Yulia l Terapi Hipertensi Derajat II, Dislipidemia, dan Hiperurisemia pada Wanita 69 Tahun dengan Obesitas Grade I: Pendekatan Kedokteran Keluarga
Terapi Hipertensi Derajat II, Dislipidemia, dan Hiperurisemia pada Wanita 69 Tahun dengan Obesitas Grade I: Pendekatan Kedokteran Keluarga
Yulia Dewi Asmariati Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Indonesia diperkirakan mengalami pertambahan warga lanjut usia (lansia) terbesar di seluruh dunia. Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada lansia adalah hipertensi. Hipertensi merupakan silent killer dan penyebab kematian nomor tiga di dunia. Angka kejadian dislipidemia dan hiperurisemia juga terus berkembang. Dislipidemia merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner, sedangkan hiperurisemia yang tidak ditangani dapat menyebabkan penyakit gout. Laporan kasus ini memaparkan seorang pasien dengan hipertensi derajat 2, dislipidemia, hiperurisemia dan obesitas. Memiliki faktor resiko internal yaitu geriatri, pola pengobatan kuratif, kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya dan memiliki faktor stressor. Faktor resiko eksternal yaitu kurangnya dukungan dan pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien, low income, dan tidak adanya asuransi kesehatan. Dilakukan penatalaksanaan dengan medikamentosa dan nonmedikamentosa berupa edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang obat yang harus dikonsumsi dan pola makan yang benar. Kemudian, dilakukan evaluasi untuk menilai perubahan yang terjadi dari sebelum dilakukan intervensi. Pada evaluasi didapatkan penurunan tekanan darah, kadar kolesterol total dan asam urat pasien. Masalah klinis yang kompleks membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama antara dokter keluarga dan keluarga pasien. Dokter keluarga tidak hanya menyelesaikan masalah klinis pasien, tetapi juga mencari dan memberi solusi atas hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pasien dan keluarga. Kata Kunci: dislipidemia, dokter keluarga, hipertensi, hiperurisemi, obesitas
Treatment of Stage II Hipertension, Dyslipidemia, and Hypeuricemia on 69 Years Old Granny with Obesity Grade I: Family Medicine Approach Abstract Indonesia is prediced to have the largest increase in elderly around the world. One of the most health problems in the elderly is hypertension. Hypertension is a silent killer and the third cause of death. Incidence of dyslipidemia and hyperuricemia is also growing. Dyslipidemia is a risk factor of coronary artery syndrome, meanwhile, untreated hyperuricemia can lead to gout. Patient in this case report had hypertension stage 2, dyslipidemia, hyperuricemia and obesity. Her internal risk factors were elderly, pattern of curative treatment, lack of knowledge about disease and also had stressor factors. External risk factors werw the lack of support and knowledge of the patient's family about the disease, low income, and lack of health insurance. We gave pharmacology and non-pharmacology management as education to patient and her family. Followed by an evaluation to assess the changes that occurred than before intervention. In the evaluation, we found decreased blood pressure, total cholesterol and uric acid levels. Complex clinical problems take a long time and cooperation between health workers and families. Where the officer has not only solved the problem of clinical patients, but also seeks and give solutions to the environmental problems that affect health of the patient and family. Keywords: dyslipidemia, family medicine service, hypertension, hyperuricemi, obesity Korespondensi: Yulia Dewi Asmariati, S.Ked, alamat Jl Dr Soetomo No 27 Bandarlampung, HP 085268110727, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Semakin meningkatnya umur harapan hidup (UHH) menyebabkan bertambahnya jumlah lanjut usia (lansia). Hal ini dapat menimbulkan perubahan pola penyakit, dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif seperti hipertensi.1,2 Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH dari 69,43 tahun pada tahun 2010 menjadi 69,65 tahun pada tahun 2011 dengan persentase populasi lansia adalah 7,58% dari total penduduk Indonesia. Lansia perempuan lebih banyak daripada laki-laki.3 Jenis keluhan
