KAJIAN YURIDIS PILIHAN PENERAPAN HYBRID ARBITRATION DALAM SENGKETA DI BANI ARBITRATION CENTER DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PENYELESAIAN SENGKETA YANG MEMENUHI KEADILAN Oleh : Ir. YUDI HALIMAN A.21206332 1. Prof. Dr. H. Garuda Wiko, SH., M. Si NIP.196202021988101001’
2. Idham, SH., MH NIP. 196501281990021001
ABSTRAK Dalam bisnis sengketa muncul manakala salah satu pihak atau kedua pihak melakukan wanprestasi, dalam arti sama sekali tidak memenuhi prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi, terlambat dalam memenuhi prestasi, atau salah memenuhi prestasi. Untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapi para pihak mempunyai kebebasan untuk memilih forum penyelesaian sengketa yang akan dipergunakan, melalui forum litigasi atau non-litigasi, yang sepenuhnya menjadi hak kebebasan memilih dari para pihak. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Mengapa terjadi persengketaan dalam bisnis dan forum apa saja yang dipilih dalam penyelesaian sengketa bisnis? (2) Apa dasar hukum pilihan penerapan hybrid arbitration dalam sengketa bisnis di BANI Arbitration Center?dan (3) Bagaimanakah mekanisme hybrid arbitration dalam penyelesaian sengketa bisnis di BANI Arbitration Center dalam rangka memenuhi rasa keadilan? Proses penelitian dilkukan dengan mempergunakan metode yang bersifat yuridis normatif karena sasaran dalam penelitian ini adalah hukum atau kaidah (norm), pengertian kaidah disini meliputi asas hukum, kaidah hukum dalam arti nilai (norm), peraturan hukum konkrit dan sistem hukum dan data yang dianalisis bersifat kualitatif. Hasil penelitian mengkonfirmasikan dan menunjukkan penyelesaian berperkara melalui pengadilan acapkali memakan waktu yang relatif lama. Para hakim bersifat generalis, putusannya kalah-menang (win-lose solution) sehingga berpotensi merusak hubungan antara para pihak, sementara dunia bisnis yang semakin komplek membutuhkan keahlian tertentu. Hal ini berbeda dengan dengan mekanisme penyelesaian sengketa pada forum arbitrase, beberapa keuntungan memilih penyelesaian sengketa bisnis melalui mekanisme arbitrase, yaitu menekankan pada konsensus atau kesepakatan para pihak, keadilan menjadi
1
tujuannya, kepuasan akan sifat ”private” dari arbitrase, keputusan yang final dari arbitrase dan juga fleksibelitas sifat dari arbitrase. Dalam perkembangan BANI mempertkenalkan penyelesaian sengketa baru yang menggabungkan dua metode penyelesaian sengketa menjadi satu proses penyelesaian, metode ini dinamakan hybrid arbitrasion. Proses yang digunakan adalah arbitration-mediation-arbitration (arb-med-arb). Proses ini lebih mendekati rasa keadilan para pihak, karena lebih mengutamakan itikad baik, nonkonfrontatif, serta lebih kooperatif. Kata kunci:Sengketa bisnis, hybrid arbitrasion, keadilan
ABSTRACT In business disputes arise when one party or both parties are in default, in the sense of achievement did not meet, did not meet the accomplishment of cash, late in fulfilling achievement, or any of fulfilling achievement. To resolve the dispute that faced the parties have the freedom to choose a dispute resolution forum that will be used, through the forum litigation or non-litigation, which is entirely the right of freedom of choice of the parties. The problems of this study are: (1) Why is a dispute in business and in any forum selected in resolving business disputes? (2) What is the legal basis for the application of hybrid selection arbitration in business disputes in BANI Arbitration Center? And (3) How does the hybrid arbitration mechanism for dispute resolution business in BANI Arbitration Center in order to satisfy the sense of justice? The research process dilkukan by using a method that is normative because the goal of this research is a law or rule (norm), understanding the rules herein include the principle of law, the rule of law in terms of value (norm), the rule of law concrete and the legal system and the analyzed data is qualitative. The results of the study confirm and indicate the completion of the litigants through the court often takes a relatively long time. The judges are generalists, ruling lose-win (win-lose solution) thereby potentially damaging the relationship between the parties, while increasingly complex business world requires a certain expertise. This is different from the dispute settlement mechanism in the
2
arbitration forum, some of the benefits of choosing the settlement of business disputes through the mechanism of arbitration, namely the emphasis on consensus or agreement of the parties, justice becomes the goal, the satisfaction of the nature of "private" of arbitration decisions final of arbitration and flexibility is also the nature of arbitration. In the development of a new dispute resolution BANI mempertkenalkan that combines two methods of dispute resolution into the settlement process, this method is called hybrid arbitrasion. The process used is arbitration-mediationarbitration (arb-med-arb). This process is much closer to the sense of justice of the parties, because he prefers good faith, non-confrontational and more cooperative.
