YATI PESEK SENIMAN SERBA BISA DALAM SENI PERTUNJUKAN POPULER
Oleh Nama: Pujiyani NIM. 12211129
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2015
ii
iii
iv
INTISARI Penelitian dengan judul “Yati Pesek Seniman Serba Bisa Dalam Seni Pertunjukan Populer” ini mengungkap tentang keberadaan Yati Pesek sebagai seniman serba bisa yang sangat populer dalam seni pertunjukan populer. Ada dua persoalan penting yang menjadi pokok bahasan yaitu 1) bagaimana proses pembentukan dan perkembangan Yati Pesek menjadi seniman serba bisa dalam seni pertunjukan populer?, dan 2) mengapa Yati Pesek berkembang menjadi seniman serba bisa yang sangat populer dalam seni pertunjukan populer dan media? Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah, khususnya biografi, yang mengkaji tentang kepribadian tokohnya, kekuatan sosial yang mendukung, keadaan sejarah zamannya, dan keberuntungan serta kesempatan. Pemikiran ini disinergikan dengan teori Alvin Boskoff, bahwa suatu perubahan itu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Pengumpulan data yang diperlukan untuk itu dilakukan dengan mengikuti prosedur penelitian kualitatif dan sejarah lisan. Selain data literer dan artefak, kesaksian para narasumber terhadap Yati Pesek juga menjadi sumber data yang sangat penting dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah, bahwa pembentukan Yati Pesek menjadi seniman serba bisa dalam seni pertunjukan populer dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan sosial ekonomi. Keseniman Yati Pesek mulai diapresiasi dan dikenal masyarakat luas sejak tampil secara tetap di TVRI Yogyakarta, dan selanjutnya menjadi sangat populer sebagai pemain film dan pelawak di media televisi serta bintang tamu dalam pertunjukan wayang kulit. Yati Pesek berkembang menjadi sangat populer dalam seni pertunjukan populer karena: 1) Memiliki kemampuan seni yang kuat dan kecerdasan emosional yang tinggi, 2) memiliki bentuk wajah dan tubuh yang unik, 3) mendapat dukungan sosial yang luas karena pintar dan luwes dalam bergaul dan dapat memenuhi selera publik; 4) hidup dalam zaman di mana masyarakat sangat menyukai hiburan lawak yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan dan keunikan fisik; dan 5) mendapat anugerah Tuhan keberuntungan dan kabegjan. Kata kunci : Yati Pesek, populer, lawak, seni pertunjukan populer, media.
v
ABSTRACT Research entitled "The Forming Formation of Yati Pesek as Popular Artists in the Art Performance" reveals about the presence of Yati Pesek as popular artists in the performing arts and media. There are two important issues as the subject matter: 1) how the process of Yati Pesek became popular artist? And 2) why Yati Pesek become very popular in the performing arts until now? This study uses historical approach, particularly biographies, which examine the personality of the character, the strength of social support, historical circumstances, and opportunity and fortune. This point of view is related to Alvin Boskoff theory of change in which a change is influenced by internal factors and external factors. The data collection method was done by following the procedure of qualitative research and oral history. In addition to the data of literary and artifacts, the testimony of the informant of Yati Pesek become a very important source of data in this study. Results of this study showed that the formation of artists tobong Yati Pesek was influenced by genetic factors, social environment, and social-economic. Yati Pesek started in appreciation and known by the public since appearing in TVRI Yogyakarta, and then became very popular as a movie player, and comedian on television media, as well as guest star in a leather puppet shows. Yati Pesek developed into very popular artist because: 1) has a good artistic abilities (multitalented); 2) has a unique face and body; 3) broad social support for intelligent and flexible in the society; 4) live in the era where people really like the comedy entertainment done by people who have unique ability and physic; and 5) received God's gift of fortune. Keywords: Yati Pesek, popular, comedy, performing arts, media
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahNya, tesis dengan judul “Yati Pesek Seniman Serba Bisa Dalam Seni Pertunjukan Populer” dapat terselesaikan meskipun banyak halangan dan rintangan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Seni di Institut Seni Indonesia Surakarta. Shalawat dan salam saya haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita ke dalam kedamaian dan nikmat Islam. Sungguh
merupakan
pengalaman
hidup
yang
sangat
berharga, saya diberi kesempatan untuk belajar banyak dari seniman besar bernama Yati Pesek yang memiliki dedikasi tinggi terhadap seni pertunjukan. Oleh karena itu sembah sungkem dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada Yati Pesek yang telah banyak menularkan ilmu dan pengalaman hidup sebagai seniman panggung. Semoga Yati Pesek senantiasa diberi panjang umur dan bisa meneruskan kiprahnya sebagai seorang maestro seniman panggung. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada keluarga Yati Pesek terlebih Sumaryo (suami), Mugiyono (paman), dan Sujilan (kakak) yang telah memberi banyak informasi terkait dengan keperluan penelitian ini. Selanjutnya terima kasih saya ucapkan kepada para kolega Yati Pesek di antaranya ; Sumisih Yuningsih, vii
Daruni, Susilo Nugroho, Tatik Wardiono, Sumarwoto, Muhammad Haji Syakirun, Manteb Soedarsono, Ki Anom Suroto, Ki Warseno Slenk, Aris Mukadi, dan Sriyani yang telah memberi informasi tentang kemampuan kesenimanan Yati Pesek. Terima kasih saya ucapkan kepada Shahnaz Haque, Slamet Raharjo, R. Suprantio, Sanjaya, Suratno, Rini Anggraini, Kristiadi, Anang Wihariyanto, Andi Wisnu Hariyanto yang telah memberi informasi tentang peran dan keterlibatan Yati Pesek di media televisi dan film. Sembah sungkem dan terima yang setulus-tulusnya saya haturkan kepada Prof, Dr. Rustopo S.Kar., M.S. yang dengan sabar, tulus, ikhlas telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing saya mulai dari membuat huruf A hingga tesis ini dapat terwujud. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya haturkan kepada ketua penguji Dr. Slamet M. Hum. yang dengan ikhlas
bersedia
memberi
masukan
dan
semangat
demi
terselesainya tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada penguji utama Dr. RM. Pramutomo, M.Hum. yang telah
memberi
masukan
dan
motivasi
kepada
saya
untuk
memberanikan diri menulis biografi Yati Pesek. Terima kasih saya ucapkan kepada Direktur Pasca Sarjana yang telah memberi kesempatan dan izin kepada saya untuk menempuh program Strata 2 di Institut Seni Indonesia Surakarta.
viii
Terima kasih saya ucapkan kepada Rektor ISI Surakarta Prof. Dr. Sri Rochana Widyastutiningrum S. Kar., M.Hum. dan seluruh dosen Pasca Sarjana ISI Surakarta, Prof. Dr. T. Slamet Suparno, S.Kar M.S., Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra M.A., Prof. Dr. Nanik Sri Prihatini, S. Kar., M.S., Dr. Bambang Sunarto, M.Sn., yang telah memberi bekal ilmu kepada saya selama proses studi. Terima kasih saya sampaikan kepada staf TU dan staf perpustakaan ISI Surakarta yang telah membantu setiap kegiatan perkuliahan dan membantu mencarikan buku-buku yang saya butuhkan untuk kepentingan penelitian ini. Sembah sungkem saya haturkan kepada ke dua orang tua saya Bapak Harjo Sukarto dan Ibu Sugi yang selalu memberi doa restu sehingga tesis ini dapat selesai. Terima kasih kepada anakanakku,
Anarbuka
Ramadana,
Zesta
Kukuh Cantika
Prabawa, Demes
Deva
Pawestri
Syahda atas
Wegig
doa
dan
pengertiannya sehingga penulisan tesis ini dapat selesai. Terima kasih yang tulus saya ucapkan kepada saudaraku Aqnes Serfoso, yang
telah
banyak
membantu
dalam
berbagai
hal
terlebih
menyangkut data penelitian. Terima kasih saya ucapkan juga kepada
adik
Muhammad
Bintang
Yunita
Putra
yang
telah
membantu mencari data sehingga penulisan tesis ini dapat selesai. Terakhir terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman dari Pasca Sarjana ISI Surakarta, Tika Puspitasari, Eko Prasetyo,
ix
Renaldi Listiyanto, Asta Adi Sugiharjanto, dan Sularso yang telah membantu mencari data penelitian, memberi semangat, dan masukan sehingga penulisan tesis ini dapat selesai. Sebagai akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
Surakarta, 9 Juli 2015
Pujiyani
x
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................... i PERSETUJUAN ....................................................................... ii PENGESAHAN ........................................................................ iii PERNYATAAN ........................................................................ iv ABSTRAK ............................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................ xi DAFTAR GAMBAR .................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ xiv BAB I : PENDAHULUAN .......................................................... A. Latar Belakang Masalah ....................................... B. Rumusan Masalah ............................................... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................. D. Tinjauan Pustaka ................................................. E. Landasan Pemikiran Teoritis ................................ F. Metode Penelitian ................................................. G. Sistematika Penulisan ..........................................
1 1 7 7 8 13 16 24
BAB II : PEMBENTUKAN KESENIMANAN YATI PESEK ............ A. Latar Belakang Keluarga Yati Pesek .................... B. Riwayat Pendidikan Yati Pesek ............................ B. 1. Pendidikan Formal ....................................... B. 2. Pendidikan Non Formal ................................ C. Perjalanan Yati Pesek Menjadi Seniman (Tobong)..
