Kabupaten Magetan Tahun 2OOl Nomor 9);
2.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Magetan Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Magetan Tahun 1998 Nomor a/A Seri A);
3.
Peraturan Daera-h Kabupaten Daerah Tingkat II Magetan Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Magetan Tahun 1998 Nomor 6/A Seri A);
4.
Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel (Lembaran Daerah Kabupaten Magetan Tahun 2OO2 Nomor 53);
5.
Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 26 Tahun 2OO2 tentang Pajak Restoran (Lembaran Daerah Kabupaten Magetan Tahun 2002 Nomor 54); beserta peraturan pelaksanaannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 93
Ketentuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan Perkotaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah
ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Pasal 94
Ha-l-hai yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
L X
48
Pasal 95
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintatrkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam l,embaran Daerah Kabupaten Magetan.
Ditetapkan pada
di
Magetan
tanggal 29 Desember
2011
BUPATI MAGETAN,
Diundangkan di Magetan pada tanggal 29 Desember 2011
SEKRETARIS
MAGETAN,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN TAHUN 201l NOMOR 14
49
PEN」 ELASAN
ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PA」 AK DAERAH
I.
UMUM
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, tiap-tiap Daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahaa dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat berupa Pajak dan Retribusi, dengan tetap memperhatikan kemampuan masyarakat. Bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2O09 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Daerah dilarang memungut Pajak dan Retribusi selain yang tercantum dalam UndangUndang tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah yang ada sesuai dengan yarg diamanatkaa dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau Badan yarlg bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkal imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak Daerah di Kabupaten Magetan ada beberapa penambahan obyek baru, yaitu Pajak Parkir, Pajak Air Taaah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dengan penambahan obyek P4lak tersebut, sehingga secara keseluruhan di wilayah Kabupaten Magetan dipungut 10 jenis Pajak yang terdiri dari : Pajak Hotel, Pajak Restoraa, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Talah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Dengan pengaturan Pajak Daerah yang baru sesuai dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2OO9 diharapkan ada peningkatan penerimaan
hasil Pajak yang diikuti dengan peningkatan pelayanan yang
dapat
dinikmati oleh masyarakat. Sehingga pada alhirnya, penerimaan Pajak し、
50
diharapkan marnpu meningkatkan peranannya terhadap Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menuju kemandinan finansial dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi Daerah.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas. Pasa1 2
Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4
Ayat (l)
Yang termasuk obyek Pajak adalah penginapan, motel, wiswa pariwisata, pesanggrahan, losmen, dan rumah kos dengan jumlah kamar paling sedikit lO (sepuluh) kamar. Yang termasuk fasilitas olah raga dan hiburan antara lain pusat kebugaran, kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, dan diskotik. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Termasuk fasilitas sejenis lainnya antara lain penyewaan ruangan unh.rk acara pertemuan atau kegiatan lainnya. Ayat (a) Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Pengecualian apartemen, kondominium,
dan
sejenisnya
didasarkan atas izin usahanya. Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas. Pasal 5
Cukup jelas.
51
L、
Pasal 6
Cukup jelas. Pasal 7
Cukup jelas. Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Cukup jelas. Pasal
1O
Cukup jelas. Pasal 11
Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14
Cukup jelas. Pasal 15
Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19
Cukup jelas. Pasal 2O
Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas.
Hurufb Termasuk dalam kategori "pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana" adalah hiburan berupa kesenian rakyat / tradisional.
52 LK
Huruf c Cukup jelas.
Hurufd Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas.
f
Huruf
Cukup jelas.
Huruf
g
Cukup jelas.
Huruf h Cukup jelas.
Huruf
i
Cukup jelas. Huruf
j
Cukup jelas. Pasal 21
Cukup jelas. Pasal 22
Cukup jelas. Pasal 23
Huruf a Cukup jelas.
Hurufb Cukup jelas,
Hurufc
Yang dimaksud dengan "kesenian ralgrat/ tradisional" adalah hiburan kesenia-n ra.lryat/tradisional yang dipandang perlu untuk dilestarikan dan diselenggarakan di tempat yang dapat dikunjungi oleh semua lapisan masyarakat.