Keywords: business dispute, hybrid arbitrasion, justice
3
A. Latar Belakang Penelitian Dalam lapangan hukum bisnis, berlaku suatu asas bahwa pelaksanaan hakhak yang bersifat hubungan privat menjadi urusan dan kewenangan internal para pihak. Pelaku bisnis yang haknya merasa dilanggar oleh pihak lain dapat mengajukan gugatan atau memohon penyelesaiannya melalui forum litigasi (pengadilan) atau non-litigasi (luar pengadilan), yang sepenuhnya menjadi hak kebebasan memilih dari para pihak. Lahirnya model penyelesaian sengketa di luar pengadilan, tidak terlepas dari adanya rasa kecewa dan prustasi atas penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Bagi kalangan pelaku bisnis, pilihan mekanisme penyelesaian sengketa melalui forum lembaga arbitrase ini memberikan banyak kelebihan/ keuntungan daripada melalui badan peradilan nasional.Prof.Priyatna Abdurrasyid 1mengendentifikasi beberapa keuntungan memilih penyelesaian sengketa bisnis melalui mekanisme arbitrase, yaitu
menekankan pada konsensus atau kesepakatan para pihak,
keadilan menjadi tujuannya, kepuasan akan sifat ”private” dari arbitrase, keputusan yang final dari arbitrase dan juga fleksibelitas sifat dari arbitrase. Mengingat penekanannya pada prinsip win-win solution, maka proses berperkara melalui badan arbitrase tidak begitu formal dan lebih fleksibel. Para pihak. tidak terlalu ”bersitegang” di dalam proses penyelesaian perkara. Iklim seperti ini sudah barang tentu akan sangat konstruktif dan akan mendorong semangat kerja sama para pihak di dalam proses penyelesaian perkara. Secara kelembagaan sejak tahun 1977 telah didirikan BadanArbitraseNasional Indonesia (BANI), yaitulembagaindependen yang memberikanjasaberagam yang berhubungandenganarbitrase,
mediasidanbentuk-bentuk
lain
daripenyelesaiansengketa di luarpengadilan. Di Indonesia minat untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme arbitrase mulai meningkat sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase
dan
Alternatif
Penyelesaian
Sengketa
Alternatif
.
Perkembangan ini sejalan dengan arah globalisasi, di mana penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah menjadi pilihan pelaku bisnis untuk menyelesaikan 1
. Priyatna Abdurrasyid, Arbitration, Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Jakarta, 2001, hlm: 3
4
sengketa bisnis
diantara mereka.
Dalam kontrak bisnis
nasional dan
internasional saat sekarang telah menyelipkan klausula arbitrase , sebagai pintu masuk dan dasar untuk menyelesaikan sengketa bisnisnya melalui lembaga arbitrase. Akomodasi dari prinsip fleksibelitas dan efesiensi dalam penyelesaian sengketa bisnis melalui BANI, kini BANI telah mengembangkan dan mengaplikasikan mekanisme hybrid arbitration . Proses yang digunakan adalah arbitration-mediation-arbitration (arb-med-arb). Proses dimulai dengan arbitrase, di mana dalam sidang pertama arbiter akan menawarkan untuk menyelesaikan sengketa dengan mediasi, yang dapat dilakukan para pihak dengan atau tanpa mediator. Apabila mediasi berhasil mencapai kesepakatan baik keseluruhan maupun hanya sebagian, maka hasilnya dapat dituangkan dalam putusan arbitrase. Sementara apabila gagal mencapai kesepakatan, para pihak akan mengajukan hal-hal yang belum disepakati kepada arbitrase.