25 25 31 31 33 37
BAB III : KESENIMANAN YATI PESEK .................................. A. Yati Pesek sebagai Aktor .......................................... B. Yati Pesek sebagai Bintang Tamu dan Bintang Iklan C. Kreativitas Ketubuhan dan Kekaryaan Yati Pesek .... D. Kegiatan Sosial Kesenian Yati Pesek ........................
54 55 70 78 101
xi
BAB IV : POPULARITAS YATI PESEK ...................................... A. Faktor Internal ........................................................ A. 1. Kemampuan Seni dan Kecerdasan Emosional . A. 2. Keadaan Fisik ................................................. B. Faktor Eksternal...................................................... B. 1. Keadaan Sejarah Zamannya ............................ B. 2. Kekuatan Sosial Yang Mendukung dan Selera Publik ............................................................ B. 3. Keberuntungan dan Kesempatan ....................
110 111 111 118 125 126 134 142
BAB V : KESIMPULAN ........................................................... 147 DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 151 GLOSARIUM ........................................................................... 157 LAMPIRAN .............................................................................. 164
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Simbol Arah pada Notasi Laban
22
Gambar 2.
Simbol segmen tubuh
23
Gambar 3.
Sujita dan Sujilah (kedua orang tua) Yati Pesek
29
Gambar 4.
Sujita, Sujilah, Yati Pesek, dan Wagiyah
30
Gambar 5.
Yati Pesek saat memerankan tokoh Niken
50
Hardati Gambar 6.
Yati Pesek dalam lakon Sam Pek Ing Tay
51
Gambar 7.
Yati Pesek saat menari Gambyong
52
Gambar 8.
Yati Pesek saat bermain Sandiwara Jenaka KR
58
Gambar 9.
Aksi Yati Pesek dalam Film Langitku Rumahku
64
Gambar 10. Yati Pesek dan Marwoto dalam Kethoprak
74
Plesetan Gambar 11. Yati Pesek dan Marwoto saat menjadi Bintang
77
Iklan Gambar 12. Yati Pesek dan Daruni ketika pentas Limbuk
79
Cangik Gambar 13. Yati Pesek saat menari Jaipong
97
Gambar 14. Notasi Laban
98
Gambar 15. Panggung tobong
103
Gambar 16. Yati Pesek sedang mengajar tari
103
xiii
Gambar 17. Yati Pesek saat memerankan tokoh Srikandi
106
Gambar 18. Yati Pesek saat menari Klana Topeng
109
Gambar 19. Panakawan pada relief candi Jawa Timur
119
Gambar 20. Para panakawan wayang kulit
120
Gambar 21. Foto potongan wajah Yati Pesek
123
Gambar 22. Foto bentuk tubuh Yati Pesek
123
Gambar 23. Foto ulang bentuk tubuh Yati Pesek yang
124
tomboy
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
Penghargaan Adinugraha TATV 2008 164 Katagori Suporting Program Budaya, 10 Oktober 2008
Lampiran
2
Penghargaan Women Actulization dari ASMI 165 Santa Maria Yogyakarta, 30 Mei 2009
Lampiran
3
Nawala Kekancingan (Penghargaan Pangkat 166 dan nama) Yati menjadi Kangjeng Mas Ayu Tumenggung Walitodiningrum, dari Kraton Surakarta, 8 Juli 2009
Lampiran
4
Surat Keputusan Gubernur DIY, Nomor 167 333/KEP/2013, tanggal 17 Desember 2013, tentang Pemberian Penghargaan Anugerah Budaya
Lampiran
5
Piagam Penghargaan Anugerah Budaya 172 Tahun 2013 dari Gubernur DIY, 17 Desember 2013, Yati Pesek sebagai Seniman Ketoprak.
Lampiran
6
Penghargaan Anugrah UNY Kencana 2014 173 dari Rektor UNY kepada Yati Pesek sebagai Pegiat Pendidikan yang Produktif, Kreatif, dan Inspiratif, 10 Oktober 2008
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Yati Pesek menjadi populer dalam ranah seni pertunjukan pada tahun 1980-an. Hal ini ditandai dengan seringnya tampil dalam seni pertunjukan tradisi di televisi. Juga semakin seringnya muncul sebagai bintang tamu dalam pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dalang-dalang terkenal seperti: Ki Anom Suroto, Ki Manteb Soedarsono, Ki Warseno Slenk. Kepopulerannya lewat media massa elektronik kemudian dimanfaatkan oleh berbagai pihak seperti: produsen, sponsor, dan perusahaan-perusahaan sebagai
bintang
iklan.
Demikian
juga
para
sutradara
film
memanfaatkannya sebagai salah satu aktris. Namun, untuk sampai ke jenjang popularitas tersebut, Yati Pesek menempuh perjalanan yang panjang dan berliku-liku. Yati Pesek bernama asli Suyati, lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Agustus 1952 dari pasangan Sujito dan Sujilah. Ayahnya seorang
pengrawit
dan
ibunya
seorang
penari,
keduanya
merupakan pemain wayang orang. Kecuali belajar tari dari ibunya, Yati Pesek juga belajar tari secara privat pada R.M. Joko Daulat, seorang guru tari dari Konservatori Karawitan Surakarta. Selain
1
2
itu Yati Pesek juga belajar tari secara kelompok pada seorang guru tari dari Yogyakarta yang bernama Basuki Koeswaraga. Kehidupan Yati Pesek tidak bisa lepas dari kehidupan seni tobong.1 Dalam bahasanya James R. Brandon, tobong adalah Seni Pertunjukan (Teater) Tradisi Populer. Seni Pertunjukan Tradisi Populer atau Seni Pertunjukan Populer, adalah salah satu2 genre seni pertunjukan di Indonesia, yang dibangun sebagai usaha komersial.
Rombongan-rombongan
Seni
Pertunjukan
Populer
mengadakan pertunjukan untuk umum setiap malam sepanjang tahun, dengan menjual karcis kepada mereka. Pertunjukan diadakan di atas panggung di dalam gedung pertunjukan tertutup yang permanen atau semi-permanen. Seni Pertunjukan Populer ini umumnya hidup di kota-kota besar ataupun kecil. Brandon menambahkan, bahwa para pemainnya sering dipandang rendah atau disetarakan dengan gelandangan atau pengemis (Brandon, 2003:110).
1Tobong
(bhs Jawa) adalah gedung pertunjukan semi permanen yang konstruksinya dibuat dari bahan bambu; pagar kelilingnya dibuat dari anyaman bambu (gedheg); dan atapnya dari daun tebu kering (welit). Di dalam tobong terdapat panggung yang dilengkapi dengan layar-layar bergambar dan side wing untuk pentas. Di depan panggung terdapat seperangkat gamelan, ratusan kursi yang disediakan untuk penonton. Tobong ini sengaja dibangun sebagai tempat para seniman menggelar karya-karya seni pertunjukan, sekaligus sebagai tempat untuk mencari nafkah dan sebagai tempat tinggal sementara (Rustopo, 2007 : 136). 2 Selain genre Seni Pertunjukan Tradisi Populer, genre lain yang disebut Brandon adalah: Seni Pertunjukan (Teater) Tradisi Rakyat; Seni Pertunjukan (Teater) Tradisi Istana; dan Seni Pertunjukan (Teater) Tradisi Barat (lihat Brandon, Jejak-Jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara, Terj. R.M. Soedarsono, Bandung: P4ST UPI, 2003, hlm. 107-110).
3
Sejak kecil Yati Pesek sudah terbiasa dengan kehidupan seni tobong atau Seni Pertunjukan Populer. Ketika umur tujuh tahun Yati Pesek sering mendapat kesempatan menari untuk pembuka sebelum pertunjukan wayang orang. Oleh karena seringnya terlibat dalam kegiatan tersebut Yati Pesek sering bolos sekolah. Akibatnya sekolah Yati Pesek menjadi terbengkelai. Ia hanya sempat mengenyam pendidikan formal sampai Sekolah Dasar (Yati Pesek, wawancara 6 Oktober 2012). Darah seni yang mengalir pada dirinya sangat besar, hingga Yati Pesek memilih untuk meninggalkan bangku sekolah dan bergabung dengan seniman tobong. Ketika umur sembilan tahun Yati Pesek sudah ditinggal ayahnya, dan tiga tahun kemudian ibunya menyusul. Sejak itu Yati Pesek menjalani hidup mandiri, dan dengan kebisaannya sebagai penari ia gunakan untuk mencari nafkah (Kedaulatan Rakyat, 2 April 1993: 3). Pada tahun 1964, Yati Pesek bergabung dengan Wayang Orang Jati Mulyâ dari Kebumen. Selanjutnya Yati Pesek hidup berpindah-pindah dari tobong satu ke tobong yang lain. Tobongtobong yang pernah diikuti di antaranya: Panca Murti pimpinan Timbul Srimulat (1966), Dârmâ Mudhâ Yogyakarta pimpinan Yusuf Agil (1967), Sari Budâyâ Klaten pimpinan Aris Munandar. Selanjutnya Yati Pesek bergabung dengan Wayang Orang Ajudan Jendral Komando Resort Militer (Ajen Rem) 081 Madiun (1968),
4
dan pada tahun 1969 masuk Ketoprak Mudhâ Rahayu dari Yogyakarta. Pada tahun 1970 Yati Pesek bergabung dengan Ketoprak Siswâ Budayâ dari Tulung Agung pimpinan Siswanda HS (Yati Pesek, wawancara 4 Mei 2013). Pada tahun 1980, Yati Pesek direkrut oleh Handhung Kussudihârjâ
masuk
dalam
Sandiwara
Jenaka
KR
yang
ditayangkan Televisi Republik Indonesia (TVRI) Yogyakarta setiap seminggu sekali selama sepuluh tahun. Sejak itulah nama Yati Pesek mulai dikenal masyarakat, di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Selanjutnya Yati Pesek semakin dikenal ketika tayang bersama Sumarwoto dan Daryadi dalam acara Trio Jenaka KR (Kedaulatan Rakyat, 16 Mei 1994:1). Melihat potensi Yati Pesek yang semakin berkembang, menjadikan para sutradara film tertarik dengan gaya keaktoran Yati Pesek. Di antaranya, sutradara Arifin C. Noer merekrut Yati Pesek sebagai pemain dalam film Serangan Fajar pada tahun 1982 (Djaka Lodhang No. 1056, 12 Desember 1992 :12). R. Suprantio menjadikan Yati Pesek sebagai pemain dalam Sinetron Kiprah dan Anak Dalang TVRI Jakarta (1984), Slamet Raharjo merekrut Yati Pesek untuk bermain dalam film Langitku Rumahku (1984) (Yati Pesek, wawancara 11 Mei 2013).