yang paling banyak dialami lansia terkait dengan penyakit kronis, seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes.4 Penyakit yang paling banyak diderita oleh pasien rawat jalan dalam kelompok usia 45-64 tahun dan di atas 65 tahun adalah hipertensi.5 Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan dimana tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg yang diukur oleh tenaga kesehatan minimal dua kali pengukuran atau mengkonsumsi obat antihipertensi.6 Penyakit J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|181
Yulia l Terapi Hipertensi Derajat II, Dislipidemia, dan Hiperurisemia pada Wanita 69 Tahun dengan Obesitas Grade I: Pendekatan Kedokteran Keluarga
ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.7 Hampir 1 miliar atau sekitar seperempat dari seluruh populasi orang dewasa di dunia menyandang tekanan darah tinggi. Pada populasi lansia, separuh populasi hipertensi berusia diatas 60 tahun. Pada tahun 2025 diperkirakan penderita tekanan darah tinggi mencapai hampir 1,6 miliar orang di dunia.8 Hipertensi menyumbang 18,5 % kematian. Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis dan jumlahnya mencapai 6,8 % dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.9 Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya hipertensi adalah status gizi. Risiko hipertensi meningkat sebesar 2,79 kali, gemuk 2,15 kali dan normal 1,44 kali dibandingkan dengan mereka yang berstatus gizi kurus.10 Penyakit lain yang juga prevalensinya terus berkembang yaitu dislipidemia dan hiperurisemia. Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner.11 Hiperurisemia yang tidak ditangani menyebabkan asam urat dalam darah berlebihan, sehingga menimbulkan 12 penumpukan kristal asam urat. Keadaan dimana lansia menderita beberapa penyakit kronis seperti hipertensi, obesitas dan hiperurisemia secara bersamaan akan menjadi sebuah masalah yang kompleks bagi pasien dan keluarganya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penanganan yang tepat dan upaya untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Kasus Ny. S, 69 tahun, seorang ibu rumah tangga datang ke puskesmas Natar dengan keluhan sakit kepala sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri kepala dirasakan terutama pada bagian belakang kepala terkadang menjalar hingga ke leher, sehingga tengkuk pasien terasa berat. Nyeri kepala dikeluhkan hilang timbul. Rasa nyeri kepala tidak diikuti dengan keluhan mata berkunang-kunang, telinga tidak berdengung, pasien juga tidak mengeluarkan darah dari hidungnya. Pasien juga mengeluh sering nyeri di sendi-sendi jari tangan yang dirasakan hilang timbul dan hilang dengan sendirinya. Pasien masih dapat melakukan aktivitas J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|182