Praktek menggabungkan penyelenggaraan arbitrase dengan mediasi atau negosiasi inilah yang memposisikan arbiter sebagai mediator, posisi yang demikian menurut M Husseyn Umar 2 dapat dilakukan sepanjang hal tersebut disetujui oleh para pihak yang bersengketa. Karena pada hakekatnya para pihak menginginkan suatu solusi (pemecahan) terhadap sengketa yang mereka hadapi secara cepat dan lebih baik serta adil bagi kedua belah pihak. Bertitik tolak penelitian
pada uraian diatas, penulis akan melakukan suatu
tesis tentang
pilihan
penerapan hybrid arbitration
dalam
penyelesaian sengketa di BANI Arbitration Center. Dengan judul tesis sebagai berikut: KAJIAN YURIDIS PILIHAN PENERAPAN HYBRID ARBITRATION DALAM SENGKETA DI BANI ARBITRATION CENTER DALAM UPAYA MEWUJUDKAN
PENYELESAIAN
SENGKETA
YANG MEMENUHI
KEADILAN. 2
. M Husseyn Umar, BANI dan Penyelesaian Sengketa, Penerbit PT.FikahatiAneska, Jakarta, 2013, hlm: 59
5
B. MasalahPenelitian Bertitikdariuraianpadalatarbelakangmasalahtersebut
di
atas,
makapermasalahan yang dianggapsignifikandalampenelitianadalahsebagaiberikut: 1. Mengapa terjadi persengketaan dalam bisnis dan forum apa saja yang dipilih dalam penyelesaian sengketa bisnis? 2. Apa dasar hukum pilihan penerapan hybrid arbitration dalam sengketa bisnis di BANI Arbitration Center? 3. Bagaimanakah mekanisme hybrid arbitration dalam penyelesaian sengketa bisnis di BANI Arbitration Center dalam rangka memenuhi rasa keadilan?
C. HasilPenelitiandanPembahasan 1. Eksistensi BANI Arbitration Center Dalam Penyelesaian Sengketa Binsis di Indonesia a. Sengketa Bisnis dan Pilihan Forum Arbitrase: Sejarah lahir dan Perkembangannya .Dikalanganpelakubisnis, umumnya di negara-negara maju apabila terjadisengketabisnisdiantaramerekatelah
lama
memilih/mem-
praktekkanpenyelesaiansengketamelaluiforumdiluarlembagaperadilan
negara
(non-litigasi), yaitumelaluilembaga arbitrase. Secara kuantitatiflebihdari 90 % (sembilanpuluhpersen)
kontrak-
kontrakdaganginternasionaltelahmencantumkankláusula arbitrase didalamnya. Di Indonesia sejak tahun 1977 telah didirikan
BadanArbitraseNasional
Indonesia (BANI), yang diprakarsai tigapakarhukumterkemuka Indonesia,
6
yaitualmarhum Prof Soebekti S.H. danHaryonoTjitrosoebono S.H. danAlmarhum Prof
Dr.