5
Ketenaran Yati Pesek juga menarik perhatian dalang Ki Manteb Soedarsono. Pada tahun 1986, saat Ki Manteb Soedarsono pentas di Taman Ismail Marzuki, kebetulan Yati Pesek hadir sebagai penonton. Ki Manteb meminta Yati Pesek untuk naik ke panggung bergabung dalam pentasnya. Secara spontan, terjadi komunikasi yang sinergi antara dalang dan Yati Pesek, sehingga menjadi bentuk teatrikal yang menarik. Hal ini merupakan fenomena baru dalam pertunjukan wayang kulit dan sejak itu hadirnya pelawak dalam pertunjukan wayang kulit disebut dengan istilah bintang tamu. Perkembangan selanjutnya, penghadiran pelawak bintang tamu dalam pertunjukan wayang kulit menjadi tradisi bagi dalang-dalang populer hingga saat ini (Manteb Soedarsono, wawancara 8 Oktober 2012). Bagong Kussudiharjo selaku pimpinan Ketoprak Sapta Mandala juga tertarik dengan popularitas Yati Pesek. Untuk mengangkat kembali popularitas Ketoprak Sapta Mandala, pada tahun
1991
Bagong
memprakarsai
pembentukan
Ketoprak
Plesetan. Ia merekrut Yati Pesek sebagai bintang tamu bersama Sumarwoto dan Daryadi. Selanjutnya mereka dikenal dengan sebutan Trio Plesetan (Bernas, 9 Februari 1992). Aktivitas dan frekuensi pentas Yati Pesek terus bertambah. Selain menjadi pemeran dalam seni pertunjukan, ia juga menjadi bintang iklan obat maag “Konimaag” yang diproduksi oleh PT
6
Konimex dari tahun 1997-1999 di salah satu stasiun televisi swasta (Media Indonesia, Minggu 2 Februari 1997). Pada tahun 2003, Yati Pesek membuat kemasan pertunjukan Limbuk Cangik3 yang kemudian mendapat kesempatan tayang di Indosiar sampai 67 episode (Yati Pesek, wawancara 4 Mei 2013). Selain aktivitas seni di atas, Yati Pesek mendarmabaktikan keahlian dan ketokohannya untuk masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Pada tahun 2005, Yati Pesek mendirikan Padhepokan Seni Endah Suryatiningrum di Desa Manisrengga, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Pada tahun 2007 Yati Pesek mendirikan Ketoprak Kartini Mataram yang semua pemainnya adalah wanita. Ketoprak ini dipentaskan pertama pada tanggal 21 April 2007 di Pura Wisata untuk memperingati Hari Kartini. Pada tahun 2009 Yati Pesek mendirikan Wayang Orang Tresno Budâyâ yang anggotanya terbuka untuk umum. Sejak tahun 2008 hingga saat ini Yati Pesek dipercaya untuk mengasuh acara reguler di stasiun televisi dalam acara Padhepokan Karang Tumaritis pada tiap Minggu pertama dan ketiga TVRI Yogyakarta (Yati Pesek, wawancara 4 Mei 2013).
3
Limbuk Cangik merupakan karya kolaborasi antara tari dan lawak, yang mengangkat tema masalah-masalah aktual, disampaikan dengan gaya satire oleh dua tokoh utama yaitu Limbuk dan Cangik serta bintang tamu yang setiap kali tampil selalu berbeda.
7
Dari uraian di atas tampak bahwa Yati Pesek merupakan seniman
yang
sangat
populer.
Kehadirannya
dalam
seni
pertunjukan wayang kulit ikut menyemarakan suasana dan membawa perubahan terhadap perkembangannya. Ia memiliki dedikasi yang tinggi terhadap seni pertunjukan tradisi terutama wayang orang. Oleh karena itu menarik untuk diteliti lebih mendalam, dalam rangka menjelaskan sosok Yati Pesek yang sebenarnya. Selanjutnya penelitian ini diberi judul “Yati Pesek Seniman Serba Bisa Dalam Seni Pertunjukan Populer” B. Rumusan Masalah Sehubungan dengan hal tersebut maka diajukan pertanyaan dan ditarik dalam rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana proses pembentukan dan perkembangan Yati Pesek
menjadi
seniman
serba
bisa
dalam
Seni
Pertunjukan Populer? 2) Mengapa Yati Pesek berkembang menjadi sangat populer dalam Seni Pertunjukan Populer dan Media?
C Tujuan dan Manfaat
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah 1. Untuk mengungkap dan mengetahui lebih rinci tentang siapa Yati Pesek. Selanjutnya untuk mendeskripsikan
8
proses
pembentukan
dan
perkembangannya
menjadi
seniman yang serba bisa dalam dunia Seni Pertunjukan Populer. 2. Untuk menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang menjadikan Yati Pesek berkembang menjadi sangat populer dalam dunia Seni Pertunjukan Populer dan Media. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi teoritis tentang keserbabisaan dan kepopuleran dari seorang Yati Pesek. Selanjutnya diharapkan pula masyarakat dapat mengapresiasi keberadaan dan ketokohan Yati Pesek. Lebih dari itu, tokoh Yati Pesek diharapkan dapat menjadi suri tauladan dalam dunia seni pertunjukan. D. Tinjauan Pustaka Tulisan-tulisan berita dan artikel dalam surat kabar yang membahas tentang Yati Pesek sangat banyak, akan tetapi yang berbentuk karya ilmiah belum ditemukan. Namun demikian agar terhindar dari permasalahan duplikasi penelitian, dipandang perlu untuk meninjau kembali dan mengkaji ulang hasil-hasil penelitian terdahulu khususnya yang bersinggungan dengan topik penelitian ini. Pertama,
Tesis
Rusini
berjudul
“Rusman
Gathutkaca
Sriwedari sebuah Biografi” (1994) mengungkap peran Rusman
9
dalam pertunjukan Wayang Orang Sriwedari. Permasalahan yang dibahas ada tiga: 1) hal yang melatar belakangi Rusman menjadi pemain wayang orang Sriwedari, 2) potensi kesenimanan Rusman, 3) peran Rusman dalam wayang orang Sriwedari. Sekilas tesis ini topiknya sama dengan penelitian tentang Yati Pesek. Keduanya membahas tentang keberadaan seorang bintang, akan tetapi konsep bintang yang dibahas dalam tesis ini hanya sebatas pada bintang panggung dalam pertunjukan wayang orang. Sementara permasalahan tentang Yati Pesek ini lebih luas dan kompleks. Namun demikian tesis Rusini ini telah memberi gambaran yang jelas
tentang
bagaimana
posisi
seorang
bintang
panggung,
sehingga dapat digunakan sebagai rujukan untuk mengungkap kepopuleran Yati Pesek dalam dunia seni pertunjukan. Kedua, Tesis Bambang Murtiyoso berjudul “Faktor-Faktor Pendukung
Popularitas
Dalang”
(1995),
mengungkap
tentang
faktor-faktor pendukung popularitas dalang. Murtiyoso menyatakan bahwa popularitas dalang didukung oleh beberapa faktor, di antaranya
:
memiliki
kemampuan
diatas
rata-rata,
memiliki
kepekaan dalam menangkap fenomena sosial atau tanggap terhadap tuntutan pasar, menganut pakeliran gaya pokok Surakarta, dapat memanfaatkan media, dan adanya sponsor yang kuat, serta menjalankan laku tapabrata. Permasalahan yang dibahas dalam
10
tulisan ini hampir sama, yaitu faktor-faktor yang menyebabkan popularitas seseorang, tetapi Murtiyoso tidak membahas secara detail bagaimana proses pembentukannya menjadi populer. Sebab, proses menjadi seniman populer setiap seniman berbeda antara satu dengan lainnya. Demikian juga proses Yati Pesek menjadi seniman yang populer, dapat dipastikan berbeda dengan proses seorang dalang menjadi populer. Ketiga, Tesis Daruni berjudul “Kehadiran Didik Hadiprayitno di Dunia Tari Sebuah Biografi” (1996), mengungkap tentang perjalanan hidup Didik sebagai seniman multitalenta (penari, penata tari, perias, pemain ketoprak, pelawak, dan pemandu acara), serta faktor-faktor pendukung keberhasilannya sebagai seniman. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tesis ini hampir sama dengan penelitian tentang Yati Pesek, yaitu membahas tentang seniman serba bisa yang populer dengan cara memanfaatkan rupa dan tubuhnya menjadi suatu kekuatan. Namun demikian Didik dan Yati Pesek memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda. Didik merupakan seniman akademik yang sangat menguasai materi secara
teori
dan
praktek,
sehingga
proses
perkembangan
kesenimanannya berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada di akademik. Kebalikannya Yati Pesek merupakan seniman awam yang hanya
menguasai
materi
secara
praktek
sehingga
proses
perkembangannya dilalui secara alami atau otodidak. Selain itu,
11
meskipun keberhasilan mereka sama-sama dilakukan dengan cara memanfaatkan rupa dan tubuhnya, namun rupa dan tubuh mereka berbeda, sehingga strategi pengelolaannya juga berbeda. Didik memanfaatkan bentuk tubuhnya yang seperti wanita ; langsing, lentur, berjari lentik, berkuku panjang, sebagai modal untuk mengembangkan tari kreasi yang bernafas humor dan menjadi spesialisasinya. Sementara Yati Pesek memanfaatkan rupa dan bentuk tubuhnya sebagai brand dan ciri khas penampilannya. Keempat, Tesis S. Pamardi berjudul “Peranan S. Maridi dalam Perkembangan Tari Gaya Surakarta Sebuah Biografi” (2000), mengungkap peran S. Maridi dalam perkembangan tari tradisi
gaya
Surakarta. Sebagai
penari
S.