sehari-hari seperti biasanya dan tidak mengonsumsi obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakitnya. Awalnya sekitar 3 tahun yang lalu pasien mengalami keluhan seperti ini, kemudian pasien memeriksakan diri ke rumah sakit dan diberikan obat antihipertensi. Namun, setelah obat tersebut habis, pasien tidak pernah kontrol lagi untuk mendapatkan obat antihipertensi. Selain itu, sejak 6 bulan terakhir pasien mengalami keluhan nyeri dan kaku pada sendi jari-jari kedua tangan namun tidak pernah diperiksakan ke dokter. Pasien biasanya makan tiga kali sehari. Makanan yang dimakan cukup bervariasi. Namun, pasien terkadang masih suka mengkonsumsi sayuran berwarna hijau tua seperti daun singkong, bayam dan juga mengkonsumsi kacang-kacangan. Penggunaan garam dalam masakan juga belum dikurangi. Semua kegiatan rumah tangga dikerjakan bersama anaknya yang tinggal serumah dengan pasien. Setelah menyelesaikan kegiatan rumah tangga, pasien menghabiskan waktu sehari-hari dengan menjaga warung sambil menonton televisi. Pasien jarang berolahraga dan mengatakan tidak pernah mengkonsumsi alkohol ataupun merokok. Pasien juga jarang pergi keluar rumah, hanya sekadar membeli sayur di dekat rumah (± 100 meter) dengan berjalan kaki tiap pagi. Pasien tinggal bersama suaminya Tn. S usia 76 tahun dan anaknya Nn. U usia 30 tahun. Rumah memiliki halaman yang cukup luas yang sebagian dipakai untuk berjualan makanan ringan. Rumah berukuran 9x12 meter, tidak bertingkat, memiliki 3 buah kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan warung. Lantai bagian dalam rumah terbuat dari keramik, bagian dapur terbuat dari semen dan tembok dari batu bata serta beratap genteng. Semua ventilasi cukup terbuka, kondisi dalam rumah tidak lembab karena pencahayaan sudah baik. Penataan barang sudah sesuai pada tempatnya sehingga terkesan rapih. Lingkungan tempat tinggal pasien cukup padat. Sumber air minum dan air cuci/masak dari sumur yang sudah dipasang pompa air, limbah dialirkan ke selokan. Pasien, suami dan anaknya tidak bekerja, keuangan sehari-hari bergantung pada uang yang dikirim dari salah satu anaknya dan dari hasil warung yang tidak menentu. Hubungan antar anggota keluarga
Yulia l Terapi Hipertensi Derajat II, Dislipidemia, dan Hiperurisemia pada Wanita 69 Tahun dengan Obesitas Grade I: Pendekatan Kedokteran Keluarga
cukup baik dengan konflik dalam keluarga yang jarang terjadi. Pola pengobatan pasien dan anggota keluarga ini bersifat kuratif yakni pasien berobat apabila terdapat keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas. Pasien tidak mengetahui apakah ada anggota keluarganya yang memiliki penyakit darah tinggi, diabetes ataupun stroke. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaaan umum tampak sakit ringan, suhu 36,8 oC, tekanan darah 210/100 mmHg, frekuensi nadi 86 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, berat badan 89 kg, tinggi badan 165 cm, IMT 32,6 kg/m2, lingkar perut pasien 87 cm. Status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang kadar asam urat 8,6 mg/dl, gula darah sewaktu 186 mg/dl dan kadar kolesterol 267 mg/dl. Diagnosis pasien ini adalah hipertensi stage II, hiperurisemia, dislipidemia dan obesitas grade I. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini meliputi edukasi pada pasien dan anggota keluarga yang lain mengenai penyakit yang diderita pasien dan perubahan gaya hidup yang harus dilakukan pasien untuk mencegah penyakit semakin berat dan komplikasi penyakit serta pemberian antihipertensi Amlodipin 1x10 mg. Pembahasan Diagnosis klinik utama pada pasien adalah hipertensi grade II, dislipidemia, hiperurisemia dan obesitas grade I. Berdasarkan Joint National Committee VII (JNC VII), termasuk hipertensi stage 2 apabila tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥100 mmHg.13 Hipertensi pada lansia disebabkan karena proses penuaan dimana terjadi perubahan sistem kardiovaskuler, katup mitral dan aorta mengalami sklerosis dan penebalan, miokard menjadi kaku dan lambat dalam berkontraktilitas. Kemampuan pompa jantung harus bekerja lebih keras sehingga terjadi hipertensi.14 Pada pasien ini, tidak dilakukan pemeriksaan profil lipid secara lengkap, namun kadar kolesterol total pasien (267 mg/dl) sudah dikategorikan dislipidemia. Dislipidemia adalah suatu keadaan patologis dimana kadar kolestrol total ≥ 240 mg/dl, Low Density Lipoprotein-Cholesterol (LDL-C) ≥ 130 mg/dl, High Density Lipoprotein-Cholesterol