Hurufd Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf
g
Cukup jelas.
53 し、
Huruf h Cukup jelas.
HuruF i Cukup jclas.
HuruF j Cukup jelas.
Hunlf k Cukup jelas. Pasa1 24
Cukupjelas. Pasa1 25 Cukup jelas. Pasa1 26 Cukup jclas. Pasa1 27 Cukup jelas. Pasa1 28
Ayat(1) Cukup jelas.
Ayat(2) Hunュ fa
Rcklalne papan/billbOard,dan stteniSnya adalah reklame yang
n yang SeieniS dan dipasang atau digantungkan atau dibuat pada terbuat dan papan kayu,te....asuk seng atau bahan l敲
bangunan,tembok,dinding,pagar,pohon,tiang,dan sebagalnya baik bersinar maupun dismarl.
Reklame megatron/宙 deOtron dan scieniSnya adalah reklame yang inenggunakan layar monitor besar bcrupa progr― reklame atau iklan bersinar dcngan g― bar dan/atau tulisan benwama yang dapat berubah‐ ubah. Hun■ fb
Rcklame kain adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kan tertnasuk kertas,plastik,karet atau bahan lain yang sttenis dengan itu.
HuruF c
Reklame melekat, sdker adalah rcklamc yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, dibettan atau dapat diminta untuk ditempelkan, dilekatkan,
54
kヽ
dipasang, digantungkan pada suatu benda dengan ketentuan luasnya tidak boleh lebih dari 2AO cmz per lembar, Huruf d Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaral lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkaa, dipasang, digantungkan pada suatu benda lain.
Huruf e Reklame bedalan, termasuk pada kendaraan adalah reklame yang ditempatkan atau ditempelkaa pada kendaraan yang diselenggarakan dengan mempergunakan kendaraan atau dengal cara dibawa oleh orang. Huruf f Reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas, laser, pesawat atau lain-lain yang sejenis.
Huruf g Reklame apung adalah reklame yang mengapung
di
atas
permukaan air.
Huruf h Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkaa atau dengan suara yang ditimbulkan dan/atau oleh perantaraan alat. Huruf i Reklame lilm/slide adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan_ bahan yang sejenis, sebagai alat untu diproyeksikan dan/atau
dipancarkan pada layar atau benda lain di dalam ruangan.
Hurufj Reklame peragaan adalah reklame yang diselenggaralan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara. Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 3O
Ayat (r) Cukup jelas.
Ayat
(21
Cukup jelas.
tX
55
Ayat(3) Cukupjclas.
Ayat(4) Cukup jclas.
Ayat(5) Cukup jelas.
Ayat(6) Cukup jelas.
Ayat(7) Muatan mated dalam Peraturan Bupati paling scdikit memuat besaran Nilai Strategls dan N」 OP Rcklallne. Pasa1 3 1
Cukupjelas. Pasa1 32 Cukup jelas. Pasa1 33 Cukup jelas. Pasa1 34
Cukupjelas. Pasa1 35 Cukup jelas. Pasa1 36 Cukup jelas. Pasa1 37 Cukup jelas. Pasa1 38
Cukupjclas. Pasa1 39
Cukupjelas. Pasa1 40 Cukup jelas. Pasa1 4 1
Cukup jclas. Pasa1 42 Cukup jelas. Pasa1 43 Cukup jelas. Pasa1 44 Cukup jelas. 56
L\
Pasa1 45 Cukup jelas. Pasa1 46 Cukup jelas. Pasa1 47 Cukup jelas. Pasa1 48 Cukup jelas. Pasa1 49 Cukup jclas. Pasa1 50 Cukup jelas. Pasa1 51
Cukup jelas. Pasa1 52
Ayat(1) Cukup jelas.
Ayat(2)
Yang diinaksud dengan“ keperluan dasar rumah tangga"inencakup keperluan air minum,masak,mandi,cuci,peturasan, dan ibadah.