Maridi
memiliki
kemampuan memadai, sebagai penata tari S. Maridi mempunyai kreativitas yang tinggi, wawasan luas, dan pandangan modern, serta pemikiran yang terbuka terhadap perkembangan tari gaya Surakarta. Berbagai hal tersebut telah memposisikan S. Maridi menjadi empu tari yang sangat disegani di kalangan masyarakat tari. Meskipun tesis ini sama-sama membahas tentang proses perkembangan seorang seniman, namun S. Maridi dan Yati Pesek memiliki latar belakang budaya yang berbeda. S. Maridi besar di lingkungan pyayi bahkan dekat dengan budaya kraton sehingga matang dalam tari tradisi istana, sementara Yati Pesek lahir dan besar di lingkungan seni tobong yang sangat dekat dengan seni
12
pertunjukan tradisi populer, sehingga proses yang dialami dalam mengembangkan kesenimanannya juga berbeda. Kelima, Tesis Darmasti berjudul “Tumenggung Mardusari Seniwati Serba Bisa Di Lingkungan Mangkunegaran Sebuah Biografi”
(2001),
mengungkap
keberadaan
Nyi
Tumenggung
Mardusari sebagai salah seorang empu karawitan dan empu tari yang sangat disegani di kalangan tertentu. Ia adalah seorang ‘pemikir’ sekaligus praktisi dalam seni karawitan, tari, batik, dan tata rias pengantin gaya Surakarta. Sebagai seorang pesindhen, ia memiliki cengkok dan warna suara yang khas, sehingga banyak mendapat perhatian dari para peneliti, seniman, dan mahasiswa yang studi tentang karawitan. Meskipun topik tesis ini sama dengan topik penelitian ini yaitu biografi seniman serba bisa, tetapi status sosial Mardusari dan Yati Pesek berbeda. Mardusari merupakan seniman abdi dalem dan sekaligus salah satu selir di Pura Mangkunegaran, sedangkan Yati Pesek adalah seniman tobong yang hidup di tengah-tengah masyarakat biasa atau kelas menengah ke bawah. Mardusari matang dalam seni pertunjukan tradisi
istana,
sedangkan
Yati
Pesek
matang
dalam
seni
pertunjukan tradisi populer. Perbedaan status sosial kesenimanan dan genre seni ini menuntut ketelitian yang serupa tetapi berbeda.
13
E. Landasan Pemikiran Teoritis Untuk
membahas
perkembangan
tentang
kesenimanan
Yati
proses Pesek,
pembentukan perlu
dan
menelusuri
kehidupan Yati Pesek di masa lampau sampai sekarang dengan mendeskripsikan tentang perjalanan peristiwa yang sudah terjadi dalam rentetan waktu tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah, khususnya biografi. Biografi ditulis pada dasarnya adalah untuk memahami para pelaku sejarah, keadaan zaman yang melatar belakanginya, dan lingkungan sosial budayanya. Menurut Kuntowijoyo, setiap biografi akan mengandung empat hal yaitu : kepribadian tokohnya, kekuatan sosial yang mendukung, keadaan sejarah zamannya, dan keberuntungan serta kesempatan yang datang (Kuntowijoyo, 2003 : 203). Subjek material penelitian ini adalah Yati Pesek, seniman yang terbentuk dan berkembang dalam kurun waktu yang panjang (seumurnya). Di dalam menjalani kehidupan yang panjang tersebut, Yati Pesek selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk mengungkap faktor-faktor apa
saja
yang
mempengaruhi
proses
pembentukan
dan
perkembangan Yati Pesek menjadi seniman serba bisa dan sangat populer, selain mengikuti pandangan Kuntowijoyo di atas, juga diselaraskan dengan teori perubahan Alvin Boskoff, yaitu bahwa
14
terjadinya suatu perubahan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Alvin Boskoff, 1964 : 140-157). Faktor internal adalah faktor terjadinya suatu perubahan yang muncul dari dalam diri seniman sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah terjadinya suatu perubahan karena dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya. Faktor internal diawali dengan penelusuran terhadap silsilah keluarga
Yati
Pesek.
Silsilah
digunakan
untuk
mengungkap
seberapa jauh faktor genetik itu berpengaruh terhadap bakat seni yang dimiliki
Yati Pesek. Tentang genetika ini
Matt Jarvis
menyatakan, bahwa kemampuan seorang anak dipengaruhi oleh atau diwarisi dari orang tuanya (Matt Jarvis, 2007 : 206-207). Selain silsilah, ditelusuri pula tentang pendidikan atau proses belajar Yati Pesek. Pendidikan yang dimaksud meliputi pendidikan formal
yang
diselenggarakan
di
sekolah-sekolah
resmi,
dan
pendidikan non-formal yang diselenggarakan di tengah masyarakat atau lingkungan kesenian tertentu. Penelusuran ini dilakukan mengingat perkembangan setiap individu umumnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor bakat yang diperoleh dari faktor genetik,
dan
pendidikan.
faktor Seperti
lingkungan yang
yang
diungkapkan
salah
satunya
William
Stern
adalah dalam
Saefullah, bahwa perkembangan individu sebenarnya ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu faktor dasar pembawaan (bakat) dan faktor lingkungan pendidikan (Saefullah, 2012: 72).
15
Lingkungan kesenian tertentu yang dimaksud di atas adalah tobong-tobong seni pertunjukan. Penelusuran akan situasi dan kondisi kehidupan tobong-tobong tempat Yati Pesek berproses, pada dasarnya mengikuti pandangan dari C.G. Jung yang dikutip Masrun, bahwa anak sedikit banyak identik dengan orang tua dan lingkungannya (Masrun, 1972 : 75). Keterlibatan Yati Pesek dalam kegiatan seni tobong secara terus menerus mempunyai andil besar dalam
proses
pembentukan
dan
perkembangannya
menjadi
seniman. Melalui peran serta dalam pementasan yang dilakukan secara rutin, Yati Pesek memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan kesenimanan yang diperlukan untuk hidup. Selain beberapa hal tersebut, keadaan fisik (tubuh dan wajah) Yati Pesek yang ‘unik’4 juga ditelusuri, karena memiliki hubungan erat dengan popularitas yang dicapai. Pada awalnya keadaan fisik Yati Pesek yang ‘unik’ itu merupakan suatu kekurangan dan kelemahan, namun pada masa tertentu keadaan itu berubah menjadi kekuatan besar yang mampu mendukung penampilannya sebagai pelawak dan ketenarannya sebagai seniman. Bentuk fisik Yati Pesek yang ‘unik’ menjadi sesuatu yang sangat menarik, dan secara komoditi sangat menunjang tuntutan pasar, terutama yang berkenaan dengan seni pertunjukan populer di media. Oleh karena
4 Kosa kata ‘unik’ ini dipilih untuk menggantikan kata yang bisa menyinggung perasaan pemiliknya.
16
tulisan tentang pengaruh bawaan fisik terhadap popularitas belum ditemukan,
maka
membandingkan
dilakukan
dengan
pengamatan
seniman-seniman
di
lapangan
populer
dan
lain
atau
dengan kasus yang serupa. Berbagai faktor internal di atas cukup kuat mempengaruhi perkembangan Yati Pesek menjadi seniman populer. Namun untuk mencapai tataran bintang atau sangat populer perlu melihat situasi dan kondisi zaman yang berkembang sekarang. Sebab popularitas tidak dapat lepas dan selalu terkait erat dengan keadaan sejarah zamannya. Pada umumnya kepopuleran seorang seniman selain berangkat dari kemampuan seni yang kuat dan bahkan serba bisa, juga perlu didukung oleh situasi dan kondisi masyarakat penonton dan
keadaan
sejarah
zamannya.