(HDL-C) ≤ 40 mg/dl, dan trigliserida ≥ 200 mg/dl.15 Pasien ini juga didiagnosis hiperurisemia karena kadar asam urat serum pasien melebihi batas normal yaitu 8,6 mg/dl. Batasan kadar asam urat serum tertinggi untuk pria adalah 6,5 mg/dl sedangkan untuk wanita adalah 5,5 mg/dl.16 Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), obesitas dibagi menjadi tiga kategori, yakni: obesitas grade I dengan nilai IMT antara 3034,49; obesitas grade II dengan nilai IMT antara 35-39,99 dan obesitas grade III nilai IMT > 40.17-19 Pasien ini masuk ke dalam obesitas grade I karena memiliki IMT 32,6. Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibagi menjadi dua kategori, yaitu obesitas sentral dan obesitas umum. Pasien ini memiliki lingkar perut 87 cm dan termasuk dalam obesitas sentral karena berdasarkan kriteria Asia, obesitas sentral apabila lingkar perut pria ≥ 90 cm dan wanita ≥ 80 cm.20 Pasien ini belum dapat didiagnosis sindrom metabolik karena belum memenuhi kriteria yang ada. Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel (NCEP ATP) III, diagnosis sindrom metabolik bisa ditegakkan jika pasien telah memenuhi tiga dari lima kriteria berikut, yaitu lingkar pinggang > 40 inchi/102 cm (pria) dan > 35 inchi/88 cm (wanita); kadar glukosa darah puasa ≥ 100 mg/dl atau telah mendapat terapi diabetes melitus; kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl; kadar kolesterol HDL < 40 mg/dl pada pria atau < 50 mg/dl pada wanita atau telah mendapat terapi dislipidemia; dan TDS > 130 mmHg atau TDD > 85 mmHg atau telah mendapat terapi hipertensi.21 Sedangkan, kriteria sindrom metabolik menurut International Diabetes Foundation (IDF) adalah jika pasien memiliki lingkar pinggang ≥ 90 cm (pria) dan ≥ 80 cm (wanita) ditambah dua atau lebih dari empat kriteria berikut: kadar trigliserida puasa > 150 mg/dl atau riwayat pengobatan; kadar HDL-C < 40 mg/dl (pria) atau < 50 mg/dl (wanita) atau riwayat pengobatan; TDS > 130 mmHg atau TDD > 85 mmHg atau riwayat pengobatan; kadar glukosa darah puasa ≥ 100 mg/dl atau riwayat pengobatan.22 Masalah kesehatan yang dibahas pada kasus ini adalah seorang lansia perempuan berusia 69 tahun yang menderita hipertensi, hiperurisemia, dislipidemia dan obesitas. J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|183
Yulia l Terapi Hipertensi Derajat II, Dislipidemia, dan Hiperurisemia pada Wanita 69 Tahun dengan Obesitas Grade I: Pendekatan Kedokteran Keluarga
Kunjungan pertama kali yang dilakukan adalah pendekatan dan perkenalan terhadap pasien serta menerangkan maksud dan tujuan kedatangan, diikuti dengan anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang telah diderita. Dari hasil kunjungan tersebut, sesuai konsep Mandala of Health, dari segi perilaku kesehatan pasien masih mengutamakan kuratif daripada preventif dan memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit-penyakit yang pasien derita. Tiga hari setelah kunjungan pertama, maka dilanjutkan dengan kunjungan kedua untuk melakukan intervensi terhadap pasien. Pasien diberikan intervensi dengan menggunakan media leaflet tentang penangan hipertensi, gizi seimbang, dan makanan rendah purin. Intervensi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengubah pola makan pasien yang tidak teratur meskipun untuk mengubah hal tersebut bukanlah hal yang dapat dilihat hasilnya dalam kurun waktu yang singkat. Ada beberapa langkah atau proses sebelum orang mengadopsi perilaku baru. Pertama adalah awareness atau kesadaran, dimana orang tersebut menyadari stimulus tersebut. Kemudian dia mulai tertarik atau interest. Selanjutnya, orang tersebut