PriyatnaAbdurrasyid,
dandikeloladandiawasiolehDewanPengurusdanDewanPenasehat terdiridaritokoh-tokohmasyarakatdansektorbisnis. terlepas
berkembangan
kebutuhan
Kelahiran
yang BANI tidak
hukum pelaku dunia usaha yang
menghendaki penyelesaian sengketa yang dihadapi
sesuai dengan karakter
dunia usaha. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dinilai lebih efisien baik dari segi waktu, tenaga, dan biaya serta tenaga-tenaga
efektif
karena
ditangani oleh
professional yang menguasai masalah yang dipersengketan
sehingga menimbulkan kepercayaan
atas
kualitas
penanganan
dan
penyelesaian sengketa tersebut. b. Deskripsi Rekapitulasi Penyelesaian Perkara Sengketa Bisnis BANI telah menerima banyak permohonan penyelesaian perkara. Namun sebagian besar terpaksa ditolak, oleh karena tidak memenuhi syarat pokok, yaitu tidak adanya klausula arbtirase ataupun perjanjian terpisah yang menyatakan dengan tegas pihak-pihak menyerahkan penyelesaian sengketa kepada BANI menurut Prosedur BANI. Melihat kenyataan ini nampaknya masyarakat dunia usaha Indonesia belum cukup memahami arti dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam hal sesuatu sengketa ingin diselesaikan menurut prosedur arbitrase/BANI.Sebagian besar perkara yang ditangani dan diputus oleh BANI berupa sengketa bidang konstruksi (28%), perdagangan (14%), leasing/sewa (18%) dan lain-lain. c. Biaya Arbitrase di BANI Biaya yang harus dikeluarkan dalam penyelesaian sengketa di BANI didasarkan pada tabel tarif yang bersifat transparan untuk diketahui. Biaya yang harus ditanggung dalam penyelesaian sengketa di BANI terdiri dari biaya registrasi yang pada waktu ini besarnya adalah Rp. 2.000.000,- yang harus dipikul oleh Pemohon. Sedangkan biaya arbitrase yang merupakan biaya pelneriksaan perkara tergantung dari besarnya nilai tuntutan (claim) yang diajukan dalam permohonan arbitrase (Request for Arbitration atau Statement of Claim). 2. Mekanisme Hybrid Arbitrasion Dalam Penyelasaian Sengketa Bisnis
7
a.
Perjanian/Klausula Arbitrase dan Alas Yuridis Sebagai Dasar Penyelesaian Sengketa di BANI Arbitration Center Arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa yang didasarkan
pada
kesepakatan para pihak, memiliki dua persyaratan fundamental. Pertama, yang harus dipenuhi sebelum
proses arbitrase dimulai adalah
keharusan adanya
klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase yang sah antar para pihak untuk menyerahkan sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi kepada arbiter. Mengenai persyaratan fundamental yang pertama ini, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka suatu perjanjian arbitrase dikatakan sah apabila memenuhi persyaratan yang berlaku pada perjanjian pada umumnya (Pasal 1320 Undang-Undang Hukum Perdata), Kecakapan untuk membuat
yaitu: (1) Kesepakatan para
Kitab
pihak; (2)
perjanjian; (3) Suatu hal tertentu; dan (4) Suatu
sebab yang halal. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase bagian dari isi kontrak yang merupakan induk atau pokok dari kontrak yakni kontrak bisnis. Adanya suatu Klausul Arbitrase, para pihak dapat menentukan pilihan hukum dan atau pilihan forum dalam penyelesaian persengketaan bisnis mereka. Arbitrase
sebagai
bentuk
penyelesaian sengketa yang bersifat
kontraktual, maka persyaratan pertama dan utama yang harus dipenuhi adalah adanya perjanian arbitrase. Fungsi perjanjian arbitrase sebagaimana dikatakan Alan Redfern dan Martin Hunter3 adalah: “An agreement by the parties to submit any dispute between them to arbitration is the foundation stone of modern internasional commercial arbitration.” BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausula arbitrase sebagai berikut: Semua sengketa yang timbul dari perjanjianini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI,yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa,sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir. 3
. Abdurrasjid, P. Arbitrase dan Alternatif Peny- elesaian Sengketa, makalah pada Seminar tentang Arbitrase (ADR) dan E-Commerce, Law Offices of Remy Darus Surabaya, 6 September 2000, halaman:4
8
Standar klausula arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission ofInternational Trade Law) adalah sebagai berikut 4: "Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan perjanjian ini, atau wan prestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian akan diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan aturan-aturan UNCITRAL.” b. Mekanisme Hybrid Arbitrase. Di Indonesia, BANI telah mengembangkan hybrid arbitration sejak 2003. Proses yang digunakan adalah arbitration-mediation-arbitration (arb-med-arb). Proses dimulai