Oleh
karena
itu
untuk
mengungkapkannya, perlu dikaji bagaimana situasi dan kondisi zaman selama Yati Pesek berproses hingga sekarang.
F. Metode Penelitian
Penelitian berjudul “Yati Pesek Seniman Serba Bisa dalam Seni Pertunjukan Populer” ini merupakan jenis penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsi dan menganalisis
fenomena,
peristiwa,
aktivitas
sosial,
sikap,
kepercayaan, persepsi, dan pemikiran manusia secara individu maupun
kelompok
(Djunaidi
dan
Almanshur,
2012
:
14).
17
Berdasarkan
pernyataan
di
atas
penelitian
ini
berusaha
mengungkap sejarah kesenimanan Yati Pesek dengan mendeskripsi dan menguraikan fakta-fakta yang terdapat di lapangan kemudian menganalisisnya,
sehingga
memperoleh
gambaran
yang
jelas
tentang bagaimana proses pembentukan dan perkembangan Yati Pesek menjadi seniman serba bisa yang sangat populer. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber baik data literer, wawancara, observasi, maupun dokumen. Pertama, pengumpulan data literer berupa buku-buku acuan, artikel, dan koran. Kedaulatan Rakyat tanggal 16 Mei memberi informasi tentang keberadaan Yati Pesek dalam Sandiwara Jenaka KR.
Bernas
9
Februari
1992
memberi
keterangan
tentang
keberadaan Yati Pesek dalam Ketoprak Plesetan Sapta Mandala. Media Indonesia 2 Februari didapat keterangan tentang peran Yati Pesek sebagai bintang iklan. Kedua, pengumpulan data melalui wawancara dilakukan kepada Yati Pesek sebagai sumber utama, dan nara sumber dari pihak keluarga (Sumaryo, Sujilan, dan Mugiyono). Dari wawancara ini mendapat data tentang latar belakang kehidupan Yati Pesek. Wawancara selanjutnya dilakukan kepada Sumisih Yuningsih, Sumarwoto, Haji Muhammad Syakirun, Daruni, dan Tatik Wardono selaku kolega, untuk mendapatkan data tentang potensi Yati Pesek sebagai seniman. Para narasumber ini merupakan saksi sejarah
18
yang melihat aktivitas Yati Pesek di masa lalu sampai sekarang. Wawancara ini digunakan untuk memvalidasi data atau mencari kepastian hal-hal yang meragukan, terutama yang diperoleh dari berita yang ditulis para wartawan di berbagai media massa. Wawancara kepada nara sumber tersebut dilakukan secara langsung dan terbuka. Pertanyaan pokok disampaikan secara garis besar,
narasumber
diberi
kebebasan
dalam
menyampaikan
jawaban. Dengan cara ini, ternyata mendapatkan banyak informasi yang sangat berharga bagi penelitian. Wawancara juga dilakukan kepada R. Suprantio dan Slamet Raharjo selaku sutradara sinetron Kiprah
Anak
dalang
dan
film
Langitku
Rumahku,
untuk
mengungkap kemampuan Yati Pesek dalam bidang seni peran. Selain itu wawancara juga dilakukan dengan Kristiadi selaku penanggung jawab program acara Padhepokan Karang Tumaritis TVRI Yogyakarta dan Sanjaya selaku penanggungjawab program acara Limbuk Cangik di Indosiar. Hal tersebut dilakukan untuk mencari
data
dokumenter
tentang
karya
Yati
Pesek
dan
pemanfaatan media televisi. Wawancara juga dilakukan kepada Ki Manteb Soedarsono dan Ki Anom Suroto selaku pengamat sekaligus mitra kerja Yati Pesek untuk mendapatkan informasi tentang kemampuan melawak Yati Pesek dan perannya sebagai bintang tamu dalam pertunjukan wayang. Wawancara selanjutnya dilakukan kepada Djangkung
19
Sudjarwadi, Anang Wihariyanto, Suratno, dan Rini Anggraini selaku pengguna Yati Pesek, untuk mendapat informasi tentang peran dan kedudukan Yati Pesek di media guna mengetahui faktor-faktor pendukung kepopuleran Yati Pesek. Wawancara
terakhir
dilakukan
kepada
Aries
Yulianto
(penonton aktif) yang mengamati pentas Yati Pesek selama lima belas tahun terakhir. Hal ini dilakukan untuk mendapat informasi tentang tanggapan penonton terhadap pentas Yati Pesek guna menjawab
permasalahan
yang
terkait
dengan
faktor-faktor
pendukung popularitas Yati. Ketiga,
pengumpulan
data
melalui
observasi
terhadap
beberapa pentas Yati Pesek. Mengingat keterbatasan indra peneliti dalam mengingat dan mengamati, maka di dalam proses observasi dilakukan pula pendokumentasian. Di dalam observasi, posisi peneliti lebih banyak berada di dalam pentas, sebagai sesama seniman, dan sesekali berbaur dengan penonton. Sebagai sesama seniman, peneliti sering berada dalam satu panggung dengan Yati Pesek sejak tahun 2000 hingga sekarang. Sementara itu observasi yang dilakukan dengan cara berbaur dengan penonton hanya terjadi dua kali. Pertama pada tanggal 22 November 2012 saat Yati Pesek pentas wayang orang dalam rangka Hari Jadi DIY di RRI Yogyakarta. Kedua pada tanggal 8 Oktober 2013 saat Yati Pesek pentas Limbuk
20
Cangik di Hotel Ambarrukma Yogyakarta dalam rangka Konggres Budaya Se-Indonesia Tahun 2013. Keempat, pengumpulan data dari dokumen, yaitu rekaman jejak Yati Pesek di masa lampau yang berupa foto, video, film, dan piagam-piagam atau tanda-tanda penghargaan. Dokumen tersebut sebagian besar diperoleh langsung dari Yati Pesek, dan juga dari institusi-institusi terkait seperti Siswa Budaya, Trans 7, TVRI, Perpustakaan Film Indonesia (Sinematik) maupun dari internet dan koleksi pribadi. Namun sangat disayangkan, untuk dokumen tertulis lainnya seperti surat-surat penting yang berkenaan dengan kontrak kerja tidak berhasil ditemukan. Hal ini karena semua job (pemberian pekerjaan) yang dijalankan Yati Pesek tidak disertai kontrak secara tertulis. Semuanya dijalankan atas dasar saling percaya dari kedua belah pihak. Untuk
meyakinkan
bahwa
dokumen
tersebut
benar,
dilakukan kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern merupakan penilaian sumber dari aspek fisik sumber itu sendiri, sementara kritik intern lebih menekankan pada isi dari sebuah dokumen (Wasino, 2007 : 51). Melalui proses kritik sumber tersebut dapat divalidasi, bahwa dokumen-dokumen tentang Yati Pesek, baik yang dilampirkan pada bagian akhir tesis ini maupun yang berupa rekaman-rekaman foto dan video, adalah dokumen-dokumen yang
21
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik segi fisik maupun isinya. Untuk memperoleh dan menjaga validitas data penelitian dilakukan teknik triangulasi, yaitu membandingkan data dari sumber-sumber yang berbeda. Data yang terkumpul, setelah divalidasi kemudian dikelompokkan menjadi empat sesuai dengan sifat dan jenisnya yaitu; 1) data hasil wawancara tentang latar belakang kehidupan Yati Pesek, 2) data tentang kesenimanan Yati Pesek, 3) data tentang pemanfaatan media massa, dan 4) data tentang teori atau konsep yang dapat digunakan sebagai pijakan untuk landasan berpikir guna menjawab masalah yang diajukan sesuai dengan ‘landasan pemikiran’ yang telah dijelaskan di depan. Setelah identifikasi dilakukan, data dianalisis untuk memperoleh kebenarannya. Selanjutnya hasil analisis dipaparkan dalam kalimat tulisan secara runtut untuk memberi gambaran jelas dan kronologis tentang proses pembentukan dan kesenimanan Yati Pesek. Untuk mendeskripsi gerak tubuh yang berkenaan dengan etnokoreologi, diwujudkan dalam presentasi grafis yang didasarkan atas analisis Laban yang berupa effort dan shape, dengan menggunakan simbol-simbol gerak dan ketubuhan sebagai berikut.
22
3
2
9
8 1
7
6
10
11 5
4
Gambar 1. Notasi yang di blok penuh menunjukan level rendah. Notasi dengan titik di bagian tengah merupakan simbol untuk level sedang, dan notasi dengan garis-garis menunjukan level tinggi. Simbol nomor (1) artinya diam di tempat; (2) maju ke depan kanan ; (3) maju ke depan kiri; (4) mundur ke belakang kanan; (5) mundur ke belakang kiri; (6) ke samping kanan; (7) ke samping kiri; (8) pojok kanan; (9) pojok kiri; (10) diagonal/pojok belakang kanan; (11) pojok belakang kiri.