akan menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut atau evaluation. Setelah itu, dia akan mencoba melakukan apa yang dikehendaki oleh stimulus atau trial. Pada tahap akhir adalah adoption, berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya.23 Edukasi yang diberikan berupa cara mengontrol tekanan darah, kadar kolesterol dan asam urat dalam darah, makanan yang perlu dihindari, dan pentingnya pemeriksaan diri serta mengendalikan penyakit yang dialami oleh pasien. Pasien juga diberikan edukasi terhadap obesitas yang dialami pasien berupa upaya peningkatan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi pasien. Pada pasien 60 tahun atau lebih yang tidak memiliki diabetes atau penyakit ginjal kronik, maka target terapi tekanan darah adalah < 150/90 mmHg. Target ini untuk mengurangi risiko terjadinya stroke, gagal jantung dan penyakit jantung koroner (PJK). Terapi lini pertama meliputi empat golongan obat, yaitu diuretik tiazid, calcium channel blocker (CCB), angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, dan angiotensin receptor J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|184
blocker (ARB).24 Pemberian amlodipin pada pasien sudah tepat karena termasuk dalam golongan CCB. Hiperurisemia pada pasien ini tidak diberikan terapi farmakologis, hanya berupa edukasi perubahan pola makan saja karena belum memenuhi kriteria untuk mendapatkan terapi farmakologis. Pemberian terapi farmakologis untuk artritis gout adalah ditemukannya tofus baik melalui pemeriksaan klinis ataupun radiologi, serangan gout akut berulang (≥ 2 serangan/tahun), gagal ginjal kronik derajat 2-5, dan riwayat urolitiasis.25 Agar terhindar dari penyakit gout, salah satu caranya adalah menjaga kadar asam urat dalam darah di posisi normal, yaitu 5-7 mg%. Di atas batas ini, dapat terjadi pengkristalan yang akan berdeposisi di sendi. Diet normal biasanya mengandung 600-1.000 mg purin per hari.26 Namun bagi penderita gout, asupan purin harus dibatasi sekitar 100-150 mg purin per hari.27 Sulit untuk menghilangkan sama sekali asupan purin ke dalam tubuh karena hampir semua bahan pangan terutama sumber protein mengandung purin. Namun, kita bisa mengontrol asupan purin dengan cara memilih bahan pangan yang rendah kandungan purinnya. Sedangkan karbohidrat sebaiknya dari kabohidrat komplek seperti nasi, singkong, ubi dan roti. Hindari karbohidrat sederhana seperti gula, sirup atau permen. Fruktosa dalam karbohidrat sederhana dapat meningkatkan kadar asam urat serum.28 Penderita asam urat harus menjalani diet rendah protein karena protein dapat meningkatkan asam urat, terutama protein hewani. Protein diberikan 50-70 g per hari. Sedangkan sumber protein yang dianjurkan adalah sumber protein nabati dan protein yang berasal dari susu, keju dan telur. Sangat disarankan untuk membatasi konsumsi lemak. Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Batasi makanan yang digoreng, penggunaan margarin, mentega dan santan. Ambang batas lemak yang boleh dikonsumsi adalah 15 % total kalori/hari. Pasien juga disarankan untuk banyak minum air putih, minimal 2.5 liter/hari. Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu mengeluarkan asam urat melalui urin. Sedangkan alkohol, tape dan brem harus dijauhi. Bahan pangan mengandung alkohol ini dapat meningkatkan
Yulia l Terapi Hipertensi Derajat II, Dislipidemia, dan Hiperurisemia pada Wanita 69 Tahun dengan Obesitas Grade I: Pendekatan Kedokteran Keluarga