dengan arbitrase, di mana
dalam
sidang pertama arbiter akan
menawarkan untuk menyelesaikan sengketa dengan mediasi, yang dapat dilakukan para pihak dengan atau tanpa mediator. Apabila mediasi berhasil mencapai kesepakatan baik keseluruhan maupun hanya sebagian, maka hasilnya dapat dituangkan dalam putusan arbitrase. Sementara apabila gagal mencapai kesepakatan, para pihak akan mengajukan hal-hal yang belum disepakati kepada arbitrase. Dalam dapat
praktik
BANI,
permohonan
arbitrase dan hybrid arbitration
bersifat sederhana dan dapat dapat pula memuat keterangan atau
disertai dokumen-dokumen yang lebih lengkap. Pada permohonan yang bersifat sederhana, biasanya hanya memuat permintaan penyelesaian sengketa, disertai pula dengan perjanjian arbitrase yang
menunjuk BANI dalam penyelesaian
sengketa. Kendati praktik pengajuan permohonan arbitrase dapat secara sederhana, namun kita dapat
dilakukan
memastikan bahwa untuk memperkuat
tuntutannya,
permohon (claimant) masih harus melengkapi keterangan yang
menunjukkan
dasar
tuntutannya
baik berupa
fakta-fakta
maupun
dasar
hukum yang relevan yang dimuat dalam suatu dokumen yang lengkap.Menurut N. Kresnewenda5 Proses hybrid ini umumnya digunakan untuk situasi-situasi
4
Indonesian Banking Restructuring Agency (IBRA). Arbitrase, Pilihan Tanpa Kepastian, http://www.gontha.com/view.php?nid=104, diakses 30 Desember 2016 5 . N. Krisnawenda, Hybrid Arbitration In BANI, Indonesia Arbitration-Quarterly Newsletter, Volume III Tahun 2008, halaman:7
9
khusus (spesifik) di mana para pihak yakin bahwa penyelesaian sengketa memerlukan penengah yang mampu untuk memainkan dua peran.
D.
Penutup 1. Simpulan Berdasarkanpembahasanpada
Bab-Bab
sebelumnya,
dapatditariksimpulansebagaiberikut: a.Bahwa
sengketa
bisnis merupakan konsekuensi logis yang sulit dihindari
dalam praktik berbisnis. Dunia (competition) merupakan karena
meningkatnya
dicirikan
dan kerjasama (cooperation). sesuatu yang
itu
bisnis
dalam
oleh
Sengketa atau
inheren dalam persaingan
keadaan
sengketa bisnis
sedemikian merupakan
persaingan
maka
konflik
dan kerjasama, maka
sesuatu yang
potensi
tidak dapat
terelakkan. Meskipun demikian dunia bisnis tetap menjadi primadona yang selalu
menjanjikan
dan
diminatiolehbanyakpihak,
karenaduniabisnisdapatmengubah dan meningkatkan
status sosialseseorang
10
dan bahkanmenjadisalahsatu pilar
utamakehidupanekonomisuatubangsa.
Pelakubisnis
yang
haknyamerasadilanggarolehpihaklaindapatmengajukangugatanataumemohonpe nyelesaiannya
sengketanya
melaluiforumlitigasiatau
non-litigasi,
yang
sepenuhnyamenjadihakkebebasanmemilihdari para pihak. b Bahwa penyelesaian sengketa baru yang menggabungkan dua metode penyelesaian sengketa menjadi satu proses penyelesaian, metode ini dinamakan hybrid arbitrasion. Adapun pengertian dari hybrid arbitrasion. Proses yang digunakan adalah arbitration-mediation-arbitration (arb-med-arb). Adapun dasar hukum dari proses hybrid arbitrasion diantaranya adalah: (1) Pasal 1320 KUHPerdata, Pasal 1338 KUHPerdata, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS, Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 32 ayat (1), UndangUndang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi, Pasal Pasal 105 ayat (3) Undang- Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. c. Bahwa mekanisme hybrid arbitration dalam penyelesaian sengketa bisnis
di
BANI Arbitration Center dalam rangka memenuhi rasa keadilan. Adapun proses yang digunakan adalah arbitration-mediation-arbitration (arb-medarb).Proses dimulai dengan arbitrase, di mana dalam sidang pertama arbiter akan menawarkan untuk menyelesaikan sengketa dengan mediasi, yang dapat dilakukan para pihak dengan atau tanpa mediator. Apabila mediasi berhasil mencapai kesepakatan baik keseluruhan maupun hanya sebagian, maka hasilnya dapat dituangkan dalam putusan arbitrase. Sementara apabila gagal mencapai kesepakatan, para pihak akan mengajukan hal-hal yang belum disepakati kepada arbitrase. putusan Arbitrase termasuknya yang melalui mekanisme
hybrid arbitration lebih mendekati
rasa keadilan para pihak,
karena lebih mengutamakan itikad baik, non-konfrontatif, serta lebih kooperatif. Proses hybrid ini umumnya digunakan untuk situasi-situasi khusus (specific) di mana para pihak yakin bahwa penyelesaian sengketa memerlukan penengah yang mampu untuk memainkan dua peran.