Yang dimaksud dengan“ pertanian dan peHkanan rakyat"adalah merupakan budi daya pertanian yang meliputi berbagai komoditi, yaitu pertanian tanaman pangan, hordkultura, pete■ 1.akan,
perkebunan,kehutanan,dan perikanan yang dikelola oleh rakyat dengan luas tertentu yang kebutuhan airnya ddak lebih dari 2(dua) liter per detik per kepala keluarga.
Pertanlan
maman
pangan
adalah
tanalnan
yang
tidak
membutuhkan air tanah dalam Jumlah banyak,antara lain,palawl」
a
dan Jagung. Pasa1 53
Cukup jelas Pasa1 54
Cukupjelas. Pasa1 55
Cukupjelas. Pasa1 56 Cukup jelas. Pasa1 57 Cukup jelas.
LK
57
Pasal 58
Cukup jelas. Pasal 59
Cukup jelas. Pasal 60
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan 'kawasan" adalah semua tanah dan bangunan yang digunakan oleh perusahaan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan di tanah yang diberi hak guna usaha perkebunan, tanah yang diberi hak pengusahaan hutan dan tanah yang menjadi wilayah usaha pertambangan. Ayat
(21
Cukup jelas. Ayat (s)
Huruf a Cukup jelas. Hun-rf b
Yang dimaksud dengan "tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan' adalah objek pajak itu diusahakan untuk melayani
kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditqlukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan / badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehataa, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangal. Huruf c Cukup jelas.
Hurufd Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf
f
Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 61
Cukup jelas.
LX
58
Pasal 62
Ayat (1) Penetapan NJOP dapat dilakukan dengan
:
a. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu
pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengaa objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya; b.
nilai perolehan baru, adalah suatu
pendekatan/metode
penentuan nitai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut
pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi
dengan
pen)rusutan berdasarkan kondisi hsik objek tersebut; c. nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Ayat
(21
3 (tiga) tahun sekali' Dalam hal terjadi perkembangan pembangunan yang mengakibatkan kenaikan NJOP yang cukup besar, maka penetapan NJOP dapat Pada dasarnya penetapan NJOP adatah
ditetapkan setahun sekali. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 63
Cukup jelas. Pasa] 64
Nilai jual bangunan sebelum diterapkan tarif pajak dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Jual Tidak Kena Pajak sebesar Rp- 1O.000'OO0,OO (sepuluh juta rupiah).
Contoh: Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa : - Tanah seluas 8oO m2 dengar harga jual Rp. 30o.ooO,OO/m2; - Bangunan seluas 400 m2 dengan harga jual Rp. 35O.OO0,OO/m2;
-
Taman seluas 200 m2 dengan harga jual Rp. 50.O0O,00/m2;
Pagar sepanjang l2O m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 harga jual Rp. 175.OOO,OO/m2;
m
dengan
59
LX
Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut
Bumi : 8OO x Rp. 2. NJOP Bangunan : 1. NJOP
a. Rumah dan garasi
= Rp.240.000.000,00
3O0.O0O,OO
:
4OO
= Rp.140.000.000,00
20O x Rp. 50.OOO,0O
= Rp. 10.000.000,00
x Rp. 350.0OO,OO b. Taman : c. Pagar
:
;
(120 x l,5)x Rp.175.000,00 = Ro 31.500.000,00+ Total NJOP Bangunan = Rp 181.500.000,00 Nil」
Jua1 0ttek Palak Tidよ
Kena PaJak
Nllai Jual bangunan Kena Palak 3.Nilal」 ua1 0ttek Paiak Kcna Pttak
=Rp. 10.000.000,00= Rp.171.500.000,00+ = Rp.411.500000,00
4 Tarif pttak yang ditetapkan dalaln Peraturan Dacrah O,15% (Untuk N」 OP
hang dariRp 500.000.00o,00)
5 Paiak Bumi dan Bangunan tcrutang:
0,150/OxRp 411.500.000,00
= Rp.