23
WAJAH
TORSO/ BADAN
LENGAN ATAS
LENGAN BAWAH
TANGAN
JARI
LUTUT
Gambar 2. Simbol Segmen Tubuh
24
Langkah terakhir adalah pengambilan kesimpulan. Selanjutnya disusun laporan penelitian dengan sistematika seperti di bawah ini. G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan, tulisan ini dibagi menjadi beberapa bab sebagai berikut : Bab I. Pendahuluan berisi : latar belakang dan rumusan masalah,
tujuan
dan
manfaat
penelitian,
tinjauan
pustaka,
landasan pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. Pembentukan Kesenimanan Yati Pesek. Pada bagian ini mendeskripsikan riwayat hidup yang terdiri dari latar belakang keluarga, riwayat pendidikan, dan aktivitas Yati Pesek dalam kehidupan seni tobong. Bab III. Kesenimanan Yati Pesek. Pada bab ini memaparkan perjalanan karir Yati Pesek sebagai aktor, bintang tamu ketoprak dan wayang kulit, bintang iklan, kreativitas ketubuhan dan kekaryaan Yati Pesek serta kegiatan sosial lainnya. Bab IV. Popularitas Yati Pesek. Pada bagian ini mengungkap tentang kemampuan seni Yati Pesek, keadaan fisik, keadaan sejarah zaman, kekuatan sosial (srawung), kesempatan dan keberuntungan. Bab V, Penutup, berisi kesimpulan.
BAB II PEMBENTUKAN KESENIMANAN YATI PESEK
25
BAB III KESENIMANAN YATI PESEK
54
BAB IV POPULARITAS YATI PESEK
110
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan ini merupakan jawaban atas dua pertanyaan utama yang diajukan dalam rumusan masalah (Bab I, halaman 7), tentang keberadaan Yati Pesek dalam kehidupan seni pertunjukan dan
media
Berdasarkan
dari
perspektif
penjelasan
sejarah,
deskriptif
khususnya
pada
bab
II
biografi. tentang
pembentukan kesenimanan Yati Pesek ; penjelasan deskriptif pada bab III tentang kesenimanan Yati Pesek ; dan penjelasan analisis pada bab IV tentang faktor-faktor penyebab popularitas Yati Pesek; maka dapat ditarik tiga kesimpulan sebagai berikut. Pertama, pembentukan Yati Pesek menjadi seniman tobong Seni Pertunjukan Populer (komersial) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: genetik, lingkungan, dan sosial-ekonomi. Bakat seni Yati Pesek menurun dari kakek, ayah, dan ibunya. Kakek-kakeknya, Raki Martadarma adalah pemain atau pelawak dalam tobong Ketoprak, dan Kramadimeja adalah abdi dalem pengrawit kraton. Ayahnya, Sujito, seorang pengrawit, dan ibunya, Sujilah, seorang penari dalam tobong wayang orang. Sejak usia balita Yati Pesek hidup dan tumbuh di lingkungan seni tobong. Bakat seni Yati Pesek yang diturunkan secara genetik dari kakek dan kedua orang tuanya,
147
148
dapat
tumbuh
subur
di
lingkungan
tobong
yang
semua
penghuninya adalah seniman. Selain
faktor
genetik
dan
lingkungan,
faktor
ekonomi
membuat Yati tidak ada pilihan lain kecuali menjadi seniman tobong. Sejak usia 12 tahun ia sudah menjadi yatim-piatu, sehingga harus mampu menghidupi dirinya. Sebagai anak putus sekolah yang sudah terbiasa pentas (main) di panggung tobong Seni Pertunjukan Populer, maka menjadi pemain tobong merupakan satu-satunya jalan untuk memperoleh nafkah untuk hidup seharihari.
Selanjutnya,
profesional
dalam
Yati
Pesek
lingkungan
berkembang seni
tobong.
menjadi
seniman
Sebagai
seniman
profesional, Yati Pesek dapat diterima oleh manajemen tobong mana pun yang dituju. Bahkan akhirnya Yati Pesek diangkat sebagai pegawai tetap oleh lembaga kesenian Tentara Nasional Indonesia karena keprofesionalannya. Akan tetapi semua yang dijalani Yati Pesek sebagai seniman profesional itu, semata-mata hanya untuk mendapatkan sekedar nafkah. Nama Yati Pesek tidak pernah muncul atau dicatat dalam sejarah tobong Seni Pertunjukan Populer. Tokoh yang diperankan Yati Pesek dalam tobong-tobong yang pernah diikuti, tidak lebih dari sebagai penari pembuka dan pembantu
(emban).
Peran-peran
itu
tidak
mungkin
menjadi
perhatian, dan apalagi menjadi idola publik penonton pada masa itu.
149
Kedua, kesenimanan Yati Pesek mulai diapresiasi dan dikenal oleh masyarakat lebih luas sejak (1980-an) tampil di layar TVRI stasiun Yogyakarta, sebagai salah satu pemain “Sandiwara Jenaka KR”. Kesenimanan Yati Pesek tersebut, terutama dalam seni peran (akting),
juga
diapresiasi
oleh
para sutradara
film
nasional
terkemuka. Arifin C Noer, R. Suprantio, dan Slamet Raharjo pernah memerankan Yati Pesek di dalam film-film garapan mereka. Melalui seni media inilah nama Yati Pesek semakin populer. Kepopuleran Yati Pesek ini kemudian dimanfaatkan oleh stasiun-stasiun televisi swasta, dalang-dalang populer, dan perusahaan obat. Dalam perkembangannya, kepopuleran Yati Pesek ini cenderung menjadi pelawak. Yati Pesek kemudian tampil sebagai pelawak di beberapa stasiun televisi swasta, menjadi bintang tamu dalam pertunjukan wayang kulit, dan menjadi bintang iklan obat tertentu. Kehidupan ekonomi Yati Pesek pun semakin meningkat, karena honorarium untuk setiap kali tampil berkisar antara 10 sampai dengan 25 juta rupiah. Ketiga, faktor-faktor yang membuat Yati Pesek mencapai ke tataran seniman populer dengan honorarium yang cukup tinggi adalah sebagai berikut. 1. Yati Pesek memiliki kemampuan mengolah tubuh dan potensi-potensi lain yang dimilikinya dengan sangat baik, serta memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi,
150
sehingga muncul sebagai sosok seniman serba bisa, khususnya dalam genre Seni Pertunjukan Populer (dan media). 2. Yati Pesek dianugerahi rupa dan tubuh yang ‘unik’, yang sangat cocok untuk pelawak. 3. Ketika Yati Pesek mencapai kematangannya dalam seni peran dan lawak, bersamaan dengan keadaan sejarah zaman (1980-an hingga 2000-an) di mana stasiun-stasiun televisi bersaing dalam menyajikan fragmen lawak yang dibawakan oleh pelawak-pelawak yang memiliki rupa dan tubuh yang ‘unik’. 4. Keluwesan Yati Pesek berteman dengan semua pihak, yang merupakan strategi untuk menciptakan selera publik, selain berdampak pada dukungan sosial yang kuat terhadapnya, juga mendapat ruang publik yang sangat luas dan kesempatan untuk tampil di tengahnya. 5. Banyak seniman panggung sekaliber Yati Pesek, yang juga dianugerahi rupa dan tubuh yang lebih ‘unik’, tetapi nasibnya tidak seberuntung Yati Pesek. Jadi Yati Pesek dapat mencapai ke tataran seniman populer dengan honorarium yang cukup tinggi itu, selain faktor-faktor tersebut di atas, juga karena diberi keberuntungan dan kesempatan atau kabegjan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
DAFTAR PUSTAKA
Anwari, Indonesia Tertawa. Jakarta, PT Pustaka LP3ES: 1999. Boskoff, Alvin, Sociologi and History: Theory and Research. London: The Press of Glencoe, 1964. Brandon, James R., Jejak-Jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara, Terj. R.M. Soedarsono. Bandung: P4ST UPI, 2003. Darmasti. “Tumenggung Mardusari Seniwati Serba Bisa Di Lingkungan Mangkunegaran Sebuah Biografi”. Tesis S2 Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 2001. Djunaidi, Ghony M. & Almanshur, Fausan. Metodologi Penelitian Kualitattif. Malang: Ar-Ruzz Media, 2012. Hawkins, Alma M., Mencipta Lewat Tari. Terj. Y. Sumandiyo Hadi. Yogyakarta : ISI, 1990. Hersapandi, Wayang Wong Sriwedari dari Istana Menjadi Seni Komersial. Yogyakarta: Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation, 1999. Hutchintion, Ann. Labanotation or Kinetography Laban. New York : Theatre Arts Books : 1977. Janarto, Herry Gendut. Teguh Srimulat Berpacu dalam Komedi dan Melodi. Jakarta : Gramedia, 1990. Jarvis, Matt. Teori-Teori Psikologi: Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. Bandung : Penerbit Nusa Media dan Penerbit Nuansa, 2007. Kayam, Umar. “Ngesti Pandawa: Suatu Persoalan Kitsch di Negara Berkembang,” dalam Edi Sedyawati dan Sapardi Djoko Darmono (ed.), Seni dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia,1983, 131-136. Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003. Masrun, Aliran-aliran Psychologi. Yogyakarta: Fakultas Psychologi UGM, 1976.
151
152
Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013. Munandar, Utami. Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002. Murtiyoso, Bambang. “Faktor-Faktor Pendukung Popularitas Dalang”. Tesis S2 Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1995. N.N. “Meski Tanpa Kebaruan, Tetap ‘Ger-geran”, dalam Kedaulatan Rakyat, 7 Februari 1992. N.N.
“Syuting Indosiar, Ketoprak Yogya Budaya Diminta Tidak Vulgar”, dalam Bernas, 25 Januari 1996.
N.N.