11
2. Saran Bertitik tolak pembahsan dan simpulan sebagaimana tersebut diatas, maka dapat disampaikan saran sebagai berikut: a. Bahwa dengan mempertimbangkan berbagai kelebihan hybrid arbitrasion sebagai alternatif penyelesaian sengketa, kedepan penggunaan forum hybrid arbitrasion ini harus di optimalkan oleh pihak-pihak yang sedang bersengketa. Disamping menikmati berbagai kelebihan hybrid arbitrasion, dengan pemilihan forum hybrid arbitrasion tentu itu adalah bantuan yang singifikan dalam membantu mengurangi beban perkara yang begitu banyak di pengadilan serta dalam rangka memenuhi rasa keadilan para pihak yang bersengketa. b. Bahwa perlunya dilakukan revisi terhadap Rules and Procedures BANI yang menambah aturan tentang forum hybrid arbitrasion dan Kedepan perlu melakukan
revisi
terhadap Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 dengan
mempertegas dan memperkuat pelaksanaan dan putusan arbitrase secara mandiri tanpa mengikutsertakan lembaga peradilan.
c. Bahwa perlu dilakukan desiminasi secara intensif Undang-Undang Arbitrase dan APSuntuk meningkatkan lembaga arbitrase sebagai
apresiasi pelaku
salah
dunia usaha
terhadap
mekanisme penyelesaian sengketa non-
litigasi yang sesuai dengan karakter dunia bisnis serta sekaligus untuk mengembangkan pemanfaatan lembaga arbitrase secara lebih luas.
12
DAFTAR PUSTAKA BUKU Adolf, H., 2005. Hukum Perdagangan Internasional. 1 ed. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Ahmadi Miru, 2014. Hukum Kontrak RajaGrafindo Persada, Cetakan Ke-6, Jakarta.
dan
Perancangan Kontrak,
Bambang Sutiyoso, 2006. Penyelesaian Sengketa Bisnis: Solusi dan Antispasi Bagi Peminat Bisnis Dalam Menghadapi Sengketa Kini dan Mendatang, Citra Media, Yogyakarta. Danang Sunyoto, 2016, Hukum Bisnis: Beberapa Aturan untuk Para Pelaku Bisnis dan Masyarakat Umum dalam rangka Menegakan Hukum dan Mengurangi Penyimpangan Usaha, PT. Buku Seru, Jakarta. Dhaniswara K.Harjono, 2006, Pemahaman Hukum Bisnis bagi Kalangan Pengusaha, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Elly Erawati dan Herlien Budiono, 2010. Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian, National Legal Reform Program (NLRP), PT Gramedia, Jakarta. Eman Suparman,2012. Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan, PT.Fikahati Aneska, Bekerjasama dengan BANI Arbitration Centre (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Ernan Rajagukguk, 2000, Arbitrase da/am Putusan Pengadilan, Chandra Pratama, Jakarta. GarudaWiko, 2012, Dinamika Studi Hukum dan Sumbangannya Sebagai dasar Pengambilan Keputusan Oleh Hakim: Penemuan Hukum Nasional dan Internasional Dalam Rangka Purnabhakti Prof.Dr.Yudha Bhakti,SH.MH. PT Fikahati, Aneska Bekerjasama dengan Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Gatot Soemartono, 2006. Pustaka Utama, Jakarta.
Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, PT Gramedia
Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, 2000. Seri Hukum Bisnis : Hukum Arbitrase, PT. RajaGrafinndo Persada, Jakarta. M Husseyn Umar, 2013, BANI dan Penyelesaian Sengketa, Penerbit PT.FikahatiAneska, Jakarta.