617.250,00
Pasal 65
Cukup jelas. Pasal 66
Ayat (r) Cukup jelas. Ayat (2)
Karena tahun pajak dimulai pada tanggai 1 Januari, maka keadaan
objek pajak pada tanggal tersebut merupakan saat menentukan pajak yang terutang. Contoh :
a.
Objek pajak pada tanggal
I Januari 2Ol2
berupa tanah dan
bangunan. pada tanggal 1O Februari 2OI2 bangunannya dibongkar, maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal I Januari 2012, yaitu
b.
keadaan sebelum bangunan dibongkar. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2OL2 berupa sebidang tanah tanpa bangunan diatasnya. pada tanggal 10 Mei 2012 dilakukan
pendataan, ternyata diatas tanah tersebut telah berdiri suatu bangunan, maka pajak yang terutang untuk tahun 2Ol2 tetap dikenakan pajak berdasarkan keadaan pada tanggal I Januari
60
2O12, sedangkan bangunannya baru akan dikenakan pada tahun 2013. Pasal 67
Ayat (1)
Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak akan diberikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak untuk diisi dan dikembalikal kepada Bupati. Ayat (2) Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah : - Jelas, berarti penulisan data dalam SPOP dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan Daerah maupun lUajib Pajak sendiri. - Benar dan lengkap berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, seperti luas tanah dan/atau
bangunan, tahun dan harga perolehaa dan seterusnya sesuai dengan kolom-kolom pertanyaan yang tertera pada SPOP. Pasal 68
Cukup jelas. Pasal 69
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ini mengatur tata cara pengenaan pqiak, yaitu ditetapkan oleh Bupati atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.
Cara pertama, pajak dibayar oleh W4iib Pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Bupati melalui SKPD atau dokumen lain yang dipersamalan.
Cara kedua, pajak dibayar sendiri adalah pengenaan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5)
Wajib Pqjak yang memenuhi kewqlibannya dengan cara membayar
sendiri, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang
dengaa
menggunakan SPTPD.
L X
61
Jika Wajib Pajak yang diberi kepercayaan
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang tidal< memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya, dapat diterbitkan SKPDKB dan/atau SKPDKBT yang menjadi sarzula penagihan.
Pasal 7O
Ketentuan ini mengatur penerbitan surat ketetapan pajak atas pajak yang dibayar sendiri. Penerbitan surat ketetapan pajak ditujukan kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPTPD atau karena ditemukannya data fiskal tidak dilaporkan oleh Wajib Paiak.
Ayat (1)
Ketentuan ini memberi kewenangan kepada Bupati untuk dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT atau SKPDN hanya terhadap kasus-kasus tertentu, dengan perkataan lain hanya terhadap Wajib
Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan/ atau kew4jiban material. Contoh:
l.
Seorang Wajib Pajak tidak menyampaikan SPTPD pada tahun pajak 2009. Setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu juga
belum menyampaikan SPTPD, maka dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun Bupati dapat menerbitkan SKpDKB atas pajak yang terutang.
2.
Seorang Wajib Pajak menyampaikan SpTpD pada tahun pajak 2009. Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, ternyata
dari hasil pemeriksaan SpTpD ya-ng disampaikan tidak benar. Atas pajak yang terutang yang kurang bayar tersebut, Bupati dapat menerbitkan SKPDKB ditambah dengan sanksi administratif.
3. Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam contoh yang telah diterbitkan SKPDKB, apabila dalam jangka waltu paling lama 5 (lima) tahun sesudah pajak yang terutang ditemukan data baru
dan/
atau data yang semula belum terungkap
yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yalg terutang, Bupati dapat menerbitkan SKpDKBT.
4. Wajib Pajak berdasarkan hasil
pemeriksaan Bupati ternyata jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah
しヽ
62
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pa,iak, Bupati dapat menerbitkan SKPDN.