“Yati Pesek Bisa Kondhang Lumantar Anggone Ndhagel”, dalam Djaka Lodang No. 1056, 12 Desember 1992.
N.N. “Model Lokal Mampu Menjamin Produk Laris”, dalam Media Indonesia, 2 Februari 1997. N.N. “Wanita Pelawak Indonesia (Kurang Terkenal Karena Tidak Total)”, dalam Tabloid Minggu Pagi No. 24 Tahun ke 47 Minggu ke dua September 1993. N.N. “Pelawak, Wartawan dan Manusia”, dalam Koran Tabloit Minggu Pagi No. 48 Minggu 6 Febuari 1993. Narawati, Tati. Wajah Tari Sunda Dari Masa Ke Masa. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembanggan Pendidikan Seni Tradisional Universitas Pendidikan Indonesia, 2003. Pamardi, S. “Rusman Gathutkaca Sriwedari Sebuah Biografi”. Tesis S2 Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1994. Prasetyo, Eko. “Lakon Panji-Aggraeni Karya Bambang Suwarno Sebuah Inovasi Pakeliran wayang Gedhog”. Tesis S2 Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni, Institut Seni Indonesia Surakarta, 2014.
153
Prodjosoedarmo, Soepomo. “Dagelan Mataram: Apresiasi Masyarakat Yogyakarta,” dalam Heddy Shri Ahimsa Putra, (ed.) Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta : Yayasan Galang, 2000. Rochana, Sri. Sejarah Tari Gambyong. Surakarta: ISI Press, 2011. Rusini. “Rusman Gathutkaca Sriwedari Sebuah Biografi”. Tesis S2 Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1994. Rustopo. Menjadi Jawa: Orang-Orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, 1895-1998. Yogyakarta : Ombak, 2007. Saefullah. Psikologi Perkembangan dan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2012. Sahid, Nur. Dramaturgi Sandiwara: Potret Teater Populer dalam Masyarakat. Yogykarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2006. Sobur, Alexs. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2003. Sunarya, Teguh. Potensi Multi-talenta <www.dmiprimagamapusat. wordpress.com>. (Diakses pada tanggal 5 April 2015 pukul 20.00). Sunyoto. “Apresiasi Masyarakat Yogyakarta Terhadap Musik Populer” dalam Heddy Shri Ahimsa Putra (ed.), Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Yayasan Galang, 2000. Suraji. “Sindhenan Gaya Surakarta”. Tesis S2 Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni, Institut Seni Indonesia Surakarta, 2005. Tambayong, Yapi. Seni Akting. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Wasino. Dari Riset Hingga Tulisan Sejarah. Semarang: Unnes Press, 2007.
154
DAFTAR NARA SUMBER
Anang Wihariyanto (51) : Karyawan TVRI Yogyakarta, Kuturaden Sinduadi Mlati, Sleman. Anom Suroto (66) : Seniman dalang, Notodiningratan, Kemlayan, Laweyan, Surakarta Andi Wisnu Hariyanto (38) : Karyawan Yogya TV, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Aries Yulianto (40) : Masyarakat Penonton, Jalan Cilandak x No : 16 Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Aris Mukadi (62) : Sutradara Ketoprak Humor, alamat tidak diketahui. Daruni (54) : Dosen Tari ISI Yogyakarta, Jogonalan Lor No : 202 Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Djangkung Sudjarwadi (61) : Mantan Ka Kanwil Ditjen Pajak Provinsi DIY / Kepala Perwakilan Kementrian Keuangan RI Provinsi DIY, sekarang Hakim Pengadilan Pajak Jakarta, alamat Jalan Tentara Pelajar No: 88 Tegal Mulya, Kepek, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Handojo (45) : Marketing Support Manager PT Konimex. Alamat tidak diketahui. Kristiadi (40) : Karyawan TVRI Yogyakarta, Dalem Mangkubumen Kadipaten Kraton Yogyakarta. Manteb Soedarsono (66) : Seniman Dalang, Dukuh Sekiteran, Kelurahan Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Mugiyono (75) : Paman Yati Pesek, Desa Kuncen, Kelurahan Gampingan, Kecamatan Wirobrajan, Yogyakarta. Muhammad Said (50) : Mantan pemain Ketoprak Siswa Budaya, perumahan seniman Desa Ngipang, Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjasari, Surakarta.
155
Rini Anggraini (54) : Karyawan PT. Biro Iklan Matari. Alamat tidak diketahui. R. Suprantio : Jalan Aselih no: 36 F Rt: 010 Rw: 01 Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. 60 tahun, Wira Swasta. Sanjaya (45) : Karyawan INDOSIAR, Villa Indah Permai Blok H.10 No : 20 Rt : 01 Rw : 36 Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi, Jawa Barat. Shahnaz Haque (40) : Presenter TV Trans 7, Jalan Deplu Raya No : 10 Bintaro, Jakarta Selatan 12330. Slamet Raharjo (66) : Aktor dan Sutradara Film, Kabupaten Serang Provinsi Banten. Sriyani (60) : Pemain Wayang Orang Ajen Madiun, Jalan Ahmad Yani Rt: 03 Rw : 04 Desa Pangongangan, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun. Stefanus Prigel Siswanto (45) : Pelawak Angkringan Jogja, Jalan Tengiri XI No : 15 Minomartani, Yogyakarta. Sujilan (74) : Kakak kandung Yati Pesek, Seniman, Yogyakarta. Sumarwoto (60) : Seniman Kolega Yati Pesek, Pejaksan GT 1/622 Yogyakarta. Sumaryo (67) : Suami Yati Pesek, Dukuh Tempel, Desa Taji, Kecamatan Praambanan, Kabupaten Klaten. Sumisih Yuningsih (62) : Seniman Kolega Yati Pesek, Dukuh MJ /11598 Yogyakarta, 62 tahun, Yogyakarta PNS. Suratno (50) : Karyawan TVRI Jakarta, Kampung Kayu Gede Rt : 4 Rw : 22 No : 31 Kelurahan Paku Jaya, Kecamatan Serpong Utara, Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi Banten Susilo Nugroho (56) : Guru SMM Yogyakarta, Jogokaryan MJ 3 No: 529 Yogyakarta. Sumarwoto (61) : Seniman Pasangan Lawak Yati Pesek, Pajeksan Gt I / 162 Sleman, Yogyakarta. Tatik Wardono (63) : Kolega Yati Pesek, Perum Jombor Blok III No: 9 Sendangadi Mlati, Sleman
156
Tukimin (50) : Masyarakat Penonton, Desa Brujul Rt: 04 Rw : 6, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. Warsino (47) : Karyawan Ajen Madiun, Jalan Anggodo No: 30 Rt : 01 Rw : 05 Desa Suradikraman, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo. Yati Pesek (61) : Nara Sumber Utama, Desa Tempel, Kelurahan Taji, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten
SUMBER INTERNET
(wikipedia.org/w/index.php?title=Serangan_Fajar). www.filmindonesia.or.id/movie/title/lf-1015-89616067_langitku-rumahku#.VO5iAMXgHa8, (www.wikipedia.org/wiki/Langitku-Rumahku). (www.artsonlin.monash.edu.au/mai/my-sky-my-home) (https://youtu.be/J55XPvFEHe0?list=PLW6xaPvwhugUi6zmTWj_IlaE1lU XtqeI0)
(Sumber:http://img.jogjakartanews.com/20141008134831_ yati_pesek.jpg)
DISKOGRAFI
55/SIP/FCN/111989, Langitku Rumahku, Pimp. Slamet Rahardjo.
Jakarta : PT Ekapraya, 1989.
GLOSARIUM Antawacana
:
Dialog dengan bahasa Jawa halus
Atur bage
:
Adegan pertama pada pertunjukan ketoprak yang membahas /membicarakan tentang persoalan cerita.
Banyumili
:
Mengalir lembut.
Batur
:
Pembantu rumah tangga.
Bejo
:
Beruntung.
Bukaan
:
Salah satu ragam gerak tari Jaipong gaya Jawa Barat.
Casting
:
Peran.
Cengkok
:
Lagu dalam tembang atau karawitan Jawa.
Channel
:
Saluran abstrak berupa udara yang dapat mengalirkan getaran nada atau suara.
Dhapukan
:
Peran yang dibawakan.
Didhapuk
:
Diberi peran.
Dipacokake
:
Dijodohkan.
Ekstrovert
:
Orang yang minatnya ditujukan seluruhnya kepada yang ada di luar dirinya dan tidak kepada yang ada dalam pikiran dan perasaannya sendiri (bersikap terbuka).
Emban
:
Batur atau pembantu rumah tangga.
Enerjik
:
Lincah.
Entertainment
:
Hiburan.
Flat
:
Datar.
Gecul
:
Lucu
Gendhing
:
Salah satu bentuk komposisi musikal
157
158
dalam Karawitan Jawa dengan ciri-ciri tertentu. Gender
:
Kelamin.
Gibas
:
Gerak memutar tangan kanan dan kiri ke depan puser lurus buang ke samping kanan.
Giles
:
Gerak memutar tangan kiri dan kanan ke depan puser buang ke samping kiri.
Gregel
:
Teknik penyuaraan sebagai pengembangan dari suatu cengkok tertentu.
Guyon maton
:
Dialog humor berbahasa Jawa.
Guyon parikena
:
Sebuah sindiran yang dilontarkan dengan bercanda.
Jejer
:
Adegan pertama pada pertunjukan wayang.