asam laktat plasma, asam yang dapat menghambat pengeluaran asam urat dari dalam tubuh melalui urin.28,29 Empat hari setelah kunjungan kedua, dilakukan kunjungan ulang ke keluarga pasien. Tujuannya adalah untuk evaluasi kadar kolesterol pasien sekaligus memberikan intervensi berupa edukasi terhadap dislipidemia yang dialami pasien. Pada pasien ini didapatkan kadar kolesterol total 267 mg/dl dimana kadar tersebut melebihi batas kadar optimal kolesterol (200mg/dl). Terdapat perbedaan kadar kolesterol dari darah yang diambil menggunakan darah kapiler (menggunakan fingerstick) dan darah yang diambil melalui darah vena. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sistem CR3000 PoC, nilai yang diperoleh dari sampel darah kapiler sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pengukuran sampel darah vena yaitu sebesar 2,87 %.30 Hal ini berarti, jika diambil sampel darah dari darah vena pasien maka akan didapatkan angka 259 mg/dl yang berarti kadar kolesterolnya juga masih belum di angka optimal. Kondisi dislipidemia pasien dapat berhubungan dengan hiperurisemia yang juga dialami pasien. Dislipidemia mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim GA3PDH (Glyceraldehyde 3 phospate dehydrogenase) yang menyebabkan terjadinya diversi ribose5-phospate menjadi PRPP (phosphoribosyl pyrophosphate). PRPP lalu ditransformasi menjadi inosine monophosphate (IMP). Senyawa perantara yang berasal dari adenosine monophosphate (AMP) dan guanosine monophosphate (GMP), purinic nucleotides digunakan untuk sintesis DNA dan RNA, dilanjutkan dengan inosin yang kemudian akan mengalami degradasi menjadi hipoxantin, xantin dan akhirnya menjadi asam urat.31 Target yang direkomendasikan untuk penurunan berat badan pada obesitas adalah turunnya berat badan 5-10 % dari batas tertinggi berat badan dalam 6 bulan. Metode yang dianjurkan meliputi pembatasan asupan kalori 1.200-1.500 kkal/hari untuk wanita dan 1.500-1.800 kkal/hari untuk laki-laki dan dapat berupa pemberian diet tinggi serat dan rendah lemak, yang disertai dengan peningkatan aktivitas fisik. Penurunan berat badan juga harus disertai dengan manajemen
faktor risiko seperti hipertensi dan dislipidemia.32 Penyakit yang diderita pasien ini merupakan penyakit kronis. Penyakit kronis seperti hipertensi memiliki perjalanan penyakit yang cukup lama dan umumnya penyembuhannya tidak dapat dilakukan. Penyakit tersebut hanya bisa dikontrol untuk menjaga agar tidak terjadi komplikasi. Untuk itu pasien diharuskan untuk rutin mengunjungi sarana kesehatan untuk mengontrol penyakitnya. Tidak adanya asuransi kesehatan akan mempersulit pasien memperoleh pelayanan kesehatan ditambah keadaan pasien dengan low income. Untuk itu dilakukan edukasi agar pasien membuat asuransi kesehatan untuk mempermudahkan pasien saat ingin berobat ataupun mengontrol penyakitnya secara rutin. Empat hari selanjutnya, yaitu pada kunjungan ketiga dilakukan evaluasi. Dari hasil anamnesis lanjut didapatkan bahwa pasien sudah minum obat secara teratur. Keluarga pasien juga lebih memperhatikan makanan yang dimakan pasien seperti melarang pasien untuk mengkonsumsi makanan kaya purin dan mengurangi garam dalam masakan. Olahraga rutin setiap pagi masih sulit dilakukan mengingat pasien lebih suka di dalam rumah dan juga menjaga warung. Pasien mengatakan bahwa nyeri sendi sudah mulai berkurang. Pasien belum sempat membuat asuransi kesehatan karena menunggu anaknya yang akan mengurus pembuatannya datang ke rumah akhir pekan ini. Faktor pendukung dalam penyelesaian masalah pasien dan keluarga adalah pasien dan seluruh anggota keluarga yang harus menerapkan pola hidup sehat. Sedangkan faktor penghambatnya adalah pelaku rawat yang serumah dengan pasien masih belum optimal karena anak pasien yang lebih muda dan lebih mengerti sering pergi ke luar rumah untuk mencari pekerjaan. Setelah dilakukan intervensi, pada pasien ini didapatkan tekanan darah turun menjadi 160/90 mmHg. Tekanan darah tersebut telah turun dari awal pasien datang ke puskesmas yaitu 210/100 mmHg namun belum mencapai target JNC VIII. Kadar asam urat pasien juga telah turun menjadi 5,8 mg/dl meskipun nilai tersebut masih belum mencapai nilai normal. Kadar kolesterol total pasien turun menjadi 210 mg/dl karena pasien J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|185