Huruf a Angka
1)
Cukup jelas. Angka 2) Cukup jelas. Angka 3)
Yang dimaksud dengan "penetapan pajak secara jabatan" adalah penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas. Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur sanksi terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu mengenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2"/o (dua persen) sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan atas pajak yang tidak atau terlambat dibayar. Sanksi administratif berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya p4lak sampai dengan diterbittannya SKPDKB. Ayat (3)
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana dimaksud pada ayat (f) huruf b, yaitu dengan
ditemukannya data baru dan/ atau data yang semula belum terungkap yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga p4iak yang terutang bertambah, maka terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan lo0%o (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak. Sanksi administratif ini tidak dikenakan apabila
Wajib Pajak melaporkannya sebelum diadakan
tindakan
pemeriksaan. Ayat (4) Cukup jelas.
63
しヽ
Ayat(5)
Dalalln hal Waiib ttak tidak memenuhi kewaiiban perpaakannya sebaga■ mana dimaksud pada ayat(1)huruf a angka 3),ytttu waiib
Pttak tidak mengisi SPTPD yang scharusnya dilakukannya, dikenakan sanksi administratif bcrupa kenaikan paak sebesar 25%
(dua puluh linla persen)dan pOkOk paiak yang terutang.Dalam kasus ini,Bupati menetapkan pttak yang terutang secara jabatan melalui pcncrbitan SKPDKB.
Selain sanksi administratif bcrupa kcnttan sebesar 25% (dua puluh Lma persen)dari pokok P可 法 yang tenitang juga dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen)sebulan
dihitung dari paJak yang kurang atau terlanlbat dibayar untuk
Jangka waktu paling lalna 24 (dua puluh empat)bulan. Sanksi adnlinistradf berupa bunga dihitung seJak saat terutangnya paJak
sampai dengan diterbitkannya SKPDKB. Pasa1 71
Cukupjelas. Pasa1 72
Cukupjelas. Pasa1 73
Cukupjelas. Pasa1 74 Cukup jelas. Pasa1 75
Cukupjelas. Pasa1 76
Cukupjclas. Pasa1 77
Cukupjelas. Pasa1 78 Cukup jelas. Pasa1 79
Ayat(1) Cukup jelas.
Ayat(2) Hunュ fa Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
し ヽ
Hunlf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Hunlf e
Yang dinaksud dengan"kondisi tcrtcntu o● Ck pttak",antara lain,lahan pertanian yang sangat terbatas,bangunan ditempati sendi五
yang dikuasai atau dmJiki oleh golongan Waiib Rjak
tertcntu.
Ayat(3) Cukup jelas. Pasa1 80
Cukupjelas. Pasa1 81
Cukup jelas. Pasa1 82 Cukup jelas. Pasa1 83 Cukup jelas. Pasa1 84 Cukup jelas. Pasa1 85
Ayat(1)
Yang dinaksud dengan Satuan Ketta Perangkat Dacrah adalah Satuan Kc13a Perangkat Dacrah yang tugas pokok dan hngsmya melaksanakan pemungutan Paiak. Ayat(1) Cukup jclas. at(3) ∼
Cukup jelas.
Pasa1 86 Cukup jelas. Pasa1 87 Cukup jelas. Pasa1 88 Cukup jelas. Pasa1 89 Cukup jelas.
LX
65
Pasa1 90
at(1) ∼
.
Pcngenaan pidana kurungan dan pidana denda kepada ttabat tenaga ahl yang ditunJuk olch Bupati dimaksudkan untuk mettalnin bahwa kerahaSaan mengend perpttakan dacrah idak akan dibe五 tahukan kepada pihak lain,juga agar Waib Pttak dalarn
mcmbcrikan data dan keterangan kepada pttabat mengenai pcrpaJakan dacrah tidak ragu‐ ragu.
Ayat(2)
Cukupjelas. Ayat(3) Cukup jelas. Ayat(4)
Cukupjelas. Pasa1 91
Cukup jclas. Pasa1 92 Cukup jelas. Pasa1 93 Cukup jelas. Pasa1 94 Cukup jelas. Pasa1 95
Cukupjelas.
││
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGEЪ
ヽN
NOMOR ll
L、
66