13
Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, Edisi Revesi, Jakarta, PT. Adhitya Andrebina Agung. Priyatna Abdurrasyid, 2011, Arbitration, Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Jakarta.. Richard Burton Simatupang, 1996, Aspek Hukum Bisnis, Renika Cipta, Jakarta. Rahmadi Usman, 2003, Pilihan Sengketa Diluar Pengadilan, Citra Aditya Bhakti Bandung. Sujud Margono, S., 2004. ADR dan ARBITRASE (Proses Kelembagaan dan Aspek Hukum). Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Todung Mulya Lubis, 2002. Hukum dan Ekonomi, Pustaka Sinar harapan, Edisi Revisi. Usman, Rachmadi., Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2003. Wiwik Awiati, 2002, Conflict Transformation: Bahan Pelatihan Hukum ADR, ICEL, Jakarta. Zulkarnaen Hamka, Mediasi Arbitrase dan Arbitrase Mediasi, Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dagang Internasional, Bagian Hukum Internasional, Fakultas Hukum UNHAS, Makasar, 2014
PENELITIAN, JURNAL DAN MAKALAH
Abdurrasjid, P. Arbitrase dan Alternatif Peny- elesaian Sengketa, makalah pada Seminar tentang Arbitrase (ADR) dan E-Commerce, Law Offices of Remy Darus Surabaya, 6 September 2000 Blankenship, John T. Developing your ADR Attitude: Med-Arb, a Template for Adaptive ADR. Tennessee Bar Journal. Nov. (2006) Derek Roebuck, The Myth of Modern Mediation, (2007) 73 Arbitration (1) Krisnawenda, N., 2008. Managing Cost in Arbitration. Indonesia ArbitrationQuerterly Newsletter Vol III. Purwanto, Pilihan Forum Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis, Makalah pada Forum Discussion and Dialogue Economic and Politic Oulook, Hotel Transera Pontianak, 2016.
14
Rahmadi Indra Tektona, 2011, Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan, Jurnal Pandecta, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2011, SatjiptoRahardjo, cetakanketiga.
2000,
IlmuHukum,
Citra
SudiknoMertokusumo, 1993, SebuahPengantar,Liberty,Yogyakarta.
Aditya
Bhakti,
Bandung,
PenemuanHukum:
Suleman Batubara dan Orinton Purba, 2014, Arbitrase Internasional: Penyelesaian Sengketa Investasi Asing melalui ICSID, UNCITRAL dan SIAC, Swadaya Group, Jakarta. Sogar Simamora, Penyelesaian Sengketa Kontrak Komersial mmelalui Forum Arbitrase dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Indonesia Arbitration: Quarterly Newsletter, Vol.8 No.3 September 2016, BANI Arbitration Center, Perundang-Undangan dan Pengaturan Internal Undang-undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrasae dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Arbiter. Rules and Procedures BANI Arbitration Center, Putusan Mahkamah Agung tanggal 30 September 1983 No. 225 K/Sip/1976 dalam perkara Doto Wong Heck Guong dan PT. Metropolitan Timbers Ltd melawan Gapki Trading Co Ltd, lihat Sut Girsang, ibid, Internet A. Setiadi, Klausula atau Perjanjian Arbitrase dalam Sengketa Penanaman Modal Melalui ICSID, http://www.kompasiana.com/asetiadi/klausula-atau-perjanjianarbitrase-dalam-sengketa-penanaman-modal-melalui- icsid_54f7809ca3331 16372 8b45b, diakses tanggal 4 Oktober 2015 Budhy Budiman. Mencari Model Ideal penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap praktik Peradilan Perdata Dan undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.http://www.uika-bogor.ac.id/jur05.htm. Diakses 30 Nopember 2015.
15
Konsep Bisnis, http://makalahpaijo.blogspot.co.id/2013/04/konsep-bisnis.html, diakses tanggal 10 Oktober 2016. Setiawan W, http://kaukesbokan.blogspot.co.id/2013/05/mengenal-hukum-danhukum-bisnis. html, diakses tanggal 10 Oktober 2016
16