Yulia l Terapi Hipertensi Derajat II, Dislipidemia, dan Hiperurisemia pada Wanita 69 Tahun dengan Obesitas Grade I: Pendekatan Kedokteran Keluarga
telah menjaga pola makannya, yaitu mengurangi asupan makanan yang berlemak dan berminyak. Namun, kadar tersebut berada masih belum mencapai kadar optimal kolesterol yaitu ≤ 200 mg/dl. Berat badan pasien masih sama dengan berat badan sebelum intervensi yaitu 70 kg dengan lingkar perut 87 cm. Hal tersebut dapat terjadi karena pengobatan yang baru berjalan kurang dari 2 minggu dan pola makan yang dianjurkan masih diperbaiki secara bertahap. Prognosis pada pasien ini dalam hal quo ad vitam adalah dubia ad bonam yaitu dilihat dari kesehatan dan tanda-tanda vitalnya yang masih baik. Quo ad functionam adalah dubia ad bonam karena pasien masih bisa beraktivitas sehari-hari secara mandiri. Dalam hal quo ad sanationam adalah dubia ad bonam karena pasien masih bisa melakukan fungsi sosial kepada masyarakat sekitar. Simpulan Pasien lansia memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit-penyakit kronis, salah satunya akibat gaya hidup yang salah. Pasien dalam kasus adalah wanita 69 tahun dengan hipertensi stage II, dislipidemia, hiperurisemia dan obesitas grade I. Penanganan dan upaya pencegahan komplikasi berupa perubahan perilaku untuk mengontrol tekanan darah, kadar kolesterol dan asam urat serta mengubah gaya hidupnya dengan mengurangi makan makanan yang tinggi natrium (garam), lemak jenuh dan purin. Daftar Pustaka 1. Sugiharto A. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2007. 2. Sarasaty RF. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2012. 3. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2013; 1:1-18. 4. Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional (susenas) Tahun J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|186
5.
6.
7.
8. 9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik RI; 2013. Kementerian Kesehatan RI. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2011. Jakarta: Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI; 2012. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, Benjamin EJ, Berry JD, Borden WB, dkk. Heart Disease and Stroke Statistics— 2013 Update: A Report From the American Heart Association. Circulation. 2013; 127:e6-e245. Purnomo H. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit yang Paling Mematikan. Yogyakarta: Buana Pustaka; 2009. Palmer A. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga; 2007. Yoga T. 2009. Hindari Hipertensi, Konsumsi Garam 1 Sendok Teh Per Hari [disitasi tanggal 20 Maret 2015]. Diakses dari http/www.depkes.go.id. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Maj Kedokt Indon. 2009; 59(12):580-7. Jellinger PS, Smith DA, Mehta AE, Ganda O, Handelsman Y, Rodbard HW, dkk. American Association of Clinical Endocrinologist Guidelines for Management of Dyslipidemia and Prevention of Atherosclerosis. Endocrine Practice. 2012; 18(Suppl 1): 1-78. Karimba A, Kaligis S, Purwanto D. 2013. Gambaran Kadar Asam Urat Pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Dengan Indeks Massa Tubuh ≥ 23 Kg/m2. eBM. 2013; 1(1):122-8. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL Jr, dkk. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA. 2003; 289(19):2560-72. Herlinah L, Winarsih W, Rekawati E. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Perilaku Lansia Dalam Pengendalian Hipertensi. Jurnal Keperawatan Komunitas. 2013; 1(2):108-15. Janice R, Couch S. Medical Nutrition Therapy for Cardiovascular Disease.