Job
:
Pekerjaan.
Kabegjan
:
Keberuntungan.
Kambeng
:
Bentuk tangan dengan posisi lengan atas diangkat ke samping setinggi bahu, lengan bawah nekuk ke depan membentuk huruf L, jari ngepal atau menggenggam.
Kawulo alit
:
Rakyat kecil atau jelata.
Kemayu
:
Sikap perilaku seorang perempuan yang centil/genit hingga mampu membuat orang yang melihat menjadi geli (gemas).
Kenes
:
Genit.
Keputrèn
:
Tempat tinggal untuk para putri kraton, yang dilengkapi dengan para dayang atau abdi.
Kesetaraan Gender
:
Persamaan posisi dan kedudukan terkait dengan hak dan kewajiban.
Ketoprak
:
Salah satu jenis teater tradisi Jawa yang mengangkat tema dari cerita rakyat atau
159
legenda. Namun dalam perkembangannya, ketoprak juga mengambil cerita dari babat maupun sejarah bahkan fiksi. Ketoprak Plesetan
:
Ketoprak yang menonjolkan unsur humor dengan cara mengubah atau membelokan konvensi yang ada. Sebagai contoh, Ratu Ayu Kencana Wungu yang pada umumnya digambarkan sebagai wanita yang sangat cantik, dalam sajian ini justru sebaliknya, diperankan oleh orang yang jelek.
Ketoprak Humor
:
Ketoprak yang mengedepankan unsur humor, akan tetapi tidak meninggalkan konvensi. Berbagai unsur yang ada di dalamnya seperti ; cerita, udanegara (tata krama) rias, dan kostum masih tetap dipertahankan. Hanya saja karena ketoprak ini disajikan untuk masyarakat penonton di seluruh wilayah tanah air, maka ditampilkan dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
Kiprahan
:
Jenis gerak tari putra gaya Surakarta, yang terdiri dari berbagai sekaran tertentu.
Lakon
:
Judul cerita atau bisa juga digunakan untuk menyebut tokoh utama.
Laku telu
:
Salah satu jenis sekaran (rangkaian gerak) tari putri gaya Surakarta.
Lembehan
:
Salah satu jenis sekaran tari putri gaya Surakarta yang sering digunakan sebagai gerak penghubung atau teknik keluar masuk panggung.
Limbuk-Cangik
:
Karya kolaborasi antara tari dan lawak dengan mengangkat tema persoalan aktual (isu masa kini) yang dikemas dengan gaya satire, disajikan oleh dua tokoh utama yaitu Limbuk dan Cangik, serta ditambah bintang tamu yang setiap kali tampil selalu berbeda.
Lumaksana
:
Berjalan (gerak melangkahkan kaki secara
160
bergantian dari satu titik menuju ke titik yang lain). Lungguh
:
Duduk.
Mendat Mentul
:
Memantul.
Mincit Gegol
:
Gerak menggoyangkan pantat ke kanan dan ke kiri dengan posisi lutut merendah.
Mincit Triping
:
Gerak melangkahkan kaki sambil menggoyangkan pinggul.
Mumpuni
:
Menguasai semua materi.
Mungguh
:
Sesuai.
Nembang
:
Menyanyikan lagu jawa dengan menggunakan laras Slendro atau Pelog.
Ngrayung
:
Istilah untuk menyebut salah satu bentuk jari pada tari gaya Surakarta dimana ibu jari (jempol) nekuk ke dalam, dan keempat jari lainnya berdiri rapat.
Ngetok kadigdayane
:
Memperlihatkan kemampuannya.
Nggandhul
:
Istilah ini digunakan untuk menyebut gerakan tari gaya Surakarta, yang jatuhnya cenderung terlambat sedikit di belakang irama musik.
Ngledheki
:
Kosa kata ini khusus ditujukan untuk menyebut penampilan seorang pesindhen atau vokalis wanita pada seni Karawitan Jawa, dimana dengan bekal suaranya ia mampu membuat penonton menjadi terpesona atau gemas.
Ngungrum
:
Jatuh cinta.
Nonong
:
Sebutan untuk dahi (jidat) yang menonjol ke depan, nyaris lebih menonjol daripada hidungnya.
161
Oceh-ocehan
:
Group dagelan/lawak yang terdiri dari para abdi dalem kraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Hamengku Buwana ke VIIVIII, yang tugasnya menghibur raja atau bangsawan dengan perilaku atau katakatanya yang lucu.
Ogek Lambung
:
Gerak mengangkat dan memindahkan torso ke kanan dan kiri atau sebaliknya dengan volume kecil disertai tekanan pada perut.
Ojo gething mundhak nyandhing
:
Jangan membenci seseorang yang berbeda jenis, nanti bisa-bisa malah berbalik menjadi cinta.
Padhepokan
:
Pada awalnya merupakan tempat semedi atau bertapa bagi seorang guru. Namun dalam perkembangannya diartikan juga sebagai sanggar seni yang didominasi oleh seorang tokoh seni unggulan.
Pasemon
:
Sindiran halus.
Pesek
:
Sebutan untuk bentuk hidung yang tidak mancung.
Prasaja
:
Apa adanya tidak dibuat-buat.
Panakawan
:
Kelompok abdi yang bertugas melayani tokoh utama dalam pertunjukan wayang.
Rantaya
:
Gerak dasar untuk tari Jawa gaya Surakarta
Resep
:
Enak dipandang mata.
Sabetan
:
Merupakan salah satu jenis gerak . penghubung pada tari gaya Surakarta.
Saru
:
Tidak pantas, misalnya menyebut bagian tubuh tertentu yang dianggap sangat sensitif di depan umum.
Sekaran
:
Rangkaian dari gerak.
Semeleh
:
Tenang atau tidak tergesa-gesa.
162
Sengguh
:
Percaya diri.
Sindhen
:
Vokalis wanita dalam seni Karawitan Jawa.
Sindhenan
:
Vokal tunggal yang dilakukan oleh vokalis wanita (sindhen) dalam pertunjukan seni karawitan Jawa.
Solah-bawa
:
Gerakan-gerakan tubuh yang mengekspresikan isi atau suasana lagu (sedih atau senang).
Srawung
:
Tindakan seseorang dalam rangka menjalin hubungan baik dengan orang lain, baik kelompok orang atau lembaga untuk tujuan yang bermacam-macam sesuai dengan keinginan dari orang tersebut.
Srisig
:
Gerak melangkahkan kaki kecil-kecil dengan cepat dan teratur dengan posisi lutut sedikit merendah.
Star
:
Bintang.
Suluk
:
Vokal yang khusus dilantunkan oleh seorang dalang diiringi dengan instrumen tertentu untuk membangun suasana adegan dalam pertunjukan wayang kulit.
Talkshaw
:
Sebuah acara radio atau televisi, dimana sekelompok orang tertentu berkumpul untuk mendiskusikan suatu tema tertentu dengan santai tetapi tetap serius atau fokus pada topik.
Tebak bumi
:
Salah satu jenis gerak kiprahan pada tari putra gaya Surakarta.
Tembang
:
Alunan suara yang berbeda tinggi rendahnya dalam satu oktaf dengan menggunakan laras slendro atau pelog.
Tomboy
:
Sifat aktif penuh peluang dan sebagai anak laki-laki; sifat kelelaki-lakian (tentang anak perempuan).
Trecet
:
Salah satu jenis sekaran untuk tari putra
163
gaya Surakarta. Tumpang tali
:
Salah satu jenis sekaran tari putra gaya Surakarta.
Ulap-ulap tawing
:
Gerak mengangkat tangan kanan ke depan samping dahi kanan, kemudian ditarik ke samping telinga kiri, atau sebaliknya mengangkat tangan kiri ke depan samping dahi kiri ditarik ke samping telinga kanan dengan bentuk jari ngrayung.
Wiraga
:
Istilah yang digunakan untuk menyebut hal-hal yang berkaitan dengan gerak tubuh seorang penari dalam tari Jawa.
Wirasa
:
Istilah ini berkaitan dengan penghayatan atau penjiwaan seorang penari Jawa terhadap isi dan karakter tari yang dibawakan.
Wirama
:
Kesatuan antara gerak penari dengan irama musik atau iringan dalam sajian tari Jawa.
LAMPIRAN Lampiran 1: Penghargaan Adinugraha TATV 2008 Katagori Suporting Program Budaya, 10 Oktober 2008
164
165
Lampiran 2: Penghargaan Women Actulization dari ASMI Santa Maria Yogyakarta, 30 Mei 2009
166
Lampiran 3: Nawala Kekancingan (Penghargaan Pangkat dan nama) Yati menjadi Kangjeng Mas Ayu Tumenggung Walitodiningrum, dari Kraton Surakarta, 8 Juli 2009
167
Lampiran
.
4:
Surat Keputusan Gubernur DIY, Nomor 333/KEP/2013, tanggal 17 Desember 2013, tentang Pemberian Penghargaan Anugerah Budaya
168
169
170
171
172
Lampiran 5: Piagam Penghargaan Anugerah Budaya Tahun 2013 dari Gubernur DIY, 17 Desember 2013, Yati Pesek sebagai Seniman Ketoprak.
173
Lampiran 6: Penghargaan Anugrah UNY Kencana 2014 dari Rektor UNY kepada Yati Pesek sebagai Pegiat Pendidikan yang Produktif, Kreatif, dan Inspiratif, 10 Oktober 2008