Yulia l Terapi Hipertensi Derajat II, Dislipidemia, dan Hiperurisemia pada Wanita 69 Tahun dengan Obesitas Grade I: Pendekatan Kedokteran Keluarga
Dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food and Nutrition Therapy. Edisi ke-13. Philadelphia: Saunders Elsivier; 2012. hlm. 734-42. de Oliveira EP, Moreto F, Silveira LVA, Burini RC. Dietary, anthropometric, and biochemical determinants of uric acid in free-living adults. Nutrition Journal. 2013; 12:11. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hasuer SL, Longo DL, Jameson JL, dkk. Biology of obesity. Harrison principles of internal medicine. Edisi ke-17. New York: The McGraw Hill Companies; 2008. hlm. 437. World Health Organization. Obesity and overweight. 2013. Last update March 2013 [disitasi tanggal 25 April 2015]. Tersedia dari: http://www.who.int/mediacentre/facts heet/fs311/en. WHO Expert Consultation. Appropriate body-mass index for asian population and its implications for policy and intervention strategies. The lancet. 2004; 636:157-63. Tan CE, Ma S, Wai D, Chew SK, Tai ES. Can we apply the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel definition of metabolic syndrome to Asians?. Diabetes Care. 2004; 27(2):1182-6. Huang PL. A comprehensive definition for metabolic syndrome. Disease Models & Mechanisms. 2009; 2:231-7. International Diabetes Federation. The IDF consensus worldwide definition of the Metabolic Syndrome. Brussels: International Diabetes Federation; 2006. Notoadmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2005. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J, dkk. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2014. [disitasi tanggal 12 April 2015]. Tersedia dari:
16.
17.
18.
19.
20.
21. 22.
23. 24.
http://csc.cma.org.cn/attachment/2014 315/1394884955972.pdf Khanna D, FitzGerald JD, Khanna PP, Bae S, Singh M, Neogi T, dkk. 2012 American College of Rheumatology Guidelines for Management of Gout Part I: Systematic Non-pharmacologic and Pharmacologic Therapeutic Approaches to Hyperuricemia. Arthritis Care Res (Hoboken). 2012; 64(10):1431–46. Sustrani L, Syamsir A, Iwan H. Asam Urat Informasi Lengkap untuk Penderita dan Keluarga. Edisi ke-6. Jakarta: Gramedia; 2004. Uripi V, Krisnatuti D, Rina Y. Perencanaan Menu Untuk Penderita Gangguan Asam Urat. Jakarta: Penebar Swadaya; 2002. Mulyatno KC. Institute of Tropical Disease (ITD). Surabaya: Universitas Airlangga; 2014. Almatsier S. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2010. Sblendorio V, Palmieri B, Riccioni G. Blood cholesterol concentration measured by CR3000: fingerstick versus venous sampling. 2008. [disitasi tanggal 25 April 2015]. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 18831942. Yamamoto T, Moriwaki Y, Takahasi S. Effect of Ethanol on Metabolism of Purine Bases (hypoxanthine, xanthine, and uric acid). Journal of Endocrinology and Metabolism. 2005; 356:35-7. Jensen MD, Ryan DH, Apovian CM, Loria CM, Ard JD, Millen BE, dkk. 2013 AHA/ACC/TOS Guideline for the Management of Overweight and Obesity in Adults. Circulation [internet]. 2013 [disitasi 5 Juli 2015]. Tersedia dari: http://circ.ahajournals.org/
25.
26.
27.
28.
29. 30.
31.
32.
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|187